You are on page 1of 18

BERKAS PORTOFOLIO

Nama Peserta
: Fitria Ratna Sari, dr.
Nama Wahana
: RSUD Gunung Jati Kota Cirebon
Topik
: Kasus Medis Sindrom Nefrotik
Tanggal (kasus)
: 14 Agustus 2015
Nama Pasien
: An. M
No. RM : 862129
Tanggal Presentasi :
Nama Pendamping :
Oktober 2015
Siti Maria Listiawaty, dr.
Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Gunung Jati Kota Cirebon
Objektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Deskripsi :

Tinjauan Pustaka
Istimewa
Lansia
Bumil

Anak laki-laki, usia 6 tahun datang ke RSUD Gunung Jati diantar orangtuanya dengan keluhan bengkak pada seluruh tubuh sejak 4
minggu sebelum masuk rumah sakit. Bengkak diawali pada daerah kelopak mata dan muka sejak 6 minggu yang lalu, bengkak mulai
timbul terutama pada pagi hari saat bangun tidur, dan berkurang saat siang dan sore hari, bengkak kemudian menjalar ke bagian tubuh
lain sejak 4 minggu sebelum masuk rumah sakit, bengkak makin bertambah, menyebar ke daerah perut, kedua tungkai serta ke kantung
kemaluan. Selama bengkak, ibu pasien mengatakan BAK anaknya berwarna kuning keruh,frekuensi BAK 4 kali dalam sehari. keluhan
nyeri saat BAK (-), mual muntah (-), nyeri perut (-), demam(-), kejang (-), sesak napas (-), BAB tidak ada keluhan.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan oedem anasarka: oedem palpebra (+/+), asites(+), oedem tungkai (+/+), oedem scrotum
(+). Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan : protein total 3,83 mg/dl, albumin 1,73 mg/dl, kolesterol total 497, urin rutin:
protein urin +4.

Tujuan :
Mendiagnosis Sindrom Nefrotik dan mengetahui terapi yang tepat.
Mengidentifikasi masalah yang dapat terjadi.
Memberikan edukasi yang tepat.
Menilai prognosis penyakit.
Bahan bahasan :
Tinjauan Pustaka
Riset
Cara membahas :
Diskusi
Presentasi dan diskusi

Kasus
Email

Data pasien :
Nama RS :
RSUD Gunung Jati Kota Cirebon

No. register : 862129


Terdaftar sejak :
13 Agustus 2015

Nama : An. M
Telp : -

Audit
Pos

Data utama untuk bahan diskusi


1. Diagnosis/ gambaran klinis:
Pasien di diagnosa sindrom nefrotik karena pasien datang dengan keluhan bengkak pada seluruh tubuh sejak 4 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Bengkak diawali pada daerah kelopak mata dan muka sejak 6 minggu SMRS, bengkak mulai timbul terutama pada
pagi hari saat bangun tidur, dan berkurang saat siang dan sore hari, bengkak kemudian menjalar ke bagian tubuh lain sejak 4 minggu
SMRS, bengkak makin bertambah, menyebar ke daerah perut, kedua tungkai serta ke kantung kemaluan. Selama bengkak, , ibu pasien
mengatakan BAK anaknya berwarna kuning keruh,frekuensi BAK 4 kali dalam sehari.
Selain itu diagnosis sindrom nefrotik juga ditunjang dari hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan yaitu oedem anasarka: oedem
palpebra (+/+), asites(+), oedem tungkai (+/+), oedem scrotum (+). Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan : protein total 3,83
mg/dl, albumin 1,73 mg/dl, kolesterol total 497, urin rutin: protein urin +4, eritrosit: 4-5/LPB

2. Riwayat pengobatan:
Ibu penderita pernah membawa berobat ke dokter, diberikan obat (ibu penderita lupa nama obatnya), tetapi tidak ada perbaikan,
2

pasien tidak kembali berobat.


3. Riwayat kesehatan/ penyakit:
Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini.
4. Riwayat keluarga:
Keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami keluhan seperti ini.
5. Riwayat pekerjaan:
Pasien adalah pelajar SD kelas1
6. Riwayat Alergi
:
Pasien tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan, makanan, atau cuaca
7. Riwayat Psikososial
:
Anak masih bisa beraktivas ringan dirumah. Anak makan 3 kali sehari dengan sayur dan lauk pauk. Anak tidak tampak lebih kecil
dibanding teman sebayanya. Tetapi akhir-akhir ini anak merasa malu karena badannya bengkak.
8. Riwayat Kehamilan Ibu
:
Ibu selalu rutin dalam memeriksakan kehamilan ke bidan, dan tidak ada keluhan semasa hamil.
9. Riwayat Kelahiran
:
Lahir spontan di rumah ditolong bidan. Tidak ada penyulit. BB 2700 gram. PB 48 cm. Anak langsung menangis.
10. Riwayat Pemberian Makan
:
Ibu memberikan hanya ASI sampai umur 6 bulan, lalu dilanjutkan susu formula setelah umur 6 bulan dan bubur susu dengan bubur
tim setelah umur 14 bulan, dilanjutkan nasi umur 18 bulan sampai sekarang.
11. Riwayat Imunisasi
:
Hepatitis B :1x
Polio: 3x
BCG
: 1x
Campak: 1x
DPT
3x
Kesan
: Imunisasi dasar tidak lengkap
12. Riwayat Tumbuh Kembang
:
Anak sekarang Sekolah SD kelas 1. Menurut ibu penderita anaknya tidak ada masalah di sekolah.

Mengangkat kepala
: 3 bulan
Duduk
: 6 bulan
Berdiri
: 10 bulan
Kesan
: Tumbuh Kembang anak sesuai dengan umur.
13. Lain-lain :
KeadaanUmum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital
TD : 120/80 mmHg
Suhu : 36,4C
Nadi : 88x/menit (bradikardia relatif)
Pernafasan : 22 x/menit
Antopometri
BB skr
: 19 kg
BB dulu
: 17 kg
TB
: 108 cm
LP
: 57 cm
LLA
: 15 cm
BBI
: 20 kg
Status Gizi

BB/ U : 19/20 x 100% = 95%TB/ U :


BB/ TB : 103/115 x 100% = 89%
BB/TB : 18/20 x 100% = 90%
LPT

: 19x108 = 0,75
3600
4

Kesan

: Status gizi tidak dapat dihitung karena ada edema

Status Generalisata

Kepala : Normocephali, Ubun-ubun besar menutup, Muka sembab (+)


Mata
: Conjungtiva anemis -/-. Sklera ikterik -/-. Refleks pupil +/+, pupil bulat isokor. Edema palpebra +/+.
Mulut : bibir dan mukosa mulut lembab
Leher
: Tidak ada deviasi trakea,tidak terlihat pembesaran tiroid,, JVP tidak meningkat, KGB tidak teraba
Thoraks :
pulmo: Inspeksi : Bentuk dan gerak dada simetris, statis
o Palpasi : Vokal fremitus normal ki=ka
o Perkusi : sonor
o Auskultasi : VBS ki=ka, Ronki -/-, Wheezing -/cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : Punctum maximum teraba
o Perkusi : Batas jantung kanan : linea sternalis dextra
Batas jantung kiri : linea mid clavicularis sinistra
Batas atas : ICS III sinistra
o Auskultasi : Bunyi jantung I dan II: murni, reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
o Inspeksi : Bentuk cembung, distensi abdomen (-)
o Palpasi :
Asites seluruh lapang perut, pekak sisi (+), pekak pindah/ shifting dullness (+), undulasi (+),nyeri tekan (-)
Hepar dan lien sulit dinilai
o Perkusi : redup

o Auskultasi : BU (+) normal


Urogenital
Tampak oedem scrotum (+), transluminasi negatif
Ekstremitas
Atas
: Akral hangat +/+, CRT<2 dtk +/+, edema -/-, pitting edema /Bawah
: Akral hangat +/+, CRT<2 dtk +/+, edema +/+, pitting edema +/+
Refleks biceps, triceps, brachioradialis, patella, dan achilles +/+ normal

Daftar Pustaka:
1. Alatas, Husein dkk. 2005. Kosensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak. Unit Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Jakarta, h.1-18.
2. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom Nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak.
Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-426
3. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. 2007. Nelson Textbook of Pediatric 18 th ed. Saunders. Philadelpia.
4. Markum, et.al. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
5. Gunawan, AC. 2006. Sindrom Nefrotik: Pathogenesis dan Penatalaksanaan. Cermin Dunia Kedokteran No. 150. Jakarta, h.50-54
6. Mansjoer Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius : Jakarta
7. Pardede, Sudung O. 2002. Sindrom Nefrotik Infantil. Cermin Dunia Kedokteran No. 134. Jakarta, h.32-37
Hasil Pembelajaran:
1. Membuat diagnosis sindrom nefrotik
2. Mengetahui prinsip tatalaksana sindrom nefrotik
3. Mengetahui masalah apa yang dapat timbul pada sindrom nefrotik
4. Mekanisme sindrom nefrotik dan hubungannya dengan hasil pemeriksaan fisik pada kasus ini
5. Edukasi tentang perjalanan penyakit dan prognosis penyakit pada pasien.

6. Edukasi dan pencegahan sindrom nefrotik

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subjektif
Anak laki-laki, usia 6 tahun datang ke RSUD Gunung Jati diantar orangtuanya dengan keluhan bengkak pada seluruh tubuh sejak 4
minggu sebelum masuk rumah sakit. Bengkak diawali pada daerah kelopak mata dan muka sejak 6 minggu yang lalu, bengkak mulai
timbul terutama pada pagi hari saat bangun tidur, dan berkurang saat siang dan sore hari, bengkak kemudian menjalar ke bagian tubuh lain
sejak 4 minggu sebelum masuk rumah sakit, bengkak makin bertambah, menyebar ke daerah perut, kedua tungkai serta ke kantung
kemaluan. Selama bengkak, ibu pasien mengatakan BAK anaknya berwarna kuning keruh,frekuensi BAK 4 kali dalam sehari. keluhan
nyeri saat BAKK (-), mual muntah (-), nyeri perut (-), demam(-), kejang (-), sesak napas (-), BAB tidak ada keluhan.
2. Objektif
Hasil dari pemeriksaan fisik pada pasien ini mendukung diagnosis sindrom nefrotik. Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan
berdasarkan:
Pemeriksaan fisik
Kepala: muka sembab/ puffy face (+)
Mata : oedem palpebra (+/+)
Abdomen : asites (+)
Genitalia :oedem scrotum
Ekstremitas: oedem tungkai(+/+), pitting oedem (+/+)
Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium :
- Leukosit 16,8 (nilai normal 4,5-10,5 103/ul)
leukositosis
7

- Protein total 3,83 mg/dl, (nilai normal 6,7-7,8 g/dl) hipoproteinemia


- Albumin 1,73 mg/dl, (nilai normal 3,5-5,0 g/dl)
hipoalbuminemia
- Kolesterol total 497(nilai normal < 200 mg/d )
hiperkolesterolemia
- Urinalisis: Protein urin +4 atau 500mg/dl
proteinuria
Eritrosit 4-5/LPB (nilai normal 1-2/LPB) hematuria
Pada pasien ini hasil pemeriksaan penunjang menunjukkan adanya : leukositosis, hipoprotein, , hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia,
serta proteinuria massif dan hematuria mikroskopis, Oleh karena itu kondisi pasien ini masuk ke dalam diagnosis klinis Sindrom nefrotik.
3. Assessment (Penalaran Klinis)
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari proteinuria massif (40 mg/m2 LPB/jam atau rasio
protein/kreatinin pada urine sewaktu >2 mg/mg atau dipstick 2+), hipoalbuminemia (2,5 gr/dL), edema, dan dapat disertai
hiperkolestrerolemia (250 mg/uL).
Etiologi sindrom nefrotik secara garis besar dapat dibagi 3 yaitu kongenital, glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti
penyakit sistemik seperti pada purpura Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus sistemik. Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak
dibawah usia 18 tahun diperkirakan berkisar 2-7 kasus per 100.000 anak per tahun, dengan onset tertinggi pada usia 2-3 tahun. Hampir
50% penderita mulai sakit saat berusia 1-4 tahun, 75% mempunyai onset sebelum berusia 10 tahun.
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Sindrom nefrotik primer (idiopatik)
Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada
penyebab lain. paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, salah satu
jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia dibawah 1 tahun.
Sekitar 90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom nefrotik idiopatik. Sindrom nefrotik idiopatik terdiri dari 3 tipe
secara histologis : sindrom nefrotik kelainan minimal, glomerulonephritis proliferative (mesangial proliferation), dan glomerulosklerosis
fokal segmental. Ketiga gangguan ini dapat mewakili 3 penyakit berbeda dengan manifestasi klinis yang serupa; dengan kata lain, ketiga
gangguan ini mewakili suatu spektrum dari satu penyakit tunggal.

Klasifikasi sindrom nefrotik idiopatik


Sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM)
Pada 85% dari kasus sindrom nefrotik pada anak, glomerulus terlihat normal atau memperlihatkan peningkatan minimal pada sel
mesangial dan matriksnya. Penemuan pada mikroskop immunofluorescence biasanya negatif, dan mikroskop elektron hanya
memperlihatkan hilangnya epithelial cell foot processes (podosit) pada glomerulus. Lebih dari 95% anak dengan SNKM berespon dengan
terapi kortikosteroid.

Glomerulonephritis proliferative (Mesangial proliferation)


Pada 5% dari total kasus sindrom nefrotik ditandai dengan adanya peningkatan sel mesangial yang difus dan matriks pada
pemeriksaan mikroskop biasa. Mikroskop immunofluorescence dapat memperlihatkan jejak 1+ IgM mesangial dan/atau IgA. Mikroskop
elektron memperlihatkan peningkatan dari sel mesangial dan matriks diikuti dengan menghilangnya sel podosit. Sekitar 50% pasien dengan
lesi histologis ini berespon dengan terapi kortikosteroid.

Glomerulosklerosis fokal segmental (Focal segmental glomerulosclerosis/FSGS)


Pada kasus 10% dari kasus sindrom nefrotik, glomerulus memperlihatkan proliferasi mesangial dan jaringan parut segmental pada
pemeriksaan dengan mikroskop biasa. Mikroskop immunofluorescence menunjukkan adanya IgM dan C3 pada area yang mengalami
sklerosis. Pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron, dapat dilihat jaringan parut segmental pada glomerular tuft disertai dengan
kerusakan pada lumen kapiler glomerulus. Lesi serupa dapat terlihat pula pada infeksi HIC, refluks vesicoureteral, dan penyalahgunaan
heroin intravena. Hanya 20% pasien dengan FSGS yang berespon dengan terapi prednisone. Penyakit ini biasanya bersifat progresif, pada
akhirnya dapat melibatkan semua glomeruli, dan menyebabkan penyakit ginjal stadium akhir (end stage renal disease) pada kebanyakan
pasien.

Glomerulonefritis membrano proliferative (GNMP)


Ditandai dengan penebalan membrane basalis dan proliferasi seluler (hiperselularitas), serta infiltrasi sel PMN. Dengan mikroskop
cahaya, MBG menebal dan terdapat proliferasi difus sel-sel mesangial dan suatu penambahan matriks mesangial. Perluasan mesangium

berlanjut ke dalam kumparan kapiler perifer, menyebabkan reduplikasi membrane basalis (jejak-trem atau kontur lengkap). Kelainan ini
sering ditemukan pada nefritis setelah infeksi streptococcus yang progresif dan pada sindrom nefrotik. Ada MPGN tipe I dan tipe II.

Glomerulopati membranosa (GM)


Penyakit progresif lambat pada dewasa dan usia pertengahan secara morfologi khas oleh kelainan berbatas jelas pada MBG. Jarang
ditemukan pada anak-anak. Mengenai beberapa lobus glomerulus, sedangkan yang lain masih normal. Perubahan histologik terutama
adalah penebalan membrane basalis yang terlihat baik dengan mikroskop cahaya maupun elektron.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek
samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :
Penyakit metabolik atau kongenital : diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport, miksedema
Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS
Toksin dan allergen : logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa ular
Penyakit sistemik imunologik : lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schinlein, sarkoidosis
Neoplasma : tumor paru, penyakit hodgin, tumor gastrointestinal
Patofisiologi
Protenuria
Proteinuria merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan
hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular). Perubahan integritas membrana basalis glomerulus terhadap
protein plasma dan protein utama yang dieksresikan dalam urin adalah albumin. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus
(MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan
ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (change barrier). Pada SN kedua mekanisme penghalang
tersebut ikut terganggu. Selain konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui MBG. Proteinuria
dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif

10

apabila yang keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin. Sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar terdiri dari
molekul besar seperti immunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur MBG.

Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein
di hati biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau
menurun.

Edema

Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia
merupakan faktor kunci terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingg
cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan intestitium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan
bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air.
Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia
sehingga edema semakin berlanjut.
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan
ekstraseluler meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi
natrium dan edema akibat teraktivasinya sistem Renin-angiotensin-aldosteron terutama kenaikan konsentrasi hormone aldosteron
yang akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion natrium sehingga ekskresi ion natrium (natriuresis)
menurun. Selain itu juga terjadi kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin yang menyebabkan tahanan atau
resistensi vaskuler glomerulus meningkat, hal ini mengakibatkan penurunan LFG dan kenaikan desakan Starling kapiler peritubuler
sehingga terjadi penurunan ekskresi natrium.
Hiperlipidemia
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high
density lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal, atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan
penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari
darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.
11

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah edema yang menyeluruh dan terdistribusi mengikuti gaya gravitasi bumi.
Edema sering ditemukan dimulai dari daerah wajah dan kelopak mata pada pagi hari, yang kemudian menghilang, digantikan oleh edema
di daerah pretibial pada sore hari.
Anak biasanya datang dengan keluhan edema ringan, dimana awalnya terjadi di sekitar mata dan ekstremitas bawah. Sindrom
nefrotik pada mulanya diduga sebagai gangguan alergi karena pembengkakan periorbital yang menurun dari hari ke hari. Seiring waktu,
edema semakin meluas, dengan pembentukan asites, efusi pleura, dan edema genital. Anoreksia, iritabilitas, nyeri perut, dan diare sering
terjadi. Hipertensi dan hematuria jarang ditemukan. Differensial diagnosis untuk anak dengan edema adalah penyakit hati, penyakit jantung
kongenital, glomerulonefritis akut atau kronis, dan malnutrisi protein.
Asites sering ditemukan tanpa odem anasarka, terutama pada anak kecil dan bayi yang jaringannya lebih resisten terhadap
pembentukan edema interstisial dibandingkan anak yang lebih besar. Efusi transudat lain sering ditemukan, seperti efusi pleura. Bila tidak
diobati edema dapat menjadi anasarka, sampai ke skrotum atau daerah vulva.
Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar perut, dan tekanan darah. Tekanan darah
umunya normal atau rendah, namun 21% pasien mempunyai tekanan darah tinggi yang sifatnya sementara, terutama pada pasien yang
pernah mengalami deplesi volume intravaskuler berat. Keadaan ini disebabkan oleh sekresi rennin berlebihan, sekresi aldosteron, dan
vasokonstriktor lainnnya, sebagai respon tubuh terhadap hipovolemia. Pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) dan
glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) jarang ditemukan hipertensi yang menetap. Dalam laporan ISKDC (Internasional Study of
Kidney Disease in Children), pada SNKM ditemukan 22% disertai hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan
peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat bersementara. Pasien sindrom nefrotik perlu diwaspadai sebagai gejala syok
dikarenakan kekurangan perfusi ke daerah splanchnik atau akibat peritonitis.
Diagnosis banding antara lain Diabetic Nephropathy, Light Chain-Associated Renal Disorders, Focal Segmental
Glomerulosclerosis, Glomerulonephritis akut/kronis, HIV Nephropathy, IgA Nephropathy.
Diagnosis Banding edema antara lain:
Renal (Sindrom Nefrotik, Glomerulonefritis Akut,Gagal Ginjal Akut), Jantung, Hepar, Malnutrisi

12

Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan antara lain :


Urinalisis dan bila perlu biakan urin
Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/ kreatinin pada urin pertama pagi hari
Pemeriksaan darah antara lain
Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit, hematokrit, LED)
Kadar albumin dan kolesterol plasma
Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus Schwartz
Titer ASTO
Kadar komplemen C3 bila dicurigai Lupus Eritematosus Sistemik, pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (Ana
nuclear antibody) dan anti ds-DNA
Indikasi biopsi ginjal :
Sindrom Nefrotik dengan hematuri nyata, hipertensi, kadar kreatinin dan ureum plasma meninggi, atau kadar komplemen serum
menurun
Sindrom Nefrotik resisten steroid
Sindrom Nefrotik dependen steroid
4. Plan
Diagnosis:
Pada pasien ini diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pengobatan:
Pengobatan yang dapat diberikan pada pasien ini adalah dengan memperbaiki kondisi umum dan pemberian medikamentosa. Anak dengan
manifestasi klinik SN pertama kali sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi
pengaturan diit, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orangtua.
Terapi :
Istirahat sampai edema berkurang (pembatasan aktivitas)
IVFD KaEn 4b 5tpm makro

13

Diet Pembatasan garam 1-2 gram/hari.


Diet rendah kolesterol <600 mg/ hari
inj. Furosemide 20 mg iv pelan
transfusi albumin 25% 2x 200cc (2x 500mg)
inj. kortikosteroid : prednisone 60 mg/m2 LPB/hari (selama 4 minggu) Prednisone 60 x 0,75 = 45 mg/ hari 3-3-3
inj ceftriaxone 2x 1 gr iv

Tirah baring dan istirahat yang cukup. Hal ini dilakukan karena pada pasien ini terdapat oedem anasarka yang dapat memperburuk
kondisi pasien. Dengan tirah baring diharapkan aktivitas dibatasi agar pasien dapat banyak istirahat, penyerapan obat lebih baik,
mobilisasi dilakukan secara bertahap, penderita diperbolehkan duduk,
selama di rawat di rumah sakit dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa:
Pemeriksaan darah rutin dan urin lengkap/ 24 jam
Tampung Urin output/ 24 jam
Asupan cairan input/ 24 jam
Observasi tanda vital/ 8 jam
Timbang Berat Badan setiap hari
Ukur lingkar perut setiap hari
Pantau intake cairan pasien
Diitetik
Diit rendah garam haya diperlukan selama anak menderita edema, diit rendah garam 1-2gr/hari
Tujuan dari diit rendah garam adalah untuk mengurangi retensi natrium yang dapat memperberat fungsi ginjal.
Pemberian diit tinggi protein untuk mengganti protein yang hilang bersama urin merupakan kontraindikasi pada sindrom
nefrotik karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein yang akhirnya
menyebabkan sklerosis glomerulus. Cukup berikan diit protein normal, yaitu 1,5- 2gr/ kgBB/hari, pada pasien ini beri diit
protein 30-40gr/hari

14

Diit rendah kolesterol diperlukan karena pada pasien ini terdapat hiperkolesterolemia akibat peningkatan sintesis lipid. Diit
rendah kolesterol <600mg/hari
Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat, berikan loop diuretik seperti furosemid 1-3mg/kkgBB/hari.
Pada pasien ini dikarenakan adanya edema berat maka diberikan furosemid 20mg iv pelan
Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu,
perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah.
Bila pemberian diuretic tidak berhasil, (edema refrakter) biasanya terjadi karena hipovolemia/ hipoalbuminemia berat
(<1gr/dl) berikan infuse albumin 20-25% dengan dosis 1gr/kgBB selama 2-4jam untuk menarik cairan dari jaringan
interstisial . setelahnya kembali berikan furosemid 1-2mg.kgbb. pada pasien ini diberikan transfusi albumin 25%
suspensi albumin dapat diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran cairan dan mencegah overload
cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang.

Kortikosteroid
Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi steroid adalah pemberian prednisone
dosis penuh (full dose) 60 mg/m2 LPB/hari (maksimal 80mg/hari), dibagi dalam 3 dosis, untuk menginduksi remisi.
Dosis prednisone dihitung berdasarkan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan).
Pada pasien ini BBI: 20kg, LPT: 0,75
dosis prednisone : 60x 0,75 = 45 dibagi dalam 3 dosis 3-3-3 tab
Prednisone dalam dosis penuh inisial diberikan selama 4 minggu. Setelah pemberian steroid dalam 2 minggu pertama,
remisi telah terjadi pada 80% kasus, dan remisi mencapai 94% setelah pengobatan steroid 4 minggu.
Bila terjadi remisi pada 4 minggu pertama, maka pemberian steroid dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis
40mg/m2 LPB/hari (2/3 dosis awal) secara alternating (selang sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4
minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.

15

Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan berikut:


a) Pengukuran berat badan dan tinggi badan
b) Pegukuran tekanan darah
c) Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda dan gejala penyakit sistemis, sepert SLE, HSP,
d) Mencarifokusinfeksi di gigi geligi, telinga, ataupun kecacingan , etiap infeksi perlu di eradikasian lebih dahulu sebleum
terapi steroid dimulai
e) Melakukan uji mantoux, bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama 6 bulan bersama steroid, dan bila ditemukan
tuberkulosis diberikan OAT
5

Antibiotik
Antibiotik diberikan karena pada sindrom nefrotik mudah terjadi infeksi dan paling sering adalah selulitis dan peritonitis.
Bila terjadi penyulit infeksi bakterial (pneumonia pneumokokal atau peritonitis, selulitis, sepsis, ISK) diberikan antibiotik
yang sesuai dan dapat disertai pemberian immunoglobulin G intravena. Untuk mencegah infeksi digunakan vaksin
pneumokokus
Pada pasien ini diberikan inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr iv
Pendidikan:

16

Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit yang diderita (menjelaskan mengenai sindrom nefrotik, penyebab edema, hipertensi,
hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia)
2 Edukasi mengenai komplikasi sindrom nefrotik (dapat terjadi infeksi, selulitis,sepsis, ISK, pneumonia, peritonitis)
3 Edukasi tentang pentingnya kontrol rutin untuk mengurangi faktor komplikasi
4 Edukasi mengenai pola makan yang sehat dan seimbang, mempertahankan berat badan normal untuk pasien SN- kolaborasi dengan
gizi klinik (membatasi asupan garam (diit rendah garam),diet rendah kolesterol<600mg/hari, diet cukup protein 1,5-2 gr/kgbb/hari.
5 Pasien sindrom nefrotik yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid >2 mg/kgbb/ hari atau total >20 mg/hari, selama lebih
dari 14 hari merupakan pasien imunokompromais. Pasien SN dalam keadaan ini dan dalam 6 minggu setelah obat dihentikan
hanya boleh diberikan vaksin virus mati, seperti IPV (inactivated polio vaccine).
6 Setelah penghentian prednison selama 6 minggu dapat diberikan vaksin virus hidup, seperti polio oral, campak, MMR, varisela.
7 Semua anak dengan sindrom nefrotik sangat dianjurkan untuk mendapat imunisasi terhadap infeksi pneumokokus dan varisela
8 Menjelaskan bahwa sebagian besar anak dengan sindrom nefrotik yang berespons terhadap steroid akan mengalami kekambuhan
berkali-kali sampai penyakitnya menyembuh sendiri secara spontan menjelang usia akhir sekade kedua.
9 Yang penting adalah, menunjukkan pada keluarganya bahwa anak tersebut tidak akan menderita disfungsi ginjal, bahwa
penyakitnya biasanya tidak herediter, dan bahwa anak akan tetap fertil (bila tidak ada terapi siklofosfamid atau klorambusil). Untuk
memperkecil efek psikologis sindrom nefrotik, ditekankan bahwa selama masa remisi anak tersebut normal serta tidak perlu
pembatasan diet dan aktivitas.
Konsultasi: Pasien dikonsultasikan kepada dokter anak dan gizi klinik

17

PORTOFOLIO KASUS MEDIS


SINDROM NEFROTIK

Disusun oleh:
Fitria Ratna Sari, dr.
Dokter Internship RSUD Gunung Jati Kota Cirebon

Pendamping:
Siti Maria Listiawaty, dr.

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH GUNUNG JATI
KOTA CIREBON
2015

18

You might also like