You are on page 1of 28

Berpikir Kritis dan Pengetahuan CAM

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berfikir merupakan suatu proses yang berjalan secara berkesinambungan
mencakup interaksi dari suatu rangkaian pikiran dan persepsi. Sedangkan berfikir
kritis merupakan konsep dasar yang terdiri dari konsep berfikir yang berhubungan
dengan proses belajar dan kritis itu sendiri berbagai sudut pandang selain itu juga
membahas tentang komponen berfikir kritis dalam keperawatan yang di dalamnya
dipelajari karakteristik, sikap dan standar berfikir kritis, analisis pertanyaan kritis,
hubungan pemecahan masalah, pengambilan keputusaan dan kreatifitas dalam
berfikir kritis serta factor-faktor yang mempengaruhi berfikir kritis.
Perawat sebagai bagian dari pemberi pelayanan kesehatan, yaitu memberi
asuhan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan akan selalu
dituntut untuk berfikir kritis dalam berbagai situasi. Penerapan berfikir kritis
dalam proses keperawatan dengan kasus nyata yang akan memberi gambaran
kepada perawat tentang pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif dan
bermutu. Seorang yang berfikir dengan cara kreatif akan melihat setiap masalah
dengan sudut yang selalu berbeda meskipun obyeknya sama, sehingga dapat
dikatakan, dengan tersedianya pengetahuan baru, seorang profesional harus selalu
melakukan sesuatu dan mencari apa yang paling efektif dan ilmiah dan
memberikan hasil yang lebih baik untuk kesejahteraan diri maupun orang lain.

Proses berfikir ini dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan


kita dalam pengalaman baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki, kita
menjadi lebih mampu untuk membetuk asumsi, ide-ide dan menbuat simpulan
yang valid. Semua proses tersebut tidak terlepas dari sebuah proses berfikir dan
belajar.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini, secara umum adalah pembaca dapat
memahami bagaimana aplikasi berpikir kritis serta perkembangan Complementer
Altrenative Medicine ( CAM) .

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Berfikir Kritis
2.1.1. Pengertian Berfikir Kritis
Berpikir merupakan suatu proses yang berjalan secara berkesinambungan
mencakup interaksi dari suatu rangkaian pikiran dan persepsi. Sedangkan berpikir
kritis merupakan konsep dasar yang terdiri dari konsep berpikir yang berhubungan
dengan proses belajar dan kritis itu sendiri berbagai sudut pandang selain itu juga
membahas tentang komponen berpikir kritis dalam keperawatan yang di dalamnya
dipelajari karakteristik, sikap dan standar berpikir kritis, analisis, pertanyaan
kritis, pengambilan keputusan dan kreatifitas dalam berpikir kritis.
Proses berpikir ini dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan
kita dalam pengalaman baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki, kita
menjadi lebih mampu untuk membentuk asumsi, ide-ide dan membuat kesimpulan
yang valid, semua proses tersebut tidak terlepas dari sebuah proses berpikir dan
belajar. Keterampilan kognitif yang digunakan dalam berpikir kualitas tinggi
memerlukan disiplin intelektual, evaluasi diri, berpikir ulang, oposisi, tantangan
dan dukungan.
Berpikir kritis adalah proses perkembangan kompleks yang berdasarkan
pada pikiran rasional dan cermat menjadi pemikir kritis adalah denominator
umum untuk pengetahuan yang menjadi contoh dalam pemikiran yang disiplin
dan mandiri.

Berfikir kritis adalah suatu proses dimana seseorang atau individu dituntut
untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi informasi untuk membuat sebuah
penilaian atau keputusan berdasarkan kemampuan, menerapkan ilmu pengetahuan
dan pengalaman. (Pery & Potter,2005). Menurut Bandman (1988), berpikir kritis
adalah pengujian secara rasional terhadap ide-ide, kesimpulan, pendapat, prinsip,
pemikiran, masalah, kepercayaan dan tindakan. Menurut Strader (1992), berpikir
kritis adalah suatu proses pengujian yang menitikberatkan pendapat tentang
kejadian

atau

fakta

yang

mutakhir

dan

menginterprestasikannya

serta

mengevaluasi pandapat-pandapat tersebut untuk mendapatkan suatu kesimpulan


tentang adanya perspektif pandangan baru.
Untuk mendapatkan suatu hasil berpikir yang kritis, seseorang harus
melakukan suatu kegiatan (proses) berpikir yang mempunyai tujuan (purposeful
thinking), bukan asal berpikir yang tidak diketahui apa yang ingin dicapai dari
kegiatan tersebut. Artinya, walau dalam kehidupan sehari-hari seseorang sering
melakukan proses berpikir yang terjadi secara otomatis (missal ; dalam
menjawab pertanyaan siapa namamu?). banyak pula situasi yang memaksa
seseorang untuk melakukan kegiatan berpikir yang memang di rencanakan
ditinjau dari sudut apa (what), bagaimana (how), dan mengapa (why). Hal
ini dilakukan jika berhadapan dengan situasi (masalah) yang sulit atau baru.
Isi suatu kualitas dari kegiatan berpikir harus mengandung unsur-unsur
seperti dibawah ini:
1.

Sistematik dan senantiasa menggunakan criteria yang tinggi (terbaik) dari sudut
intelektual untuk hasil berpikir yang ingin dicapai.
2. Individu bertanggung jawab sepenuhnya atas proses kegiatan berpikir.

3.

Selalu mengunakan kriteria berdasar standar yang telah ditentukan dalam

4.

memantau proses berpikir.


Melakukan evaluasi terhadap efektivitas kegiatan berpikir yang ditinjau dari
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Untuk lebih mengoptimalkan dalam proses berpikir kritis setidaknya


paham dan tahu dari komponen berpikir kritis itu sendiri dan komponen berpikir
kritis meliputi :
1. Pengetahuan dasar spesifik
Komponen pertama berpikir kritis adalah pengetahuan dasar perawat yang
spesifik dalam keperawatan. Pengetahuan dasar ini meliputi teori dan informasi
dari ilmu-ilmu pengetahuan, kemanusiaan, dan ilmu-ilmu keperawatan dasar.
2. Pengalaman
Komponen kedua dari berpikir kritis adalah pengalaman. Pengalaman perawat
dalam peraktik klinik akan mempercepat proses berpikir kritis karena ia akan
berhubungan dengan kliennya, melakukan wawancara, observasi, pemeriksaan
fisik, dan membuat keputusan untuk melakukan perawatan terhadap masalah
kesehatan. Pengalaman adalah hasil interaksi antara individu melalui alat indranya
dan stimulus yang berasal dari beberapa sumber belajar.
Menurut Rowntree pada proses belajar ada lima jenis stimulus/ rangsangan yang
berasal dari sumber belajar yaitu :
a. Interaksi manusia (verbal dan nonverbal), adalah interaksi antara manusia baik
b.

verbal maupun nonverbal.


Realita (benda nyata, orang dan kejadian), adalah rangsangan yang meliputi

benda-benda nyata, peristiwa nyata, binatang nyata, dan sebagainya.


c. Pictorial representation, adalah jenis rangsangan gambar yang mewakili suatu
objek dan peristiwa nyata.

d. Written symbols, adalah lambang tertulis yang dapat disajikan dalam berbagai
macam media.
e. Recorded sound, adalah rangsangan dengan suara rekaman yang membantu
mengontrol realitas mengingat bahwa suara senantiasa berlangsung atau jalan
terus.
3. Kompetensi
Kompetensi berpikir kritis merupakan proses kognitif yang digunakan untuk
membantu penilaian keperawatan. Terdapat tiga tipe kompetensi, yaitu:
a.

Berpikir kritis umum, meliputi pengetahuan tentang metode ilmiah, penyelesaian

b.

masalah, dan pembuatan keputusan.


Berpikir kritis secara sepesifik dalam praktik klinik meliputi alasan mengangkat

c.

diagnose dan membuat keputusan untuk perencanaan tindakan selanjutnya.


Berpikir kritis yang sepesifik dalam keperawatan melalui pendekatan proses
keperawatan (pengkajian sampai evaluasi).

4. Sikap dalam berpikir kritis


Sikap dalam berpikir kritis merupakan sikap yang diperoleh dari proses berpikir
kritis dan sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi
merupakan predisposisi tindakan/ kesiapan untuk bereaksi terhadap stimulus atau
objek menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (1993), sikap merupakan kesiapan
atau kesediaan untuk bertindak.
5. Standar / karakteristik berpikir kritis
Dalam standar berpikir kritis terdapat dua komponen:
a. Standar intelektual
Dalam standar intelektual untuk menghasilkan proses berpikir perlu di
perhatikan tentang; rasional dan memiliki alasan yang tepat, reflektif, menyelidik,
otonomi berpikir, kreatif, terbuka dan mengevaluasi.

b. Standar professional
Pada standar profesioanal keperawatan memiliki kode etik keperawatan
dan standar praktek asuhan keperawatan.
Ada empat bentuk alasan berpikir kritis yaitu : deduktif, induktif, aktivitas
informal, aktivitas tiap hari, dan praktek. Untuk menjelaskan lebih mendalam
tentang defenisi tersebut, alasan berpikir kritis adalah untuk menganalisis
penggunaan bahasa, perumusan masalah, penjelasan dan ketegasan asumsi,
kuatnya bukti-bukti, menilai kesimpulan, membedakan antara baik dan buruknya
argumen serta mencari kebenaran fakta dan nilai dari hasil yang diyakini benar
serta tindakan yang dilakukan.

2.1.2 Karakteristik Berpikir Kritis


Karakteristik berpikir kritis adalah :
1.

Konseptualisasi
Konseptualisasi artinya proses intelektual membentuk suatu konsep.
Sedangkan konsep adalah fenomena atau pandangan mental tentang realitas,
pikiran-pikiran tentang kejadian, objek, atribut, dan sejenisnya. Dengan demikian
konseptualisasi merupakan pikiran abstrak yang digeneralisasi secara otomatis
menjadi simbol-simbol dan disimpan dalam otak.

2.

Rasional dan beralasan.


Artinya argumen yang diberikan selalu berdasarkan analisis dan mempunyai
dasar kuat dari fakta fenomena nyata.

3.

Reflektif

Artinya bahwa seorang pemikir kritis tidak menggunakan asumsi atau


persepsi dalam berpikir atau mengambil keputusan tetapi akan menyediakan
waktu untuk mengumpulkan data dan menganalisisnya berdasarkan disiplin ilmu,
fakta dan kejadian.
4.

Bagian dari suatu sikap.


Yaitu pemahaman dari suatu sikap yang harus diambil pemikir kritis akan
selalu menguji apakah sesuatu yang dihadapi itu lebih baik atau lebih buruk
dibanding yang lain.

5.

Kemandirian berpikir
Seorang pemikir kritis selalu berpikir dalam dirinya tidak pasif menerima
pemikiran dan keyakinan orang lain menganalisis semua isu, memutuskan secara
benar dan dapat dipercaya.

6.

Berpikir adil dan terbuka


Yaitu mencoba untuk berubah dari pemikiran yang salah dan kurang
menguntungkan menjadi benar dan lebih baik.

7.

Pengambilan keputusan berdasarkan keyakinan.


Berpikir kritis digunakan untuk mengevaluasi suatu argumentasi dan
kesimpulan, mencipta suatu pemikiran baru dan alternatif solusi tindakan yang
akan diambil.

2.1.3. Aspek Aspek Berpikir Kritis


Kegiatan berpikir kritis dapat dilakukan dengan melihat penampilan dari
beberapa perilaku selama proses berpikir kritis itu berlangsung. Perilaku berpikir
kritis seseorang dapat dilihat dari beberapa aspek:

1.

Relevance
Relevansi (keterkaitan) dari pernyataan yang dikemukakan.

2.

Importance
Penting tidaknya isu atau pokok-pokok pikiran yang dikemukakan.
3.

Novelty
Kebaruan dari isi pikiran, baik dalam membawa ide-ide atau informasi baru

maupun dalam sikap menerima adanya ide-ide baru orang lain.


4.

Outside material
Menggunakan pengalamannya sendiri atau bahan-bahan yang diterimanya

dari perkuliahan (refrence).


5.

Ambiguity clarified
Mencari penjelasan atau informasi lebih lanjut jika dirasakan ada

ketidakjelasan.
6.

Linking ideas

Senantiasa menghubungkan fakta, ide atau pandangan serta mencari data baru
dari informasi yang berhasil dikumpulkan.
7.

Justification
Member bukti-bukti, contoh, atau justifikasi terhadap suatu solusi atau

kesimpulan yang diambilnya. Termasuk di dalalmnya senantiasa memberi


penjelasan mengenai keuntungan (kelebihan) dan kerugian (kekurangan) dari
suatu situasi atau solusi.
8.

Critical assessment
Melakukan evaluasi terhadap setiap kontribusi / masukan yang datang dari

dalam dirinya maupun dari orang lain.

9.

Practical utility
Ide-ide baru yang dikemukakan selalu dilihat pula dari sudut keperaktisan /

kegunaanya dalam penerapan.


10. Width of understanding
Diskusi yang dilaksanakan senantiasa bersifat meluaskan isi atau materi
diskusi. Secara garis besar, perilaku berpikir kritis diatas dapat dibedakan dalam
beberapa kegiatan :
a.
b.
c.

Berpusat pada pertanyaan (focus on question)


Analisa argument (analysis arguments)
Bertanya dan menjawab pertanyaan untuk klarifikasi (ask and answer questions

d.

of clarification and/or challenge)


Evaluasi kebenaran dari sumber informasi (evaluating the credibility sources of
information)

2.1.4. Model Berpikir Kritis


Kataoka-Yahiro dan Saylor (1994) telah mengembangkan suatu model
tentang berfikir kritis untuk penilaian keperawatan. Berikut model berfikir kritis
menurut Kataoka-Yahiro :
a.
b.
c.
d.

Dasar pengetahuan khusus.


Berdasarkan pengalaman.
Kompetensi.
Sikap untuk berfikir kritis.
Model tersebut mendefinisikan hasil dari berpikir kritis sebagai penilaian
keperawatan yang relevan dengan masalah keperawatan dalam berbagai lingkup.
T=

TOTAL RICALL (INGATAN TOTAL)

H=

HABITS (KEBIASAAN)

I =

INQUIRY (PENYELIDIKAN)

N=

NEW IDEAS AND KREATIVITY (IDE BARU DAN KREATIVITAS

K=

KNOWING HOY YOU THINK (TAU apa yang kamu fikirkan)

Dalam penerapan pembelajaran berpikir kritis di pendidikan keperawatan,


dapat digunakan tiga model, yaitu : feeling, model, vision model, dan examine
model yaitu sebagai berikut :
1. Feeling Model
Model ini menekankan pada rasa, kesan, dan data atau fakta yang
ditemukan. Pemikir kritis mencoba mengedepankan perasaan dalam melakukan
pengamatan, kepekaan dalam melakukan aktifitas keperawatan, dan perhatian.
Misalnya terhadap aktifitas dalam pemeriksaan tanda vital, perawat merasakan
gejala, petunjuk, dan perhatian kepada pernyataan serta pikiran klien.
2. Vision Model
Model ini digunakan untuk membangkitkan pola pikir, mengorganisasi
dan menerjemahkan perasaan untuk merumuskan hipotesis, analisis, dugaan, dan
ide tentang permasalahan perawatan kesehatan klien. Berpikir kritis ini digunakan
untuk mencari prinsip-prinsip pengertian dan peran sebagai pedoman yang tepat
untuk merespon ekspresi.
3. Examine Model
Model ini digunakan untuk merefleksi ide, pengertian, dan visi. Perawat
menguji ide dengan bantuan kriteria yang relevan. Model ini digunakan untuk
mencari peran yang tepat untuk analisis, mencari, menguji, melihat, konfirmasi,
kolaborasi, menjelaskan, dan menentukan sesuatu yang berkaitan dengan ide.

2.1.5. Tingkatan Berpikir Kritis

1. Pemikiran Kritis Dasar


Pada tingkat dasar pembelajar menganggap bahwa yang berwenang
mempunyai jawaban yang benar untuk setiap masalah .individu mempunyai
keterbatasan

pengalaman

dalam

menerapkan

berpikir

kritis.di

samping

kecenderungan untuk diatur oleh orang lain ,individu belajar menerima perbedaan
pendapat dan nilai-nilai di antara pihak yang berwenang.
2. Pikikiran Kritis Kompleks
Pada tingkat ini seseorang secara kontinu mengenali keragaman dari
pandangan dan persepsi individu.disini yang berubah adalah kemampuan dan
inisiatif individu.pengalaman membantu individu mencapai kemampuan untuk
terlepas dari kewenangan dan menganalisis serta meneliti secara lebih mandiri dan
sistematis. Perawat belajar keragaman dari pendekatan yang berbeda untuk terapi
yang sama.
3. Komitmen
Pada tingkat ini perawat memilih tindakan atau keyakinan berdasarkan
alternatif yang diidentifikasi pada tingkat berpikir yang kompleks.perwat mampu
untuk mengantisipasi kebutuhan untuk membuat pilihan yang kritis setelah
menganalisis keuntungan dari alternatif lainnya .
2.1.6. Fungsi Berpikir Kritis dalam Keperawatan
Berikut ini merupakan fungsi atau manfaat berpikir kritis dalam
keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Penggunaan proses berpikir kritis dalam aktifitas keperawatan sehari-hari.
2. Membedakan sejumlah penggunaan dan isu-isu dalam keperawatan.
3. Mengidentifikasi dan merumuskan masalah keperawatan.

4. Menganalisis pengertian hubungan dari masing-masing indikasi, penyebab dan


tujuan, serta tingkat hubungan.
5. Menganalisis argumen dan isu-isu dalam kesimpulan dan tindakan yang dilakukan.
6. Menguji asumsi-asumsi yang berkembang dalam keperawatan.
7. Melaporkan data dan petunjuk-petunjuk yang akurat dalam keperawatan.
8. Membuat dan mengecek dasar analisis dan validasi data keperawatan.
9. Merumuskan dan menjelaskan keyakinan tentang aktifitas keperawatan.
10. Memberikan alasan-alasan yang relevan terhadap keyakinan dan kesimpulan yang
dilakukan.
11. Merumuskan dan menjelaskan nilai-nilai keputusan dalam keperawatan.
12. Mencari alasan-alasan kriteria, prinsip-prinsip dan aktifitas nilai-nilai
keputusan.
13. Mengevaluasi penampilan kinerja perawat dan kesimpulan asuhan
keperawatan.

2.1.7. Aplikasi Berfikir Kritis


Pertimbangan adalah salah satu contoh orang berfikir. Seseorang
mencerminkan dan sampai pada satu keputusan serta memecahkan masalah
(Bandman dan bandman).
Contoh: Ketika seorang perawat melihat seorang klien sedang berada
diruang pemeriksaan klinik, berbagai pikiran mulai melintas dipikiran perawat.
Perilaku klien apa yang dikenali? Apakah ada Perawat yang mengenali perilaku
itu sebelumnya? Apa makna dari perilaku tersebut?

Pada saat ini perawat mulai mempertimbangkan apa yanga harus


dilakukannya untuk membantu klien sehingga perawat memutuskan apa misalnya
yang harus dilakukan apabila klien bertanya kepada perawat.
Klien :
Perawat:

Apakah saya harus dirawat dirumah sakit?

Hanya dokter Anda yang tahu ( jawaban yang ramah), jangan khawatir Anda pasti
akan menjadi lebih baik. Ceritakan kepada saya apa yang membuat anda berfikir
bahwa Anda harus dirawat dirumah sakit.
Nah, pada saat ini perawat tidak boleh menyangkal dan tidak menghindri
kekhawatiran klien. Sebaliknya, perawat memfasilitasi pertimbangan klien sendiri
sehingga klien dapat menyebutkan fakta atau kesimpulan tentang kondisinya
sendiri. Bergantung pada apa yang klien katakana kepada perawat , mungkin
perawat akan mengajukan pertanyaan lebih lanjut, memilih untuk memeriksa
klien, atau barangkali keluar dari ruang pemeriksaan untuk menelaah catatan
medis klien.

2.2 Complementary Alternative Medicine


2.2.1. Pengertian Complementary Alternatife Medicine
Pengobatan alternatif adalah setiap praktek penyembuhan, "yang tidak
termasuk dalam bidang obat konvensional." CAM adalah upaya penyembuhan
penyakit yang berbasis budaya dimana dapat meningkatkan keberhasilan upaya
pemulihan (Conward & Ratanakul,1999). Terapi komplementer dikenal dengan
terapi tradisonal yang digabungkan dalam pengobatan modern.
Komplementer adalah adalah penggunaan terapi tradisonal kedalam
pengobatan modern (Andrews et al., 19990). Terminologi ini dikenal sebagai

terapi modalitas atau aktivitas yang menambahkan pendekatan ortodoks dalam


pelayanan kesehatan ( Crips & Taylor, 2001). Terapi komplementer juga ada yang
menyebutnya dengan pengobatan holistik. Pendapat ini didasari oleh bentuk terapi
yang memengaruhi individu secara menyeluruh yaitu sebuah keharmonisan
individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan fungsi
(Smith et al., 2004).
Pendapat lain menyebutkan terapi komplementer dan alternatif sebagai
sebuah domain luas dalam sumber daya pengobatan yang meliputi sistem
kesehatan, modalitas, praktik dan ditandai dengan adanya teori dan keyakinan,
dengan cara berbeda dari sistem pelayanan kesehatan yang umum di masyarakat
atau budaya yang ada (Complementary and alternantive medicine/CAM Research
Methodology Conference, 1997 dalam Synder & Lindquis, 2002). Terapi
komplementer dan alternatif termasuk didalamnya seluruh praktik dan ide yang
didefinisikan oleh pengguna sebagai pencegahan atau pengobatan penyakit atau
promosi kesehatan dan kesejahteraan.
Definisi CAM yang disepakati adalah suatu bentuk penyembuhan yang
bersumber pada berbagai sistim, modalitas dan praktek kesehatan, yang didukung
oleh teori dan kepercayaan. Termasuk di dalamnya latihan atau usaha untuk
menyembuhkan

diri

sendiri.

CAM

digunakan

untuk

mencegah

dan

menyembuhkan penyakit atau juga untuk meningkatkan taraf kesehatan.


Walaupun demikian ada perbedaan antara alternatif dan komplementer.Terapi
alternatif adalah terapi di luar terapi konvensional. Sementara komplementer
berarti pelengkap bagi terapi konvensional yang ada dan telah terbukti
bermanfaat.

Definisi

tersebut

menunjukkan

terapi

komplementer

sebagai

pengembangan terapi tradisional dan ada yang diitegrasikan dengan terapi modern
yang mempengaruhi keharmonisan indiviodu dari aspek biologis, psikologis, dan
spiritual. Hasil terapi yang telah terintegrasi tersebut ada yang telah lulus uji klinis
sehingga sudah disamakan dengan obat modern. Kondisi ini sesuai dengan prinsip
keperwatan yang memandang manusia sebgai makhluk yang holistik ( bio, psiko,
sosial, dan spiritual).
Prinsip holistik pada keperawatan ini perlu didukung kemampuan perawat
dalam menguaisai berbagai bentuk terapi keperawatan termasuk terapi
komplementer. Penerapan terapi komplememnter pada keperawatan perlu
mengacu kembali pada teori-teori yang mendasari prkatik keperawatan. Teori ini
dapat mengembangkan pengobatan tradisional yang menggunakan energi. Teori
keperawatan yang ada dapat dijadikan dasar bagi perawat dalam mengembangkan
terapi komplementer, misalnya teori transkultural yang dalam praktiknya
mengaitkan ilmu fisiologi, anatomi, patofisiolohgi, dan lain-lain. Terapi
komplementer meningkatkan kesempatan perawat dalam menunjukkan caring
pada klien ( Snyder & Lindquis, 2002).
Berikut jenis pelayanan pengobatan komplementer alternatif :
a.

Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body interventions) : Hipnoterapi,

b.

mediasi, penyembuhan spiritual, doa dan yoga.


Sistem pelayanan pengobatan alternative : akupuntur, akupresur, naturopati,

c.

homeopati, aromaterapi dan ayurveda.


Cara penyembuhan manual : chiropractice, healing touch, tuina, shiatsu,

osteopati, pijat dan urut.


d. Pengobatan farmakologi dan biologi : jamu, herbal, dan gurah.

e.

Diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan : diet makro nutrient, dan
mikro nutrient.
2.2.2. Sejarah Dan Latar Belakang
Beberapa pengobatan komplementer dan alternatif berkembang dari
praktek yang diwariskan turun temurun. Masyarakat dahulu mengembangkan
pendapat atau teorinya masing-masing tentang penyakit dan praktek untuk
menyembuhkan penyakit.
Pada jaman dulu orang mencari pengobatan dari alam sekitarnya, bila
mereka menderita berbagai macam penyakit. Pengobatan mulai dari air, pasir,
tanaman, maupun melakukan pemijitan. Pengobatan tersebut menjadi sulit
dipisahkan dari kepercayaan yang berkembang saat itu2. Pada masyarakat Mesir
kuno, kurang lebih tahun 1.500 sebelum Masehi telah dituliskan pada kertas
papirus tentang penyakit dan terapi tradisional untuk mengobatinya, termasuk
jimat dan benda-benda berkekuatan gaib, dan sepertiga dari semua bahan yang
juga dikenal saat ini termasuk Opium dan minyak kastor. Diagnosa dibuat
berdasarkan gejala dari panas, nyeri dan benjolan . Pengobatan didasarkan atas
diit, tanaman-tanaman obat maupun psikoterapi.
Di India, ditemukan suatu teks tentang pengobatan yang dikenal dengan
Athardaveda yang memuat rumus-rumus ramuan magis melawan setan, dan
penyembuhan sepenuhnya ada pada tangan Dewa Brahma. Dewa penyembuhnya
adalah Dhanvantari. Konsep dasarnya adalah keseimbangan dari tiga unsur dalam
tubuh yaitu udara, lendir dan cairan empedu, bila ada gangguan terhadap salah
satu diantaranya maka terjadi penyakit. Pengobatan didasarkan atas higiene, diit

dan pencahar. Pengobatan Ayurveda ini masih dipraktekkan di India sampai saat
ini.
Cina, pengobatan tradisional berkembang pada jaman kaisar Fu Hsi (th
2.800 SM) yang mencanangkan filosofi tentang Yin dan Yang dari alam, Kaisar
Shen Nung (2.700 SM) yang mengembangkan pengobatan dengan herbal dan
akupuntur; dan Kaisar Huang Ti (2.600 SM) yaitu pengarang teks kedokteran
kuno Nei Ching (Kitab dasar kedokteran Cina) yang sangat terkenal hingga saat
ini 2,5. Dua unsur dasar yang ada di alam adalah Yang (unsur laki-laki) dan Yin
(unsur wanita). Kesehatan merupakan keseimbangan dari kedua hal tersebut
sementara energi yang menggerakkan tubuh disebut Qi. Diagnosis dikembangkan
dengan mempelajari jenis denyut nadi dan warna lidah. Dasar pengobatan dari
China ini adalah akupuntur, di mana jarum kecil ditusukkan ke dalam jalur
meridian di tubuh sehingga menimbulkan sirkulasi sistim tubuh yang seimbang5
(akan dibahas lebih lanjut).
Lebih lanjut jaman Hippocrates (460-370 SM) di Roma, beliau adalah
orang yang mengembangkan pendapat bahwa penyakit adalah proses alam seperti
lingkungan, diet dan gaya hidup. Tubuh membuat sendiri keseimbangan di
dalamnya. Tulisannya merupakan pengamatan terhadap kenyataan. Dia dan
muridnya menemukan berbagai jenis penyakit dan menekankan latihan, pemijitan,
diet dan obat-obat untuk menyembuhkannya.
Pada abad 19 khususnya di Amerika Serikat berkembang Chiropractic,
ketika .D.Palmer seorang penyembuh di Iowa menyembuhkan seorang tuli dengan
melakukan manipulasi pada daerah servikalnya. Beliau mengembangkan suatu
sistim penyembuhan penyakit yang didasarkan atas subluksasio dari vertebra yang

menggangu impuls saraf dan menyebabkan gangguan di jaringan pada akhirnya


menyebabkan malfungsi dan penyakit.Masih banyak lagi sistim penyembuhan
lain yang berkembang seiring dengan waktu. Walaupun saat ini pengobatan
komplementer dan alternatif digeser tempatnya oleh pengobatan konvensional
yang berkembang sangat pesat melalui penelitian ilmiah, namun pengobatan ini
masih mendapat tempat dalam masyarakat terutama mereka yang memiliki
masalah penyakit kronis dan tidak puas dengan pengobatan konvensional yang
ada.
2.2.3. Jenis-Jenis Terapi Komplementer
Terapi komplementer ada yang invasif dan non-invasif. Contoh terapi
komplemnter invasif adalah akunpuntur dan cupping ( bekam basah ) yang
menggunakan jarum dalam pengobatnnya. Sedangkan jenis non-invasif seperti
terapi energi ( reiki, chikung, tai chi, prana terapi suara ), terapi biologis (herbal,
terapi nutrisi, food combining, terapi jus, terapi urine, hidroterapi colon, dan terapi
sentuhan modalitas; akupresur, pijat bayi, refleksi, reiki, rolfing, dan terapi
lainnya (Hitchcock et al., 1999)
National Center for Complementary/Alternative medicine (NCCAM)
membuat klasifikasi dari berbagai terapi dan sistem pelayanan dalam 5 kategori :
1.

Mind-body terapi
Yaitu memberikan intervensi dengan berbagai teknik untuk memfasilitasi
kapasitas berpikir yang mempengaruhi gejala fisik dan fungsi tubuh misalnya
perumpamaan (imagery), yoga, terapi musik, berdoa, journalin, bio feedback,
humor, tai chi, dan terapi seni.

2.

Alternatif sistem pelayanan

Yaitu sistem pelayanan kesehatan yang mengembangkan pedekatan pelayanan


biomedis berbeda dari barat misalnya pengobatan tradiosonal cina, ayurvedia,
pengobatan asli amerika, cundarismo, homeopathy, naturopathy.
3.

Terapi Biologis
Yaitu natural dan praktik biologis dan hasil-hasilnya misalnya herbal dan
makanan.

4. Terapi manipulatif dan sistem tubuh


Yaitu terapi yang didasari oleh manipulasi dan pergerakan tubuh misalnya
pengobatan kiropraksi, macam-macam pijat, rolfing, terapi cahaya dan warna,
serta hidroterapi.
5. Terapi Energi
Yaitu terapi yang yang fokusnya berasal dari energi dalam tubuh (biofields) atau
mendatangkan energi dari luar tubuh misalnya terapeutik sentuhan, pengobatan
sentuhan, reiki, external qi gong, magnet.
Klasifikasi lain menurut Smith et al (2004) meliputi gaya hidup
( pengobatan hlistik, nutiris), biotanikal ( homoepati, herbal, aromaterapi;
manipulatif ( kiropraktik, akupresur & akupuntur, refleksi dan massage); mind
body ( meditasi, guided imagery, biofeedback, color heading, hipnoterapi).
Jenis terapi komplementer banyak sehingga seorang perawat perlu
mengetahui pentingnya terapi komplmenter. Perawat perlu mengetahui terapi
komplmenter diantaranya untuk membantu mengkaji riwayat kesehatan dan
kondisi klien, menjawab pertanyaan dasar tentang terapi komplemnetr dan
merujuk klien untuk mendaptkan informasi yang reliabel, memberi rujukan terapis
yang kompeten, ataupun memberi sejumlah terapi komplemnter ( Snyder &

Lindquis, 2002). Selain itu, perawat juga harus membuka diri untuk perubahan
dalam mencapai tujuan perawatan integratif ( Fontaine, 2005).
2.2.4. Riset dan Perkembangan CAMs
CAM mulai dikenal pada tahun 1999 yang berarti terapi yang di dapatkan
melalui proses sosial yang bukan merupakan sistem yang baku untuk menentukan
kepercayaan terhadap penyakit dan penyembuhannya.
Hingga saat ini banyak negara yang menggunakan CAM dalam metode
penyembuhan, antara lain Amerika, Cina, Jerman, Indonesia dan beberapa negara
lainnya. CAM juga berkembang melalui riset, training, pendidikan, dan publikasi
penggunaan upaya alternative melahirkan modalitas pentembuhan dan terapi
medis alternative.
Complementary medicine (kedokteran komplementer / pelengkap)
merupakan suatu kelompok diagnostik dan terapi di luar dari pengobatan
konvensional yang diajarkan ataupun diberikan di Bangku kuliah kedokteran pada
umumnya. Walaupun ada beberapa Institut yang juga mengajarkan hal ini 1,2.
Dalam banyak buku istilah Complementary sering dipakai bersama dengan
Alternatif dan sering pula terjadi tumpang tindih di antara keduanya. Beberapa
ahli menggunakan istilah CAM (Complementary and Alternative Medicine).
Meskipun belum banyak data ilmiah yang mendukung sistim terapi ini
namun masyarakat tetap mencari pengobatan tersebut. Seperti kita ketahui pasien
sering bertanya bagaimana pendapat dokter tentang salah satu dari terapi
pelengkap ataupun alternatif ini, sebagai dokter alangkah baiknya kita mengetahui
baik tidaknya terapi tersebut.

Menurut data di Amerika Serikat pada tahun awal 1990-an, sepertiga dari
1.530 orang yang disurvei, menggunakan terapi tersebut. Dalam penelitian lebih
lanjut dari tahun 1990 sampai 1997, ternyata respondennya bertambah dari 34%
menjadi 42%. Dari survei tersebut ditemukan sebagian besar mereka yang
menggunakan terapi ini adalah orang-orang dengan taraf pendidikan yang tinggi
dan penghasilan yang cukup serta usia berkisar antara 25-49 tahun 3. Hal yang
menarik dari penelitian ini bahwa pasien-pasien yang mencari terapi pelengkap
dan alternatif adalah mereka yang menderita nyeri pinggang belakang (35,9%
tahun 1990; 47,6% tahun 1997, arthritis (17,5%; 26,7%) dan nyeri
muskuloskeletal (22,3%; 23,6%) Hal ini sebanding dengan penelitian yang
dilakukan di beberapa negara lain seperti Australia, Canada,Inggris dan Belanda.
Dari data di atas kita mengetahui bahwa kebanyakan dari mereka yang
mencari terapi komplementer dan alternatif adalah mereka yang menderita
penyakit reumatik. Karena penyakit ini umumnya menyebabkan penderita merasa
nyeri yang mengganggu dan terutama lagi pengobatannya membutuhkan waktu
yang lama dan kadang pula menyebabkan penderita menjadi frustasi dengan
pengobatan konvensional yang ada. Di samping harga obat yang umumnya mahal,
kita ketahui pula bahwa efek samping dari pengobatan OAINS (Obat Anti
Inflamasi Non Steroid) konvensional, mulai dari perdarahan saluran cerna bagian
atas, gangguan ginjal dan disfungsi trombosit4. Karena itu dibutuhkan
pengetahuan dan dasar ilmu yang cukup bagi seorang dokter mengenai terapi
komplementer dan alternatif supaya dapat mendampingi pasiennya dalam memilih
terapi secara bijaksana dan sesuai.

Hasil penelitian terapi komplementer yang dilakukan belum banyak dan


tidak dijelaskan dilakukan oleh perawat atau bukan. Beberapa yang berhasil
dibuktikan secara ilmiah misalnya terapi sentuhan untuk meningkatkan relaksasi,
menurunkan nyeri, mengurangi kecemasan, mempercepat penyembuhan luka, dan
memberi kontribusi positif pada perubahan psikoimunologik ( Hitchcock et al.,
1999). Terapi pijat (massage) pada bayi yang lahir kurang bulan dapat
meningkatkan berat badan, memperpendek hari rawatan, dan meningkatkan
respon. Sedangkan terapi pijat pada anak autis mengingkatkan perhatian dan
belajar. Terapi pijat juga dapat meningkatkan pola makan dan meningkatkan citra
tubuh serta menurunkan kecmasan pada anak susah makan ( Stanhop, 2004).
Terapi hiropraksi terbukti dapat menurunkan nyeri haid dan level plasma
prostaglandin selama haid ( Fontaine, 2005)
Hasil lainnya yang dilaporkan misalnya penggunaan aromaterapi. Salah
satu aromaterapi berupa penggunaan minyak esensial berkhasiat untuk mengatasi
bakteri dan jamur (Buckle, 2003). Minyak lemon thyme mampu membunuh
bakteri Streptokokus dan stafilokokus serta tuberculosis (Smith et al., 2004).
Tanaman lavender dapat mengontrol minyak kulit. Sedangkan teh dapat
memebersihkan jerawat dan membatasi kekambuhan (Key, 2008). Dr. Carl
menemukan bahwa penderita kanker lebih cepat sembuh dan berkurang rasa
nyerinya dengan meditasi dan imagery ( Smith et al., 2004). Hasil riset juga
menunjukkan hipnoterapi meningkatkan suplai oksigen perubahan vaskular dan
termal, mempengaruhi aktivitas gastrointestinal dan mengurangi kecemasan
(Fontaine, 2005).

Hasil-hasil tersebut menyatakan terapi komplementer sebagai suatu


paradigma baru (Smith et al., 2004). Bentuk terapi yang digunakan dalam terapi
komplemnter ini beragam sehingga disebut juga dengan terapi holistik.
Terminologi kesehatan holistik mengacu pada integrasi secara menyeluruh dan
mempengaruhi

kesehatan,

prilaku

postif,

memiliki

pengembangan spiritual ( Hitchcock et al., 1999).

tujuan

hidup,

dan

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berfikir kritis adalah suatu proses dimana seseorang atau individu dituntut
untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi informasi untuk membuat sebuah
penilaian atau keputusan berdasarkan kemampuan, menerapkan ilmu pengetahuan
dan pengalaman. Berpikir kritis adalah suatu proses berpikir sistematik. Yang
penting bagi berpikir kritis adalah berpikir dengan tujuan dan mengarah ke
sasaran yang membantu individu membuat penilaian berdasarkan kata bukan
pikiran. Berpikir kritis dalam keperawatan adalah komersial untuk keperawatan
profesional karena cara berpikir ini terdiri atas pendekatan holistik untuk
pemecahan masalah.
Untuk mendapatkan suatu hasil berpikir yang kritis, seseorang harus
melakukan suatu kegiatan (proses) berpikir yang mempunyai tujuan (purposeful
thinking), bukan asal berpikir yang tidak diketahui apa yang ingin dicapai dari
kegiatan tersebut. Artinya, walau dalam kehidupan sehari-hari seseorang sering
melakukan proses berpikir yang terjadi secara otomatis (missal ; dalam
menjawab pertanyaan siapa namamu?). banyak pula situasi yang memaksa
seseorang untuk melakukan kegiatan berpikir yang memang di rencanakan
ditinjau dari sudut apa (what), bagaimana (how), dan mengapa (why). Hal
ini dilakukan jika berhadapan dengan situasi (masalah) yang sulit atau baru.

Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisonal yang digabungkan


dalam pengobatan modern. Komplementer adalah adalah penggunaan terapi
tradisonal kedalam pengobatan modern (Andrews et al., 19990). Terminologi ini
dikenal sebagai terapi modalitas atau aktivitas yang menambahkan pendekatan
ortodoks dalam pelayanan kesehatan ( Crips & Taylor, 2001). Terapi
komplementer juga ada yang menyebutnya dengan pengobatan holistik. Pendapat
ini didasari oleh bentuk terapi yang memengaruhi individu secara menyeluruh
yaitu sebuah keharmonisan individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan
jiwa dalam kesatuan fungsi (Smith et al., 2004).
CAM adalah upaya penyembuhan penyakit yang berbasis budaya dimana
dapat

meningkatkan

keberhasilan

upaya

pemulihan

(Conward

&

Ratanakul,1999). Dimana CAM mulai dikenal pada tahun 1999 yang berarti terapi
yang di dapatkan melalui proses sosial yang bukan merupakan sistem yang baku
untuk menentukan kepercayaan terhadap penyakit dan penyembuhannya.

3.2. Saran
Untuk memahami secara keseluruhan berpikir kritis dan complementary
alternative medicine dalam keperawatan kita harus mengembangkan pikiran
secara rasional dan cermat, agar dalam berpikir kita dapat mengidentifikasi dan
merumuskan masalah keperawatan. Serta menganalisis pengertian hubungan dari
masing-masing indikasi, penyebab, tujuan, dan tingkat hubungan dalam
keperawatan dan beragam cara pengobatan yang diyakini dapat menyembuhkan.
Sehingga saat berpikir kritis dalam keperawatan pasien akan merasa lebih
nyaman dan tidak merasa terganggung dengan tindakan perawat serta pada

pengobatan CAM pasien dapat mendapat alternative yang dapat menyembuhkan


berbagai penyakitnya.

DAFTAR PUSTAKA

Potter & perry.(2006). Fundamental keperawatan konsep, proses & praktik. Jakarta:EGC.
Buckle, S.(2003). Aromatherapy .http//.www.naturalhealthweb.com/articles,diperoleh 25
april 2008.
Fontaine, K.L.(2005).complementary & alternative therapies for nursing practice.2th
Ed.New Jersey:Pearson prentice Hall.
Hitchcock, J.E, Schubert, P.E., Thomas, S.A,(1999).community health nursing:caring in
action. USA:Delmar Publisher.
Snyder, M. & Lindquis, R. (2002).complementary/alternative therapies in nursing.4th
ed .New York : Spinger.
Patricia A. Potter. Fundamental keperawatanmodel berfikir kritis & penerapan berfikir
kritis

You might also like