You are on page 1of 4

Klasifikasi Epilepsi

Klasifikasi internasional kejang epilepsi dapat dilihat pada tabel I. Kejang diklasifikasikan menjadi dua
kategori umum yaitu : (a) kejang parsial (kejang parsial dapat disebabkan oleh suatu lesi pada beberapa
bagian korteks, seperti tumor, malformasi perkembangan atau stroke) dan (b) kejang umum (kejang umum
sering disebabkan oleh genetik) (4).
Tabel I. Klasifikasi internasional kejang epilepsi (5-6) :
1. Kejang parsial (awal terjadi kejang secara lokal)
a. Sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
(1) Disertai gejala motor
(2) Disertai gejala sensori khusus atau somatosensori
(3) Disertai gejala kejiwaan
b. Kompleks (disertai gangguan kesadaran)
(1) Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan
kesadaran dengan atau tanpa gerakan otomatis.
(2) Diawali gangguan kesadaran, diikuti gangguan
kesadaran dengan atau tanpa gerakan otomatis.
c. Umum sekunder (pada awalnya kejang parsial dan
berubah menjadi kejang tonik-klonik)
2. Kejang umum
a. Absen
b. Myoklonik
c. Klonik
d. Tonik
e. Tonik-klonik
f. Atonik
g. Spasme infantil
3. Kejang yang tidak dapat diklasifikasikan
4. Status epileptikus
Patofisiologi
Mekanisme terjadinya epilepsi ditandai dengan gangguan paroksimal akibat penghambatan neuron yang
tidak normal atau ketidakseimbangan antara neurotransmiter eksitatori dan inhibitori (7). Defisiensi
neurotransmiter inhibitori sepertiGamma Amino Butyric Acid (GABA) atau peningkatan neurotransmiter
eksitatori seperti glutamat menyebabkan aktivitas neuron tidak normal. Neurotransmiter eksitatori (aktivitas
pemicu kejang) yaitu, glutamat, aspartat, asetil kolin, norepinefrin, histamin, faktor pelepas kortikotripin,
purin, peptida, sitokin dan hormon steroid. Neurotransmiter inhibitori (aktivitas menghambat neuron) yaitu,
dopamin dan GammaAmino Butyric Acid (GABA). Serangan kejang juga diakibatkan oleh abnormalitas
konduksi kalium, kerusakan kanal ion, dan defisiensi ATPase yang berkaitan dengan transport ion, dapat
menyebabkan ketidak stabilan membran neuron (8).
Aktivitas glutamat pada reseptornya (AMPA) dan (NMDA) dapat memicu pembukaan kanal Na +.
Pembukaan kanal Na ini diikuti oleh pembukaan kanal Ca 2+, sehingga ion-ion Na+ dan Ca2+banyak masuk ke
intrasel. Akibatnya, terjadi pengurangan perbedaan polaritas pada membran sel atau yang disebut juga
dengan depolarisasi. Depolarisasi ini penting dalam penerusan potensial aksi sepanjang sel syaraf.
Depolarisasi berkepanjangan akibat peningkatan glutamat pada pasien epilepsi menyebabkan terjadinya
potensial aksi yang terus menerus dan memicu aktivitas sel-sel syaraf. Beberapa obat-obat antiepilepsi
bekerja dengan cara memblokade atau menghambat reseptor AMPA (alpha amino 3 Hidroksi 5
Methylosoxazole- 4-propionic acid) dan menghambat reseptor NMDA (N-methil D-aspartat). Interaksi
antara glutamat dan reseptornya dapat memicu masuknya ion-ion Na + dan Ca2+yang pada akhirnya dapat
menyebabkan terjadinya potensial aksi. Namun felbamat (antagonis NMDA) dan topiramat (antagonis
AMPA) bekerja dengan berikatan dengan reseptor glutamat, sehingga glutamat tidak bisa berikatan dengan
reseptornya. Efek dari kerja kedua obat ini adalah menghambat penerusan potensial aksi dan menghambat
aktivitas sel-sel syaraf yang teraktivasi (9). Patofisiologi epilepsi meliputi ketidakseimbangan kedua faktor
ini yang menyebabkan instabilitas pada sel-sel syaraf tersebut.

Antiepilepsi
Penggolongan obat antiepilepsi
(1) Hidantoin
Fenitoin
Fenitoin merupakan obat pilihan pertama untuk kejang umum, kejang tonik-klonik, dan pencegahan kejang
pada pasien trauma kepala/bedah saraf (11). Fenitoin memiliki range terapetik sempit sehingga pada
beberapa pasien dibutuhkan pengukuran kadar obat dalam darah (12). Mekanisme aksi fenitoin adalah
dengan menghambat kanal sodium (Na+) (13) yang mengakibatkan influk (pemasukan) ion Na+ ke dalam
membran sel berkurang (11). dan menghambat terjadinya potensial aksi oleh depolarisasi terus-menerus
pada neuron (4).
(2) Barbiturat
Fenobarbital
Fenobarbital merupakan obat yang efektif untuk kejang parsial dan kejang tonik-klonik (11). Efikasi,
toksisitas yang rendah, serta harga yang murah menjadikan fenobarbital obat yang penting utnuk tipe-tipe
epilepsi ini. Namun, efek sedasinya serta kecenderungannya menimbulkan gangguan perilaku pada anakanak telah mengurangi penggunaannya sebagai obat utama (15). Aksi utama fenobarbital terletak pada
kemampuannya untuk menurunkan konduktan Na dan K. Fenobarbital menurunkan influks kalsium dan
mempunyai efek langsung terhadap reseptor GABA (16) (aktivasi reseptor barbiturat akan meningkatkan
durasi pembukaan reseptor GABAA (7) dan meningkatkan konduktan post-sinap klorida). Selain itu,
fenobarbital juga menekan glutamate excitability dan meningkatkan postsynaptic GABAergic inhibition
(16).
(3) Deoksibarbiturat
Primidon
Primidon digunakan untuk terapi kejang parsial dan kejang tonik-klonik (4). Primidon mempunyai efek
penurunan pada neuron eksitatori (11). Efek anti kejang primidon hampir sama dengan fenobarbital, namun
kurang poten. Didalam tubuh primidon dirubah menjadi metabolit aktif yaitu fenobarbital
danfeniletilmalonamid (PEMA) (4). PEMA dapat meningkatkan aktifitas fenobarbotal (11).
(4) Iminostilben
(a) Karbamazepin
Karbamazepin secara kimia merupakan golongan antidepresan trisiklik (4). Karbamazepin digunakan
sebagai pilihan pertama pada terapi kejang parsial dan tonik-klonik (11). Karbamazepin menghambat kanal
Na+ (7), yang mengakibatkan influk (pemasukan) ion Na+ kedalam membran sel berkurang (11) dan
menghambat terjadinya potensial aksi oleh depolarisasi terus-menerus pada neuron (4).
(b) Okskarbazepin
Okskarbazepin merupakan analog keto karbamazepin. Okskarbazepin merupakan prodrug yang didalam
tubuh akan segera dirubah menjadi bentuk aktifnya, yaitu suatu turunan10-monohidroksi dan dieliminasi
melalui ekskresi ginjal (4). Okskarbazepin digunakan untuk pengobatan kejang parsial (10). Mekanisme aksi
okskarbazepin mirip dengan mekanisme kerja karbamazepin (4).
(5) Suksimid
Etosuksimid
Etosuksimid digunakan pada terapi kejang absens (11). Kanal kalsium merupakan target dari beberapa obat
antiepilepsi. Etosuksimid menghambat pada kanal Ca2+ tipe T. Talamus berperan dalam pembentukan ritme
sentakan yang diperantarai oleh ion Ca2+ tipe T pada kejang absens, sehingga penghambatan pada kanal
tersebut akan mengurangi sentakan pada kejang absens (4).
(6) Asam valproat
Asam valproat merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang absens, kejang mioklonik, dan
kejang tonik-klonik (11). Asam valproat dapat meningkatkan GABA dengan menghambat degradasi nya
atau mengaktivasi sintesis GABA. Asam valproat juga berpotensi terhadap respon GABA post sinaptik
yang langsung menstabilkan membran serta mempengaruhi kanal kalium (10).
Interaksi valproat dengan obat antiepilepsi lain merupakan salah satu masalah terkait penggunaannya pada
pasien epilepsi. Penggunaan fenitoin dan valproat secara bersamaan dapat meningkatkan kadar fenobarbital
dan dapat memperparah efek sedasi yang dihasilkan. Valproat sendiri juga dapat menghambat metabolisme
lamotrigin, fenitoin, dan karbamazepin. Obat yang dapat menginduksi enzim dapat meningkatkan

metabolisme valproat. Hampir 1/3 pasien mengalami efek samping obat walaupun hanya kurang dari 5%
saja yang menghentikan penggunaan obat terkait efek samping tersebut (12).
(7) Benzodiazepin
Benzodiazepin digunakan dalam terapi kejang (11). Benzodiazepin merupakan agonis GABA A, sehingga
aktivasi reseptor benzodiazepin akan meningkatkan frekuensi pembukaan reseptor GABAA (7).
(8) Obat antiepilepsi lain
(a) Gabapentin
Gabapentin merupakan obat pilihan kedua untuk penanganan parsial epilepsi walaupun kegunaan utamanya
adalah untuk pengobatan nyeri neuropati (12). Uji double-blind dengan kontrol plasebo pada penderita
seizure parsial yang sulit diobati menunjukkan bahwa penambahan gabapentin pada obat antiseizure lain
leibh unggul dari pada plasebo. Penurunan nilai median seizure yang diinduksi oleh gabapentin sekitar 27%
dibandingkan dengan 12% pada plasebo. Penelitian double-blind monoterapi gabapentin (900 atau 1800
mg/hari) mengungkapkan bahwa efikasi gabapentin mirip dengan efikasi karbamazepin (600 mg/hari) (15).
Gabapentin dapat meningkatkan pelepasan GABA nonvesikel melalui mekanisme yang belum diketahui.
Gabapentin mengikat protein pada membran korteks saluran Ca2+ tipe L. Namun gabapentin tidak
mempengaruhi arus Ca2+ pada saluran Ca2+ tipe T, N, atau L. Gabapentin tidak selalu mengurangi
perangsangan potensial aksi berulang terus-menerus (4).
(b) Lamotrigin
Lamotrigin merupakan obat antiepilepsi generasi baru dengan spektrum luas yang memiliki efikasi pada
parsial dan epilepsi umum (10). Lamotrigin tidak menginduksi atau menghambat metabolisme obat anti
epilepsi lain. Mekanisme aksi utama lamotrigin adalah blokade kanal Na, menghambat aktivasi arus
Ca2+ serta memblok pelepasan eksitasi neurotransmiter asam amino seperti glutamat dan aspartat.
(c) Levetirasetam
Levetiracetam mudah larut dalam air dan merupakan derifatpyrrolidone ((S)-ethyl-2-oxo-pyrrolidine
acetamide) (31). Levetirasetam digunakan dalam terapi kejang parsial, kejang absens, kejang mioklonik,
kejang tonik-klonik (10). Mekanisme levetirasetam dalam mengobati epilepsi belum diketahui. Namun pada
suatu studi penelitian disimpulkan levetirasetam dapat menghambat kanal Ca 2+ tipe N (11) dan mengikat
protein sinaptik yang menyebabkan penurunan eksitatori (atau meningkatkan inhibitori). Proses pengikatan
levetiracetam dengan protein sinaptik belum diketahui.
(d) Topiramat
Topiramat digunakan tunggal atau tambahan pada terapi kejang parsial, kejang mioklonik, dan kejang tonikklonik. Topiramat mengobati kejang dengan menghambat kanal sodium (Na+), meningkatkan aktivitas
GABAA, antagonis reseptor glutamat AMPA/kainate, dan menghambat karbonat anhidrase yang lemah (11).
(e) Tiagabin
Tiagabin digunakan untuk terapi kejang parsial pada dewasa dan anak 16 tahun. Tiagabin meningkatkan
aktivitas GABA (11), antagonis neuron atau menghambat reuptake GABA (7).
(f) Felbamat
Felbamat bukan merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang, felbamat hanya digunakan bila terapi
sebelumnya tidak efektif dan pasien epilepsi berat yang mempunyai resiko anemia aplastik (11). Mekanisme
aksi felbamat menghambat kerja NMDA dan meningkatkan respon GABA (4).
(g) Zonisamid
Zonisamid merupakan suatu turunan sulfonamid (4) yang digunakan sebagai terapi tambahan kejang parsial
pada anak lebih dari 16 tahun dan dewasa (11). Mekanisme aksi zonisamid adalah dengan menghambat
kanal kalsium (Ca2+) tipe T.
Tabel II. Pilihan obat untuk gangguan kejang spesifik (10)
Tipe seizure
Terapi pilihan Obat alternatif
pertama
Seizure parsial
Karbamazepin Gabapentin
Fenitoin
Topiramat
Lamotrigin
Levetiracetam
Asam valproat Zonisamid
okskarbanzepin Tiagabin

kejang
umum

absens
Mioklonik

Tonikklonik

Asam valproat
Etosuksimid
Asam valproat
Klonazepam

Fenitoin
Karbamazepin
Asam valproat

Primidon
Fenobarbital
Felbamat
Lamotrigin
Levetiracetam
Lamotrigin,
topiramat,
felbamat,
zonisamid,
levetiracetam
Lamotrigin,
topiramat,
primidon,
fenobarbital,
okskarbanzepin,
Levetiracetam

You might also like