You are on page 1of 7

Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020

PENYAKIT-PENYAKIT UTAMA PADA SAPI PERAH


YANG HARUS DIKENDALIKAN MELALUI VAKSINASI
(Vaccination for Controlling Major Infectious Diseases in Dairy Cattle)
SUDARISMAN
Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor
ABSTRACT
Infectious disease continues to be one of the most important constraints on the efficient production of
dairy cattle farm. While vaccination plays an important role in animal disease control, vaccination is
increasingly being viewed as the more sustainable option. For controlling infectious viral diseases, while
there was no effective drug available, vaccination offers for greater economic efficiency. Vaccination has a
major impact on the control of epidemic viral diseases of dairy cattle such as Bovine Viral Diarrhea and
Infectious Bovine Rhinotracheitis. Toxoids based vaccines are the oldest sub unit vaccines that have been in
use for many years for the preventing clostridial diseases such as enterotoxaemia, blackleg, malignant edema,
bacillary haemoglobinuria, and black disease. These diseases are often peracute or acute and frequently fatal.
Fortunately vaccination is effective for prevention of clostridial diseases. Vaccine for clostridial diseases are
often multivalent, containing inactivated cultures and toxins of several clostridium. Other diseases of dairy
cattle are Salmonellosis, parasitic disease (lungworm), fungal disease (ringworm), pneumonia (pasteurellosis,
Respiratory Syncytial Virus, Para Influenza-3 and Bovine Rhinotracheitis) and enteritis caused by rotavirus
and E.coli. These disease can be prevented by vaccination.
Keywords: Vaccination, major diseases, dairy cattle
ABSTRAK
Penyakit-penyakit infeksius merupakan suatu hambatan utama yang penting diperhatikan dalam usaha
pencapaian produksi yang efisien dalam peternakan sapi perah. Untuk mengatasi hambatan tersebut,
vaksinasi mempunyai peranan penting dalam pengendalian penyakit, dan vaksinasi merupakan pilihan utama
yang tidak dapat ditawar lagi. Telah kita ketahui bahwa tidak ada obat yang efektif dan ampuh untuk
pengendalian penyakit viral. Dalam hal ini, vaksinasi merupakan cara yang dapat memberikan efisiensi
ekonomis yang besar. Vaksinasi mempunyai peranan penting untuk pengendalian epidemi penyakit viral
seperti Bovine Viral Diarrhea dan Infectious Bovine Rhinotracheitis. Vaksin toksoid merupakan vaksin tertua
yang telah lama digunakan untuk pencegahan penyakit clostridial yang antara lain adalah enterotoxemia,
blackleg, malignant edema, bacillary haemoglobinuria, dan black disease. Penyakit tersebut umumnya yang
bersifat per-akut atau akut dan terkadang mematikan. Vaksinasi merupakan cara efektif untuk mencegah
terjadinya penyakit clostridial. Vaksin clostridia biasanya multivalen terdiri atas kultur dan toksin beberapa
Clostridium spp. yang sudah dinonaktifkan. Penyakit-penyakit sapi perah lain dapat dicegah dengan vaksinasi
adalah Salmonellosis, penyakit parasit (cacing paru-paru), penyakit jamur (ringworm), pneumonia
(pasteurellosis, Respiratory syncytial virus (RSV), Para Influenza-3 (PI-3) dan Infectious Bovine
Rhinotracheitis dan enteritis yang disebabkan oleh virus rota dan E.coli.
Kata kunci: Vaksinasi, penyakit utama, sapi perah

PENDAHULUAN
Sudah seharusnya semua vaksin yang
digunakan di Indonesia telah didaftar untuk
penggunaannya pada waktu kedepan dan
terbatas
dalam
kepentingannya
untuk
mengetahui daya gunanya dan aman pada

344

ternak/hewan maupun penggunanya. Vaksin


akan membantu mengurangi kejadian penyakit
pada hewan/ternak dengan cara merangsang
sistem kekebalan guna mendukung pertahanan
tubuh hewan/ternak. Usaha menurunkan
kejadian penyakit melalui vaksinasi akan
berdampak penting pada prikehewanan dengan

Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020

menurunkan angka kejadian penyakit dan


tekanan yang diakibatkan oleh penyakit
tersebut.
Vaksinasi
juga
mendukung
kepentingan ekonomi yang disebabkan oleh
penyakit. Menurunkan kejadian penyakit
berarti mengurangi biaya pemeliharaan,
mencegah menurunnya pertumbuhan berat
badan, produksi susu ataupun fertilitas yang
diakibatkan oleh penyakit. Beberapa vaksin
juga dapat melindungi manusia tertular oleh
penyakit zoonosis. Kewajiban untuk peternak
agar penggunaan vaksin di peternakannya
dilakukan melalui konsultasi dengan dokter
hewan (RUMA. 2007).
Sapi perah dan hewan lainnya akan
mengembangkan mekanisme kekebalan yang
spesifik dan non spesifik untuk mempertahankan tubuhnya dari invasi mikroba. Pertahanan
pertama yang bersifat non spesifik termasuk
didalamnya barier fisik, mulai dari kulit,
saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan
saluran urogenital yang merupakan alat
pertahanan yang membersihkan sendiri
permukaannya dari invasi mikroba. Termasuk
didalamnya bersin, batuk, pengeluaran mukus
dan urine. Muntah dan mencret merupakan
cara yang lebih dramatik sehingga mikroba
tidak dapat masuk kedalam tubuh. Masih
banyak lagi pertahanan non spesifik dari tubuh
untuk terhindar dari mikroba. Garis kedua
adalah proses peradangan. Butir darah putih
yang disebut neutrofil dan monosit akan
menyerang secara non spesifik, merusak dan
mencerna juga merupakan alat pertahanan.
Komponen lainnya adalah sistem ensimasi,
sistem komplemen juga bersifat non spesifik
yang akan menghancurkan mikroba. Bagian
non spesifik ini akan merupakan sistem
kekebalan yang meningkat bila ada program
vaksinasi. Untuk respon kekebalan yang
spesifik ada yang disebut makrofag akan
bersifat perangkap yang akan menangkap
mikroba dan memprosesnya serta membawanya kedalam organ yang disebut kelenjar getah
bening. Disini akan berfungsi limfosit yang
berperan dan berfungsi spesifik. Limpa
merupakan organ internal penting dimana
respons kekebalan terjadi. Ada dua komponen
utama dalam kekebalan, yaitu kekebalan
seluler dan kekebalan humoral. Kekebalan
seluler diperankan oleh limfosit-T, sedangkan
kekebalan humoral diperankan oleh limfosit-B
yang menghasilkan antibodi. Limfosit T dan

antibodi akan berinteraksi dengan bakteri dan


virus atau yang lainnya atas perantaraan
makrofag. Setelah tantangan pertama oleh
mikroba lewat infeksi atau vaksinasi,
rangsangan kekebalan akan muncul lemah.
Bila rangsangan mikroba atau vaksin
berikutnya muncul kembali, kekebalan spesifik
menjadi lebih kuat. Oleh sebab itu pentingnya
vaksinasi buster dilakukan (ELLIS, 2002).
PRINSIP-PRINSIP VAKSINASI
Tujuan dari pelaksanaan vaksinasi pada
tiap hewan/ternak adalah menguji tantang
individu ternak/hewan dengan dosis tertentu
organisme
patogen
(bakteri,
virus,
mycoplasma, jamur dst) yang mampu
merangsang reaksi kekebalan yang akan
meningkatkan sistem kekebalan hewan/ternak
untuk bereaksi secara cepat dan efektif
terhadap tantangan penyakit di lapangan.
Vaksinasi dirancang untuk mencegah penyakit
yang akan datang dan tidak berarti mencegah
terjadinya infeksi. Sistem kekebalan sangatlah
kompleks. Kemampuannya untuk berfungsi
terhadap kekuatannya dapat diterangkan dalam
beberapa cara (RUMA, 2007). Beberapa virus,
mycoplasma dll., dapat mempengaruhi
rangsangan ini seperti halnya terjadi
kekurangan dalam nutrisi penting. Hewan/
ternak yang dalam keadaan kondisi buruk,
kekurangan dalam nutrisi asam amino penting,
stress atau terserang dari penyakit tertentu,
tubuh jarang bereaksi penuh terhadap invasi
patogen atau vaksin (RUMA, 2007). Vaksin
bekerja dengan merangsang sistem kekebalan
tanpa dipengaruhi penyakit. Hal ini dicapai
dengan menginaktifasi mikroba, dengan
menumbuhkannya di laboratorium dalam
media biakan (atenuasi), dan bila dikenalkan
kepada tubuh hewan/ternak akan merangsang
respons kekebalan tanpa menyebabkan
penyakit. Pada kasus vaksin cacing paru-paru,
larva diiradiasi sedemikian rupa sehingga ia
masih hidup dan aktif tetapi ia tidak sempurna
siklus hidupnya. Sehingga bila diberikan lewat
mulut, ia masuk mengikuti siklus hidupnya
kecuali menghasilkan telur dan larva. Hal ini
merangsang sistem kekebalan, tetapi dengan
mengatur jumlah/dosis larvanya (1000 per
dosis) ia tidak menimbulkan sakit dan siklus
hidup yang tidak sempurna mencegah hewan

345

Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020

terinfeksi oleh vaksin cacing paru-paru. Dalam


beberapa kasus memasukkan bakteria akan
menghasilkan toksin yang kuat dan ini diberi
perlakuan secara kimiawi sehingga menjadi
inaktif. Toksin yang diinaktifasi digunakan
sebagai vaksin (contoh. Beberapa penyakit
clostridiosis).
KEGAGALAN DALAM VAKSINASI
Kegagalan utama dari program vaksinasi
pada sapi perah adalah sebagai hasil dari
1).Kesalahan
diagnosis
penyakit
yang
mengakibatkan kesalahan dalam memilih
vaksin.2).
Masalah
penyakit
bersifat
multifaktorial
dengan
faktor
lainnya
mendominasi serta mengecilkan arti penyakit.
3). Kesalahan dalam menggunakan vaksin,
termasuk didalamnya kesalahan menyimpan,
penggunaan dan dosisnya. 4). Tantangan yang
berlebih oleh infeksi lapangan dalam keadaan
kesehatan yang jelek/buruk, ventilasi dll. 5).
Banyaknya galur/strain yang tidak dapat
dipenuhi oleh vaksin yang digunakan (contoh
E.coli). 6). Hewan/ternak tidak mampu
menghasilkan respons kekebalan yang cukup
akibat keadaan tertentu (contoh: stres, penyakit
tertentu, nutrisi yang jelek dll.) (RUMA, 2007).
Apabila kegagalan vaksinasi dicurigai akan
terjadi maka harus cepat dilaporkan kepada
konsultan dokter hewan.
PENYAKIT PENTING YANG
DIKENDALIKAN LEWAT VAKSINASI
Bovine viral diarrhoea (BVD)
BVD disebabkan oleh virus BVD dan
penyakit ini tersebar di dunia, termasuk di
Indonesia. Penyakit ini di Indonesia pernah
dilaporklan di Sumatera Utara, Lampung,
Kalimantan, Sulawesi dan di banyak tempat di
pulau Jawa. Infeksi penyakit ini dapat
mengakibatkan infertilitas (FRAY et al., 2000),
menurunnya kekebalan anak sapi akibat
adanya penyakit lain (contoh: Pneumonia pada
anak sapi-RSV, PI3, atau IBR) atau Mucosal
Disease pada anak sapi. Virus BVD juga dapat
mengakibatkan enteritis, sering terjadi ringan,
tetapi terkadang parah dan menyebabkan

346

kematian pada sapi dewasa (KAHRS,


LIBERG et al., 2006).

1981;

Infectious bovine rhinotracheitis (IBR)


IBR merupakan penyakit pernafasan pada
anak sapi dan sapi dewasa. Biasanya penyakit
ini sangat menular dan disebabkan oleh bovine
herpes virus 1 (BHV-1). Sumber infeksi
diantara ternak adalah melalui leleran cairan
hidung (atau leleran mata), bila hal ini
menyangkut sistem pernafasan. Sumber infeksi
bisa berasal dari cairan vagina atau cairan
preputium, semen atau cairan fetus bila infeksi
terjadi pada saluran reproduksi. Sekali hewan
terinfeksi maka akan tetap hewan tersebut
menjadi karier. Apabila ada stress pada hewan
tersebut, shedding virus akan terjadi (KAHRS,
1981). Tingkat infeksi laten bervariasi tetapi
dapat meningkat diatas 10% pada hewan yang
klinis normal. Walaupun periode laten sangat
panjang, tetapi terkadang anak tidak
mengandung antibodi terhadap virus BHV1,
karena tidak ada faktor stress pada anak
(WIYONO, 1993). Penyakit ini pada sapi perah
sering terjadi bersamaan dengan penyakit viral
lainnya seperti Para Influenza-3 dan BVD.
Keadaan ini pernah dilaporkan di Indonesia
pada outbreak penyakit diare ketika sapi
potong dipindahpulaukan dan ternyata
penyebabnya adalah kompleks antara IBR dan
BVD (WIYONO et al., 1989). Hasil uji serologi
pada sapi di Indonesia, ternyata Para Influenza3 juga terdapat di Indonesia (SENDOW et al.,
2004). Oleh sebab itu, vaksinasi terhadap Para
Influenza pada sapi perah perlu juga
direncanakan.
Penyakit-penyakit clostridial
Mikroba Clostridium sp. sangat umum ada
pada sapi untuk beberapa macam penyakit
(Tabel 1.). Bakteri ini umumnya ada di
lingkungan ternak, terutama dalam tanah.
Terkadang satu daerah lebih banyak
kejadiannya dibanding daerah lainnya.
Organisme ini menghasilkan toksin yang
menyebabkan kerusakan jaringan, dan infeksi
sering berlanjut dengan timbulnya penyakit,
sering diiringi dengan kematian sebelum
hewan memperlihatkan gejala sakit. Untuk hal

Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020

yang demikian, vaksinasi sangatlah dibutuhkan


untuk mengontrol kejadian penyakit.
Sebagai diagnosis banding penyakit
Clostridial adalah penyakit akibat keracunan
bahan kimia/bahan lain (NATALIA et al.,
1989). Tetapi dalam cairan tubuh hewan mati
karena keracunan tidak akan ditemui toksin.
Sehingga untuk diagnosis penyakit di
laboratorium
sebaiknya
digunakan
uji
netralisasi toksin dengan antitoksin. Di
Indonesia
program
vaksinasi
penyakit
clostridial pada sapi perah belum ada peternak
yang melakukannya secara teratur dalam hal
ini yang membuat kejadiannya selalu tiba-tiba
dan berakhir dengan kematian.
Kasus
kematian akibat penyakit Clostridiosis sering
dilaporkan tidak hanya pada sapi perah, tetapi
juga pada sapi potong (NATALIA, 2000).
Tabel 1. Penyakit-penyakit penting pada sapi perah
yang menyebabkan penyakit dan agen
penyebabnya
Organisme penyebab
C. chauvoi
C. septicum
C. novyi type B
C. hemolyticum tipe D
C. tetani
C.botulinum tipe C
dan D
C. perferingens type
A,B,C dan D
C. sordelli
Campuran
Clostridium spp.

Penyakit
Blackleg
Post parturient gangrene
False blackleg
Black disease
Bacillary
haemoglobinuria
Tetanus
Botulism
Enterotoxaemia
Sudden death
Gas gangrene

Pateurellosis
Pasteurellosis akibat infeksi Pasteurella
multocida atau Pasteurella haemolytica
merupakan penyakit penting menyerang ternak
sapi perah di Indonesia. Penyakit ngorok pada
sapi perah merupakan penyakit yang
disebabkan oleh Pasteurella multocida subtipe
B2 dan E2. Penyakit ini menyerang sapi perah
secara akut dan mewabah. Penyakit ini
menyebar luas di Indonesia dan lebih sering
kejadiannya pada sapi potong. Program
vaksinasi dengan vaksin mati (strain katha)

telah lama dilakukan di Indonesia dan program


vaksinasi perlu sekali dievaluasi, terutama
dalam analisa antibodi pasca vaksinasi
(NATALIA dan PRIADI, 1999; NATALIA dan
PATTEN, 1993;1994).
Salmonellosis
Salmonellosis dapat berdampak penyakit
tidak hanya pada sapi perah, tetapi pada hewan
lainnya termasuk pada manusia. Banyak jenis
Salmonellosis yang menyebabkan penyakit
termasuk
didalamnya
S.
dublin,
S.
typhumurium, S. newport dan S. arizona.
Kontrol
Salmonellosis
yang
biasanya
dilakukan adalah perlakuan kebersihan
lingkungan, pemberian antibiotika dan
program vaksinasi, baik itu yang sifatnya
monovalen ataupun polivalen. Guna mencegah
ternak terkontaminasi oleh Salmonellosis,
sebaiknya penggunaan makanan dan air yang
sebaik mungkin bersih dari kontaminasi kuman
Salmonella spp. Hal ini penting untuk
mencegah penyakit ini menular pada
peternaknya.
Ringworm
Penyakit ini sudah lama terdapat pada sapi
perah di Indonesia. Penyebabnya adalah
cendawan Trichophyton verrucosum. Jamur/
cendawan ini menginfeksi kulit sapi dan
bulunya. Umumnya, terjadi pada sapi perah
yang muda dan baru antara umur dua hingga
tujuh bulan. Terutama pada kelompok ternak
yang sangat rapat populasinya. Sapi yang telah
terinfeksi, sebaiknya tidak divaksinasi.
Sedangkan hewan yang baru datang pada
peternakan yang telah sering terjadi penyakit
ini, sebaiknya divaksinasi. Penyakit ini bersifat
zoonosis. Pada manusia ia juga menyerang
kulit dan menimbulkan kegatalan yang amat
sangat.
Leptospirosis
Penyakit ini telah lama dikenal di Indonesia
dan sangat potensial menyerang ternak sapi
perah. Gejala klinis yang biasanya dilaporkan
oleh peternak adalah air seninya yang
mengandung darah (air seni merah). Ada

347

Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020

beberapa serovar yang penting ditemui pada


sapi perah. Yang tersering adalah serovar
Hardjo, interogans dan tarrasovi.
Vibriosis/campylobacteriosis
Penyakit bakterial yang sering dan telah
lama ada di Indonesia yang dapat mengakibatkan abortus pada sapi perah yang sedang
bunting. Untuk mencegah penyakit ini, biasanya diberikan vaksinasi pada daerah yang tidak
menggunakan program inseminasi buatan
(STOKKA et al., 1996). Tipe vaksin yang
digunakan adalah killed vaccine dalam bentuk
Bacterin. Biasanya dilakukan vaksinasi pada
masa sebelum bunting pada sapi perah dara.
ALTERNATIF PROGRAM VAKSINASI
PADA SAPI PERAH
Dalam program vaksinasi, informasi paling
baik yang didapat, harus digunakan untuk
mendeteksi adanya kebenaran atau kesalahan

dari program yang kita putuskan. Hal ini


penting, karena rekomendasi dari pabrik
pembuat tidak selamanya cocok dan tepat
untuk kita ikuti. Tujuan dari program yang
diusulkan adalah guna memilih vaksin mana
yang cocok. Nasehat dari dokter hewan
setempat selayaknya dipertimbangkan untuk
memutuskan program yang akan kita gunakan.
Program vaksinasi pada sapi perah muda
sebaiknya
dimulai
dengan
pemberian
colostrum sebagai pertahanan pasif pada umur
06 hari. Setelah itu perlu dipikirkan
pemberian polyvalent vaccine untuk penyakitpenyakit pernapasan kausa viral, seperti IBR,
PI-3, BVD, BRSV dan sebaiknya dalam bentuk
modified live vaccine (Tabel 2) (STOKKA et al.,
1996). Vaksin Brucellosis disarankan untuk
daerah yang tertular dengan pemberian vaksin
Strain 19 atau RB 51. Hal ini perlu sekali
dikonsultasikan dengan dokter hewan setempat
dalam pelaksanaannya. Biasanya dilakukan
pada umur 46 bulan.

Tabel 2. Program vaksinasi pada sapi perah muda


Umur
>2 minggu

Jadwal vaksinasi
Dua dosis dengan selang 34 minggu

>2 minggu
>3 minggu
>12 minggu

Penyakit
Respirasi (RSV,
PI3, Pasteurella,
IBR)
Ringworm
Salmonella
BVD

Sebelum merumput

Lungworm

Vaksin oral. Dua dosis selang sebulan

Dua dosis selang 1014 hari


Dua dosis selang 1421 hari
Dua dosis selang 34 minggu

Keterangan
Umumnya
vaksin
kombinasi

Biasanya vaksin
kombinasi

Tabel 3. Program vaksinasi pada sapi perah dara


Umur
Sebelum
dikawinkan
Sebelum bunting

Sebelum beranak

348

Penyakit
Leptospirosis
BVD
IBR
Anthrax
SE
Mastitis karena coliform
Diare neonatal
Penyakit clostridial

Jadwal vaksinasi
Dosis awal dan buster 4 minggu
kemudian
Buster tahunan
Buster tahunan
Buster tahunan
Buster tahunan
Program 3 kali dosis
Program dua kali dosis
Buster tahunan

Keterangan

Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020

Tabel 4. Program Vaksinasi pada induk sapi perah


Umur
Sebelum sapih
Sebelum beranak berikutnya

Sebelum masa kering


Sebelum beranak

Penyakit
Leptospirosis
BVD
IBR
Anthrax
SE
Mastitis coliform
Penyakit clostridial
Diare neonatal
Salmonellosis

Jadwal vaksinasi
Buster tahunan
Buster tahunan
Buster tahunan
Buster tahunan
Buster tahunan
Program tiga kali dosis
Buster tahunan
Buster tahunan
Buster tahunan

Keterangan

Tabel 5. Program vaksinasi pada sapi perah yang menyusui


Umur
Sebelum bunting

Sebelum masa kering


Sebelum beranak

Penyakit
Leptospirosis
BVD
IBR
Anthrax
SE
Penyakit clostridial
Diare neonatal
Salmonellosis

Jadwal vaksinasi
Buster tahunan
Buster tahunan
Buster tahunan
Buster tahunan
Buster tahunan
Buster tahunan
Buster tahunan
Buster tahunan

Keterangan

Tabel 6. Tindakan pencegahan lainnya yang dilakukan pada sapi perah


Keadaan
Acidosis
Parasit cacing
Kontrol
mastitis

Masalah kuku
Masalah
Reproduksi
Pengamatan
serangga
Suhu
Mastitis
Keluron
Rendaman kaki

Pencegahan
Sodium bikarbonat

Jadwal kegiatan
Perlakuan
Saat produksi susu
Pada konsentrat diberi 1,5 % dan
meningkat
dicampur rata
Morantel tartrat
Sapi sehat
Fenbendazol 5 mg/kg
Sapi sehat
Uji DHIA tiap hari
Semua sapi produksi
SCC tiap bulan
Sebelum memerah
Semua sapi produksi
Uji puting susu
Sesudah memerah
Semua sapi produksi
Celup puting
Masa kering
Semua sapi produksi
Perlakuan masa kering
Antibiogram
Sapi bermasalah
Uji mikroba susu
Semua sapi produksi
Evaluasi pemerahan
Pemotongan kuku
Semua sapi produksi
12 kali setahun konsultasi dokter
hewan
Perendaman kuku
Semua sapi produksi
Uji uterus dan ovarium
Sapi bermasalah
Pengamatan pada 3540 hari setelah
kebuntingan
Uji kebuntingan
Semua sapi bunting
Terutama pada sapi bunting, hindari serangga dan kendalikan serangga dewasa
Kurangi stres akibat panas pada semua sapi produksi dan kering kandang
Pisahkan sapi yang mastitis
Sampel darah dan organ akibat keluron segera kirim ke laboratorium
Harus dibersihkan secara baik dan selalu bersih keadaannya

349

Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020

TINDAKAN PENCEHAGAN LAINNYA


YANG PENTING PADA SAPI PERAH

KAHRS, R.F. 1981. Viral diseases of cattle. The


IOWA State University Press/AMES/IOWA,
USA.

Tindakan ini merupakan tindakan yang


dilakukan secara teratur untuk mencegah
berulangnya penyakit menyerang ternak sapi
perah yang biasanya sering dialami oleh
peternak sapi perah. Pada Tabel 6. tertera
beberapa tindakan mulai dari kejadian acidosis,
parasit cacing, kontrol mastitis, masalah yang
berhubungan dengan kuku serta masalah
reproduksi. Keseluruhan kegiatan ini perlu
digarisbawahi agar tidak mengakibatkan
kerugian yang semakin lama semakin besar
dan dapat mengakibatkan kematian. (STOKKA
et al., 1996).

LARSON, R.L., V.L. PIERCE, and R.F. RANDLE. 1998.


Economic evaluation of neonatal health
protection programs for cattle. J. Am. Vet.
Med. Ass. 213(6): 810816.

KESIMPULAN DAN SARAN


Vaksinasi pada sapi perah di Indonesia
sudah saatnya ditentukan dan dipilih penyakit
yang sesuai dengan lingkungan setempat.
Konsultasi dokter hewan setempat sangat
membantu untuk tidak terjadi kesalahan dalam
pemilihan vaksin yang akan digunakan.
Beberapa penyakit penting pada sapi perah dan
hingga kini masih mengancam ternak sapi
perah di Indonesia. Perlu sekali dilakukan
program vaksinasi yang teratur dan dievaluasi
secara serologis pasca vaksinasi, apakah vaksin
telah tepat guna atau tidak berfungsi sama
sekali.
DAFTAR PUSTAKA
ELLIS, J.A. 2002. The role of vaccination in a good
herd health program. http://www.afns.
ualberta.ca/hosted/wcds/wcd99/chap19.htm
1/12/02.
FRAY, M.D., D.J. PATON, and S. ALENEUS. 2000.
The effects of bovine viral diarrhoea virus on
cattle reproduction in relation to disease
control. Anim. Reprod. Sci 2(60-61): 615
627.

350

LIMBERG, A., J. BROWNLIE, G.J. GUNN, H. HOUE, V.


MOENNIG, H.W. SATKAMP, T. SANVIK, and P.S.
VALLE. 2006. The control of bovine viral
diarrhea virus in Europe: today and the future.
Rev.Sci.Tech.Off.Int.Epiz.25(3): 961979.
NATALIA, L. 2000. Manifestasi visceral penyakit
radang paha pada hewan. JITV. 5(1): 53 58.
RADOSTITS, M. 1991. The role of management and
the use of vaccines in the control of acute
undifferentiated diarrhea of newborn calves.
Can.Vet.Jour. 32:155 159.
RUMA. 2007. Responsible use of vaccines and
vaccination in dairy and beef cattle
production. DEFRA,NOAH, United Kingdom,
England.
SENDOW, I., T. SYAFRIATI dan R. DAMAYANTI. 2004.
Gambaran seroepidemiologi dan histopatologi
infeksi virus para influenza tipe3 pada sapi.
JITV. 9(2): 115121.
STOKKA, G., J.F. SMITH, J.R. DUNHAM, and
T.VANANNE. 1996. Preventive dairy herd
health program. Dairy Science-4, Kansas State
University, Agriculture Experiment Station
and Cooperative Extension Service, USA.
WIYONO, A. 1993. Studi prevalensi antibodi
terhadap infectious bovine rhinotracheitis pada
sentinel anak dan induk sapi Bali di Lampung.
Penyakit Hewan 23(45): 710.
WIYONO, A., P. RONOHARDJO, R.J. GRAYDON, dan
P.W. DANIELS. 1989. Diare ganas sapi: 1.
Kejadian penyakit pada sapi Bali bibit asal
Sulawesi Selatan yang baru tiba di Kalimantan
Barat. Penyakit Hewan 38:7783.

You might also like