You are on page 1of 7

MODUL PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

blok 3.3 neuroendocrine disorder

Anestesia Umum

Disusun Oleh:
Tim Farmakologi FK Unsoed
Asisten Farmakologi 2010 - Asisten Farmakologi 2011 - Asisten Farmakologi 2012
Asisten Farmakologi 2013 :

Hilmi Puguh Panuntun (Koordinator)


Dilla Alfinda Risdiana
Muhammad Riza Mahendratama
Nastiti Maharani (editor)
Tito Prasetyo

Editor : dr. Wahyu Kusdaryanto

ANESTESI UMUM

A. DEFINISI ANESTESI UMUM


Anestesia artinya hilangnya sensasi nyeri (rasa sakit) yang disertai maupun
tidak disertai hilangnya kesadaran. Obat anestesi umum dan lokal dibedakan
berdasarkan pada dalamnya pembiusan dan tempat dimana obat tersebut
bekerja. Anestesi umum dapat memberikan efek analgesia dan atau anestesia,
serta bekerja di susuna saraf pusat.
Anestetik ideal harus memperlihatkan 3 efek utama atau Trias anestesia.

B. TAHAP-TAHAP ANESTESI
1. Stadium analgesia/Cisorientasi
Stadium ini dimulai dari induksi sampai hilangnya kesadaran. stadium ini
pasien tidak lagi merasakan nyeri (analgesia), tetapi masih sadar dan dapat
mengikuti perintah. Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh hilangnya
refleks bulu mata. Pada stadium ini biasa dilakukan tindakan pembedahan
ringan.
2. Stadium eksitasi/delirium
Dimulai dari hilangnya kesadaran sampai munculnya pernafasan yang
teratur. Pada stadium ini pasien seringkali mengalami delirium dan eksitasi.
Pernafasan menjadi tidak teratur dan timbul gerakan-gerakan tidak teratur,
serta bisa mual dan muntah bila dirangsang. Oleh karena itu stadium ini
harus diusahakan cepat dilalui. Akhir stadium ini adalah kembalinya
pernafasan yang teratur.
3. Stadium operasi
Diawali dengan pernafasan regular yang teratur dan berlanjut hingga
terhentinya pernafasan spontan (Apnea). Dibagi dalam 4 plana, yaitu:
a. Plana 1

Pernafasan teratur, spontan, seimbang antara pernafasan dada dan perut,


gerakan bola mata involunter, miosis, tonus otot rangka masih ada.
b. Plana 2
Pernafasan teratur tetapi frekuensi lebih kecil, bola mata tidak bergerak,
pupil melebar, otot rangka melemas, dan refleks laring hilang sehingga
bisa dilakukan intubasi.
c. Plana 3
Pernafasan perut lebih nyata dibanding dada karena lumpuhnya otot
intercostal, relaksasi otot rangka sempurna, pupil melebar dan refleks
cahaya menghilang.
d. Plana 4
Pernfasan abdominal sempurna, lumpuh total otot intercostal, tekanan
darah mulai turun, pupil melebar maksimal, refleks cahaya menghilang.
4. Stadium depresi medula oblongata/paralisis.
Kedalaman stadium anestesi ini ditandai dengan terjadinya depresi berat
pusat vasomotor dan pernafasan di medulla oblongata yang diikuti dengan
kegagalan sirkulasi

C. MEDIKASI PRA ANESTETIK


5 golongan medikasi preanestesi:
1. Analgesik narkotik
Fungsi

: Mengurangi cemas dan ketegangan pasien.

Contoh

: Morfin, gol opioid lain.

2. Sedatif barbiturat
Fungsi

: Menimbulkan sedasi.

Contoh

: Pentobarbital, sekobarbital, teopental.

3. Benzodiazepin
Contoh

: Diazepam, lorazepam, midazolam.

Fungsi

: Sedasi, amnesia retrograd, mengurangi cemas, mengurangi

tonus spingter esofagus.


4. Antikolinergik
Fungsi

: Mencegah hipersekresi mukus dan bronkus.

Contoh

: Teophilin, scopolamin, atropin.

5. Neuroleptik
Fungsi

: Mengurangi mual dan muntah.

Contoh

: Droperidol, clorpromazin, prometazin.

D. ANESTESI UMUM
1. Anestesi intravena
a. Onset lebih cepat.
b. Lebih menyenangkan untuk pasien.
c. Diberikan secara IV.
d. Terdiri

dari

golongan:

barbiturat

(tiopental,

metoheksital),

benzodiazepin (midazolam, diazepam, lorazepam), propofol, ketamin,


analgesik opioid (morfin, fentanil, sufentanil, remifentanil), hipnotik
sedatif ( etomidat).
2. Anestesi inhalasi
a. Onset lebih lambat.
b. Tidak menyenangkan untuk pasien.
c. Diberikan menggukan sungkup/masker.
d. Sebagian besar dimetabolisme di hepar dan dieksresikan di paru-paru.
e. Potensi anestesi inhalasi MAC 50 %.
f. MAC menurun jika diberikan bersama dengan obat depresan nafas.
g. ESO: muntah dan depresi pusat nafas hati2 pemberian bersama opioid).
h. Untuk pemeliharaan.
i. Anak-anak: untuk induksi.
j. Gas: Nitros oksida (N20).
k. Cair: dietileter, hallotan, enfluran, isofluran, metoksifluran.
l. Yang paling banyak dipakai: isofluran, sevofluran, desfluran.
m. Anak-anak: halotan dan sevofluran.
MAC (minimum alveolar anesthetic concentration)
Kadar anestetik yang dinyatakan dalam persen tekanan parsial terhadap
tekanan 760 mmHg, yang membuat 50% orang tidak bereaksi ketika diberi
suatu rangsang nyeri.

E. JENIS OBAT ANESTESI UMUM


1. HALOTAN
Cairan tidak berwarna, bau enak, tidak iritatif, mudah menguap, tidak
mudah terbakar. Halotan merupakan anestetik dengan kekuatan 4-5 kali eter
atau 2 kali kloroform.
Keuntungan: induksi cepat dan lancar, tidak mengiritasi jalan nafas,
bronkodilatasi,

pemulihan

cepat,

proteksi

terhadap

syok,

jarang

menyebabkan mual muntah.


Kerugian: sangat poten, relatif mudah terjadi OD, analgesi dan relaksasi
yang kurang (harus kombinasi), mahal, menimbulkan hipotensi, aritmia,
meningkatkan TIK, menggigi pasca anestesi dll.
Dosis induksi 2-4 % dan pemeliharaan 0,5-2 %.
2. ENFLURAN
Anestesi inhalasi kuat yang Juga digunakan untuk anestesi persalinan.
Memiliki daya relaksasi dan analgesi otot yang baik melemaskan otot
uterus. Tidak begitu menekan SSP. Termasuk anastetik eter berhalogen
yang cair, mudah menguap, tidak mudah terbakar. Induksi cepat dan lancar
serta pemulihan yang cepat.
3. ISOFLURAN
Merupakan eter berhalogen, berbau tajam, dan tidak mudah terbakar.
Keuntungan: irama jantung stabil dan tidak terangsang oleh adrenalin serta
induksi dan masa pulih anestesi cepat.
4. SEVOFLURAN
Turunan eter berhalogen yang paling disukai untuk induksi inhalasi. Induksi
cepat dan nyaman terutama pada anak.
5. ETER
Cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas dan mengiritasi
saluran nafas, mudah terbakar/meledak dan dapat terurai oleh cahaya atau
udara. Eter merupakan obat anestesi yang sangat kuat sehingga pasien dapat
memasuki setiap tingkat anestesi. Dapat digunakan dengan berbagai metode
anestesi.

6. OBAT ANESTESI IV
Adalah obat yang diberikan melalui jalur IV, baik yang berefek hipnotik
atau analgesik maupun pelumpuh otot. Terdistribusi dalam sirkulasi dan
diedarkan ke organ target. Obat anestesi IV yang ideal belum bisa
ditemukan.
7. PROPOFOL
Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik
dengan kepekatan 1 %. Suntikan IV sering menyebabkan nyeri, sehingga
beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg IV.
Pengenceran propofol hanya boleh dengan dextrosa 5%, pada manula dosis
dikurangi, pada anak < 3 tahun dan bumil tidak dianjurkan.
8.

FENTHANYL DAN DROPERIDOL


Analgesik dan anestesi neuroleptik
Kombinasi tetap
Aman untuk pasien yang mengalami hiperpireksia ec anestesi umum lain
Fentanil: masa kerjanya pendek, mula kerja cepat
Droperidol: masa kerja lama dan mula kerja lambat.

F. METODE PRAKTIKUM
1. Alat dan Bahan
a. Beaker glass 100cc
b. Kapas
c. Kertas selofan
d. Spuit tuberkulin
e. Ketamin
f.

Eter

g.

Propofol

2. Hewan Percobaan
Rattus novergicus
3. Rencana Kerja
a. Tandai tiap beaker glass dengan nama atau kode obat yang akan
digunakan
b. Pada masing-masing dasar beaker glass diletakkan kapas yang sesuai
dengan diameternya, kemudian masukkan seekor heewan coba ke dalam
masing-masing beaker glass
c. Perhatikan dan catat tingkah laku, respirasi setiap hewan coba. Setelah
itu tutup rapat masing-masing beaker glass denagn kertas selofan.
d. Beaker glass pertama yang berisi seekor tikus diperlakukan sebagai
kontrol
e. Beaker glass kedua di injeksikan satu jenis obat anestesi umum secara
IV sesuai dosis
f. Beaker glass ke tiga dan keempat melalui kertas selofan disuntikan obat
anestesi umum (eter dna ketamin) sesuai dosis
g. perhatikan dan catat tanda-tanda perubahan tingkah laku dan pernafasan
keempat hewan coba setiap 5 menit hingga 15 menit dan dibandingkan
dengan kontrol.
h. Catat waktu terjadinya saat memasuki tahap2 anestesi
i. Naikkan dosis hingga hewan coba memasuki fase end state paralytic,
catat waktu dan dosis yang digunakan.

You might also like