You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Melihat perkembangan dunia Islam pada saat ini, kita dapat menyaksikan
rialita yang terjadi di tengah masyarakat dan itu cukup membahayakan, dimana
mereka diperhadapkan kepada persoalan yang sangat erat kaitannya dengan
agama ini. Dengan demikian, hal itu juga dapat mempengaruhi aqidah manusia
itu sendiri.
Di tengah masyarakat kita saat ini, begitu banyak ajakan-ajakan yang
menyebabkan masyarakat menjadi bingung yang mana diantara semua ajakan itu
yang benar. Karena banyaknya organisasi Islam yang ada, itu tidak menjamin
bahwa ajakannya tidak menyesatkan, bahkan bisa saja ajakannya itu sesat tanpa
kita sadari. Maka dari itu, untuk lebih berhati-hati kita perlu mengetahui setiap
organisasi Islam yang ada khususnya Organisasi Islam Al Irsyad sebelum kita
ikut-ikutan tanpa mengetahui seluk beluknya.
Organisasi Islam Al Irsyad meupakan salah satu organisasi Islam yang
ada di Indonesia. Dalam makalah ini kita membahas hal-hal yang tekait dengan
organisasi ini.
B. Batasan Masalah
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, maka penyusun akan
membatasi pembahasan dengan suatu batasan masalah, sehingga kita terarah dan
mendapatkan faidah yang maksimal. Batasan masalah dalam makalah ini sebagai
berikut:
1.

Bagaimanakah sejarah perkembangan Al Irsyad ?

2.

Bagaimanakah konsep dawah Al Irsyad ?

2
0

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Al Irsyad


1. Biografi Pendiri Al-Irsyad Al-Islami
Tokoh sentral pendirian Al-Irsyad adalah Al-'Alamah Syeikh Ahmad
Surkati Al-Anshori, seorang ulama besar Mekkah yang berasal dari Sudan.
Pada mulanya Syekh Surkati datang ke Indonesia atas permintaan perkumpulan
Jami'at Khair yang mayoritas anggota pengurusnya terdiri dari orang-orang
Indonesia keturunan Arab golongan sayyid, dan berdiri pada 1905. Nama
lengkapnya adalah Syeikh Ahmad bin Muhammad As Surkaty Al-Anshary.
Banyak ahli sejarah mengakui perannya yang besar dalam pembaharuan
pemikiran Islam di Indonesia, namun sayang namanya tak banyak disebutdalam
wacana sejarah pergulatan pemikiran Islam di Indonesia.
Syekh Ahmad Surkati lahir di Desa Udfu, Jazirah Arqu, Dongula (Sudan),
1292 H atau 1875 M. Ayahnya bernama Muhammad dan diyakini masih punya
hubungan keturunan dari Jabir bin Abdullah al-Anshari, Sahabat Rasulullah
saw. dari golongan Anshar.
Syekh Ahmad Surkati lahir dari keluarga terpelajar dalam ilmu agama
Islam. Ayahnya, Muhammad Surkati, adalah lulusan Universitas Al-Azhar,
Mesir. Syekh Ahamd dikenal cerdas sedari kecil. Dalam usia muda, ia sudah
hafal Al-Qur'an.
Setamat pendidikan dasar di Mesjid Al-Qaulid, Ahmad Surkati dikirim
oleh ayahnya belajar di Ma'had Sharqi Nawi, sebuah pesantren besar di Sudan
waktu itu. Ia kembali lulus memuaskan, dan ayahnya ingin ia bisa melanjutkan
ke Uniersitas Al-Azhar di Mesir. Namun pemerintahan Al-Mahdi yang berkuasa
di Sudan waktu itu, melarang warganya meninggalkan Sudan. Putus keinginan
Ahmad muda untuk mengikuti jejak ayahnya, menjadi sarjana Al-Azhar.

2
0

Namun suatu waktu, Ahmad Surkati bisa juga lolos dari Sudan dan
berangkat ke Madinah dan Mekkah, untuk belajar agama. Tepatnya, setelah
ayah beliau wafat pada 1896 M. Di Mekkah, ia sempat memperoleh gelar AlAllaamah yang prestisius waktu itu, dari Majelis Ulama Mekkah, pada 1326 H.
Syekh Ahmad lantas mendirikan sekolah sendiri di Mekkah, dan mengajar tetap
di Masjidil Haram.
Meski berada di Mekkah, ia rutin berhubungan dengan ulama-ulama AlAzhar lewat surat menyurat. Hingga suatu waktu datang utusan dari Jami'at
Kheir (Indonesia) untuk mencari guru, ulama Al-Azhar langsung menunjuk ke
Syekh Ahmad. Dan beliaupun pergi ke Indonesia bersam dua kawan karibnya,
Syekh Muhammad Abdulhamid al-Sudani dan Syekh Muhammad Thayyib alMaghribi.
Di negeri barunya ini, Syekh Ahmad menyebarkan ide-ide baru dalam
lingkungan masyarakat Islam Indonesia. Syekh Ahmad Surkati diangkat
sebagai Penilik sekolah-sekolah yang dibuka Jami'at Kheir di Jakarta dan
Bogor. Berkat kepemimpinan dan bimbingannya, dalam waktu satu tahun
sekolah-sekolah tersebut maju pesat. Namun Syekh Ahmad Surkati hanya
bertahan tiga tahun di Jami'at Kheir, karena perbedaan faham yang cukup
prinsipil dengan para penguasa Jami'at Kheir, yang umumnya keturunan Arab
sayyid (alawiyin).
Sekalipun Jami'at Kheir tergolong organisasi yang memiliki cara dan
fasilitas

modern,

namun

pandangan

keagamaannya,

khususnya

yang

menyangkut persamaan derajat, belum terserap baik. Ini nampak setelah para
pemuka Jami'at Kheir dengan kerasnya menentang fatwa Syekh Ahmad Surkati
tentang kafaah (persamaan derajat).
Karena tak disukai lagi, Syekh Ahmad memutuskan mundur dari Jami'at
Kheir, pada 6 September 1914 (15 Syawwal 1332 H). Dan dihari itu juga Syekh
Ahmad bersama beberapa sahabatnya dari golongan non-Alawi mendirikan
Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah.

2
0

Syekh Ahmad Surkati wafat pada tahun 1943, yang bertepatan dengan
revolusi fisik sejak tahun 1945.
2. Perkembangan Al-Irsyad Al-Islami
Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah (Jam'iyat al-Islah wal Irsyad alIslamiyyah) berdiri pada 6 September 1914 (15 Syawwal 1332 H). Tanggal itu
mengacu pada pendirian Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah yang pertama, di
Jakarta. Pengakuan hukumnya sendiri baru dikeluarkan pemerintah Kolonial
Belanda pada 11 Agustus 1915.
Perhimpunan Al-Irsyad awalnya bernama Jam'iyat al-Islah wa Al-Irsyad
al-Arabiyah (kemudian berubah menjadi Jam'iyat al-Islah wal Irsyad alIslamiyyah), atau disingkat dengan nama Al-Irsyad.
Syekh Ahmad Surkati (pendiri Al Irsyad) tiba di Indonesia bersama dua
kawannya: Syeikh Muhammad Tayyib al-Maghribi dan Syeikh Muhammad bin
Abdulhamid al-Sudani. Di negeri barunya ini, Syeikh Ahmad menyebarkan ideide baru dalam lingkungan masyarakat Islam Indonesia. Syeikh Ahmad Surkati
diangkat sebagai Penilik sekolah-sekolah yang dibuka Jami'at Khair di Jakarta
dan Bogor.
Berkat kepemimpinan dan bimbingan Syekh Ahmad Surkati, dalam
waktu satu tahun, sekolah-sekolah itu maju pesat. Namun Syekh Ahmad Surkati
hanya bertahan tiga tahun di Jami'at Khair karena perbedaan paham yang cukup
prinsipil dengan para penguasa Jami'at Khair, yang umumnya keturunan Arab
sayyid (alawiyin).
Sekalipun Jami'at Khair tergolong organisasi yang memiliki cara dan
fasilitas moderen, namun pandangan keagamaannya, khususnya yang
menyangkut persamaan derajat, belum terserap baik. Ini nampak setelah para
pemuka Jami'at Khair dengan kerasnya menentang fatwa Syekh Ahmad tentang
kafaah (persamaan derajat).
Karena tak disukai lagi, Syekh Ahmad memutuskan mundur dari Jami'at
Khair, pada 6 September 1914 (15 Syawwal 1332 H). Dan di hari itu juga
Syekh Ahmad bersama beberapa sahabatnya mendirikan Madrasah Al-Irsyad
2
0

Al-Islamiyyah, serta organisasi untuk menaunginya: Jam'iyat al-Islah walIrsyad al-Arabiyah (kemudian berganti nama menjadi Jam'iyat al-Islah walIrsyad al-Islamiyyah).
Setelah tiga tahun berdiri, Perhimpunan Al-Irsyad mulai membuka
sekolah dan cabang-cabang organisasi di banyak kota di Pulau Jawa. Setiap
cabang ditandai dengan berdirinya sekolah (madrasah). Cabang pertama di
Tegal (Jawa Tengah) pada 1917, dimana madrasahnya dipimpin oleh murid
Syekh Ahmad Surkati angkatan pertama, yaitu Abdullah bin Salim al-Attas.
Kemudian diikuti dengan cabang-cabang Pekalongan, Cirebon, Bumiayu,
Surabaya, dan kota-kota lainnya.
Namun perkembangan Al-Irsyad yang awalnya naik pesat, kemudian
menurun drastis bersamaan dengan masuknya pasukan pendudukan Jepang ke
Indonesia. Apalagi setelah Syekh Ahmad Surkati wafat pada 1943, dan revolusi
fisik sejak 1945. Banyak sekolah Al-Irsyad hancur, diporak-porandakan
Belanda karena menjadi markas laskar pejuang kemerdekaan. Sementara
beberapa gedung milik Al-Irsyad yang dirampas Belanda, sekarang berpindah
tangan, tanpa bisa diambil lagi oleh Al-Irsyad.
Sampai 1985, Al-Irsyad tinggal memiliki 14 cabang, yang seluruhnya
berada di Jawa. Namun berkat kegigihan para aktifisnya yang sudah menyebar
ke seluruh pelosok Nusantara, Al-Irsyad berkembang kembali, sejak 1986.
Puluhan cabang baru berdiri. Dan kini tercatat sekitar 130 cabang, dari
Sumatera ke Papua.
Di awal berdirinya di tahun 1914, Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah
dipimpin oleh ketua umum Salim Awad Balweel. Dalam Muktamar terakhir di
Bandung (2000), yang dibuka Presiden Abdurrahman Wahid di Istana Negara
pada 3 Juli 2000, terpilih Ir. H. Hisyam Thalib sebagai ketua umum baru,
menggantikan H. Geys Amar SH yang telah menjabat posisi itu selama empat
periode (1982-2000).
Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah memiliki empat organ aktif yang
menggarap segmen anggota masing-masing. Yaitu Wanita Al-Irsyad, Pemuda
2
0

Al-Irsyad, Puteri Al-Irsyad, dan Pelajar Al-Irsyad. Peran masing-masing


organisasi yang tengah menuju otonomisasi ini (sesuai amanat Muktamar
2000), cukup besar bagi bangsa. Pemuda Al-Irsyad misalnya, ikut aktif
menumpas pemberontakan G-30-S PKI bersama komponen bangsa lainnya.
Sedang Pelajar Al-Irsyad termasuk salah satu eksponen 1966 yang ikut aktif
melahirkan KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia).
Di luar empat badan otonom tersebut, Al-Irsyad Al-Islamiyyah memiliki
majelis-majelis, yaitu Majelis Pendidikan & Pengajaran, Majelis Dakwah,
Majelis Sosial dan Ekonomi, Majelis Awqaf dan Yayasan, dan Majelis
Hubungan Luar Negeri. Di luar itu ada pula Lembaga Istisyariyah, yang
beranggotakan tokoh-tokoh senior Al-Irsyad dan kalangan ahli).
B. Konsep Dawah Al Irsyad Al Islami
Al-Irsyad adalah organisasi Islam nasional. Syarat keanggotaannya, seperti
tercantum dalam Anggaran Dasar Al-Irsyad adalah: "Warga negara Republik
Indonesia yang beragama Islam yang sudah dewasa." Jadi tidak benar anggapan
bahwa Al-Irsyad merupakan organisasi warga keturunan Arab.
Perhimpunan Al-Irsyad mempunyai sifat khusus, yaitu Perhimpunan yang
berakidah Islamiyyah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, di bidang
pendidikan, pengajaran, serta sosial dan dakwah bertingkat nasional. (AD, ps. 1
ayat 2).
Perhimpunan ini adalah perhimpunan mandiri yang sama sekali tidak
mempunyai kaitan dengan organisasi politik apapun juga, serta tidak mengurusi
masalah-masalah politik praktis (AD, ps. 1 ayat 3).
Al-Irsyad di masa-masa awal kelahirannya dikenal sebagai kelompok
pembaharu Islam di Nusantara, bersama Muhammadiyah dan Persatuan Islam
(Persis). Tiga tokoh utama organisasi ini: Ahmad Surkati, Ahmad Dahlan, dan
Ahmad Hassan (A. Hassan), sering disebut sebagai "Trio Pembaharu Islam
Indonesia." Mereka bertiga juga berkawan akrab. Malah menurut A. Hassan,

2
0

sebetulnya dirinya dan Ahmad Dahlan adalah murid Syekh Ahmad Surkati, meski
tak terikat jadwal pelajaran resmi.
Namun demikian, menurut sejarawan Belanda G.F. Pijper, yang benar-benar
merupakan gerakan pembaharuan dalam pemikiran dan ada persamaannya dengan
gerakan reformisme di Mesir adalah Gerakan Pembaharuan Al-Irsyad. Sedang
Muhammadiyah, kata Pijper, sebetulnya timbul sebagai reaksi terhadap politik
pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu yang berusaha untuk menasranikan
orang Indonesia.
Muhammadiyah lebih banyak peranannya pada pembangunan lembagalembaga pendidikan. Sedang Al-Irsyad, begitu lahir seketika terlibat dengan
berbagai masalah diniyah. Ofensif Al-Irsyad kemudian telah menempatkannya
sebagai pendobrak, hingga pembinaan organisasi agak tersendat. Al-Irsyad juga
terlibat dalam permasalahan di kalangan keturunan Arab, hingga sampai dewasa
ini ada salah paham bahwa Al-Irsyad merupakan organisasi para keturunan Arab.
Al-Irsyad juga berperan penting sebagai pemrakarsa Muktamar Islam I di
Cirebon pada 1922, bersama Syarekat Islam dan Muhammadiyah. Sejak itu pula,
Syekh Ahmad Surkati bersahabat dekat dengan H. Agus Salim dan H.O.S.
Tjokroaminoto. Al-Irsyad juga aktif dalam pembentuan MIAI (Majlis Islam 'A'laa
Indonesia) di zaman pendudukan Jepang, Badan Kongres Muslimin Indonesia
(BKMI) dan lain-lain, sampai juga pada Masyumi, Badan Kontak Organisasi Islam
(BKOI) dan Amal Muslimin.
Di tengah-tengah suasana Muktamar Islam di Cirebon, diadakan perdebatan
antara Al-Irsyad dan Syarekat Islam Merah, dengan tema: "Dengan apa Indonesia
ini bisa merdeka. Dengan Islamisme kah atau Komunisme?" Al-Irsyad diwakili
oleh Syekh Ahmad Surkati, Umar Sulaiman Naji dan Abdullah Badjerei, sedang SI
Merah diwakili Semaun, Hasan, dan Sanusi.
Selaku penganut paham Pan Islam, tentu Syekh Ahmad Surkati bertahan
dengan Islamisme. Semaun berpendirian, hanya dengan komunismelah Indonesia
bisa merdeka. Dua jam perdebatan berlangsung, tidak ditemukan titik temu.
Namun Syekh Ahmad Surkati ternyata menghargai positif pendirian Semaun.
2
0

"Saya suka sekali orang ini, karena keyakinannya yang kokoh dan jujur bahwa
hanya dengan komunismelah tanah airnya dapat dimerdekakan!"
Peristiwa ini sekaligus membuktikan bahwa para pemimpin Al-Irsyad pada
tahun 1922 sudah berbicara masalah kemerdekaan Indonesia.
Seperti

yang

diajarkan

Muhammad

Abduh

di

Mesir,

Al-Irsyad

mementingkan pelajaran Bahasa Arab sebagai alat utama untuk memahami Islam
dri sumber-sumber pokoknya. Dalam sekolah-sekolah Al-Irsyad dikembangkan
jalan pikiran anak-anak didik dengan menekankan pengertian dan daya kritik.
Tekanan pendidikan diletakkan pada tauhid, fikih, dan sejarah.
Sejak didirikannya, Al-Irsyad Al-Islamiyyah bertujuan memurnikan tauhid,
ibadah dan amaliyah Islam. Bergerak di bidang pendidikan dan dakwah. Untuk
merealisir tujuan ini, Al-Irsyad sudah mendirikan ratusan sekolah formal dan
lembaga

pendidikan

perkembangannya

non-formal

di

seluruh

kemudian, kegiatan Al-Irsyad

Indonesia.

Dan

dalam

juga merambah bidang

kesehatan, dengan mendirikan beberapa rumah sakit. Yang terbesar saat ini adalah
RSU Al-Irsyad di Surabaya dan RS Siti Khadijah di Pekalongan.
C. Tujuan Berdiri
Jika ditelusuri awal mulanya, munculnya Al-Irsyad dilatarbelakangi oleh
terjadinya pertentangan dalam Jamiat Al-Khair, terkait persoalan konsep kafaah
dalam pernikahan. Yakni, apakah mereka yang memiliki gelar sayyid boleh
menikah dengan rakyat biasa atau tidak? Bagi masyarakat arab modernis,
perkawinan semacam itu sah, akan tetapi menurut kaum tradisionalis, pernikahan
itu dianggap tidak sah, karena salah satu syarat sahnya perkawinan adalah adanya
kafaah antara kedua mempelai. Kalau syarat kafaah ini tidak terpenuhi maka
perkawinan dianggap batal atau tidak sah.
Semula, perdebatan kafaah ini muncul pertama kali ketika Ahmad Surkati
berkunjung ke Solo, tepatnya dalam suatu pertemuan di kediaman Al-Hamid dari
keluarga Al-Azami. Pada saat menjamu Surkati ini terjadi pembicaraan tentang
nasib seorang syarifah, yang karena tekanan ekonomi terpaksa hidup bersama
2
0

seorang China di Solo. Surkati menyarankan agar dicarikan dana secukupnya


untuk memisahkan kedua orang yang tengah kumpul kebo itu. Pilihan lain yang
diajukan Surkati adalah hendaknya dicarikan seorang muslim yang ikhlas
menikahi secara sah si Syarifah tersebut, agar ia bisa terlepas dari gelimang dosa.
Salah seorang yang hadir, Umar bin Said Sungkar bertanya pada Surkati: apakah
yang demikian itu diperbolehkan menurut hukum ajaran agama Islam, sementara
ada hukum yang mengharamkan karena tidak memenuhi syarat kafaah,
meskipun syarat-syarat lainnya sudah terpenuhi.
Setelah Surkati mengeluarkan fatwa tentang sahnya pernikahan yang tidak
sekutu tersebut, kemudian terjadi pertentangan yang terkenal dengan Fatwa
Solo. Fatwa tersebut telah Mengguncang masyarakat Arab golongan Alawi.
Fatwa ini dianggap sebagai penghinaan besar terhadap kelompok mereka. Mereka
menuntut kepada Surkati agar bersedia mencabut fatwanya, namun Surkati tetap
mempertahankan fatwanya dan berusaha menghormati pendapat publik baik yang
setuju maupun yang menolak.
Akibat telah mengeluarkan fatwa, pada tahun 1914 Ahmad Surkati
dikeluarkan dari Jamiatul Al-Khair. Setelah dikeluarkan dari jamiatul Al-Khair
dengan dibantu oleh Sayyid Saleh bin Ubaid Abdatu dan Sayyid Said Masyabi
untuk mendirikan madrasah Al-Irsyah Al-Islamiyah yang diresmikan pada tanggal
15 Syawal 1332 H. Bertepatan dengan 6 September 1914 dengan dia sendiri
sebagai pimpinannya.
Tidak lama setelah Surkati dikeluarkan dari Jamiatu Al-Khair, keluar pula
para guru yang berasal dari Makkah, baik yang datang bersama Surkati maupun
yang datang atas jasa Surkati. Sebagian mereka kembali ke Makkah dan sebagian
tetap tinggal di Indonesia dan bergabung dengan Al-Irsyad sampai akhir hayat
mereka di Indonesia. Di antara mereka adalah: Abul Fadhel Muhammad Khair AlAnshori yang tidak lain adalah saudara kandung Surkati, Syaikh Muhammad Nur
Muhammad Khair Al-Anshori, dan lain sebagainya.
Izin untuk pembukaan dan pengelolaan Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah
berada ditangan dan atas nama Surkati. Berdasarkan ordonasi guru 1905 yang
2
0

mengatur pendidikan Islam, beban tanggung jawab Surkati akan ringan apabila
Madrasah tersebut dinaungi oleh satu organisasi yang teratur dan memiliki status
badan hukum. Maka disiapkanlah berdirinya Jamiiyyah Al-ishlah wa Al-irsyad
Al-Arabiyyah, yang beberapa tahun kemudian diganti dengan nama Jamiiyyah
Al-Ishlah wal Irsyad Al-Islamiyyah.
Permohonan pengesahan diajukan kepada Gubernur Jendral AWF. I Den
Burg, sementara pengurusan Madrasah dilaksanakan oleh suatu badan yang diberi
nama: Haiah Madaris Jamiiyyah Al-Irsyad yang diketuai oleh Sayyid Abdullah
bin Abu Bakar Al-Habsyi. Meskipun pengesahan dari Gubernur Jendral belum
keluar, Syaikh Umar Yusuf Manggus telah berhasil menyewa gedung bekas hotel
ORT yang tidak berfungsi lagi di Molenulist West, Jakarta, guna memenuhi
kebutuhan yang agak mendesak karena perhatian dan peminat yang luar biasa.
Penghimpunan Al-Irsyad (sebagai lembaga yang memiliki hukum) akhirnya
memperoleh pengakuan dari Gubernur Jendral pada tanggal 11 Agustus 1915.
Dengan keputusan no 47, yang disiarkan dalam Javache Courant nomor 67
tanggal 20 Agustus 1915. Sejak itu Al-Irsyad, meminjam ungkapan Badjerei;
meluncur laksana meteor; enerjik dan penuh vitalitas; kian hari kian besar dan
meningglkan Jamiat Al-Khoir jauh dibelakangnya.
Dalam perjalanannya, Al-Irsyad terlihat sering menjalin kerjasama dengan
organisasi Modernis Islam lainnya, seperti Muhammadiyyah dan Persis
sebagaimana diungkapkan oleh Badjerei berikut ini:
Dengan lahirnya persatuan Islam di Bandung, pada tahun 1923, kemudian
dengan munculnya Fachruddin pada pimpinan Muhammadiyyah kegiatan
dakwah menjadi kian semarak dakwah Muhammadiyyah dan Persis diucapkan
pula diucapkan diisi oleh tenaga-tenaga dari Al-Irsyad, khusnya dari kelompok
izh harAl-Haq ini, ketika Ali Harahah berangkat ke Hejaz dan bermukim kesana,
sekitar satu tahun delapan bulam dan baru kembali ke Jakarta bulan juni 1929,
kegiatan Izhar Al-haq ikut berhenti. Meskipun demikian Muhammadiyyah
persatuan Islam dan Al-Irsyad merupakan tiga serangkai yang tak terpisahkan
sehingga saat ini.
2
0

Kerjasama antara Al-Irsyad dengan organisasi Modernis Islam lainnya terus


Berlanjut pada kongres Al-Islam ke-1 di Cirebon pada tahun 1922, kongres AlIslam ke-2 tahun 1923 di Garud, kongres ke-3 di Surabaya tahun 1924, kongres
Al-Islam ke-4 di Yogyakarta tahun 1925, kongres Al-Islam ke-5 di Bandung tahun
1926(Hussein Banjerei, 1996:114). Al-Irsyad juga menjalin kerjasama dengan
gerakan-gerakan Islam lain dalam majelis Islam Ala Indonesia MIAL.
Menurut Hussein Badjerei, salah seorang tokoh pemikir dari Al-Irsyad,
organisasi Al-Irsyad didirikan bukan untuk melawan atau menandingi Jamiat AlKhoir. Al-Irsyad lahir bukan karena desakan kebencian kepada segolongan
masyarakat Arab yang saat itu di sebut Alawiyyin. Semasa Surkati masih hidup,
Al-Irsyad tidak melulu mengurusi dan berdakwah kepada masyarakat Arab
Hadrami; tidak melulu mengurusi perantau dari Hadramaut. Risalahnya cukup
luas, Surkati tidak mululu mengurusi persoalan pembaharuan dikalangan
masyarakat Arab hadrawi.
Perhimpunan Al-Irsyad juga tidak dibangun dari asas kekesalah kemarahan,
para pemimpinnya bukanlah diktator. Karena itulah Al-Irsyad bisa hidup terus
sepanjang waktu, meski parapemimpinnya wafat dan silih berganti, sebagai
kelompok organisasi Islam tertua yang telah meneliti sejarah di berbagai jamaah,
dari zaman penjajahan Belanda sampai sekarang ini.
Untuk lebih mendinamisasikan gerak dan langkah organisasi serta berperan
aktif dalam pemberdayaan masyarakat,dalam kepengurusannya Al-Irsyad
membentuk majelis-majelis yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda,antara
lain; 1) majelis pendidikan dan pengajaran; 2) majelis dakwah; 3) majelis sosial
dan ekonomi; 4) Majelis wakaf dan yayasan; 5) majelis wanita dan putri: 6)
majelis pemuda dan pelajar: 7) majelis organisasi dan kelembagaan ; 8) Majelis
hubungan luar negri.
Patut garis bawahi bahwa dalam penyebaran gagasan atau pemikirannya,AlIrsyad lebih memfokuskan pada upaya perbaikan dan pelayanan pendidikan. Ini
biasa dilihat dari pembukaan sekolah Al-Isyad yang didukung oleh pemukapemuka arab. Terutama Syaikh Umar Manggus, yang saat itu menjabat sebagai
2
0

Kapten Arab.Tokoh ini yang memberi saran agar didirikan suatu perkumpulan
untuk menunjang sekolah yang didirikan oleh Syeikh Ahmad Surkati tersebut.
Atas dukungan itu,berdirilah sekolahJamiyyah Al Ishlah Wa Al Irsyad Al
Islamiyyah.Agar kehadirannya tidak terkesan hanya diperuntukkan bagi orang
arab,maka beberapa waktu kemudian namanya di ubah menjadi Jamiyyah AlIrsyad Al-Islamiyyah.Yang selanjutnya dikenal dengan nama Al- Irsyad, AlIrsyad beranggotakan semua orang Islam yang berumur 18 tahun atau yang telah
beristri dan tingggal diwilayah Indonesia.
Ahmad Sukarti pernah menyampaikan beberapa pandangan tentang
ketauhidan, di antaranya:
Pertama,Taklid buta sebagaimana yang dilakukan para ulama yang
sebenarnya memiliki kemampuan untuk memahami Al-Quran dan Hadits. Namun
mereka menjadikan pendapat seseorang sebagai dalil agama, Sukarti menyatakan
adapun taklid buta dan menjadikan pendapat orang sebagai dalil agama tidak
diperbolehkan oleh Allah dan Rosull-Nya, para sahabat maupun para ulama
terdahulu,dan merupakan bidah yang sesat.
Kedua, meminta syafaat. Ia mengatakan kepada orang yang sudah minta
dan bertawasul dengan Mereka, Surkati menyatakan sebagai perbuatan yang
munkar dan bidah, :meminta syafaat kepada orang yang mati atau bertawasul
kepada mereka adalah perbuatan munkar, sebab hal tersebut tidak pernah di
kerjakan oleh Rasulullah saw,al Khulafaal Rasyidan ataupun oleh para Mujtahid,
baik bertawasul dengan Rasul sendiri atau dengan yang lain. Selain itu,hal
tersebut merupakan sesuatu yang diada-adakan dalam ruang lingkup al Din.
Setiap yang baru dalam agama adalah bid ah,setiap bid ah adalah sesat ,dan
setiap yang sesat akan masuk neraka.
Ketiga,dalam kasus pembayaran fidyah membayar sejumlah tebusan kepada
orang lain untuk mengganti shalat dan puasa yang di tinggalkan oleh salah
seorang

anggota

keluarganya,

ketika

menyampaikan

fidyah

seseorang

berkata ;terimalah uang ini sebagai penebus shalat dan puasa si fulan.
Kemudian si penerima menjawab ,saya terima pemberian ini .Bagi Surkarti,
2
0

perbuatan ini dilarang karena tidak di dasarkan atas dasar dalil agama, dan
merupakan perbuatan bidah.
Keempat, dalam kasus pembacaan talqin untuk mayat yang baru di kubur
Surkarti melihatnya sebagai pembuatan yang tidak berdasarkan tuntunan al
Quran dan Hadits juga tidak ada petunjuk dari para sahabat.
Kelima, perbuatan berdiri pada saat melakukan pembacaan kisah maulid
Nabi Muhammad saw,bagi Surkarti bukan perbuatan agama, namun demikian apa
bila perbuatan tersebut di pandang sebagai perbuatan agama,atau termasuk dalam
ruang lingkup agama,maka pembuatan tersebut tetap di anggap sebagai perbuatan
bidah.
Keenam, pengucapan niat (Nawaitu atau Ushalli) bagi Sukarti adalah
perbuatan biddah.Alasannya,melafalkan niat demikian dipadang sebagai
tambahan dalam melaksanakan niat yang seharusnya merupakan maksud didalam
hati.Menurut Sukarti pula,ia tidak pernah memperoleh petunjuk bahwa perbuatan
tersebut pernah dirawihkan orang dari Nabi Muhammad,atau dari para
sahabat,walaupun diajarkan oleh salah satu imam yang keempat.Dari berbagai
sumber rujukan dapat disimpulkan bahwa niat adalah maksud dalam hati lebih
tidak beralasan lagi ialah pendapat tentang wajib atau sunnahnya pengucapan
lafal niat tersebut.Itu berarti mewajibkan apa yang sebenarnya tidak wajib.
Ketujuh, adat berkumpul untuk melakukan ritual tahlil dirumah orang yang
baru ditimpah musibah kematian menurut Sukarti,merupakan perbuatan Bidah
dan bertentangan dengan sunnah Rasul. Sukarti menilai parbuatan tersebut
sebagai perbuatan yang membebeni keluarga yang terkena musibah. Dan
perbuatan terpuji yang berkenan dengan keluarga yang terkena musibah adalah
penyediakan makanan, sebagaimana Sabda nabi Jafar bin Abi Thalib meninggal
dunia.Buatlah makanan bagi keluarga Jafar, sebab mereka telah ditimpa sesuatu
yang membuat mereka lupa makan.
Kedelapan ,adat berdzikir bersama dan berdoaa bersama setelah shalat wajib lima
waktu menurut Surkarti, merupakan perbuatan bidah dan bertentangan dengan
sunnah Rasul. Surkati menilai perbuatan tersebut sebagai perbuatan yang
2
0

mengada-ada dan menambah-nambah karena Rasulallah selesai sholat wajib lima


waktu, langsung mengerjakan sholat sunnah badiah dirumah, tetapi kalau ada
yang akan dia sampaikan maka dia berdiri lalu menyampaikannya ke umat
Muslim.
Pendeknya, dari negara Sudan, Ahmad Surkati datang dengan membawa gagasan
rasional. Gagasan itulah yang kemudian memberi kontribusi besar bagi lahirnya
Al-Irsyad Al-Islamiyyah, sebuah gerakan pembaharuan untuk memperbaiki
pemahaman keberagaman muslim Indonesia. Deliar Noor menyatakan, seperti
halnya seperti Modernis muslim Indonesia yang lain. Pemikiran-pemikiran yang
berkembang di Al-Irsyad banyak dipengaruhi oleh pemikiran Puritanisme yang
berkembang di Timur Tengah, yang diplopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab
(dengan gerakan Wahabinya), pemikiran tersebut secara intensif masuki Indonesia
pada awal abad ke-20, melalui kontak personal antara masyarakat Arab di
Indonesia dengan mereka yang berada di Timur Tengah, juga melaui penerbitanpenerbitan majalah, seperti majalah Al-Manar dan lain-lainnya.

BAB III
2
0

PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Tokoh sentral pendirian Al-Irsyad adalah Al-'Alamah Syeikh Ahmad Surkati
Al-Anshori, seorang ulama besar Mekkah yang berasal dari Sudan. Syekh
Ahmad Surkati lahir di Desa Udfu, Jazirah Arqu, Dongula (Sudan), 1292 H
atau 1875 M. Ayahnya bernama Muhammad dan diyakini masih punya
hubungan keturunan dari Jabir bin Abdullah al-Anshari, Sahabat Rasulullah
saw. dari golongan Anshar.
Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah (Jam'iyat al-Islah wal Irsyad alIslamiyyah) berdiri pada 6 September 1914 (15 Syawwal 1332 H).
Perhimpunan Al-Irsyad awalnya bernama Jam'iyat al-Islah wa Al-Irsyad alArabiyah (kemudian berubah menjadi Jam'iyat al-Islah wal Irsyad alIslamiyyah), atau disingkat dengan nama Al-Irsyad.
2. Konsep dawah Jam'iyat al-Islah wal Irsyad al-Islamiyyah diantaranya
sebagai berikut:
a. Memurnikan tauhid, ibadah dan amaliyah Islam.
b. Organisasi yang berakidah Islamiyah
c. Aktif berdakwah dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan sosial
kemasyarakatan.
d. Salah satu penganut paham Pan Islam (Islamisme)
e. Persamaan derajat (kafaah)
B. Saran
Untuk lebih memahami tentang gerakan ini, penyusun mengharapkan agar
mencari literatur-literatur yang lebih banyak lagi.

DAFATAR PUSTAKA
2
0

Affandi, B. 1999. Syaikh Akhmad Syurkati (1874-1943) Pembaharu dan Pemurni


Islam di Indonesia. Jakarta: Al-Kautsar.
Al-Irsyad, Dewan PP. 1981. Pedoman Dasar AD/ART Program Perjuangan Ikhtisar
Sejarah Al-Irsyad. Jakarta: tanpa penerbit.
Azra, A. 2004. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
dan XVIII. Jakarta: Kencana
Hasbullah,Drs. Sejarah Pendidikan Islam Di indonesia. Cet IV, Jakarta: PT Raja
garfido Persada. 2001
Suwendi, M.Ag. Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, Cet I. PT Raja Grafindo
Persada: Jakarta, 2004
Yunus Mahmud Prof H., Sejarah Pendidikan Islam Di indonesia. (Cet I Jakarta: PT
Hidakarya Agung, 1996) h. 307

Zuhairini,Dra. dkk. Sejarah pendidikan Islam Cet VII, Jakarta :Bumi Aksara, 2004

2
0

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha
Pemurah, karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai
yang diharapkan.Dalam makalah ini kami membahas Sejarah Kebudayaan Islam,
suatu permasalahan yang membahas tentang kajian-kajian ruang lingkup dari filsafat
ilmu.
Demikian makalah ini saya buat kami harapkan kritik dan saran dari pembaca
semoga makalah ini meberi manfaat bagi kita semua.

Bengkulu, Januari 2015

Penyusun

2
0

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................


KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFATR ISI.....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Maslah........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Al Irsyad ..............................................................2
B. Konsep Dawah Al Irsyad Al Islami ..........................................................6
C. Tujuan Berdiri ............................................................................................8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................. 15
B. Kritik dan Saran .........................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................iii

ii

2
0

DAFTAR PUSTAKA
Rizal Mutansyir & Misnul Munir, Filsafat Ilmu, Yogyakarta, Pustaka Pelajar Offset,
2008,
Atang Abdul Hakim, Filsafat Umum Dari Mitologi sampai Teofilosofi, Pustaka Setia,
Bandung,2008
Surajiyo. 2007. Ilmu Filsafat. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Adib, Mohammad. 2009. Filsafat Ilmu Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan Logika
Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si, Filsafat Ilmu kontemplasi filosofis tentang seluk
beluk sumber dan tujuan ilmu pengetahun, Pustaka Setia, bandung, 2009,

2
0

MAKALAH
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (SKI)
Organisasi Al-Irsat

Oleh :
Witi Atma
2113217560
Dosen
Ahmad Irfan, M.Pd

FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
IAIN (BENGKULU)
2015
2
0

You might also like