You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma adalah penyakit kronik saluran nafas yang ditandai oleh inflamasi
kronik yang melibatkan berbagai sel inflamasi dengan karakteristik respon yang
berlebihan

terhadap

berbagai

rangsangan.

Manifestasi

klinisnya

adalah

penyempitan saluran nafas yang difus dengan derajat yang bervariasi dan bersifat
reversibel secara spontan atau dengan pengobatan. Meskipun berbagai obat baru
dikembangkan dan digunakan untuk mengatasi penyakit ini, ternyata di negara
maju angka kematian oleh penyakit ini juga meningkat.(1,2)
Di seluruh dunia diperkirakan 100 juta orang menderita asma. Berdasarkan
studi The International Study of Asthma and Allergic in Childhood, pada anak 1314 tahun, didapatkan prevalensi asma di dunia

sangat bervariasi dari 1.6%-

36.8%. Hadiarto (2000) menyatakan bahwa walaupun Indonesia dinyatakan


sebagai Low Prevalence Country (<5%) untuk asma, kenyataan sulit dibantah
bahwa asma ada dimana-mana, dan bila diambil angka yang pesimis saja, (2.5%),
berarti ada 5 juta penyandang asma di Indonesia.(2,3)
Asma terdapat pada semua usia dan perjalanan penyakitnya tidak dapat
diramalkan karena tergolong pada berbagai faktor. Gejala asma bervariasi dari
ringan sampai berat. Asma dapat dikontrol dengan berbagai cara, tetapi inflamasi
yang ada di saluran nafas tetap ada meskipun gejala sudah tidak timbul selama
bertahun-tahun.(1,3,4)
Dengan penatalaksanaan yang baik dapat membuat asma menjadi terkontrol
yaitu gejala penyakit berkurang dan faal paru menjadi optimal.
B. Tujuan Penulisan
Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman
mengenai penatalaksanaan asma jangka panjang.

C. Batasan Masalah
Penulisan referat ini dibatasi pada penatalaksanaan asma jangka panjang yang
meliputi penatalaksanaan asma intermiten, persisten ringan, sedang dan berat.
D. Metode penulisan
Penulisan referat ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang diambil
dari berbagai literatur.

BAB II
ASMA BRONKIAL
I.

Definisi
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya "terengah-engah" dan

berarti serangan nafas pendek. Meskipun dahulu istilah ini digunakan untuk
menyatakan gambaran klinis nafas pendek tanpa memandang sebabnya, sekarang
istilah ini hanya ditujukan untuk keadaan-keadaan yang menunjukkan respon
abnormal saluran nafas terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan
penyempitan jalan nafas yang meluas.(5)
Sampai sekarang belum ada kesepakatan tentang definisi asma bronkial
yang dapat diterima semua ahli. Telah banyak definisi yang dikemukakan untuk
menyimpulkan sifat dan bentuk penyakit ini, tetapi kadang-kadang definisi
tersebut tidak bisa menggambarkan karakteristik penyakit ini secara keseluruhan.
(6,7)
Definisi yang disepakati bersama dalam suatu konsensus internasional
para ahli asma menyatakan bahwa asma adalah suatu kelainan inflamasi kronik
saluran nafas. Sedangkan definisi yang banyak dianut saat ini adalah yang
dikemukakan oleh The American Thoracic Society (1962) yaitu "Asma adalah
suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang
luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil
pengobatan".(6,7)
Bila ditelaah lebih lanjut, definisi tadi dapat diuraikan menjadi:(6)
1. Ada peningkatan respons trakea dan bronkus. Hal ini berarti bahwa jalan
nafas penderita asma mempunyai respon yang lebih hebat terhadap
berbagai rangsangan dibanding dengan orang normal.
2. Serangan asma jarang sekali hanya dicetuskan oleh satu macam
rangsangan, tetapi oleh berbagai rangsangan.
3. Kelainan tersebar luas pada kedua paru dan tidak hanya satu paru atau satu
lobus paru.
3

4. Derajat serangan asma dapat berubah-ubah, misalnya obstruksi lebih berat


pada malam hari dibanding dengan siang hari.
II. Klasifikasi
Asma menurut Konsensus Internasional diklasifikasikan berdasarkan
etiologi, beratnya penyakit, dan pola waktu terjadinya obstruksi saluran nafas.(7)
a.

Klasifikasi berdasarkan etiologi


Termasuk klasifikasi ini adalah:

Asma Intrinsik (cryptogenic)

Asma Ekstrinsik

b. Klasifikasi berdasarkan berat penyakit


Beratnya penyakit ditentukan oleh berbagai faktor yaitu:
Gambaran klinik sebelum pengobatan, dilihat dari gejala,

eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi -2 agonis, dan uji
faal paru.
Obat-obat yang digunakan untuk mengontrol penyakit.

Dari gabungan tersebut asma diklasifikasikan menjadi intermiten, ringan,


sedang, berat.
c. Klasifikasi berdasarkan pola waktu serangan
Klasifikasi asma juga bisa dibuat berdasarkan pola waktu terjadinya
serangan yang dipantau dengan pemeriksaan APE. Termasuk dalam klasifikasi ini
adalah:
Asma Intermitten

Pada jenis ini serangan asma timbul kadang-kadang. Di antara dua


serangan, APEnya normal, tidak terdapat atau ada hipereaktivitas bronkus
ringan.

Asma Persisten
Terdapat variabilitas APE antara siang dan malam hari, serangan sering
terjadi dan terdapat hipereaktivitas bronkus. Pada beberapa penderita asma

persisten yang berlangsung lama, faal paru tidak pernah kembali normal
meskipun diberikan pengobatan kortikosteroid yang intensif.
Brittle Asthma

Penderita brittle asthma memiliki saluran nafas yang sensitif, dan


variabilitas obstruksi seluruh saluran nafas dari hari ke hari sangat ekstrim.
Penderita ini mempunyai resiko tinggi untuk mengalami eksaserbasi tibatiba yang berat dan mengancam jiwa.
III. Etiologi
Penyebab asma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan utama
ialah reaksi berlebihan dari trakea dan bronkus (hipereaktivitas bronkus).
Hipereaktivitas bronkus itu belum diketahui dengan jelas penyebabnya. Diduga
karena adanya hambatan sebagian sistem adrenergik, kurangnya enzim
adenilsiklase dan meningginya tonus sistem parasimpatik. Keadaan demikian
menyebabkan mudah terjadinya kelebihan tonus parasimpatik bila ada
rangsangan, hingga terjadi spasme bronkus. Banyak faktor yang turut menentukan
derajat reaktivitas atau iritabilitas tersebut. Faktor genetik, biokimia, saraf
otonom, imunologis, infeksi, endokrin, psikologis, dan lingkungan lainnya, dapat
turut serta dalam proses terjadinya manifestasi asma. Karena itu asma disebut
penyakit yang multifaktorial.(8)
Asma ekstrinsik atau alergik, ditemukan pada sejumlah kecil pasien
dewasa, dan disebabkan oleh alergen yang diketahui. Bentuk ini biasanya dimulai
pada masa kanak-kanak dengan riwayat keluarga yang mempunyai penyakit
atopik seperti demam jerami, ekzema, dermatitis, dan asma sendiri. Asma alergik
disebabkan karena kepekaan individu terhadap alergen, biasanya protein, dalam
bentuk serbuk sari yang dihirup, bulu halus binatang, kain pembalut, atau yang
lebih jarang, terhadap makanan seperti susu atau coklat. Paparan terhadap alergen,
meskipun hanya dalam jumlah yang sangat kecil, dapat mengakibatkan serangan
asma.

Pada asma intrinsik atau idiopatik, sering tidak ditemukan faktor-faktor


pencetus yang jelas. Faktor-faktor yang nonspesifik seperti flu biasa, latihan fisik,
atau emosi dapat memicu serangan asma. Asma jenis ini lebih sering timbul
sesudah usia 40 tahun, dengan serangan yang timbul sesudah infeksi sinus hidung
atau pada percabangan trakeobronkial.
Bentuk asma yang paling banyak menyerang pasien adalah asma
campuran, yang mana terdiri dari komponen-komponen asma ekstrinsik dan
intrinsik.(5).

IV. Patogenesa
Asma

ditandai

dengan

kelainan

utama

pada

bronkus

yaitu

bronkokonstriksi otot bronkus, inflamasi mukosa, dan bertambahnya sekret yang


berada di jalan nafas.(Ilmu Kesehatan Anak)
Pada asma ekstrinsik, alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada
mukosa bronkus yang mengakibatkan konstriksi otot polos, hiperemia, serta
sekresi lendir yang tebal. Mekanisme terjadinya reaksi ini telah diketahui dengan
baik, walaupun sangat rumit. Penderita yang telah disensitisasi terhadap satu
bentuk alergen yang spesifik, akan membuat antibodi terhadap alergen yang
dihirup itu. Antibodi ini merupakan imunoglobulin jenis IgE. Antibodi ini melekat
pada permukaan sel mast pada mukosa bronkus. Bila satu molekul IgE yang
terdapat pada permukaan sel mast menangkap satu molekul alergen, sel mast
tersebut akan memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan yang
menyebabkan konstriksi bronkus. Salah satu contohnya yaitu histamin dan
prostaglandin. Pada permukaan sel mast juga terdapat reseptor -2 adrenergik,
yang bila dirangsang dengan obat anti asma salbutamol -2 mimetik akan
menghambat pelepasan histamin. Aminofilin juga dapat menghalangi pembebasan
histamin. Pada mukosa bronkus, darah tepi, dan sputum terdapat sangat banyak
eosinofil. Dulu fungsi eosinofil dalam sputum tidak diketahui, tapi baru-baru ini
diketahui bahwa dalam butir-butir granula eosinofil terdapat enzim yang
menghancurkan

histamin

dan prostaglandin.
6

Jadi

eosinofil

memberikan

perlindungan terhadap asma. Dengan demikian jelaslah bahwa kadar IgE akan
meninggi dalam darah tepi.
Asma intrinsik memiliki patogenesa yang berbeda dengan asma ekstrinsik.
Mungkin diawali oleh kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari serabutserabut nervus vagus yang akan merangsang bahan-bahan iritan dalam bronkus
sehingga timbul refleks batuk dan sekresi lendir. Serabut nervus vagus ini
demikian sensitifnya hingga langsung menimbulkan refleks konstriksi bronkus.
Selain itu, lendir yang sangat lengket akan disekresi sehingga pada kasus-kasus
berat dapat menimbulkan sumbatan saluran nafas yang hampir total, sehingga
menimbulkan status asmatikus, gagal nafas, dan kematian. Rangsangan yang
paling penting untuk refleks ini ialah infeksi saluran pernafasan oleh flu (common
cold), adenovirus, dan juga oleh bakteri seperti Haemophilus influenzae. Selain
itu, polusi udara oleh gas iritatif asal industri, asap, dan udara dingin juga dapat
berperanan. Faktor emosi juga memiliki peran penting pada semua jenis asma. (9)

V. Diagnosis
Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan urutan pemeriksaan berikut:
1.

Anamnesis
Secara klinis asma diduga bila ada gejala mengi, batuk, sesak nafas, dan
riwayat pneumonia atau bronkitis yang berulang. Batuk yang menetap dan
berulang terutama sesudah pajanan berbagai zat tertentu, aktivitas, gangguan
emosi, dan infeksi virus. Batuk pada asma menjadi lebih berat pada malam
hari. Namun kadang-kadang gejala asma hanya berupa batuk-batuk kronik.
Penting juga diketahui dalam anamnesis adalah gejala-gejala yang membaik
secara spontan atau dengan bronkodilator dan anti inflamasi, dan faktor-faktor
yang dapat mencetuskan asma dan atopi dalam keluarga.(7)

2.

Pemeriksaan fisik
Hasil yang didapat tergantung stadium serangan, lamanya serangan serta
jenis asmanya. Pada asma yang ringan dan sedang, tidak ditemukan kelainan
7

fisik di luar serangan. Kadang-kadang dapat ditemukan penyakit lain sebagai


penyakit penyerta berupa otitis media, konjungtivitis, rinitis, polip hidung,
sinusitis atau hiperplasia tonsil.(7,8)
Pada inspeksi terlihat pernafasan yang cepat dan sukar, disertai batukbatuk paroksismal, dan ekspirium memanjang. Saat inspirasi terlihat retraksi
daerah supra klavikular, suprasternal, epigastrium, dan sela iga. Pada asma
kronik, terlihat bentuk toraks emfisematus, bongkok ke depan, sela iga
melebar, dan diameter anteroposterior toraks bertambah. Saat serangan berat
terlihat tanda-tanda kegelisahan sampai penurunan kesadaran, kesukaran
berbicara, takikardi, penggunaan otot bantu nafas, sianosis, hiperinflasi, dan
pulsus paradoksus. Pada perkusi terdengar hipersonor di seluruh toraks,
terutama bagian bawah posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil.
Pada auskultasi, awalnya terdengar bunyi nafas kasar/mengeras. Bila
penyakit makin berat, mengi dapat terdengar baik saat ekspirasi maupun
inspirasi. Dalam keadaan normal, fase ekspirasi 1/3-1/2 dari fase inspirasi.
Saat serangan, fase ekspirasi memanjang. Terdengar juga ronki kering dan
ronki basah serta suara lendir bila banyak sekresi bronkus.
Tanda-tanda yang berhubungan dengan tingkat obstruksi jalan nafas pada
saat pemeriksaan umumnya sangat tergantung pada kemampuan pengamat.
Hal yang lebih baik adalah mencari tanda-tanda yang berhubungan dengan
hiperinflasi dada, seperti hiperresonansi, retraksi subkostal, tarikan trakea dan
tegangnya otot-otot skalenus.(7,8)
3.

Uji faal paru


Uji faal paru yang paling sederhana adalah pemeriksaan arus puncak
ekspirasi (APE) dengan alat Mini Wright Peak Flow Meter. Pemeriksaan ini
memiliki arti bila dilakukan secara serial. Variabilitas nilai APE sebesar 20%
atau lebih antara pagi dan sore merupakan diagnostik asma. Pemeriksaan paru
yang lebih akurat adalah dengan spirometri, yaitu menentukan volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan rasio VEP1 terhadap kapasitas vital
paksa (KVP). Reversibilitas asma dapat dilihat dengan pengukuran faal paru
8

(APE atau VEP1) sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator, misalnya


inhalasi agonis -2. Peningkatan APE atau VEP1 sebesar 15% atau lebih
sesudah inhalasi bronkodilator menunjukkan adanya reversibilitas penyakit.
(7)
4.

Pemeriksaan laboratorium
Pada penderita asma sering ditemukan eosinofilia. Uji kulit dengan alergen
merupakan pemeriksaan diagnostik pada asma alergi. Pemeriksaan IgE
spesifik dalam serum juga berguna dalam diagnostik asma alergi. (7)

5.

Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan foto toraks tidak begitu penting untuk diagnosis asma.
Pemeriksaan ini berguna untuk menyingkirkan penyakit lain yang mempunyai
gejala mirip asma atau untuk melihat komplikasi penyakit seperti atelektasis,
pneumotoraks, pneumonia, dan fraktur iga. (7)

6.

Uji provokasi bronkus


Pemeriksaan ini dilakukan untuk memperlihatkan dan mengukur derajat
hipereaktivitas bronkus yang terdapat pada penderita asma. Selain itu juga
dilakukan bila ada kecurigaan asma namun tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan fisik dan faal paru. Uji provokasi ini dapat dilakukan dengan
beban kerja, hiperventilasi isokapnik, udara dingin, maupun dengan inhalasi
spesifik atau nonspesifik.(7)

BAB III
PENATALAKSANAAN ASMA JANGKA PANJANG
Walaupun asma tidak dapat disembuhkan akan tetapi asma dapat dikontrol
dan penatalaksanaan asma bermaksud untuk memperbaiki kualitas hidup
penderita seoptimal mungkin sehingga penderita dapat hidup normal dalam
menjalankan kehidupannya sehari-hari.
Tujuan penatalaksanaan asma:(10)
Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
Mencegah eksaserbasi / serangan akut
Meningkatkan fungsi paru mendekati normal dan mempertahankan keadaan
tersebut
Mengupayakan tercapainya tingkat aktivitas normal termasuk exercise
Menghindari efek samping karena obat
Mencegah terjadinya aliran udara yang irreversibel
Mencegah kematian karena asma
Pada prinsipnya obat anti asma untuk mengontrol penyakit terdiri dari
pengobatan pencegahan yang bersifat jangka panjang terutama antiinflamasi, serta
pengobatan yang bersifat mengatasi serangan, efeknya segera dan waktu
bekerjanya singkat dikenal sebagai bronkodilator.
Selain itu prinsip lainnya adalah bentuk/ teknik pemberian obat yaitu
secara oral dan inhalasi. Pemberian secara inhalasi lebih dianjurkan untuk
pengobatan jangka panjang, mengingat alasan tingginya konsentrasi obat yang
dapat sampai di saluran nafas secara langsung dengan efek teraupetik yang tinggi
dan efek samping sistemik yang sangat minimal. Hal ini disebabkan beberapa hal
seperti pemberian langsung ketarget sasaran dan dosis obat yang sangat kecil 1/10
sampai 1/100 oabt oral. Walaupun demikian masih terdapat beberapa kelemahan
dari obat inhalasi yaitu teknik pemakaian yang relatif tidak mudah bagi anak-anak
dan orang tua, serta harga yang relatif mahal untuk penderita kalangan ekonomi

10

menengah kebawah. Akan tetapi telah terjadi berbagai terobosan dalam mengatasi
permasalahan tersebut, yaitu kemasan obat inhalasi yang bervariasi dan
tersedianya

berbagai

obat

penolong

(spacer)

untuk

memudahkan

pemakaian.penggunaan spacer pada inhalasi dosis terukur (metered dose inhaler/


MDI) tidak hanya memudahkan pemakaian, akan tetapi juga mengurangi absobsi
sistemik dan efek samping obat.
Dalam memberikan pengobatan jangka, selain dibutuhkan obat yang tepat
bagi keadaan asma dan toleransi penderita, juga perlu diperhatikan beberapa hal
yaitu teknik pemberian obat yang tepat sesuai tingkat kemampuan penderita dan
pemberian informasi/ edukasi penderita dalam hal pemakaian obat-obat tersebut
serta memonitornya setiap kunjungan baik melalui respon klinik maupun teknik
pemakaian obat.(11)
Pengobatan asma jangka panjang didasarkan pada beratnya penyakit dan
modifikasi dapat dilakukan sesuai kondisi. Beberapa hal perlu diperhatikan yaitu:
(12)
1. Untuk mencapai kondisi terkontrol, pengobatan dapat dimulai dari level
maksimal sesuai berat penyakit, dan bila tercapai kondisi terkontrol
diturunkan secara bertahap. Atau sebaliknya dimulai dengan pengobatan
sesuai berat penyakit dan dinaikkan bila dibutuhkan.
2. Naikkan level pengobatan, bila tidak tercapai kondisi terkontrol atau keadaan
asma menetap atau tidak ada perbaikan.
3. Turunkan level pengobatan bila tercapai kondisi terkontrol yang stabil paling
tidak 3 bulan, secara bertahap diturunkan sampai tercapai pengobatan level
serendah mungkin yang menghasilkan kondisi terkontrol seoptimal mungkin.
4. Setelah asma terkontrol tetap evaluasi pengobatan berkala (3-6 bulan sekali)
5. Pada kasus asma berat dengan penyakit penyerta atau dengan komplikasi
maka selayaknya dirujuk kepada ahli paru.
Pengobatan yang tepat sesuai berat penyakit disusun pula oleh NHLBI,
GINA dan WHO dengan maksud tercapainya pengamanan yang adekuat , hal ini
berdasarkan data yang menunjukkan kekerapan serangan atau eksaserbasi asma
yang membutuhkan perawatan rumah sakit atau pertolongan gawat darurat,
11

walaupun telah terjadi perkembangan dalam pengetahuan patogenesis, diagnosis


dan berbagai jenis pengobatan asma.
Berikut ini telah disusun tuntunan (guideline) pengobatan yang relatif dipakai
diseluruh negara menurut NHLBI, GINA dan WHO 1998: (12)
Berat Penyakit

Pencegahan jangka

Pengobatan mengatasi

Asma Persisten

panjang
Pengobatan setiap hari

serangan
Inhalasi bronkodilator

berat

Inhalasi steroid
MDI+spacer >1mg/hr
atau

kerja singkat
Agonis beta-2 atau
ipratropium bromida atao

Steroid nebulasi>1mg,

oral agonis beta-2 3-4x/hr

2x/hr
Bila perlu steroid oral,
dosis kecil, selang
Asma Persisten
Sedang

sehari,pagi hari
Pengobatan setiap hari
Inhalasi steroid
MDI+spacer 400800mcg/hr atao Steroid
nebulisasi <1mg/hr

Inhalasi bronkodilator
kerja singkat
Agonis beta-2 atau
ipratropium bromida
Agonis beta-2 atau
ipratropium bromida oral

Asma persisten
Ringan

Pengobatan setiap hari


Inhalasi steroid
MDI+spacer 200400mcg/hr
Kromoglikat (gunakan

Asma

agonis beta-2, 3-4x/hr


Inhalasi bronkodilator
kerja singkat
Agonis beta-2 atau
ipratropium bromida
Agonis beta-2 atau

MDI+spacer atau secara

ipratropium bromida oral

nebulisasi

agonis beta-2, 3-4x/hr

Tidak dibutuhkan

Intermitten

Inhalasi bronkodilator
kerja singkat.

12

Agonis B2 atau
ipratropium bromid bila
dibutuhkan.
Dirasakan tuntunan pengobatan tersebut tidak sepenuhnya dapat dilakukan
di Indonesia, mengingat bervariasinya tingkat kemampuan penderita, baik
kemampuan pengetahuan/ pendidikan maupun kemampuan ekonomi, serta
kemampuan pemberi jasa dalam hal ini fasilitas layanan kesehatan Maka
dipikirkan modifikasi dari tuntunan tersebut dengan mengindahkan kondisi di
Indonesia.
Terjadinya eksaserbasi pada asma disebabkan oleh faktor pencetus yang
bervariasi dari satu penderita dengan penderita lainnya, dengan kata lain faktor
pencetus bersifat individual. Faktor pencetus dapat dibagi atas dua bagian yaitu
inciter, yang dapat mengakibatkan terjadinya bronkospasme tanpa meningkatkan
hipereaktivitas bronkus (HBR), contohnya asap rokok, bau-bauan merangsang,
exercise dan inducer, yang dapat menimbulkan inflamasi sehingga meningkatkan
HBR, contohnya alergen, infeksi pernafasan, bahan kimia.
Identifikasi faktor pencetus dapat dilakukan oleh penderita, keluarga
penderita dengan bantuan dokter. Untuk pencetus berupa alergen dapat dilakukan
uji kulit (prick test). Identifikasi pencetus mutlak dilakukan dengan tujuan untuk
mencegah serangan dan mengurangi pemakaian obat-obatan.
Edukasi terhadap penderita asma dan keluarganya merupakan hal yang
mutlak dilakukan dalam penanganan asma jangka panjang. Edukasi dapat
diberikan oleh tim medis kepada penderita dan keluarga penderita sehingga
mereka dapat memahami asma dan permasalahannya serta dapat memahami
maksud pengobatan jangka panjang asma, mengenal bila terjadi perburukan,
mengatasi serangan tersebut sesuai anjuran dokter dan mengetahui kapan saatnya
harus mencari bantuan medis. Bentuk penyampaian edukasi dapat berupa
konsultasi dokter-penderita, penyuluhan kelompok, informasi melalui leaflet/
brosur/ buku/ televisi/ radio/ video.

13

Penatalaksanaan asma jangka panjang membutuhkan perawatan yang


berkesinambungan dan monitor yang terus menerus. Monitor tidak harus
dilakukan oleh dokter tetapi juga dilakukan oleh penderita dan keluarga penderita.
Monitor meliputi pengamatan terus menerus terhadap gejala, kebutuhan
bronkodilator dan fungsi paru, sehingga penderita mengenal bila terjadinya
perburukan, perbaikan atau kondisi yang menetap stabil. Cara yang mudah dan
dapat dilakukan penderita di rumah sehari-hari adalah pemeriksaan APE (Arus
Puncak Ekspirasi) dengan alat peak flow meter, dan dicatat pada kartu harian.
Sistem monitor ini sangat membantu penatalaksanaan asma, sehingga penderita
tidak jatuh pada keadaan perburukan yang berat atau pada keadaan efek samping
obat yang tidak perlu.
Monitor fungsi paru wajib dilakukan setiap penderita kontrol kedokter
melalui pemeriksaan spirometri, bila tidak mungkin cukup dengan pemeriksaan
APE. Kontrol teratur (1 kali sebulan) penting dilakukan walaupun keadaan asma
telah terkontrol stabil. Kepatuhan penderita dalam mengikuti penatalaksanaan
asma jangka panjang dapat ditingkatkan dengan hubungan kerjasama yang baik
antara dokter-penderita serta edukasi.(10,11)

BAB V
KESIMPULAN
14

Asma adalah penyakit kronik saluran nafas yang ditandai oleh inflamasi
kronik yang melibatkan berbagai sel inflamasi dengan karakteristik respon yang
berlebihan terhadap berbagai rangsangan.
Penatalaksanaan asma yang benar adalah tidak hanya mengatasi serangan
akut, akan tetapi penanganan jangka panjang yang bertujuan mencegah terjadinya
serangan dan mengoptimalkan penderita sehingga dapat hidup produktif dan
berkualitas, dengan mengatasi episode perburukan.
Kerjasama dokter dan penderita dibutuhkan dalam penatalaksanaan jangka
panjang, dengan tetap mempertimbangkan kemampuan penderita dalam menerima
dan melakukannya.

DAFTAR PUSTAKA

15

1.

Yunus F. Penatalaksanaan Eksaserbasi Akut Asma dalam: Kumpulan


Makalah Satelit Simposia "Penatalaksanaan Asma Jangka Panjang".Semarang,
9 Juli 2000.

2.

Mangunegoro H. Pulmonologi Menuju Kedokteran Respirasi, Tantangan


dan Harapan Memasuki Millenium ke-3 dalam: Pidato Upacara Pengukuhan
sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Pulmonologi FKUI. Jakarta, 2000;
15-18.

3.

JAMA Asthma Information Center. Guidelines for The Diagnosis and


Management of Asthma. JAMA, 1998.

4.

National Heart, Lung and Blood Institute. Global Initiative for Asthma
Global Strategy for Asthma Management and Prevention. NHLBI/WHO
Workshop Report. 1995. National Institutes of Health. Publication Number
95-3659, 1995.

5.

Wilson LM. Penyakit Pernafasan Obstruktif dalam: Patofisiologi Konsep


Klinis Proses-Proses Penyakit Buku 2 Edisi 4. Mosby Year Book Inc, 1992;
689-690.

6.

Baratawidjaja K. Asma Bronkial dalam: Ilmu Penyakit Dalam Jilid II,


Jakarta. Balai Penerbit FKUI,1999;21-39

7.

Yunus F. Konsep Mutakhir Penanganan Asma dalam: Simposium Sehari


"Yang Benar Tentang Asma". Jakarta. 27 Februari 1999

8.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.Pulmonologi dalam: Ilmu


Kesehatan Anak jilid 3, Jakarta. Balai Penerbit FKUI.1995;1203-1210.

9.

Sibuea H,Pangabean M,Gultom SP. Asma Bronkial dalam: Ilmu Penyakit


Dalam. Jakarta:Rineka Cipta,1992;53-65.

10.

Global Initiative for Asthma. Pocket Guide for Asthma Management and
Prevention NHLBI 1998.

11.

Art-Khaled N,Enarson DA. IUATLD. Management of Asthma in Adult for


Low Income Countries. IUATLD 1996.

12.

NHLBI/WHO Workshop Report. Global Initiative for Asthma. Global


Strategy for Asthma Management and Prevention. NHLBI 1995.

16

17

You might also like