You are on page 1of 12

ILMU KELAUTAN Juni 2010. vol.

15 (2) 91-102

ISSN 0853-7291

Pengamatan Terhadap Mangrove yang Ditanam di


Pesisir Utara,
Utara, Pulau Jawa Bagian Barat
Wahyu Budi Setyawan
Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Jl. Pasir Putih I, Ancol Timur, Jakarta Utara11048
Telp. (021)7317830; email wahyubudisetyawan@yahoo.com

Abstrak
Kegiatan penanaman mangrove yang gagal banyak dijumpai di kawasan pesisir utara Pulau Jawa. Untuk
memperbaiki keadaan tersebut maka perlu diteliti praktek penanaman yang telah dilakukan sehingga dapat
diketahui penyebabnya. Penelitian mengenai aktifitas penanaman mangrove di beberapa lokasi di kawasan
pesisir utara Pulau Jawa Bagian Barat (Serang, Indramayu, Cirebon dan Tegal) telah dilakukan. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa penanaman mangrove di lokasi penelitian sebagian besar dilakukan di tepi
pantai yang bersifat erosional dan di habitat yang tidak sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan mangrove,
seperti di rataan erosional, endapan lumpur temporer, endapan pasir atau lahan berpasir, dan areal
persawahan, sehingga menyebabkan kegagalan upaya penanaman mangrove yang ditunjukkan dengan
kematian benih yang ditanam.
Kata kunci:
kunci: penanaman mangrove, erosi pantai, morfologi pantai, proses pantai, pengelolaan kawasan pesisir.

Abstract
Unsuccess mangrove planting activities were found at many places at Western Part of Northern Java Island
coastal zone. In order to uncover the problems, it is needed to study mangrove planting practices. Field
examination on mangrove planting practices had been done at north coast of western part of Java. This paper
provide finding of field works examination on mangrove planting activities at Serang, Indramayu, Cirebon and
Tegal coastal areas, and evaluate the condition of the activities results theoretically. Field exanimation at those
coastal areas showed that mangrove was planted at erosional coast and on habitat that unfavorable for
mangrove growth and development, such as erosional platform, temporary mud deposits, sand deposits or sandy
land, and rise field. Consequence of the condition is that the mangrove planting activities become fail due to the
death of mangrove seedling.
Key words:
words: mangrove planting, coastline erosion, coastal morphology, coastal processes, coastal zone
management.

Pendahuluan
Mangrove adalah tumbuhan daerah pasang
surut di daerah tropis. Hutan mangrove banyak
memberikan
keuntungan
ekologi,
seperti
menstabilkan garis pantai, mengurangi energi angin
dan gelombang yang mengenai pantai, dan
mendukung perikanan pesisir secara langsung
maupun tidak langsung melalui dukungan makanan
dan pemberian habitat (Lewis III, 2005). Selama
beberapa dekade, peranan ekologi mangrove banyak
diabaikan dan banyak kawasan mangrove dikonversi
menjadi peruntukan lain seperti pemukiman,
infrastruktur transportasi, pertanian dan budidaya
pantai, khususnya pengembangan tambak udang
(Kairo et al., 2001; Alonzo-Perez et al., 2003,
Thampanya, 2006), Sementara itu, Gilman et al.
(2008) mencatat bahwa berkurangnya kawasan
Ilmu Kelautan, UNDIP

(2008) mencatat bahwa berkurangnya kawasan


mangrove akan menyebabkan peningkatan tekanan
terhadap keamanan manusia dan pembangunan
kawasan pesisir dari bahaya bencana pesisir seperti
erosi, banjir, gelombang badai dan tinggi.
Di Indonesia dalam satu dekade terakhir ini telah
muncul kesadaran akan pentingnya tumbuhan
mangrove sebagai tumbuhan pelindung pantai dan
pentingnya mangrove sebagai sumber nutrien bagi
kesuburan perairan telah meningkatkan upaya
penanaman mangrove di tepi pantai. Serangkaian
bencana alam di kawasan pesisir seperti tsunami di
Provinsi Nangroe Aceh Darussalam tanggal 26
Desember 2004 (Departemen Kehutanan, 2005;
Green Coast Indonesia, 2008a, 2008b; Bahagia,
2009), tsunami di Pangandaran tanggal 19 Juli 2006

www.ijms.undip.ac.id

Diterima/Received: 14-04-2010
Disetujui/Accepted: 17-05-2010

ILMU KELAUTAN Juni 2010. vol. 15 (2) 91-102

(Mile, 2007), gelombang tinggi di bulan Maret 2007,


serta pemberitaan media tentang erosi pantai yang
terjadi di banyak daerah di Indonesia, telah turut andil
dalam peningkatan kesadaran pentingnya mangrove
tersebut (Hartadi, 2006; Karminarsih, 2007;
Departemen Komunikasi dan Informasi, 2008;
Onrizal, 2010; Tim Sakawana, 2010). Kesadaran
tersebut juga terjadi di kalangan masyarakat pesisir
Pantai Utara Jawa (Anonim-ARN, 2010).
Banyaknya aktifitas penanaman mangrove di
berbagai daerah di Indonesia seperti yang banyak
dikabarkan oleh berbagai media massa memberikan
gambaran bahwa pentingnya kehadiran ekosistem
mangrove di kawasan pesisir sebagai sumberdaya
alam yang perlu dijaga kehadirannya dan sebagai
sistem pertahanan pantai nampaknya telah disadari
oleh banyak kalangan di Indonesia. Namun,
nampaknya kesadaran tersebut belum diimbangi
dengan
peningkatan
pemahaman
tentang
karakteristik
tumbuhan
mangrove,
terutama
berkaitan persyaratan kondisi lingkungan tempat
tumbuhnya. Akibat dari kurangnya pemahaman
tersebut, banyak kegiatan penanaman mangrove
yang gagal seperti diberitakan media massa dari
beberapa daerah (Susilo, 2009; Anonim-Seruu.Com,
2011; Wibisono, 2011). Kawasan pesisir utara Pulau
Jawa sebagian lokasi dimana kegagal penanaman
mangrove itu terjadi. Makalah ini bertujuan eveluasi
melalui kajian teoritis mengenai kegiatan penanaman
mangrove tersebut di pesisir utara Pulau Jawa,
khususnya di bagian barat.

Materi dan Meto


Metode
Penelitian lapangan tentang Geomorfologi
Pesisir dilakukan di pesisir utara Pulau Jawa, yaitu di
Pantai Lontar di Serang; Pantai Tanjungpura,
Pegagan, Muara Bugel, dan Krangkeng di Indramayu;
Pantai Mundu di Cirebon, dan Pantai Kramat dan
Maribaya di Tegal, yang dilakukan dari tahun 2003
sampai 2009 (Tabel 1). Penentuan posisi geografis
dilakukan dengan mempergunakan GPS Garmin 45.
Peta lokasi penelitian dan gambaran kondisi
lingkungan lokasi penelitian dapat dilihat dalam
Gambar 1 sampai 11.

Hal-hal yang diamati dalam penelitian


ini
adalah habitat penanaman mangrove khususnya
morfologi pantai dan batuan penyusun pantai.
Disamping itu diamati pula kondisi lingkungan pantai
khususnya energi gelombang dan proses pantai
seperti pengendapan lumpur yang terjadi atau atau
proses erosi. Pantai yang bersifat erosional
mencerminkan kondisi energi gelombang yang tinggi,
sedang sebaliknya, energi gelombang yang rendah
akan terlihat dari pengendapan lumpur yang
terjadi.Selain itu diamati juga substrat penanaman
mangrove (pasir atau lumpur).
Evaluasi dilakukan berdasarkan teori ekosistem
mangrove serta beberapa penelitian yang pernah
dilakukan berkaitan dengan penanaman mangrove
(Miyagi & Fujimoto, 1989; Field, 1996a; Ellison, 2000;
Stewart & Fairfull, 2008).
Pengamatan juga dilakukan pada mangrove
yang ditanam yakni apakah tumbuhan itu masih hidup,
kondisi baik, buruk atau sudah mati. Kondisi tanaman
mangrove ini dipakai sebagai indikator keberhasilan
penanaman mangrove.
Kegiatan penanaman mangrove dikatakan
berhasil bila mangrove tumbuh subur yang ditunjukkan
daun-daun yang tampak hijau segar dan oleh adanya
pertumbuhan pucuk daun baru, dan sebaliknya.
Kegiatan penanaman mangrove dikatakan gagal bila
mangrove yang ditanam mati (Kogo & Tsuruda, 1996)
yang ditunjukkan oleh daun dan batang yang
mengering, atau menguning, sebagian layu, dan tidak
menunjukkan adanya pucuk baru.
Pengamatan
terhadap
ketepatan
lokasi
penanaman mangrove juga diamati (Field, 1996b)
dinilai berdasarkan posisi lokasi penanaman terhadap
muka air laut, yaitu bahwa mangrove adalah tumbuhan
yang tumbuh di zona pasang surut, lingkungan
berenergi rendah dan berpengendapan lumpur (Miyagi
& Fujimoto, 1989; Field, 1996a; Ellison, 2000; Stewart
& Fairfull, 2008). Apabila lokasi penanaman tepat
maka pengamatan selanjutnya dilakukan, tetapi bila
tepat, maka pengamatan selanjutnya tidak dilakukan.

Gambar 1. Peta indek lokasi pengamatan lapangan. Lk: Lokasi. Gambar detil kondisi lingkungan pantai di setiap lokasi
pengamatan dapat dilihat pada Gambar 2 - 11.

92

Pengamatan Terhadap Mangrove di Pesisir Utara Pulau Jawa (W. B. Setyawan)

ILMU KELAUTAN Juni 2010. vol. 15 (2) 91-102

Tabel 1. Lokasi pengamatan lokasi penanaman mangrove di lapangan.


No.
Lokasi
1

Tahun
Pengamatan
2003

Posisi Geografis

Nama Tempat dan Wilayah Administrasi

05o 58,144 LS,


106o 17,810 BT

Pantai Lontar, Desa Lontar, Kecamatan Tirtayasa,


Kabupaten Serang, Propinsi Banten.

2006

06o 30,214 LS,


108o 32,208 BT

Pantai Krangkeng, Desa Kalianyar, Kecamatan


Krangkeng, Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat

2007

06o 15,144 LS,


107o 55,524 BT

Pantai Tanjung Pura, Desa Ujunggebang, Kecamatan


Sukra, Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat

2007

06o 15,233 LS,


107o 55,742 BT

Pantai Pegagan, Desa Ujunggebang, Kecamatan Sukra,


Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat

2007

06o 17,714 LS,


108o 00,919 BT

Muara Bugel, Desa Bugel, Kecamatan Sukra,


Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat

2008

06o 45,820 LS,


108o 40,364 BT

Pantai Mundu, Desa Pengarengan, Kecamatan


Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Propinsi Jawa Barat

2009

06o 51,778 LS,


109o 12,760 BT

Pantai Kramat, Desa Kramat, Kecamatan Kramat,


Kabupaten Tegal, Propinsi Jawa Tengah

2009

06o 51,852 LS,


109o 13,213 BT

Pantai Maribaya, Desa Maribaya, Kecamatan Kramat,


Kabupaten Tegal, Propinsi Jawa Tengah

Hasil dan Pembahasan


Hasil-hasil pengamatan lapangan tentang lokasi
penanaman mangrove dirangkum dalam Tabel 2. Di
lapangan terlihat bahwa kondisi kehidupan tumbuhan
mangrove yang ditanam berkisar dari mati sampai
kondisi kehidupan yang buruk yang ditandai dengan
kondisi daun yang menguning merata dan tidak
dijumpai pertumbuhan tajuk baru.
Kondisi
substrat
lokasi
penanaman
menunjukan bahwa mangrove ditanam pada batuan
induk batu lempung pejal di Pantai Lontar, Serang
(Gambar 12), endapan pasir temporer di Pantai
Pegagan, Indramayu (Gambar 13); timbunan pasir di
Pantai Tanjungpura, Indramayu (Gambar 14), pantai
pasir di Pantai Kramat, Tegal (Gambar 15) dan di
Pantai Mundu, Cirebon (Gambar 16) dan di dalam
kubangan yang dibuat di lahan berpasir di
Maribaya,Tegal (Gambar 17). Semua substrat
tersebut bukanlah substrat yang cocok bagi
tumbuhan mangrove karena mangrove adalah
tumbuhan pantai yang membutuhkan endapan
lumpur sebagai susbtrat tempat tumbuhnya agar
dapat tumbuh dengan baik dan kehadiran endapan
lumpur merupakan faktor yang penting (Sandi, 1982).
Di Pantai Krangkeng, Indramayu (Gambar
18), mangrove ditanam di substrat yang merupakan
endapan lumpur yang bersifat temporer. Endapan
lumpur di pantai ini hadir ketika musim angin barat
dan menghilang kembali pada saat musim angin timur
berlangsung. Dengan demikian, lokasi di Pantai
Krangkeng ini bukan lokasi yang cocok bagi
mangrove, karena mangrove membutuhkan endapan
lumpur (Sandi, 1982). Endapan lumpur yang

lumpur (Sandi, 1982). Endapan lumpur yang


dimaksud di sini adalah endapan lumpur yang stabil,
dan bukan temporer. Kondisi habitat yang tidak stabil
ini bukan tempat yang cocok bagi penanaman
mangrove (Field, 1996a). Untuk kondisi lingkungan
seperti di pantai ini diperlukan tindakan untuk
melindungi endapan lumpur agar tetap stabil
kehadirannya antara lain seperti yang dilakukan oleh
Hashim et al. (2010), yaitu dengan membangun
pemecah gelombang. Tentang keberadaan endapan
lumpur di lokasi penanaman mangrove, perlu diingat
bahwa untuk dapat tumbuh dan berkembang
mangrove memerlukan substrat lumpur dan kondisi
lingkungan yang tenang dan terlindung (Miyagi &
Fujimoto, 1989; Field, 1996a; Ellison, 2000; Stewart &
Fairfull, 2008).
Dengan mengamati lokasi penanaman
mangrove yang berkaitan dengan morfologi pantai,
maka tampak bahwa mangrove ditanam di rataan
depan pantai atau erosional platform, pantai pasir atau
berm, dan dataran belakang pantai. Tentang rataan
depan pantai yang merupakan erosional platform telah
disebut di depan bahwa lokasi ini bukan lokasi yang
sesuai bagi tumbuhan mangrove. Mangrove ditanam di
pantai pasir atau berm dijumpai di Pantai Pegagan,
Indramayu; Mundu, Cirebon; dan Kramat, Tegal (Tabel
1). Menurut Field (1996a) mangrove tidak dapat
tumbuh di pasir.
Penanaman mangrove di dataran belakang
pantai yang merupakan areal persawahan ditemukan
di Pantai Muara Bugel, Indramayu (Gambar 19) dan di
dataran belakang pantai di dalam lobang galian tanpa
sirkulasi di Pantai Maribaya, Tegal (Gambar 17). Pantai
Muara Bugel, Indramayu adalah pantai bertebing. Di

Pengamatan Terhadap Mangrove di Pesisir Utara Pulau Jawa (W. B. Setyawan)

93

ILMU KELAUTAN Juni 2010. vol. 15 (2) 91-102

Tabel 2. Hasil penanaman mangrove di pesisir utara bagian barat Pulau Jawa.
Lokasi

Karakter Pantai

Kondisi
Mangrove
Mati

Pantai Lontar,
Serang.

Pantai bermorfologi rendah dengan


rataan depan pantai hasil erosi yang
tersusun oleh batu lempung pejal

Penanaman di lakukan di atas


rataan depan pantai yang
tersusun oleh batulempung pejal.

Pantai Krangkeng,
Indramayu.

Pantai bermorfologi rendah dengan


rataan lumpur temporer

Penanaman dilakukan di atas


rataan lumpur temporer

Kehidupan
Buruk

Pantai
Tanjungpura,
Indramayu.

Pantai bermorfologi rendah, berpasir,


erosional dan telah diperkuat dengan
pasangan batu. Memiliki rataan depan
pantai hasil erosi.

Penanaman mangrove dilakukan


di atas timbunan pasir di
belakang dinding pantai

Mati

Pantai Pegagan,
Indramayu.

Pantai bermorfologi rendah, tersusun


oleh batulempung pejal, erosional, ada
endapan pasir temporer. Memiliki rataan
depan pantai hasil erosi.

Penanaman mangrove di atas


endapan pasir/berm yang
merupakan zona supar tidal

Mati

Pantai Muara
Bugel, Indramayu.

Pantai bertebing dengan tinggi sekitar 1


meter, tersusun oleh batulempung
penjal, dataran belakang pantai
merupakan lahan persawahan. Memiliki
rataan depan pantai hasil erosi.

Penanaman mangrove dilakukan


di lahan persawahan di dataran
belakang pantai

Kehidupan
Buruk
(hampir
mati)

Pantai Mundu,
Cirebon.

Pantai pasir bermorfologi rendah,


erosional. Memiliki rataan depan pantai
hasil erosi.

Penanaman mangrove
dilakaukan di atas endapan
pasir/berm

Mati dan
Buruk

Pantai Kramat,
Tegal.

Pantai pasir bermorfologi rendah,


erosional, dilatarbelakangi tebing
setinggi sekitar 1 meter; dataran
belakang pantai merupakan areal
tambak yamng tersusun oleh endapan
pasir pantai

Penanaman mangrove dilakukan


di atas endapan pasir/berm, di
dalam petak-petak tambak

Kehidupan
Buruk

Pantai Maribaya,
Tegal.

Pantai pasir, bermorfologi redah, dataran


belakang pantai tersusun enpan pasir
pantai. Pantai stabil karena diperkuat
dengan deretan groin.

Penanaman mangrove dilakukan


di dalam kolam galian di dataran
belakang pantai

Kehidupan
Buruk

Muara Bugel, Indramayu adalah pantai bertebing. Di


depan tebing terdapat rataan depan pantai yang
merupakan erosional platform sedang di belakang
tebing terdapat dataran pantai yang merupakan
persawahan. Pada pembagian lingkungan pantai
berdasarkan zonasi lingkungan pantai, maka tebing
pantai di lokasi ini adalah batas antara zona
lingkungan pantai dan zona darat. Pantai Maribaya di
Tegal adalah pantai pasir yang memiliki dataran
belakang pantai merupakan lahan terbuka dan
kawasan tambak. Menurut Ingmanson & Wallace
(1985), zona supratidal atau supralitoral atau splash
zone adalah zona tepi pantai di sebelah atas batas
pasang tinggi yang masih terkena oleh air laut melalui
cipratan air laut atau gelombang. Lebar zona ini
ditentukan oleh kondisi pasang surut dan gelombang
(Duxbury et al., 2002). Dengan demikian, dataran
belakang pantai yang merupakan areal persawahan,
yang tidak lagi terjangkau oleh gelombang, termasuk
dalam zona lingkungan darat. Jadi, mangrove di
kedua lokasi ini ditaman di lingkungan darat.

94

Lokasi Penanaman

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa


semua persyaratan kondisi lingkungan yang harus
dipenuhi agar mangrove dapat tumbuh tidak dipenuhi
di berbagai lokasi penanaman mengrove tersebut.
Dengan demikian adalah wajar bila di berbagai lokasi
penanaman tersebut tidak dijumpai mangrove yang
ditanam itu tumbuh dengan baik (Tabel 2).
Hasil pengamatan lapangan memberikan
gambaran bahwa mangrove ditanam di tepi pantai
yang bersifat erosional. Termasuk dalam kategori ini
adalah pantai yang telah diperkuat dengan dinding
pantai seperti di Pantai Tanjungpura, Indramayu, atau
deretan groin seperti di Pantai Maribaya.
Hal itu mengisyaratkan bahwa kegiatan
penanaman mangrove dilakukan dengan tujuan
membangun pertahanan pantai. Apabila demikian
tujuannya, maka kegagalan upaya penanaman
mangrove itu, yang ditunjukkan oleh matinya mangrove
yang ditanam (Kogo & Tsuruda, 1996), menunjukkan
bahwa pengendalian proses erosi pantai atau upaya

Pengamatan Terhadap Mangrove di Pesisir Utara Pulau Jawa (W. B. Setyawan)

ILMU KELAUTAN Juni 2010. vol. 15 (2) 91-102

mangrove itu, yang ditunjukkan oleh matinya


mangrove yang ditanam (Kogo & Tsuruda, 1996),
menunjukkan bahwa pengendalian proses erosi
pantai atau upaya memperbaiki kondisi lingkungan di
daerah-daerah tersebut tidak dapat dilakukan dengan
teknik penanaman mangrove semata. Pengalaman di
Malaysia (Hashim et al., 2010) menunjukkan
penanaman mangrove di pantai mangrove yang
tererosi dapat dilakukan dengan mengkombinasikan
dengan
pembangunan
pemecah
gelombang
(breakwater) dan mangrove ditanam di bagian yang
terlindungi oleh pemecah gelombang tersebut.
Telah disebutkan di depan bahwa mangrove
adalah tumbuhan pantai di daerah tropis sampai
temperate yang tumbuh di dalam zona di antara
muka laut rata-rata sampai pasang tinggi. Tempat
tumbuh yang disukai mangrove adalah rataan pasang
surut yang terlindung seperti di estuari atau di telukteluk, dan tempat tumbuh mangrove yang terbaik
adalah di daerah dimana terjadi pengendapan lumpur
(Miyagi & Fujimoto, 1989; Field, 1996a; Ellison,
2000; Stewart & Fairfull, 2008). Berdasarkan
pernyataan tersebut dilakukan evaluasi terhadap
setting lokasi penenaman mangrove di daerah
penelitian. Hasil evaluasi terhadap berbagai lokasi
penanaman menunjukkan berbagai setting lokasi
yang tidak sesuai bagi pertumbuihan mangrove.
Lokasi penanaman mangrove yang semuanya
di pantai yang bersifat erosional menunjukkan
bahwa, kegiatan penanaman mangrove di berbagai
lokasi tersebut dilakukan dengan tujuan untuk
mengatasi masalah erosi pantai dan memperbaiki
kondisi lingkungan pantai yang rusak karena erosi.
Memang benar dan diketahui secara luas bahwa,
salah satu fungsi ekologi dari ekosistem mangrove
adalah melindungi pantai dari erosi oleh gelombang,
pasang surut dan arus laut, tetapi itu terbatas pada
mencegah erosi lingkungan berenergi rendah di
lingkungan delta (Aksornkoae, 1996; Padron, 1996),
atau mencegah erosi permukaan lahan pasang surut
(Hong, 1996), atau mencegah erosi tanggul-tanggul
estuari (Untawale, 1996). Jadi, menanam mangrove
di lingkungan pantai yang erosional bukanlah
tindakan yang benar, karena kondisi lingkungan
pantai tersebut tidak sesuai bagi pertumbuhan
mangrove (Field, 1996), dan mangrove butuh
lingkungan yang pantai dengan pengendapan lumpur
yang terlindung sebagai tempat tumbuhnya (Sandy,
1982; Miyagi & Fujimoto, 1989; Field, 1996a; Ellison,
2000; Stewart & Fairfull, 2008;).
Thom (1984) menyebutkan ada tiga
komponen esensial setting lingkungan bagi
kehadiran mangrove, yaitu latar belakang kondisi
geofisika, yang meliputi faktor-faktor seperti sejarah
posisi muka laut relatif, kondisi iklim dan kondisi
pasang surut. Komponen kedua adalah kondisi

pasang surut. Komponen kedua adalah kondisi


geomorfologi, yang meliputi karakter sedimentasi
(seperti: sedimentasi karbonat, terrigen), prosesproses tertentu yang dominan (seperti: gelombang
atau sungai, paang surut atau sungai, erosi atau
sedimentasi); dan
mikrotopografi atau ekspresi
topografi atau komposisi bentang alam tertentu.
Sedangkan komponen ketiga adalah faktor biologi
yang mengekspresikan faktor ekologi. Berkaitan
dengan proses-proses geomorfologi ini, Thom (1984)
menyebutkan bahwa kehadiran dan perubahan
komunitas mangrove di suatu kawasan sangat
ditentukan oleh proses-proses geomorfologi di
kawasan tersebut. Dijelaskan bahwa evolusi pola-pola
vegetasi mangrove berkaitan dengan dinamika
perkembangan garis pantai dan sedimentasi. Ada tiga
arah perubahan yang akan terjadi di suatu kawasan.
Pertama, pada kondisi dengan suplai sedimen yang
tinggi, akresi akan terjadi dan perubahan habitat yang
terjadi digerakkan atau diinduksi oleh progradasi garis
pantai dan akumulasi sedimen secara vertikal. Kedua,
pada kondisi pantai mengalami erosi oleh gelombang,
arus pasang surut dan perubahan alur sungai,
komunitas mangrove mengalami kerusakan. Ketiga,
pada kondisi steady-state, mungkin akan terjadi
ketidak stabilan jangka pendek yang bersiklus, atau
perawatan mandiri jangka panjang (long-time selfmaintenance) dan kehadiran komunitas mangrove
tertentu dalam jangka waktu lama. Berkaitan dengan
dinamika pantai mangrove ini, pola pengendapan
lumpur di tepi pantai mengontrol pola ekspansi
mangrove (Fromard et al., 2004; Plaziat & Augustinus,
2004). Apabila dalam jangka panjang endapan lumpur
mengontrol pola ekspansi mangrove seperti yang
disebutkan di atas, maka kehadiran lumpur dalam
jangka waktu yang sangat singkat atau musiman
seperti yang dijumpai di Pantai Krangkeng
menyebabkan mangrove tidak dapat berkembang
karena tidak mempunyai waktu yang cukup.
Kegiatan penanaman mangrove di lokasi
penelitian memberikan gambaran bahwa kegiatan
tersebut dilakukan perencanaan dan perhitungan yang
memadai. Hal itu ditunjukkan dengan penentuan
lokasi penanaman yang tidak sesuai dengan prasyarat
kondisi lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan
mangrove seperti yang telah diuraikan di atas.
Kegiatan penanaman mangrove harus dilakukan
dengan perhitungan yang matang dan untuk tujuan
yang sesuai dengan kondisi lingkungan setempat.
Mengingat bahwa penanaman mangrove umumnya
dilaksanakan berkaitan dengan upaya melakukan
rehabilitasi atau restorasi ekosistem mangrove, maka
semestinya dilakukan di lokasi yang sebelumnya
pernah ditemukan mangrove untuk mengembalikan
fungsi ekosistemnya (Hashim et al., 2010). Dua hal
yang berkaitan dengan tujuan penanaman mangrove
tersebut tidak dijumpai di daerah penelitian.

Pengamatan Terhadap Mangrove di Pesisir Utara Pulau Jawa (W. B. Setyawan)

95

ILMU KELAUTAN Juni 2010. vol. 15 (2) 91-102

Penelitian kondisi hidrologi adalah hal utama


yang dilakukan dalam melaksanakan penanaman
mangrove, dan selanjutnya adalah mempelajari
sebab-sebab mengapa mangrove hilang dari tempat
tersebut (Lewis III, 2005). Menurut Lewis & Streever
(2000), restorasi atau rehabilitasi direkomendasikan
bila suatu sistem tidak dapat memulihkan dirinya
sendiri. Pendekatan terbaik dalam melakukan
restorasi adalah dengan menentukan penyebab
hilangnya mangrove, menghilangkan penyebab itu,
dan membiarkan mengrove memperbaiki dirinya
secara alamiah. Mangrove hanya ditanam bila
mekanisme rekruitmen alamiah tidak memadai untuk
memperbaiki kondisi mangrove dan hanya setelah
kondisi hidrologi yang memadai dipersiapkan. Lebih
lanjut dijelaskan bahwa banyak penanaman mangrove
dilakukan dengan tidak menentukan mengapa
pemulihan alamiah tidak dapat terjadi. Berdasarkan
pengamatan terhadap lokasi (site) penanaman
mangrove di daerah penelitian diperkirakan sangat
mungkin bahwa studi awal tentang kondisi lingkungan
mangrove sebelum dilakukan penanaman mangrove
tidak dilakukan di berbagai lokasi penelitian.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penanaman
mangrove adalah: pertama, penanaman mangrove
hendaknya dilakukan sebagai upaya restorasi atau
rehabilitasi kawasan mangrove. Ini berarti bahwa
mangrove ditanam di lokasi dimana mangrove pernah
tumbuh. Kedua, sebelum penanaman mangrove,
dipelajari terlebih dahulu berbagai faktor yang
menyebabkan mangrove tidak melakukan rehabilitasi
alamiah di tempat tersebut. Setelah faktor-faktor
tersebut diketahui dan dapat dihilangkan, beri
kesempatan mangrove untuk memperbaiki diri secara
alamiah. Kegiatan penanaman mangrove dilakukan
setelah mangrove gagal melakukan perbaikan secara
mandiri. Ketiga, pantai yang terlindung dengan
endapan lumpur yang terletak di antara muka laut
rata-rata dan pasang tinggi adalah tempat yang baik
pertumbuhan atau disukai oleh mangrove untuk
tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, adalah
kesalahan besar bila penanaman mangrove dilakukan
di luar kawasan dengan karakter serti tersebut.
Gambaran
tentang
dinamika
ekosistem
mangrove di suatu kawasan menunjukkan kondisi fisik
suatu lokasi penting bagi pertumbuhan mangrove.
Demikian pula dalam kegiatan penanaman mangrove,
bahwa faktor kondisi fisik perlu diperhatikan dalam
kegiatan penanaman mangrove akan menyebabkan
kegagalan seperti yang ditemukan dalam penelitian.

Kesimpulan
Hasil
..

96

penelitian

ini

menunjukkan

bahwa

upaya penanaman mangrove di berbagai lokasi


penelitian tersebut telah gagal. Kegagalan itu
terutama terjadi karena pemilihan lokasi penanaman
mangrove yang tidak sesuai bagi pertumbuhan
mangrove. Lokasi penanaman mangrove berada di
luar lokasi yang memiliki kondisi fisik yang sesuai bagi
mangrove.

Ucapan Terima Kasih


Data lapangan studi ini berasal dari kegiatan
penelitian yang dibiayai dengan DIPA Pusat Penelitian
Oseanografi LIPI. Tahun Anggaran 2003 untuk data
dari Kabupaten Serang, 2006 dan 2007 untuk data
dari Kabupaten Indramayu, dan 2008 untuk data dari
Kabupaten Cirebon. Data dari Pantai Kramat dan
Maribaya, Kabupaten Tegal diperoleh dari penelitian
yang dibiayai dengan dana hibah dari DIKTI melalui
Sinergi Penelitian dan Pengambangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (Program Insentif Peneliti
dan Perekayasa) Tahun Anggaran 2009 di Lingkungan
LIPI. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
anonimous reviewer atas saran untuk perbaikan
makalah ini.

Daftar Pustaka
Aksornkkoae, S. 1996. Reforestation of mangrove
foresta in Thailand: a case study of Pattani
Province. In: C. Field (Ed.), Restoration of
Mangrove Ecosystems. International Society for
Mangrove Ecosystems, Okinawa, Japan, 52-63.
Alonzo-Perez, F., Ruiz-Luna, A., Turner, J., BerlangaRobles, C.A. & Mitchelson-Jacob, G. 2003. Land
cover changes and impact of shrimp aquaculture
on the landscape in the Ceuta coastal lagoon
system, Sinaloa, Mexico. Ocean & Coastal
Management 46: 583-600.
Anonim-ARN. 2010. Bakau untuk menjaga Jakarta.
Kompas.com, 26 April 2010. [http://sains.
kompas.com/read/2010/04/26/03191827/Ba
kau.untuk.Menjaga.Jakarta]. Akses: 20 Maret
2011.
Anonim-Seruu.Com, 2011. Proyek taman mangrove di
Jateng gagal. [http://www.seruu.com/index.php/
2011022842178/utama/industri-hutankelautan
/proyek-tanam-mangrove-di-jatenggagal-42178 /menu-id-699.html]. Akses: 1 Mei
2011.
Bahagia. 2009. Peran Pemerintah Daerah dan
Partisipasi Masyarakat dalam Rehabilitasi Hutan

Pengamatan Terhadap Mangrove di Pesisir Utara Pulau Jawa (W. B. Setyawan)

ILMU KELAUTAN Juni 2010. vol. 15 (2) 91-102

Mangrove Pasca Tsunami di Kecamatan


Baitussalam Tahun 2008. Thesis Magister.
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara,
Medan.
[http://repository.usu.ac.id/
bitstream/123456789/6592/1/10E00586.pdf]
. Akses: 20 Maret 2011.
Cohen, M.C.L. & Lara, R.J. 2003. Temporal change of
mangrove vegetation boundaries in Amazonia:
application of GIS and remote sensing
technique. Wetlands Ecology and Management
11: 223-2331.
Departemen Kehutanan. 2005. Menteri Kehutanan
canangkan penanaman mangrove di Propinsi
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Siaran Pers
No. S.256/II/PIK-1/2005. [http://www.dephut.
go.id/INFORMASI/HUMAS/2005/256_05.htm].
Akses: 20 Maret 2011.
Departemen Komunikasi dan Informasi. 2008. SKDP
Papua Diinstruksikan Siap Siaga Hadapi
Tsunami. [http://www.depkominfo.go.id/berita/
bipnewsroom/skpd-papua-diinstruksikan-siapsiaga-hadapi-tsunami/]. Akses: 20 Maret 2011.
Duxbury, A.B., Duxbury, A.C. & Sverdrup, K.A. 2002.
Fundamental
Oceanography, 4th edition.
McGraw-Hill, New York.
Ellison, J.C. 2000. How South Pacific mangrove may
respond to predicted climate change and sealevel rise. In: A. Gillespie & W.C.G. Burns (Eds.).
Climate Change in the South Pacific: impacts
and responses in Australia, New Zealand and
Small Island State, 289-301. Klewer Academic
Publishers, The Netherlands. [http://eprints.
utas .edu.au/2213/1/Ellison2000.pdf]. Akses:
13 Desember 2009.
Field, C. 1996a. General guidelines for the restoration
of mangrove ecosystems. In: C. Field (Ed.),
Restoration
of
Mangrove
Ecosystems.
International Society for Mangrove Ecosystems,
Okinawa, Japan, 233-250.
Field, C. 1996b. Restoration of Mangrove Ecosystems.
International Society for Mangrove Ecosystems,
Okinawa, Japan.
Fromard, F., Vega, C. & Proisy, C. 2004. Half a century
of dynamic coastal change affecting mangrove
shorelines of French Guiana: a case study based
on remote sensing data analyses and field
surveys. Marine Geology. 208: 265-280.
Gilman, E.L., Ellison, J., Duke, N.C. & Field, C. 2008.
Threats to mangrove from climate change and

adaptation options. Aquatic Botany, doi: 10.


1016/ j.aquabot. Accessed: 9 December 2007.
Green Coast Indonesia. 2008a. Rehabilitasi ekosistem
pesisir di Kecamatan Jaya Kabupaten Aceh Jaya.
Green Coast. [http://www.wetlands.or.id/ PDF/
Profil%20 LAMNO-Aceh-Jaya.pdf]. Akses: 20
Maret 2011.
Green Coast Indonesia. 2008b. Menghijaukan tambaktambak
di
Aceh
dengan
mangrove:
menyelamatkan pesisir. Green Coast. [http://
www.wetlands.or.id/PDF/Profil%20Sylvofishery.p
df]. Akses: 20 Maret 2011.
Hartadi, B. 2006. Hadang tsunami, daerah pesisir
selatan Jatim ditanami mangrove. Detik News.
Jumat 28 Juli 2006. [http://www.detiknews.
com/read/2006/07/28/175255/645377/10/h
adang-tsunami-daerah-pesisir-selatan-jatimditanami -mangrove nd992203605]. Akses: 20
Maret 2011.
Hashim, R., Kamali, B., Tamin, N.M. & Zakaria, R.
2010. An integrated approach to coastal
rehabilitation: mangrove restoration in Sungai
Haji Dorani, Malaysia. Estuarine, Coastal and Self
Science. 86: 118-124.
Hong, P.N. 1996. Restoration of mangrove ecosystems
in Vietnam: a case study of Can Gio District, Ho
Chi Minh City. In: C. Field (Ed.), Restoration of
Mangrove Ecosystems. International Society for
Mangrove Ecosystems, Okinawa, Japan, 77-96.
Igmanson, D.E. & Wallace, W.J. 1985. Oceanography:
An Introduction. Wadsworth Publishing Company,
Belmont, California.
Kairo, J.G., Dahdouh-Guebas, F., Bosire, J. & Koedam,
N. 2001. Restoration and management of
mangrove systems a lesson for and from the
East African region. South African Journal of
Botany 67: 383-389.
Karminarsih, E. 2007. Pemanfaatan Ekosistem
Mangrove bagi Minimasi Dampak Bencana di
Wilayah Pesisir. JMHT 13(3): 182-187.
Kogo, M. & Tsuruda, K. 1996. Species selection for
mangrove planting: a case study of Ras al Khafji,
Saudi Arabia. In: C. Field (Ed.), Restoration of
Mangrove Ecosystems. International Society for
Mangrove Ecosystems, Okinawa, 195-208.
Komar, P.D. 1976. Beach Processes and
Sedimentation. Prentice-Hall, Inc., Englewood
Cliff, New Jersey, 429 p.

Pengamatan Terhadap Mangrove di Pesisir Utara Pulau Jawa (W. B. Setyawan)

97

ILMU KELAUTAN Juni 2010. vol. 15 (2) 91-102

Lewis III, R.R. 2001. Mangrove restoration cost and


benefit of succesful ecological restoration.
Proceedings of the Mangrove Valuation
Workshop, Universiti Sains Malaysia, Beijer
International Institute of Ecological Economic,
Stockholm, Sweden.
Lewiss III, R.R. 2005. Ecological engineering for
succesful management and restoration of
mangrove forest. Ecological Engineering 24:
403-418.
Mile, M.Y. 2007. Pengembangan spesies tanaman
pantai untuk rehabilitasi dan perlindungan
kawasan pantai pasca tsunami. INFO TEKNIS.
1(2): 1-8.
Miyagi, T. & Fujimoto, K. 1989. Geomorphological
situation and stability of mangrove habitat of
Truk Atoll and Ponape Island in the Ferated State
of Micronesia. The Science Report of the Tohoku
University, 7th Series (Geography) 39(1): 25-52.
Onrizal. 2010. Mengapa hutan mangrove dan hutan
pantai harus dilestarikan? Kompasiana, Opini,
27 Agustus 2010.
Padron, C.M., 1996. Mangrove ecosystem restoration
in Cuba: a case study in Havana Province. In C.
Field (Ed.), Restoration of Mangrove Ecosystems.
International Society for Mangrove Ecosystems,
Okinawa, Japan, 160-169.
Plaziat, J.-C. & Augustinus, P.G.E.F. 2004. Evolution of
progradation/erosion along the French Guiana
mangrove coast: a comparison of mangrove
shorelines since the 18th century with Holocene
data. Marine Geology 208: 127-143.

Stewart, M. & Fairfull, S. 2008. Mangroves. Primefact


746.[http://www.dpi.nsw.gov.au/_data/assets/
pdf_file/0020/236234/mangroves.pdf]. Akses
9 Juli 2010.
Susilo, H., 2009. Penanam mangrove di pantai utara
Jawa belum berkelanjutan. [http://www.kompas.
com/read/xml/2009/07/26/21375859/penang
anan.mangrove.di.pantai.utara.jawa.belum.berkel
anjutan.]. Akses: 13 Desember 2009.
Thampanya, U., Vermaat, J.E., Sinsakul, S. &
Panapitukul, N. 2006. Coastal erosion and
mangrove progradation of southern Thailand.
Estuarine, Coastal and Shelf Science. 66: 75-85.
Thom, B.G. 1984. Coastal landforms and geomorphic
processes. In: S.C. Snedaker & J.G. Snedaker
(eds.), The Mangrove Ecosystem: research
methods, UNESCO, Paris: 3-17.
Tim Sakawana. 2010. Pelopor Gerakan Menanam
Mangrove. Harian Equator, Tajuk Rencana,
Minggu 4 April 2011. [http://www.equatornews.com/kalbar-raya/tajuk-rencana/peloporgerakan-menanam-mangrove]. Akses: 20 Maret
2011.
Utawale, A.G. 1996. Restoration of mangroves along
the Central West Coast of India. In: C. Field (ed.),
Restoration
of
Mangrove
Ecosystems.
International Society for Mangrove Ecosystems,
Okinawa, Japan, 111-125.
Wibisono, B.K. (ed.), 2011. Ribuan mangrove di pantai
Rangas tidak tumbuh.[http://www.antaranews.
com /news/245959/ribuan-mangrove-di-pantairangas-tidak-tumbuh]. Akses: 1 Mei 2011.

Gambar 2. Kondisi lingkungan Lokasi 1, Pantai Lontar. Tanjung Pontang di sebelah kiri, dan Delta Ciujung/Cidurian sebelah
kanan lokasi pengamatan - Gambar kiri. Gambar kanan menunjukkan kenampakan detil Pantai Lontar.

98

Pengamatan Terhadap Mangrove di Pesisir Utara Pulau Jawa (W. B. Setyawan)

ILMU KELAUTAN Juni 2010. vol. 15 (2) 91-102

Gambar 3. Kondisi lingkungan Lokasi 2, Pantai Krangkeng. Lokasi pengamatan berada di sebelah selatan tanjung - Gambar
kiri. Gambar kanan menunjukkan kenampakan detil Pantai Krangkeng di sekitar Lokasi 2.

Gambar 4. Kawasan Ujung GebangEretan, Indramayu. Memperlihatkan posisi Lokasi 3, 4 dan 5.

Gambar

5.

Kondisi lingkungan detil Pantai


Tanjungpura di sekitar Lokasi 3.

Gambar 6. Kondisi lingkungan detil Pantai Pegagan di


sekitar Lokasi 4.

Pengamatan Terhadap Mangrove di Pesisir Utara Pulau Jawa (W. B. Setyawan)

99

ILMU KELAUTAN Juni 2010. vol. 15 (2) 91-102

Gambar 7. Kondisi lingkungan detil Pantai Muara Bugel di sekitar Lokasi 5.

Gambar 8. Kondisi lingkungan di sekitar Lokasi 6, Pantai Mundu di Delta Mundu. Gambar kiri, gambaran Lokasi 6 di
kawasan Delta Mundu. Gambar kanan, kondisi lingkungan detil Pantai Mundu di sekitar Lokasi 6.

Gambar 9. Kawasan pesisir Kabupaten Tegal. Memperlihatkan posisi Lokasi 7 dan 8.

100

Pengamatan Terhadap Mangrove di Pesisir Utara Pulau Jawa (W. B. Setyawan)

ILMU KELAUTAN Juni 2010. vol. 15 (2) 91-102

Gambar 10.
10. Kondisi lingkungan detil Pantai Kramat di
sekitar Lokasi 7.

Gambar 11.
11. Kondisi lingkungan detil Pantai Maribaya di
sekitar Lokasi 8.

Gambar 12. Pantai Lontar Serang. Mangrove ditanam di


atas rataan erosional yang tersusun oleh batu
lempung pejal. Mangrove dalam keadaan
mati.

Gambar 13. Pantai Pegagan Indramayu. Mangrove


ditanam
di
atas
batuan
induk
batulempung pejal dan di atas endapan
pasir yang hadir secara sporadis di atas
batulempung. Mangrove dalam keadaan
mati.

Gambar 14. Pantai Tanjungpura Indramayu. Mangrove


ditaman di atas timbunan pasir di sebelah
belakang dinding pantai dari pasangan
batu. Mangrove dalam keadaan mati.

Gambar 15. Pantai Kramat Tegal. Mangrove ditanam


di atas endapan pasir yang masuk ke
dalam tambak yang rusak.

Pengamatan Terhadap Mangrove di Pesisir Utara Pulau Jawa (W. B. Setyawan)

101

ILMU KELAUTAN Juni 2010. vol. 15 (2) 91-102

Gambar 16. Pantai MunduCirebon. Pantai pasir yang


terbentuk karena hadirnya endapan pasir di
atas batuan induk batu lempung. Mangrove
ditanam di atas pasir.

Gambar
Gambar 18. Pantai Krangkeng - Indramayu. Mangrove
ditanam di atas rataan lumpur temporer.
Mangrove dijumpai dalam keadaan
merana. Mangrove akan tererosi bila
endapan lumpur tererosi.

102

Gambar 17. Pantai Maribaya Tegal. Mangrove ditanam


di dalam kolam galian yang dibuat di atas
lahan berpasir dan tanpa sirkulasi ke laut.
Pantai ini distabilkan dengan deretan
groin.

Gambar 19. Mangrove di tanam di lahan persawahan di


kawasan Pantai Muara Bugel Indramayu.
Mangrove dijumpai dalam keadaan merana.

Pengamatan Terhadap Mangrove di Pesisir Utara Pulau Jawa (W. B. Setyawan)

You might also like