You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi di sepanjang jalan saluran
kemih, termasuk ginjal itu sendiri akibat proliferasi suatu mikroorganisme. 1 Untuk
menyatakan adanya infeksi saluran kemih harus ditemukan bakteri di dalam urin.
Suatu infeksi dapat dikatakan jika terdapat 100.000 atau lebih bakteri/ml urin, namun
jika hanya terdapat 10.000 atau kurang bakteri/ml urin, hal itu menunjukkan bahwa
adanya kontaminasi bakteri. Bakteriuria bermakna yang disertai gejala pada saluran
kemih disebut bakteriuria simptomatik. Sedangkan yang tanpa gejala disebut
bakteriuria asimptomatik.
Infeksi saluran kemih sering terjadi pada wanita. Salah satu penyebabnya
adalah uretra wanita yang lebih pendek sehingga bakteri kontaminan lebih mudah
melewati jalur ke kandung kemih. Faktor lain yang berperan adalah kecenderungan
untuk menahan urin serta iritasi kulit lubang uretra sewaktu berhubungan kelamin.
Uretra yang pendek meningkatkan kemungkinan mikroorganisme yang menempel
dilubang uretra sewaktu berhubungan kelamin memiliki akses ke kandung kemih.
Kehamilan berpengaruh secara mekanis dan hormonal dengan fungsi traktus
urinarius yang secara embriologis berasal dari traktus genitalis. Wanita hamil
mengalami relaksasi semua otot polos yang dipengaruhi oleh progesterone, termasuk
kandung kemih dan ureter, sehingga mereka cenderung menahan urin dibagian
tersebut. Uterus pada kehamilan dapat pula menghambat aliran urin pada keadaankeadaan tertentu.
ISK telah diketahui berhubungan dengan kesudahan kehamilan yang buruk,
seperti persalinan preterm, pertumbuhan janin terhambat, bahkan janin lahir mati
(stillbirth). Komplikasi ini bukan hanya akibat ISK bergejala, tetapi bakteriuria
asimtomatik juga dapat menyebabkan komplikasi tersebut. Bakteri patogen dari
vesika dapat membentuk koloni pada saluran genitalia bagian bawah, dan
menyebabkan korioamnionitis.2 Oleh sebab itu, sangat penting bagi seorang dokter
dapat melakukan upaya skrining, diagnosis, serta pemberian terapi yang sesuai pada
ibu hamil dengan ISK.

BAB II
PERUBAHAN SALURAN KEMIH PADA KEHAMILAN
Pada kehamilan normal terjadi perubahan bermakna baik pada struktur
maupun fungsi saluran kemih. Pada bulan bulan pertama kehamilan kandung kemih
akan tertekan oleh uterus yang mulai membesar sehingga menimbulkan sering
berkemih, keadaan ini akan hilang dengan makin tuanya kehamilan bila uterus keluar
dari rongga panggul. Pada akhir kehamilan, jika kepala janin sudah mulai turun ke
pintu atas panggul, keluhan itu akan timbul kembali.3
Ginjal akan membesar, glomerular filtration rate (GFR), dan renal plasma
flow juga akan meningkat. Pada ekskresi akan dijumpai kadar asam amino dan
vitamin yang arut air dalam jumlah yang lebih banyak. Glukosuria juga merupakan
suatu hal yang umum, tetapi kemungkinan adanya diabetes mellitus juga tetap harus
diperhitungkan. Sementara itu, proteinuria dan hematuria merupakan suatu hal yang
abnormal. Pada fungsi renal akan dijumpai peningkatan creatinine clearance lebih
tinggi 30%.4
Pada ureter akan terjadi dilatasi di mana sisi kanan akan lebih membesar
dibandingkan ureter kiri. Hal ini diperkirakan karena ureter kiri dilindungi oleh kolon
sigmoid dan adanya tekanan yang kuat pada sisi kanan uterus sebagai konsekuensi
dari dekstrorotesi uterus. Ovarium kanan dengan posisi melintang diatas ureter kanan
juga diperkirakan sebagai faktor penyebabnya. Penyebab lainnya diduga karena
pengaruh hormon progesteron.

Gambar 1. Perubahan GFR pada wanita hamil dengan 2 ginjal, 1 ginjal, serta setelah
transplantasi.

BAB III
INFEKSI SALURAN KEMIH PADA KEHAMILAN
III.1 Insidensi ISK pada Kehamilan
Infeksi saluran kemih (ISK) sering ditemukan pada kehamilan, dengan
prevalensi rerata sekitar 10%. Infeksi saluran kemih dibagi menjadi ISK bagian
bawah (bakteriuria asimtomatik, sistitis akut), dan ISK bagian atas (pielonefritis). ISK
tidak bergejala (bakteriuria asimtomatik) dan ISK bergejala (sistitis akut dan
pielonefritis) masing-masing ditemukan pada 2-13% dan 1-2% ibu hamil. Di
Indonesia, prevalensi bakteriuria asim-tomatik pada kehamilan adalah 7,3%.5
III.2 Etiologi ISK pada Kehamilan
Bakteri yang terdapat dalam urin (uropatogens) umumnya dapat diisolasi pada
bakteriuria asimtomatik, sistitis dan pielonefritis. Escherichia coli merupakan bakteri
patogen utama pada 65% sampai 80% kasus, bakteri lainnya Klebsiella pneumoniae,
Proteus mirabilis, Enterobacter species, Staphylocooccus saprophyticus dan
Streptoccus grup B.
Uropatogen
Escherichia coli
Proteus mirabilis
Klebsiella species
Enterobacter species
Staphylococcus saprophyticus
Streptococcus grup B

Persentase
86%
4%
4%
3%
2%
1%

Tabel 1. Kuman uropatogen yang umumnya diisolasi pada wanita hamil dengan ISK6

Bakteri tersebut normal terdapat pada vagina dan bagian distal uretra, serta
kolonisasi pada saluran urethra secara ascenden. Dengan adanya mekanisme miksi
dan protein permukaan epitel uretra dapat mencegah kolonisasi tersebut, namun
mekanisme tersebut tidak selalu berhasil. Selain itu kehamilan dapat menyebabkan
glukosuria dan aminoasiduria yang merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri.

III. 3 Patogenesis dan Patofisiologi ISK


Bakteri masuk ke saluran kemih manusia dapat melalui beberapa cara yaitu:7
3

Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat infeksi terdekat

Hematogen

Limfogen

Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi

1. Infeksi Hematogen (desending)


Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan
tubuh rendah, karena menderita suatu penyakit kronik, atau pada pasien yang
sementara mendapat pengobatan imunosupresif. Penyebaran hematogen dapat
juga terjadi akibat adanya fokus infeksi di salah satu tempat. Ginjal yang normal
biasanya mempunyai daya tahan terhadap infeksi E.coli karena itu jarang terjadi
infeksi hematogen E.coli. Ada beberapa tindakan yang mempengaruhi struktur
dan fungsi ginjal yang dapat meningkatkan kepekaan ginjal sehingga
mempermudah penyebaran hematogen. Hal ini dapat terjadi pada keadaan sebagai
berikut :

Adanya bendungan total aliran urin

Adanya bendungan internal baik karena jaringan parut maupun


terdapatnya presipitasi obat intratubular, misalnya sulfonamide

Terdapat faktor vaskular misalnya kontriksi pembuluh darah

Pemakaian obat analgetik atau estrogen

Penyakit ginjal polikistik

Penderita diabetes melitus

2. Infeksi Asending
A. Kolonisasi uretra dan daerah introitus vagina
Saluran kemih yang normal umumnya tidak mengandung mikroorganisme
kecuali pada bagian distal uretra yang biasanya juga dihuni oleh bakteri normal
kulit seperti basil difteroid, streptpkokus. Di samping bakteri normal flora kulit,
pada wanita, daerah 1/3 bagian distal uretra ini disertai jaringan periuretral dan
vestibula vaginalis yang juga banyak dihuni oleh bakteri yang berasal dari usus
karena letak usus tidak jauh dari tempat tersebut. Pada wanita, kuman penghuni
terbanyak pada daerah tersebut adalah E.coli di samping enterobacter dan
S.fecalis. Kolonisasi E.coli pada wanita didaerah tersebut diduga karena :

adanya perubahan flora normal di daerah perineum

Berkurangnya antibodi lokal

Bertambahnya daya lekat organisme pada sel epitel wanita

B. Masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih


Proses masuknya mikroorganisme ke dalam kandung kemih belum
diketahui dengan jelas. Beberapa faktor yang mempengaruhi masuknya
mikroorganisme ke dalam kandung kemih adalah :
i. Faktor anatomi
Kenyataan bahwa infeksi saluran kemih lebih banyak terjadi pada wanita
daripada laki-laki disebabkan karena :

Uretra wanita lebih pendek dan terletak lebih dekat anus

Uretra laki-laki bermuara saluran kelenjar prostat dan sekret prostat


merupakan antibakteri yang kuat

ii. Faktor tekanan urin pada waktu miksi


Mikroorganisme naik ke kandung kemih pada waktu miksi karena tekanan
urin. Selama miksi terjadi refluks ke dalam kandung kemih setelah
pengeluarann urin.
iii. Faktor lain, misalnya:

Perubahan hormonal pada saat menstruasi

Kebersihan alat kelamin bagian luar

Adanya bahan antibakteri dalam urin

Pemakaian obat kontrasepsi oral

C. Multiplikasi bakteri dalam kandung kemih dan pertahanan kandung kemih


Dalam keadaan normal, mikroorganisme yang masuk ke dalam kandung
kemih akan cepat menghilang, sehingga tidak sempat berkembang biak dalam
urin. Pertahanan yang normal dari kandung kemih ini tergantung tiga faktor yaitu :
i. Eradikasi organisme yang disebabkan oleh efek pembilasan dan
pemgenceran urin

ii. Efek antibakteri dari urin, karena urin mengandung asam organik yang
bersifat bakteriostatik. Selain itu, urin juga mempunyai tekanan osmotik
yang tinggi dan pH yang rendah
iii. Mekanisme pertahanan mukosa kandung kemih yang intrinsik
Mekanisme pertahanan mukosa ini diduga ada hubungannya dengan
mukopolisakarida dan glikosaminoglikan yang terdapat pada permukaan mukosa,
asam organik yang bersifat bakteriostatik yang dihasilkan bersifat lokal, serta
enzim dan lisozim. Selain itu, adanya sel fagosit berupa sel neutrofil dan sel
mukosa saluran kemih itu sendiri, juga IgG dan IgA yang terdapat pada
permukaan mukosa. Terjadinya infeksi sangat tergantung pada keseimbangan
antara kecepatan proliferasi bakteri dan daya tahan mukosa kandung kemih.
Eradikasi bakteri dari kandung kemih menjadi terhambat jika terdapat hal
sebagai berikut : adanya urin sisa, miksi yang tidak kuat, benda asing atau batu
dalam kandung kemih, tekanan kandung kemih yang tinggi atau inflamasi
sebelumya pada kandung kemih.
D. Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal
Hal ini disebabkan oleh refluks vesikoureter dan menyebarnya infeksi dari
pelvis ke korteks karena refluks internal. Refluks vesikoureter adalah keadaan
patologis karena tidak berfungsinya valvula vesikoureter sehingga aliran urin naik
dari kandung kemih ke ginjal. Tidak berfungsinya valvula vesikoureter ini
disebabkan karena :

Memendeknya bagian intravesikel ureter yang biasa terjadi secara


kongenital

Edema mukosa ureter akibat infeksi

Tumor pada kandung kemih

Penebalan dinding kandung kemih

III.4 Diagnosis ISK pada Kehamilan


Untuk mendeteksi bakteriuria diperlukan pemeriksaan bakteriologik yang
secara konvensional dilakukan dengan (i) metode biakan dan ditemukannya jumlah
kuman > l00,000 colony forming unit /ml urine. Metode biakan ini tidak selalu dapat
dilakukan laboratorium sederhana, karena tidak semua laboratorium mempunyai
kemampuan untuk pembiakan itu, yang biayanya cukup tinggi dan membutuhkan
waktu yang lama. Yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan mikroskopik (ii)
pewarnaan secara Gram, dengan ditemukannya kuman batang Gram - negatif. Namun
cara ini membutuhkan keahlian khusus. Selain itu dapat dilakukan dengan (iii) hitung
jumlah lekosit dalam urin untuk membantu diagnosis bakteriuria yang infektif. 8
Mengingat keterbatasan fasilitas di klinik, diagnosis ISK dapat ditegakkan dengan
metode tidak langsung untuk deteksi bakteri atau hasil reaksi inflamasi. Metode yang
sering dipakai adalah (iv) tes celup urin, yang dapat digunakan untuk deteksi nitrit,
esterase leukosit, protein, dan darah di dalam urin.9
Bahan pemeriksaan adalah urine arus-tengah pagi hari, urine diambil sebelum
subyek minum sesuatu untuk menghindarkan efek pengenceran. Kepada subyek
dijelaskan mengenai cara-cara menampung dan mengirim sampel urine yang
dibutuhkan yaitu: sebelum berkemih genitalia eksterna dibersihkan dahulu dengan air
sabun kemudian dibilas dengan air. Air kemih awal dibiarkan terbuang dan yang di
tengahtengah ditampung sebanyak 20 ml di dalam tempat steril yang telah disediakan.
Subyek juga diminta untuk menjaga agar tempat tampung urine tidak menyentuh
paha, genitalia atau pakaian, dan tidak memegang bagian dalam dari tempat tampung.
Sampel urine setelah diperoleh, dimasukkan ke dalam kantong plastik berisi
potongan-potongan es dan segera dibawa ke laboratorium untuk diperiksa.10

Gambar 2. Tekhnik pengambilan urine mid-stream

Pemeriksaan Bakteriologis
(i) Pemeriksaan mikroskopis langsung dilakukan terhadap sediaan hapus yang
dibuat dari sampel urine yang tidak disentrifugasi, dipulas dengan pewarnaan Gram
dan dihitung jumlah kuman yang tampak per lapangan pandangan besar (LPB) serta
dicatat ada atau tidaknya lekosit. Pewarnaan Gram adalah metode pemeriksaan
penyaring yang cepat dan sering dilakukan dengan hasil sensitivitas 90% dan
sepesifisitas 88%. Bilamana pada pemeriksaan mikroskopik urine dari subyek wanita
didapatkan banyak sel epitel skuamosa dengan flora normal vagina maka sampel
urine tersebut menggambarkan adanya kontaminasi.
(ii) Biakan kuman cara konvensional untuk hitung koloni dilakukan secara
kuantitatif. Untuk biakan ini, 0,00l ml urin yang tidak di sentrifugasi diambil dengan
memakai sengkelit baku (1 / 1000) atau dengan cara pengenceran urin terlebih dahulu
dengan buffered water dan kemudian ditanamkan pada lempeng agar darah domba
dan MacConkey. jika pada lempeng agar darah didapatkan jumlah koloni bakteri < 10,
kemungkinan besar ini karena suatu kontaminasi dan identifikasi bakteri tidak
dilakukan. Dalam hal ini sediaan pulasan Gram urin harus memberikan hasil kuman
Gram negatif. Jika terdapat bakteri pada sediaan Gram maka lempeng agar diinkubasi
kembali untuk semalam karena mungkin bakteri tumbuh lambat. Jumlah koloni pada
lempeng agar di antara 10-100 juga tidak dianggap suatu bakteriuri, melainkan
mungkin karena pengambilan dan penanganan sampel yang tidak betul. Hitung koloni
kuman yang menghasilkan jumlah kuman pada lempeng agar > 100 dianggap
bermakna sebagai bakteriuria dan organisme yang tumbuh akan diidentifikasi. Biakan
kuman dapat juga dilakukan dengan cara Filter Paper Dilution system dari Novel.
Caranya dengan menggunakan 3 lapis filter yang dibawahnya adalah agar untuk
pembiakan kuman. Cara ini dapat untuk mendeteksi kuman Gram positif dan Gram
negatif dengan hasil yang memuaskan. Untuk kuman Gram negatif hasilnya
dibandingkan dengan kultur konvensional, ternyata sensitivitasnya 98,2 % dan
spesifisitasnya 87,4%. Sedangkan untuk kuman Gram positif, sensitivitasnya 91,2%
dan spesifisitasnya 99,2%.

(iii) Pemeriksaan Lekosit dalam Urine


Sepuluh ml sampel urin yang telah dikocok merata dan disentrifugasi dengan
kecepatan 1500 - 2000 rpm selama 5 menit. Cairan yang terdapat di atas tabung
pemusing dibuang, ditinggalkan endapannya. Satu tetes dari endapan diletakkan di
atas kaca objek, kemudian ditutup dengan kaca penutup. Pertama kali dilihat di bawah
mikroskop dengan lapangan pandang kecil (LPK), kemudian dengan lapangan
pandang besar (LPB). Penilaian dilakukan dengan melihat beberapa kali dalam
beberapa Lapangan Pandang Besar (LPB). Laporan didasarkan pada sedikitnya 3 LPB
yang dianggap dapat mewakili sediaan. Piuria terjadi bila dijumpai lebih dari 5 lekosit
/ LPB.
(iv) Tes Celup Urine
Telah dilakukan berbagai penelitian terhadap nilai diagnostik uji nitrit dengan
tes celup urin dalam deteksi bakteriuria asimtomatik. Hasil penelitian tersebut sangat
beragam, dengan didapatkannya sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan
nilai prediksi negatif uji nitrit secara berturut-turut berkisar antara 15-57%, 78-99%,
50-94%, dan 23-97%. Hasil telaah sistematik terhadap beberapa penelitian
menyimpulkan bahwa tes celup urin tidak cukup sensitif untuk deteksi bakteriuria
asimtomatik pada ibu hamil. Studi lain menemukan bahwa kombinasi uji esterase
leukosit dan uji nitrit memiliki akurasi yang lebih rendah dibandingkan kultur urin
dan pemeriksaan tersebut memang sebaiknya hanya dilakukan pada pelayanan
kesehatan yang tidak memiliki fasilitas kultur urin. Idealnya, semua uji nitrit positif
untuk diagnosis ISK pada kehamilan harus dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur
urin pancar tengah yang diambil secara bersih. Mengingat komplikasi akibat ISK pada
kehamilan, maka pada pelayanan kesehatan yang sarananya terbatas untuk dapat
melakukan kultur urin, hasil uji nitrit sudah dapat dijadikan dasar diagnosis dan terapi
ISK pada kehamilan.

III.5 Jenis ISK pada Kehamilan

1. Bakteriuria tanpa Gejala (Asimptomatik)


Bakteriuria asimtomatik adalah kolonisasi bakterial yang persisten pada
tractus urinarius tanpa gejala simtomatik/ klinis. Prevalensi ASimptomatik Bakteriuria
(ASB) adalah 5% sampai 10% pada wanita hamil. Patogenesis bakteriuria
asimtomatik berlangsung seperti infeksi saluran kemih pada umumnya. Pada sosial
ekonomi rendah, sickle cell anemia, kateterisasi dan diabetes mellitus prevalensi
bakteriuria asimtomatik meningkat. Mikroorganisme patogen yang menjadi
penyebabnya terutama adalah Escherichia coli ( 75,2%- 86%), yang lainnya seperti
Staphilococcus,, Streptoccocus, Klebsiella, Enterobacter, Proteus. Risiko bakteriuria
asimtomatik pada kehamilan bila tidak diobati adalah 20% sampai 30% menjadi
pielonefritis akuta. Risiko abortus spontan pada ASB pada ibu hamil 3,38 kali lebih
sering dari pada ibu hamil yang tidak menderita ASB.11

2. Bakteriuria dengan Gejala (Simptomatik)


A. Sistisis
Sistitis adalah peradangan kandung kemih tanpa disertai radang bagian atas
saluran kemih. Sistitis ini cukup dijumpai dalam kehamilan dan nifas. Kuman
penyebab utama adalah E.coli, di samping dapat pula oleh kuman-kuman lain. Factor
predisposisi lain adalah uretra wanita yang pendek, sistokel, adanya sisa air kemih
yang tertinggal, di samping penggunaan kateter yang sering dipakai dalam usaha
mengeluarkan air kemih dalam pemeriksaan ginekologik atau persalinan. Penggunaan
kateter ini akan mendorong kuman-kuman yang ada di uretra distal untuk masuk ke
dalam kandung kemih.12-13
Gejala-gejala sistitis khas sekali, yaitu disuria terutama pada akhir berkemih,
meningkatnya frekuensi bekemih dan kadang-kadang disertai nyeri di bagian atas
simpisis, perasaan ingin berkemih yang tidak dapat ditahan,air kemih kadang-kadang
terasa panas, suhu badan mungkin normal atau meningkat, dan nyeri di daerah
suprasimpisis. Pada pemeriksaan laboratorium, biasanya ditemukan banyak leukosit

10

dan eritrosit dan kadang-kadang juga ada bakteri. Kadang-kadang dijumpai hematuria
sedangkan proteinuria biasanya tidak ada.
B.

Pielonefritis Akut
Pielonefritis akut merupakan salah satu komplikasi yang sering dijumpai

dalam kehamilan, dan frekuensinya kira-kira 2%, terutama pada kehamilan terakhir,
dan permulaan masa nifas. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh E.coli, dan dapat
pula oleh kuman-kuman lain seperti Stafilokokus aereus, Basillus proteus, dan
pseudomonas aeruginosa. Kuman dapat menyebar secara hematogen atau limfogen,
akan tetapi terbanyak berasal dari kandung kemih. Predisposisinya antara lain yaitu
penggunaan kateter untuk mengeluarkan air kemih waktu persalinan atau kehamilan,
air kemih yang tertahan sebab perasaan sakit waktu berkemih karena trauma
persalinan, atau luka pada jalan lahir. Diajurkan tidak menggunakan kateter untuk
mengeluarkan air kemih, bila tidak diperlukan sekali. Penderita yang menderita
pielonefritis kronik atau glomeroluneftitis kronik yang sudah ada sebelum kehamilan,
sangat mendorong terjadinya pielonefritis akut ini.
Gejala-gejala penyakit biasanya timbul mendadak, wanita yang sebelumnya
merasa sakit sedikit pada kandung kemih, tiba-tiba menggigil, badan panas, dan rasa
nyeri di punggung (angulus kostovertebralis) terutama daerah lumbal atas. Nafsu
makan berkurang, mual, muntah-muntah, dan kadang diare. Pada pemeriksaan air
kemih ditemukan banyak sel leukosit dan sering bergumpal-gumpal, silinder sel
darah, dan kadang-kadang ditemukan bakteri E.coli. Pembiakan urine menunjukkan
hasil positif. Perlu diperhatikan diagnosis banding lain seperti appendicitis akuta,
solusio plasenta, tumor putaran tungkai, dan infeksi nifas.
Pengobatan pielonefritis akuta, penderita harus dirawat, istirahat berbaring,
dan diberikan cukup cairan dan antibioitika seperti ampicilin atau sulfonamide,
sampai tes kepekaan kuman ada, kemudian tes antibiotic disesuaikan dengan hasil tes
kepekaan tersebut. Biasanya pengobatan berhasil baik, walaupun kadang-kadang
penyakit ini dapat timbul lagi. Pengobatan sedikitnya dilanjutkan selama 10 hari, dan
kemudian penderita harus tetap diawasi akan kemungkinan berulangnya penyakit.
Perlu diingat ada obat-obat yang tidak boleh diberikan pada kehamilan walaupun

11

mungkin baik untuk pengobatan infeksi saluran kemih seperti tetrasiklin. Terminasi
kehamilan segera biasanya tidak diperlukan, kecuali apabila pengobatan tidak berhasil
atau fungsi ginjal makin memburuk. Prognosis bagi ibu umumnya cukup baik bila
pengobatan cepat dan tepat diberikan, sedangkan pada hasil konsepsi seringkali
menimbulkan keguguran atau persalinan prematur.12-13

C.

Pielonefritis Kronik
Pielonefritis kronik biasanya tidak atau sedikit sekali menunjukkkan gejala-

gejala penyakit saluran kemih, dan merupakan predisposisi terjadinya pielonefritis


akuta dalam kehamilan. Penderita mungkin menderita tekanan darah tinggi. Pada
keadaan penyakit yang lebih berat didapatkan penurunan tingkat filtrasi glomerolus
(GFR) dan pada urinalisis urin mungkin normal, mungkin ditemukan protein kurang
dari 2 gr per hari, gumpalan sel-sel darah putih.12-13
Prognosis bagi ibu dan janin tergantung dari luasnya kerusakan jaringan
ginjal. Penderita yang hipertensi dan insufisiensi ginjal mempunyai prognosis buruk.
Penderita ini sebaiknya tidak hamil, karena risiko tinggi. Pengobatan penderita yang
menderita pielonefritis kronik ini tidak banyak yang dapat dilakukan, dan kalau
menunjuk ke arah pielonefritis akuta, terapi seperti yang telah diuraikan, perlu
dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan.
III.6 Tata Laksana dan Pencegahan ISK pada Kehamilan

Tabel 2. Tata Laksana Infeksi Saluran Kemih pada Kehamilan

12

Semua ISK pada kehamilan, baik bergejala maupun tidak, harus diterapi. Oleh
sebab itu, skrining bakteriuria asimtomatik pada kehamilan dilakukan minimal satu
kali pada setiap trimester.14,15 Pilihan terapi pada ISK kehamilan serta lama terapi
dapat dilihat pada Tabel 2. Nitrofurantoin harus dihindari pada trimester ketiga karena
berisiko menyebabkan anemia hemolitik pada neonatus. 16 Beberapa penelitian
menemukan adanya resistensi antibiotik yang cukup tinggi pada bakteri patogen yang
menyebabkan ISK, antara lain extended spectrum betalactamase E.coli (ESBL) dan
MRSA (methicillin resistant staphylococcus aureus). Golongan antibiotik yang sudah
dilaporkan mengalami resistensi adalah golongan betalaktam, kuinolon, dan
aminoglikosida.16,17 Antibiotik yang masih jarang dilaporkan resistens adalah
golongan glikopeptida, nitrofurantoin, dan karbapenem. Oleh sebab itu, sangatlah
penting untuk memilih antibiotik berdasarkan profil bakteri patogen dan sensitivitas
antibiotik setempat.
Pencegahan
Sekitar 15% ibu hamil akan mengalami ISK berulang sehingga dibutuhkan
pengobatan ulang dan upaya pencegahan. Beberapa negara sudah mengeluarkan
panduan untuk pencegahan ISK berulang dengan antimikroba, baik secara terusmenerus maupun pascasanggama, dan dengan terapi non-antimikroba seperti
konsumsi jus cranberry.18
Pemberikan antibiotik profilaksis secara terus-menerus hanya dianjurkan pada
wanita yang sebelum hamil memiliki riwayat ISK berulang, atau ibu hamil dengan
satu episode ISK yang disertai dengan salah satu faktor risiko berikut ini: riwayat ISK
sebelumnya, diabetes, sedang menggunakan obat steroid, dalam kondisi penurunan
imunitas tubuh, penyakit ginjal polikistik, nefropati refluks, kelainan saluran kemih
kongenital, gangguan kandung kemih neuropatik, atau adanya batu pada saluran
kemih.17,18
Antibiotik profilaksis pascasanggama diberikan pada ibu hamil dengan
riwayat ISK terkait hubungan seksual. Pada kondisi ini, ibu hamil hanya minum
antibiotik setelah melakukan berhubungan seksual, sehingga efek samping obat yang
ditimbulkan akan lebih sedikit bila dibandingkan dengan antibiotik profilaksis yang
digunakan secara terusmenerus.17,18
Antibiotik profilaksis yang dapat digunakan secara terus menerus sepanjang
kehamilan adalah sefaleksin per oral satu kali sehari 250 mg atau amoksisilin per oral
13

satu kali sehari 250 mg. Antibiotik yang sama dapat digunakan sebagai profilaksis
pascasanggama dengan dosis yang sama sebagai dosis tunggal. Beberapa penelitian
menunjukkan manfaat jus cranberry dalam menurunkan kejadian ISK. Jus cranberry
diperkirakan dapat mencegah adhesi bakteri patogen, terutama E. coli, pada sel-sel
epitel saluran kemih. Jus cranberry dapat dikonsumsi dengan aman pada kehamilan,
tetapi pada beberapa pasien mungkin dapat muncul efek samping gastrointestinal
seperti mual dan muntah karena jus ini bersifat asam.
III.7 Pengaruh ISK terhadap Aspek Perinatal

Tabel 3. Keterkaitan Ketuban Pecah Dini, Jenis Persalinan, dan Persalinan Kurang
Bulan pada Wanita Hamil Dengan atau Tanpa ISK
Di antara aspek perinatal yang dievaluasi dalam penelitian ini , kelahiran
prematur ditemukan pada 16,3 % dari wanita hamil dengan ISK berbanding 7,4%
tanpa ISK, Hal ini menandakan terdapat hubungan yang cukup signifikan antara
variabel aspek perintal tersebut dengan ISK. Sedangkan 6,7% kejadian Ketuban Pecah
Dini terkait wanita hamil dengan ISK berbanding 3,7% tanpa ISK serta cara
persalinan secara Sectio Cesarea tidak didapatkan hubungan signifikan pada wanita
hamil dengan ISK.19

14

Tabel 4. Keterkaitan Berat Badan Lahir Rendah, APGAR skor <7 pada 5 menit, dan
Perlunya NICU pada Wanita Hamil Dengan atau Tanpa ISK
Dalam evaluasi ini, tidak ada hubungan signifikan antara ISK dengan skor
Apgar kurang dari 7 pada 5 menit , dan bayi baru lahir menunjukkan kondisi perinatal
baik dan tidak perlu dirawat di NICU. Tetapi dari aspek perinatal Berat Badan Lahir
Rendah terdapat hubungan yang signifikan (21,5% pada wanita hamil dengan ISK:
5,9% pada wanita hamil tanpa ISK) dengan insidensi terkait pengaruh ISK pada
kehamilan.19

15

BAB IV
KESIMPULAN
Infeksi saluran kemih (ISK) sering ditemukan pada kehamilan. ISK dibagi
menjadi ISK bagianbawah (bakteriuria asimtomatik, sistitis akut) dan ISK bagian atas
(pielonefritis). Perubahan morfologis dan fisiologis pada sistem genitourinaria semasa
kehamilan meningkatkan risiko ISK. Infeksi saluran kemih berhubungan dengan akhir
yang buruk pada kehamilan, seperti persalinan preterm, pertumbuhan janin terhambat,
korioamnionitis, dan janin lahir mati, sehingga meningkatkan mortalitas neonatal.
Oleh sebab itu, skrining untuk bakteriuria asimtomatik dianjurkan sebagai salah satu
komponen pemeriksaan rutin asuhan antenatal.
Pemeriksaan yang paling ideal untuk deteksi ISK adalah kultur urin, tetapi
pemeriksaan ini mahal, tidak praktis, dan membutuhkan waktu lama untuk
mendapatkan hasilnya. Uji nitrit dengan tes celup urin merupakan pemeriksaan yang
lebih murah dan cepat dapat dilihat hasilnya, sehingga dapat digunakan sebagai
pemeriksaan

alternatif

untuk

skrining

ISK

pada

kehamilan.

Bila

sarana

memungkinkan, hasil uji nitrit positif sebaiknya dilanjutkan dengan pemeriksaan


kultur urin. Di pelayanan kesehatan yang sarananya terbatas tidak mungkin dilakukan
kultur urin, maka hasil uji nitrit positif sudah dapat dijadikan dasar diagnosis ISK
pada kehamilan.
Semua ISK pada kehamilan harus diterapi secara adekuat, termasuk
bakteriuria asimtomatik. Pilihan antibiotik yang dapat digunakan dengan aman, baik
terhadap ibu maupun janin semasa kehamilan memang sangat terbatas. Amoksisilin
dan seftriakson termasuk antibiotik yang aman digunakan sepanjang masa kehamilan.
Nitrofurantoin hanya boleh digunakan untuk terapi ISK pada trimester pertama dan
kedua, dan kotrimoksazol hanya boleh digunakan pada trimester kedua kehamilan.

16

DAFTAR PUSTAKA
1. WebMD. Urinary Tract Infection in Pregnancy. WebMD LLC All rights
reserved;

[Updated

30/08/2012].

Available

from:

http://women.

webmd.com/guide/pregnancy-urinary-tract infection. Accessed on: December


11th, 2013.
2. Bolton M, Horvath DJ Jr., Li B, Cortado H, Newsom D, White P, et al.
Intrauterine growth restriction is a direct consequence of localized maternal
uropathogenic Escherichia coli cystitis. PLoS One. 2012;7(3):e33897.
3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Williams Obstetrics. 23rd ed. USA: McGraw-Hill; 2010. p
4. Prawirohardjo S. Perubahan Anatomi dan Fisiologi pada Perempuan Hamil.
Ilmu Kebidanan. 4th ed. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009.
P174-6
5. Ocviyanti D, Santoso BI, Junizaf. Penggunaan tes nitrit dan tes esterase
leukosit untuk penapisan bakteriuria tanpa gejala pada wanita hamil. Indonesia
J Obstet Gynecol. 1996;20: p.83-90.
6. Millar LK., Cox S.M. Urinary tract infections complicating pregnancy. Infect
Dis Clin North Am 1997;11: p.13-26.
7. Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S. Infeksi Saluran Kemih dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI; 2006.
p. 574-578
8. Isenberg H.D, Washington II JA, Balows A. Sonnenwirth AC: Collection,
handling and processing specimens In Lannette, E.H. Ballows A, Hausler JR
WJ, Shadomy HJ. editors. Manual of clinical microbiology. 4th ed.
Washington D.C. : American Society for Microbiology; 1985. p. 73-97.
9. Awonuga DO, Fawole AO, Dada-Adegbola HO, Olola FA, Awonuga OM.
Asymptomatic bacteriuria in pregnancy: evaluation of reagent strips in
comparison to microbiological culture. Afr J Med Sci. 2011;40(4): p.377-83.
10. National Institute of Health. Clean catch urine sample. [updated 30/08/2011];
Available from:http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/0074 87.htm
Accessed on: December 12th, 2013.

17

11. Simanjuntak P, Hutapea H, Sembiring BR, Hanafiah TM, Thaher N, Burhan A,


Lubis HR,Yushar. Masalah bakteriuria asimptomatik pada kehamilan. Cermin
Dunia Kedokteran. 2002; 28: p.66-9.
12. Prawirohardjo S. Kehamilan dengan Penyakit Ginjal. Ilmu Kebidanan. 4th ed.
Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009. P829-45
13. Berek, Jonathan S. Urinary Tract Infection. Berek & Novak's Gynecology, 14 th
ed. London: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. P.555-8
14. Grabe M, Bjerklund-Johansen TE, Botto H, Wullt B, Cek M, Naber KG, et al.
Guidelines on urological infections. EAU Guidelines. Arnhem. The
Netherlands: European Association of Urology (EAU); 2011.
15. Kladensky J. Urinary tract infections in pregnancy: when to treat, how to treat,
and what to treat with. Ceska Gynekol. 2012;77(2): p.167-71.
16. Bruel H, Guillemant V, Saladin-Thiron C, Chabrolle JP, Lahary A, Poinsot J.
Hemolytic anemia in a newborn after maternal treatment with nitrofurantoin at
the end of pregnancy. Arch Pediatr. 2000 Jul;7(7): p.745-7.
17. Sabharwal ER. Antibiotic susceptibility patterns of uropathogens in obstetric
patients. N Am J Med Sci. 2012;4(7): p.316-9.
18. Epp A, Larochelle A, Lovatsis D, Walter JE, Easton W, Farrell SA, et al.
Recurrent urinary tract infection. J Obstet Gynaecol Can. 2010;32(11): p.1082101.
19. Pereira EF, Filho EA, Oliveira VM, Fernandes AC, Moura CS, Coelho LR,et
al. Urinary Tract Infection in High Risk Pregnant Woman. Original Article
revistas. 2012 [cited 2013 May 12]; 37(9): 1403-9. Available from:
www.revistas.ufg.br/index.php/iptsp/article/download/23590/13877

18

You might also like