Tugas Geoperkot

You might also like

You are on page 1of 6
GEJALA URBAN SPRAWL SEBAGAI PEMICU PROSES DENSIFIKASI PERMUKIMAN DI DAERAH PINGGIRAN KOTA (URBAN FRINGE AREA) Kasus Pinggiran Kota Yogyakarta Sri Rum Giyarsih ABSTRACT. The impact of urban development is the tendency of the shift of urban functions shift to urban fringe area that is called urban sprawl. The phenomenon of urban sprawl in urban fringe area hhas resulted in land conversion process from agriculture to non-agriculture. Furthermore, this conversion of agriculture land to non-agriculture land will result in settlement densification process in urban fringe area. This process that happens in urban fringe area is a respond to increasing demand of space in urban area In turn, the spatial transformation will be followed by socio-economic, cultural, and physical environment transformation process. 1. PENDAHULUAN Pertambahan penduduk dalam suatu wila- yah perkotaan selalu diikuti oleh peningkat- an kebutuhan ruang. Kota sebagai perwu- judan geografis selalu mengalami perubah- an dari waktu ke waktu. Dua faktor utama ‘yang sangat berperan adalah faktor pendu- duk (demografis) dan aspek-aspek kepen- dudukan (Yunus, 1987), Dari segi demogra- fi yang paling penting adalah segi kuantitas. ASpek kependudukan seperti aspek politik, sosial, ekonomi, dan teknologi juga selalu mengalami perubahan, Kuantitas dan kuali- tas kegiatannya selalu meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk perkotaan, sehingga ruang sebagai wadah kegiatan ter- sebut selalu meningkat sejalan dengan per- tambahan penduduk perkotaan, sehingga ruang sebagai wadah kegiatan tersebut sela- lu mengalami peningkatan, Untuk kota yang sudah padat bangunannya, semakin berkembangnya penduduk yang tinggal di daerah perkotaan dengan segala aspek kehidupannya, yang berlangsung se- cara terus menerus akan mengakibatkan ko- ta tidak lagi dapat menampung kegiatan penduduk. Oleh Karena wilayah kota secara administratif terbatas, maka harus meng- alihkan perhatiannya ke daerah pinggiran Jurnal PWK -40 kota. Selanjutnya akan mengakibatkan ter- jadinya proses densifikasi permukiman di daerah pinggiran Kota dengan berbagai dampaknya, Akibat yang ditimbulkan oleh perkembang- an kota adalah adanya kecenderungan per- geseran fungsi-fungsi kekotaan ke dacrah pinggiran kota (urban fringe) yang disebut dengan proses perembetan kenampakan fi- sik kekotaan ke arah tuar (urban sprawl). Akibat selanjutnya di daerah pinggiran kota akan mengalami proses transformasi spasial berupa proses densifikasi permukiman dan transformasi sosio ekonomi sebagai dam- pak lebih lanjut dari proses transformasi so- sial. Proses densifikasi permukiman yang terjadi di daerah pinggiran kota merupakan realisasi dari meningkatnya kebutuhan akan ruang di daerah perkotaan, Daerah pinggiran kota (urban fringe) seba- gai suatu wilayah peluberan kegiatan per- kembangan kota telah menjadi perhatian banyak ahli di berbagai bidang ilmu seperti geografi, sosial, dan perkotaan sejak tahun 1930-an saat pertama kali istilah urban fringe dikemukakan dalam literatur. Besar- nya pethatian tersebut terutama tertuju pada berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh proses ekspansi kota ke wilayah ping- ‘VoL12, No.1/Maret 2001 giran yang berakibat pada perubahan fisik, misal perubahan fata guna lahian, demogra- fi, keseimbangan ekologis serta kondisi so- sial ekonomi (Subroto, dk, 1997). McGee (1991) menyatakan bahwa proses perkembangan dan urbanisasi kota-kota di Indonesia (terutama di Pulau Jawa) ditandai oleh adanya restrukturisasi intemal kota-ko- ta besamnya. Kotackota di Indonesia pada beberapa dekacde mendatang cenderu akan terus berkembang baik secara demo- grafis. fisik, maupun spasial. Fenomena menyusutaya penduduk perdesaan dala dua dekade yang lalut adalah akibat adanya migrasi besar-besaran penduduk perdesaan. Hal ini memberi indikasi bahwa kota-kota di Indonesia akan berkembang pesat baik fis maupun spasial di masa secara demogt mendatang, Il. URBAN FRINGE AREA SEBAGAI DAERAH TUJUAN KAUM MI GRAN Pokok persoalan yang terdapat di dacrah urban fringe pada dasarnya dipicu oleh pro- ses transformasi spasial dan sosial akibat perkembangan daerah urban yang sangat in- tensif. Dari kecenderungan di atas maka sa- lah satu arah perkembangan kota yang, perl dicermati adalah petkembangan _spasial yang bercampak pada perkembangan sosial ekonomi penduduk pinggiran kota. Salah satu ist yang perli mendapat perha- tian adalzh menyangkut fenomena daerah pinggiran kota dan proses pertibahan spasial dan sosial ekonomi di daerah ini. Daerah pinggiran kota (urhan fringe) didefinisikan sebagai daerah pinggiran kota yang berada dalam proses transisi dari daerah perdesaan menjadi perkotaan, Sebagai daerah transisi, daerah ini berada dalam tekanan kegiatan- kegiatan perkotaan yang meningkat yang berdampak pada perubahan fisik termasuk konversi lahan pertanian dan non pertanian dengan berbagai dampaknya. Menurat Howard pada akhir abad ke-19, di antara daerah perkotaan, daerah perdesaan, dan daerah pinggiran kota, ternyata dacrah pinggiran kota memberikan peluang paling VoL.12, No.t/Maret 2001 besar untuk usaha-usaha produktif maupun peluang paling menyenangkan untuk ber- apat Haggal. Manusia sebagai penghuni daerah pinggiran kota selala mengadakan adaptasi ‘crhadap lingkungannya. Adaptasi dan aktivitas ini mencerminkan dan juga mengakibatkan adanya perubahan sosial, ckonosni, chun lain-tain (Daldjoeni, 1987). Perluasan kota dan masuknya penduduk ko- la ke dacrah pinggiran telah banyak mengu- bah tata guna fabian di daerah pin; tama yang langsung berbatasan dengan ko- ta, Banyak daerah hijau yang telah berubah menjadi permukiman dan bangunan ta {Biniarto, 1983), Hal ini menyebabkan ter- proses densifikasi permukiman di daerah pinggiran kota Pakar Jain yaitu Hammond (dalam Daldjoe- ni, 1987) mengemukakan beberapa alasan tumbulinya dacrah pinggiran kota a. Adanya peningkatan pelayanan trans- portasi kota, memudahkan orang ber- tempat finggal pada jarak yang jauh da- ri tempat kerjanya. b. Berpindahnya sebagian penduduk dari agian pusat kota ke bagian tepi-tepi- nya, dan masuknya penduduk bara yang berasal dari perdesaan. cc. Meningkatnya taraf kehidupan masya- aki Turner datam “teori mobilitas tempat ting- gal” mengemukakan adanya tiga stratum so- sial yang herkaitan dengan lama bertempat tinggal di petkotaan yang menentukan pi- Jinan bertempat tinggal yakni: (1) golongan yang baru datang di kota (hridgeheads), (2) jongan yang sudah agak lama tinggal di daerah perkotaan (consolidators), dan (3) golongan yang sudah lama tinggal di daerah perkotaan (status seekers). Kecenderungan penduduk di daerah pinggiran kota adalah consolidators. Dengan status consolidators ini mereka memiliki tingkat kehidupan yang sudah agak mapan status sosial ekono- minya, sehingga kondisi tingkat pendidikan dan pendapatannya juga sudah cukup baik (Turner dalam Yunus, 2000), Salah satu tanda terjadinya pemekaran kota di daerab pinggiran kota adalah adanya ge- Jurnal PWK -41 jala filtering up yaitu pergantian pemukim- pemukim lama dengan pemukim-pemukim baru yang kondisi ckonominya lebih baik (Yunus, 1987). Dengan kondisi ekonomi yang lebih baik ini para pemukim di daerah pinggiran kota cenderung mempunyai ting- kat pendidikan yang lebih baik pula. Salah satu teori yang menjelaskan gejala perkembangan kota adalah “teori kekuatan dinamis’ yang dikemukakan oleh Colby pa- da tahun 1959. Salah satu hal yang menda- sari teori ini adalah karena adanya persepsi techadap lingkungan dari penduduk yang berbeda-beda, sehingga timbullah kekuat- an-kekuatan yang menyebabkan pergerakan penduduk yang mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan Iahan di luar kota atau daerah pinggitan kota. Secara garis besar kekuatan tersebut terdiri dari empat macam yaitu kekuatan sentripe- tal, kekuatan sentrifugal, kekuatan lateral, dan kekuatan in-situ. Kekuatan-kekuatan inilah yang mengakibatkan terjadinya den- sifikasi permukiman di daerah pinggiran kota. Kekuatan sentrifugal yaitu kekuatan- kekuatan yang menyebabkan berpindahnya penduduk dan fungsi-fungsi kekotaan dari bagian dalam ke arah Iuar suatu kota. Kekuatan sentripetal yaitu kekuatan-keku- tan yang menyebabkan berpindahnya pen- duduk dan fungsi-fungsi kekotaan dari satu tempat ke tempat lain pada suatu zone yang berjarak sama terhadap pusat kota. Kekuat- an in-situ dapat terjadi karena adanya peru- bahan struktur keluarga misal dari keluarga batih menjadi keluarga inti (Colby, 1959). II. GEJALA URBAN SPRAWL KE ARAH PINGGIRAN (KASUS KO- TA YOGYAKARTA) Kota Yogyakarta yang dikenal sebagai pu- sat kebudayaan, pusat pemerintahan, daerah pariwisata, dan kota pelajar senantiasa ber- kembang dari waktu ke waktu. Perkem- bangan secara terus-menerus ini mengaki- batkan dacrah yang langsung berbatasan de- gan Kota Yogyakarta telah banyak menda- pat pengaruh kota. Perkembangan fungsi kota Yogyakarta yang semakin tinggi inten- sitasnya dihadapkan pada keterbatasan la- Juenal PWK - 42 han yang mengakibatkan sulitnya memper- oleh lahan untuk mewadahi tuntutan kel dupan kota. Sebagai kota kebudayaan de- ngan terdapatnya daerah-daerah yang mem- punyai nilai sejarah dan budaya, maka da- erah-daerah tersebut perlu dilestarikan, De- ngan demikian perkembangan kota Yogya- karta akhimnya mengarah ke daerah pinggir- an kota, yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kabupaten Bantul dan Sle- man (Sontosudarmo, 1987). Secara spasi distribusi desa-desa pinggiran kota Yogya- arta disajikan pada peta 1. Peningkatan migrasi secara konsisten sela- ‘ma dua puluh tahun terakhir nampaknya berkaitan dengan peningkatan penduduk dari luar daerah yang belajar di provinsi ini Hasil Sensus Penduduk Tahun 1980 dan 1990 menunjukkan bahwa sebagian besar migran berusia 15 — 29 tahun (Sukamdi,

You might also like