You are on page 1of 16

EVALUASI FUNGSI EKOLOGIS TAMAN JALUR HIJAU

KOTA MALANG
(Studi Kasus : Jalan Raya Madyopuro)
PROPOSAL PENELITIAN
Oleh:
EVA MUTHAHARA
125040200111128
MINAT BUDIDAYA PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
MALANG
2015

EVALUASI FUNGSI EKOLOGIS TAMAN JALUR HIJAU


KOTA MALANG
(Studi Kasus : Jalan Raya Madyopuro)
PROPOSAL PENELITIAN

Oleh:
EVA MUTHAHARA
125040200111128
MINAT BUDIDAYA PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
MALANG
2015

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota ialah pusat aktivitas ekonomi, sosial, dan politik yang besar serta memiliki
populasi yang padat (Simonds, 1983). Berdasarkan Undang-Undang nomor 26 tahun
2007, kawasan perkotaan ialah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi. Perkembangan pada kota terutama terjadi karena pertambahan jumlah
penduduk di kota. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya
kebutuhan lahan untuk tempat tinggal sekaligus berkurangnya lahan untuk jenis
penggunaan lahan selain perumahan antara lain untuk pengembangan ruang terbuka
hijau (Fandeli, 2009).
Perkembangan kota Malang telah banyak keluar dari rencana semula ditandai
dengan semakin sempitnya ruang terbuka yang diakibatkan oleh peningkatan jumlah
penduduk kota. Kota Malang mengalami gejala yang sama ialah perubahan fungsi
lahan yang direncanakan sebagai ruang terbuka hijau (RTH) menjadi kawasan
terbangun (Niti, Eddy dan Mustika, 2011). Seperti perkotaan pada umumnya, kota
Malang memiliki berbagai elemen dan fasilitas kota. Jalan ialah salah satu fasilitas
yang berfungsi untuk akses masuk ke suatu lahan dan bangunan, penghubung antar
tata guna lahan yang ada, dan jalur pergerakan untuk orang dan barang (Harris dan
Dines, 1988). Semakin meningkatnya jumlah penduduk kota Malang menyebabkan
sistem transportasi meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah kendaraan
bermotor, akibatnya jalan-jalan pada perkotaan memiliki lalu lintas yang padat. Hal
ini mengakibatkan gangguan terhadap lingkungan.
Gangguan terhadap lingkungan yang paling sering timbul ialah polusi di jalan
kota. Polusi dapat berupa polusi udara, polusi air dan polusi suara. Kendaraan
merupakan sumber pencemaran udara paling penting di perkotaan, karena sekitar 6085% pencemaran udara di perkotaan berasal dari kendaraan bermotor seperti padatan

total suspensi (debu), karbon monoksida, total hidrokarbon, oksida-oksida nitrogen,


oksida-oksida sulfur, partikel timbal dan oksida fotokimia (Suharsono, 1996). Selain
dapat menimbulkan pencemaran polusi, jumlah kendaraan motor di jalan perkotaan
dapat menyebabkan kebisingan sehingga kenyamanan kota akan berkurang.
Dampak polusi udara dapat diimbangi dengan peningkatan kualitas dan
kuantitas ruang terbuka hijau (RTH). Jalur hijau jalan dapat berperan untuk
mengurangi polusi akibat emisi dari kendaraan, penahan angin dan mengurangi
kebisingan. Seperti disebutkan oleh Grey dan Deneke (1978), tanaman dapat
mengurangi konsentrasi polutan di udara melalui pelepasan oksigen dan pencampuran
antara udara tercemar dengan udara bersih. Tanaman dapat mengurangi polusi udara
melalui penyerapan gas pencemar dan penjerapan partikel. Karena itu, perkembangan
jalan juga perlu memperhatikan pengembangan RTH. Untuk mengetahui bahwa
taman jalur hijau dapat melaksanakan fungsi ekologis di jalan raya Madyopuro, maka
perlu diteliti tentang berbagai kerapatan tanaman dapat melaksanakan fungsi
ekologisnya meliputi penyerap polusi, penahan angin dan peredam kebisingan.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui dan menganalisis tingkat
kerapatan tanaman pada taman jalur hijau Jalan Raya Madyopuro kota Malang dapat
melaksanakan fungsi ekologis.
1.3 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini ialah (1) tanaman dapat menyerap polusi kendaraan
bermotor, penahan angin serta peredam kebisingan (2) tanaman dengan tingkat
kerapatan yang tinggi memiliki kemampuan untuk melakukan fungsi ekologis yang
paling baik

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Taman Jalur Hijau
Taman jalur hijau jalan ialah salah satu bentuk penyediaan ruang terbuka hijau
pada kota. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia nomor 26 tahun 2007,
RTH atau ruang terbuka hijau sendiri didefinisikan sebagai area memanjang, jalur,
dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, dan merupakan
tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alami maupun sengaja ditanam.
Proporsi luas ruang terbuka hijau pada kota paling sedikit 30% luas wilayah kota.
Proporsi ruang terbuka hijau 30% tersebut merupakan ukuran minimal untuk
menjamin keseimbangan ekosistem kota, meningkatkan ketersediaan udara bersih
bagi masyarakat dan juga meningkatkan nilai estetika kota (UU No. 26 tahun 2007).
Fungsi utama ruang terbuka hijau yaitu fungsi ekologis untuk menjamin sistem
sirkulasi udara kota, pengatur iklim mikro, peneduh, produsen oksigen, penyerap air
hujan, penyerap polutan, habitat satwa, dan penahan angin. Ruang terbuka hijau
selain memiliki fungsi ekologis juga memiliki fungsi sosial budaya, fungsi ekonomi,
dan fungsi estetika. RTH juga memiliki fungsi sosial budaya dan fungsi ekonomi.
Ruang terbuka hijau juga berfungsi untuk memperindah lingkungan kota dan
menciptakan keseimbangan dan keserasian suasana pada area yang terbangun dan
tidak terbangun (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05 Tahun 2008). Manfaat
adanya RTH yaitu terbentuknya keindahan dan kenyamanan. Manfaat lain RTH
antara lain pembersihan udara, menjamin ketersediaan air tanah, dan konservasi
hayati. RTH juga memberi manfaat bagi kesehatan antara lain karena tanaman dalam
RTH dapat menyerap karbondioksida serta zat pencemar udara lain dan menghasilkan
oksigen (Direktorat Jendral Penataan Ruang, 2006). Pembangunan fisik kota yang
meningkat, pertumbuhan penduduk, dan berbagai aktivitas kota mengakibatkan
berkurangnya ruang terbuka hijau kota (RTHK). Berkurangnya RTH kota akan
berpengaruh langsung pada lanskap kawasan dan menurunnya kualitas lingkungan
hidup dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan ekosistem alami (Fandeli, 2009).
Pada kawasan perkotaan ruang terbuka hijau pada kota disediakan dalam bentuk

taman kota, hutan kota, sabuk hijau jaur hijau jalan, RTTH ruang pejalankaki, RTH
dibawah jalan laying, dan RTH fungsi tertentu seperti RTH sempadan kereta api dan
RTH pemakaman.

Gambar 1. Tata letak taman jalur hijau. (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996)
2.2 Fungsi Ekologi Tanaman Dalam Lanskap
Ekologi berasal dari bahasa Yunani yaitu oikos yang berarti rumah atau tempat
untuk tinggal. Secara umum ekologi didefinisikan sebagai studi tentang hubungan
dari organisme atau kelompok organisme dengan lingkungannya atau ilmu tentang
hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya (Odum, 1959).
Tanaman turut berperan dalam menjaga keseimbangan ekologis pada
lingkungan. Irwan (2008) menejlaskan bahwa vegetasi dalam ekosistem berperan
sebagai produsen utama yang mengubah energi surya menjadi energi potensial.
Energi yang dihasilkan vegetasi merupakan sumber hara mineral dan perubah
terbesar lingkungan yang dapat meningkatkan kulaitas lingkungan. Benson dan Roe
(2000) menyebutkan bahwa vegetasi penting dalam berfungsi secara ekologis dan
merupakan salah satu factor penting dalam menciptakan keberlanjutan lingkungan.
Beberapa fungsi ekologis tanaman dan vegetasi antara lain kontrol polusi,
meningkatkan kualitas udara, ameliorasi iklim, mereduksi bising, menyimpan karbon
dan sebagai keragaman hayati.
Branch (1995) menjelaskan bahwa unsur vegetasi dapat meningkatkan daya
tarik kota dan membantu menjaga kebersihan udara. Lebih lanjut Carpenter (1975)
menjelaskan bahwa tanaman memiliki efek penting pada suhu udara udara. Selain itu,
vegetasi dapat juga mengurangi terjadinya erosi tanah dan bahaya tanah longsor.

Carpenter et.al (1975) menambahkan bahwa kehadiran tanaman di lingkungan


perkotaan memberikan suasana alami.
Beberapa fungsi tanaman menurut Carpenter et al. (1975) antara lain :
1. Kontrol visual : tanaman berfungsi untuk mengurangi sinar dan pemantulan, baik
cahaya matahari maupun dari sinar lampu kendaraan, menutupi pemandangan
yang tidak diinginkan, membentuk ruang yang pribadi, pengarah pandang dan
menegaskan pandangan kea rah pemandangan yang diinginkan.
2. Kontrol kebisingan : kemampuan tanaman mengurangi kebisingan ditentukan
oleh intensitas, frekuensi arah dan lokasi sumber dan penerima bunyi, tinggi,
ketebalan dan kepadatan tanaman, iklim (arah dan kecepatan angin, suhu dan
kelembaban). Menurut Haris dan Dines (1988) penanaman vegetasi setebal 30
meter mampu mengurangi kebisingan sebesar 3-5 dBA. Setiap jenis tanaman
memiliki kemampuan yang berbeda dalam mereduksi bising dengan baik. Faktor
lain juga menentukan tanaman dapat mereduksi bising dengan baik adalah
kerapatan tajuk, lebar tajuk dan jenis tanaman serta struktur batang dan cabang
tanaman (Yuliarti, 2002).
3. Penyaring polutan : tanaman yang berfungsi sebagai penyaring polutan udara
yang mempunyai kemampuan menyerap gas-gas polutan seperti SO2 dan HF
serta polutan lain di udara dalam jumlah tertentu tanpa memperlihatkan efek
kerusakan. Menurut Nasrullah (1994),tanaman di sekitar jalan mampu
mengurangi konsentrasi NO2 sebesar 11%-17% dengan kecepatan angin diatas 1
m/dt, atau mengurangi konsentrasi NO2 20%-40% dalam kondisi (kecepatan
angin dibawah 1 m/dt), mampu mengurangi partikel sebesar 23%-38%. Lebih
lanjut Nasrullah (1994) menyatakan bahwa tanaman yang memiliki trikoma
seperti Nerium indicum

mampu menjerap debu sebesar 5,67 mg/dm2 pada

kecepatan angin 2,1 m/dt.


4. Kontrol radiasi matahri dan suhu : tanaman meningkatkan pemanulan radiasi
cahaya matahrai dan menurunkan penyerapan di permukaan tanah sehingga akan
menurunkan suhu udara. Tanaman yang memberkan keteduhan dengan adanya
efek bayangan yang dapat melindungi pengguna jalan dari panas matahari dan

menyaring radiasi matahari 60%-90% serta dapat mempercepat hilangnya radiasi


yang diserap.
5. Penahan angin : ketinggian, kepadatan, bentuk dan lebar tanaman dapat berfungsi
sebagai penahan dan mengurangi kecepatan angin. Kecepatan angin dapat
dikurangi dalam jarak 5-10 kali ketinggian tanaman pada sisi asal arah angin dan
dalam jarak 30-40 kali ketinggian tanaman untuk sisi lainnya. Selain itu, tanaman
juga dapat mengarahkan aliran angin menuju tempat-tempat sesuai yang
diinginkan.
6. Kontrol kelembaban dan hujan : pada waktu hujan tanaman dapat memberikan
tempat perlindungan sementara dengan naungannya. Proses transpirasi tanaman
akan melepaskan cairan ke udara panas sehingga dapat mendinginkan dan
menurunkan suhu udara di sekitarnya.
7. Kontrol erosi : tanaman dapat mengurangi lajunya air hujan di permukaan tanah
(run off), disamping itu akar tanaman akan mengikat partikel tanah sehingga laju
run off akan dapat dikurangi dan dapat mencegah erosi.
8. Habitat alami : tanaman yang ada menjadi sumber makanan dan tempat
berlindung bagi satwa liar sehingga akan menarik mereka untuk tinggal di
kawasan tersebut.
9. Estetika : fungsi

estetika

akan

tercapai

jika

elemen-elemen

lanskap

dikombinasikan dengan tepat dan baik sehingga tercapai suatu kesatuan yang
serasi dan harmonis, memeberikan kesenangan dan kenyamanan bagi pengguna
jalan. Penanaman vegetasi juga untuk memperlunak pemandangan terhadap polapola bangunan yang monoton, terkesan kaku dan keras.
2.3 Tanaman Sebagai Penyerap Gas Pencemar
Tanaman dapat mengurangi polutan udara melalui proses oksigenasi, ialah
proses pelepasan oksigen ke atmosfer, dan dilusi, yaitu pencampuran udara tercemar
dengan udara bersih. Ketika udara yang tercemar mengalir di dalam dan sekitar
tanaman dan melewati udara bersih dan beroksigen, terjadi pencampuran antara udara
yang tercemar dengan udara bersih sehingga konsentrasi zat pencemar udara
berkurang (Grey dan Deneke, 1978).

Gambar 2. Tanaman menjernihkan udara (Carpenter et al., 1975)


Tanaman menyerap karbondioksida dan melepaskan oksigen. Tanaman
memiliki efek yang kecil pada tingkat karbon dioksida dan oksigen kota. Walaupun
demikian, sedikit penurunan pada tingkat suplai oksigen dunia akan menghasilkan
peningkatan yang cukup besar pada persentase karbon dioksida (Harris et al 1999).
Schmid dalam Harris et al (1999) menemukan bahwa konsentrasi ozon berkurang
dengan cepat pada siang hari dimana tanaman bertranspirasi dengan cepat
dibandingkan pada malam hari. Transpirasi mendinginkan udara yang akan
memperlambat pembentukan ozon. Nitrogen dioksida dihilangkan secara parsial oleh
presipitasi.
Polutan diserap oleh jaringan tanaman yang aktif, terutama di daun dan dijerap
pada permukaan tanaman (Harris et al 1999). Tanaman dapat menjadi penyaring yang
efektif dan dapat digunakan untuk pada area-area strategis untuk membersihkan
udara. Tanaman dapat menyerap dan menjerap gas dan polutan padat sampai pada
batas tertentu yang dapat ditoleransi oleh tanaman.
Penggunaan tanaman yang peka terhadap polusi udara pada lingkungan yang
tercemar berat dapat menyebabkan tumbuhan menderita bahkan mati. Dengan
diketahuinya jenis tanaman yang tahan terhadap pencemar udara, tanaman akan dapat
tumbuh dengan baik walaupun terkena paparan pencemar udara sedang sampai tinggi
(Dahlan, 2004). Karena itu, pemilihan tanaman untuk daerah dengan tingkat
pencemaran tinggi, misalnya jalan yang tercemar, perlu dilakukan dengan cermat.
Fakuara (1986) dalam Setiawati (2000) menjelaskan bahwa jenis tanaman yang
dapat menyerap gas antara lain tanaman yang mempunyai banyak stomata, tahan

terhadap gas tertentu dan tingkat pertumbuhan tanaman cepat. Kemampuan daun
tanaman dalam menyerap gas beracun pencemar udara dipengaruhi beberapa faktor
antara lain daya kelarutan polutan di dalam air/cairan sel, kelembaban lingkungan di
sekitar daun, intensitas cahaya matahari, kedudukan daun, keadaaan saat penyerapan
(gelap/terang) (Smith, 1981 dalam Dahlan, 2004).
Selain vegetasi, pergerakan angin juga dapat mempengaruhi penyebaran polusi
udara. Karena itu, untuk mengurangi polusi udara, penanaman vegetasi dapat
dilakukan tegak lurus dengan arah angin (Grey dan Deneke, 1978). Selain itu,
penanaman juga ditempatkan di sekitar sumber polusi. Penanaman yang terbuka
sebaiknya juga dikombinasikan dengan barrier yang padat.
2.4 Pencemaran
Polusi atau pencemaran pada awalnya merupakan definisi yang diberikan
terhadap hal-hal yang menyebabkan gangguan kesehatan umum. Sekarang ini
penekanan polusi telah bergeser ke arah kualitas hidup. Pengertian polusi meluas
mencakup semua bentuk degradasi lingkungan. Simonds (1978) menjelaskan bahwa
polusi terjadi ketika suatu aktivitas atau proses menghasilkan produk samping yang
mengganggu dan mengakibatkan terganggunya susunan atau sistem alami atau
buatan.
Udara merupakan komponen penting dalam kehidupan manusia. Tanpa udara,
tidak ditemukan adanya kehidupan. Manusia bernapas dengan udara. Tercemarnya
udara akan menyulitkan pernapasan sehingga kualitas kehidupan menurun (Frick dan
Suskiyanto, 2007). Komposisi udara mencakup 78% nitrogen, 21% oksigen dan
sisanya terdiri dari karbon dioksida dan unsur-unsur lain (Simonds, 1978). Fardiaz
(1992) menjelaskan bahwa udara di alam tidak pernah ditemukan dalam keadaan
bersih tanpa polutan sama sekali. Proses-proses alami seperti aktivitas vulkanik,
pembusukan sampah tanaman, kebakaran hutan, dan sebagainya menghasilkan
produk samping berupa gas-gas sulfur dioksida, hidrogen sulfida, dan karbon
monoksida.
Pencemaran udara ialah adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara
yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari dalam keadaan

normalnya (Wardhana, 2001). Kehadiran bahan atau zat asing ini pada jumlah
tertentu dan waktu yang cukup lama akan dapat mengganggu kehidupan manusia,
hewan, dan binatang.
Grey dan Deneke (1978) menyebutkan bahwa polutan udara dapat berbentuk
gas maupun partikel. Komponen pencemar udara yang banyak berpengaruh pada
pencemaran udara yaitu karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), belerang
oksida (SOx), hidrokarbon (HC), partikel (particulate). Jenis-jenis polutan ini
termasuk dalam golongan pencemar udara primer yang jumlahnya mencakup 90%
dari jumlah total polutan udara. Kelima kelompok pencemar udara primer ini
memiliki dampak negatif bagi kesehatan manusia.
Tabel 1 Toksisitas relatif polutan udara (Babcock,1971 dalam Fardiaz 1992)

Jenis polutan yang paling berbahaya bagi kesehatan manusia, berdasarkan


tingkat toksisitasnya, yaitu partikel, kemudian diikuti

nitrogen oksida (NOx),

belerang oksida (SOx), hidrokarbon (HC), dan yang terakhir karbon monoksida
(Fardiaz, 1992). Karbon monoksida merupakan kelompok polutan yang paling rendah
toksisitasnya.
Zat pencemar udara dapat berbentuk gas pencemar, yaitu antara lain nitrogen
oksida (NOx), belerang oksida (SOx) dan karbon monoksida. Jenis gas pencemar
udara tersebut dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor.
Selain gas pencemar, zat pencemar udara dapat juga berbentuk partikel. Partikel
(particulate) secara sempit dapat diartikan sebagai pencemar berbentuk padatan.
Partikel dapat juga diartikan sebagai suatu bentuk pencemaran udara yang berasal
dari zarah-zarah kecil yang terdispersi ke udara, baik berupa padatan, cairan ataupun

padatan dan cairan secara bersama-sama, yang dapat mencemari lingkungan


(Wardhana, 2001). Pencemaran partikel dapat berasal dari peristiwa alami dan juga
ulah manusia.
Simonds (1978) menyebutkan bahwa sebagian besar polusi disebabkan oleh
manusia, terutama dari pembakaran bahan bakar fosil di rumah, pabrik, dan
kendaraan bermotor. Rute transportasi dan jalan raya terutama adalah sumber utama
dari polusi udara dan suara. Sumber-sumber polusi lain yaitu pembakaran, proses
industri, pembuangan limbah, dan lain-lain. Wardhana (2001) menjelaskan sebagian
besar zat pencemar udara, yaitu sebanyak 75%, berasal dari gas buangan hasil
pembakaran bahan bakar fosil. Udara daerah perkotaan yang memiliki banyak
kegiatan industri dan lalu lintas padat cenderung tidak bersih.

Tabel 2 Sumber dan persentase emisi polutan mayor (Simonds, 1978)

3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni 2015 sampai bulan Agustus
2015 pada Ruang Terbuka Hijau khususnya lanskap taman jalur hijau Jalan Raya
Darmo Madyopuro.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis, kertas, kamera digital,
meteran, dust air sampler, AAS (Atomic Absorption Spechtrophotometer)

dan

anemometer. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kuisioner, ruang terbuka
hijau di Jalan Raya Madyopuro Malang, data klimatologi Kota Malang yang terdiri
dari data kecepatan angin dan kadar polusi udara.
3.3 Metode Penelitian
Studi yang dilakukan berifat deskriptif dengan menggunakan metode survey
dengan beberapa parameter kuantitatif. Hal tersebut ditujukan untuk memberikan
deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai aspek-aspek fungsional tata
hijau taman jalur hijau. Proses evaluai dalam studi ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu
pengumpulan data, evaluasi data dan perumusan rekomendasi. Pengumpulan data
meliputi data-data primer dan sekunder, yang dianalisis sesuai alat analisis yang
digunakan, kemudian hasilnya dibandingkan dengan parameter yang telah ditetapkan.
Hasilnya akan memberikan suatu bentuk rekomendasi mengenai bentuk dan struktur
tata taman jalur hijau yang sesuai.

3.3.1 Penentuan Segmen-Segmen Jalan


Penelitian dilakukan dengan membagi taman jalur hijau ke dalam 5 segmen
pengamatan, yang masing-masing segmen ditetapkan didasarkan pada kerapatan
tanaman yaitu :
Segmen 1

: kerapatan tanaman sebesar 0-20%

Segmen 2

: kerapatan tanaman sebesar 20-40%

Segmen 3

: kerapatan tanaman sebesar 40-60%

Segmen 4

: kerapatan tanaman sebesar 60-80%


3.3.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data untuk memperoleh gambaran lengkap tentang kondisi taman


jalur hijauk, melalui pengambilan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh
melalui tinjauan lapang (pengamatan langsung di lapang disertai dengan inventarisasi
jenis-jenis, kerapatan dan frekuensi pohon, wawancara dengan pihak pengelola/jasa
marga, pemotretan kondisi fisik dan struktur elemen penyusun lengkap). Data
sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan pengambilan data dan sumber-sumber
terkait seperti Jasa Marga, Bappeda dan BPLH Kota Malang, Dinas Perhubungan,
Peraturan Perundang-undangan dan badan maupun dinas yang terkait.
3.3.3 Evaluasi
Analisis data dilakukan secara deskriptif dan analisis kualitatif. Pada tahap ini
akan dilakukan identifikasi jenis vegetasi beserta fungsinya dan indentifikasi karakter
taman kota dari segi desain dan pemilihan jenis tanaman. Hasil inventarisasi
dianalisis berdasarkan kriteria fungsi ekologis yang kemudian dibandingkan dengan
literatur.
Dasar penilaian untuk aspek fungsi ekologis disesuaikan dengan kriteria fungsi
tanaman lanskap berdasarkan literatur (Tabel 3). Variabel penilaian untuk fungsi
ekologis pohon terdiri atas fungsi penyerap polusi, penahan angin dan peredam
kebisingan. Teknik penilaian fungsi ekologis menggunakan rumus Key Performance

Index (KPI) untuk memberi nilai pada masing-masing kriteria (Hidayat, 2008). Nilai
tertinggi yang diberikan adalah 4 dan yang terendah adalah 1. Selanjutnya hasil
penilaian dibedakan menjadi kategori sangat baik, baik, sedang, dan buruk, serta
dihitung persentasenya terhadap total jenis dan total individu tanaman.
Tabel 3. Kriteria penilaian fungsi ekologis
Aspek fungsi pohon
Penyerap polutan gas

Penahan angin

Peredam bising

1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.

Kriteria penilaian
Kepadatan tajuk
Daun tipis
Jumlah daun banyak
Jarak tanam rapat
Tanaman tinggi
Daunnya tidak mudah gugur
Massa daun rapat
Berdaun tebal
Berdaun sedikit
Struktur cabang dan batang besar
Berdaun tebal
Tajuk rapat dan massa daun rapat

Penilaian

Kategori
Nilai 1: Buruk, bila < 40 % kriteria terpenuhi
Nilai 2: Sedang, bila 41-60% kriteria terpenuhi
Nilai 3: Baik, bila 61-80 % kriteria terpenuhi
Nilai 4: Sangat baik, bila > 81 % kriteria terpenuhi (Hidayat, 2008)

Skor per taman

(Persentase terhadap total individu kategori Buruk x 1) + (Persentase terhadap total


individu kategori Sedang x 2) + (Persentase terhadap total individu kategori Baik x 3)
+ (Persentase terhadap total individu kategori Sangat baik x 4)

You might also like