Professional Documents
Culture Documents
Laporan
Analisis Tarif AKDP Di Jawa Barat
1
ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
2
ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT
Upaya untuk menekan biaya operasi tetap perlu dilakukan, khususnya melalui
persaingan. Untuk ini perlu menetapkan standar mutu pelayanan sebagai
acuan persaingan.
Pada prinsipnya tarif ditetapkan secara independen dari biaya operasi. Biaya
operasi bersifat fixed dan merupakan fungsi dari standar operasi sedang tarif
ditetapkan berdasarkan willingness to pay dari masyarakat pengguna dan
tujuan-tujuan kemasyarakatan yang lain.
Kelemahan tarif yang berlaku sekarang adalah menjual produk “murahan”
dengan harga serendah mungkin. Produk murahan bisa berarti mahal bagi
pembeli jika dilihat pengorbanannya: berjejal-jejal, terlambat, ngetem,
berbahaya.
3
ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT
Untuk mencapai hal tersebut perlu kiranya dilakukan evaluasi terlebih dahulu
terhadap sistem pentaripan yang ada, termasuk di Propinsi Jawa Barat.
C. SISTEMATIKA
Sistematika penyusunan laporan evaluasi tarif ini adalah :
BAB I : PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
b. Maksud dan Tujuan
c. Sistematika Penulisan
BAB II : GAMBARAN UMUM TARIF ANGKUTAN
Mengulas sekelumit tinajauan teori tarif angkutan
dan termasuk aspek legal kebijakan tarif oleh
pemerintah.
BAB III : PELAKSANAAN DAN HASIL PENGAWASAN TARIF
ANGKUTAN
4
ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT
5
ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT
BAB II
GAMBARAN UMUM TARIF ANGKUTAN
A. SISTEM TARIF
Yang dimaksud dengan sistem tarif adalah struktur umum dari pentarifan
pada suatu daerah sedangkan jenis-jenis pentarifan adalah bagaimana
mereka membayarkan ongkos tersebut dibayarkan oleh penumpang.
1. Tarif Datar
Dalam sistem tarif datar tarif ditarik berdasarkan jauhnya jarak yang
dapat dicover. Tarif datar menawarkan berbagai jenis keuntungan
khususnya dalam hubungan antara pengumpulan ongkos dalam
kendaraan. Hal ini memperbolehkan transaksi tunai terutama sangat
penting kepada kendaraan besar.
Pada kenyataannnya, tarif datar pada saat ini jarang diterapkan, bentuk
klasik dan lebih banyak dalam kombinasi/perpaduan dengan sistem tarif
lainnya. Sebagai contoh, terdapat beberapa varian tarif datar, seperti tarif
datar–berhubungan dengan rute atau khususnya, tarif datar dengan tarif
dekat terdahulu.
6
ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT
Varian yang paling penting dari tarif datar adalah penambahannya melalui
suatu tarif jarak dekat. Hal ini menghindari kerugian penumpang jarak
dekat, yang harus membayar ongkos yang sama besar dengan
penumpang yang melakukan perjalanan pada jarak yang lebih jauh. Tarif
jarak dekat biasanya dilaksanakan di pusat kota atau untuk jumlah
tertentu dari perberhentian di seluruh daerah pengangkutan. Pada
dasarnya, tarif tersebut, termasuk elemen-elemen dari tarif bertingkat
dan dapat juga menyerupai tarif zona. Dalam kasus ini kita berhadapan
dengan suatu tarif gabungan. Kegunaannya sering terbatas hanya untuk
waktu tertentu, seperti periode setelah jam sibuk pagi.
Dalam hal ini, besarnya tarif secara mendasar ditentukan oleh jarak yang
tercakup. Sebuah pembedaan ditarik antara biaya kilometer, biaya
bertingkat dan biaya zona.
a. Biaya Kilometer
Ketergantungan biaya pada jarak yang tercakup digambarkan paling
mencolok pada biaya kilometer, yang ditentukan dengan mengalikan
suatu nilai tetap perkm dengan jumlah kilometer yang tercakup.
Suatu jarak minimum (ongkos minimum) diasumsikan. Beberapa
agen meminta ongkos dengan mutlak berdasarkan jarak yang
tercakup, sedangkan yang lain memberikan diskon sepanjang
kelebihan perjalanan dengan mengurangi harga perkilometer. Sistem
biaya kilometer dimana nilai perkilometer meningkat sebanyak
panjang perjalanan yang meningkat, telah juga digunakan namun
tidak dianjurkan. Pada kasus ini pembenaran/ jastifikasi secara
ekonomis biasanya pada penggunaan/ pemanfaatan yang sangat
rendah dari kapasitas tempat duduk, seperti pada perluasan-
perluasan rute di daerah-daerah yang penduduknya tidak mencukupi
atau untuk alasan-alasan topografi.
7
ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT
8
ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT
c. Biaya Zona
Biaya Zona adalah penyederhanaan di dalam hubungan pada tingkat
biaya sejak ini membagi angkutan daerah ke dalam zona-zona untuk
pusat kota pada umumnya memformulakan sekitar zona dalam dimana
zona luar mungkin tersusun seperti sabuk. Daerah transportasi juga
dibagi ke dalam zona-zona yang berdekatan. Jika terdapat rute/jaringan
melintang dan melingkar, panjangnya harus dibatasi oleh pembagian
zona dalam sektor-sektor.
Skala jarak dan biaya dibentuk melalui cara serupa menjadi sistem
tingkatan biaya, yaitu berdasarkan satu jarak dan satu tingkat biaya.
Keadaan yang memungkinkan bagi penumpang yang hanya bepergian
jarak dekat pada zona-zona yang berdekatan adalah bahwa mereka
harus mengeluarkan biaya untuk dua zona. Oleh karena itu, perjalanan
yang panjang di dalam satu zona mungkin lebih murah daripada
perjalan yang pendek akan tetapi melewati batas zona. Usaha yang
dilakukan adalah mengurangi kerugian ini dengan memperkenalkan apa
yang biasa disebut zona pelengkap atau dengan memperkenalkan skala
biaya yang dapat diaplikasikan untuk dua zona.
9
ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT
3. Sistem Kombinasi
Kombinasi dari tiga sistem sebelumnya juga merupakan suatu
kemungkinan. Seperti hal ini sering mengalami kesulitan dalam
menetapkan batasan yang tepat dan biaya berdasarkan jarak dalam
prakteknya, pertanyaan yang timbul seperti kapan satu kemungkinan
berhubungan dengan bentuk kombinasi dan kapan tidak. Sistem biaya
seharusnya tidak ditunjukkan sebagai “kombinasi”, jika mayoritas
penumpang berpegang pada satu atau sistem biaya yang lain, sebagai
contoh kombinasi sistem tidak cocok jika sistem didasarkan pada
tingkatan biaya, tapi biaya tepat adalah ditetapkan, misalnya untuk anak-
anak. Sistem dapat dianggap sebagai kombinasi bagaimanapun, jika
biaya dasar merupakan biaya yang tepat, mengingat biaya konsesi
didasarkan pada sistem biaya jarak terhubung.
10
ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT
11
ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT
12
ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT
3. Kebijaksanaan Investasi
Pembangunan atau investasi sektor perhubungan harus menggunakan
criteria investasi dengan pertimbangan yang cukup terhadap pengaruh
dari pertumbuhan penduduk, perekonomian, distribusi pendapatan,
kesempatan kerja dan lain-lain.
13
ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT
14
ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT
g. Biaya Terminal
h. Biaya PKB (STNK)
i. Biaya Keur Bus
j. Biaya Asuransi
a. Biaya Tidak Langsung
1) Biaya Pegawai Kantor
2) Biaya Pengelolaan
4. Elastisitas Permintaan ( E )
Richard A. Bilas (1984), Elastisitas permintaan didefinisikan sebagai
prosentasi perubahan dalam jumlah yang diminta (permintaan) dibagi
dengan prosentase perubahan harga.
Elastisitas permintaan terhadap harga atau disebut elastisitas permintaan
merupakan suatu konsep yang mengukur berapa besar perubahan
kuantitas barang yang diminta bila harganya berubah.
Elastisitas permintaan dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan
tergantung kepada respon kuantitas yang diminta terhadap perubahan
harga :
a. Bila kenaikan 1 (satu) persen harga menyebabkan penurunan jumlah
yang diminta lebih besar dari 1 persen, maka merupakan permintaan
yang elastis terhadap harga ;
b. Bila 1 (satu) persen kenaikan harga mengakibatkan penurunan
kuantitas yang diminta sama dengan prosentase kenaikan harga
disebut permintaan elastisitas satu ;
c. Bila kenaikan harga 1 (satu) persen menimbulkan penurunan
kuantitas yang diminta lebih kecil dari 1 (satu) persen, hal ini disebut
permintaan tidak elastisitas terhadap harga.
15
ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT
a. Maksud Perjalanan
Semakin tinggi keperluan bepergian semakin kurang sensitifitas orang
terhadap perubahan harga. Disamping itu macam perjalanan yang
harus dilakukan seperti perjalanan untuk melaksanakan tugas kurang
responsive terhadap perubahan tarif ;
b. Tersedianya alternatif moda angkutan
Semakin banyak alternatif perjalanan yang tersedia semakin tinggi
sensitifitas permintaan terhadap perubahan tarif, dengan banyaknya
moda angkutan, data ciri-ciri penggunaan angkutan dan moda yang
tersedia
c. Jumlah pengusaha pesaing
Semakin banyak jumlah pengusaha pesaing kemungkinan akan lebih
sensitive orang terhadap perubahan tarif yang dilakukan oleh satu
pengusaha.
16
ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT
BAB. III
PELAKSANAAN DAN HASIL PENGAWASAN TARIF ANGKUTAN
A. PELAKSANAAN
1. Waktu
2. Tempat Pelaksanaan
3. Personil
4. Target Pelaksanaan
Target pemantauan adalah terhimpunnya informasi mengenai tarif yang
berlaku di lapangan pada trayek-trayek AKDP yang masuk ke
terminal/sub terminal tersebut pada point B.
5. Teknis Pemantauan
Pemantauan dilaksanakan dengan cara
1. Wawancara (interview) dengan : Penumpang, Sopir/Kondektur,
Petugas
2. Naik Kendaraan (on bus)
B. HASIL PELAKSANAAN
1. Trayek-Trayek Yang Dilakukan Pemantauan
Trayek-tayek AKDP yang berhasil dilakukan pemantauan tarifnya adalah
sebanyak 102 trayek yang meliputi 87 trayek pelayanan ekonomi dan 15
trayek pelayanan non ekonomi yang tersebar di terminal-terminal utama
Jawa Barat dan terminal/subter yang berada di wilayah Bandung. Jenis
Kendaraan pada Trayek-trayek yang di pantau terdiri dari jenis :
17
ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT
2. Sistem Tarif
Pada dasarnya sistem tarif angkutan yang diberlakukan oleh angkutan
umum trayek AKDP di Jawa Barat adalah sistem tarif jarak. Sistem tarif
jarak yang diberlakukan di Jawa Barat adalah dengan pendekatan biaya
kilometer. Tarif jarak dengan Pendekatan biaya kilometer ini telah
sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 89 tahun 2002
tentang Mekanisme Penetapan Tarif dan Formula Perhitungan Biaya
Pokok Angkutan Penumpang dengan Mobil Bus Umum Antar Kota Kelas
Ekonomi. Namun demikian penetapan sistem tarif jarak dengan
pendekatan biaya kilometer ini dalam pelaksanaan berkombinasi dengan
sistem tarif jarak dengan pendekatan biaya bertingkat. Hal tersebut dapat
dilihat dari adanya pembagian tarif yang dilakukan oleh operator
angkutan sesuai dengan lokasi tempat penumpang turun yang biasanya
mengacu pada lokasi kota atau agen operator angkutan berada.
18
ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT
Tidak Sesuai
Jumlah Sesuai Pergub Pergub/
Jenis
No Trayek Melanggar
Kendaraan
Dipantau Jumlah % Jumlah %
1 Bis Besar 23 11 52 % 12 48 %
2 Bis Sedang 26 11 42 % 15 58 %
3 Bis Kecil 38 16 42 % 22 58 %
Jumlah 87 38 44 % 49 56 %
4. Pelanggaran Tarif
Dari 49 trayek yang penetapan tarifnya tidak sesuai dengan Pergub
(pelanggaran tarif), masing-masing mempunyai besar pelanggaran
(prosentase antara tarif Pergub dengan tarif lapangan) yang bervariasi
mulai dari 0.4 % sampai dengan 77.1 %, variasi besarnya pelanggaran
untuk trayek yang memberlakukan tarif di atas tarif batas atas dapat
dilihat pada tabel berikut : (data lebih lengkap terlampir)
% %
Jumlah Trayek
No Pelanggaran dari terhadap jumlah trayek
Yang Melanggar
tarif batas atas yang melanggar
1 ≤ 10 % 16 trayek 33 %
2 11 % s/d 50 % 28 trayek 57 %
3 51 % s/d 77.1 % 5 trayek 10 %
Jumlah 49 trayek 100 %
19
ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT
BAB IV
PERHITUNGAN TARIF ANGKUTAN
1. Biaya langsung
a. Biaya Penyusutan 15,89 23,78
b. Biaya Bunga modal 5,84 8,74
c. Biaya Awak Bus 5,59 16,76
d. Biaya B B M 19,55 53,57
e. Biaya Ban 7,48 5,64
f. Biaya Pemeliharaan kendaraan 8,08 17,86
g. Retribusi terminal 0,34 3,46
h. STNK 0,39 1,03
i. Biaya kir bus 0,01 0,12
j. Biaya asuransi 2,48 0,00
Jumlah 65,65 130,96
20
ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT
Khusus untuk perhitungan tarif pada bus kecil sesuai dengan kesepakatan
pada rapat, load faktor yang dijadikan acuan adalah load faktor pada nilai
100 %. Sedangkan untuk kendaraan jenis bus besar dan sedang tetap
menggunakan nilai load faktor 70 %.
21
ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT
22
ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Terdapat pelanggaran tarif yaitu berupa penetapan tarif angkutan yang
melebihi tarif batas atas sebagai ditetapkan dalam Peraturan Gubernur
Nomor : 41 tahun 2005 pada 49 trayek (56 %) dari 87 trayek dengan
pelayanan bus ekonomi yang disurvey;
2. Penguranan BBn-KB dan PKB sebesar 40 % telah berhasil mengurangi
biaya operasional sebesar 2.3 %, namun demikian hal ini kurang
signifikan terhadap adanya penurunan tarif angkutan;
3. Cukup tingginya pelanggaran trayek dan tidak adanya penurunan tarif
meskipun adanya pengurangan BBn-KB dan PKB, hal ini dikarenakan :
a. Dasar perhitungan yang berbeda antara Pemerintah dan Organda
dengan pemilik kendaraan/ sopir khususnya untuk jenis kendaraan
bus kecil dan sedang. Sebagaimana diketahui bahwa untuk angkutan
umum jenis kendaraan bis sedang/ kecil sebagian besar dimiliki oleh
perorangan (meskipun berbentuk Koperasi) dengan sistem operasi
berupa setoran (penyewaan terhadap pengemudi), hal tersebut
berbeda dengan asumsi perhitungan pemerintah yang berasumsi
bahwa sopir/ kondektur adalah pegawai perusahaan dengan sistem
operasi bukan berupa setoran.
b. Karena hubungan antara permintaan angkutan dengan harga
umumnya selalu negatif, maka dengan adanya kenaikan BBM yang
diikuti kenaikan tarif menyebabkan permintaan jasa angkutan
berkurang. Hal ini sangat berdampak besar mengingat kenaikan BBM
pada bulan Oktober 2005 sangat tinggi yaitu sebesar 87.5 % untuk
Bensin dan 104 % untuk Solar implikasinya maka penurunan terhadap
permintaan jasa angkutanpun cukup tinggi.
Penurunan permintaan jasa angkutan juga disebabkan adanya
pengurangan daya beli masyarakat yang membuat masyarakat lebih
selektif dan mengurangi melakukan perjalanan yang tidak perlu. Pada
23
ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT
B. SARAN
Mempertimbangkan latar belakang/ penyebab adanya pelanggaran tarif
sebagaimana dijelaskan di atas, maka kami sarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Melakukan pengkajian dan penyusunan kembali Metode perhitungan tarif
dengan pendekatan pada sistem manajemen perusahaan angkutan yang
umum dijalankan oleh PO di Jawa Barat khususnya untuk angkutan
umum yang menggunakan kendaraan jenis kecil, termasuk dalam
penetuan asumsi-asumsi sesuai dengan kondisi saat ini;
2. Agar tarif angkutan umum dapat terjangkau sesuai dengan kemampuan
masyarakat dan pemerintah dapat mengkontrol kebijakan tarif secara
ketat, maka sudah selayaknya pemerintah menanggung bersama biaya
operasional angkutan umum bersama operator angkutan, dengan cara
meningkatkan pemberikan insentif atau public service obligation (PSO/
subsidi) kepada angkutan umum kelas ekonomi. PSO Yang cukup
signifikan terhadap penurunan biaya operasional taksi adalah berupa
insentif terhadap BBM yang merupakan komponen penyusun tarif
terbesar yaitu sebesar 28.88 %;
3. Harus mulai diperhatikan secara serius mengenai penggunaan alternatif
bahan bakar yang lain bagi kendaraan bermotor diantaranya adalah
dengan penggunaan bahan bakar gas;
24