You are on page 1of 4

CERITA LEGENDA NUSANTARA

Danau Si Losung Dan Si Pinggan


Print Email
Legenda Rakyat Sumatera Utara
Pada suatu hari, ayah dan ibu mereka pergi ke hutan untuk mencari tumbuhan obatobatan. Akan tetapi saat hari sudah menjelang sore, sepasang suami-istri itu bel
um juga kembali. Akhirnya, Datu Dalu dan adiknya memutuskan untuk mencari kedua
orang tua mereka. Sesampainya di hutan, mereka menemukan kedua orang tua mereka
telah tewas diterkam harimau.
Dengan sekuat tenaga, kedua abang-adik itu membopong orang tua mereka pulang ke
rumah. Usai acara penguburan, ketika hendak membagi harta warisan yang ditinggal
kan oleh orang tua mereka, keduanya baru menyadari bahwa orang tua mereka tidak
memiliki harta benda, kecuali sebuah tombak pusaka. Menurut adat yang berlaku di
daerah itu, apabila orang tua meninggal, maka tombak pusaka jatuh kepada anak s
ulung. Sesuai hukum adat tersebut, tombak pusaka itu diberikan kepada Datu Dalu,
sebagai anak sulung.
Pada suatu hari, Sangmaima ingin meminjam tombak pusaka itu untuk berburu babi d
i hutan. Ia pun meminta ijin kepada abangnya.
Bang, bolehkah aku pinjam tombak pusaka itu?
Untuk keperluan apa, Dik?
Aku ingin berburu babi hutan.
Aku bersedia meminjamkan tombak itu, asalkan kamu sanggup menjaganya jangan sampa
i hilang.
Baiklah, Bang! Aku akan merawat dan menjaganya dengan baik.
Setelah itu, berangkatlah Sangmaima ke hutan. Sesampainya di hutan, ia pun melih
at seekor babi hutan yang sedang berjalan melintas di depannya. Tanpa berpikir p
anjang, dilemparkannya tombak pusaka itu ke arah binatang itu. Duggg !!! Tombak pusa
ka itu tepat mengenai lambungnya. Sangmaima pun sangat senang, karena dikiranya
babi hutan itu sudah roboh. Namun, apa yang terjadi? Ternyata babi hutan itu mel
arikan diri masuk ke dalam semak-semak.
Wah, celaka! Tombak itu terbawa lari, aku harus mengambilnya kembali,
ima dengan perasaan cemas.

gumam Sangma

Ia pun segera mengejar babi hutan itu, namun pengejarannya sia-sia. Ia hanya men
emukan gagang tombaknya di semak-semak. Sementara mata tombaknya masih melekat p
ada lambung babi hutan yang melarikan diri itu. Sangmaima mulai panik.
Waduh, gawat! Abangku pasti akan marah kepadaku jika mengetahui hal ini,
gmaima.

gumam San

Namun, babi hutan itu sudah melarikan diri masuk ke dalam hutan. Akhirnya, ia pu
n memutuskan untuk kembali ke rumah dan memberitahukan hal itu kepada Abangnya.
Maaf, Bang! Aku tidak berhasil menjaga tombak pusaka milik Abang. Tombak itu terb
awa lari oleh babi hutan, lapor Sangmaima.
Aku tidak mau tahu itu! Yang jelas kamu harus mengembalikan tombok itu, apa pun c
aranya, kata Datu Dalu kepada adiknya dengan nada kesal.
Baiklah, Bang! Hari ini juga aku akan mencarinya,

jawab Sangmaima.

Sudah, jangan banyak bicara! Cepat berangkat!

perintah Datu Dalu.

Saat itu pula Sangmaima kembali ke hutan untuk mencari babi hutan itu. Pencarian
nya kali ini ia lakukan dengan sangat hati-hati. Ia menelesuri jejak kaki babi h
utan itu hingga ke tengah hutan. Sesampainya di tengah hutan, ia menemukan sebua
h lubang besar yang mirip seperti gua. Dengan hati-hati, ia menyurusi lubang itu
sampai ke dalam. Alangkah terkejutnya Sangmaima, ternyata di dalam lubang itu i
a menemukan sebuah istana yang sangat megah.
Aduhai, indah sekali tempat ini,

ucap Sangmaima dengan takjub.

Tapi, siapa pula pemilik istana ini?

tanyanya dalam hati.

Oleh karena penasaran, ia pun memberanikan diri masuk lebih dalam lagi. Tak jauh
di depannya, terlihat seorang wanita cantik sedang tergeletak merintih kesakita
n di atas pembaringannya. Ia kemudian menghampirinya, dan tampaklah sebuah mata
tombak menempel di perut wanita cantik itu. Sepertinya mata tombak itu milik Aban
gku, kata Sangmaima dalam hati. Setelah itu, ia pun menyapa wanita cantik itu.
Hai, gadis cantik! Siapa kamu?

tanya Sangmaima.

Aku seorang putri raja yang berkuasa di istana ini.


Kenapa mata tombak itu berada di perutmu?
Sebenarnya babi hutan yang kamu tombak itu adalah penjelmaanku.
Maafkan aku, Putri! Sungguh aku tidak tahu hal itu.
Tidak apalah, Tuan! Semuanya sudah terlanjur. Kini aku hanya berharap Tuan bisa m
enyembuhkan lukaku.
Berbekal ilmu pengobatan yang diperoleh dari ayahnya ketika masih hidup, Sangmai
ma mampu mengobati luka wanita itu dengan mudahnya. Setelah wanita itu sembuh da
ri sakitnya, ia pun berpamitan untuk mengembalikan mata tombak itu kepada abangn
ya.
Abangnya sangat gembira, karena tombak pusaka kesayangannya telah kembali ke tan
gannya. Untuk mewujudkan kegembiraan itu, ia pun mengadakan selamatan, yaitu pes
ta adat secara besar-besaran. Namun sayangnya, ia tidak mengundang adiknya, Sang
maima, dalam pesta tersebut. Hal itu membuat adiknya merasa tersinggung, sehingg
a adiknya memutuskan untuk mengadakan pesta sendiri di rumahnya dalam waktu yang
bersamaan. Untuk memeriahkan pestanya, ia mengadakan pertunjukan dengan mendata
ngkan seorang wanita yang dihiasi dengan berbagai bulu burung, sehingga menyerup
ai seekor burung Ernga. Pada saat pesta dilangsungkan, banyak orang yang datang
untuk melihat pertunjukkan itu.
Sementara itu, pesta yang dilangsungkan di rumah Datu Dalu sangat sepi oleh peng
unjung. Setelah mengetahui adiknya juga melaksanakan pesta dan sangat ramai peng
unjungnya, ia pun bermaksud meminjam pertunjukan itu untuk memikat para tamu aga
r mau datang ke pestanya.
Adikku! Bolehkah aku pinjam pertunjukanmu itu?
Aku tidak keberatan meminjamkan pertunjukan ini, asalkan Abang bisa menjaga wanit
a burung Ernga ini jangan sampai hilang.
Baiklah, Adikku! Aku akan menjaganya dengan baik.

Setelah pestanya selesai, Sangmaima segera mengantar wanita burung Ernga itu ke
rumah abangnya, lalu berpamitan pulang. Namun, ia tidak langsung pulang ke rumah
nya, melainkan menyelinap dan bersembunyi di langit-langit rumah abangnya. Ia be
rmaksud menemui wanita burung Ernga itu secara sembunyi-sembunyi pada saat pesta
abangnya selesai.
Waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Pada malam harinya, Sangmaima berhasil mene
mui wanita itu dan berkata:
Hai, Wanita burung Ernga! Besok pagi-pagi sekali kau harus pergi dari sini tanpa
sepengetahuan abangku, sehingga ia mengira kamu hilang.
Baiklah, Tuan!

jawab wanita itu.

Keesokan harinya, Datu Dalu sangat terkejut.


Wanita burung Ernga sudah tidak di kamarnya. Ia pun mulai cemas, karena tidak be
rhasil menjaga wanita burung Ernga itu. Aduh, Gawat! Adikku pasti akan marah jika
mengetahui hal ini, gumam Datu Dalu. Namun, belum ia mencarinya, tiba-tiba adikn
ya sudah berada di depan rumahnya.
Bang! Aku datang ingin membawa pulang wanita burung Ernga itu.
Di mana dia?

tanya Sangmaima pura-pura tidak tahu.

Maaf Adikku! Aku telah lalai, tidak bisa menjaganya. Tiba-tiba saja dia menghilan
g dari kamarnya, jawab Datu Dalu gugup.
Abang harus menemukan burung itu,

seru Sangmaima.

Dik! Bagaimana jika aku ganti dengan uang?

Datu Dalu menawarkan.

Sangmaima tidak bersedia menerima ganti rugi dengan bentuk apapun. Akhirnya pert
engkaran pun terjadi, dan perkelahian antara adik dan abang itu tidak terelakkan
lagi. Keduanya pun saling menyerang satu sama lain dengan jurus yang sama, sehi
ngga perkelahian itu tampak seimbang, tidak ada yang kalah dan menang.
Datu Dalu kemudian mengambil lesung lalu dilemparkan ke arah adiknya. Namun sang
Adik berhasil menghindar, sehingga lesung itu melayang tinggi dan jatuh di kamp
ung Sangmaima. Tanpa diduga, tempat jatuhnya lesung itu tiba-tiba berubah menjad
i sebuah danau. Oleh masyarakat setempat, danau tersebut diberi nama Danau Si Lo
sung.
Sementara itu, Sangmaima ingin membalas serangan abangnya. Ia pun mengambil piri
ng lalu dilemparkan ke arah abangnya. Datu Dalu pun berhasil menghindar dari lem
paran adiknya, sehingga piring itu jatuh di kampung Datu Dalu yang pada akhirnya
juga menjadi sebuah danau yang disebut dengan Danau Si Pinggan.
Demikianlah cerita tentang asal-mula terjadinya Danau Si Losung dan Danau Si Pin
ggan di daerah Silahan, Kecamatan Lintong Ni Huta, Kabupaten Tapanuli Utara.
Cerita di atas termasuk ke dalam cerita rakyat teladan yang mengandung pesan-pes
an moral. Ada dua pesan moral yang dapat diambil sebagai pelajaran, yaitu agar t
idak bersifat curang dan egois.
- sifat curang. Sifat ini tercermin pada sifat Sangmaima yang telah menipu abang
nya dengan menyuruh wanita burung Ernga pergi dari rumah abangnya secara sembuny
i-sembunyi, sehingga abangnya mengira wanita burung Ernga itu hilang. Dengan dem
ikian, abangnya akan merasa bersalah kepadanya.

- sifat egois. Sifat ini tercermin pada perilaku Sangmaima yang tidak mau memaaf
kan abangnya dan tidak bersedia menerima ganti rugi dalam bentuk apapun dari aba
ngnya.
note: Ernga
kumbang hijau yang menyerupai burung, yang sangat nyaring suaranya k
etika menjerit pada waktu maghrib.

You might also like