Jurnal Pangan Dan Gizi Edisi Vol 1 No 2 TH 2010

You might also like

You are on page 1of 65

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No.

02 Tahun 2010

PENGARUH PEMBERIAN BEKATUL DAN TEPUNG TEMPE TERHADAP


PROFIL GULA DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI ALLOXAN
(The Influence of Rice bran and Flour Tempeh on Blood Sugar Profile in Rats Fed Alloxan)
Sufiati Bintanah 1, Hapsari Sulistya Kusuma 2
1)

Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Semarang
2)
Instalasi gizi Rumah Sakit Nurmalasari Sukoharjo
Penulis korespondensi, email: sofi_unimus@yahoo.com

ABSTRACT
One of the food as an option in the menu diet is soy-based food. Study at diabetic mice treated with bran oil
diet improved insulin sensitivity. Whether the effect of bran, tempeh flour, rice bran and tempeh mixture of
blood sugar profiles in Wistar rats fed alloxan. This study aims to determine the effect of blood glucose
profile after administration of bran, tempeh flour, rice bran and tempeh mixture in mice that had been given
alloxan. The study was a randomized experimental laboratory using pre post test design with control group.
Number of rats 6 tails for each group (3 groups of treatment and 1 control group) so that the overall sample
sum was 24 rats. Results of study the Through of post hoc test showed that differences in blood sugar levels
every week in all three treatment groups when compared with the control group was statistically significant
(p = 0.000, p = 0.000, p = 0.000). Tempeh group as compared with mixed groups differences in blood sugar
levels in 3 weeks was not significant (p = 0.491, p = 0.764, p = 0.319). Rice bran group than the group
differences in levels of sugar mixture in 3 weeks was not significant (p = 0.374, p = 0.297, p = 0.093).
Tempe rice bran group than the group differences in blood sugar levels at 3 weeks was not significant (p =
1.000, p = 0.993, p = 0.954). The substitution tempeh flour, rice bran, and mix both in diabetic rats by 50%
of daily food intake can lower blood sugar levels every week compared to untreated mice.
Key words: soybean, rice bran, blood sugar levels, diabetic.

PENDAHULUAN
WHO

memprediksi

diperoleh hasil peningkatan sensitivitas insulin,

kenaikan

jumlah

penurunan plasma trigliserida, LDL kolesterol dan

pasien Diabetes Mellitus (DM) di Indonesia dari

hepatik trigliserida.

8,4 juta pada tahun 2004 meningkat menjadi

Konsumsi kedelai yang merupakan bahan

sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (Perkeni, 2006).


Terapi

DM

dengan

pengaturan

diet

dasar dari tempe memperbaiki kadar lemak darah

tidak

pada manusia dan binatang, dan lebih jauh lagi

memerlukan biaya mahal, mudah dilakukan

proses pencernaan kedelai akan mengatur insulin

namun perlu kedisiplinan yang tinggi. Salah satu

dalam keadaan normal (Ascencio et al, 2004).

bahan makanan sebagai pilihan dalam menu diet


adalah

bahan

makanan

berbasis

Komponen kedelai terdiri dari protein,

kedelai

lemak,

(Retnaningsih et al, 2001). Pada penelitian Chen

serat,

isoflavone.

dan Cheng (2006) pada tikus yang menderita

dan

Beberapa

phitochemical
penelitian

termasuk
mengenai

isoflavone mengungkapkan isoflavone sebagai

diabetes dengan perlakuan diet minyak bekatul

komponen bioaktif yang penting dari kedelai.


1

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

Isoflavone terdiri dari 3 komponen yaitu genistein,

inklusi yaitu 1) Kadar gula darah tikus > 142

daidzein dan glycitein. Penelitian Mezei et al

mg/dl dan 2) Sehat dan lincah.

(2003) mengatakan bahwa konsumsi kedelai akan

Jumlah tikus yang digunakan sebanyak 6

mengurangi beberapa gejala DM tipe 2 seperti

untuk masing-masing kelompok (3 kelompok

insulin resistance dan glycemic control, efek ini

perlakuan dan 1 kelompok kontrol) sehingga

kemungkinan adalah hasil dari profil lipid darah

jumlah sampel keseluruhan yang digunakan dalam

yang membaik. Kedelai mungkin mempunyai efek

penelitian

positif secara langsung dalam manajemen diabetes

mengantisipasi kemungkinan tikus ada yang mati

melalui

maka tiap-tiap kelompok diberi cadangan 1 ekor

beberapa

mekanisme

yang

belum

diketahui, salah satunya melalui peroxisome

ini

adalah

24

ekor.

Untuk

sehingga jumlah keseluruhan ada 28 ekor.

proliferator activated receptors (PPAR). PPAR

Kebutuhan pakan tikus adalah 10% dari

adalah reseptor nuklear yang berperan dalam sel

berat badan tikus, sehingga jika berat badan tikus

untuk menjaga keseimbangan lemak dan aksi

rata-rata 200 gr maka jumlah kebutuhan pakan

insulin. Pada hasil penelitian Mezei et al (2003)

adalah 20 gr. Bekatul dan tempe yang diberikan

menunjukkan bahwa isoflavone memperbaiki

dalam bentuk bubuk 50 % dari 20 gr yaitu 10 gr

metabolisme lemak dan glukosa melalui aktifasi

yang dicampur dalam pakan tersebut. Campuran

reseptor PPAR.

tepung tempe dan bekatul adalah bahan makanan


yang terbuat dari bahan dasar tepung tempe kedele

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah eksperimental

dan bekatul yang dicampur dengan proporsi 1:1.

laboratorik menggunakan rancangan randomized

Campuran tepung temped an bekatul tersebut

pre

kontrol

diberikan sebagai substitusi bersama dengan

(Randomized pre post test with control-group).

pakan standart tikus dengan konsentrasi 50%.

Pemeliharaan

coba

Cara pemberian pakan adalah menggunakan sonde

dilaksanakan di Unit Pengembangan Hewan

agar semua pakan dapat dimakan oleh tikus dan

Percobaan,

tidak tersisa.

post

test

dengan

dan

kelompok

intervensi

Universitas

hewan

Muhammadiyah

Surakarta. Pemeliharaan semenjak masa seleksi

Penyuntikan alloxan dilakukan secara intra

sampai masa perlakuan berlangsung dalam waktu

peritoneal dengan dosis 80 mg/kg berat badan

30 hari. Pemeriksaan laboratorium dilakukan di

tikus (Retnaningsih et al, 2001, Suarsana et al,

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

2008). Tikus dipelihara dalam ruangan yang

Sampel yang digunakan diambil secara

berventilasi

cukup,

dikandangkan

secara

acak dari populasi terjangkau yaitu tikus putih

berkelompok (1 kandang terdiri dari 6 tikus).

jantan strain Wistar yang berusia 7 minggu yang

Suhu ruangan berkisar 28 32oC, dengan

berada di Unit Pengembangan Hewan Percobaan

kelembaban 56 5%. Setiap 2 hari dilakukan

Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan

pembersihan kandang.

syarat sesuai kriteria inklusi.

Kriteria
2

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

Tabel 1. Komposisi Bahan Pakan (Retnaningsih et al, 2001)


Bahan

Pati jagung
Kasein
Sukrosa
Minyak kedelai
Serat
Campuran mineral
Campuran vitamin
Kholin bitartrat
L-sistin
Serbuk bekatul
Serbuk tempe
Total(g)
Total (kal)

Pakan
standart
AIN 93
620,69
140
100
40
50
35
10
2,5
1,8
-

Perlakuan 1

998,38
3346,40

perlu dipersiapkan sampel dan blanko. Blanko


adalah campuran dari 5 mikron aquabidest dan

hanya diberi ransum standar AIN 93 selama 21

500 mikron reagen. Sampel adalah campuran 5

hari. Kelompok 2 sebagai kelompok perlakuan 1

mikron sampel dan 500 mikron reagen. Sampel

yang telah dicampur

darah yang sudah siap kemudian di inkubasi

dengan bekatul dengan konsentrasi 50% selama

selama 10 menit pada suhu 37oC, lalu diperiksa

21 hari. Kelompok 3 sebagai kelompok perlakuan


2 diberi ransum standart
dengan tepung tempe

melalui spektrofotometer. Spektrofotometer yang

yang telah dicampur

digunakan adalah merk Varta, sedangkan reagen

dengan konsentrai 50%

glucose yang digunakan adalah merk Dyasis.

selama 21 hari. Kelompok 4 sebagai kelompok


perlakuan 3 diberi pakan standart

Perlakuan 3

310
310
310
70
70
70
50
50
50
20
20
20
25
25
25
17,5
17,5
17,5
5
5
5
1,25
1,25
1,25
0,9
0,9
0,9
499,19
249,6
499,19
249,6
998,84
998,84
998,84
3045,9
2417
2731,5
serum. Kemudian untuk pemeriksaan kadar gula,

Kelompok 1 sebagai kelompok kontrol

diberi ransum standart

Perlakuan 2

Data yang terkumpul

yang telah

berdasarkan

dicampur dengan campuran bekatul dan tepung

perlakuan,

diberi

dikelompokkan
kode

dan

dimasukkan dalam file komputer. Data dianalisis

tempe dengan konsentrasi 50% selama 21 hari.

secara statistik dengan proses sebagai berikut:

Kadar glukosa darah tikus diukur pada hari

1. Analisis

ke 0 sebelum perlakuan injeksi alloxan, hari ke 21

deskriptif

dengan

menampilkan

diagram dan tabel silang menurut kelompok

setelah injeksi alloxan yang berarti hari ke 0

intervensi. Dikelompokkan dan ditampilkan

perlakuan dan hari ke 22 setelah perlakuan. Darah

jumlah penurunan kadar gula darah

yang telah diambil melalui pembuluh darah ekor

kelompok kontrol, perlakuan 1, 2 dan 3.

1 l kemudian disentrifuge sehingga diperoleh

pada

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

2. Analisis statistik dengan melakukan uji beda

Perubahan Kadar Gula Darah


Kadar Gula Darah (mg/dl)

yang didahului uji normalitas data, distribusi


datanya normal maka dilakukan uji Anova
untuk mengetahui perbedaan penurunan kadar
gula darah pada kelompok kontrol, perlakuan 1,
2 dan 3.

Kemudian dilakukan uji posthoc

untuk mengetahui perbedaan penurunan kadar

250
200
150

Tempe

100

Bekatul

50

Campuran

Kontrol

gula darah antara kontrol dengan masingmasing perlakuan.


3. Batas derajat kemaknaan yang akan dicapai

Gambar 1. Perubahan kadar gula darah

adalah p< 0,05 dengan power penelitian 80%

(mg/dl) dengan perlakuan pemberian substitusi

dan intervensi kepercayaan sebesar 95%.

tepung tempe, bekatul, campuran, dan kontrol

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penurunan kadar gula darah setiap minggu

Pengaruh pemberian tepung tempe dan

berdasarkan masing-masing perlakuan secara

bekatul pada tikus yang diberi alloxan tersaji pada

statistik signifikan. Hal ini dapat diketahui melalui

Tabel 2. Pada Tabel 2 terlihat bahwa 2 minggu

uji Anova yang dilakukan pada minggu 1, 2, dan

setelah pemberian alloxan semua kelompok tikus

3.

telah mengalami peningkatan kadar gula darah.

Penurunan kadar gula darah setiap minggu

Untuk mengetahui pengaruh substitusi pakan

dapat dilihat pada Tabel 3.

terhadap perubahan kadar gula darah, dapat dilihat


pada Gambar 1.
Tabel 2. Rata-rata kadar gula darah tikus (mg/dl)
Jenis perlakuan
Tepung Tempe 50%
Tepung Bekatul 50%
Campuran Tepung tempe dan bekatul 50%
Control pakan standar 100%

Pre
Alloxan
65
58,1
71,5
116,6

Post
alloxan
209,8
193,1
206,3
199,8

Minggu 1
perlakuan
131,1
117,5
97,8
195,1

Minggu 2
perlakuan
110,8
103,8
88,8
196,3

Minggu 3
perlakuan
94,6
93
61,5
193.8

Tabel 3. Rata-rata penurunan kadar gula darah


Perlakuan

Minggu 1
Mean

Kontrol
Tempe
Bekatul
Campuran

6
6
6
6

-4.7
-78.7
-75.7
-109.0

Minggu 2

SD

Mean

3.3
37.5
36.1
21.1

-3.5
-99.0
-89.3
-118.0

Minggu 3

SD
12.9
32.7
28.3
16.8

Mean
-6.0
-115.0
-100.0
-145.0

SD
13.2
31.9
33.1
14.2

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

Berdasarkan

ketiga

deskripsi

mean

gula darah pada tiap kelompok perlakuan secara

penurunan kadar gula darah setiap minggu, dapat

statistik signifikan karena nilai p <0.001.

diketahui bahwa terjadi penurunan kadar gula


darah pada setiap minggu pada ketiga kelompok
perlakuan.

Untuk

mengetahui

Tabel 6. Hasil Anova tentang beda mean kadar


gula darah antar kelompok perlakuan pada
minggu ke III
Kelompok N Mean SD
F
P

perbedaan

penurunan kadar gula darah antara kelompok


kontrol, dengan masing-masing perlakuan maka

Kontrol

-6.0

dilakukan uji Anova yang dapat dilihat pada Tabel

Tempe

-115.1 31.9

4, 5, 6.

Bekatul

-100.1 33.0

Campuran 6

-144.8 14.1

Tabel 4. Hasil Anova tentang beda mean


kadar gula darah antar kelompok perlakuan
pada minggu ke I

13.1

34.65

<0.001

Pada minggu ketiga setelah perlakuan


diperoleh hasil bahwa beda mean penurunan kadar

Kelompok N

Mean

SD

Kontrol

-4.6

3.2

14.69

<0.001

Tempe

-78.6

15.3

Bekatul

-75.6

14.7

Campuran

-108.5

8.6

gula darah pada tiap kelompok perlakuan secara


statistik signifikan karena nilai p <0.001. Untuk
membandingkan perbedaan penurunan kadar gula
darah antara satu kelompok dengan kelompok lain
dilakukan post hoc test. Hasil post hoc test pada
setiap minggu dapat dilihat pada Tabel 7.
Berdasarkan ketiga post hoc test setiap

Pada minggu pertama setelah perlakuan

minggu, diperoleh hasil bahwa ketiga perlakuan

diperoleh hasil bahwa beda mean penurunan kadar

dapat menurunkan kadar gula darah secara

gula darah pada tiap kelompok perlakuan secara

signifikan dibandingkan kelompok kontrol, tetapi

statistik signifikan karena nilai p <0.001.

penurunan kadar gula darah antara perlakuan


tempe dengan bekatul tidak signifikan, begitu pula

Tabel 5. Hasil Anova tentang beda mean kadar


gula darah antar kelompok perlakuan pada
minggu ke II
Kelompok N Mean SD
F
P
Kontrol

-3.5

12.8

Tempe

-99.0

13.3

Bekatul

-89.3

11.5

-117.5

6.8

Campuran 6

26.51

penurunan kadar gula darah antara perlakuan


campuran

dengan

perlakuan

tempe

tidak

signifikan, dan penurunan kadar gula darah antara

<0.001

perlakuan campuran dengan bekatul juga tidak


signifikan.
Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat
bahwa 2 minggu setelah pemberian alloxan semua
kelompok tikus telah mengalami peningkatan

Pada minggu kedua setelah perlakuan

kadar gula darah. Kondisi tersebut sejalan dengan

diperoleh hasil bahwa beda mean penurunan kadar

hasil
5

penelitian

Retnaningsih

(2001)

yang

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

menyatakan bahwa satu hari setelah injeksi

substitusi pakan pada masing-masing kelompok

alloxan menunjukkan peningkatan kadar glukosa

yang diberikan setelah tikus mengalami diabetes.

serum pada semua kelompok tikus. Hal ini

Pemberian perlakuan tempe, bekatul, dan

menunjukkan bahwa semua kelompok tikus telah

campuran selama 3

mengalami DM. Sesuai dengan pendapat Ganung

cenderung terjadi penurunan kadar gula darah,

pada

masing-masing

penelitian

Retnaningsih

(2001)

yang

minggu secara umum

sebesar

54,9%,

51,8%,

dan

menyatakan bahwa alloxan adalah salah satu

70,18%. Pada Tabel 5, perlakuan tempe dapat

senyawa yang dapat menghambat sekresi insulin

menurunkan kadar gula darah 209,8 mg/dl

yang

menjadi 94,6 mg/dl.

kemudian

menyebabkan

terjadinya

hiperglisemia. Tahap berikutnya adalah perlakuan


Tabel 7. Nilai p hasil post hoc test tentang perbandingan rata-rata penurunan
kadar gula darah antara control dengan kelompok perlakuan
Perlakuan
Perlakuan
Minggu ke 1
Minggu ke 2
Minggu ke 3
Beda mean
p
Beda mean
p
Beda mean
P
Kontrol
Tempe
74,0
0,022
95,5
0,002
109,2
0,001
Bekatul
71,0
0,022
85,8
0,001
94,2
0,002
Campuran
103,8
0,000
114,0
0,000
138,8
0,000
Tempe
Kontrol
-74,0
0,022
-95,5
0,002
-109,2
0,001
Bekatul
-3,0
1,000
-9,7
0,993
-15,0
0,954
Campuran
29,8
0,491
18,5
0,764
29,7
0,319
Bekatul
Kontrol
-71,0
0,022
-85,8
0,001
-94,2
0,002
Tempe
3,0
1,000
9,7
0,993
15,0
0,954
Campuran
32,8
0,374
28,2
0,297
44,7
0,093
Campuran Kontrol
-103,8
0,000
-114,0
0,000
-138,8
0,000
Tempe
-29,8
0,491
-18,5
0,764
-29,7
0,319
Bekatul
-32,8
0,374
-28,2
0,297
-44,7
0,093
Hasil penelitian ini didukung oleh Irianti

plasma secara signifikan setelah melakukan

dan Dwiana pada penelitian Retnaningsih (2001)

penambahan 0,5% arginin dari protein kedelai

yang menyebutkan bahwa protein kedelai mampu

pada pakan yang mengandung kasein.

bersifat hipoglisemik pada tikus diabetik induksi

Tempe memiliki efek hipoglikemik yang

alloxan, memperbaiki resistensi insulin dan

dapat

meningkatkan sensitivitas insulin pada binatang

sehingga

diabetik. Protein kedelai memiliki kandungan

menghambat absorbsi glukosa di usus dan

arginin yang lebih banyak dibandingkan kasein.

menghambat kinerja enzim -glukosidase. Enzim

Menurut Irianti pada penelitian Retnaningsih

-glukosidase adalah enzim yang berfungsi untuk

(2001) menyebutkan secara in vivo pada tikus

menghidrolisis

dimana terjadi peningkatan konsentrasi insulin

sederhana (glukosa) pada usus. Senyawa yang


6

mengembalikan

fungsi

meningkatkan

karbohidrat

sel

pankreas

sekresi

insulin,

menjadi

gula

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

dapat menghambat kinerja enzim tersebut dapat

Data yang diperoleh setelah pemeriksaan

berpotensi sebagai antidiabetes karena dapat

kadar

menurunkan kadar gula darah dengan cara

dilakukan analisis data. Uji normalitas data

memperlambat

digunakan uji Shapiro Wilk diperoleh hasil p >

penyerapan

karbohidrat

postprandial (Suarsana et al, 2008).


Tempe

mempunyai

gula

darah

setiap

miggu

kemudian

0,05, sehingga dapat dikatakan data berdistribusi


glikemik

normal, kemudian digunakan uji Anova untuk

rendah, kaya fitat, serat larut dan tannin yang

mengetahui perbedaan penurunan kadar gula

dapat menurunkan pencernaan karbohidrat dan

darah antara kelompok kontrol dengan kelompok

respon glikemik (Anderson et al, 1999). Menurut

perlakuan

Jenkins DJA dan Holf S et al pada penelitian

Berdasarkan hasil uji Anova pada minggu ke 1,

Madar (1983) mengatakan bahwa serat tempe

minggu ke 2, dan minggu ke 3 diperoleh nilai p <

mengandung

dan

0,001, yaitu p = 0,000. Ketiga perlakuan dapat

arabinogalactans dengan viskositas tinggi, bentuk

menurunkan kadar gula darah secara signifikan.

polisakarida

pengosongan

Untuk membandingkan perbedaan penurunan

lambung dan absorbsi glukosa. Hasil penelitian

kadar gula darah antara satu kelompok dengan

Madar (1983) menyimpulkan bahwa diet serat

kelompok lain dilakukan post hoc test.

pectin,

ini

indeks

galactomannans

memperlambat

dari tempe dapat menurunkan kadar toleransi

tempe,

bekatul,

dan

campuran.

Berdasarkan ketiga post hoc test setiap

glukosa.

minggu, diperoleh hasil bahwa ketiga perlakuan

Hasil penelitian lain yang berbeda dengan

dapat menurunkan kadar gula darah secara

hasil penelitian ini adalah penelitian oleh Liu

signifikan dibandingkan kelompok kontrol, tetapi

(2010) yang menyimpulkan bahwa pemberian

penurunan kadar gula darah antara perlakuan

protein kedelai selama 3 atau 6 bulan dengan atau

tempe dengan bekatul tidak signifikan, begitu pula

tanpa suplemen isoflavones tidak menghasilkan

penurunan kadar gula darah antara perlakuan

perubahan yang lebih baik pada kontrol glikemik,

campuran

resisitensi insulin, kadar glukosa puasa dan

signifikan, dan penurunan kadar gula darah antara

glukosa 2 jam postprandial.

perlakuan campuran dengan bekatul juga tidak

Hasil

tempe

tidak

oleh

(2006)

yang

Hasil penelitian ini seiring dengan hasil

mengatakan bahwa komponen oryzanol dan

penelitian Nygren dan Hollmans (1982) bahwa

tocotrienol

meningkatkan

ada perbedaan kadar gula darah yaitu pada tikus

sensitivitas insulin pada tikus diabetes mellitus.

diabetes yang diberi bekatul mentah lebih rendah

Sedangkan menurut Madar (1983) serat bekatul

dibandingkan pada tikus diabetes yang tidak

hanya sedikit memberikan efek pada toleransi

diberi bekatul.

Chen

dan

dalam

ini

perlakuan

didukung

penelitian

penelitian

dengan

Cheng

bekatul

signifikan.

glukosa.

Hasil penelitian lain yang seiring adalah


penelitian Villegas et al (2008) menunjukkan susu
7

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

Anonim. Tempe. Wikipedia. 2009. http :


//www.wikipedia.org/wiki/tempe. cited at
December 23, 2009.

kedelai dapat menurunkan kadar gula darah tetapi


hubungan

antara

konsumsi

kedelai

dengan

diabetes tidak signifikan. Hasil penelitian lain

Ascencio C., Torres N, Isoard-Acosta F, GomezPerez J F, Hernandez-Pando R, and Tovar A


R. 2004. Soy Protein Affects Serum Insulin
and Hepatic SREBP-1 mRNA and Reduces
Fatty Liver in Rats. Journal of Nutrition.
134 : 522-529.

yang berbeda dengan hasil penelitian ini adalah


penelitian oleh Liu (2010) yang menyimpulkan
bahwa pemberian protein kedelai selama 3 atau 6
bulan dengan atau tanpa suplemen isoflavones

Hu F B, Manson J E, Stampfer M J, Colditz G,


Liu S, Solomon C G, dan Willett W C. 2001.
Diet, Lifestyle, and The Risk of Type 2
Diabetes Mellitus In Woman. New England
Journal of Medicine. 345:790-797.

tidak menghasilkan perubahan yang lebih baik


pada control glikemik, resisitensi insulin, kadar
glukosa puasa dan glukosa 2 jam postprandial.

Charlotte N and Goran H. 1982. Effects of


Processed Rye Bran and Raw Rye Bran on
Glucose Metabolism in Alloxan Diabetic
Rats. Journal of Nutrition. 112:17-20.

KESIMPULAN
1. Pemberian subsitusi tepung tempe, tepung
bekatul, dan campuran keduanya pada tikus

Chen C W and Cheng H H. 2006. A Rice Bran Oil


Diet Increases LDL-Receptor and HMGCoA Reductase mRNA Expressions and
Insulin
Sensitivity
in
Rats
with
Streptozotocin/Nicotinamide-Induced Type
2 Diabetes. Journal of Nutrition. 136:14721476.

diabetes sebanyak 50% dari asupan makan


sehari dapat menurunkan kadar gula darah
setiap minggunya dibandingkan tikus yang
tidak diberi perlakuan.
2. Penurunan kadar gula darah pada pemberian

Chicco A, Alessandro M E D, Karabatas L,


Pastorale C, Basabe J C and Lombardo Y B.
2003. Muscle Lipid Metabolisme and Insulin
Secretion Are Altered in Insulin Resistant
Rats Fed a High Sucrose Diet. Journal of
Nutrition. 133:127-133.

substitusi tepung tempe, tepung bekatul dan


campuran keduanya secara statistik tidak
berbeda.

Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.


2003. Peran Diit Dalam Penanggulangan
Diabetes. Departemen Kesehatan RI.

DAFTAR PUSTAKA

Gibney M J, Vorster H H and Kole F J. 2002.


Introduction to Human Nutrition. New York
: Blackwell Science. Hal : 69-80.

Anderson J W, Smith B M and Washnock C S.


1999. Cardiovascular and Renal Benefit of
Dry Bean and Soybean Intake. The
American Journal of Clinical Nutrition.
70:464-474.

Hiswani. 1997. Peranan Gizi Dalam Diabetes


Mellitus. Fakultas Kedokteran. Universitas
Sumatra Utara.

Anonim. Cyber Nurse. 2002. Konsep Diabetes


Mellitus. http://forum.ciremai.com. Cited at
December 12, 2009.

Hutagalung H. 2004. Karbohidrat. Bagian Ilmu


Gizi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatra Utara. USU digital library. Hal : 113.

Anonim. Mengenal Manfaat Bekatul. Natural


Organik.
2009.
http://www.naturalorganik.multiply.com/jou
rnal/item/5/Mengenal Manfaat Bekatul. cited
at December 12, 2009.

Irawan M A. 2007. Karbohidrat. Sport Science


Brief. Vol : 01. No :03.

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

Irawan M A. 2007. Glukosa & Metabolisme


Energy. Sport Science Brief. Vol : 01. No
:06.

RAW 264,7 cells. Journal of Nutrition.


133:1238-1243.
Perkeni. 2006. Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia 2006.

Kerckhoffs D A.J.M, Brouns F, Hornstra G, and


Mensink R P. 2002. Effects on the Human
Serum Lipoprotein Profile of -Glucan, Soy
Protein and Isoflavones, Plant Sterols and
Stenols, Garlic and Tocotrienols. Journal of
Nutrition. 132:2494-2505.

Retnaningsih C, Noor Z dan Marsono Y. 2001.


Sifat Hipoglikemik Pakan Tinggi Protein
Kedelai Pada Model Diabetik Induksi
Alloxan. Jurnal Teknologi dan Industri
Pangan. XII : 141-146.

Linder M C. 1992. Biokimia Nutrisi dan


Metabolisme Dengan Pemakaian Secara
Klinis. Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press). Hal : 27-58.

Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 1995.


Diabetes Melitus Penatalaksanaan Terpadu.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Liu Z M, Chen Y M, Ho S C, Ho Y P and Woo J.


2010. Effects of Soy Protein and Isoflavones
on Glicemic Control and Insulin Sensitivity :
a 6-mo Double Blind, Randomized, PlaceboControlled Trial in Postmenopausal Chinese
Women With Prediabetes or Untreated Early
Diabetes. The American Journal of Clinical
Nutrition. 91:1394-1401.

Suarsana I N, Priosoeryanto B P , Bintang M dan


Wresdiyati T. 2008. Aktivitas Daya Hambat
Enzim
-Glucosidase
dan
Efek
Hipoglikemik Ekstrak Tempe Pada Tikus
Diabetes. Jurnal Veteriner. 9 : 122-127.
Team Farmakologi. 2008. Buku Petunjuk
Praktikum Farmakologi I. Laboratorium
Farmakologi
Fakultas
Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Madar Z. 1983. Effect of Brown Rice and


Soybean Dietary Fiber on the Control of
Glucose and Lipid Metabolism in Diabetic
Rats. The American Journal of Clinical
Nutrition. 38:388-393.

Villegas R, Gao Y T, Li H L, Elasy T A, Zheng


W, and Shu X O. 2008. Legume and Soy
Food Intake and The Incidence of Type 2
Diabetes in the Shanghai Womens Health
Study. The American Journal of Clinical
Nutrition. 87:162-167.

Mezei O, Banz W J, Steger R W, Peluso M R,


Winters T A and Shay N. 2003. Soy
Isoflavones
Exert
Antidiabetic
and
Hypolipidemic Effects Through the PPAR
Pathways in Obese Zucker Rats and Murine

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

10

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINUMAN FUNGSIONAL SARI TEMPE KEDELAI


HITAM DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK JAHE
(STUDY OF ANTIBACTERIAL ACTIVITY
FUNCTIONAL DRINKS OF BLACK SOYBEAN TEMPE
WITH ADDITION GINGER EXTRACT)
Nurhidajah
Program Studi Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Semarang
email: inung.bkj@gmail.com
ABSTRACT
Nutrition in Tempe can be useful for metabolic reactions, also contains a natural antibiotic that can
inhibit the emergence of various diseases, such as antibacterial components which are very beneficial to
health. Beverage products form tempe which The addition of ginger extract on the functional beverage black
soybean tempe. This study consists of 2 stages. Phase I is introductory, covering the manufacture of black
soybean tempe (2 times the boiling), followed by analysis of water and protein content, then phase 2 is a
functional beverage processing optimization with ginger extract additional variation were 0 %, 1%, 2%, 3%
and 4%, in treatment that is by non-instant and instant. The design of the study in phase 2 is 5x2 factorial
experiment using a Completely Randomized Design. The first factor is the addition of ginger extract with 5
variations, and the second factor of 2 variations of processing, so there were 10 treatment combinations.
The results showed black soybean tempe has a water content of 61.81%, protein 20.36%, fat 2.9% and
0.97% ash. Organoleptic assessment showed non instant processing has a flavor that is higher than
processed an instant. Protein consentration of black soybean tempe functional beverage with the highest
non-instant processing with the addition of ginger extract 2%. Drink black soybean tempe has a relatively
weak antibacterial activity (<5 mm), and there is the influence of treatment with antibacterial activity in
soybean tempe drink black. suggested further research to otimasi black soybean tempe beverage processing
and processing of instant non-instantaneous with the addition of ginger extract at least 4%.
Key words: black soybean, functional drinks, antibacterial activity
Pada umumnya tempe dibuat dari bahan
PENDAHULUAN
Tempe

merupakan

kedelai kuning, tempe dapat dibuat dari bahan

makanan

hasil

kedelai hitam yang banyak mengandung

fermentasi antara kedelai dengan jamur Rhizopus


sp. Rasanya yang lezat, harganya murah dan

anthosianin. Kandungan anthosianin tinggi pada

mudah didapat. Sepotong tempe mengandung

kedelai hitam mempunyai aktivitas antioksidan

berbagai unsur bermanfaat, seperti karbohidrat,

besar, yang lebih tinggi dibandingkan tokoferol

lemak, protein, serat, vitamin, enzim, daidzein,

(Purwanti, 2004). Selain antioksidan, dari segi gizi

genisten. Sifat antibakteri pada tempe juga

dan citarasa

dimanfaatkan

dibandingkan kedelai kuning. Hasil penelitian

pada

penanganan

diit

untuk

penderita diare, khususnya anak-anak.

kedelai hitam juga lebih unggul

Lunggani (2008),

tentang diversifikasi produk

tempe dengan bermacam-macam bahan,


11

yang

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

disukai oleh panelis adalah produk tempe dari

tablet katalis, batu didih, dan H2SO4 pekat, H2O2

bahan dasar kedelai hitam.

30%, H3BO4 indikator MR (methyl red), HCL 0,2

Selama ini tempe masih sangat terbatas

N, kultur bakteri Escherichia coli (gram-negatif)

dalam hal pengolahan, sehingga penelitian tentang

berumur 18 24 jam dalam Nutrien Broth (NB),

tempe,

diversifikasi

media Nutrien Agar (NA) sedangkan alat yang

pengolahan misalnya menjadi minuman sangat

dibutuhkan adalah timbangan, waskom, dandang,

diperlukan untuk lebih memperkaya bentuk

nyiru, kompor, indikator pH, blender, cawan

olahan tempe. Untuk menunjang produk minuman

porselen, oven, desikator dan neraca. Untuk

tempe menjadi minuman fungsional yang kaya

analisis kadar protein (Mikro Kjeldahl) dan

manfaat, penambahan ekstrak jahe diharapkan

aktivitas anti bakteri adalah seperangkat alat

dapat meningkatkan citarasa minuman disamping

destilasi, buret, erlenmeyer cawan petri. Penelitian

manfaat jahe yang ikut menunjang kesehatan.

ini dilakukan dalam dua tahap yaitu pembuatan

khususnya

dalam

hal

Berdasarkan latar belakang di atas

tempe dan minuman fungsional dengan variasi

dirumuskan permasalahan penelitian apakah ada

penambahan ekstrak jahe dan pengolahan (instan

pengaruh

jenis

dan non instan) serta tahap 2 pengujian minuman

pengolahan (instan dan non instan) terhadap

fungsional yang meliputi mutu organoleptik,

aktivitas antibakteri dan kadar protein serta mutu

kadar protein dan aktivitas antibakteri.

jumlah

ekstrak

jahe

dan

organoleptik minuman fungsional tempe kedelai

Pembuatan

Tempe

Kedelai

Hitam

hitam. Penelitian ini bertujuan mengkaji aktivitas

dengan cara pencucian dan perebusan selama 60

antibakteri, kadar protein dan mutu organoleptik

menit,

minuman fungsional tempe kedelai hitam dengan

kemudian didiamkan pada suhu ruang selama 20-

penambahan ekstrak jahe.

22

perendaman

jam,

lalu

dengan

pengupasan

air

perebusnya,

dan

pencucian.

Perebusan kedua pada kedelai tanpa kulit selama


45-60 menit selanjutnya penirisan dan peragian

METODOLOGI
Merupakan penelitian eksperimen di

dengan inokulum sebanyak 0,2%, pembungkusan

bidang kesehatan dan teknologi pangan, yang

dengan plastik PE yang telah diberi lubang dengan

menjelaskan hubungan antar variabel dengan

ketebalan 3 cm. Tahap terakhir pembuatan tempe

beberapa variasi perlakuan. Tempet penelitian

adalah pemeraman (inkubasi) pada suhu sekitar

dilakukan di

Laboratorium Gizi, Organoleptik

30-37C selama 22-26 jam hingga seluruh

dan Laboratorium Kimia Pangan Unversitas

permukaan tempe tertutupi miselium kapang

Muhammadiyah Semarang.

berwarna putih.

Bahan pembuatan minuman fungsional

Pembuatan

ekstrak

jahe

dengan

tempe kedelai hitam adalah kedelai hitam

pencucian jahe dan pengecilan ukuran. Setelah itu

diperoleh dari Purwodadi, ragi tempe merk

penghancuran dengan blender ditambah

Raprima, jahe emprit, air, gula pasir, garam

dengan
12

perbandingan

1:1

(jahe:air),

air
lalu

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

penyaringan. Pembuatan minuman fungsional

HASIL DAN PEMBAHASAN

tempe kedelai hitam meliputi proses blancing,

Pembuatan Tempe Kedelai Hitam (Astawan,

penghancuran (blender) dengan penambahan air 5

2008 dan Nurhidajah, 2009)

kali berat tempe, dan penyaringan dengan kain

Pembuatan tempe kedelai hitam dengan

saring. Perebusan dengan penambahan ekstrak

karakteristik tempe yang baik dilakukan dengan

jahe sesuai variasi perlakuan dan gula pasir 8%

dua kali pemasakan dan penambahan ragi 3 g / kg

dari volume cairan. Proses pembuatan minuman

kedelai kering. Ukuran ketebalan tempe 2 cm.

fungsional tempe kedelai hitam instan berbeda

Hasil pengamatan tempe kedelai hitam tampak

pada penambahan air, yaitu saat penghancuran

miselium berwarna putih tumbuh sempurna pada

ditambahkan 2 kali berat tempe dan penambahan

24 jam setelah peragian di seluruh permukaan dan

gula pasir 1:1 kemudian dipanaskan sampai

di sela-sela kedelai. Gambar tempe kedelai hitam

terbentuk kristal gula.

dengan konsentrasi ragi 3 g / kg kedelai kering

Analisis mutu organoleptik (Rahayu,

ditunjukkan pada Gambar 1.

1998) dengan 15 panelis agak terlatih, penilaian

Menurut Astawan (2008), tempe yang

meliputi warna, aroma, rasa, dan kekentalan

terlalu banyak bahan akan menyebabkan suhu

tempe menggunakan formulir uji

terlalu tinggi dan menghambat pertumbuhan

kesukaan

dengan kriteria penilaian adalah 4 = sangat suka,

jamur.

3 = suka, 2 = tidak suka dan 1 = sangat tidak


suka. Analisis Kadar Protein metode Mikro
Kjeldhal (AOAC,1990) dan analisis antibakteri
dengan metode Difusi Agar menggunakan bakteri
Escherichia coli (gram-negatif) berumur 24 jam
dalam media Nutrien Broth (NB).
penelitian

pada

tahap

adalah

Rancangan
percobaan

Faktorial 5x2 dengan menggunakan Rancangan


Acak

Lengkap

(RAL),

meliputi

faktor

penambahan ekstrak jahe 5 variasi dan faktor


pengolahan 2 variasi, sehingga terdapat 10

Gambar 1. Tempe Kedelai Hitam

kombinasi perlakuan. Data diuji homogenitas


dengan uji Kolmogorov Smirnov, dilanjutkan

Hasil Analisis Proksimat Tempe Kedelai Hitam

dengan analisa sidik ragam atau Analysis of

Hasil analisis proksimat tempe kedelai

Varians (ANOVA) dilanjutkan uji HSD.

hitam pada Tabel 1 dibandingkan tempe kedelai


kuning menurut Ditjen Gizi Depkes RI (1995)

13

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

mempunyai kadar protein yang lebih tinggi,

jahe 2%, yaitu memberikan warna coklat muda,

sedangkan kadar air, abu dan lemak lebih rendah.

sedangkan yang mempunyai nilai terendah adalah

Tempe kedelai kuning sebagai pembanding pada

minuman instan dengan jahe 0%, dengan warna

Tabel 1 adalah dari bahan baku kedelai impor,

coklat. Secara umum minuman fungsional tempe

sedangkan tempe kedelai sampel dalam penelitian

kedelai

ini digunakan kedelai lokal.

memberikan warna lebih gelap sehingga tidak

hitam

dengan

pengolahan

instan

disukai konsumen.
Warna

Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat Temp


Kedelai Hitam

coklat

pada

minuman

tempe

kedelai hitam ini terbentuk karena reaksi Maillard

Tempe kedelai

Tempe

antara karbohidrat pada gula yang ditambahkan

kuning (Depkes

Kedelai

dan protein kedelai. Pada proses pengolahan

1995)

Hitam

minuman instan dilakukan penguapan dengan

Air (%)

64,0

61.81

Protein (BB %)

18,3

20.36

Lemak (%)

4,0

2,90

Abu (%)

1,0

0.97

Zat Gizi

suhu yang lebih tinggi dari perebusan, sehingga


menimbulkan warna coklat yang lebih tua.
Penilaian terhadap aroma tempe kedelai
hitam menunjukkan pola yang sama dengan
warna, yaitu tertinggi pada produk minuman non
instan. Hal ini disebabkan minuman tempe
Analisis Mutu Organoleptik

kedelai hitam non instan yang diolah dengan suhu

Analisis kesukaan minuman fungsional

perebusan (100C) aroma khas tempe yang agak

tempe kedelai hitam dengan variasi pengolahan

langu dapat direduksi oleh jahe. Nilai aroma

instan dan non instan dengan variasi penambahan

tertinggi adalah minuman non instan dengan jahe

ekstrak jahe dari 0% sampai 4% dilakukan dengan

4%.

menggunakan uji kesukaan terhadap warna, rasa,

Aroma minuman tempe kedelai hitam

aroma dan kekentalan. Uji kesukaan yang

instan dengan semua variasi penambahan jahe

dilakukan oleh 23 panelis agak terlatih dan umum,


menunjukkan
pengolahan

hasil

tertinggi

minuman

non

adalah
instan

secara umum mempunyai nilai lebih rendah.

pada

Menurut komentar panelis, minuman instan

dengan

menimbulkan aroma yang over cooking. Hal ini

penambahan ekstrak jahe tertinggi, yaitu 4 %. Hal

karena proses penguapan dengan suhu lebih tinggi

ini dimungkinkan minuman fungsional tempe

dengan waktu yang lebih lama akan menyebabkan

kedelai hitam non instan mempunyai warna,

terjadinya

aroma, rasa dan kekentalan yang lebih disukai

reaksi browning non enzimatis

(maillard) yang berlebihan dengan aroma agak

panelis.

gosong.

Warna minuman yang paling disukai

Penilaian terhadap rasa minuman tempe

adalah minuman non instan dengan penambahan

kedelai hitam mempunyai pola yang sama dengan


14

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

warna dan rasa, yaitu lebih tinggi pada non instan.

semua

kriteria

penilaian

organoleptik

yang

Rasa minuman non instan lebih alami, dengan

meliputi warna, aroma, rasa dan kekentalan

rasa jahe yang lebih tajam. Prosentase jahe

minuman tempe kedelai hitam, pengolahan non

tertinggi paling disukai konsumen, karena rasa

instan mempunyai citarasa yang lebih tinggi

langu direduksi oleh rasa jahe. Menurut komentar

dibanding instan. Penambahan ekstrak jahe

panelis, minuman tempe kedelai hitam dengan

menunjukkan kecenderungan semakin banyak

pengolahan instan mempunyai rasa agak hambar.

prosentase yang ditambahkan semakin tinggi

Kekentalan minuman tempe kedelai hitam

tingkat kesukaan konsumen, dan kecenderungan

non instan sangat ditentukan oleh penambahan

ini berbanding terbalik pada minuman instan,

cairan pada saat penghancuran tempe. Pada

seperti ditunjukkan pada Gambar 3.

pengolahan dengan instan yang telah mengalami


penguapan, juga dipengaruhi tingkat kemanisan
Nilai Kesukaan

seduhan instan. Pada penelitian ini, minuman


instan dengan tingkat kemanisan yang optimum
mempunyai tingkat kekentalan yang lebih rendah
sehingga kurang disukai konsumen. Analisis mutu

Non Instan

Instan

2
1
0
0%

organoleptik minuman fungsional tempe kedelai

1%

2%

3%

4%

Penambahan Jahe

hitam untuk masing-masing kriteria penilaian


disajikan pada Gambar 2.

Gambar 3. Citarasa Minuman Fungsional


Tempe Kedelai Hitam
Uji statistik daya terima menunjukkan ada

Analisis Kesukaan Minuman Tempe Kedelai Hitam


4,0

pengaruh yang sangat bermakna pada semua

Warna

3,5

Nilai Kesukaan

Rasa

3,0

kriteria penilaian dengan hasil p= 0,000 < 0,05.

Aroma

2,5

Kekentalan

2,0
1,5

Kadar Protein Minuman Fungsional Tempe


Kedelai Hitam

1,0
0,5
0%

1%

2%

3%

Non Instan

4%

0%

1%

2%

3%

4%

Instan

Hasil analisis kadar protein minuman

Pengolahan & Penambahan Jahe

fungsional tempe kedelai hitam menunjukkan


Gambar 2. Mutu Organoleptik
Minuman Tempe Kedelai Hitam

secara keseluruhan minuman yang diolah tanpa

Secara keseluruhan, perbandingan citarasa

tinggi dibandingkan minuman tempe kedelai

minuman fungsional tempe kedelai hitam dengan

hitam yang dibuat instan. Hal ini disebabkan

variasi pengolahan instan dan non instan disajikan

karena pada proses pengolahan minuman instan

pada Gambar 2 yang memperlihatkan bahwa dari

dengan pemanasan suhu lebih tinggi dan waktu

proses instanisasi mempunyai nilai yang lebih

15

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

lebih

lama

untuk

menguapkan

air

sampai

tempe kedelai hitam yang diolah secara non instan

terbentuk tekstur yang kering, menyebabkan

dengan

terjadinya penurunan protein.

kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan

Winarno

(1997)

menyatakan

bahwa

penambahan

jahe

2%

mempunyai

variasi lain.

pemanasan (perebusan dan penggorengan) yang


Analisis Antibakteri Minuman Fungsional
Tempe Kedelai Hitam

dilakukan secara berlebihan pada waktu yang


lama dapat mengakibatkan nilai gizi protein akan
berkurang karena terbentuknya ikatan silang

Minuman fungsional dengan bahan tempe

dalam protein. Hasil analisis kadar protein tersaji

kedelai hitam

ditambah ekstrak jahe sebagai

pada Gambar 4.

penambah citarasa, yang juga memiliki metabolit


sekunder yang potensial sebagai anti mikroba,

Kadar Protein (%)

2,50
2,00

Non Instan

diharapkan

dapat

meningkatkan

fungsi

Instan

antibakterinya. Hasil analisis antibakteri dengan

1,50

metode Difusi Agar menunjukkan kecenderungan

1,00

semakin banyak prosentase ekstrak jahe yang

0,50

ditambahkan, semakin luas daerah hambatan

0,00
0%

1%

2%

3%

terhadap bakteri. Hasil analisis kadar protein

4%

tersaji pada Gambar 5.

Penambahan Ekstrak Jahe

Menurut
fermentasi

Stodolak

tempe

dapat

Minuman

(2008),

Diameter hambatan
(mm)

Gambar
4.Kadar
Protein
Fungsional Tempe Kedelai Hitam

proses

meningkatkan

Non Instan

Instan

3
2
1
0

ketersediaan protein sekitar 25%. Ketersediaan

0%

protein dari pengolahan konvensional lebih besar

1%

2%

3%

4%

Penambahan Ekatrak Jahe

dibandingkan dari biji-bijian yang difermentasi,


tetapi pada analisa in invitro, lebih banyak protein
larut

(10%)

yang

dilepaskan

pada

Gambar 5. Aktifitas Antibakteri Minuman


Fungsional Tempe Kedelai Hitam

saat

pengolahan.

Aktifitas

Hasil analisis Sidik Ragam menunjukkan

antibakteri

minuman

tempe

kedelai hitam yang diukur dengan besar diameter

ada pengaruh variasi pengolahan dengan kadar

zona bening berkisar antara 0,9-4,8 mm. Pada

protein minuman tempe kedelai hitam dengan F

penambahan ekstrak jahe tertinggi yaitu 4% pada

hitung 7,615 dan p 0,000 < 0,05. Uji lanjut

minuman yang diolah non instan menunjukkan

menunjukkan pengolahan minuman fungsional

zona bening yang tertinggi. Dari kecenderungan


16

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa ekstrak

ekstrak jahe semakin tinggi tingkat kesukaan

jahe mempunyai aktifitas antibakteri, sehingga

konsumen.

semakin tinggi prosen penambahan ekstrak jahe,

Uji statistik daya terima menunjukkan ada

semakin besar aktifitas antibakterinya.


Lemahnya

aktivitas

pengaruh yang sangat bermakna pada semua

antibakteri

pada

kriteria penilaian yang meliputi

minuman tempe kedelai instan ini dimungkinkan

warna, aroma,

rasa dan kekentalan dengan variasi pengolahan.

kulit kedelai yang tersisa saat pembuatan tempe

Kadar protein minuman fungsional tempe

sangat kecil, sedangkan senyawa antibakteri

kedelai hitam tertinggi pada pengolahan non

banyak terdapat pada kulit yang berwarna hitam

instan dengan penambahan ekstrak jahe 2%. Pada

tersebut.

semua variasi penambahan ekstrak jahe, secara

Hasil analisis Sidik Ragam menunjukkan

umum menunjukkan kecenderungan kandungan

ada pengaruh variasi pengolahan dengan aktivitas

protein yang lebih tinggi pada pengolahan non

antibakteri minuman tempe kedelai hitam dengan

instan dibandingkan yang instan. Hasil analisis

p 0,000 < 0,05. Uji lanjut menggambarkan

Ragam

pengolahan minuman fungsional tempe kedelai

pengolahan dengan kadar protein minuman tempe

hitam yang diolah secara non instan dengan

kedelai hitam

menunjukkan

ada

pengaruh

variasi

penambahan jahe 4% (prosentase tertinggi)

Minuman tempe kedelai hitam mempunyai

mempunyai perbedaan aktivitas antibakteri yang

aktifitas antibakteri yang tergolong lemah, dan ada

paling kuat dibandingkan variasi yang lain.

pengaruh variasi pengolahan dengan aktifitas


antibakteri pada minuman tempe kedelai hitam.
Disarankan pada pengolahan minuman

KESIMPULAN

tempe kedelai hitam sebaiknya secara non instan


Tempe

kedelai

hitam

mempunyai

dengan penambahan ekstrak jahe minimal 4%

kandungan air 61,81%, protein 20,36%, lemak

sehingga menghasilkan minuman fungsional yang

2,9% dan abu 0,97%. Bila dibandingkan dengan

mempunyai mutu organoleptik tinggi, juga kadar

tempe kedelai kuning, kandungan proteinnya lebih

protein dan aktifitas antibakterinya, dan perlu

tinggi, tetapi lebih rendah kandungan air, lemak

dilakukan

dan abu.

pengolahan

Semua kriteria penilaian organoleptik yang

penelitian
minuman

lanjut
tempe

terkait

optimasi

kedelai

hitam

sehingga dapat meningkatkan nilai fungsionalnya

meliputi warna, aroma, rasa dan kekentalan

untuk peningkatan kesehatan.

minuman tempe kedelai hitam menunjukkan


pengolahan non instan mempunyai citarasa yang

DAFTAR PUSTAKA

lebih tinggi dibanding yang diolah dengan cara

AOAC. 1990. Official Methods of Analysis, 14 th

dibuat instan. Pada minuman non instan, ada

edn. Washington DC.

kecenderungan semakin banyak penambahan


17

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

Astawan, M. 2008. Sehat Dengan Tempe.Panduan


Lengkap Menjaga Kesehatan dengan
Tempe. PT Dian Rakyat, Jakarta.

Kedelai Kuning. Jurnal Ilmu Pertanian Vol.


11 No.1, 2004 : 22-31.
Rahayu, WP. 1998. Penuntun Praktikum
Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi
Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Stodolak, Boena., Starzyska,. Janiszewska, A.
2008. The Influence Of Tempe Fermentation
And Conventional Cooking On Anti-Nutrient
Level And Protein Bioavailability (In Vitro
Test) Of Grass-Pea Seeds. Journal of the
Science of Food and Agriculture, Volume
88, Number 13, October 2008.

Lunggani,AT., S.Nurjanah., B. Raharjo. 2008.


Diversifikasi Produk Tempe Dengan
Inokulum Rhizopus Sp Indigenous Untuk
Pengembangan Pangan Fungsional.
Nurhidajah. 2009. Daya Tarima Dan Kualitas
Protein In Vitro Tempe Kedelai Hitam
(Glycine soja) Yang Diolah Pada Suhu
Tinggi. Tesis Magster Gizi Masyarakat
Universitas Diponegoro, Semarang.

Winarno, FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT.


Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Purwanti,S. 2004. Kajian Suhu Ruang Simpan


Terhadap Kualitas Benih Kedelai Hitam dan

18

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

PENGGUNAAN NATRIUM SIKLAMAT PADA ES LILIN BERDASARKAN


PENGETAHUAN DAN SIKAP PRODUSEN
DI KELURAHAN SRONDOL WETAN DAN PEDALANGAN
KOTA SEMARANG
(Natrium Cyclamate on the Ice Candle Based on the Producers Knowledge in Srondol
Wetan and Pedalangan, Semarang Regency)
Retno Purwaningsih1), Rahayu Astuti2), Trixie Salawati2)
1)

2)

Balai Besar POM Semarang


Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang
Penulis Korespondensi, email: retnopurwaningsih75@yahoo.com
ABSTRACT

Sodium Cyclamate is an artificial sweetener that is often used. Sodium cyclamate could be
carcinogenic. The use of sodium cyclamate in Indonesia regulated in a No 722/MenKes/Per/IX/88
Permenkes RI and RI Permenkes no.208/MenKes/Per/IV/85 about usage limits for each food product. The
data of BBPOM Semarang in 2007 found sodium cyclamate in food snacks (student of primary school)
including ice candle. The purpose of this study is to measure the use of sodium cyclamate at ice candle
producers based on knowledge and attitudes about the content of sodium cyclamate.. This research is
explanatory with the survey method. The population is all the ice candle producers in Srondol Wetan and
Pedalangan, as many as 25 producers. Samples were tested in the laboratory ice candle BB POM
Semarang. Data analysis using Spearman rank correlation test. The results showed the level of knowledge
of respondents 'good' by 16.0%, the category of "enough" of 52.0% and "less" of 32.0%. Respondents who
have the attitude of "support" of 64.0% and 36.0% "no support". The content of sodium cyclamate in 17
samples (68.0%) positive and 8 samples (32.0%) negative. Positive samples containing sodium cyclamate,
there were 14 samples (82.35%) that concentration is still below the maximum limit and 3 samples (17.65%)
which exceeds the maximum limit. There is a relationship between knowledge and attitude of the ice candle
producers with the use of sodium cyclamate in Srondol Wetan and Pedalangan of Semarang.
Key words: Sodium Cyclamate, Knowledge, Attitude, Prodecers of ice candle

dipakai dalam produk pangan berkalori rendah

PENDAHULUAN
Siklamat merupakan salah satu pemanis

untuk penderita diabetes, penderita kegemukan,

buatan yang sering digunakan, yang biasa disebut

atau penyakit lain agar kalori dari makanan yang

biang

dikonsumsi dapat

gula.

Siklamat

mempunyai

intensitas

terkontrol dengan baik, dan

kemanisan 30-80 kali dari gula murni. Siklamat

natrium siklamat bukan untuk konsumsi umum

sangat disukai

apalagi anak sekolah dasar.

karena

rasanya

yang

murni

tanpa cita rasa tambahan (tanpa rasa pahit)


(Cahyadi

W,

2006).

Siklamat

Pemakaian siklamat yang berlebihan dapat

umumnya

membahayakan

kesehatan.

Siklamat

sebagai

digunakan oleh industri makanan dan minuman

pemanis buatan masih diragukan keamanannya

karena harganya relatif murah. Siklamat biasanya

bagi kesehatan konsumen. Beberapa negara


19

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

mengeluarkan peraturan secara ketat atau bahkan

menjajakan

melarang (Cahyadi W, 2006). Amerika Serikat,

diminati oleh anak-anak.

Kanada, Inggris

makanan

jajanan

yang

banyak

telah melarang penggunaan

Berdasarkan survey awal sebanyak 60

siklamat dengan alasan keamanan bagi konsumen

anak di 12 lokasi sekolah dasar pada kedua

sejak tahun 1970 karena hasil metabolisme

kelurahan tersebut, didapat bahwa anak-anak

siklamat yaitu berupa siklohexamin bersifat

menyukai es lilin karena rasanya beraneka ragam

karsinogenik (Cahyadi W, 2006; Winarno FG dan

dan dingin sehingga rasa haus menjadi hilang.

Rahayu TS, 1994).

Menurut penjual es lilin yang ada di lingkungan

Penggunaan siklamat di Indonesia sebagai

sekolah dalam satu hari mereka menjual 50-100

bahan pemanis buatan, baik jenis maupun

buah es lilin. Es lilin tersebut diperoleh dari

jumlahnya diatur dengan Peraturan Menteri

produsen, namun ada penjual yang menjual hasil

Kesehatan

produknya sendiri.

Republik

722/MenKes/Per/IX/88

Indonesia

RI

Apakah pengetahuan dan sikap mendasari

pemanis

praktik penggunaan natrium siklamat dalam es

buatan. Batas penggunaan pemanis buatan ini

lilin? Berdasarkan hal tersebut dipandang perlu

berbeda-beda untuk setiap jenis produk makanan

untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tentang

(PP RI, 1988 dan Cahyadi, 2006).

penggunaan natrium siklamat dalam es lilin oleh

no.208/MenKes/Per

Siklamat

dan

Nomor

/IV/85

biasanya

Permenkes
tentang

pada

produsen serta hubungannya dengan pengetahuan

makanan jajanan anak sekolah. Makanan jajanan

dan sikap produsen es lilin pada seluruh sekolah

anak sekolah harus mendapat perhatian, karena

dasar yang ada di dilingkungan sekolah yang

makanan tersebut akan terus dikonsumsi oleh

merupakan produk industri rumah tangga yang

anak sekolah dalam jangka panjang atau selama

banyak menggunakan pemanis buatan sebagai

sekolah. Hal ini tentunya akan memberikan

pengganti gula (Siagian A, 2002).

dampak yang kurang

dicampurkan

baik terhadap kesehatan.

Tahun 2007 BBPOM di Kota Semarang

Salah satu makanan yang dijual di lingkungan

melakukan penelitian terhadap makanan jajanan

sekolah adalah es lilin.

anak sekolah. Dari jumlah 740 sekolah dasar yang

Jumlah sekolah dasar (SD) di Kelurahan

ada diambil sampel sebanyak 26 SD. Sampel di

Pedalangan sebanyak 6 SD yang tersebar di 5

ambil sebanyak 196 produk makanan yang terdiri

lokasi (Kelurahan Pedalangan, 2009). Dari lokasi

dari

yang tersebar di Kelurahan Srondol Wetan dan

minuman ringan dalam kemasan. Hasilnya 103

Pedalangan pengelolaan makanan jajanan cukup

sampel (52,55%) tidak memenuhi syarat, dari

baik. Penyediaan makanan jajanan sudah banyak

sampel yang tidak memenuhi syarat ditemukan 8

yang memiliki kantin sendiri, tetapi di lingkungan

sampel (7,76%)

luar

metanil yellow, 42 sampel (40,77%) mengandung

sekolah

masih

banyak

penjual

yang

es lilin, makanan ringan (snack) dan

mengandung rodamin dan

mikroba, 3 sampel (2,91%) mengandung formalin


20

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

dan 50 sampel (48,60%) mengandung pemanis

lokasi di Kelurahan Pedalangan. Tiap produsen es

buatan yaitu natrium siklamat (BB POM, 2008).

lilin diambil sampel es lilin untuk diuji natrium

Pada 26 sekolah dasar yang di teliti oleh

siklamat di laboratorium.

BBPOM di Semarang, 2 lokasi diantaranya ada

Variabel

bebas

pengetahuan

di kelurahan Srondol Wetan. Sampel yang diambil

produsen es

sebanyak 12 sampel, yang terdiri dari mie, tahu

dalam es lilin. Variabel terikat adalah penggunaan

dan es lilin. Sebanyak 4 diantara es lilin yang

pemanis buatan natrium siklamat dalam es lilin.

diperiksa 50% positif mengandung siklamat. Di

Instrumen penelitian dengan menggunakan alat

kelurahan Srondol Wetan terdapat 13 Sekolah

bantu penelitian berupa

kuesioner dan

Dasar, sekolah-sekolah dasar tersebut berada di 7

laboratorium. Prosedur

pengujian

lokasi yang tersebar di Kelurahan Srondol Wetan

menggunakan

(Kelurahan Srondol Wetan, 2009).

Kelurahan

metode gravimetri. Uji validitas dan reliabilitas

Pedalangan berdekatan dengan kelurahan Srondol

instrumen pengetahuan dan sikap dilakukan di

Wetan. Di Kelurahan Pedalangan belum pernah

kelurahan Padangsari dengan kriteria responden

dilakukan penelitian

mempunyai karakteristik yang hampir sama

tentang

penggunaan

natrium

lilin

adalah

mengenai natrium siklamat

uji

dengan

dengan subyek penelitian. Ternyata hasilnya pada


instrumen pengetahuan sebanyak 20 item dan
instrumen sikap sebanyak 20 item valid dan

METODOLOGI
Jenis

penelitian

Explanatory

reliabel, dengan alpha Cronbach masing-masing

Research. Penelitian ini menjelaskan hubungan

0,902 dan 0,953. Analisis data menggunakan

antara

Korelasi Rank Spearman.

variabel-variabel

adalah

penelitian

melalui

pengujian hipotesis menggunakan metode survei


melalui wawancara dan di lengkapi dengan uji

HASIL DAN PEMBAHASAN

laboratorium dengan pendekatan belah lintang

Gambaran umum resonden

(cross sectional) dimana variabel bebas dan

Penelitian ini dilakukan pada produsen es

terikat yang diteliti diambil dan diukur pada waktu

lilin sebanyak 25 produsen yang ada di Kelurahan

yang bersamaan dan hanya diobservasi sekali saja

Srondol

(Notoatmodjo, 2002).

Sebanyak 15 produsen berada di Kelurahan

Wetan

dan

Kelurahan

Pedalangan.

Populasi dalam penelitian ini adalah

Srondol Wetan yang tersebar di 7 lokasi.

seluruh produsen es lilin yang tinggal di

Sebanyak 10 produsen berada di Kelurahan

Kelurahan

Kelurahan

Pedalangan yang tersebar di 5 lokasi. Sebagian

Pedalangan yaitu sebanyak 25 produsen. Seluruh

besar merupakan produksi rumah tangga. Sebagai

anggota populasi diteliti semua. Es lilin tersebut

gambaran mengenai tingkat pendidikan,

dijual di lingkungan sekolah dasar yang tersebar

kelamin

di 7 lokasi di Kelurahan Srondol Wetan dan 5

berikut:

Srondol

Wetan

dan

21

jenis

dan umur dapat dijelaskan sebagai

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

pengetahuan diperoleh nilai minimal 45 dan

Tabel 1. Distribusi frekuensi responden


berdasarkan tingkat
pendidikan
.
Tingkat
Jumlah Persentase
Pendidikan
(%)
SD
2
8,0
SMP
5
20,0
SMA
17
68,0
PT/D3
1
4,0
Jumlah
25
100,0

maksimal 95 dengan rata-rata 68,60 dan standar


deviasi 13,112. Setelah dikategorikan menurut
Waridjan (1999) maka tingkat pengetahuan
responden dapat dijelaskan dalam Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Tingkat pengetahuan responden
tentang pemanis buatan
.
Tingkat
Jumlah Persentase (%)
Pengetahuan
Baik
4
16,0
Cukup
13
52,0
Kurang
8
32,0
Jumlah
25
100,0

Tabel 2. Distribusi frekuensi responden


berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin

Jumlah

Laki-laki
Perempuan
Jumlah

Persentase
(%)
12,0
88,0
100,0

3
22
25

Pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa


sebagian besar responden berpengetahuan cukup
yaitu sebanyak 13 orang (52,0%),

Tabel 3. Distribusi frekuensi responden


berdasarkan umur
.
Umur
Jumlah Persentase (%)
26 35
8
32,0
36 45
11
44,0
46 55
6
24,0
Jumlah
25
100,0

sisanya

berpengetahuan kurang dan baik.


Berdasarkan jawaban responden atas tiaptiap pertanyaan soal pengetahuan, diketahui masih
banyak responden yang memiliki pengetahuan
kurang mengenai natrium siklamat. Sebanyak
72,0% responden

tidak mengetahui

tentang

Berdasarkan Tabel 1, 2, dan 3, dapat

tingkat kemanisan natrium siklamat. Sebanyak

dilihat bahwa sebagian besar responden adalah

88,0% responden sudah mengetahui pengertian,

berpendidikan SMA yaitu sebanyak 17 orang

manfaat dan nama lain dari natrium siklamat,

(68%), berjenis kelamin perempuan sebanyak 22

hanya

orang (88,0%) dan persentase terbanyak umur

mengetahuinya.

responden 36-45 tahun yaitu sebanyak 11 orang

12,0%

Sebanyak

(44,0%).

responden

84,0%

yang

responden

belum

sudah

mengetahui bahwa pencampuran natrium siklamat


yang berlebihan akan menimbulkan rasa pahit,

Tingkat Pengetahuan
Tingkat

hanya 16,0% responden yang beranggapan bahwa


responden

pencampuran natrium siklamat yang berlebih akan

mereka mereka

menimbulkan rasa yang sangat manis. Sebanyak

tentang pengertian Pemanis buatan Natrium

80,0% responden sudah mengetahui bahwa dalam

Siklamat, dari

pencampuran

didasarkan

pengetahuan

pada pengetahuan

20 soal

pertanyaan tentang
22

natrium

siklamat

tetap

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

menggunakan gula murni, hanya 20,0% responden

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa sebagian

yang tidak mengetahui jika gula murni tetap

besar responden bersikap mendukung tidak

digunakan sebelum

digunakan natrium siklamat yaitu sebesar 16

mencampurkan

natrium

siklamat namun menurut mereka cukup dengan

orang (64%), sisanya bersikap tidak mendukung.

natrium siklamat saja tanpa gula murni.

Pada analisis item sikap dapat diketahui

Menurut PerMenKes 722/Men/Per /IX/88

bahwa sebanyak 68,0% responden tidak setuju

bahwa natrium siklamat merupakan salah satu

pada pernyataan tidak perlu menambahkan gula

BTP

batas

murni karena tingkat kemanisan natrium siklamat

penggunaan yang berbeda-beda untuk setiap

sama dengan gula murni. Umumnya responden

produk makanan. Dan penggunaan ditujukan

sudah mengetahui

untuk produk berkalori rendah untuk penderita

ditambahkan sebagai penambah rasa manis,

diabetes bukan untuk konsumsi umum apalagi

sehingga

anak sekolah dasar (Winarno FG, Rahayu TS,

setengah sendok teh tetapi rasa manis yang

1994).

dihasilkan

yang

diperbolehkan

dengan

bahwa natrium siklamat

pemakaiannya

sudah

cukup

tinggi.

satu

Responden

sampai

sudah

mengetahui jika gula murni tetap harus digunakan.


Sikap

Natrium siklamat lebih murah dari pada gula


Skor sikap berkisar antara 50 sampai 71

murni dengan tingkat kemanisan 30-80 kali tetapi

dengan nilai rata-rata 65,64 dan standar deviasi


5,492.

Sikap

responden

mengenai

tidak memiliki nilai gizi (non nutritive) sedangkan

Natrium

kalori yang dihasilkan jauh lebih rendah dari gula

Siklamat dikategorikan menjadi 2 yaitu sikap

murni (Peraturan Pemerintah RI, 1988), sehingga

positif (mendukung) dan sikap negatif (tidak

natrium

mendukung). Dikatakan mendukung jika lebih

siklamat

ditambahkan

untuk

memantapkan rasa manis dan menghemat biaya

dari sama dengan rata-rata skor sikap, dan tidak

produksi.

mendukung jika total skor kurang dari rata-rata

Sebanyak 84,0% responden sangat tidak

skor sikap. Untuk mengkategorikan sikap diuji

setuju pada pernyataan penggunaan natrium

kenormalan dan didapat hasil berdistribusi tidak

siklamat

normal sehingga menggunakan nilai median.

secara

membahayakan

Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.

terus

kesehatan.

menerus

tidak

Adapun

sikap

responden yang mendukung dapat diketahui dari

Tabel 5. Sikap responden tentang pemanis


buatan
.
Sikap
Jumlah Persentase
responden
(%)
Mendukung
16
64,0
Tidak
9
36,0
mendukung
Jumlah
25
100,0

jawaban pada pertanyaan sikap, sebanyak 88,0%


responden

setuju

jika

penggunaan

natrium

siklamat ada batas maksimalnya dan penggunaan


yang

sesuai aturan dapat menghemat biaya

produksi. Sebanyak 60,0% responden sangat


setuju jika penggunaan natrium siklamat yang

23

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

berlebihan menimbulkan rasa pahit dan dalam

Tabel 6. Keberadaan natrium siklamat


pada es lilin

waktu yang lama dapat membahayakan kesehatan.


Walaupun

natrium

siklamat

masih

Keberadaan
natrium
siklamat
Negatif
Positif
Jumlah

diperbolehkan oleh pemerintah, tetapi sebaiknya


dalam penggunaannya sesuai dengan aturan
sehingga tidak melebihi batas maksimal yang
diperbolehkan.

Dalam

Jumlah

Persentase (%)

8
17
25

32,0
68,0
100,0

PerMenKes
Bahan

Pada Tabel 6 terlihat bahwa 17 responden

Tambahan Pangan disebutkan bahwa penggunaan

(68,0%) produsen es lilin menggunakan natrium

natrium siklamat untuk es lilin batas maksimal

siklamat sebagai pemanis buatan, sedangkan 8

yang diperbolehkan 3 g/kg atau 0,3%.

responden (32,0%) lainnya tidak menggunakan.

no.722/MenKes/Per/IX/88

tentang

Efek yang ditimbulkan natrium siklamat

Pada es lilin yang positif mengandung natrium

itu tidak langsung, mungkin harus menunggu dua

siklamat dilakukan pengujian untuk mengetahui

puluh atau tiga puluh tahun kemudian tetapi bagi

kadarnya. Hasilnya adalah sebagai berikut:

anak-anak sebaiknya

Tabel 7. Statistik Deskriptif Kadar Siklamat


Dalam Es Lilin (%)

dihindari, selain tidak

mengandung energi juga tidak bernilai gizi

Variabel

Takayama S, 2009). Pemakaian siklamat yang

Terendah

Tertinggi

Ratarata

O,13

0,38

0,21

berlebihan dapat membahayakan kesehatan. Hasil


Kadar
Natrium
Siklamat

metabolisme siklamat yaitu berupa siklohexamin


bersifat karsinogenik. Ekresinya melalui urine dan
dapat merangsang pertumbuhan tumor, kanker

Simpangan
baku
0,73

Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa kadar

kandung kemih dan migrain (Cahyadi W, 2006;

natrium siklamat yang ada pada es lilin paling

Winarno FG dan Rahayu TS, 1994).

rendah sebesar 0,13%, sedangkan paling tinggi


sebesar 0,38%. Rata rata kadar natrium siklamat

Keberadaan Natrium Siklamat Dalam Es Lilin

dalam es lilin adalah sebesar 0,21%, Sedangkan

Untuk mengetahui kadar natrium siklamat

syarat

pada es lilin dilakukan uji dengan metode

menurut

peraturan

tentang

Bahan

Tambahan Makanan khususnya pemanis buatan

gravimetri, adapun hasil uji tersebut bila positif

batas maksimal yang diperbolehkan untuk es lilin

mengandung natrium siklamat berupa endapan

sebesar 0,3%. Dari 17 sampel yang mengandung

yang diabukan dan ditimbang sehingga diketahui

natrium siklamat 14 sampel (82,35%) kadar

berapa kadar natrium siklamat tersebut. Hasil uji

natrium siklamatnya masih berada dibawah batas

natrium siklamat dalam es lilin terdapat pada

maksimal yang diperbolehkan untuk es lilin,

Tabel 6.

hanya 3 sampel (17,65%) yang melebihi batas


maksimal.
24

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

0.40

Analisis Bivariat
kadar siklamat (%)

Sebelum dilakukan pengujian hubungan


antara pengetahuan dan sikap dengan penggunaan
natrium siklamat dalam es lilin, terlebih dahulu
dilakukan pengujian normalitas untuk menentukan
jenis

uji.

Hasil

pengujian

0.30

0.20

0.10

normalitas

R Sq Linear = 0.255

menggunakan

Kolmogorov-Smirnov

Test
0.00

diperoleh hasil bahwa variabel pengetahuan

50

natrium siklamat berdistribusi tidak normal (p=


untuk

menguji

75

signifikansi sebesar 0,00 < 0,05 menunjukkan


bahwa Ho ditolak. Hal ini berarti ada hubungan

natrium siklamat digunakan uji Korelasi Rank

yang nyata antara sikap produsen es lilin dengan

Spearman.

kadar pemanis buatan natrium siklamat dalam es


lilin. Koefisien korelasi (r) didapat : - 0,700

Hubungan Sikap Produsen Es Lilin Dengan


Penggunaan Natrium Siklamat Pada Es Lilin

artinya kekuatan/ keeratan hubungan kuat dan


berpola negatif yaitu bila terjadi kenaikan satu

Setelah dilakukan uji Korelasi Rank

variabel

Spearman terhadap variabel sikap produsen


dengan kadar natrium siklamat

p = 0,00 (<

artinya

besarnya

natrium

siklamat

dapat

dijelaskan oleh sikap sebesar 49 %, dapat

sikap produsen dengan kadar natrium siklamat.


kadar

diikuti penurunan variabel

Determinan (r) didapat (-0,700)2 = 0,49 = 49%

dengan demikian ada hubungan antara

dan

(sikap)

yang lain (Kadar Natrium Siklamat). Koefisien

diperoleh nilai

koefisien korelasi r = - 0,700 dengan

Hubungan antara sikap

70

Berdasarkan hasil pengujian terlihat nilai

hubungan

pengetahuan dan sikap produsen dengan kadar

0,05)

65

Gambar 2. Diagram Tebar Hubungan


Sikap dengan Kadar Natrium Siklamat

berdistribusi tidak normal (p= 0,000) dan kadar

sehingga

60

skor sikap

berdistribusi normal (p=0,136), variabel sikap

0,006),

55

disimpulkan ada pola bahwa semakin baik sikap

natrium

seseorang maka semakin rendah kadar natrium

siklamat dapat dilihat pada Gambar 1.

siklamat.
Menurut pendapat Notoatmodjo (2002)
bahwa sikap merupa hal yang penting dalam
kehidupan sehari-hari, jika sikap sudah terbentuk
dalam diri seseorang maka sikap akan ikut
menentukan tingkah laku terhadap sesuatu

25

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

(Notoatmodjo, 2003). Dalam penelitian ini bahwa

bahan tambahan makanan khususnya pemanis

semakin mendukung sikap responden maka kadar

buatan secara berlebihan.

natrium siklamat semakin rendah.


DAFTAR PUSTAKA
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan. 2008.
Laporan Kegiatan Tahun 2008. BB POM
Semarang.

KESIMPULAN
Sebanyak (68,0%) es lilin yang diperiksa
mengandung natrium siklamat. Dari sampel es
lilin

yang

mengandung

natrium

Cahyadi W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan


Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara.
Jakarta.

siklamat,

sebanyak 14 sampel (82,35%) kadar natrium


siklamatnya

masih

berada

dibawah

Indriasari L. Si Manis yang Perlu Diwaspadai!


http://64.203.71.11/kesehatan/news/0507/25/
065512.htm. Diakses 7 Maret 2009.

batas

maksimal yang diperbolehkan untuk es lilin,

Kelurahan Srondol Wetan. 2009. Laporan


Bulanan
Kelurahan
Srondol
Wetan,
Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang.

hanya 3 sampel (17,65%) yang melebihi batas


maksimal.
Terdapat hubungan yang nyata antara

Kelurahan Pedalangan. 2009. Laporan Bulanan


Kelurahan
Pedalangan,
Kecamatan
Banyumanik, Kota Semarang

pengetahuan produsen es lilin dengan kadar


natrium

siklamat

dalam

es

lilin

yang

Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian


Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

diproduksinya (p=0,00), dan ada hubungan yang

Notoatmodjo, S. 2003a. Pendidikan dan Perilaku


Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

nyata antara sikap produsen es lilin dengan kadar


natrium siklamat dalam es lilin

Notoatmodjo, S. 2003b. Promosi Kesehatan dan


Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta.

yang diproduksinya (p=0,00).


Saran bagi Balai POM melalui DKK
setempat

hendaknya

lebih

PP RI. 1988. Peraturan Pemerintah Republik


Indonesia no. 722/MenKes/Per/IX/88,
tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta.

memperhatikan

produsen makanan jajanan khususnya es lilin

Siagian, A. 2002. Bahan Tambahan Pangan.


http:/library.usu.ac/id/ modules.php?

yaitu dengan melakukan pembinaan melalui


peningkatan

pengetahuan

serta

sikap

dan

Takayama S, dkk. Long Term Toxicity and


Carcinogenity. Study of Cyclamate in
Non
Human.
http://toxsci.oxfordjournals.org/cgi/content
/full53/1/33. Diakses 20 Februari 2009.

pengawasan sehingga diharapkan produsen es lilin


tidak

menggunakan

zat

pemanis

secara

berlebihan. Selanjutnya Balai POM melalui DKK

Waridjan. 1999. Tes Hasil Belajar Gaya Obyektif.


IKIP Semarang.

setempat bisa memberikan sangsi tegas supaya


produsen tidak meremehkan, dapat

melakukan

Winarno FG, Rahayu TS. 1994. Bahan Tambahan


untuk Makanan dan Kontaminan. Pustaka
Sinar Harapan. Jakarta.

pengawasan dan memberikan peringatan baik


berupa teguran lisan maupun teguran tertulis
terhadap produsen yang masih menggunakan

26

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

POTENSI CAMPURAN KECAMBAH BERAS COKLAT DAN KECAMBAH


KEDELAI SEBAGAI MINUMAN FUNGSIONAL TINGGI SERAT DAN PROTEIN
(Potential for Mixed Brown Rice Sprouts and Soybean Sprouts as Fuctional Beverage
High Fiber and Protein)
Siti Aminah
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Semarang
Email: saminah92@yahoo.com
ABSTRACT
Brown rice sprouts and soybean sprouts potential as a functional beverage ingredients. This study
aims to measure the levels of protein and fiber beverage from a mixture of brown rice sprouts and soybean
sprouts, and knowing the nature organoletiknya. The materials used are brown rice, local soybean, spices
and sugar. The experimental design in this study was completely randomized design with sprouted flour
concentration factor with three replicates. The highest protein content in the treatment of mixing flour and
sprouted brown rice seedling soybean: 10:90% as much as 35.20 g% is the lowest protein content in the
treatment of 50:50% as much as 18.87 g%. The highest fiber content in the treatment of 30:70% as much as
0:35 g%, while the lowest levels in the treatment of 50%: 50% as much as 0.027 g%. Rendement sprouted
brown rice flour as much as 80% and 67% soybean sprout flour. Organoletik score highest on treatment E:
50:50%. Statistical analysis showed no treatment effect on protein content, and organoleptic, but did not
affect the fiber content.
Key words: Brown Rice, Soybean, Sprout, Functional Beverage
Kandungan asam amino essensial Lysine dari
PENDAHULUAN

BRC menjadi tiga kali lipat, dan untuk gamma-

Proses percambahan dapat menyebabkan

aminobutyric acid (GABA) naik menjadi sepuluh

perubahan komponen gizi atau kimia bahan

kali lipat. Demikian juga pada kedelai selama

pangan. Kecambah pada umumnya tersedia dari

perkecambahan, vitamin B meningkat 2.5-3 kali

bahan kacang-kacangan seperti kacang hijau,

lipat, vitamin E meningkat 24-230 mg/100 g

kacang tunggak dan kacang kedelai. Bahan

kecambah, sedangkan vitamin C mengalami

pangan yang tergolong dalam serealia seperti

peningkatan dari jumlah sangat sedikit menjadi

jagung dan beras dapat pula dikecambahkan. Hasil

12 mg per 100 g pada kacang kedelai yang

perkecambahan dari bahan serealia khususnya

dikecambahkan selama 48 jam. (Astawan, 2004),

beras mempunyai komponen yang berbeda dengan


beras.

Beras

kecambah

diperoleh

nilai cerna protein meningkat 1,26 persen

dengan

(Antarlina, dkk, 2000).

merendam beras pecah kulit yang berwarna

Mengingat potensi bahan tersebut, maka

coklat, hasil percambahan dari beras coklat

perlu dilakukan penelitian mengenai potensi

dikenal dengan brown rice germination (BRC).


27

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

campuran tepung beras kecambah coklat dengan

Prosedur penelitian
dan

meliputi pembuatan

tepung kecambah kedelai sebagai minuman

kecambah

fungsional tinggi serat dan protein. Permasalahan

pembuatan minuman, analisis protein, serat, kadar

yang dirumuskan adalah bagaimana proporsi yang

air,

paling optimum antara kedua tepung kecambah

organoletik.

tersebut berdasar kadar serat dan proteinnya serta

menambahkan ekstrak jahe yang telah dikristalkan

karakteristik organoleptiknya.

dengan gula. Analisis kadar protein dilakukan

dan

penepungan,

pengukuran

formulasi

rendemen

Minuman

dan

serta

dibuat

uji

dengan

Tujuan penelitian ini adalah mengukur

dengan metode Mikro Kjeldhal (Apriyantono,

kadar protein, dan serat formula minuman

1992), Kadar Serat Kasar (Apriyantono, 1992),

campuran

tepung kecambah beras coklat dan

Organoleptik (metode scoring, Rahayu, 1998).

kecambah kacang kedelai serta mengetahui sifat

Rancangan percobaan dalam penelitian ini adalah

organoleptik minuman campuran kecambah beras

Rancangan Acak Lengkap, lima perlakuan dengan

coklat dan kecambah kedelai. Penelitian dilakukan

faktor konsentrasi tepung kecambah. Ulangan

di Laboratorium Gizi dan Kimia Fakultas Ilmu

dilakukan sebanyak tiga kali, masing-masing

Keperawatan

ulangan dianalisis secara duplo, perlakuan dalam

dan

Kesehatan

Universitas

Muhammadiyah Semarang.

percobaan disajikan pada Tabel 1.

METODOLOGI

Tabel 1. Perlakuan Percobaan

Bahan yang digunakan adalah beras coklat

Perlakuan

yang diperoleh dengan menggiling gabah hingga


pecah kulit, kedelai lokal, alginat dan bahan
A
B
C
D
E

rempah (jahe, kayu manis, cengkeh dan pandan).


Bahan untuk analisis protein dan serat meliputi
H2SO4 pekat, HCl 0.02 N, K2SO4, HgO, H2BO3 ,

Proporsi %
Tepung
Tepung
Kecambah
Kecambah
Beras Coklat
Kedelai
10
90
20
80
30
70
40
60
50
50

NaOH 40 %, ZnSO4, antifoam agent, NaOH (1,25


g NaOH/100 ml=0.313 N NaOH), H2SO4 (1.25 g

Data kadar protein dan kadar

serat

H2SO4pekat/100 ml = 0.255 N H2SO4), aquades,

diuji

indikator PP dan MR, larutan

Apabila diantara perlakuan terdapat pengaruh

dan tepung

dengan

Analisis of Varian (Anova).

kecambah: beras coklat, kecambah kedelai. Alat

nyata maka dilanjutkan dengan

untuk analisa kadar protein dan

kadar serat

perlakukan dengan Least Significant Difference

secara berurutan adalah sebagai berikut: neraca

(LSD). Data uji organoleptik dianalisis dengan

analitik, buret, gelas ukur, pengaduk, labu

Friedman Test dengan bantuan SPSS 15.

kjeldhal, desilator, labu destilasi, pipet volum,


erlenmeyer, oven, desikator, dan kurs porselin

28

uji beda antar

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

HASIL DAN PEMBAHASAN

40

Kadar Protein
Kadar Protein (g %)

35

Kadar protein tertinggi pada perlakuan


pencampuran tepung kecambah beras coklat dan
kecambah kedelai adalah 10:90 % sebanyak 35,20
g% sedang kadar protein terendah pada perlakuan
campuran tepung kecambah beras coklat dan

35.2

30
25
20

23.35

15

20.79

19.78

18.87

10
5

tepung kecambah kedelai adalah 50:50 %

sebanyak 18,87 g%. Semakin tinggi proporsi

tepung kecambah kedelai kadar protein semakin

Perlakuan Formula Minuman Campuran


Tepung Kecambah Beras Coklat dan
Tepung Kecambah Kedelai

tinggi. Tepung kecambah kedelai mempunyai


kadar protein yang lebih tinggi dibanding dengan
tepung kedelai dan bahan lainnya, protein tepung
kecambah kedelai meningkat menjadi 135,79 %

Gambar 1. Rerata Kadar Protein Formula


Minuman
Campuran
Tepung
Kecambah Beras Coklat dan
Tepung Kecambah Kedelai

dibanding dengan kandungan tepung kedelai.


Tepung kecambah beras coklat menunjukkan hal
yang sebaliknya, kadar protein tepung kecambah

Hasil analis statistik menunjukkan ada

sedikit lebih rendah dibanding kadar protein beras

pengaruh signifikan perlakuan proporsi tepung

coklat, turun menjadi 95 %, sedangkan kadar

kecambah beras coklat dan tepung kecambah

protein tepung beras coklat sedikit lebih rendah

kedelai terhadap kadar protein dengan p = 0,00 <

dibanding dengan tepung beras putih. Kadar

0,05. Uji lanjut dengan Mann whitney Test

protein tepung kecambah kedelai lebih tinggi dari

menunjukkan terdapat perbedaan pada setiap

tepung kecambah beras coklat, sehingga semakin

perlakuan kecuali perlakuan C-D dan D-E tidak

tinggi proporsi tepung kecambah kedelai maka

ada perbedaan nyata dengan p masing-masing

kadar protein campuran kedua bahan tersebut juga


semakin

tinggi

sehingga

semakin

0,065>0,05 dan 0.132>0,5.

banyak

Peningkatan

ditambahkan, tepung kedelai maka protein juga


akan meningkat. Hasil analisis terhadap

kadar

protein

kecambah

kedelai terjadi selama perkecambahan

kadar

perkecambahan

protein disajikan pada Gambar 1

komponen
protein.

kimia

akan

terjadi

(gizi),

Selama

perubahan

diantaranya

adalah

Menurut Astawan (2004) menyatakan,

berdasarkan berat kering, protein tauge kacang


hijau meningkat menjadi 119 % dibandingkan
dengan kandungan awal pada biji. Hal ini

29

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

disebabkan terjadinya sintesa protein selama

perlakuan, tidak menunjukkan kecenderungan

germinasi. Tauge kedelai mengandung lebih

peningkatan atau penurunan. Tabel 5 adalah rerata

banyak energi, protein, dan lemak daripada tauge

hasil analisis serat formula minuman campuran

kacang hijau. Selama proses berkecambah, terjadi

tepung kecambah beras coklat dan kecambah

hidrolisis protein yang menyebabkan kenaikan

kedelai

kadar asam amino di dalam kecambah. Terlihat

Hasil analisis statistik menunjukkan tidak

dengan jelas bahwa tauge merupakan sumber

ada

asam amino esensial yang sangat potensial serta

kecambah beras coklat dan tepung kecambah

dengan komposisi yang lebih baik dibandingkan

kedelai terhadap kadar serat dengan p = 0.775 >

dengan

Proses

0.05. Hasil analisis tersebut juga tidak berbeda

yang

jauh dengan hasil analisis kadar serat pada bahan.

(sprouts),

yang

Kadar serat bahan baik tepung beras coklat,

ternyata

dapat

tepung kecambah beras coklat, tepung kedelai dan

gizi

tepung kecambah kedelai menunjukkan angka

mutu

yang hampir sama, kadar serat terendah adalah

kedelai

(Astawan,

perkecambahan

kacang-kacangan

menghasilkan
kemudian

kecambah
ditepungkan,

menghilangkan
didalamnya,

2004).

berbagai
dapat

senyawa

anti

mempertahankan

proteinnya dan menandung vitamin C yang cukup

pengaruh

perlakuan

proporsi

tepung

tepung kecambah beras coklat.

tinggi (Koswara).
0.4

Hasil penelitian Pangestuti, dkk. (2005)


bahwa

penambahan

tepung

Kadar Serat (g %)

menunjukkan

kecambah kedelai dapat menyumbang protein 6373 persen total protein flakes (15.45-18.91
persen), asam folat 98-99 persen total asam folat
flakes (60-100 miug/100 g), dan asam lemak tidak
jenuh 63-78 persen total asam lemak tidak jenuh

0.3
0.25
0.2

0.33

0.35

0.32

0.28

0.27

0.15
0.1
0.05
0
A

flakes (3.12-5.27 persen atau 82.76-84.05 persen

Perlakuan Formula Minuman Campuran


Tepung Kecambah Beras Coklat dan
Tepung Kecambah Kedelai

total lemak flakes). Penelitian Antarlina, dkk,


(2000) juga menunjukkan perkecambahan

0.35

biji

kedelai dapat meningkatkan kadar protein, nilai


cerna protein dan vitamin C tepung kedelai. Kadar

Gambar 2. Rerata Kadar Protein Formula


Minuman
Campuran
Tepung
Kecambah Beras Coklat dan
Tepung Kecambah Kedelai

protein rata-rata meningkat sebesar 0,15 persen,


nilai cerna protein meningkat 1,26 persen dan
vitamin C meningkat 7,67 mg.

Hal tersebut berbeda dengan pernyataan

Kadar Serat
Hasil analisis terhadap serat menujukkan

Kayahara bahwa Tim peneliti Jepang menemukan

kisaran yang hampir sama dari masing-masing

beras pecah kulit yang dikecambahkan dengan


30

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

cara merendam beras pecah kulit selama beberapa

kacangan.

jam

meningkatkan

mempunyai total padatan terlarut yang lebih besar

kandungan gizinya. Beras kecambah mengandung

dibandingkan kacang.kacangan dan kadar air lebih

serat yang lebih tinggi dibanding beras pecah kulit

kecil,

biasa, selain itu kandungan asam amino essensial

mempunyai rendemen yang lebih besar dibanding

Lysine menjadi tiga kali lipat, dan untuk gamma-

kecambah

aminobutyric acid (GABA) naik menjadi sepuluh

pengolahan pada tepung beras kecambah tidak ada

kali lipat (Kahayara). Gambar 2 menunjukkan

komponen yang di buah, sehingga diperkirakan

rerata hasil analisis kadar serat.

penyusutan terjadi karena proses pengeringan

sebelum

dimasak,

dapat

Hal

ini

sehingga

dimungkinkan

tepung

kecambah

kacang-kacangan.

beras

serealia

Selama

proses

yang mengakibatkan segian kadar air menguap.


Sedangkan pada kecambah kedelai, setelah terjadi

Rendemen
Rendemen adalah perbandingan berat

pengecambahan sebelum dikeringkan kulit kedelai

akhir dengan berat bahan awal. Rendemen dapat

terkelupas

dari

bijinya

sehingga

kulit

ini

digunakan untuk mengetahui adanya penyusutan

dihilangkan. Pengurangan sebagain bahan ini akan

atau penambahan berat/volume setelah proses

mempengaruhi rendeman dari bahan,

pengolahan. Hasil perhitungan terhadap rendemen


tepung kecambah beras coklat dengan tepung

Sifat Organoleptik

kecambah kacang hijau disajikan pada Tabel 2.

Secara

berurutan

skor

organoleptik

tertinggi dari minuman dari campuran tepung


kecambah beras coklat dengan tepung kecambah

Tabel 2. Rerata Rendemen Tepung Kecambah


Beras
Coklat
dan
Kecambah
Kecambah Kedelai

kedelai adalah perlakuan kecambah beras coklat:


kecambah kedelai = (E) 50 : 50; (D) 40:60; (A)

JENIS
TEPUNG

RENDEMEN (%)
II
III
Rerata

10:90, (C) 30:70) dan B (20:80).


Hasil uji

Kecambah
Beras Coklat
Kecambah
Kedelai

80.80

70.60

88.60

80.00

70

63

69

67.33

pengaruh perlakuan organoleptik menunjukkan


ada pengaruh perlakuan terhadap aroma, rasa,
warna dan konsistensi minuman.

Tabel 2 menunjukkan bahwa kedua bahan

KESIMPULAN

mengalami penyusutan setelah proses pengolahan


(perendaman,

pengeringan

dan

Tepung kecambah beras coklat dan

penepungan)

kecambah kedelai dapat digunakan sebagai bahan

menjadi tepung kecambah. Perhitungan rendemen

minuman,

tepung kecambah menunjukkan kecenderungan


rendemen

statistik menunjukkan ada

yang

lebih

tinggi

pada

namun

diperlukan

perlakukan

pendahuluan yang dapat meningkatkan cita rasa

tepung

dengan mengurangi rasa dan aroma yang kurang

kecambah dari bahan beras dibandingkan kacang-

enak, diantaranya dengan blanching sebelum


31

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

Pangestuti, Andarwulan, N.; Koswara, S. Potensi


kecambah kedelai sebagai sumber protein,
asam folat, dan asam lemak tidak jenuh
dalam produk sarapan bergizi untuk anak
PDII-LIPI (Pusat Dokumentasi dan
Informasi
Ilmiah-Lembaga
Ilmu
Pengetahuan Indonesia) diakses pada
tanggal
20
September
2010
http://garuda.dikti.go.id/jurnal

dilakukan pengeringan. Penelitian lebih lanjut


diperlukan

untuk

meningkatkan

komponen-

komponen antioksidan seperti fenolik dan vitamin


E dan aktifitas antioksidan serta sejumlah zat gizi
yang terkandung dalam kecambah beras coklat
dan kedelai, dengan elisitasi karbohidrat pada
kedua bahan tersebut sebelum melalui masa

Rahayu, P.W. 1998. Penuntun Praktikum


Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi
Pangan dan Gizi FTP IPB Bogor

perkecambahan.

Sutrisno Koswara www.Ebookpangan.com

DAFTAR PUSTAKA
Astawan, 2004. Sehat Bersama Aneka Serat
Pangan Alami. Tiga Serangkai. Solo
Antarlina,S.S,
Rahmianna,AA,
Sudaryono,
Sudarsono, Tastra. 2001 Utilization of
soybean sprout flour as raw material in
weaning food processing. Balai Penelitian
Tanaman Kacang-kangan dan Umbiumbian, Malang (Indonesia).
Apriyantono, A., Dedi Fardiaz, Ni Luh
Puspitasari,
Sedarnawati,
Slamet
Budiyanto. 1992. Petunjuk Laboratorium
Analisis Pangan. IPB. Bogor
Gasol,

2007.
Beras
Kecambah.
gasolpertanianorganik.com

http://

Kayahara,H. Beras Kecambah, Shinshu University


di Nagano, Japan
Koswara, Kacang-Kacangan Sumber Serat yang
Sangat Tinggi. E-Book Pangan

32

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

RESIDU LOGAM BERAT IKAN DARI PERAIRAN TERCEMAR DI PANTAI


UTARA JAWA TENGAH
(Residual Heavy Metals in Fish from Contaminated Water in North Coast of Central
Java)
Agus Suyanto1), Sri Kusmiyati2), Ch. Retnaningsih3)
1)

Program Studi Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Semarang,


2)
Fakultas Biologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga,
3)
Fakultas Teknologi Pangan Universitas Katholik Soegiyopranoto Semarang
Penulis Korespondensi, email: agussuyanto.kh@gmail.com

ABSTRACT
Heavy metal pollution is increasing in line with increasing industrialization. Research on the Heavy Metal
Residues in fish from polluted water and unpolluted water in Central Java using descriptive-explorative
research approach, using samples of fish from ponds and estuaries . Samples were taken from three
locations coastal areas in district of Semarang, Tegal and Pati. Analysis of heavy metals consists of Pb, Cu,
Zn, Hg, Cd, and As by AAS (Atomic Absorption Spectroscopy). The results showed levels of heavy metals
from 0.08 to 0.12 ppm Hg above the threshold regulation Ditjen POM RI no 03725/B/SK/VII/89 on fish from
polluted and unpolluted ponds and estuaries polluted and not polluted in Pati and Semarang. Zinc (Zn)
heavy metal at 40.11 ppm from unpolluted estuaries district of Tegal above the set threshold.
Key words: fish, ponds, esturia, contaminated heavy metals

PENDAHULUAN
Surat Keputusan Dirjen POM Nomor
Cemaran air oleh berbagai limbah B3 telah

3725/B/SKNTI/89; WHO dalam US FDA (1993);

masuk dalam aliran tambak rakyat dan secara

maupun Ontorio Ministry of Enviroment (1998).

perlahan terkontaminasi logam berat. Dari hasil

Penelitian Bappeda Provinsi Jawa Tengah

penelitian Balai Penelitian dan Pengembangan

dan

Provinsi Jawa Tengah tahun 2004, menunjukkan

Universitas Diponegoro tentang kualitas estuaria

bahwa di 12 kabupaten/kota pantai utara Jawa

di Jawa Tengah tahun 2002 menunjukan 5 sungai

Tengah telah mengandung logam berat (Hg, Cd,

dan estuaria yang tercemar logam berat melebihi

Co, Pb, Cr, Ni, Zn, dan As) pada air, sedimen dan

ambang batas meliputi Kota Tegal (Sungai Gung

jaringan lunak kerang, kandungan logam berat

dan Sibelis), Kabupaten Pekalongan (Sungai

tersebut sebagian besar telah melebihi ambang

Pekalongan), Kota Semarang (Sungai Babon dan

batas baku mutu yang ditetapkan oleh Keputusan

Sungai Garang) dan Pati (Sungai Juwana). Bahkan

Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004;

beberapa
33

Pusat

Penelitian

wilayah

Lingkungan

estuaria

yang

Hidup

berdekatan

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

dengan TPA, ikan-ikan telah tercemar lecheate

umum, logam berat masuk ke dalam jaringan

(air lindi) yang di dalamnya terkandung logam

tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan,

yang sangat berbahaya. Penelitan yang sama juga

yaitu

dilakukan oleh Budi Widianarko di perairan

penetrasi melalui kulit. Di dalam tubuh hewan,

Semarang (2003) menunjukkan bahwa kandungan

logam diabsorpsi oleh darah, berikatan dengan

logam berat (Hg, Cd, Cu, Ph, Cr, Ni, Zn, dan As)

protein darah yang kemudian didistribusikan ke

pada kerang-kerangan di peraian Semarang telah

seluruh jaringan tubuh. Akumulasi logam yang

melebihi ambang batas. Penelitian Siregar (2004)

tertinggi biasanya dalam detoksikasi (hati) dan

di perairan Teluk Buyat, Minahasa oleh PT.

ekskresi (ginjal) (Darmono, 2001).

saluran

pernafasan,

pencernaan,

dan

Newmont Minahasa Raya, konsentrasi tertinggi

Pengaruh pertama toksisitas logam adalah

logam berat berbahaya ditemukan di sekitar mulut

pada insang. Insang selain sebagai alat pernapasan

pipa tailing. Sejumlah sampel ikan telah terpapar

ikan, juga digunakan sebagai alat pengatur

logam berat Hg, As, dan senyawa Sianida (CN)

tekanan antara air dan dalam tubuh ikan

yang relatif tinggi.

(osmoregulasi). Jaringan tubuh organisme yang

Pencemaran

logam

berat

semakin

cepat terakumulasi logam berat adalah jaringan

meningkat sejalan dengan proses meningkatnya

insang, akibatnya ikan akan mati lemas karena

industrialisasi. Pencemaran logam berat dalam

terganggunya proses pertukaran ion-ion dan gas-

lingkungan bisa menimbulkan bahaya kesehatan

gas melalui insang (Mukono, 2002).

baik pada manusia, hewan, tumbuhan, maupun

Pengaruh toksisitas logam kedua adalah

lingkungan. Efek gangguan logam berat terhadap

pada alat pencernaan. Toksisitas logam dalam

kesehatan manusia tergantung pada bagian mana

saluran pencernaan terjadi melalui pakan yang

dari logam berat tersebut yang terikat dalam tubuh

terkontaminasi oleh logam. Pengaruh ketiga

serta besarnya dosis paparan. Efek toksik dari

logam pada ginjal ikan. Ginjal ikan ini berfungsi

logam berat mampu menghalangi kerja enzim

untuk filtrasi dan mengekskresikan bahan yang

sehingga

biasanya tidak dibutuhkan oleh tubuh, termasuk

mengganggu

metabolisme

tubuh,

menyebabkan alergi,

bahan racun seperti logam berat. Hal ini

Ikan merupakan organisme air yang dapat

menyebabkan ginjal sering mengalami kerusakan

bergerak dengan cepat. Ikan pada umumnya

oleh daya toksik logam. Keempat pengaruh

mempunyai kemampuan menghindarkan diri dari

tersebut

pengaruh pencemaran air. Namun demikian, pada

logam dalam jaringan (bioakumulasi). Proses

ikan yang hidup dalam habitat yang terbatas

akumulasi ini terjadi setelah absorbsi logam dari

(seperti sungai, danau dan teluk), ikan itu sulit

air atau melalui pakan yang terkontaminasi.

melarikan diri dari pengaruh pencemaran tersebut.


Akibatnya, unsur-unsur pencemaran itu masuk ke
dalam tubuh ikan. Terkait dengan itu, secara
34

semuanya

menghasilkan

akumulasi

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

dilakukan di Laboratorium Balai Besar Teknologi


Pencegahan Pencemaran Industri Semarang.

METODOLOGI

Variabel penelitian meliputi kadar logam

Tipe Penelitian
Penelitian Residu Logam Berat pada Ikan
di

Perairan

Tercemar

Tengah

dalam luar tambak dan dari dalam tambak yang

menggunakan pendekatan penelitian deskriptif-

diduga tercemar. Variabel yang berikutnya yaitu

eksploratif, yaitu untuk mengetahui gambaran

sampel yang diambil dari sumber perairan yang

paparan logam berat pada air dan ikan dari

diduga tidak tercemar dari dalam dan luar tambak.

perairan yang diduga tercemar dan perairan yang

Sampel diambil dari 3 lokasi di perairan Kota

diduga tidak tercemar baik di estuaria (luar

Semarang, Kota Tegal dan Kabupaten Pati. Dalam

tambak) dan dalam tambak. Penelitian eksplorasi

satu lokasi dianalisis 12 sampel logam berat yang

dilakukan dengan meneliti kandungan logam berat

berasal 1) ikan dari luar tambak yang diduga

pada ikan melalui analisis kandungan logam berat

tercemar, 2) ikan dari dalam tambak yang diduga

di laboratorium. Eksplorasi kandungan logam

tercemar, 3) ikan dari luar tambak yang diduga

berat

membandingkan

tidak tercemar, 4) ikan dari dalam tambak yang

karateristik keberadaan logam berat pada air dan

diduga tidak tercemar, 5) air dari luar tambak

ikan dari perairan yang diduga tercemar dan

yang diduga tercemar, 6) air dari dalam tambak

perairan

yang diduga tercemar, 3) air dari luar tambak yang

dilanjutkan

yang

Perbandingan

di

dengan

diduga

kandungan

Jawa

berat daging ikan dan kadar logam berat air dari

tidak
logam

tercemar.
berat

juga

diduga tidak tercemar, 4) air dari dalam tambak

dilakukan terhadap air dan ikan yang berasal dari

yang diduga tidak tercemar.

luar tambak dan yang berasal dari dalam tambak.

Sampel ikan yang digunakan sebagai biota

Tempat penelitian dilakukan di wilayah perairan

indikator pada perairan tambak dan estuari

tercemar Kota Semarang, Kabupaten Pati dan

berbeda, untuk perairan tambak digunakan ikan

Kota Tegal.

bandeng sedangkan pada perairan estuari jenis


ikan yang digunakan sebagai sampel adalah ikan

Analisis kandungan logam berat pada air

Mujahir dan ikan Keting.

dan ikan ikan meliputi logam berat Pb, Cu, Zn,


Hg, Cd, dan As. Preparasi sampel dengan
menyiapkan daging ikan sebanyak 300 gram

HASIL DAN PEMBAHASAN

selanjutnya pengabuan, pemberian larutan standar

Kandungan logam berat pada Air Tambak dan


Air Estuaria

sesuai jenis logam berat yang akan dianalisa dan

Sumber pencemaran perairan pesisir dan

terakhir pembacaan kandungan logam berat


menggunakan

AAS

(Atomic

lautan dapat dikelompokkan menjadi tujuh kelas

Absorption

yaitu limbah, industri, limbah cair pemukiman

Spectroscopy). Uji kimia kandungan logam berat

(sewage), limbah cair perkotaan (urban storm


water),
35

pertambangan,

pelayaran

(shipping),

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

pertanian dan perikanan budidaya. Sedangkan

pada sampel air yang diambil dari tambak dan

bahan pencemar utama yang terkandung dalam

estuari baik yang tercemar maupun yang tidak

buangan limbah dari ketujuh sumber tersebut

tercemar di daerah Pati dan Semarang berkisar

berupa sedimen, unsur hara (nutrient), logam

antara 0.001mg/L sampai 0.920 mg/L (terdeteksi

beracun

organisme

di daerah tambak tidak tercemar di daerah Pati).

eksotik, organisme pathogen, sampah dan oxygen

Dari 4 lokasi tambak dan estuari (tercemar dan

depleting substance (bahan yang menyebabkan

tidak tercemar) di daerah Semarang dan Pati, yang

oksigen

kandungan Hg-nya di bawah batas ambang hanya

(toxic

metal),

terlarut

pestisida,

dalam

air

berkurang)

(Dahuri,1998).

satu, yang lainnya semua melebihi batas ambang

Hasil analisis kandungan logam berat pada

baku mutu.

sampel air dapat dilihat pada Tabel 1. Kandungan

Kandungan Cu yang melebihi baku mutu

logam berat sampel air menunjukkan bahwa

0,008 ppm berkisar antara 0,010-0,032 ppm,

logam berat Pb, Cu, Zn, Cd, Hg dan As melebihi

terdapat di tambak tidak tercemar Kabupaten Pati,

ambang batas standar Meneg Lingkungan Hidup

air tambak tercemar Kabupaten Pati dan air

SK Nomor 51 tahun 2004, dengan kecenderungan

estuaria tercemar Kabupaten Pati. Kandungan

lokasi tercemar (daerah yang terletak di dekat

logam berat Cd yang melebih baku mutu air laut

kawasan industri), memiliki kandungan logam

0,001 ppm berkisar antara 0,006-0,048 ppm.

berat lebih tinggi daripada lokasi tidak tercemar

Kandungan logam berat As yang melebih baku

(daerah yang terletak jauh dari kawasan industri),

mutu air laut 0,012 ppm sebesar 0,03 ppm pada air

sedangkan kandungan Zn di bawah baku mutu.

tambak tercemar Kota Tegal.

Konsentrasi Pb di daerah perairan tambak dan

Menurut Palar (1994) dan Sulistia (1980),

estuaria yang disampel rata-rata 30x lebih besar

dalam keadaan normal, jumlah tembaga (Cu) yang

dibandingkan dengan konsentrasi baku mutu,

diperlukan untuk proses enzimatik biasanya

bahkan di daerah tambak yang tidak tercemar

sangat

(0,326 ppm) di daerah Pati konsentrasinya kurang

lingkungan yang tercemar, tingginya konsentrasi

lebih 300x lebih besar dari batas konsentrasi yang

Cu dalam tubuh dapat menghambat sistem enzim

diperbolehkan menurut baku mutu Standard

(enzim inhibitor), kadar Cu ditemukan pada

Meneg LH No 51 Tahun 2004 (0,008 ppm).

jaringan beberapa spesies hewan air

sedikit,

sedangkan

pada

keadaan

yang

Kandungan merkuri (raksa/Hg) untuk

mempunyai regulasi sangat buruk terhadap logam.

hampir semua lokasi juga menunjukkan nilai yang

Pada binatang lunak (moluska) sel leukosit sangat

telah melebihi ambang batas baku mutu kualitas

berperan dalam sistem translokasi dan detoksikasi

air laut untuk budidaya perikanan, karena

logam. Hal ini terutama ditemukan pada kerang

konsentrasi yang diperbolehkan sesuai baku mutu

kecil (oyster) yang hidup dalam air yang

untuk Hg adalah kurang dari 0.001 mg/L (<0.001

terkontaminasi tembaga (Cu) yang terikat oleh sel

mg/L), sedangkan kandungan Hg yang terdeteksi


36

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

leukosit, sehingga menyebabkan kerang tersebut


berwarna kehijau-hijauan.
Tabel 1. Hasil Uji Laboratorium Sampel Air Tambak dan Air Estuaria di
Kabupaten Pati, Kota Semarang dan Kota Tegal

Sampel

Lokasi

Air Tambak
Tidak tercemar

Pati
Semarang
Tegal
Air Estuari
Pati
Tidak tercemar
Semarang
Tegal
Air Tambak
Pati
Tercemar
Semarang
Tegal
Air Estuaria
Pati
Tercemar
Semarang
Tegal
Standard Meneg LH (N0 51 th
2004)

Timbal
(Pb)
mg/l
0,326*
<0,030
<0,03
<0,030
<0,030
<0,03
<0,030
<0,030
<0,03
<0,030
<0,030
<0,03

Tembaga
(Cu)
mg/l
0,032*
<0,005
<0,005
<0,005
<0,005
<0,005
0,010*
<0,005
<0,005
0,028*
<0,005
<0,005

Seng
(Zn)
mg/l
<0,010
<0,010
<0,01
0,034
<0,010
0,017
<0,010
0,018
<0,01
0,011
<0,010
0,021

Kadmium
(Cd)
mg/l
0,048*
0,025*
0,037*
<0,005
<0,005
0,011*
0,006*
0,010*
0,017*
0,011*
0,005*
0,024*

Raksa
(Hg)
mg/l
0,920*
0,009*
<0,001
0,005*
0,001
0,001
0,044*
0,085*
0,002*
0,018*
0,016*
<0,001

Arsen
(As)
mg/l
0,007
0,005
0,003
0,006
0,007
0,002
0,010
0,004
0,03*
0,004
0,004
0,002

0,008

0,008

0,05

0,001

0,001

0,012

Sumber : Data primer (Uji Laboratorium, Tahun 2008)


*) Melebihi batas baku mutu kualitas air laut
berat

dalam

ikan

erat

kaitannya

dengan

Apabila dilihat dari kandungan logam Pb,

pembuangan limbah industri di sekitar tempat

Cd, Cu dan Hg-nya lokasi yang mengalami

hidup ikan tersebut, seperti sungai, danau, dan

pencemaran lebih besar dibandingkan dengan

laut. Banyaknya logam berat yang terserap dan

lokasi yang lain adalah di lokasi tambak tercemar

terdistribusi pada ikan bergantung pada bentuk

di daerah Pati, karena ketiga jenis logam berat

senyawa

tersebut kandungannya paling besar dan semua

mikroorganisme, tekstur sedimen, serta jenis dan

melebihi

unsur ikan yang hidup di lingkungan tersebut.

batas

ambang

baku

mutu

yang

diperbolehkan.

Besarnya

dan

konsentrasi

kandungan

polutan,

logam

berat

aktivitas

yang

Terjadinya pencemaran perairan tambak

terakumulasi dalam jaringan tubuh hewan air yang

dan estuari oleh logam berat akan mempengaruhi

masih layak dikonsumsi manusia ditentukan oleh

juga kehidupan organisme di perairan. Salah satu

suatu standar.

organisme yang bisa dijadikan indikator terjadinya

Konsentrasi logam pada penelitian tersebut

pencemaran adalah ikan. Jika di dalam tubuh ikan

menjadi indikator awal untuk lebih berhati-hati

telah terkandung kadar logam berat yang tinggi

mengkonsumsi ikan, terlebih untuk jenis-jenis

dan melebihi batas normal yang telah ditentukan

organisme yang mencari makan di dasar perairan

dapat

suatu

(udang, rajungan, dan kerang), karena konsentrasi

pencemaran dalam lingkungan. Kandungan logam

logam berat di dasar perairan lebih tinggi akibat

sebagai

indikator

terjadinya

37

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

dari pengendapan (sedimentasi) logam berat.

besar pada ikan yang diambil dari estuaria tidak

Hasil laut jenis krustasea perlu diwaspadai

tercemar di daerah Tegal yaitu sebesar 40,11 ppm,

terhadap pencemaran logam berat, terlebih lagi

ikan

jenis krustasea banyak digemari sebagai salah satu

konsentrasi seng berkisar antara 3,70-30,15 ppm.

bahan yang di konsumsi oleh masyarakat.

Kadmium dan Arsen terdeteksi sebesar <0,01 ppm

dari

lokasi

yang

lain

menunjukkan

pada semua sampel ikan yang diambil dari 4


Kandungan Logam Berat pada Ikan di

lokasi (tambak dan estuaria) di 3 daerah (Pati,

Tambak dan Estuaria

Tegal dan Semarang). Merkuri atau raksa (Hg)

Pada Tabel 2 ditunjukkan bahwa logam

terdeteksi berkisar antara <0,01 ppm sampai 0,12

berat Pb, Cu, Zn, Cd, Hg, dan As semua terdeteksi

ppm.

pada ikan yang disampling dari 4 lokasi (tambak

Apabila dilihat dari besarnya kandungan

dan estuari yang tercemar dan tidak tercemar) di 3

logam berat, terlihat bahwa logam berat Cu dan

daerah (Pati, Semarang dan Tegal). Logam berat

Zn terdeteksi lebih besar dibandingkan logam

Zn (perairan Kota Tegal) dan Hg (perairan Kota

berat yang lain (Pb, Cd, Hg dan As), hal ini dapat

Semarang dan Pati) melebihi ambang batas Ditjen

disebabkan karena kedua unsur logam tersebut

POM. Kandungan Pb pada ikan di semua lokasi di

merupakan

logam

dibutuhkan

oleh

daerah

menunjukkan

konsentrasi

yang

essensial
ikan

untuk

yang

sangat

pengaturan

cenderung sama dengan kisaran 0,1-0,14 ppm,

metabolisme khususnya dibandingkan logam berat

sedangkan untuk tembaga (Cu) antara 0,25- 1,88

non essensial yang lain seperti Pb, Cd, Hg dan As.

ppm. Kandungan Seng (Zn) terdeteksi paling


Tabel 2. Hasil Uji Laboratorium Sampel Ikan di Tambak dan Estuaria di
Kabupaten Pati, Kota Semarang dan Kota Tegal
Jenis sampel

Ikan tambak
tidak tercemar
Ikan Estuaria
tidak tercemar
Ikan tambak
tercemar
Ikan Estuaria
tercemar
Standar Ditjen POM
Standar UK

Lokasi

Pati
Semarang
Tegal
Pati
Semarang
Tegal
Pati
Semarang
Tegal
Pati
Semarang
Tegal

Timbal
(Pb)
ppm
<0,1
0,11
0,14
<0,1
0,12
0,12
<0,1
<0,1
0,10
0,11
0,10
0,12
2,0
-

Tembaga
(Cu)
ppm
0,37
0,32
0,60
1,88
1,10
0,50
0,32
0,26
0,41
1,07
0,52
0,25
20,0

Sumber : Data primer (Uji Laboratorium, Tahun 2008)


*) melebihi ambang batas yang diperbolehkan
38

Seng
(Zn)
Ppm
6,01
3,97
10,22
30,15
6,62
40,11*
6,05
3,70
5,28
17,44
8,37
6,97
40,0
33,0

Kadmium
(Cd)
ppm
<0,01
<0,01
<0,01
<0,01
<0,01
<0,01
<0,01
<0,01
<0,01
<0,01
<0,01
<0,01
0,01
0,01-0,09

Raksa
(Hg)
ppm
0,11*
0,08*
<0,01
0,08*
0,08*
<0,01
0,12*
0,08*
<0,01
0,11*
0,11*
<0,01
0,03
-

Arsen
(As)
ppm
<0,01
<0,01
<0,01
<0,01
<0,01
<0,01
<0,01
<0,01
<0,01
<0,01
<0,01
<0,01
0,1
-

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

merupakan habitatnya. Sifat logam berat yang


Logam merkuri (Hg) adalah salah satu

akumulatif pada suatu jaringan organisme serta

trace element yang mempunyai sifat cair pada

sulit terurai menyebabkan tingginya kandungan

temperatur ruang dengan spesifik gravity dan daya

logam-logam tersebut pada ikan yang disampling

hantar listrik yang tinggi. Karena sifat-sifat

dari berbagai lokasi di 3 daerah tersebut.

tersebut, merkuri banyak digunakan baik dalam


kegiatan perindustrian

Kemampuan biota laut (ikan, udang dan

maupun laboratorium.

moluska) dalam mengakumulasi logam berat di

Merkuri yang terdapat dalam limbah atau waste di

perairan tergantung pada jenis logam berat, jenis

perairan

aktifitas

biota, lama pemaparan serta kondisi lingkungan

methyl

seperti pH, suhu dan salinitas. Semakin besar

merkuri (CH3-Hg) yang memiliki sifat racun dan

ukuran biota air, maka akumulasi logam berat

daya ikat yang kuat disamping kelarutannya yang

semakin meningkat. Toksisitas logam berat dalam

tinggi terutama dalam tubuh hewan air. Hal

kerang yang ditimbulkan akibat akumulasi dalam

tersebut mengakibatkan merkuri terakumulasi

jaringan tubuh mengakibatkan keracunan dan

melalui proses bioakumulasi dan biomagnifikasi

kematian bagi biota air yang mengkonsumsinya

dalam jaringan tubuh hewan-hewan air, sehingga

(Sukiyanti, 1987).

umumnya

mikroorganisme

kadar

merkuri

diubah

menjadi

dapat

oleh

komponen

yang

Ikan sebagai salah satu biota air dapat

berbahaya baik bagi kehidupan hewan air maupun

dijadikan sebagai salah satu indikator tingkat

kesehatan manusia, yang makan hasil tangkap

pencemaran yang terjadi di dalam perairan. Jika di

hewan-hewan air tersebut.

dalam tubuh ikan telah terkandung kadar logam

Kandungan

mencapai

logam

berat

level

pada

ikan

berat yang tinggi dan melebihi batas normal yang

bersumber dari makanan dan lingkungan perairan

telah ditentukan dapat sebagai indikator terjadinya

yang sudah terkontaminasi oleh logam berat.

suatu pencemaran dalam lingkungan. Menurut

Kontaminasi makanan dan lingkungan perairan

Anand (1978), kandungan logam berat dalam ikan

tidak terlepas dari aktivitas manusia didarat

erat

maupun pada perairan. Logam berat masuk

industri di sekitar tempat hidup ikan tersebut,

ketubuh ikan melalui penyerapan pada permukaan

seperti sungai, danau, dan laut. Banyaknya logam

tubuh, secara difusi dari lingkungan perairan

berat yang terserap dan terdistribusi pada ikan

(Conell dan Miller, 1995). Di sisi lain sifat ikan

bergantung pada bentuk senyawa dan konsentrasi

yang mencari makan dari fitoplankton ataupun

polutan,

ikan-ikan yang kecil akan sangat mungkin

sedimen, serta jenis dan unsur ikan yang hidup di

terkontaminasi logam berat dari pakan organisme

lingkungan tersebut.

kaitannya

dengan

aktivitas

pembuangan

mikroorganisme,

limbah

tekstur

tersebut yang berupa organisme detritus yang

Toksisitas Hg anorganik menyebabkan

dimungkinkan telah mengabsorbsi logam berat

penderita biasanya mengalami tremor. Jika terus

dari sedimen di tambak atau estuaria yang

berlanjut
39

dapat

menyebabkan

pengurangan

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

pendengaran,

penglihatan,

ingat.

paparan berpengaruh sangat nyata tergadap kadar

Senyawa merkuri organik yang paling populer

Cd dalam hepar, yang tercemin pada peningkatan

adalah

kadar

metil

merkuri

atau

daya

yang

berpotensi

SGOT

(Serum

Glutamic

Oxaloacetic

menyebabkan toksisitas terhadap sistem saraf

Transaminase) dan SGPT (Serum Glutamic

pusat. Kejadian keracunan metil merkuri paling

Pyruvic Transaminase).

besar pada makhluk hidup timbul di tahun 1950-

SGOT

an di Teluk Minamata, Jepang yang terkenal

bertambahnya kerusakan pada hepar .

dengan nama Minamata Disease (Astawan,

dan

SGPT

Semakin tinggi kadar


menandakan

semakin

Kasus keracunan Cd tercatat sebagai

2008).

epidemi yang pernah menimpa sebagian penduduk


Sumber pencemaran logam Pb diantaranya

Toyama, Jepang. Penduduknya mengalami sakit

berasal dari industri baterai, kabel, cat (sebagai zat

pinggang bertahun tahun, sakit pada tulang

pewarna), penyepuhan, pestisida, dan yang paling

punggung

banyak digunakan sebagai zat antiletup pada

kerapuhan, gagal ginjal yang berakhir pada

bensin. Pb juga digunakan sebagai zat penyusun

kematian.

patri

penderita ini biasa disebut dengan Itai-itai

atau

solder

dan

sebagai

formulasi

penyambung pipa yang mengakibatkan air untuk

karena

terjadi

Kerapuhan

pelunakan

pada

dan

tulang-tulang

diseases.

rumah tangga mempunyai banyak kemungkinan

Keracunan yang disebabkan oleh Cd bisa

kontak dengan Pb (Saeni, 1997). Kerang-kerangan

bersifat akut dan kronis. Toksisitas kronis Cd bisa

(molusca) dan udang-udangan (crustacea) yang

merusak sistem fisiologis tubuh, antara lain sistem

berasal dari perairan tercemar

kadar Pb lebih

urinaria (ginjal), sistem respirasi (paru-paru),

tinggi dari 250 mkg/kg (Winarno dan Rahayu,

sistem sirkulasi (darah) dan jantung, kerusakan

1994). Jenis bahan pangan lain yang mengandung

sistem reproduksi, sistem syaraf, dan bahkan

kontaminan timbal cukup tinggi adalah sayuran

dapat mengakibatan kerapuhan tulang. Penelitian

yang ditanam di tepi jalan raya. Kandungan rata-

pada hewan percobaan tikus yang diberi Cd dalam

ratanya sebesar 28,78 ppm, jauh di atas batas

dosis 0,5 5 ppm BB tikus dapat mengakibatkan

aman yang diizinkan Direktorat Jendral Pengawas

nekrosis testis, menurunkan motalitas sperma,

Obat dan Makanan, yaitu sebesar 2 ppm

menurunkan indeks spermatogenik, dan dapat

(Winarno, 1997).

menyebabkan infertil permanen. Selain itu tikus

Kadar Cd yang berlebihan di dalam tubuh

yang terpapar Cd dalam jumlah besar dapat

yang dapat masuk melalui makanan, minuman,

mengalami atropi testis, disfungsi ginjal, anemia

dan inhalasi akan mengganggu metabolisme tubuh

mikrositik hipokromik, dan menurunnya simpanan

dan menimbulkan gangguan kesehatan antara lain

zat besi pada tubuh tikus (Haas, 2005).

gangguan pada ginjal, hati, paru-paru, jantung


serta

sistem

reproduksi.

Hasil

Tidak seperti logam-logam Hg, Pb, dan

penelitian

Cd, logam tembaga (Cu) merupakan mikroelemen

menunjukkan bahwa dosis intake Cd dan lama

esensial untuk semua tanaman dan hewan,


40

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

termasuk manusia. Logam Cu diperlukan oleh

mengalami hilangnya nafsu makan, indera rasa

berbagai sistem enzim di dalam tubuh manusia.

dan penciuman berkurang, penyembuhan luka

Oleh karena itu, Cu harus selalu ada di dalam

lamban dan sakit kulit. Kekurangan zinc dapat

makanan.

adalah

menyebabkan kelahiran cacat. Walaupun manusia

menjaga agar kadar Cu di dalam tubuh tidak

mampu menangani konsentrasi seng yang besar,

kekurangan dan juga tidak berlebihan. Kebutuhan

zinc

tubuh per hari akan Cu adalah 0,05 ppm berat

permasalahan kesehatan utama, seperti kram

badan. Pada kadar tersebut tidak terjadi akumulasi

perut, iritasi kulit dan kekurangan darah merah.

Cu pada tubuh manusia normal. Konsumsi Cu

Tingkatan

dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan


gejala-gejala yang akut (Astawan, 2008).

Yang

perlu

diperhatikan

Logam Cu yang digunakan di pabrik


biasanya

berbentuk

organik

dan

terlalu

banyak

seng

dapat

yang

sangat

merusakkan

pankreas

dan

metabolisme

protein

dan

menyebabkan

tinggi

dapat

mengganggu
menyebabkan

pengapuran pembuluh darah. Seng bisa berbahaya

anorganik.

bagi anak-anak yang belum lahir dan baru lahir,

Logam tersebut digunakan di pabrik yang

ketika

memproduksi alat-alat listrik, gelas, dan zat warna

konsentrasi seng yang besar, anak-anak dapat

yang biasanya bercampur dengan logam lain

terkena melalui darah atau susu dari ibu mereka

seperti alloi dengan Ag, Cd, Sn, dan Zn. Garam

(Anonim, 2005).

Cu banyak digunakan dalam bidang pertanian,


misalnya

sebagai

larutan

Bordeaux

para

ibu

mereka

Gejala toksisitas

sudah

menyerap

yang ditimbulkan oleh

yang

toksisitas arsen (As) antara lain mual, muntah,

mengandung 1-3% CuSO4 untuk membasmi

kerongkongan terasa terbakar, sakit perut, diare

jamur pada sayur dan tumbuhan buah. Senyawa

dengan

CuSO4 juga sering digunakan untuk membasmi

berdarah), mulut terasa kering dan berasa logam,

siput sebagai inang dari parasit, cacing, dan juga

dan keluhan sulit menelan dan bahkan bisa

mengobati penyakit kuku pada domba (Darmono,

menimbulkan kematian. Logam berat Arsen (As)

1995). Akibat kelebihan Cu secara kronis

dapat juga menimbulkan gejala autisme.

kotoran

air

cucian

beras

(kadang

menyebabkan penumpukan tembaga di dalam hati

Kandungan alamiah logam berat dalam

yang dapat menyebabkan nekrosis hati atau

lingkungan dapat berubah-ubah, tergantung pada

serosis hati. Konsumsi sebanyak 10-15 ppm sehari

kadar pencemaran oleh ulah manusia atau

dapat menimbulkan muntah dan diare. Berbagai

perubahan alam, seperti erosi. Kandungan logam

tahap perdarahan indra fascular dapat terjadi,

tersebut dapat meningkat bila limbah perkotaan,

begitupun nekrosis sel-sel hati dan gagal ginjal

pertambangan, pertanian, dan perindustrian yang

(Al Matsier, 2000).

banyak mengandung logam berat masuk ke

Seng (Zn) adalah suatu unsur yang penting

lingkungan.

Dari

berbagai

limbah

tersebut,

bagi kesehatan manusia. Bilamana orang-orang

umumnya yang paling banyak mengandung logam

menyerap terlalu kecil seng mereka dapat

berat adalah limbah industri. Hal ini disebabkan


41

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

senyawa atau unsur logam berat dimanfaatkan

baik dari dalam tambak maupun perairan luar

dalam berbagai industri, baik sebagai bahan baku,

tambak

katalisator, maupun sebagai bahan tambahan.

industri yang membuang limbahnya ke sungai

Penyebab utama logam berat menjadi bahan

agar menetralisir limbahnya melalui Instalasi

pencemar berbahaya adalah karena sifatnya yang

Pengolahan Air Limbah (IPAL).

tidak dapat dihancurkan (nondegradable) oleh


organisme hidup

yang ada di

(estuaria)

dengan

cara

menertibkan

UCAPAN TERIMA KASIH

lingkungan.

Penelitian ini dibiayai oleh Badan


Penelitian dan Pengembangan (Balitbang)
Propinsi Jawa Tengah. Oleh karena itu peneliti
menyampaikan ucapan banyak terima kasih
kepada Balitbang Propinsi Jawa Tengah.

Akibatnya, logam-logam tersebut terakumulasi ke


lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan
membentuk senyawa kompleks bersama bahan
organik dan anorganik secara adsorbsi dan
kombinasi (Astawan, 2008).

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

KESIMPULAN
Pada daging ikan yang ada Tambak tidak

Anonim. 1989. Keputusan Direktur Jenderal


Pengawasan Obat dan Makanan No.
03725/B/ SK/ VII/89.

tercemar maupun tambak tercemar dan perairan


estuaria tidak tercemar maupun tercemar di

Anonim. 2008. Dampak Pencemaran Pantai bagi


Kesehatan
Manusia.
http://www.serasan.co.cc/

Kabupaten Pati dan Kota Semarang ditemukan


adanya kandungan logam berat melebihi ambang

Adtjas, D. 2008. Dampak kadar kadmium


terhadap
kesehatan
manusia.
http://polapikirmalukutenggarabarat.blogs
pot.com/

batas SK Ditjen POM Nomor 03725/B/SK/VII/89


adalah kadar Hg berkisar antara 0,08-0,12 ppm.
Kadar Zn pada ikan melebihi ambang batas

Anand, S.J.S., 1978, Determination Of Mercury,


Arsenic, And Cadmium In Fish By Neutron
Activation, Jounal of Radioanalytical
Chemistry, 44 -101.

berasal dari perairan estuaria tidak tercemar Kota


Tegal yaitu 40,11 ppm. Kadar logam berat Pb, Cu,
Cd dan As baik di tambak maupun estuaria tidak

batas yang dipersyaratkan oleh Ditjen POM.

Darmono. 1995. Logam Dalam Sistim Biologi


Mahluk Hidup, Universitas Indonesia Pers,
Jakarta.

Adanya kandungan logam berat pada ikan yang

Haas,

tercemar dan tercemar masih di bawah ambang

melebihi ambang batas baik dari tambak maupun


luar

tambak

menjadi

peringatan

(warning)

Hutagalung, H.B. 1991. Pencemaran laut oleh


logam berat. Status pencemaran laut di
Indonesia dan teknik pemantauannya.
Puslitbang Oseanologi (LIPI), Jakarta.
Hlm 45 59.

perlunya meningkatkan kewaspadaan terhadap


keamanan pangan masyarakat dari sumber ikan.
Perlunya

meningkatkan

E.M.
2005.
Cadmium.
http://www.healthy.net/scr/article.asp?ID=
2049. 2 Desember 2006

kewaspadaan

Klaassen, C.D., M.O.Amdur, J.Doull. 1986.


Toxicology The Basic Science of Poisons.

terhadap keamanan pangan dari ikan yang


terkontaminasi logam berat dari perairan tercemar,
42

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

New
York:
Company

Macmillan

Publishing

Sibbald, B. 2002. Arsenic Poisoning Rampant in


Bangladesh.
Canadian
Medical
Assosiation. Journal; Jun 11, 2002; 166,
12; ProQuest Psychology Journals Page
1578

Made Astawan. 2008. Pencemaran Logam Berat


juga bisa terdapat dalam Makanan.
http://www.kompas.com
Mulyaningsih, T.R. 1998. Penentuan tingkat
pencemaran logam berat Pb, Cd dan Hg
pada hasil laut dan konsumennya. Tesis,
Program Pascasarjana, IPB, Bogor. 195
hlm.

Tiruppathi, C. 2008. Heavy Metal Toxicity.

Palar,

Winarno, F.G. 1997. Kimia pangan dan gizi. PT.


Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Widowati, W; Sastiono, A; Yusuf, R. 2008. Efek


Toksik
Logam:
Pencegahan
dan
Penanggulangan Pencemaran. Penerbit
Andi. Yogyakarta

H.
1994.
Pencernaan
dan
ToksikologiLogam Berat, PT Rineka Cipta
Jakarta.

Sanusi, H. S. 1980. Sifat-sifat Logam Berat


Merkuri Di Lingkungan Perairan Tropis.
Pusat Studi Pengelolaan Sumber Daya Dan
Lingkungan, Fakultas Perikanan IPB,
Bogor. 19 p

43

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

44

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

KADAR PROTEIN DAN SIFAT ORGANOLEPTIK NUGGET RAJUNGAN


DENGAN SUBSTITUSI IKAN LELE (Clarias gariepinus)
(Protein Levels and Organoleptic Crab Nugget with Substitution Catfish (Clarias
gariepinus))
Anas Ubadillah dan Wikanastri Hersoelistyorini
Program Studi Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Semarang
Korespondensi, email: wikanastri@yahoo.com
ABSTRACT
Crab meat (Second-grade) is a sort of meat produced by crab processing industry which has export
quality. Crab meat (second-grade) used to a product which has value added but has not been optimal. One
of effort to develop this product is substitute the crab meat with catfish meat into crab nugget product.
Catfish is one source of animal protein which is cheaper but it has high nutrient. So the substitution is
expected to be an affordable price of processed product. The research object is a product with a substitution
crab nugget into catfish meat (Clarias gariepinus). The independent variables in this research were
variations of substitution and dependent variable is the proportion of protein and flavor in crab nugget
product. Chemical analysis is carried out quantitative analysis of protein and flavor. The design used
completely randomized design in three replication. The results showed that there are effects of substitution
catfish meat and crab meat on protein crab nugget product. While flavor of aroma, flavor and texture except
color there are not effect on protein crab nugget product. The highest protein of crab nugget product is
product with substitution L0: R100 is 10.06% while product with substitution L95: R5 has little protein
about 8.15%. The result showed that favorite flavor of crab nugget product is a product which has
substitution L65: R35 about 2.95 and substitution of product with L0: R100 has the smallest value about
2.56.
Key words: crab nugget, protein, substitution catfish.

PENDAHULUAN

Saat ini daging rajungan kualitas kedua hanya

Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan

dijual dalam bentuk produk rajungan sterilisasi

salah satu jenis kepiting dari suku Portunidae

dan hanya dipasarkan di dalam negeri. Walaupun

yang mempunyai potensi besar menjadi komoditas

demikian produk

ekspor perikanan, dimana ekspor rajungan secara

rajungan sterilisasi ini masih

memiliki nilai jual yang cukup tinggi, sehingga

kuantitas maupun nilai jualnya terus mengalami

kurang

peningkatan (Dirjen Perikanan, 2003).

terjangkau

oleh

masyarakat

pada

umumnya.

Produk utama ekspor rajungan adalah

Produk rajungan kualitas kedua masih

daging rajungan pasteurisasi (pasteurize crab

berpotensi

meat). Produk ini memerlukan bahan baku daging

untuk

dikembangkan

melalui

pengolahan menjadi produk pangan yang menarik

rajungan yang berkualitas tinggi (excellent),

, memiliki nilai gizi yang tinggi, dan ekonomis

sehingga dalam proses produksi juga dihasilkan

harganya. Salah satu upaya pengembangan yang

daging rajungan kualitas kedua (second grade).

perlu dicoba adalah mensubstitusi daging rajungan


45

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

dengan daging ikan lele menjadi produk naget

(second grade) dan daging ikan lele dapat

rajungan.

dihasilkan produk naget rajungan substitusi yang

Ikan lele (Clarias gariepinus) merupakan

bergizi tinggi dan ekonomis,

salah satu komoditas perikanan yang cukup

sehingga harga

produk olahan tersebut menjadi terjangkau.

populer di masyarakat. Ikan ini berasal dari benua


Afrika dan pertama kali didatangkan ke Indonesia

METODOLOGI

pada tahun 1984. Lele dumbo termasuk ikan yang


paling

mudah

berbagai

diterima

masyarakat

kelebihannya.

diantaranya

Kelebihan

pertumbuhannya

kemampuan

beradaptasi

karena

adalah rancangan acak lengkap faktor tunggal

tersebut

dengan

jumlah

perlakuan

sebanyak

tujuh

cepat,

perlakuan. Masing masing percobaan dilakukan

terhadap

ulangan sebanyak 3 kali, sehingga akan diperoleh

lingkungan yang tinggi, rasanya enak dan

satuan percobaan sebanyak 21 buah. Variasi

kandungan gizinya cukup tinggi serta harganya

substitusi ikan lele yang digunakan tersaji pada

murah.

Tabel 1.

memiliki

adalah

Rancangan percobaan pada penelitian ini

Komposisi

gizi

ikan

lele

meliputi

kandungan protein (17,7 %), lemak (4,8 %),

Tabel 1. Variasi Substitusi Ikan Lele


Substitusi
Pengulangan
daging ikan
1
2
3
lele

mineral (1,2 %), dan air (76 %) (Astawan, 2008).


Keunggulan ikan lele dibandingkan dengan
produk hewani lainnya adalah kaya akan leusin

L0 : R100
L20 : R80
L30 : R65
L50 : R50
L65 : R35
L80 : R20
L95 : R5

dan lisin. Leusin (C6H13NO2) merupakan asam


amino esensial yang sangat diperlukan untuk
pertumbuhan

anak-anak

dan

menjaga

keseimbangan nitrogen. Leusin juga berguna

U1
U1
U1
U1
U1
U1
U1

U2
U2
U2
U2
U2
U2
U2

U3
U3
U3
U3
U3
U3
U3

untuk perombakan dan pembentukan protein otot.


Sedangkan lisin merupakan salah satu dari 9 asam
amino

esensial

pertumbuhan

dan

yang

dibutuhkan

perbaikan

jaringan.

Keterangan:

untuk

L
R
U
0 - 100

Lisin

termasuk asam amino yang sangat penting dan


dibutuhkan

sekali

dalam

pertumbuhan

: daging lele
: daging rajungan
: ulangan
: angka prosentase substitusi

dan
Bahan dan Alat

perkembangan anak (Zaki, 2009).


Alasan pengolahan produk naget rajungan

Bahan yang digunakan meliputi: daging

dengan substitusi ikan lele adalah harga produk

ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang

naget rajungan kurang terjangkau dan

berumur sekitar 3 bulan dari peternak ikan di

hanya

dipasarkan melalui swalayan atau supermarket.

Desa

Berdasarkan permasalahan tersebut, diharapkan

Kabupaten Demak, daging rajungan second grade

dari substitusi daging rajungan kualitas kedua

dari PT. Windika Utama Semarang, tepung


46

Banyumeneng

Kecamatan

Mranggen

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

maizena, tepung terigu, tepung roti, bawang putih,

tinggi.

Kemudian

ditambahkan

tepung

bawang bombay, gula, garam, dan bahan pencelup

maizena, tepung terigu, bawang putih, bawang

(telur), selenium, H2SO4 pekat, aquades, NaOH

bombay, garam, lada dan penyedap rasa dan

40%, HCl 0,02 N, asam borat, indikator pp dan

diaduk rata dengan ditambah irisan seledri,

BTB.

pengadukan dilanjutkan hingga adonan kalis.


Alat yang digunakan : seperangkat alat

3. Adonan dibentuk menyerupai drum stick

dapur untuk memasak naget rajungan, pemanas

seberat + 50 gr dengan memanfaatkan capit

Kjeldahl lengkap, labu Kjeldahl, alat destilasi

rajungan sebagai sticknya. Kemudian adonan

lengkap,

dicelupkan ke dalam telur dan digulingkan ke

alat

titrasi

lengkap,

formulir

uji

organoleptik, piring kecil dan gelas.

dalam tepung roti, digoreng dalam minyak


panas hingga matang, diangkat, dan ditiriskan.

Prosedur Penelitian
Variasi yang digunakan dalam formulasi

Prosedur Uji Kadar Protein Metode Mikro

substitusi daging ikan lele dan daging rajungan

Kjedahl (Sudarmadji, 2003)

dalam pembuatan produk naget rajungan adalah

1. Destruksi

L20:R80, L35:R65, L50:R50, L65:R35, L80:R20,

Sampel ditimbang 0,05 gr, kemudian masukkan

L95:R5 dan satu perlakuan tanpa substitusi daging

ke dalam labu destruksi yang bersih dan kering,

ikan lele (kontrol 0%). Setelah proses pembuatan

ditambahkan

katalisator

produk naget rajungan selesai maka dilanjutkan

ditambah

ml

dengan

dipanaskan

pengujian

kadar

protein

dan

sifat

dalam

Silenium

H2SO4

pekat

ruangan

0,5

gr

kemudian

asam

dengan

kemiringan 45 oC sampai warna jernih (tidak

organoleptik.

ada karbon) lalu didinginkan.


2. Destilasi

Pembuatan produk naget rajungan


Tahap-tahap pembuatan produk naget

Hasil destruksi ditambah dengan aquades

rajungan dengan substitusi daging ikan lele adalah

sedikit

demi

sebagai berikut:

kedalam labu destilasi, penambahan aquades +

1. Persiapan bahan : daging ikan lele dipisahkan

labu destilat. Selanjutnya ditambahkan 10 ml

dari duri, kotoran, dan bagian kepala ikan

NaOH 40% dan indicator pp 3 tetes, kemudian

sehingga didapat daging ikan lele utuh

ditutup

kemudian dicuci bersih. Daging rajungan dan

ditampung dalam erlenmeyer yang berisi asam

capit rajungan (sebagai tangkai pegangan pada

borat yang ditambahkan indicator BTB (warna

produk nugget) dicuci sampai bersih.

kuning). Destilasi dihentikan setelah berubah

dan

sedikit

sambil

dipanaskan.

dimasukkan

Hasil

sulingan

2. Pencampuran bahan yang terdiri dari daging

menjadi warna hijau dengan volume + 15 ml,

ikan lele, daging rajungan, es, garam, dan

sebelumnya cairan yang keluar dari ujung

fosfat dalam food processor berkecepatan

destilator dites dengan kertas saring yang telah


47

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

ditetesi indicator pp, kemudian tetesi dengan

Universitas Muhammadiyah Semarang sebanyak

cairan yang keluar dari ujung destilator.

15 orang. Produk naget rajungan dengan substitusi

Apabila kertas saring tidak berubah warna,

daging ikan lele tersebut akan diujikan dengan

maka destilasi dihentikan. Cairan yang keluar

memberi

tersebut menunjukkan pH netral, maka destilasi

memberi penilaian yang meliputi warna, aroma,

telah selesai.

rasa, dan tekstur dengan kriteria nilai sebagai

3. Titrasi

kode,

kemudian

panelis

diminta

berikut :

Hasil destilasi dititrasi dengan HCl 0,02 N dan

4 = sangat suka

titik akhir titrasi ditandai dengan destilat

suka

3 = suka

2 = tidak

1 = sangat tidak suka

berubah warna kuning. Blanko juga dikerjakan


dengan cara yang sama.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perhitungan :

Kadar Protein Bahan Baku

Kadar N (%) =

Analisa bahan baku yang dilakukan pada


daging ikan lele dan daging rajungan, meliputi

(mlHClBahan- ml Blanko)x N HCl x 14,007x 100


mgsample

kadar protein. Hasil analisa uji kadar protein


daging ikan lele dan daging rajungan secara

Kadar Protein = Kadar N X F

kuantitatif tersaji pada Tabel 2. Walaupun daging

Keterangan : F = Faktor konversi protein

rajungan merupakan daging second grade dari

(6,25)

industri pengolahan rajungan bukan berarti nilai


gizi dalam daging rajungan juga ikut rusak. Hal

Penilaian Sifat Organoleptik Nugget (Soekarto,

ini dikarenakan daging rajungan yang masuk

1990)

dalam suatu industri pengolahan rajungan yang

Penilaian

organoleptik

merupakan

cara

berkualitas ekspor sudah teruji, baik dari kondisi

penilaian terhadap mutu atau sifat suatu komoditi

fisik (bentuk, ukuran, warna, aroma, tekstur, dan

dengan menggunakan formulir uji organoleptik

rasa) maupun kandungan gizi rajungan.

sebagai instrument atau alat. Dalam penelitian ini

Daging second grade merupakan daging

dilakukan uji kesukaan yang berfungsi untuk

sortiran yang tidak sesuai dengan bentuk yang

mengetahui kesukaan suatu produk. Pada uji


scoring

diberikan

penilaian

terhadap

diinginkan untuk produk dalam suatu industri,

mutu

misal daging kurang tebal, daging terkelupas dan

sensorik dalam suatu jenjang mutu. Tujuannya

sebagainya. Sedangkan kualitas protein daging

adalah pemberian suatu nilai atau skor tertentu

ikan lele dari peternak ikan dapat dipengaruhi oleh

terhadap suatu karakteristik (Rahayu, 1998).

berbagai faktor, diantaranya adalah pakan ikan,

Panelis yang digunakan dalam penelitian ini

habitat ikan dan sebagainya.

adalah panelis agak terlatih yang terdiri dari


sekelompok mahasiswa S1 Teknologi Pangan
48

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

rata kadar protein terendah yaitu pada produk

Tabel 2. Kadar Protein Bahan Baku

Ikan Lele

% Kadar
Protein
Hasil
Penelitian
15,74%

% Kadar
Protein
Bedasar
Literatur*
17,70%

Rajungan

17,05%

16,85%

Bahan Baku

dengan substitusi daging ikan lele dan daging


rajungan sebanyak L95:R5 sebesar 8.15%. Hal ini
terjadi karena daging rajungan memiliki kadar
protein lebih tinggi dibanding kandar protein ikan
lele mengacu pada hasil uji kadar protein dari
bahan baku yang digunakan. Jadi semakin banyak

*Astawan (2008) dan BBPMHP (1995)

daging rajungan yang digunakan akan samakin

Kadar Protein Naget Rajungan

banyak protein yang terkandung dalam produk

Uji kadar protein yang dilakukan dari substitusi

dan begitu juga rata-rata kadar protein pada

daging ikan lele dan daging rajungan dalam

produk semakin sedikit karena penggunaan daging

pembuatan

rajungan yang semakin sedikit pula.

produk

naget

rajungan,

variasi

substitusi yang digunakan adalah lele (L) :

Hasil uji kenormalan didapatkan data

rajungan (R) = L0:R100, L20:R80, L35:R65,

normal pada kadar protein dan selanjutnya data

L50:R50, L65:R35, dan L80:R20. Analisa kadar

dianalisis dengan uji anova faktor tunggal dengan

protein

secara kuantitatif dengan

menggunakan 5% atau 0,05 diperoleh hasil

menggunakan metode mikro kjedahl. Hasil analisa

bahwa p value 0,000 < 0,05 sehingga dapat

kadar protein naget rajungan dengan substitusi

disimpulkan bahwa ada pengaruh substitusi

ikan lele dan daging rajungan tersaji pada Gambar

daging ikan lele dan daging rajungan terhadap

1.

kadar protein produk naget rajungan. Kemudian

dilakukan

data dilanjutkan dengan menggunakan uji lanjut


anova dengan LSD. Berdasarkan hasil uji LSD
diketahui ada perbedaan kadar protein pada
substitusi L0:R100, L20:R80, L35:R65, L50:R50,
L65:R35, L80:R20, dan L95:R5.
Badan Standarisasi Nasional menetapkan
standar minimal kadar protein untuk produk
nugget adalah 12%, b/b. Produk naget rajungan
substitusi hanya mengandung kadar protein sekitar

Gambar 1. Kadar Protein Naget Rajungan


dengan Berbagai Variasi Substitusi.
Gambar

8,15%-10,05%. Sehingga produk naget rajungan


substitusi ditinjau dari segi kadar proteinnya tidak

1, menunjukan bahwa produk

memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Badan

yang mempunyai rata-rata kadar protein tertinggi

Standarisasi Nasional.

yaitu pada produk tanpa penambahan daging ikan

Terjadinya penurunan kadar protein pada

lele (L0:R100) sebesar 10,06% sedangkan rata-

naget rajungan dimungkinkan disebabkan oleh


49

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

proses pengolahan (penggorengan). Pengolahan

substitusi daging ikan lele dan daging rajungan

dengan suhu tinggi dapat menurunkan nilai gizi

tersaji pada Gambar 2.

yang terkandung dalam suatu bahan pangan


karena

dalam

pengolahan

yang

melibatkan

pemanasan yang tinggi karbohidrat dan protein


akan mengalami karamelisasi (pencoklatan non
enzimatis).

Reaksi

Maillard

merupakan

pencoklatan (browning) makanan pada pemanasan


atau pada penyimpanan, biasanya diakibatkan
oleh reaksi kimia antara gula reduksi, terutama Dglukosa, dengan asam amino bebas atau gugus
Gambar 2. Warna naget rajungan

amino bebas dari suatu asam amino yang


merupakan bagian dari suatu rantai protein.

Bardasarkan Gambar 2, dapat diketahui

Kecepatan reaksi Maillard dapat dipengaruhi oleh

bahwa kesukaan panelis terhadap warna terendah

suhu dan lama pemanasan. Reagen Maillard


termasuk

dalam

kelompok

senyawa

pada subtitusi daging ikan lele dan daging

amin

rajungan

heterosiklik yang dikenal dengan nama senyawa


toksik

imodazaquinolin

(IQ)

dengan

rata-rata

2,33

sedangkan yang tertinggi adalah pada substitusi

dan

daging ikan lele dan daging rajungan L65:R35

imidazaquinoxalin (IQx) (Winarno, 1997).

dengan rata-rata 3,00. Produk dengan substitusi

Uji organoleptik

L0:R100, L20:R80, dan L80:R20 memiliki nilai

Uji organoleptik dilakukan menggunakan

dibawah 2,5 yang artinya panelis tidak suka

uji uji kesukaan. Parameter mutu penerimaan yang

produk dengan variasi substitusi tersebut. Produk

di amati meliputi tingkat kesukaan terhadap

dengan substitusi L35:R65, L50:R50, L65:R35,

warna, aroma, rasa, dan tekstur.

dan L95:R5 disukai panelis karena dalam uji

Warna

kesukaan memiliki nilai di atas 2,5.

Warna pada produk naget rajungan lebih

Hasil uji friedman diperoleh nilai p value

cenderung berwarna kuning kecoklatan. Hal ini


dikarenakan

L20:R80

proses

pengolahan

0,03 lebih kecil dari 0,05. Jadi dapat disimpulkan

dengan

bahwa ada pengaruh substitusi daging ikan lele

penggorengan mengakibatkan terjadinya reaksi

dan daging rajungan terhadap warna naget

Maillard yang menghasilkan warna coklat karena

rajungan. Untuk mengetahui perbedaan warna

panas. Penggorengan yang terlalu lama akan

pada tiap-tiap perlakuan maka dilakukan uji lanjut

menjadikan warna naget menjadi kehitaman

dengan uji wilcoxon. Hasil yang diperoleh dari uji

sehingga berpengaruh terhadap tingkat kesukaan

wilcoxon ada perbedaan warna antara substitusi

warna naget rajungan. Tingkat kesukaan panelis

L0:R100, L20:R80, L35:R65, L50:R50, L65:R35,

terhadap warna produk naget rajungan dengan


50

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

L80:R20

dan

L95:R5.

Hal

ini

mungkin

disebabkan oleh warna dari bahan baku daging


rajungan dan daging ikan lele yang berbeda.
Daging ikan lele setelah digiling berwarna
kecoklatan sedangkan daging rajungan setelah
digiling tetap berwarna putih, sehingga dalam
pencampuran bahan dapat mempengaruhi warna
dari produk yang dihasilkan.

Aroma

Gambar 3. Aroma naget rajungan


Aroma

yang

timbul

dalam

proses

Berdasarkan Gambar 3, diketahui aroma

penggorengan, sebagian merupakan aroma dari

yang

senyawa-senyawa kimia yang bersifat volatil

banyak

disukai

panelis

adalah

pada

substitusi daging ikan lele dan daging rajungan

sehingga ikut menguap bersama air bebas yang

L65:R35 dengan rata-rata 3,13 dan yang kurang

terkandung dalam bahan pangan tersebut.

disukai panelis adalah pada produk dengan

Bahan makanan mengandung karbohidrat

substitusi daging ikan lele dan daging rajungan

dan protein akan mengalami pencoklatan non-

L95:R5 dengan rata-rata 2,67.

enzimatis, apabila bahan tersebut dipanaskan

Hasil uji statistik friedman diperoleh p

(reaksi Meillard) akan dapat menghasilkan bau

value 0,229 lebih besar dari 0,05 maka dapat

enak maupun tidak enak. Bau tidak enak

disimpulkan tidak ada pengaruh pada aroma

dihasilkan oleh dehidrasi kuat yaitu furfural,

produk naget rajungan dengan substitusi daging

dehidrofurfural dan HMF serta hasil pemecahan

ikan lele dan daging rajungan. Hal ini disebabkan

yaitu piruvaldehid diasetil. Untuk pembentukan

kedua bahan baku yang digunakan memiliki sifat

rasa enak adalah hasil degradasi sttrecker dari

organoleptik aroma yang hampir sama karena

asam amino alfa diubah menjadi aldehid dengan

merupakan sumber daya hasil perairan. Panelis

atom karbon yang berkurang satu (Ridwan, 2008).

banyak yang berpendapat bahwa aroma produk

Aroma inilah yang menjadikan panelis suka atau

rata-rata hampir sama dari produk substitusi yang

tidak suka terhadap naget rajungan.

dilakukan.

Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma


produk naget rajungan dengan substitusi daging

Rasa

ikan lele dan daging rajungan tersaji pada Gambar

Pengolahan

3.

menghasilkan

warna

penggorengan
dan

aroma,

selain
juga

menghasilkan rasa yang gurih sebagai efek


samping
51

dari

reaksi

kimia

dalam

proses

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

penggorengan. Produk naget rajungan memiliki

naget rajungan dengan substitusi daging ikan lele

rasa yang gurih. Diharapkan rasa naget rajungan

dan daging rajungan. Tidak adanya pengaruh pada

memiliki rasa yang enak sehingga dapat dijadikan

rasa juga disebabkan karena bahan baku yang

sebagai menu pelengkap pengganti lauk yang ada

digunakan. Kedua bahan baku yaitu ikan lele dan

saat ini. Gambar 4, menunjukkan bahwa tingkat

rajungan merupakan sumberdaya hasil perairan

kesukaan panelis pada organoleptik rasa naget

yang memiliki sifat organoleptik rasa yang hampir

rajungan dengan substitusi daging ikan lele dan

sama.

daging rajungan yang paling tinggi yaitu pada

Tekstur

substitusi L20:R80 dan L50:R50 dengan rata-rata

Tekstur naget dalam SNI 01-6683-2002

yang sama yaitu 2,93, sedangkan yang tidak

adalah kompak dan padat, begitu juga naget

disukai pada substitusi daging ikan lele dan

rajungan memiliki tekstur yang kompak dan

daging rajungan adalah pada variasi substitusi

padat. Menurut (Ridwan, 2008), tekstur dan

daging ikan lele dan daging rajungan L80:R20

konsistensi bahan akan mempengaruhi cita rasa

dengan rata-rata 2,33; yang artinya panelis tidak

suatu bahan. Perubahan tekstur dan viskositas

suka terhadap

variasi

bahan dapat mengubah rasa dan bau yang timbul,

substitusi tersebut karena hasil rata-rata dari uji

karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya

kesukaan dibawah 2,5.

rasa terhadap sel reseptor alfaktori dan kelenjar air

rasa

produk

dengan

Hasil tingkat kesukaan panelis terhadap

liur, semakin kental suatu bahan penerimaan

rasa produk naget rajungan dengan substitusi

terhadap intensitas rasa , bau, dan rasa semakin

daging ikan lele dan daging rajungan tersaji pada

berkurang.

Gambar 4.

Hasil tingkat kesukaan panelis terhadap


tekstur produk naget rajungan dengan substitusi
daging ikan lele dan daging rajungan tersaji pada
Gambar 5.

Gambar 4. Rasa naget rajungan


Hasil uji statistik friedman di peroleh p
value 0,151 lebih besar dari 0,05 maka dapat

Gambar 5. Tekstur naget rajungan

disimpulkan tidak ada pengaruh pada rasa produk


52

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

Hasil uji statistik friedman di peroleh p-

Pembuatan produk naget rajungan tidak

value > 0,05 yaitu 0,319 menunjukkan tidak ada

sebatas pada substitusi daging ikan lele saja, tetapi

pengaruh pada tekstur produk naget rajungan

produk

dengan substitusi daging ikan lele dan daging

mensubstitusi hasil sumberdaya perairan yang lain

rajungan. Hal ini disebabkan tekstur dari bahan

seperti ikan mas, belut, ikan pindang, ikan jui,

baku sendiri yang bisa dikatakan memiliki tekstur

atau ikan lain yang memiliki kandungan gizi yang

yang sama, karena merupakan sumberdaya hasil

cukup tinggi tetapi memiliki nilai jual yang

perairan. Sehingga nilai uji kesukaan daya terima

ekonomis. Sehingga perlu pengkajian lebih lanjut

dari panelis memiliki rata-rata di atas 2,5-3 yang

untuk dapat mengangkat hasil sumber daya

artinya hampir semua panelis suka terhadap

perairan menjadi suatu produk yang memiliki

semua variasi substitusi daging ikan lele dan

nilai jual yang baik dan diharapkan mampu

daging rajungan.

meningkatkan kekhasanahan pangan Indonesia.

tersebut

dapat

pula

diolah

dengan

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Daging rajungan yang digunakan memiliki

Astawan, M. 2008. Lele bantu pertumbuhan janin.


http://wilystra2007.multiply.com/journal/ite
m/62/Lele_Bantu_Pertumbuhan_Janin (13
September 2008)

kadar protein sebesar 17,05% dan kadar protein


ikan lele yang digunakan untuk substitusi sebesar
15,74%.

Sehingga

produk

nugget

yang

Badan Standarisasi Nasional. 2002. Naget Ayam


(Chicken Nugget). SNI 01-6683-2002.

menggunakan daging rajungan mengandung kadar


protein yang lebih tinggi dibandingkan produk

BBPMHP. 1995. Laporan Pengembangan


Pengolahan Kepiting Bakau dan Rajungan.
Direktorat Jendral Perikanan. Jakarta.

yang menggunakan daging ikan lele lebih banyak.


Hasil statistik menunjukan ada pengaruh substitusi

Direktorat Jenderal Perikanan, 2003. Statistik


Ekspor Hasil Perikanan
Departemen
Kelautan dan Perikanan: Jakarta.

daging ikan lele dan daging rajungan terhadap


kadar protein produk naget rajungan.

PT. Windika Utama. 2002. Petunjuk Teknis


Standart Mutu Bahan Baku Rajungan
Departemen Quality Control: Semarang

Produk nuget dengan substitusi ikan lele


0% dan rajungan 100% memiliki kandungan
protein paling tinggi sebesar 10,06%, tetapi dalam

Rahayu, WP. 1998. Penuntun Praktikum


Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi
Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi pangan
IPB: Bogor.

tingkat kesukaan panelis memiliki nilai rata-rata


paling rendah sebesar 2,56; sedangkan produk

Ridwan, M. 2008. Sifat-sifat Organoleptik


Pengolahan produk. Universitas Negeri
Bangka Blitung (UBB): Bangka Blitung.

nuget dengan kadar protein terendah terdapat pada


produk dengan substitusi ikan lele 95% dan
rajungan 5% yaitu sebesar 8,15% dengan tingkat

Soekarto, T. Soewarno. 1990. Penilaian


Organoleptik. Bhatara Karya Aksara:
Jakarta.

kesukaan panelis sebesar 2,74.

53

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

Sudarmadji,S, B. Haryono dan Suhardi. 2003.


Analisa Bahan Makanan Pertanian.
Liberty:Yogyakarta.

Zaki. 2009. Budi Daya Ikan Lele ( Clarias


batrachus
).http://wilystra2008.
biologi.com/journal/item/54/Budi_Daya_Ika
n_Lele(Clariasbatrachus).(September 2008)

Winarno, F.G. 1997. Pangan Gizi Teknologi dan


konsumen. PT . Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta.

54

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

PENGARUH PENAMBAHAN BEKATUL TERHADAP KADAR PROTEIN DAN


SIFAT ORGANOLEPTIK BISKUIT
(The Influence of Addition of Rice Bran to Protein Consentration and Organoleptic
Characteristic)
Mita Wulandari dan Erma Handarsari
1)

Program Studi D III Gizi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Semarang
Penulis korespodensi, email: erma_handarsari@yahoo.com

Rice bran for people deemed to have low social value and is only used as animal feed ingredients.
Rice bran contains high protein, can be used as food that is safe and cheap. Use of rice bran to increase the
quality or value-added of the biscuit. General aim of this study to determine the effect of adding rice bran to
protein content and organoleptic characteristic. Protein analysis by the method mikrokjeldhal. Results of
analysis of protein content in rice bran biscuit with the addition of 0% (9.34 g%), 5% (10.06 g%), 10%
(10.74 g%), 15% (11.6 gr%) and 20 % (13.66 g%). statistical test results show that there are differences in
levels of protein biscuits in a variety of additional rice brand. Favorite level of texture, color, aroma, and
taste showed that the highest value on the addition of bran 0% and 5%.
Key Words : rice brand, biscuit, protein, organoleptic

PENDAHULUAN

suatu

Bekatul dinilai sebagai bahan kurang

aman untuk dikonsumsi.

ini dinamakan bekatul. Sejak dulu bekatul hanya

Proses

dikenal masyarakat sebagai bahan pakan ternak


rendah.

Untuk

dapat

juga tergolong sebagai bahan makanan yang

Sisa dari penumbukkan atau penggilingan padi

yang

dimungkinkan

kandungan protein yang cukup tinggi bekatul

dalam proses pengolahan gabah menjadi beras.

mutu

yang

mengatasi masalah kurang gizi. Selain memiliki

bermanfaat karena bekatul merupakan limbah

dengan

produk

penambahan

pembuatan

lebih

produk

bekatul

bertujuan

pada
untuk

meningkatkan kandungan gizi terutama protein

meningkatkan manfaat bekatul yang jumlahnya

pada

berlimpah di masyarakat, memiliki daya jual

produk

memberikan

murah atau nilai ekonomis yang rendah, maka

tersebut,

nilai

tambah

sehingga
tersendiri

dapat
bagi

bekatul. Kelebihan dari penambahan bekatul ini

bekatul dapat digunakan sebagai bahan makanan

bisa meningkatkan kualitas dari suatu produk,

campuran pada produk makanan.

karena bekatul memiliki kandungan lysine yang

Kandungan zat gizi yang dimiliki bekatul

cukup tinggi. Dalam proses pembuatan produk

yaitu protein 13,11 17,19 persen, lemak 2,52

yang memiliki kandungan gizi yang rendah,

5,05 persen, karbohidrat 67,58 72,74 persen,

karena adanya asam amino pembatas lysine,

dan serat kasar 370,91 -387,3 kalori serta kaya

maka penambahan bekatul dapat meningkatkan

akan vitamin B, terutama vitamin B1 (thiamin).

nilai gizi dari produk tersebut.

Berdasarkan sumbernya, protein yang terdapat

Melihat hal-hal di atas kiranya dapat

dalam bekatul dapat dimanfaatkan untuk dibuat

dibuat sebuah produk yang praktis, mudah


55

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

dikonsumsi dan banyak diminati dalam bentuk

volum, Bekker glass, statif, Corong, pemanas,

biskuit yang berasal dari proses penambahan

Selang + Alongan dan Pipet tetes.

bekatul yang dicampur dengan tepung terigu,

Bahan

telur, margarine, dan susu.

yang

digunakan

untuk

uji

organoleptik adalah biskuit bekatul. Sedangkan

Biskuit adalah jenis kue kering yang

alat yang digunakan adalah piring penghidang,

mempunyai rasa manis, berbentuk kecil dan

gelas, dan formulir uji organoleptik.

diperoleh dari proses pengovenan dengan bahan

Prosedur Penelitian

dasar tepung terigu, margarine, gula halus dan

Penelitian Pendahuluan

kuning telur. Tujuan dari penelitian ini adalah

Pada penelitian pendahuluan ini membuat

menciptakan biskuit dengan subsitusi bekatul ,

biskuit dengan berbagai variasi penambahan

menganalisis pengaruh penambahan bekatul

bekatul, yang bertujuan untuk memanfaatkan

terhadap kadar protein dan sifat organoleptik

bekatul yang semula hanya sebagai limbah,

biscuit.

kemudian dibuat menjadi biskuit . Dalam


pembuatan biskuit bahan yang digunakan terdiri

METODOLOGI

tepung terigu sebagai bahan dasar dan bekatul

Tempat penelitian

diteliti terlebih dahulu kandungan proteinnya

Tempat pembuatan biscuit, analisa kadar


dan uji organoleptik dilakukan di laboratorium

dengan mikrokjedahl didapatkan

teknologi pangan D III Gizi Fakultas Ilmu

sedangkan kandungan protein tepung terigu 8,9

Keperawatan

gr%. Dalam uji coba pembuatan biskuit bekatul

dan

Kesehatan

Universitas

14,34 gr%,

Muhammadiyah Semarang.

menggunakan 25%

bekatul dari total tepung

Bahan dan Alat

100 gr yang menghasilkan biskuit dengan cita

Bahan yang digunakan dalam pembuatan

rasa pahit, aroma khas biskuit, tekstur padat,

biskuit adalah tepung terigu ( merk roda biru),

warna coklat kekuningan. Sehingga untuk

bekatul dengan jenis IR 64, margarine ( merk

mengurangi

blue band), susu bubuk ( merk dancow), gula

menurunkan konsentrasi bekatul dari 25%

halus, kuning telur. Sedangkan alat yang

menjadi 20%. Karena batas daya terima

digunakan adalah baskom, ralling, mixer, oven,

konsumsi

cetakan dan spatula.

penambahan

ini

biskuit

biskuit

bekatul

bekatul

dibuat

dengan

hanya

dengan

maka

variasi

20%,

penambahan bekatul dibuat dengan konsentrasi

Bahan yang digunakan untuk analisa kadar


protein adalah H2SO4 pekat, HgO, K2SO4,

0 %, 5 %, 10 %, 20 % dari total tepung 100 gr.

NaOH 40%, asam borat 2%, indikator BCG,HCI

Prosedur Pembuatan Biskuit

0,02 N, dan Indikator PP. Sedangkan alat yang

Margarine,

susu

bubuk,

gula

halus

digunakan adalah labu destruksi, labu destilasi,

dicampur dan diaduk

Buret + penjepit, Erlenmeyer, Gelas ukur, Pipet

mixer dalam waktu lima menit. Kuning telur

dengan menggunakan

dimasukkan dan diaduk dengan mixer dengan


56

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

waktu sepuluh
tercampur

menit. Setelah semua bahan

tepung

terigu

dan

Penelitian Utama

bekatul

dimasukkan kedalam adonan tadi dan dicampur

Setelah dilakukan penelitian pendahuluan

sampai homogen. Adonan yang sudah homogen

maka dilanjutkan dengan penelitian utama dengan

digiling kurang lebih 0,5 cm, lalu dicetak.

rancangan penelitian, penelitian utama dilakukan

Kemudian diletakkan di atas loyang

yang

dengan satu kali perlakuan penambahan bekatul 0

sebelumnya telah diolesi margarine. Loyang

%, 5 %, 10%, 15 % dan 20 %. Parameter yang

berisi adonan dipanggang dengan oven pada

digunakan untuk menilai kualitas dari biskuit

suhu 180oC selama

adalah kadar protein dengan Metode Mikro

15 menit. Prosedur

pembuatan biskuit dapat dilihat pada Gambar 1,

Kjeldhal,

sedangkan

Hedonic scale skoring.

komposisi

biskuit

dengan

dan penilaian

organoleptik dengan

penambahan bekatul dapat dilihat pada Tabel 1


:
Tabel 1. Komposisi biskuit dengan penambahan bekatul
Komposisi Bahan
Tepung terigu
Bekatul
Gula halus
Kuning telur
Margarine
Susu

Penambahan bekatul (gr)


5
10
15
95
90
85
5
10
15
50
50
50
20
20
20
65
65
65
15
15
15

0
100
0
50
20
65
15

Margarine, gula halus, susu bubuk

Pencampuran ( mixer) selama 5 menit

Kuning telur

Pencampuran ( mixer) selama 10 menit

Tepung terigu dan Bekatul

Pencampuran
Penggilingan 0,5 menit
Pencetakan
Pemanggangan dengan suhu 180 oC 15 menit
BISKUIT

Gambar 1. Diagram alur proses pembuatan biskuit

Rancangan Percobaan
57

20
80
20
50
20
65
15

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

Rancangan percobaan pada penelitian ini

(14,34 gr%) dibandingkan tepung terigu (8,9

adalah rancangan acak lengkap faktor tunggal

gr%).

yang dilakukan dengan dua kali ulangan dengan


satu perlakuan sebanyak lima taraf

Hasil uji statistik Anova menunjukkan

perlakuan

bahwa

ada

perbedaan

dari

masing-masing

yaitu 0%,5 %, 10%, 15%, dan 20% .

penambahan, didapatkan hasil F Hitung

Analisa Data

1063,86, F Tabel 5%=5,19, F Tabel 1 % =

Data yang diperoleh ditabulasi dan dibuat

11,39. Hasil uji statistik menunjukkan F Hitung

grafik, kemudian dianalisa dengan menggunakan

lebih besar dari F Tabel pada taraf 5% dan 1%,

uji Anova faktor tunggal. Sedangkan data uji

demikian berarti ada pengaruh yang sangat

organoleptik dianalisa dengan uji Friedmen.

signifikan pada setiap penambahan bekatul 0%,

Perhitungan uji Anova dan uji Friedmen dengan

5%, 10%, 15% dan 20% terhadap kadar protein.

bantuan computer program SPSS versi 11,5.

Untuk mengetahui apakah ada perbedaan antar


perlakuan dilakukan uji lanjut dengan hasil P
value = 0,001 (p value < 0,05). Dengan melihat

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil

penelitian

utama

yaitu

biskuit

hasil dari uji lanjut bahwa probabilitas kurang

dengan penambahan bekatul sebesar 0%, 5%,

dari

0,005

sehingga

menunjukkan

adanya

10%, 15% dan 20 % masing-masing diuji kadar

perbedaan setiap perlakuan penambahan bekatul

protein dan cita rasanya.

pada biskuit.

Kadar Protein
Hasil uji kadar protein menggunakan
metode

mikrokjeldhal

didapatkan

hal

Hasil Uji Organoleptik

yang

Uji

berbeda-beda sebagai berikut:


Dengan melihat

dilakukan

untuk

mengetahui kualitas suatu bahan pangan yang


2

menyebabkan seseorang menerima atau tidak.

diketahui, bahwa kandungan protein menunjukkan

Faktor yang mempengaruhi daya terima terhadap

ada kenaikan tiap-tiap

suatu makanan adalah rangsangan cita rasa yang

bekatul,

hal

ini

hasil

organoleptik

dari

Tabel

perlakuan penambahan

dikarenakan

pada

bekatul

meliputi tekstur, warna, aroma dan rasa yang

Tabel 2. Kadar protein biskuit dengan penambahan bekatul


Kadar protein ( gr%)
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata

0
9,04
9,64
9,34

Penambahan Bekatul
5
10
15
10,17
10,83
11,66
9,94
10,65
11,54
10,06
10,74
11,6

mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi

20
13,69
13,63
13,66

melibatkan panelis sebanyak 25 orang dengan


kriteria agak terlatih. Pada tahap penilaian, panelis
58

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

ini mengisi formulir penilaian organoleptik,

perbedaan, karena pada biskuit 0% mempunyai

kemudian hasil tersebut dihitung.

tekstur yang lebih renyah daripada biskuit 5%.

Tekstur

Biskuit

dengan

penambahan

15%

tingkat

Tekstur biskuit ini dapat dipengaruhi oleh

kesukaan terhadap tekstur lebih tinggi, hal ini

bahan dasar, ketebalan cetakan dan suhu oven

dikarenakan pada proses pencampuran bahan yang

yang terlalu tinggi. Bahan dasar pembuatan

menggunakan tepung terigu sebagai bahan dasar

biskuit yang menggunakan gandum keras (hard

dan ditambah bekatul, sehingga mendapatkan

wheat) dan memiliki kandungan protein yang

hasil biskuit dengan tekstur yang renyah dan lebih

tinggi, sehingga pengaruh pengerasannya sangat

disukai dari pada biskuit dengan penambahan

besar. Selain itu pada biskuit yang ditambahkan

bekatul 10 % . Hasil uji statistik diperoleh, P value

bekatul juga memiliki kandungan protein yang

< 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada

cukup tinggi dan berpengaruh pada tekstur biskuit.

perbedaan pada setiap penambahan bekatul dari

Pada

proses

pencampuran

bahan,

segi tekstur.

pencetakan dan pemanggangan juga berpengaruh

Warna

terhadap tekstur biskuit. Biskuit dicetak dengan

Warna biskuit dengan berbagai variasi

ukuran 0,5 cm dengan suhu pemanggangan 180oC

penambahan bekatul mempunyai jenis penilaian

selama 15 menit. Dengan penambahan gula juga

warna antara lain : putih kekuningan, kuning,

akan mempengaruhi proses pengempukan.

krem, coklat muda, dan coklat. Untuk biskuit

4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

dengan penambahan 0% mempunyai warna putih

4.4
3.88
3.32

kekuningan, 5% mempunyai warna kuning, 10%

3.64
3.16

mempunyai warna krem, 15% mempunyai warna


coklat muda, dan 20% mempunyai warna coklat.
4.5

4.44
3.76

4
3.5

3.36

3.2
2.56

3
0

10

15

2.5

20

2
Variasi Penambahan Bekatul ( %)

1.5
1
0.5
0

Gambar 2. Tngkat kesukaan terhadap tekstur

10

15

20

Variasi Penambahan Bekatul ( %)

Hasil dari grafik diatas diketahui bahwa,


antara biskuit dengan penambahan bekatul 0%

Gambar 3. Tingkat kesukaan terhadap warna

dan biskuit dengan penambahan bekatul 5% ada


59

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

Pada grafik di atas diketahui, bahwa

lebih tinggi dari biskuit bekatul 10%. Hal ini

biskuit dengan warna putih kekuningan paling

dikarenakan pada proses pencampuran bahan

disukai karena pada penambahan bekatul 0% tidak

biskuit bekatul 15% aroma khas bekatul lebih

menggunakan

bahan

disukai panelis dari pada biskuit bekatul 10%.

tambahannya, sehingga diperoleh warna biskuit

Hasil uji statistik diperoleh, P value < 0,05. Ini

yang menarik. Jika biskuit dengan penambahan

berarti ada perbedaan pada setiap penambahan

bekatul 5%, 10%, 15% , dan 20% menunjukkan,

bekatul terhadap biskuit.

bahwa semakin besar persentase penambahan

Rasa

bekatul

sebagai

bekatulnya akan menyebabkan turunnya tingkat

Rasa manis pada biskuit diperoleh dari

kesukaan terhadap biskuit. Hasil uji statistik

penambahan gula, selain itu dengan penambahan

diperoleh, P value < 0,05, berarti ada perbedaan

susu dan margarine juga dapat digunakan sebagai

pada setiap penambahan bekatul.

pembangkit rasa pada biskuit.

Aroma
Aroma

biskuit

dengan

4.24

4.5

berbagai

penambahan bekatul menunjukkan perbedaan

3.36

3.5

pada setiap penambahan bekatul.

3.08

2.84

3
2.5

4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

4.28

3.92
3.32

1.5

3.4

3.12

0.5
0
0

10

15

20

Penambahan variasi bekatul (%)

Gambar 5. Tingkat kesukaan terhadap rasa


0

10

15

20

Dengan

Variasi Penambahan Bekatul (%)

diketahui,
Gambar 4. Tingkat kesukaan terhadap aroma

melihat

bahwa

dari

secara

grafik

keseluruhan

diatas
ada

perbedaan antara biskuit dengan penambahan


bekatul 0% dengan biskuit bekatul 5%, 10%, 15%

Dengan melihat grafik di atas diketahui,

dan 20%. Sedangkan berdasarkan uji statistik,

bahwa aroma biskuit bekatul 0% menunjukkan

menunjukkan rasa biskuit bekatul 0% tidak

perbedaan dengan biskuit bekatul 5%, Sedangkan

berbeda dengan biskuit bekatul 5% karena P value

tingkat kesukaan aroma pada biskuit dengan

> 0,05. Berarti antara biskuit bekatul 0% memiliki

penambahan bekatul 15% menunjukkan nilai yang

rasa yang hamper sama dengan biskuit bekatul


60

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

5%. Sedangkan untuk biskuit dengan penambahan


bekatul 10%, 15% dan 20% mempunyai rasa agak

KESIMPULAN DAN SARAN

manis dan rasa khas dari bekatul masih terasa.

1. Pembuatan biskuit dengan bahan dasar tepung

Semakin besar penambahan bekatul, rasa

terigu sebanyak 100 gr dengan variasi

manisnya semakin berkurang karena rasa pahit

penambahan bekatul 0% (9,34 gr%), 5% (

bekatul mulai terasa. Dari hasul uji

statistik

10,06 gr%), 10% ( 10,74 gr%), 15% ( 11,6

diperoleh, P value < 0,05. Ini berarti ada

gr%) dan 20% ( 13,66 gr%) menunjukkan

perbedaan pada setiap penambahan bekatul pada

bahwa semakin tinggi penambahan bekatul

biskuit.

maka semakin tinggi pula kadar protein dari


biskuit tersebut.
2. Hasil penilaian panelis menunjukkan bahwa

Rekapitulasi Sifat Organoleptik


Hasil penilaian panelis secara keseluruhan

biskuit yang paling disukai adalah biskuit

yang meliputi tekstur, warna, aroma, dan rasa

dengan penambahan bekatul 0% setekah itu

untuk sifat organoleptik biskuit bekatul dapat

biskuit dengan penambahan bekatul 5%. Hal

dilihat pada Tabel 3 :

ini terlihat dari penilaian organoleptik biskuit


0% sebesar 4,34, sedangkan pada biskuit

Tabel 3. Reakapitulasi sifat organoleptik


biskuit bekatul
N
Tekstur
Warna
Aroma
Rasa
Rerata

O%
4,4
4,44
4,28
4,24
4,34

5%
3,88
3,76
3,92
4
3,89

10%
3,32
3,36
3,32
3,36
3,34

15%
3,64
3,2
3,4
3,08
3,33

bekatul 5% tingkat kesukaannya bsebesar

20%
3,16
2,56
3,12
2,84
2,92

3,89.
3. Berdasarkan uji statistik kadar protein pada
biskuit menunjukkan bahwa ada perbedaan
antara variasi penambahan bekatul.
4. Hasil uji statistik biskuit berdasarkan sifat

Tabel 3 menunjukkan bahwa biskuit

organoleptik

dengan penambahan bekatul 0% ada perbedaan

menunjukkan

bahwa

ada

perbedaan antara variasi penambahan bekatul

dengan biskuit bekatul 5%. Hal ini dilihat dari

pada perlakuan 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%

segi tekstur, warna, dan aroma yang menunjukkan

dilihat dari segi tekstur, warna, aroma dan rasa

perbedaan, tetapi pada segi rasa biskuit bekatul

biskuit.

0% dengan biskuit bekatul 5% tidak menunjukkan

Penambahan bekatul dalam pembuatan

perbedaan. Dipilihnya biskuit dengan penambahan

biskuit sebaiknya menggunakan variasi bekatul

bekatul 5% ini, karena tingkat kesukaan pada

5% karena memiliki kandungan protein dan cita

biskuit dengan penambahan bekatul 5 % lebih

rasa tinggi serta disukai oleh panelis . Dan Perlu

tinggi dari biskuit dengan penambahan bekatul

penelitian lebih lanjut pada perlakuan biskuit

10% sampai 20% dan dilihat dari segi kandungan

bekatul 5 % dengan uji ketengikan dan lama

proteinnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan

penyimpanan pada biskuit.

biskuit bekatul 0%.


61

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

DAFTAR PUSTAKA
Almamatsier, S. 2001. Prinsip dasar Ilmu Gizi.
PT. Gramedia, Pustaka Utama, Jakarta.
Associates, Us Wheat. 1981. Pedoman pembuatan
Roti dan Kue. Djambatan, Jakarta.
Buckle, K.A et.al diterjemahkan oleh Hari
Purnomo dan Adiono, 1987. Ilmu Pangan,
UI-Press, Jakarta.
Desrosier, Norman W diterjemahkan oleh Muchji
Muljohardjo. 1988. Teknologi Pengawetan
Pangan, UI-Press. Jakarta.
Anonim. 1999. Pengkajian dan Pengembangan
Produk Pangan Olahan dari Serealia dan
Umbi-Umbian. IPB, Bogor.
Anonim. 1996. Pengembangan Produk Pangan
Fabrikasi Pusat Studi Pangan dan Gizi.
IPB, Bogor.
Nurmala, T. 1998, Serealia : Sumber Karbohidrat
Utama. Rineka Cipta, Jakarta.
Sediaotama, AD. 1988. Ilmu Gizi. Dian Rakyat,
Jakarta.
Soekarno, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik
untuk Industri Pangan
dan Hasil
Pertanian. Bharatara Karya Aksara,
Jakarta.
Suparyono dan Agus Setyono. 1997. Mengatasi
Permasalahan Bididaya Padi. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

62

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

PEDOMAN PENULISAN NASKAH


A. Format
Seluruh bagian dari naskah narasi diketik dua spasi pada kertas HVS ukuran kuarto, batas atas-bawah
dan samping masing-masing 2,5 cm. Pengetikan dilakukan dengan menggunakan huruf bertipe Times New
Roman berukuran 12, dengan spasi ganda dan tidak bolak-balik. Gambar dan tabel dari publikasi
sebelumnya dapat dicantumkan apabila mendapat persetujuan dari penulisnya. Setiap halaman diberi nomor
secara berurutan termasuk halaman tabel/bagan/grafik/gambar/foto pada akhir naskah. Publikasi ilmiah
ditulis 15-17 halaman (sekitar 3000 karakter), termasuk gambar dan tabel. Susunan naskah hasil penelitian
dibuat sebagai berikut:
1. Judul
Ada dua bahasa dalam penulisan judul, yaitu yang pertama menggunakan Bahasa Indonesia dan
kedua Bahasa Inggris. Judul menggunakan Bahasa Indonesia dicetak dengan huruf besar pada awal kata
(kecuali kata sambung) bertipe Times New Roman berukuran 14 dan spasi satu, sedangkan yang berbahasa
Inggris dengan huruf miring. Judul artikel ditulis singkat dan informatif dan mampu menerangkan isi tulisan
dengan jumlah maksimal 15 kata. Hindari penggunaan kata yang mempunyai kesan umum seperti
penelahaan, studi, pengaruh dan lain-lain. Tidak diperkenankan menggunakan singkatan dan penambahan
nama latin.
2. Nama dan Alamat Penulis
Penulisan nama ditulis semua nama yang terlibat dan lengkap tidak ada singkatan. Penulisan nama
tidak dilengkapi pangkat, kedudukan dan gelar akademik, dan diberi kode (1, 2, 3,...) pada bagian atas nama
belakang dari masing-masing nama penulis. Bagian bawah nama diberi alamat korespodensi (alamat
institusi) masing-masing nama, dengan mengikuti kode di atas, dan alamat e-mail lembaga yang
memungkinkan terjadi korespodensi dengan ilmuwan lain.
3. Abstrak
Abstrak merupakan ringkasan yang lengkap dan menjelaskan keseluruhan isi artikel ilmiah. Abstrak
ditulis sebaik mungkin agar pembaca dapat menangkap isi artikel tanpa harus mengacu ke artikel
lengkapnya. Abstrak ditulis dalam satu bahasa yaitu bahasa Inggris dengan judul ABSTRACT, paling
banyak terdiri atas 200 kata dalam satu paragrap, diketik huruf miring dengan spasi tunggal. Abstrak berisi
ringkasan pokok bahasan lengkap dari keseluruhan naskah (Pendahuluan, Metode Penelitian, Hasil, dan
Kesimpulan) tanpa harus memberikan keterangan terperinci dari setiap bab. Abstrak tidak mencantumkan
tabel, ilustrasi, rujukan dan singkatan. Untuk menghemat kata, jangan mengulang judul dalam abstrak.
4. Kata Kunci
Kata kunci adalah kata-kata yang mengandung konsep pokok yang dibahas dalam artikel. Kata kunci
dengan judul Key words sebanyak 3 sampai 6 kata ditulis dalam bahasa Inggris diletakkan di bawah
abstract dalam satu baris dan cara pengurutannya dari yang spesifik ke yang umum. Kata kunci yang baik
dapat mewakili topik yang dibahas dan digunakan untuk mengakses lewat komputer oleh pembaca.
5. Pendahuluan
Pendahuluan merupakan pengantar tentang substansi artikel sesuai dengan topik dan masalahnya,
terutama alasan-alasan baik teoritis maupun empiris yang melatar belakangi kegiatan penulisan artikel.
Memuat secara ekplisit dengan singkat dan jelas tentang arah, maksud, tujuan serta kegunaan artikel agar
substansi artikel tidak menimbulkan kerancuan pengertian, pemahaman dan penafsiran makna bagi
pembacanya. Berisi penjelasan latar belakang atau problematika yang dikaji dan tujuan penelitian dilakukan.
Kalimat-kalimat awal seharusnya merupakan hasil pemikiran sendiri, bukan kutipan. Penyajian harus
runut secara kronologis, ada kaitan logika antara alinea pertama dengan berikutnya dengan jelas. Kerangka
63

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

berpikir disajikan secara singkat dan jelas berdasarkan konsep-konsep teoritis yang digunakan untuk
membahas, menganalisis dan menafsirkan data, informasi serta temuan-temuan yang diperoleh. Penting
dikemukakan pula konsep-konsep pemikiran yang berasal dari temuan-temuan peneliti sejenis, jika mungkin
yang terbaru, yang telah dilakukan oleh peneliti atau penulis yang sebelumnya.
Pustaka yang digunakan benar-benar mendukung latar belakang yang diungkapkan. Sebaiknya tidak
mengutip hasil-hasil penelitian terdahulu yang tidak dipublikasikan. Nama organisme (Indonesia/daerah)
yang tidak umum harus diikuti dengan nama ilmiahnya pada pengungkapan pertama kali.
6. Metodologi
Metode adalah cara-cara yang digunakan dalam penulisan artikel ilmiah. Metode tersebut harus
sesuai dengan metodologi yang digunakan pada saat melakukan penelitian. Berisi informasi teknis
(deskripsi bahan, penarikan contoh, prosedur dan pengolahan data) dan diuraikan secara lengkap jika
metode yang digunakan merupakan metode baru. Untuk metode yang sudah umum digunakan, cukup
dengan menyebutkan pustaka yang diacu. Dalam menulis pelaksanaan teknis penelitian (prosedur) tidak
menggunakan kalimat perintah. Bahan kimia yang sangat penting dan khusus untuk analisis disebutkan
produsennya. Alat seperti gunting, gelas ukur, gelas kimia, pensil dan lain-lain tidak perlu ditulis, tetapi
peralatan khusus untuk analisa (AAS, spektrofotometer, HPLC, GC, dan lain-lain) ditulis secara rinci
bahkan sampai ke tipenya.
7. Hasil dan Pembahasan
Berisi pengungkapan hasil-hasil penelitian saja, yang dapat disajikan dalam bentuk tubuh tulisan,
tabel/bagan/grafik/gambar/foto disertai keterangan yang jelas dan informatif. Penyajian data harus
sitematik, perlu dilihat tujuan dan langkah-langkah dalam metode. Narasi data berupa sarinya bukan
menarasikan data seperti apa adanya. Penyajian data juga didukung oleh olahan data (bukan data mentah)
dan ilustrasi yang baik. Pemberian nomor dibuat secara berurutan sesuai dalam naskah dan dilampirkan
secara terpisah dari naskah. Keterangan gambar ditulis di bawah gambar, sedangkan keterangan tabel ditulis
di atas tabel dan harus dibatasi dalam tubuh tulisan. Gambar dan bentuk grafik dapat dibuat pada halaman
terpisah.
Pembahasan bukan sekedar menarasikan data, tetapi berisi interprestasi hasil-hasil penelitian yang
diperoleh dan pembahasan yang dikaitkan dengan hasil-hasil penelitian yang pernah dipublikasikan. Dalam
menarasikan disesuaikan dengan tujuan dan hipotesa penelitian. Dalam pembahasan juga dilakukan analisa
atau tafsiran dan pengembangan gagasan atau argumentasi dengan mengaitkan hasil, teori atau temuan
sebelumnya.
Ada dua pendekatan dalam melakukan pembahasan dan analisis terhadap data, yaitu pendekatan
kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif bersifat obyektif, positifistik dan bebas nilai, subyektifitas
sedapat mungkin dihindari. Pendekatan kualitatif bersifat subyektif, relatifisme dan tidak bebas nilai. Hasil
pembahasan dan analisis tidak berpretensi menghasilkan generalisasi, kalaupun ada generalisasi terbatas
pada lingkup obyek penelitian.
8. Kesimpulan
Simpulan ditulis secara kritis dan cermat dan dilakukan generalisasi (induktif) dibuat dengan hatihati. Nyatakan simpulan atas hasil dan pembahasan secara singkat, padat, serta tanpa nomor urut. simpulan
tidak mencantumkan kutipan dan analisa statistik.
9. Ucapan Terima Kasih
Penulis dapat memberikan ucapan terima kasih kepada penyandang dana penelitian, maupun kepada
institusi serta orang yang membantu dalam pelaksanaan penelitian. Nama institusi penyandang dana supaya
dituliskan secara lengkap.
10. Daftar Pustaka
64

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

Daftar pustaka ditulis memakai system nama dan disusun secara abjad. Beberapa contoh:
a. Jurnal :
Rueppel ML, Brightwell BB, Schaefer J, and Marvel JT. 1997. Metabolism and degradation of glyphosate
in soil and water. J Argric Food Chem 25:517-528.
b. Buku :
Moore-Landecker E. 1990. Fundamental of the fungi. Ed Ke-3. New Jersey:Prenice Hall.
d. Abstrak :
Kooswardhono, M, Sehabudin. 2001. Analisis ekonomi usaha ternak sapi perah di wilayah Propinsi Jawa
Barat. Abstrak Seminar Pengembangan Peternakan Berbasis Sumberdaya Lokal. Bogor, 8-9 Agustus
2001. Bidang Sosial dan Ekonomi-15. hlm 189.
e. Prosiding :
Lukiwati D.R. dan Hardjosoewignjo S. 1998. Mineral content improvement of Some tropical legumes with
Glamous fungi inoculation and rock phosphate fertilization. Di dalam: Proccedings of the Internal
Workshop on Mycorrhiza. Guangzhou, PR China, 6 September 31 August 1998. hlm 77-79.
f. Skripsi/Tesis/Disertasi :
Ismunadji M. 1982. Pengaruh pemupukan belerang terhadap susunan kimia dan produksi padi sawah.
(Tesis). Bogor.Institut Pertanian Bogor.
g. Informasi dari Internet :
Hansel L. 1999. Non-target effect of Bt corn Pollen on the Monarch butterfly
(Lepidoptera:Danaidae).http://www.ent.iastate. edu/ensoc/ncb99/prog/abs/D81.html. (21 Agustus
1999)
Acuan pustaka dalam teks ditulis dengan model nama dan tahun yang diletakkan dibelakang
kata-kata, ungkapan atau kalimat yang diacu. Acuan yang ditulis dalam teks harus ada dalam daftar pustaka
yang diacu dan sebaliknya bila ada dalam daftar pustaka juga harus ada dalam teks. Kata-kata, ungkapan
atau kalimat yang ada alam teks tanpa sumber acuan dapat dianggap sebagai pendapat penulis dan bila
ternyata sebenarnya mengacu dari pustaka lain, dapat dianggap plagiat.
B. Ketentuan Umum
1. Naskah yang dikirim belum pernah diterbitkan, berupa hasil penelitian atau kajian pustaka yang
ditambah pemikiran penerapannya pada kasus tertentu dengan topik yang aktual dalam lingkup pangan
dan gizi.
2. Penulis mengirimkan naskah dalam bentuk hard copy rangkap 2 dan soft copy dalam CD atau melalui email.
3. Jadual penerbitan adalah bulan Juli dan Desember.
4. Naskah jurnal untuk edisi yang akan terbit, paling lambat diterima oleh redaksi tiga (3) bulan sebelum
jadwal penerbitan. Naskah akan dikoreksi oleh Mitra Bestari yang akan dijadikan dewan redaksi sebagai
dasar dalam memutuskan diterima atau tidaknya naskah.

65

You might also like