You are on page 1of 67

ON IDENTIFICATION OF AN EMERGENCY

1.
Call for help. Emergency bleep the obstetrical emergency team. This should a
senior obstetrician and anaesthetist, the theatre team, a paediatrician, midwifery sister, a
porter and the junior medical staff
2.

Apply ABC if appropriate :

1.
Airway : Place patient head down, maintain airway patency. Give O2 15
l/min via facemask, attach pulse oximeter
2.

Breathing : Asses, monitor respiratory rate, ventilate if indicated

3.
Circulation : Insert two grey / brown i.v cannulae. Take full set of bloods
( FBC, coagulation , crossmatch, urea and electrolytes, and liver function tests). In all
cases of severe haemorrhage give 1 litre 0.9% Saline stat
3.
Chek Maternal observation as approrpiate, e.g pulse, blood pressure, O2
saturationmonitoring and bladder catheter for urinary output measurement. At this point
see the aprropriate management guidelines for particular emergency as well as :
4.
Considering an ECG, blood glucosa measurement, centravenous monitoring and
an arterial line
5.
Using a compression cuff and warmer to give fluids if rapid administration is
indicated
6.
Remenbering o document fully in notes all observations, procedures and actions
with date, timings, a signature and a printed name
7.
Remembering the mothers partner. Although some partners might wish to wait
outside, others may prefer to stay in the room.

OLUSIO PLASENTA

Kuliah mengenai SP - SOLUSIO PLASENTA mempunyai tujuan :


Tujuan Instruksional Umum :
Mahasiswa mampu untuk memahami gejala dan tanda Solusio Plasenta sehingga dapat
menegakkan diagnosis dan memberikan penatalaksanaan yang tepat.
Tujuan Instruksional Khusus :
1. Menyebutkan batasan dan klasifikasi SP
2. Menjelaskan faktor predisposisi dan etiologi
SP
3. Menjelaskan Gejala dan Tanda SP
4. Menjelaskan cara menegakkan diagnosis SP
5. Menjelaskan komplikasi SP
6. Menjelaskan prinsip penatalaksanaan SP
SOLUSIO PLASENTA
Solusio plasenta lepasnya plasenta dari tempat implantasi yang normal sebelum
anak lahir.
Angka kejadian 1 : 80 persalinan ; Solusio plasenta berat angka kejadian = 1 : 500 750
persalinan

Terdapat 2 jenis perdarahan yang terjadi :


1.
Jenis perdarahan tersembunyi (concealed) : 20%
2.
Jenis perdarahan keluar (revealed) : 80%
Pada jenis tersembunyi, perdarahan terperangkap dalam cavum uteri [hematoma
retroplasenta] dan seluruh bagian plasenta dapat terlepas, komplikasi yang diakibatkan
biasanya sangat berat dan 10% disertai dengan Disseminated Intravascular
Coagulation.
Pada jenis terbuka, darah keluar dari ostium uteri, umumnya hanya sebagian dari
plasenta yang terlepas dan komplikasi yang diakibatkan umumnya tidak berat.
Kadang-kadang, plasenta tidak lepas semua namun darah yang keluar terperangkap

dibalik selaput ketuban (relativelly concealed)


30% perdarahan antepartum disebabkan oleh solusio plasenta.
ETIOLOGI
Penyebab utama tidak jelas.
Terdapat beberapa faktor resiko antara lain

Peningkatan usia dan paritas

Preeklampsia

Hipertensi kronis

KPD preterm

Kehamilan kembar

Hidramnion

Merokok

Pencandu alkohol

Trombofilia

Pengguna cocain

Riwayat solusio plasenta

Mioma uteri
Faktor pencetus :
1.
Versi luar atau versi dalam
2.
Kecelakaan
3.
Trauma abdomen
4.
Amniotomi ( dekompresi mendadak )
5.
Lilitan talipusat - Tali pusat pendek
PATOFISIOLOGI
Solusio plasenta diawali dengan terjadinya perdarahan kedalam desidua basalis.
Desidua terkelupas dan tersisa sebuah lapisan tipis yang melekat pada miometrium.
Hematoma pada desidua akan menyebabkan separasi dan plasenta tertekan oleh
hematoma desidua yang terjadi.
Pada awalnya kejadian ini tak memberikan gejala apapun. Namun beberapa saat
kemudian, arteri spiralis desidua pecah sehingga menyebabkan terjadinya hematoma
retroplasenta yang menjadi semakin bertambah luas. Daerah plasenta yang terkelupas
menjadi semakin luas sampai mendekati tepi plasenta.
Oleh karena didalam uterus masih terdapat produk konsepsi maka uterus tak mampu
berkontraksi untuk menekan pembuluh yang pecah tersebut. Darah dapat merembes ke
pinggiran membran dan keluar dari uterus maka terjadilah perdarahan yang keluar
( revealed hemorrhage)
Perdarahan tersembunyi ( concealed hemorrhage)
1.
Terjadi efusi darah dibelakang plasenta dengan tepi yang masih utuh
2.
Plasenta dapat terlepas secara keseluruhan sementara selaput ketuban masih
menempel dengan baik pada dinding uterus
3.
Darah dapat mencapai cavum uteri bila terdapat robekan selaput ketuban
4.
Kepala janin umumnya sangat menekan SBR sehingga darah sulit keluar

5.
Bekuan darah dapat masuk kedalam miometrium sehingga menyebabkan uterus
couvellair

Hematoma Retroplasenta yang terlihat pasca persalinan


GAMBARAN KLINIK
A. GEJALA dan TANDA
Gejala klinik tergantung pada luas plasenta yang terlepas dan jenis pelepasan plasenta
(concealed atau revealed)
30% kasus, daerah yang terlepas tidak terlalu besar dan tidak memberikasn gejala dan
diagnosa ditegakkan secara retrospektif setelah anak lahir dengan
terlihatnya hematoma retroplasenta
Bila lepasnya plasenta mengenai daerah luas, terjadi nyeri abdomen dan uterus yang
tegang disertai dengan :

Gawat janin (50% penderita)

Janin mati ( 15%)

Tetania uteri

DIC- Disseminated Intravascular Coagulation

Renjatan hipovolemik

Perdarahan pervaginam ( 80% penderita)

Uterus yang tegang (2/3 penderita)

Kontraksi uterus abnormal (1/3 penderita


Bila separasi plasenta terjadi dibagian tepi, iritabilitas uterus minimal, dan tidak terdapat
tanda-tanda uterus tegang atau gawat janin. Perdarahan yang terjadi biasanya tidak
terlampau banyak ( 50 150 cc) dan berwarna kehitaman.
B. LABORATORIUM
Kadar haemoglobin [Hb] atau hematokrit [Ht] sangat bervariasi.
Penurunan Hb dan Ht umumnya terjadi setelah terjadi hemodilusi.
Hapusan darah tepi menunjukkan penurunan trombosit, adanya schistosit menunjukkan
sudah terjadinya proses koagulasi intravaskular.
Penurunan kadar fibrinogen dan pelepasan hasil degradasi fibrinogen.

Bila pengukuran fibrinogen tak dapat segera dilakukan, lakukan pemeriksaan clott
observation test. Sample darah vena ditempatkan dalam tabung dan dilihat proses
pembentukan bekuan (clot) dan lisis bekuan yang terjadi. Bila pembentukan clot
berlangsung > 5 10 menit atau bekuan darah segera mencair saat tabung dikocok
maka hal tersebut menunjukkan adanya penurunan kadar fibrinogen dan trombosit.
Pemeriksaan laboratorium khusus :

Prothrombine time

Partial thromboplastine time

Jumlah trombosit

Kadar fibrinogen

Kadar fibrinogen degradation product


Pemeriksaan ultrasonografi tak memberikan banyak manfaat oleh karena pada
sebagian besar kasus tak mampu memperlihatkan adanya hematoma retroplasenta
PENATALAKSANAAN
A. Tindakan gawat darurat
Bila keadaan umum pasien menurun secara progresif atau separasi plasenta bertambah
luas yang manifestasinya adalah :

Perdarahan bertambah banyak

Uterus tegang dan atau fundus uteri semakin meninggi

Gawat janin
maka hal tersebut menunjukkan keadaan gawat-darurat dan tindakan yang harus
segera diambil adalah memasang infus dan mempersiapkan tranfusi.
B. TERAPI EKSPEKTATIF
Pada umumnya bila berdasarkan gejala klinis sudah diduga adanya solusio plasenta
maka tidak pada tempatnya untuk melakukan satu tindakan ekspektatif.
C. PERSALINAN PERVAGINAM
Indikasi persalinan pervaginam adalah bila derajat separasi tidak terlampau luas dan
atau kondisi ibu dan atau anak baik dan atau persalinan akan segera berakhir.
Setelah diagnosa solusio plasenta ditegakkan maka segera lakukanamniotomi dengan
tujuan untuk :
1.
Segera menurunkan tekanan intrauterin untuk menghentikan perdarahan dan
mencegah komplikasi lebih lanjut (masuknya thromboplastin kedalam sirkukasi ibu yang
menyebabkan DIC)
2.
Merangsang persalinan ( pada janin imature, tindakan ini tak terbukti dapat
merangsang persalinan oleh karena amnion yang utuh lebih efektif dalam membuka
servik)
Induksi persalinan dengan infuse oksitosin dilakukan bila amniotomi tidak segera diikuti
dengan tanda-tanda persalinan.
D. SEKSIO SESAR
Indikasi seksio sesar dapat dilihat dari sisi ibu dan atau anak
Tindakan seksio sesar dipilih bila persalinan diperkirakan tak akan berakhir dalam waktu

singkat, misalnya kejadian solusio plasenta ditegakkan pada nulipara dengan dilatasi 3
4 cm.
Atas indikasi ibu maka janin mati bukan kontraindikasi untuk melakukan tindakan seksio
sesar pada kasus solusio plasenta.
KOMPLIKASI
1. Koagulopati konsumtif
Koagulopati konsumtif dalam bidang obstetri terutama disebabkan oleh solusio plasenta.
Hipofibrinogenemia ( < 150 mg/dL plasma) yang disertai dengan peningkatan kadar FDP
dan penurunan berbagai faktor pembekuan darah terjadi pada 30% penderita
solusioplasenta berat yang disertai dengan kematian janin.
Mekanisme utama dalam kejadian ini adalah terjadinya koagulasi intravaskular akibat
masuknya tromboplastinyang berasal dari uterus kedalam darah dan sebagian kecil
merupakan akibat dari pembekuan darah retroplasenta.
Akibat penting dari terjadinya koagulasi intravaskular adalah aktivasi plasminogen
menjadi plasmin yang diperlukan untuk melakukan lisis mikroemboli dalam mekanisme
untuk menjaga keutuhan mikrosirkulasi.
Hipofibrinogenemia berat tidak selalu bersamaan dengan trombositopenia,
trombositopenia umumnya baru terjadi setelah tranfusi darah yang berulang.
Hipofibrinogenemia jarang terjadi pada keadaan dimana solusio plasenta tidak disertai
dengan kematian janin intra uterin.
2. Gagal ginjal
Gagal ginjal akut sering terlihat pada solusio plasenta berat dan sering disebabkan oleh
penanganan renjatan hipovolemia yang terlambat atau kurang memadai.
Drakeley dkk (2002) menunjukkan bahwa penelitian terhadap 72 orang wanita dengan
gagal ginjal akut, 32 kasus disebabkan oleh solusio plasenta
Gangguan perfusi renal yang berat disebabkan oleh perdarahan masif.
75% kasus gagal ginjal akut akibat nekrosis tubuler akutbersifat tidak permanen
Lindheimer dkk (2000) nekrosis kortikal akut dalam kehamilan selalu disebabkan oleh
solsuio plasenta
3. Uterus couvelaire
Ekstravasasi darah kedalam miometrium menyebabkan apopleksia uterus yang disebut
sebagai uterus couvelair.
Ekstravasasi dapat terlihat pada pangkal tuba, ligamentum latum atau ovarium.
Jarang menyebabkan gangguan kontraksi uterus, jadi bukan merupakan indikasi untuk
melakukan histerektomi
PROGNOSIS
Mortalitas maternal 0.5 5% dan sebagian besar disebabkan gagal ginjal atau gagal
kardiovaskular.
Pada solusio plasenta berat, mortalitas janin mencapai 50 80%
Janin yang dilahirkan memiliki morbiditas tinggi yang disebabkan oleh hipoksia intra
uterin, trauma persalinan dan akibat prematuritas.
Rujukan :
1.
Chang YL, Chang SD, Cheng PJ: Perinatal outcome in patiets with abruption plcenta with
and without antepartum hemorrhage. Int J Gynaecol Obstet75;193,2001

2.

Clark SL. Placentae previa and abruptio placentae. In: Creasy RK, Resnik R, eds.Maternal
Fetal Medicine. 5th ed. Philadelphia, Pa: WB Saunders; 2004:715.

3.

Cunningham FG et al : Obstetrical Hemorrhage in Williams Obstetrics , 22nd ed, McGrawHill, 2005

4.

DeCherney AH. Nathan L : Third Trimester Bleeding in Current Obstetrics and Gynecologic
Diagnosis and Treatment , McGraw Hill Companies, 2003

5.

Furushashi M, Kuraochi O, Suganuma N: Pregnancy following placental abruption. Arch


Gynecol Obstet 267:11, 2002

6.
7.

Oyelese Y, Ananth CV. Placental abruption. Obstet Gynecol. Oct 2006;108(4):1005-16

Shad H Deering, MD, Abruptio Placentae .http://emedicine.medscape.com/article/252810overview Dec 22, 2008, retrieved September 24, 2009

8.

Usui R, Matsubara S, Ohkuchi A, et al. (2007). "Fetal heart rate pattern reflecting the
severity of placental abruption". Archives of Gynecology and Obstetrics 277: 249.doi:10.1007/s00404007-0471-9. PMID 17896112.

HIPERTENSI dalam KEHAMILAN


dr.Bambang Widjanarko, SpOG
Fak.Kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta

HDK - Hipertensi dalam Kehamilan adalah penyebab kematian utama ketiga pada ibu
hamil setelahperdarahan dan infeksi.
Bagaimana suatu peristiwa kehamilan dapat memicu atau memperberat hipertensi
merupakan pertanyaan yang masih belum memperoleh jawaban yang memuaskan.
Angka kejadian Hipertensi dalam Kehamilan kira-kira 3.7 % seluruh
kehamilan.
TERMINOLOGI dan KLASIFIKASI
HG-Hipertensi Gestasional adalah terminologi untuk menggambarkan
adanya hipertensi berkaitan dengan kehamilan yang sifatnya newonset.
Klasifikasi berdasarkan National High Blood Pressure Education
Program (NHBPEP) tahun 2000.
1.
HG-Hipertensi Gestasional ( istilah sebelumnya
adalahpregnancy induced hypertension yang mencakup pula hipertensi transien)
2.
PE-Pre Eklampsia
3.
E-Eklampsia
4.
Pre Eklampsia super imposed pada Hipertensi Kronis
5.
HK-Hipertensi Kronis
Dari : Cunningham FG et al : Hypertensive Disorder In Pregnancy in Williams Obstetrics , 22 nd ed,
McGraw-Hill, 2005

DIAGNOSIS
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah istirahat 140/90 mmHg.
Kriteria edema pada PE sudah tidak digunakan lagi oleh karena selain subjektif dan juga
tidak mempengaruhi out-come perinatal.
Diagnosis Hipertensi Dalam Kehamilan
1. HG-Hipertensi Gestasional

TD-Tekanan darah 140/90 mmHg terjadi pertama kali dalam kehamilan.


Tidak terdapat Proteinuria, Tekanan darah kembali normal dalam waktu < 12
minggu pasca persalinan.
Diagnosa akhir hanya dapat ditegakkan pasca persalinan.
Dapat disertai dengan gejala PE Berat : nyeri epgastrium atau trombositopenia.
2. PE-Preeclampsia
KRITERIA MINIMUM

TD 140/90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu


Proteinuria 300 mg/24 jam atau 1+ dispstick
PRE-EKLAMPSIA BERAT ( PE disertai dengan satu atau lebih gejala berikut
dibawah ini) :
1.
TD 160/110 mmHg pada kehamilan > 20 minggu
2.
Proteinuria 2.0 g/24 jam 2+ (dispstick)

3.
Serum Creatinine > 1.2 mg/dL (kecuali bila sebelumnya sudah abnormal )
4.
Trombosit < 100.0000 / mm3
5.
Microangiopathic hemolysis ( increase LDH )
6.
Peningkatan ALT atau AST
7.
Nyeri kepala atau gangguan visual persisten
8.
Nyeri epigastrium
3. Eklampsia

Kejang yang tidak diakibatkan oleh sebab lain pada penderita pre eklampsia
4. Superimposed Preeklampsia ( pada hipertensi kronik )

Proteinuria new onset 300 mg / 24 jam pada penderita hipertensi yang tidak
menunjukkan adanya proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.
atau

Peningkatan TD atau kadar proteinuria secara tiba tiba atau trombositopenia <
100.000/mm3 pada penderita hipertensi dan proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.
5. Hipertensi Kronis

TD 140 / 90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu


dan tidak terkait dengan penyakit trofoblas gestasional
HT terdiagnosa pertama kali setelah kehamilan 20 minggu dan menetap sampai
> 12 minggu pasca persalinan.
ALT = Alanin aminotranferase AST = Aspartate aminotranferase
LDH = Lactate Dehydrogenase

Diadaptasi dari National High Blood Presssure in Pregnancy (2000)


Dari : Cunningham FG et al : Hypertensive Disorder In Pregnancy in Williams Obstetrics , 22 nd ed,
McGraw-Hill, 2005

1. HIPERTENSI GESTASIONAL

Sering disebut sebagai hipertensi transien.

Proteinuria pada keadaan ini adalah pertanda semakin memburuknya


penyakit.

Proteinuria persisten yang bermakna dapat meningkatkan resiko maternal


dan fetus.
2. PRE-EKLAMPSIA

Sindroma khusus dalam kehamilan yang berupa hipertensi yang disertai


dengan vasospasme generalisata(menyebabkan gangguan perfusi organ
vital) dan aktivasi endotelial.
Hipertensi dan Proteinuria adalah kriteria PE.Proteinuria adalah protein dalam
urine >300 mg/24 jam ; atau 30 mg/dL (dipstick 1+)

Derajat proteinuria bervariasi selama 24 jam, sehingga hasil kadar protein sesaat
tidak merefleksikan keadaan sebenarnya.
Nyeri epigastrium diakibatkan oleh nekrosis hepatoseluler, iskemia dan edema
hepar yang meneybabkan regangan kapsule Glisson. Nyeri epigastrium sering disertai
dengan kenaikan kadar serum hepatik transaminase (indikasi untuk melakukan
terminasi kehamilan)
Trombositopenia adalah tanda memburuknya PE dan disebabkan oleh aktivasi
dan agregasi platelet akibat vasospasme yang merangsang hemolisis mikroangiopatik.
Gross hemolisis yang dengan adanya hemoglobinuria atau hiperbilirubinemia
menunjukkan beratnya penyakit.
Faktor lain yang menunjukkan beratnya penyakit adalahdisfungsi
jantung dan edema paru serta PJT
Derajat preeklampsia
Derajat beratnya PE dinilai dari frekuensi dan intensitas masing-masing abnormalitas
seperti yang terlihat pada tabel dibawah.
Penyimpangan dari nilai normal yang semakin banyak merupakan indikasi untuk
melakukan terminasi kehamilan semakin kuat.
Pemisahan PE ringan dan PE Berat secara tegas dapat menimbulkan kesulitan
oleh karena penyakit ringan dapat dengan cepat berubah menjadi penyakit yang
berat.
Perlu diperhatikan bahwa tingginya tekanan darah bukan merupakan penentu utama
klasifikasi berat atau ringannya PE.

Click gambar untuk memperbesar


Dari : Cunningham FG et al : Hypertensive Disorder In Pregnancy in Williams Obstetrics , 22 nd ed,
McGraw-Hill, 2005

3. EKLAMPSIA
Pre-eklampsia yang disertai dengan kejang dan kejang tersebut tidak disebabkan oleh
faktor-faktor lainnya.
Kejang bersifat menyeluruh dan dapat terjadi sebelum, selama atau sesudah
persalinan.
Pada nulipara, kejang kadang-kadang dapat terjadi sampai 48 jam Pasca Persalinan.
Chames dkk (2002) : dengan memperbaiki kualitas perawatan prenatal, sejumlah kasus
eklampsia intrapartum atau antepartum dapat dicegah.
4. HIPERTENSI KRONIS SUPERIMPOSED PREEKLAMPSIA

Semua penyakit HK apapun penyebabnya memiliki predisposisi untuk berkembang


menjadi PE atau E selama kehamilan.
Diagnosa adanya latar belakang HK dibuat bila :
1.
Hipertensi tercatat sebelum kehamilan.
2.
Hipertensi terdeteksi pada kehamilan < 20 minggu.
3.
Hipertensi menetap > 6 minggu pasca persalinan.

Click gambar untuk memperbesar


Dari : Cunningham FG et al : Hypertensive Disorder In Pregnancy in Williams Obstetrics , 22 nd ed,
McGraw-Hill, 2005

Faktor anamnesa tambahan yang dapat membantu menegakkan diagnosis hipertensi


kronis adalah :
1.
Multipara
2.
Riwayat HT pada kehamilan sebelumnya. Keadaan ini sering pula disertai
dengan kecenderungan
3.
Menurun dalam keluarga.
Diagnosa HK menjadi sulit ditegakkan bila kunjungan antenatal pertama kali dilakukan
setelah lewat dari pertengahan kehamilan.
Tergantung lamanya penyakit, komplikasi hipertensi kronis dapat berupa hipertrofi
ventrikular, dekompensasi jantung, CVA-cerebro vascular accident atau kerusakan
ginjal.
25% kasus hipertensi kronis akan berkembang menjadi superimposed PE
Pada hipertensi kronis superimposed PE sering kali disertai dengan solusio plasenta.
Janin pada penderita Hipertensi Kronis sering mengalami :

PJT pertumbuhan janin terhambat

Persalinan preterm

IUFD intra uterine fetal death


Pada penderita HK, terjadi peningkatan tekanan darah pada kehamilan > 24 minggu.
Bila disertai dengan proteinuria maka disebut hipertensi kronis superimposed PE.
Superimposed PE muncul lebih dini dibandingkan jenis PE murni dan cenderung lebih
parah serta seringkali disertai dengan PJT.

ANGKA KEJADIAN DAN FAKTOR RESIKO


Angka kejadian HDK pada umumnya sekitar 5% dari seluruh kehamilan.
Faktor resiko :

1.

Usia

2.
3.
4.
5.
6.

HG sering terjadi pada pasien nullipara dan usia tua (> 35 tahun)
Kehamilan kembar
Paritas
Ras : sering terjadi pada afro-america
Predisposisi genetik
Faktor lingkungan : kebiasaan hidup

ETIOLOGI
Teori yang dianggap dapat menjelaskan etiologi dan patofisiologi PE harus dapat
menjelaskan kenyataan bahwa HDK seringkali terjadi pada :
1.
Mereka yang terpapar pada villi chorialis untuk pertama kalinya ( pada nulipara )
2.
Mereka yang terpapar dengan villi chorialis yang berlimpah ( pada kehamilan
kembar atau mola )
3.
Mereka yang sudah menderita penyakit vaskular sebelum kehamilan.
4.
Penderita dengan predisposisi genetik Hipertensi .
Menurut Sibai (2003), faktor-faktor yang berpotensi sebagai etiologi :
1.
Invasi trofoblastik abnormal kedalam vasa uterina.
2.
Intoleransi imonologi antara maternal dengan jaringan feto-maternal .
3.
Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamasi selama
kehamilan.
4.
Defisiensi bahan makanan tertentu ( nutrisi ).
5.
Pengaruh genetik.
1. INVASI TROFOBLAST ABNORMAL

Implantasi plasenta yang normal


Terlihat proliferasi trofoblas ekstravillous membentuk kolom sel didekat anchoring villous
Trofoblas ekstravilous melakukan invasi desidua dan kearah bawah kedalam arteri spiralis.
Akibatnya, terjadi penggantian endotel dan dinding otot dari pembuluh darah serta pembesaran dari
pembuluh darah

Pada proses implantasi normal : arteri spiralis mengalami remodelingsecara ekstensif


akibat invasi oleh trofoblast endovaskular (gambar atas)

Pada PE : invasi trofoblastik berlangsung secara tak sempurna. Pembuluh darah


desidua ( bukan pembuluh darah miometrium ) terbungkus dengan trofoblas
endovaskular.
Besarnya gangguan invasi trofoblas pada arteri spiralis berhubungan dengan beratnya
HT yang terjadi.
Perubahan dini pada PE :

Kerusakan endothelium.

Insudasi bahan dalam plasma kedalam dinding pembuluh darah.

Proliferasi sel miointima dan nekrosis bagian medial.


Terdapat akumulasi lipid pada sel miointima dan makrofag, sel yang mengandung lipid
tersebut disebut artherosis (gambar bawah)

Artherosis dalam pembuluh darah


Gambar bawah adalah gambar skematik dari struktur artherosis

Obstruksi lumen arteri spiralis akibat artherosis menyebabkan terganggunya aliran


darah.
Redman dan Sargent (2003) : gangguan perfusi plasenta akibat artherosis arteri spiralis
adalah awal kejadian sindroma PE.

2. FAKTOR IMUNOLOGI
Terdapat sejumlah bukti yang menyatakan bahwa PE adalah penyakit dengan mediasi
imunologi.
Resiko PE meningkat pada keadaan dimana pembentukan blocking
antibody terhadap placental site terganggu.
Dekker dan Sibai (1998) meneliti peranan maladaptasi imunologis dalam patofisiologi
PE. Dimulai sejak trimester kedua, pasien yang akan menderita PE mempunyai helper T
cell (Th1) yang rendah dibandingkan mereka yang tidak akan menderita PE.
Ketidak seimbangan Th1/Th2 ( Th2 yang lebih dominan) tersebut dipengaruhi oleh
adenosin.
Yoneyama dkk (2002) kadar adenosin pada penderita PE lebih besar dibandingkan yang
normotensif.
Helper cell T lympocyte menghasilkan cytokine spesifik yang memudahkan implantasi
dan disfungsi dari helper cell lymphocyte dan keadaan ini akan menyebabkan terjadinya
PE.

Pada penderita dengan antibodi anticardiolipin, lebih sering terjadi kelainan plasenta
dan PE.
3. VASKULOPATI dan INFLAMASI
Melalui berbagai macam cara, perubahan inflamasi merupakan kelanjutan dari
perubahan yang terjadi plasenta. Sebagai respon terhadap faktor plasenta yang
dilepaskan akibat adanya reaksi iskemik terjadi sebuah rangkaian proses seperti yang
terlihat pada gambar skematik dibawah.

Pada desidua terdapat banyak sel yang bila diaktivasi akan mengeluarkan bahan
bahan tertentu yang dapat merusak sel endotel. Disfungsi sel endotel berhubungan
dengan PE melalui proses adaptasi inflamasi intravaskular.
PE dianggap sebagai keadaan ekstrem dari aktivasi leukosit dalam sirkulasi maternal.
Manten dkk (2005) : Cytokine ( tumor necrosis factor ) dan interleukin berperan
sebagai stressor oksidatif yang berkaitan dengan PE.
Stresor oksidatif memiliki karakter bagi spesies tertentu dan adanya radikal bebas
penting bagi pembentukan peroksidase lipid yang dapat berlipat ganda dengan
sendirinya (self propagation ).
Bahan yang bersifat radikal bebas tersebut mempunyai sifat :

Mampu mencederai sel endothel pembuluh darah.

Modikasi produksi nitric oxide.

Mengganggu keseimbangan prostaglandin.


Pengetahuan mengenai peran stresor oksidatif dalam kejadian PE meningkatkan
perhatian pada keuntungan pemberian antioksidan dalam pencegahan PE .
Antioksidan penting antara lain : Vitamin E atau -tocopherol, Vitamin C dan Vitamin
A -carotene
4. FAKTOR NUTRISI
Berbagai faktor defiensi nutrisi diperkirakan berperan sebagai penyebab Eklampsia.
Banyak saran yang diberikan untuk menghindarkan hipertensi misalnya dengan
menghindari konsumsi daging berlebihan, protein, purine, lemak, hidangan siap saji
(snack), dan produk-produk makanan instan lain.
John dkk (2002) : diet buah dan sayur banyak mengandung aktivitas non-oksidan yang
dapat menurunkan tekanan darah.

Zhang dkk (2002) : kejadian PE pada pasien dengan asupan vitamin C harian kurang
dari 85 mg dapat meningkat menjadi 2 kali lipat.
Obesitas adalah faktor resiko yang berpotensi untuk menyebabkan terjadinya PE.
Obesitas pada ibu tidak hamil dapat menyebabkan aktivasi endotel dan respon inflamasi
sistemik yang berhubungan dengan arterosklerosis.
Kadar C-reactive protein (inlamatory marker) meningkat pada obesitas yang seringkali
berkaitan dengan PE.
5. FAKTOR GENETIK
Ness Dkk (2003) : predisposisi hipertensi secara herediter sangat berkait dengan
kejadian PE dan E.
Chesley dan Cooper (1986) : menyimpulkan bahwa PE dan E menurun diantara
saudara sekandung perempuan, anak perempuan, cucu perempuan.

PATOGENESIS
Perubahan utama yang terjadi pada HDK adalah VASOSPASME danAKTIVASI SEL
ENDOTHELIUM
1. VASOSPASME
Konsep vasospame didasarkan pada pengamatan langsung terhadap pembuluh darah
kecil pada kuku, fundus oculi dan konjuntiva.
Konstriksi vaskular menyebabkan peningkatan tahanan perifer dan TD. Pada saat yang
sama, kerusakan sel endotel menyebabkan kebocoran interstitisial yang meliputi bahan
dalam darah a.l trombosit, fibrinogen dan deposit subendotelial lain.
Berdasarkan pemeriksaan USG, terlihat adanya perubahan tahanan arterial pada
penderita PE. Penurunan aliran darah akibat gangguan distribusi, iskemia dan
perdarahan jaringan menyebabkan terjadinya serangkaian gejala PE
Fischer dkk (2000) : vasospasme pada penderita PE jauh lebih berat dibandingkan
dengan yang terjadi pada pasien dengan sindroma HELLP.
2. AKTIVASI SEL ENDOTEL
Pada gambar diagram faktor plasenta yang tak dapat di identifikasi dengan jelas masuk
kedalam sirkulasi ibu dan merangsang aktivasi dan disfungsi sel endotel. Sindroma
klinis PE adalah manifestasi umum dari terjadinya perubahan sel endotel tersebut.
Endotel yang utuh memiliki sifat antikogulan dan dapat menurunkan respon otot polos
terhadap agonis melalui pengeluaran nitric oxide. Sedangkan kerusakan atau aktivasi
sel endotel akan menyebabkan keluarnya bahan-bahan yang merangsang koagulasi
dan meningkatkan sensitivitas terhadap vasopresor.
Perubahan-perubahan lain sebagai akibat proses aktivasi endotel adalah:
1.
Perubahanan khas pada morfologi endotel kapiler glomerulus.
2.
Peningkatan permeabilitas kapiler.
3.
Peningkatan kadar bahan-bahan yang terkait dengan aktivasi tersebut.
Peningkatan repon terhadap bahan pressor
Dalam keadaan normal, wanita hamil refrakter terhadap pemberian vasopressor.
Pada awal kejadian PE, terdapat peningkatan reaktivitas vaskular terhadap pemberian
nor-epinephrine dan angisotensin II.
Prostaglandin
Beberapa prostanoid berperan penting dalam patofisiologi sindroma PE. Secara
spesifik, respon terhadap pressor yang menurun pada kehamilan normal adalah berupa
penurunan respon vaskular yang terjadi melalui sintesa prostaglandin endotelial
vaskular.
Pada penderita PE, produksi prostacyclin endotelial [PGI2] lebih rendah dibandingkan

kehamilan normal ; tetapi sekresi thromboxane A2 dari trombosit meningkat.


Perbandingan antara PGI2 : TXA2 yang menurun tersebut akan meningkatkan sensitivitas
terhadap angiostension II sehingga terjadi vasokonstriksi.

Nitric oxide
Vasodilator sangat kuat ini dibentuk dari L-arginine oleh sel endotel. Bila nitric oxide ini
diambil maka timbul gejala-gejala yang menyerupai PE .
Pencegahan sintesa nitric oxide akan menyebabkan :
Peningkatan nilai MAP-mean arterial pressure.
Penurunan frekuensi denyut jantung.
Kepekaan terhadap vasopresor meningkat.
Pada PE, terjadi penurunan synthase nitric oxide endotel sehingga permeabilitas sel
meningkat.
Kenaikan kadar Nitric Oxide dalam serum pada penderita PE tersebut adalah sebuah
akibat bukan sebuah sebab.
Endothelin
Endothelin adalah 21amino acid peptide yang merupakan vasokonstriktor kuat, dan
endothelin-1 (ET-1) adalah isoform primer yang dihasilkan oleh endotel manusia.
Kadar endothelin dalam plasma wanita hamil normal memang meningkat, tetapi pada
penderita PE kadar endothelin jauh lebih meningkat.
Pemberian MgSO4 pada penderita PE terbukti menurunkan kadar ET-1.

PATOFISIOLOGI
1. SISTEM KARDIOVASKULAR
Gangguan fungsi kardiovaskular yang normal pada PE dan E Peningkatan afterload jantung akibat HT.
1.
Gangguan pre-load jantung akibat akibat terganggunya proses hipervolemia
dalam kehamilan.
2.
Aktivasi endotelial dengan akibat ekstravasasi kedalam ruang ekstraseluler
terutama kedalam paru.
Perubahan hemodinamika
Perubahan kardiovaskular pada HDK tergantung sejumlah faktor :

Derajat HT

Latar belakang penyakit kronis.

Apakah telah terjadi PE.

Saat kapan pemeriksaan dikerjakan.


Pada PE terjadi penurunan curah jantung dan kenaikan tahanan perifer.
Pada Hipertensi Gestasional, curah jantung tetap tinggi.
Pemberian cairan yang berlebihan pada penderita PE Berat akan menyebabkan
tekanan pengisian jantung kiri ( ventricular filling pressure ) akan sangat meningkat
dan meningkatkan curah jantung yang normal ke tingkatan diatas normal.

Volume Darah
Pada Eklampsia terjadi peristiwa hemokonsentrasi ; hipervolemia yang lazim dalam

kehamilan normal tidak terjadi atau sangat minimal sehingga penderita eklampsia
disebut sebagai pasien yang berada dalam keadaan normotensive shock.
Hemokonsentrasi pada PE dan E terjadi akibat adanya :

Vaskonstriksi generalisata.
Disfungsi endotel dengan meningkatnya permeabilitas vaskular.
Pada PE tergantung pada beratnya penyakit tidak selalu terjadi hemokonsentrasi.
Pada penderita HG umumnya memiliki volume darah yang normal.
Penurunan kadar hematokrit pada penderita dengan hemokosentrasi hebat merupakan
pertanda perbaikan keadaan.
Bila tidak terjadi perdarahan, ruang intravaskular penderita PE dan E biasanya tidak
terlalu kosong. Terjadinya vasospasme dan kebocoran plasma endothel menyebabkan
ruang vaskular tetap terisi. Perubahan ini menetap sampai beberapa saat pasca
persalinan bersamaan dengan perbaikan endotel. Vasodilatasi dan peningkatan volume
darah menyebabkan penurunan hematokrit.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa penderita PE dan E sangat peka
terhadap:
1.
Pemberian cairan dalam upaya untuk mengembalikan volume darah ke
tingkatan sebelum kehamilan.
2.
Perdarahan selama persalinan.
2. DARAH dan PEMBEKUAN DARAH

Trombositopenia yang terjadi dapat mengancam jiwa penderita. Trombositopenia


terjadi oleh karena :
Aktivasi platelet

Agregasi platelet

Konsumsi meningkat

Trombitopenia hebat (bila <>


SINDROMA HELLP
Arti klinik trombositopenia selain gangguan koagulasi adalah juga menggambarkan
derajat proses patologi yang terjadi.
Pada umumnya semakin rendah trombosit semakin tinggi morbiditas dan mortalitas ibu
dan anak.
Pritchard dkk (1976) : mengharapkan adanya perhatian terhadap kejadian
trombositopenia pada penderita PE yang disertai dengan sejumlah gejala (sindroma
HELLP).
Sindroma HELLP:
1.
Hemolysis
2.
Elevated liver enzyme (kenaikan enzym hepar = transaminase )
3.
Low Platelets
PE Berat sering disertai dengan hemolisis yang terlihat dari kenaikan kadar serum LDH
- lactate-dehydrogenase dan perubahan gambaran dari darah perifer
(schizocytosis, spherocytosis dan reticulocytosis)
Hemolisis terjadi akibat hemolisis mikrosangiopatik yang diakibatkan oleh kerusakan
endotel yang disertai dengan deposisi trombosit dan fibrin.

3. VOLUME HOMEOSTASIS
Perubahan endokrin
Kadar renin , angiostensin II dan aldosteron dalam kehamilan normal meningkat.
Pada PE kadar bahan tersebut sama dengan kadar wanita yang tidak hamil.
Alibat retensi natrium dan atau HT, sekresi renin oleh ginjal menurun. Renin berperan
sebagai katalisator dalam proses konversi angiostensin menjadi angiostensin I dan
perubahan angiostensin I menjadi angiostensi II dengan katalisator ACE angiostensin
converting enzyme.
Perubahan cairan dan elektrolit
Manifestasi peningkatan volume cairan ekstraseluler adalah edema. Pada penderita
PEBerat biasanya lebih menonjol dibandingkan kehamilan normal.
Retensi cairan terjadi akibat adanya cedera pada endotel.
Selain edema generalisata dan proteinuria, penderita juga mengalami penurunan
tekanan onkotik yang menyebabkan gangguan keseimbangan proses filtrasi.
4. GINJAL
Selama kehamilan normal, terjadi peningkatan GFR glomerular filtration rate dan RBF
renal blood flow.
Pada PE terjadi perubahan anatomi dan patofisiologi, sehingga terjadipenurunan
perfusi renal dan filtrasi glomerulos..
PE berkaitan dengan penurunan produksi urine dan eksresi kalsium akibat peningkatan
resorbsi tubuler.
Pemberian Dopamine i.v pada penderita PE dapat meningkatkan produksi urine.
Pemberian cairan i.v pada penderita PE dengan oliguria tidak perlu dikerjakan.
Proteinuria
Terjadinya proteinuria bersifat lambat.
Pemeriksaan kuantitatif dengan dipstick tidak akurat dan memerlukan pemeriksaan
selama 24 jam.
Albuminuria adalah istilah untuk menggambarkan proteinuria pada PE yang salah oleh
karena sebagaimana pada keadaan glomerulopati lain terjadi peningkatan permeabilitas
terhadap sebagian besar protein ber-BM tinggi sehingga albuminuria sering disertai
dengan keluarnya hemoglobin, globulin dan transferin.
Perubahan anatomi pada ginjal
Ukuran glomerulos membesar 20%.
Terjadi glomerular capillary endotheliosis.
Gagal ginjal akibat nekrosis tubuler akut sering terjadi dengan gejala oliguria sampai
anuria ( peningkatan kadar serum creatinine 1 mg/dL ).
Haddad dkk (2000) melaporkan bahwa 5% dari 183 penderita sindroma HELLP
mengalami ARF dan setengah diantaranya adalah penderita solusio plasenta dan
perdarahan pasca persalinan.
Meskipun jarang, dapat terjadi nekrosis cortex ginjal yang ireversibel.
5. HEPAR

Perdarahan periportal pada tepi hepar

Ruptura hepar

Perdarahan subkapsular
6. OTAK

Nyeri kepala dan


Gangguan visus
Sering terjadi pada PE dan eklampsia.
Terdapat dua perubahan PA pada cerebri:
1.
Perdarahan akibat pecahnya pembuluh arteri karena HT
2.
Edema, hiperemia , iskemia, trombosis dan hemoragia yang kecil dan kadangkadang meliputi daerah yang luas
Aliran darah otak :
Pada eklampsia, mungkin akibat hilangnya autoregulasi dari CBF-cerebral blood flow
terjadi hipoperfusi sebagaimana yang terjadi pada hipertensif encephalopathi yang tak
berkaitan dengan kehamilan.
Pasien nyeri kepala biasanya disertai dengan peningkatan perfusi cerebral.
Kebutaan :
Gangguan visus sering terjadi pada PEBerat, namun kebutaan permanen jarang terjadi
pada PE dan terjadi pada 10% penderita E.
Kebutaan atau amaurosis ( bahasa Greek = dimming) dapat mengenai wanita yang
menderita edema vasogenik pada lobus occipitalis yang luas. Umumnya kebutaan
berlangsung antara 4 jam sampai satu minggu.
Lara-Torre dkk (2002) : gangguan visual permanen akibat PEBerat atau E adalah akibat
gangguan pada cerebri atau iskemia arteri retina.
Ablasio retina dapat mengganggu visus dan umumnya mengenai salah satu sisi dan
prognosis nya baik.
7. PERFUSI UTERO PLASENTA
Gangguan perfusi uteroplasenta akibat vasospasme merupakan penyebab utama
peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal pada PE dan E.
Pada wanita normal diameter arteri spiralis 500 ; pada penderita PE 200
Doppler velosimetri

Pengukuran velositi aliran darah dalam arteri uterina dapat digunakan


untuk memperhitungkan besaran resistensi dalam aliran uteroplasenta.
Resistensi vaskular ditentukan berdasarkan perbandingan antara bentuk
gelombang arterial sistolik dan diastolik.
Ganguan aliran darah uteroplasenta tidak selalu terjadi pada semua
penderita PE dan E.
Matijevic dan Johnson ( 1999) dengan velosimetri Doppler mengukur
besarnya tahanan dalam arteri spiralis. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa
Impedansi pembuluh perifer ternyata lebih besar dari pada pembuluh sentral.

PREDIKSI dan PENCEGAHAN


PREDIKSI
Sampai saat ini tidak ada tes skrining yang realistis, valid dan ekonomis untuk

meramalkan kejadian PE.


Salah satu tujuan dari jaringan Unit Feto-Maternal Medis adalah melakukan identifikasi
faktor-faktor prediktor berikut ini :
Roll over test
Adanya respon hipertensif yang terjadi pada perubahan posisi ibu hamil 28 32 minggu
dari posisi miring menjadi telentang merupakan prediktor terjadinya HG.
Pasien dengan test positif juga menunjukkan kepekaan yang tidak normal terhadap
pemberian angiostensin II.

Placental bed pada kehamilan normal dan preeklampsia


Pada preeklampsia, perubahan fisiologi pada arteri uteroplasenta tidak melewati
deciduomyometrial junction sehingga terdapat segmen yang menyempit antara arteri
radialis dengan desidua
Reproduksi dari : Brosen IA: Morphological Changes in the uteroplacental bed in
pregnancy hypertension Clin Obstet Gynecol; 4:573, 1977
Nilai prediktif dari Roll-Over tes ini hanya 33%.
ASAM URAT
Weerasekera dan Peiris (2003) : kadar serum asam urat tidak berbeda secara
bermakna sebelum terjadinya HT.
Kadar asam urat tidak bermanfaat dalam membedakan antara hipertensi gestasional
dengan PE.
FIBRONEKTIN
Aktivasi sel endothel menyebabkan kenaikan kadar serum fibronectin pada penderita
PE.
Chavaria dkk (2003a) : menyatakan bahwa nilai prediktif positif dari Fibronectine adalah
29% dan nilai prediktif negatif kira-kira 98%.
AKTIVASI SISTEM KOAGULASI
Trombositopenia dan disfungsi platelet adalah gambaran intergral PE.
Peningkatan destruksi menyebabkan ukuran platelet membesar oleh karena relatif lebih
muda dan hal ini dapat digunakan untuk meramalkan terjadinya PE.
Pada kehamilan, aktivitas fibrinolitik menurun akibat peningkatan palsminogen activator
inhibitor-PAI 1 dan 2. Pada PE, PA1 secara relatif lebih tinggi daripada PAI 2 akibat
disfungsi sel endotel.
Chappel dkk (2002) : menyatakan bahwa perbandingan PA 1 dan PA2 dapat digunakan
untuk prediksi PE

UTERINE ARTERY DOPPLER VEOLIMETRI


Penentuan resistensi vaskular uteroplasenta dengan mengamati impendansi pada arteri
uterina trimester II dapat digunakan sebagai prediksi PE
Audibert dkk (2005) : kombinasi pemeriksaan hCG AFP (alfa fetoprotein ) dan
pencatatan aliran darah dalam arteri uterina dapat digunakan untuk meramalkan
terjadinya PE dengan sensitivitas berkisar antara 2 40%.
PENCEGAHAN
Modifikasi diet

Pencegahan asupan garam tak dapat mencegah terjadinya preeklampsia

Suplementasi calcium dapat menurunkan kejadian hipertensi gestasional


Aspirin dosis rendah
Awal keberhasilan penggunaan 60 mg aspirin untuk menurunkan kejadian PE berawal
dari kemampuan untuk menekan produksi tromboksan secara selektif dengan hasil akhir
peningkatan produksi prostacyclin endothelial.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa aspirin dosis rendah tidak efektif dalam
pencegahan PE.
Antioksidan
Aktivitas antioksidan serum penderita PE sangat berkurang.
Konsumsi vitamin E tidak berhubungan kejadian PE. Kadar Vit E dalam plasma yang
tinggi pada penderita PE adalah merupakan respon terhadap stressor oksidatif yang
ada.
Chappel dkk (1999) : membuktikan adanya penurunan aktivasi sel endothel pada
pemberian vit C atau E pada kehamilan 18 22 dan pemberian vitamin C dan E dapat
menurunkan secara bermakna kejadian PE.

PENATALAKSANAAN
Prinsip tujuan penatalaksanaan kehamilan dengan PE :
1.
Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu dan anak seminimal mungkin.
2.
Melahirkan anak yang sehat.
3.
Pemulihan kesehatan ibu secara sempurna.
Pada penderita preeklampsia, khsususnya saat atau menjelang aterm, 3 prinsip tujuan
diatas dapat tercapai dengan melakukan induksi persalinan. Informasi terpenting bagi
obstetrician untuk melakukan penatalakasanaan PE adalah dengan mengetahui secara
tepat usia kehamilan.
Deteksi Prenatal Dini
Pada trimester IIII pasien dengan HT harus diperiksa setiap 2 3 hari.
Penderita dengan penyakit yang berat dan persisten harus dirawat di RS dan bila perlu
dilakukan terminasi kehamilan.
Pasien dengan TD diastolik 81 89 mmHg dan disertai dengan kenaikan berat badan
secara mendadak perlu diperiksa ulang 3 hari kemudian, dan bila keadaan masih
menetap maka harus dirawat di RS untuk pengamatan selanjutnya.
Perawatan antepartum di rumah sakit
1.
Pemeriksaan teliti : nyeri kepala - gangguan visus - nyeri epigastrium dan
kenaikan BB cepat

2.
Pemeriksaan BB awal dan pada hari-hari berikutnya
3.
Analisa proteinuria saat MRS dan 2 hari kemudian
4.
Pemeriksaaan TD dalam posisi duduk
5.
Pemeriksaan plasma atau serum creatinine dan hematokrit, trombosit, enzym
hepar
6.
Pengukuran besar janin dan volume cairan amnion
Bila hasil observasi mengarah pada diagnosa PE Berat ( lihat tabel ) maka
penatalaksanaan sama dengan terhadap kasus eklampsia.
Istirahat merupakan bagian terapi yang sangat penting tanpa harus disertai dengan
pemberian tranquilizer atau sedatif.
Diet harus mengandung kalori dan protein secukupnya.
Pemberian cairan dan natrium dalam batas wajar.
Penatalaksanaan selanjutnya tergantung pada :
1.
Derajat penyakit PE,
2.
Usia kehamilan dan
3.
Keadaan servik.

Terminasi kehamilan
Terapi definitif pada PE dan E adalah mengakhiri kehamilan.
Kehamilan 40 minggu yang disertai dengan PE Ringan harus diterminasi. Bila servik
sudah matang, dapat dilakukan induksi dengan oksitosin drip.
Nyeri kepala, gangguan visual dan nyeri epigastrium adalah pertanda akan terjadinya
kejang ( gejala impending eclampsia). Oliguria adalah merupakan tanda memburuknya
PE BERAT.
Pada PE Berat dan Ringan, bila terapi konservatif tak memberikan hasil maka
kehamilan harus segera diakhiri demi untuk kesehatan ibu dan anak.
Terminasi kehamilan yang dipilih sebaiknya adalah pervaginam. Sectio caesar dilakukan
hanya atas indikasi obstetri secara umum dan atau bila induksi persalinan diperkirakan
tidak akan berhasil.

Indikasi terminasi kehamilan pada penderita Preklampsia(salah satu


atau beberapa dari gejala dibawah ini )
1.
2.
3.

TD Diastolik > 110mmHg


Serum kreatinine meningkat
Gejala impending eklampsia
Nyeri kepala hebat persisten
Nyeri epigastrium

Gangguan visus
4.
LFT- liver function test abnormal
5.
Trombositopenia
6.
Sindroma HELLP
7.
Eklampsia
8.
Edema paru
9.
Hasil pemantauan janin yang abnormal - cardiotocography
10.
SGA small for gestational age dengan IUGR intra uterine growth retardation
pada pemeriksaan serial USG.

PREEKLAMPSIA BERAT

PE Berat memerlukan antikonvulsi dan antihipertensi serta dilanjutkan dengan terminasi


kehamilan.
Tujuan terapi pada PE:
1.
Mencegah kejang dan mencegah perdarahan intrakranial
2.
Mengendalikan tekanan darah
3.
Mencegah kerusakan berat pada organ vital
4.
Melahirkan janin yang sehat
Terminasi kehamilan adalah terapi defintif pada kehamilan > 36 minggu atau bila terbukti
sudah adanya maturasi paru atau terdapat gawat janin.
Penatalaksanaan kasus PEB pada kehamilan preterm merupakan bahan kontroversi.
Pertimbangan untuk melakukan terminasi kehamilan pada PEBerat pada kehamilan 32
34 minggu setelah diberikan glukokortikoid untuk pematangan paru.
Pada PEBerat yang terjadi antara minggu ke 23 32 perlu pertimbangan untuk
menunda persalinan guna menurunkan angka morbiditas dan mortalitas perinatal.
Terapi pada pasien ini adalah :
1.
Dirawat di RS rujukan utama (perawatan tersier)
2.
MgSO4
3.
Antihipertensi
4.
Kortiskosteroid
5.
Observasi ketat melalui pemeriksaan laboratorium
6.
mengakhiri kehamilan bila terdapat indikasi
Terminasi kehamilan sedapat mungkin pervaginam dengan induksi persalinan yang
agresif.
Persalinan pervaginam sebaiknya berakhir sebelum 24 jam. Bila persalinan pervaginam
dengan induksi persalinan diperkirakan melebihi 24jam, kehamilan sebaiknya diakhiri
dengan SC

EKLAMPSIA
Eklampsia terjadi pada 0.2 0.5% persalinan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian sama dengan yang ada pada PE.
Kadang-kadang eklampsia terjadi pada usia kehamilan <>
75% kejang terjadi sebelum persalinan.
50% dari eklampsia pasca persalinan terjadi dalam waktu 48 jam pasca persalinan.
Patofisiologi
Patogenesis eklampsia tidak diketahui dengan jelas.
Diperkirakan disebabkan oleh karena :

Trombosis oleh platelet

Hipoksia cerebri akibat vasospasme lokal

Perdarahan cortex cerebri


Kejadian eklampsia tidak memiliki korelasi dengan tingginya Tekanan Darah
Temuan Klinik
Biasanya tak didahului dengan aura ; serangan kejang antara 2 4 kali
Terjadi hiperventilasi setelah serangan kejang tonik-klonik untuk kompensasi adanya
asidosis (lactic acid) respiratorik akibat fase apnea.
Demam jarang terjadi, tetapi demam adalah pertanda prognosa yang buruk
Komplikasi kejang : gigitan lidah, fraktura, trauma kapitis , aspirasi
Edema paru dan abruptio retina dapat terjadi pasca kejang

Terapi
A. Terapi PRENATAL
1.
Pengendalian Kejang
1.
MgSO4 i.v dilanjutkan dengan Mg SO4 infuse atau i.m (sebagai loading
dose ) dan diteruskan dengan pemberian berkala secara i.m
2.
Pemberian antihipertensi secara berkala i.v atau per-oral bila TD
diastolik> 110 mmHg
3.
Hindari pemberian diuretik dan batasi pemberian cairan intravena kecuali
bila perdarahan hebat. Jangan berikan cairan hiperosmotik
4.
Akhiri kehamilan atau persalinan.
Magnesium sulfat

MgSO4.7H2O ;

Antikonvulsan yang efektif tanpa penekanan pada SSP ibu dan


janin

Dosis untuk PEBerat sama dengan dosis untuk Eklampsia

Berikan sampai 24 jam pasca persalinan

Tidak dimaksudkan untuk menurunkan tekanan darah

Eksresi melalui ginjal

Intoksikasi dapat dihindari dengan melakukan pemeriksaan reflek


patela dan frekuensi pernafasan serta pengamatan volume produksi urine perjam.
Bila terjadi depresi pernafasan berikan Calcium Gluconate 1 gram
i.v perlahan-lahan sampai depresi nafas menghilang.

1.
Pengendalian Hipertensi
Hidralazine
Pemberian hidralazine i.v bila TD Diastolik > 110 mmHg atau TS Sistolik> 160 mmHg.
Dosis: 5 mg i.v selang 20 menit sampai TD Diastolik 90 100 mmHg
Efek puncak 30 60 menit

Duration of action 4 6 jam


Efek samping : nyeri kepala, pusing, palpitasi, angina.
Labetalol
Beta-blocker non selektif dan post-sinaptik -adrenergic blocking agent
Tersedia preparat oral ataupun parenteral
Dosis : Pemberian i.v setiap 10 menit .
Dosis pertama: 20 mg , dosis kedua 40 mg dan dosis selanjutnya 80 mg dengan dosis
maksimum 300 mg.
Onset of action = 5 menit.
Efek puncak = 10 20 menit .
Duration of action = 45 menit sampai 6 jam.
Nifedipine
Calcium channel blocker.
Dapat menurunkan tekanan darah dengan cepat.
Onset of action = 1 2 menit.
Duration of action = 3 5 menit.
B. Terapi PASCA PERSALINAN

Setelah persalinan, pemilihan jenis obat anti HT menjadi lebih bebas.

Pemberian diuretik tidak lagi merupakan kontraindikasi.

MgSO4 diberikan sampai 24 jam pasca persalinan.

Phenobarbital 120 mg/hari dapat diberikan pada pasien dengan HT persisten


dimana diuresis masih belum terjadi.

Bila 24 jam pasca persalinan TD Diastolik masih diatas 110 mmHg dapat
diberikan obat anti HT lainnya a.l diuretik, calcium channel blocker, ACE inhibitor , betta
blocker dsbnya.

Pemeriksaan TD dilakukan dalam posisi berdiri untuk menghindari kesalahan


pemeriksaan.
PROGNOSA
Kematian maternal akibat PE atau E secara langsung jarang terjadi, kematian umumnya
disebabkan oleh :

Cerebral hemorrhage.

Pneumonia aspirasi.

Hipoksik ensepalopati.

Tromboemboli.

Ruptura hepar.

Gagal ginjal.

HIPERTENSI KRONIS

Angka kejadian HK pada berbagai populasi berbeda 0.5 4% (rata-rata 2.5%).


HK pada kehamilan 80% idiopatik dan 20% oleh karena penyakit ginjal.
Gejala Klinik
A. Gejala dan Tanda

Usia umumnya > 30 tahun.

Obesitas.

Multipara.

Umumnya disertai masalah medis sistemik lain : DM atau penyakit ginjal.


Berhubungan dengan ras dan bersifat familial.
Tidak disertai dengan proteinuria.
Diagnosa ditegakkan dengan adanya riwayat HT sebelum kehamilan atau sebelum
kehamilan > 20 minggu. Dan menetap sampai 6 minggu pasca persalinan.
B. Hasil Pemeriksaan Laboratorium X-ray dan ECG
ECG : Hipertrofi ventrikel kiri pada 5 10% penderita.
Laboratorium :

Kenaikan serum creatinine.

Penurunan clearance creatinine.

Proteinuria.
X-ray : umumnya normal, kadang-kadang memperlihatkan kardiomegali.
Pasien dengan LVH-left ventricle hypertrophy : kenaikan serum creatinine beresiko
tinggi menderita superimposed PE.
Pasien dengan kardiomegali akibat penyakit hipertensif kardiovaskular atau
kardiomiopathia kongestif memiliki resiko menderita superimposed PE, edema paru dan
aritmia jantung.
KOMPLIKASI
A. Komplikasi Maternal

Superimposed PE (1/3 pasien)

Keadaan pasien lebih cepat memburuk dibandingkan PE murni

Solusio plasenta ( 0.4 10%)

DIC disseminated intravascular coagulation

ATN acute tubular necrosis

RCN renal cortical necrosis


B. Komplikasi Janin

Prematuritas ( 25 30%).

IUGR (10 15%).

HK superimposed PE cenderung terjadi pada kehamilan 26 34 minggu


sehingga sering menyebabkan terjadinya persalinan preterm.
Peningkatan mortalitas perinatal akibat solusio plasenta.

TERAPI
a. Pengendalian Hipertensi

Methyldopa

Clonidine [ -adrenergic agonist ]

Calcium channel blocker

Hydralazine

Beta blockers
b. Efek pemberian antihipertensi terhadap pemberian ASI

Pengetahuan mengenai farmakokinetik obat anti HT dalam ASI sangat


minimal.

Pemberian Thiazide diuretic harus dihindarkan oleh karena dapat


menyebabkan penurunan produksi ASI.
Methyldopa diperkirakan aman bagi ibu menyusui.

Kecuali propanolol, jenis beta blocker lain terdapat dalam ASI dengan
kadar tinggi.

Kadar Clonidine dan Captopril dalam ASI sangat minimal.


c. Penatalaksanaan Obstetrik Umum
Pada kunjungan pertama tanyakan :
Lama hipertensi dan jenis obat yang digunakan
Riwayat penyakit ginjal dan atau jantung
Outcome persalinan yang lalu
Pemeriksaan fisik :

Pemeriksaan fundus occuli

Auskultasi arteri renalis

Pemeriksaan denyut arteri dorsalis pedis ( coarctatio aorta )

Pemeriksaan TD dalam posisi duduk


Pemeriksaan laboratorium pada kunjungan antenatal pertama :

Pemeriksaan urine dan darah lengkap

Faal ginjal

Faal hepar

Serum elektrolit

EKG

Pemeriksaan urine 24 jam untuk melihat clearance creatinine

X-ray thorax

Pemeriksaan ultrasonografi : menentukan usia kehamilan


Advis diet : Makanan biasa tanpa retriksi garam
Frekuensi pemeriksaan antenatal lebih sering dibandingkan perawatan antenatal

PROGNOSA
Pada penderita HT ringan atau sedang, outcome kehamilan baik dengan perinatal
survival sekitar 95 97%.
Komplikasi utama :

Superimposed PE,

Solusio plasenta ,

Prematuritas dan

PJT.
Prognosa buruk bila :

HT berat terjadi pada trimester I.

Onset superimposed PE pada kehamilan < 28 minggu.

Insufisiensi ginjal sebelum kehamilan.

Penyakit kardiovaskular hipertensif.

Kardiomiopathia kongestif.

PLASENTA PRAEVIA

Kuliah mengenai PLASENTA PRAEVIA memiliki tujuan:


Tujuan Instruksional Umum :
Setelah mengikuti kuliah maka mahasiswa dapat memahami cara menegakkan
diagnosis dan prinsip penatalaksanaan PLASENTA PRAEVIA
Tujuan Instruksional Khusus :
Setelah mengikuti kuliah maka mahasiswa mampu untuk :
1.
Menyebutkan batasan HAP-Haemoragia Antepartum
2.
Menyebutkan penyebab HAP
3.
Menjelaskan batasan Plasenta Praevia
4.
Menyebutkan jenis Plasenta Praevia
5.
Menjelaskan gejala dan tanda Plasenta Praevia
6.
Menjelaskan cara penegakan diagnosis Plasenta Praevia
7.
Menjelaskan cara penatalaksanaan Plasenta Praevia

PLASENTA PREVIA
Plasenta previa adalah plasenta yang ber implantasi pada SBR - segmen bawah rahim
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
Terdapat 4 jenis plasenta previa
1.
Plasenta previa totalis : ostium uteri internum tertutup oleh plasenta
2.
Plasenta previa partialis : sebagian ostium uteri internum tertutup oleh plasenta
3.
Plasenta previa marginalis : tepi plasenta berada ditepi ostium uteri internum
4.
Plasenta letak rendah : implantasi plasenta pada SBR sehingga tepi plasenta
sebenarnya tidak mencapai ostium uteri interum

A. Implantasi plasenta normal. B. Plasenta letak rendah C. Plasenta previa


partialis D.Plasenta Previa totalis
Derajat plasenta previa tergantung pada dilatasi servik saat pemeriksaan. Plasenta letak
rendah pada pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta previa partialis pada dilatasi 8
cm.
Sebaliknya plasenta previa yang terlihat menutupi seluruh ostium uteri internum
sebelum terdapat dilatasi servik, pada pembukaan 4 cm ternyata adalah plasenta previa
partialis.
Vaginal toucher untuk menegakkan diagnosa dan menentukan jenis plasenta previa
harus dlakukan di kamar operasi yang sudah siap untuk melakukan tindakan SC
( Double Setup).

ETIOLOGI
Angka kejadian PP meningkat dengan semakin bertambahnya usia pasien, multiparitas
dan riwayat seksio sesar sebelumnya ; sehingga etiologi plasenta previa diperkirakan
adalah :
1.
Vaskularisasi daerah endometrium yang buruk atau adanya jaringan parut.
2.
Ukuran plasenta besar
3.
Plasentasi abnormal (lobus succenteriata atau plasenta difusa)
4.
Jaringan parut
Faktor Resiko
Riwayat plasenta previa (4-8%)

Kehamilan pertama setelah sectio caesar

Multiparitas ( 5% kejadian pada grandemultipara)

Usia ibu tua

Kehamilan kembar

Riwayat kuretase abortus

Merokok
Perdarahan pada plasenta previa terjadi oleh karena :
1.
Separasi mekanis plasenta dari tempat implantasinya saat pembentukan SBR
atau saat terjadi dilatasi dan pendataran servik
2.
Plasentitis

3.

Robekan kantung darah dalam desidua basalis

DIAGNOSIS
Semua kasus yang diduga plasenta previa harus dirawat di rumah sakit rujukan.
Hindarkan pemeriksaan vaginal atau rektal untuk menghindari perdarahan masif lebih
lanjut
A. Gejala dan Tanda
1.
Gejala utama plasenta previa adalah perdarahan tanpa rasa nyeri.
2.
Episode perdarahan pertama terjadi pada sekitar minggu 28 30 dan ditandai
dengan:
1.
Perdarahan mendadak saat istirahat
2.
Perdarahan dengan warna merah segar
3.
Perdarahan tidak terlalu banyak dan jarang bersifat fatal
4.
Perdarahan berhenti sendiri
3.
Perdarahan berikutnya sering terjadi dengan jumlah semakin banyak.
4.
Bagian terendah janin masih tinggi dan sering disertai dengan kelainan letak
(oblique atau lintang).
B. Pemeriksaan Ultrasonografi
Pada pertengahan trimester II, plasenta menutup ostium internum pada 30% kasus.
Dengan perkembangan segmen bawah rahim, sebagian besar implantasi yang rendah
tersebut terbawa ke lokasi yang lebih atas.
Penggunaan color Doppler dapat menyingkirkan kesalahan pemeriksaan.
USG transvaginal secara akurat dapat menentukan adanya plasenta letak rendah pada
segmen bawah uterus.

P = Plasenta ; F : Fetus

USG yang menunjukkan adanya plasenta previa totalis


P = plasenta ; F = janin ; AF = cairan amnion ; B = Kandung kemih ;Cx = Cervix
DIAGNOSA BANDING
1.
Solusio plasenta
2.
Plasenta sircumvalata
TERAPI
A. Terapi Ekspektatif [mempertahankan kehamilan]
Sedapat mungkin kehamilan dipertahankan sampai kehamilan 36 minggu.
Pada kehamilan 24 34 minggu, bila perdarahan tidak terlampau banyak dan keadaan
ibu dan anak baik maka kehamilan sedapat mungkin dipertahankan dengan pemberian :
1.
Betamethasone 2 x 12 mg i.m selang 24 jam
2.
Tokolitik untuk mencegah adanya kontraksi uterus
3.
Antibiotika
B. Terapi Aktif [mengakhiri kehamilan]

Langsung melakukan tindakan Sectio Caesar


Dilakukan pada kasus :

Perdarahan banyak dan atau

Keadaan umum ibu dan atau anak buruk

Pemeriksaan Double Setup [pemeriksaan vaginal toucher di kamar


operasi yang sudah dipersiapkan untuk melakukan tindakan seksio sesar dan
penanganan masalah perinatal]
Dilakukan pada kasus :

Kehamilan > 36 minggu dan

Perdarahan minimal atau cenderung berhenti dan

Keadaan umum ibu dan anak baik


Pemeriksaan diawali dengan pemeriksaan inspekulo.
Pemeriksaan vaginal toucher selanjutnya dilakukan dengan cara seperti biasa.

Bila hasil vaginal toucher teraba adanya plasenta : maka diputuskan untuk melakukan
seksio sesar.
Bila hasil pemeriksaan tidak menunjukkan adanya plasenta pada ostium uteri : lakukan
amniotomi dan observasi kemajuan persalinan selanjutnya.
Oksitosin drip pada kasus implantasi plasenta di segmen bawah rahim adalah tindakan
berbahaya oleh karena bagian tersebut merupakan bagian dengan jumlah miometrium
minimal dan pada plasenta previa sangat rapuh sehingga mudah berdarah.
Pemilihan tehnik operasi pada seksio sesar sangat penting.
Seksio sesar dengan menembus plasenta pada SBR depan akan menyebabkan janin
banyak kehilangan darah.
Bila plasenta berada SBR belakang, SC jenis transperitoneal profunda dapat dilakukan
dengan tanpa kesulitan.
Bila perlu dapat dilakukan insisi uterus secara vertikal [seksio sesar klasik].
Tempat implantasi plasenta kadang perlu dijahit untuk menghentikan perdarahan.
Histerektomi perlu dilakukan bila terdapat plasenta inkreta
Infeksi nifas dan anemia sering merupakan komplikasi obstetri

KOMPLIKASI
A. MATERNAL

Perdarahan

Syok

Kematian
B. FETAL.
Prematuritas akibat plasenta previa adalah penyebab dari 60% kematian pada masa
perinatal
Kematian terjadi akibat:

Asfiksia intrauterin

Perdarahan janin akibat manipulasi obstetrik

Jumlah darah berhubungan langsung antara rentang waktu antara kerusakan


kotiledon dan penjepitan takipusat
PROGNOSIS
A. MATERNAL
Tanpa melakukan tindakan Double setup, langsung melakukan tindakan seksio sesar
dan pemberian anaestesi oleh tenaga kompeten, maka angka kematian dapat
diturunkan sampai < 1%
B. FETAL
Mortalitas perinatal yang berhubungan dengan plasenta previa kira-kira 10%
Meskipun persalinan prematur, solusio plasenta, cedera talipusat serta perdarahan yang
tak terkendali tak dapat dihindari, angka mortalitas dapat sangat diturunkan melalui
perawatan obstetrik dan neonatus yang ideal.

PERTOLONGAN PERSALINAN KALA II


Pada awal kala II (dilatasi servik lengkap), terdapat reflek meneran dari ibu pada tiap
kontraksi uterus.
Tekanan abdomen disertai dengan kontraksi uterus akan mendorong janin keluar dari
jalan lahir.
Pada kala II, kemajuan persalinan ditentukan berdasarkan derajat desensus .
Pada saat bagian terendah janin berada setinggi spina ischiadica maka dikatakan
penurunan pada stasion 0.
Pada primigravida, umumnya kala II berlangsung selama 50 menitdan pada
multigravida 20 menit.
Pimpinan kala II dimulai saat terjadi "crowning" ; kulit kepala janin sudah meregang
perineum dengan diameter sekitar 5 cm.

MEKANISME PERSALINAN NORMAL


Selama proses persalinan, janin melakukan serangkaian gerakan untuk melewati
panggul [seven cardinal movements of labor] yang terdiri dari :
1.
Engagemen
2.
Fleksi
3.
Desensus
4.
Putar paksi dalam
5.
Ekstensi
6.
Putar paksi luar

7.

Ekspulsi

Bahu dicekap dan tubuh dilahirkan kearah os pubis.


Tindakan ini kadang dapat dibantu dengan membawa bahu
kearah belakang terlebih dahulu baru kemudian kearah atas.
Tubuh dan tungkai dilahirkan dengan mudah.
Mulut dan hidung dibersihkan. Umumnya anak akan segera
menangis dan diletakkan diantara tungkai ibu dan kemudian
dilakukan pemotongan talipusat.
Setelah bahu depan lahir, dilakukan traksi curam atas kepala
kearah simfisis pubis. Tindakan ini memungkinkan bahu
depan bebas dari perineum dan dapat dilahirkan
Perineum sering mengalami cedera akibat persalinan bahu
dan khususnya bila persalinan dikerjakan secara terburu
buru dan tidak memperhatikan adanya kontraksi uterus.
RESTITUSI sekarang terjadi dan kemudian terjadi Putar
Paksi Luar akibat bahu yang sedang memasuki panggul.
Kepala dicekap, jari-jari tangan kiri didekat dagu dan rahang
dan jaring tangan kanan dibawah oksiput.
Dilakukan traksi kepala kearah anus untuk membebaskan
bahu depan dari tepi bawah simfisis

PENATALAKSANAAN KALA III

Persalinan kala I dan II beakhir , maka KALA III akan mulai terjadi.
Pada kasus yang sudah diyakini bahwa ini merupakan persalinan pada kehamilan
tunggal, maka antisipasi terhadap jalannya persalinan kala III sudah dipersiapkan
menjelang akhir kala II.
Dalam keadaan normal , pada saat crowning atau setelah bahu depan lahir,
disuntikkan oksitosin intramuskular sebanyak 5 unit. Oksitosin bekerja dalam waktu 2
3 menit sehingga penyuntikan ini dapat menurunkan rsiko terjadinya perdarahan
pasca persalinan.
Bila injeksi dilakukan saat crowning maka sisa proses persalinan selanjutnya akan
berlangsung tidak secara tergesa-gesa, oksitosin akan menunjuuakn efeknya saat
persalinan kala II berakhir sempurna.

Plasenta selanjutnya akan turun dari segmen bawah uterus seperti bentuknya. Tinggi
fundus uteri naik diatas pusat, mengeras .
Setelah plasenta lahir segmen bawah uterus kembali kosong, fundus uteri turun dan
mengeras oleh karena mengalami kontraksi.
Melahirkan plasenta dilakukan pada posisi dorsal.

1.

Tinggi dan konsistensi fundus ditentukan secara baik. Tindakan melakukan

masase fundus ut
eri hanya akan menyebabkan kontraksi uterus
yang iregular sehinga plasenta hanya terlepas sebagian dan menyebabkan perdarahan.
2.
Pindahkan klem talipusat mendekati vulva
3.
Persiapkan wadah plasenta
4.
Tanda lepasnya plasenta :

Fundus uteri membulat dan naik

3
4
5

Perdarahan per vaginam secara tiba-tiba


Talipusat didepan memanjang
Plasenta yang sudah terlepas dikeluarkan dengan menarik talipusat secara
terkendali saat ada kontraksi uterus dan menahan bagian bawah uterus ke arah
kepala pasien (maneuver Brandt Andrew)
Saat plasenta terlihat didepan vulva, dengan kedua telapak tangan lahirkan
plasenta dengan gerakan memuntir agar selaput amnion dapat lahir seluruhnya
dan tidak ada yang tertinggal
Lakukan masase uterus fundus utnuk menimbulkan kontraksi uterus
Inspeksi vulva dan jalan lahir untuk melihat kemungkinan adanya robekan jalan
lahir
Periksa plasenta

Hiperemesis gravidarum merupakan kejadian mual danmuntah yang berlebihan sehingga


mengganggu aktivitas ibu hamil. Hiperemesis gravidarum sering terjadi pada awalkehamilan antara
umur kehamilan 8-12 minggu. Hiperemesis gravidarum apabila tidak tertangani dengan baik akan
menyebabkan komplikasi bahkan kematian ibu dan janin. Prevalensi hiperemesis gravidarum antara
1-3 % atau 5-20 kasus per 1000 kehamilan (Simpson et.al, 2001).

Pengertian Hiperemesis Gravidarum


Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah berlebihan selama masa hamil karena intensitasnya
melebihi muntah normal dan berlangsung selama kehamilan trimester pertama (Varney,2006).
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita hamil hingga
mengganggu aktivitas. Batasan mual dikatakan lebih dari 10 kali muntah dengan penurunan
keadaan umum ibu.
Hiperemesis gravidarum adalah gejala mual muntah pada ibu hamil trimester pertama yang terjadi
setiap saat (Wiknjosastro,2007).

Penyebab Hiperemesis Gravidarum


Penyebab hiperemesis gravidarum belum pasti, diduga karena faktor hormonal, neurologis,
metabolik, psikologis, keracunan, faktor endokrin, paritas, riwayat kehamilan mola dan kembar.

Patofisiologi Hiperemesis Gravidarum


Peningkatan kadar esterogen dapat menyebabkan mual pada trimester pertama.
Apabila mualmuntah terjadi terus menerus dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat,
dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Sehingga oksidasi lemak tidak sempurna, dan
terjadi ketosis dengan tertimbunnya asam aseto-asetik, asam hidroksida dan aseton darah.
Mual dapat menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler
dan plasma berkurang. Natriumdan klorida darah turun. Dehidrasi juga
menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan

jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang.


Selain terjadi dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit, terjadi pula robekan pada selaput
lendir esofagus dan lambung (sindroma molarry-weiss) yang
berakibat perdarahan gastrointestinal(Mansjoer,2000).

Tingkatan dan Gejala Hiperemesis Gravidarum


Hiperemesis gravidarum terbagi menjadi tiga (3) tingkatan, yaitu
1.

Hiperemesis gravidarum tingkat I

2.

Hiperemesis gravidarum tingkat II

3.

Hiperemesis gravidarum tingkat III

Hiperemesis gravidarum tingkat I


Hiperemesis gravidarum tingkat I mempunyai gejala seperti: lemah, nafsu makan menurun; berat
badan menurun; nyeri epigastrium; penurunan tekanan darah sistolik; lidah kering; turgor kulit
kurang; dan mata cekung.

Hiperemesis gravidarum tingkat II


Hiperemesis gravidarum tingkat II mempunyai gejala seperti: mual muntah hebat; keadaan umum
lemah; apatis; nadi cepat dan kecil; lidah kering dan kotor; suhu badan meningkat (dehidrasi);
mata cekung dan ikterik ringan; oliguria dan konstipasi; nafas bau aseton dan aseton dalam urin.

Hiperemesis gravidarum tingkat III


Hiperemesis gravidarum tingkat III mempunyai gejala seperti: keadaan umum
jelek; mual muntahberhenti; kesadaran menurun (somnolen hingga koma); nadi kecil, cepat dan
halus; suhu badanmeningkat; dehidrasi hebat; tekanan darah turun sekali; ikterus dan
terjadi komplikasi fatal ensefalopati Wernicke (nistagmus, diplopia, perubahan mental).

Komplikasi Hiperemesis Gravidarum


Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan komplikasi selama kehamilan pada organ tubuh,
diantaranya kelainan organ hepar, jantung, otak dan ginjal. Adapun kelainan organ pada hepar
menyebabkan degenerasi lemak sentrilobuler tanpa nekrosis;
pada jantung menyebabkan jantungatrofi, kecil dan biasa;
pada otak menyebabkan perdarahan bercak dan pada ginjal menyebabkan pucat,
degenerasi lemak pada tubuli kontroli.

Penanganan Hiperemesis Gravidarum


1.

Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang kehamilan muda yang disertai dengan
emesis gravidarum;

2.

Anjurkan ibu hamil tidak segera bangun dari tempat tidur agar
terjadi adaptasi aliran darahmenuju susunan saraf pusat;

3.

Nasehatkan tentang diit ibu hamil: makan porsi sedikit tapi sering,
menghindari makananyang merangsang muntah;

4.

Pemberian obat-obatan ringan seperti: sedatif, vitamin, anti emetik, anti histamin;

5.

Dukungan psikologis berupa: menghilangkan rasa takut, mengurangi pekerjaan,


menghilangkan masalah dan konflik;

6.

Perawatan di rumah sakit meliputi: isolasi sampai mual muntah berkurang;


penambahancairan (glukosa 5% 2-3 liter dalam 24 jam, pemberian kalium dan vitamin apabila
diperlukan); terminasi kehamilan apabila kondisi memburuk.

7.

Pemeriksaan laboratorium berupa: analisis urun, kultur urin; darah rutin; fungsi hati (SGOT,
SGPT, alkaline fostase); pemeriksaan tiroid (tiroksin dan TSH); Na, Cl, K, glukosa, kreatinin, asam
urat; serta USG untuk menghindari kehamilan mola.

KONTRASEPSI HORMONAL PARENTERAL


INJEKSI PROGESTIN
Selama beberapa tahun ini, jenis yang sering digunakan adalah :
1.
Depo-Provera (depo MPA - medroxy progesterone acetate)
2.
Cyclofem (MPA-medroxy progesteron acetate 50 mg +estradiol cypionate 10
mg) )

DEPO PROVERA
Pemberian secara i.m dengan dosis 150 mg setiap 3 bulan

CYCLOFEM
Pemberian secara i.m setiap bulan

Mekanisme kerja :

Mencegah ovulasi dengan memblokade LH surge pertengahan siklus

Menekan proliferasi endometrium

Mengentalkan lendir servik


Keuntungan :

Efektivitas lebih baik dibandingkan dengan OC

Durasi kerja yang panjang

ACOG 2002 a : Gangguan laktasi minimal

Anemia defisiensi besi jarang terjadi pada penggunaan yang lama

Menurunkan kejadian dismenorea dan mittelschrmez

Resiko KE-kehamilan ektopik menurun

Penggunaan bersama dengan antibiotika aman


Kerugian :

Perdarahan uterus tak teratur

Anovulasi berkepanjangan

Kembalinya tingkat fertiltas yang lama pasca penghentian kontrasepsi

Diperkirakan akan menambah berat badan ?

Penggunaan jangka panjang akan menurunkan densitas kalsium tulang

Kenaikan berat badan

Tegang pada payudara

Alopesia

Penurunan LIBIDO

Depresi

KONTRASEPSI ORAL
KONTRASEPSI HORMONAL
Jenis kontrasepsi ini sangat banyak, terdapat dalam berbagai bentuk antara lain tablet,
obat suntik, sediaan transdermal (patch) dan sediaan transvaginal (cincin).
Kontrasepsi oral (OC) : kombinasi estrogen sintetik (ethynil estradiol) dan progestin
(pill) atau yang hanya mengandung progestin saja (mini-pill)

KONTRASEPSI KOMBINASI ESTROGEN + PROGESTIN

Kontrasepsi oral [ OC-oral contraceptive ] adalah metode kontrasepsi hormonal yang


paling sering digunakan.
1.
Jenis Kontrasepsi Oral :
Monofasik : berisi estrogen dan progesteron dalam dosis yang sama
didalam 21 buah pil yang aktif.
Trifasik : mengandung berbagai dosis progestin. Pada sejumlah jenis
obat tertentu, dosis estrogen didalam ke 21 pil aktif bervariasi.
Maksud dari variasi ini adalah mempertahankan besarnya dosis pada
pasien serendah mungkin selama siklus dengan tingkat kemampuan dalam pencegahan
kehamilan yang setara.

Progestin-only pill : Berisi progestin dosis rendah pada ke 28 pil yang


aktif.
2.
Estrogen yang sering digunakan adalah ethinyl estradioldengan dosis kurang
dari 35 g estrogen.
3.
MESTRANOL adalah estrogen yang digunakan pada pill dosis tinggi ( > 50 g)
dan sekarang sulit didapat di pasaran.
4.
Jenis progestin yang sering digunakan adalah NORETHINDRONE
LEVONORGESTREL NORGESTREL NORETHINDRONE ACETAT atau
ETHYNODIOL DIACETAT.
5.
Jenis progestin yang memiliki sifat androgenik yang sedikit adalah
NORGESTIMATE dan DESTOGESTREL. Jenis progestin terbaru adalah GESTODENE.
6.
Mekanisme kerja utama : Efek kontrasepsi dari OC kombinasi bermacammacam. Efek terpenting adalah menekanhypothalamic gonadotropin releasing
factor dengan akibat terjadi inhibisi terhadap sekresi FSH dan LH sehingga ovulasi
tidak terjadi.
Peranan progestin :

Mencegah ovulasi dengan menekan LH

Mengentalkan lendir servik untuk mencegah masuknya sperma

Membuat endometrium tidak menguntungkan untuk terjadinya implantasi


Peranan estrogen :

Menekan pelepasan FSH

Stabilisasi endometrium yang mencegah terjadinya breakthrough bleeding


Advis penggunaan kontrasepsi oral :
Diminum pada hari pertama haid

7.

Diminum tiap hari , pada waktu yang kurang lebih sama, sebaiknya malam
hari untuk mengatasi efek mual.
Bila terlewatkan 1 pil, keesokan hari diminum 2 pil sekaligus.
Bila terlewatkan 2 pil maka gunakan pencegahan cara lain (kondom).
Letakkan kemasan OC ditempat yang selalu terlihat (digantungkan di
samping cermin pada meja hias).
8.
Rifampicin satu-satunya jenis obat antibiotika yang dapat menurunkan efektivitas
pil OC
9.
Obat lain yang diperkirakan dapat menurunkan efektivitas OC:
Grisseofulvin
Antikonvulsan dan sedatif : Phenytoin, Mephenytoin, Phenobarbital,
Primidone, carbamazepine, ethosoxumide
10.
Keuntungan OC :
Haid menjadi teratur dengan penurunan angka kejadian dismenorea

Penurunan jumlah dan durasi perdarahan

OC dapat memperbaiki kondisi anemia defisiensi zat besi

Meningkatkan bone density

Menurunkan resiko karsinoma ovarium dan carcinoma endometrium

Mencegah proses hirsutisme

Mengatasi acne

Mencegah artehrogenesis

11.

Memperbaiki gejala rheumatoid arthritis


Kemungkinan reaksi samping:
Lipoprotein dan Lipid :

Pada umumnya OC kombinasi meningkatkan triglycerida dan total


cholesterol

Menurunkan kadar LDL meningkatkan HDL

Progestin menyebabkan hal yang sebaliknya

Metabolisme karbohidrat:
Pada usia tua, OC menyebabkan gangguan toleransi glukosa
terutama akibat komponen progestin
Speroff dan Darney 2001 : pada fomulasi OC jenis baru, tidak
terdapat gangguan toleransi glukosa.
OC tidak meningkatkan resiko DM
Metabolisme protein
Estrogen:

Meningkatkan berbagai jenis globulin produksi hepatik

Meningkatkan angiostensinogen

Menyebabkan konversi renin angiostensin I

pill induced hypertension ?


Sesuai dengan dosis estrogen yang digunakan maka, estrogen
dapat meningkatkan fibrinogen dan faktor faktor pembekuan II,VII, IX, X, XII dan XIII
serta resiko trombosis.
Penyakit hepar: kemungkinan kecil dapat terjadi

Cholestasis

Cholestatic jaundice

Neoplasma : stimulatory effect on some cancer is always a concern


with female sex steroid
Sudah dinyatakan adanya efek perlindungan terhadap kejadian
karsinoma ovarium dan endometrium bagi pengguna OC.
Terdapat pertentangan dari berbagai hasl laporan mengenai efek
terhadap kejadian karsinoma hepar servik dan payudara.
Terdapat hubungan antara resiko kejadian displasia servik dengan
penggunaan OC dan resiko kanker invasif pada penggunaan lebih dari 5 tahun.
Efek nutrisi : penyimpangan beberapa nutrien sama dengan yang terjadi
pada saat kehamilan
Efek kardiovaskular :
DVT - deep vein thromobosis dan emboli paru serta stroke dan hal ini
terutama terjadi pada :

Perokok

Obesitas

Usia > 50 tahun

Rasio cholesterol LDL dan HDL yang meningkat

Riwayat HT, DM, riwayat keluarga dengan penyakit jantung

Kandungan estrogen dan progesteron dalam formula OC baru


sudah menurun 4 sampai 10 kali lipat formula OC tahun 60 70 an sehingga
memperkecil kemungkinan kejadian efek samping kardiovaskular.
12.
Efek pada SISTEM REPRODUKSI
WaIlach dan Grimes 2000 : amenorea pasca penghentian pil adalah refleksi dari
masalah sebelumnya. 90% pasien dengan ovulasi regular akan mengalami ovulasi
dalam waktu 3 bulan pasca penghentian pil.
Tak ada hubungan antara OC dengan efek teratogenik.
Truit dkk 2003 : hubungan antara penurunan jumlah ASI dengan OC?
OC - yang mengandung Progestin saja memiliki efek kontrasepsi yang baik dan tidak
mempengaruhi efek laktasi sehingga ini adalah jenis pilihan terbaik bagi ibu laktasi
selama 6 bulan
Efek lain-lain:

Cervical mucorrhoea

Vaginitis atau vulvovaginitis akibat candida

Chloasma ( jarang terjadi pada formula OC terbaru)

Wise dkk 2004 : Mioma uteri tidak bertambah besar

Galo dkk ( 2004) : OC dosis rendah tidak menambah berat badan

KONTRASEPSI PROGESTIN
PROGESTIN ORAL
Disebut juga sebagai mini-pills
Tidak bersifat menghambat ovulasi ; hanya merubah lendir servik dan kondisi
endometrium.
Harus diminum setiap hari.
Tidak begitu disukai oleh karena menyebabkan perdarahan iregular dan angka
kehamilan yang tinggi dibandingkan jenis OC lain.
KEUNTUNGAN

Efek minimal terhadap metabolisme karbohidrat atau pembekuan.

Tidak menyebabkan Hipertensi

Ideal bagi penderita resiko tinggi penyakit jantung

Pilihan utama bagi pasien laktasi


KERUGIAN

Efek kontrasepsi tidak terlalu efektif

Perdarahan uterus iregular : amenorea bercak perdarahan lucut

Kadang menyebabkan kista ovarium fungsional


if a progestin only pill is taken even 4 hours late, a back-up form contraception
must be used for the next 48 hours
Terlihat pada tabel dibawah, jenis obat yang dapat MENURUNKAN EFEKTIVITAS
progestin only pills

LAKTASI
Selama kehamilan terjadi perkembangan pada payudara. Estrogen menyebabkan
bertambahnya ukuran dan jumlah duktus. Progesteron menyebabkan peningkatan
jumlah alveolus.
hPL merangsang perkembangan alveolar dan diperkirakan terlibat dalam sintesa
casein, lactalbumin dan lactoglobulin dalam sel alveolus.
Meskipun hPr selama kehamilan meningkat tapi tidak terjadi laktasi oleh karena kadar
estrogen yang tinggi menyebabkan adanya penguasaan terhadap binding site pada
alveolus sehingga aktivitas laktogenik dari hPr terhalang.
Pada akhir kehamilan, terjadi sekresi cairan jernih kekuningan yang disebut kolustrum
yang mengandung imunoglobulin, produksi kolustrum terus meningkat pasca persalinan
dan digantikan dengan produksi ASI.

Kadar estrogen menurun dengan cepat 48 jam pasca persalinan sehingga


memungkinkan berlangsungnya aktivitas hPr terhadap sel alveolus untuk inisiasi dan
mempertahankan proses laktasi.
Proses laktasi semakin meningkat dengan isapan pada payudara secara dini dan sering
oleh karena secara reflektoar, isapan tersebut akan semakin meningkatkan kadar hPr
Emosi negatif [kecemasan ibu bila ASI tak dapat keluar] menyebabkan penurunan
sekresi prolaktin melalui proses pelepasan prolactine-inhibiting factor (dopamin) dari
hipotalamus.
Pada hari ke 2 dan ke 3 pasca persalinan, hPr merangsang alveolus untuk
menghasilkan ASI. Pada awalnya, ASI menyebabkan distensi alveolus dan ductus kecil
sehingga payudara menjadi tegang.

Reflek Prolaktin
REFLEK EJEKSI ASI

Sel mioepitelial sekitar villi yang sebagian berisi ASI


Keluarnya ASI terjadi akibat kontraksi sel mioepitelial dari alveolus dan ductuli (gambar
atas) yang berlangsung akibat adanya reflek ejeksi ASI ( let-down reflex ).

Reflek ejeksi ASI


Reflek ejeksi ASI diawali hisapan oleh bayi hipotalamus hipofisis mengeluarkan
oksitosin kedalam sirkulasi darah ibu ( gambar atas)
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi sel mioepitelial dan ASI disalurkan kedalam
alveoli dan ductuli ductus yang lebih besar penampungan subareolar.
Oksitosin mencegah keluarnya dopamin dari hipotalamus sehingga produksi ASI dapat
berlanjut.
Emosi negatif dan faktor fisik dapat mengurangi reflek ejeksi ASI, tugas perawatan
pasca persalinan antara lain meliputi usaha untuk meningkatkan keyakinan seorang ibu
bahwa dia mampu untuk memberikan ASI kepada bayinya.
Pernyataan bersama antara WHO dan UNICEF yang dipublikaskan tahun 1989 dibawah
memperlihatkan dukungan apa yang diperlukan bagi keberhasilan laktasi.
TEN STEPS TO SUCCESFUL BREASTFEEDING

KEBUTUHAN NUTRISI SELAMA LAKTASI


Energi laktasi perhari 2095 kJ, kebutuhan energi umumnya dapat terpenuhi dari
cadangan lemak ibu.
Bila terdapat kcemasan pada ibu mengenai hal tersebut, dapat disarankan baginya
untuk menambahkan asupan nutrisi secukupnya.
MEMPERTAHANKAN PROSES LAKTASI
Cara paling efektif dalam mempertahankan proses laktasi adalah isapan bayi yang
reguler sehingga reflek prolaktin dan reflek ejeksi ASI dapat terus terjadi dan distensi
alveolus dapat dicegah.
Distensi alveolus menyebabkan sekresi ASI alveolus menjadi tidak efisien dan rasa sakit
pada payudara menyebabkan ibu enggan untuk menyusui bayinya.
Dengan demikian pencegahan reflek yang menghambat pengeluaran dopamin dari
hipotalamus menghilang dan aktivitas alveolar menjadi berkurang pula.
KEBERHASILAN PEMBERIAN ASI
Keberhasilan proses laktasi memerlukan beberapa hal :
1.
2.
3.

Terjadi sekresi ASI dalam alveolus.


Reflek ejesi ASI efisien.
Ibu memiliki motivasi untuk memberikan ASI.

Seperti terlihat dalam Ten Steps to Succesful Breastfeeding maka keberhasilan


laktasi akan terjadi bila :
1.
Bayi diberikan pada ibu untuk menyusui sedini mungkin dan Rooming-in.
2.
Bayi diperkenankan untuk menyusui sesering mungkin.
3.
Setelah ASI keluar, bayi mengisap ASI dengan frekuensi sesuai kebutuhannya
termasuk di malam hari sekalipun.
4.
Bayi tidak diberi air atau glukosa tanpa persetujuan dokter atau orang tuanya

5.
Staf perawatan wajib membantu ibu untuk mendapatkan keberhasilan dalam
proses laktasi.
TEHNIK MENYUSUI
Ibu perlu memperoleh petunjuk bagaimana mempertemukan mulut bayi dengan puting
susu agar bayi membuka mulut dan mencari lokasi puting susu.

Posisi ideal puting susu dalam mulut bayi


(a) dan (b) puting susu dikulum bayi dan
(c) puting berada tempat yang benar dalam mulut bayi
Ibu kemudian menahan payudara dengan puting susu diantara jari telunjuk dan jari
tengahnya sehingga puting menonjol dan bayi dapat menempatkan gusinya pada areola
mammae dan bukan pada puting susu (gambar atas) . Cara ini memungkinkan bayi
bernafas saat menyusu. (2 buah gambar di bawah)

Tehnik memberikan ASi

Melepaskan puting dari hisapan bayi


Pada gambar diatas terlihat bagaimana cara ibu melepaskan puting dari mulut bayi
tanpa menimbulkan rasa sakit. Cara melepaskan dari isapan tersebut adalah dengan
meletakkan jari kelingking kesudut mulut bayi untuk menghentikan isapan sebelum
melepaskan mulut bayi dari puting susu.
Sebagian kecil bayi membutuhkan tambahan cairan selain ASI pada 4 hari pertama, bila
bayi terlihat mengalami dehidrasi, dapat diberikan air dengan sendok setelah pemberian
ASI. Pemberian dengan botol susu harus dihindarkan karena proses pembelajaran bayi
untuk menyusu akan terhenti.
OBAT YANG TIDAK BOLEH DIBERIKAN PADA IBU LAKTASI
Tabel 1 Obat yang menimbulkan efek bermakna pada masa laktasi

Jenis Obat

Efek samping

Acebutolol

Hipotensi, bradikardia, takipnea

5-Amonosalicylic acid Diarrhoea


Aspirin (salicylate)

Acidosis Metabolic

Atenolol

Sianosis, bradikardia

Bromocripitine

Supresi laktasi.

Clemastine

Drowsiness, iritabel, menolak pemberian ASI ,menjerit, kaku


kuduk

Ergotamine

Muntah, diarrhoea, kejang

Lithium

A third to half therapeutic blood concentration in infatnts

Phenindione

Anticoagulant-increased prothromnine and partial


thromboplastine time in one infant not used in United States

Phenobarbital

Sedation: infantile spasmes after ewaning from milk


containing phenobarbital; methemoglobinemia (one case)

Primidone

Sedasi, masalah nutrisi

Sulfasalazine

Diarea berdarah

Dari : American Academy of Pediatrics and The American College of Obstetrics and
Gynecologists, 2002
MENCEGAH dan MENEKAN LAKTASI
Cara sederhana untuk menghentikan laktasi adalah dengan menghentikan laktasi dan
menghindari rangsangan pada puting susu.
Meskipun terasa sakit, penumpukan air susu dalam sistem saluran akan dapat menekan
produksi ASI dan terjadi reabsorbsi pada ASI.
Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan analgesik.
Penekanan produksi ASI secara medis dengan estrogen atau bromokriptin tidak
dianjurkan.

KEHAMILAN EKTOPIK
KEHAMILAN EKTOPIK
Kehamilan ektopik adalah peristiwa dimana implantasi blastosis terjadi diluar
endometrium cavum uteri dan umumnya terjadi di tuba falopii.
Implantasi juga dapat terjadi di ovarium atau cavum abdomen.
Peristiwa ini merupakan keadaan kegawat daruratan medik.
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
1.
Gangguan transportasi dalam tuba falopii:
1.
Infeksi klamidia dan gonorrhoea.
2.
Riwayat kehamilan ektopik.
3.
Riwayat pembedahan tuba.
4.
Riwayat laparotomi (adhesi ).
5.
Abnormalitas kongenital (sering akibat pemberian DES
diethylstilbesterol ).
6.
Kehamilan dengan AKDR.
2.
Tehnik Reproduksi Berbantu
Obat pemicu ovulasi: clomiphen citrate.
Fertilisasi In Vitro.

FREKUENSI KEJADIAN MENURUT LOKASI

1.
2.
3.
4.
5.

Pars ampularis 78%


Pars isthmica 12%
Ovarium 4%
Cornual (pars interstitsialis ) 2%
Servical 1%

GAMBARAN KLINIK
1.
Hematosalping
2.
Hematokel
3.
Hemoperitoneum
TRIAS KEHAMILAN EKTOPIK :
1.
Amenorea
2.
Perdarahan pervaginam
3.
Nyeri abdomen
~ KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU.

DIAGNOSIS
HEMATOSALPING

Akumulasi darah dalam tuba falopii.

Amenorea perdarahan per vaginaM tidak teratur nyeri panggul .

Vaginal Toucher : nyeri parametrium nyeri goyang servik - uterus sedikit


membesar.
Diagnosa Banding :
1.
Salpingitis.
2.
Torsi kista ovarium.
3.
Abortus insipien.

HEMATOKEL

Hematoma dalam CD-Cavum Douglassi akibat abortus tuba atau ruptura tuba
dan darah terkumpul dalam CD.
Amenorea perdarahan pervaginam nyeri panggul gangguan miksi (sering
buang air kecil dan disuria ) , takipneu dan demam.
Vaginal Toucher : masa panggul dengan batas jelas dalam CD.

Kuldosintesis : cairan darah kehitaman yang tidak membeku.


HEMOPERITONEUM

Darah berada dalam cavum peritoneum akibat kehamilan tuba yang ruptur.

Gambaran klinik yang paling sering terlihat

Amenorea atau perdarahan per vaginam yang tidak teratur.

Renjatan : pucat , hipotensi , nadi cepat dan lemah.

Distensi abdomen disertai dengan tanda cairan bebas ~ defance


muscular dan shifting dullness
VT : nyeri goyang servik dan nyeri parametrium.

Ultrasonografi : tanda cairan bebas , uterus kosong.

Kuldosintesis : cairan dalam cavum douglas.

PENATALAKSANAAN
Terdapat 2 pilihan terapi:
1.
Operatif:

Laparotomi

Laparoskopi (hanya pada keadaan umum pasien yang stabil)

2.

Untuk melakukan salpingostomi atau reseksi segmental (pada kasus


dengan kebutuhan mempertahankan tuba falopii) atau salfingektomi(pada
kasus tanpa kebutuhan mempertahankan tuba falopii).
Medikamentosa
Hanya untuk ukuran kantung gestasi yang kecil .

Methrotexate i.m.

Monitoring pasien rawat jalan.

Keberhasilan : 60 100%.

KEHAMILAN KEMBAR
PENDAHULUAN
Kehamilan kembar terjadi bila 2 atau lebih ovum mengalami pembuahan
(dizygotic)atau bila satu ovum yang sudah dibuahi mengalami pembelahan terlalu dini
sehingga membentuk 2 embrio yang identik (monozygotic).
Kembar monozygotikterjadi pada 2.3 4 per 1000 kehamilan pada semua jenis suku
bangsa, 30% dari semua jenis kehamilan kembar.
Kembar dizygotic (fraternal) adalah dua buah ovum yang mengalami pembuahan
secara terpisah, 70% dari semua jenis kehamilan kembar.
15 tahun terakhir ini angka kejadian kehamilan kembar meningkat oleh karena :

Pemakaian luas dari obat induksi ovulasi


Penerapan ART (assisted reproductive technology)
Morbiditas dan mortalitas maternal lebih tinggi pada kehamilan kembar dibanding
kehamilan tunggal akibat :

Persalinan preterm

Perdarahan

Infeksi traktus urinarius

Hipertensi dalam kehamilan


2/3 kehamilan kembar berakhir dengan persalinan janin tunggal (sebagian embrio lain
berakhir dalam usia kehamilan 10 minggu)
Mortalitas perinatal kehamilan kembar lebih tinggi dari kehamilan tunggal oleh karena :
1.
Kelainan kromosome
2.
prematuritas
3.
kelainan kongenital
4.
hipoksia
5.
trauma
Hal-hal diatas terutama terjadi pada kehamilan kembar monozygotik.
PATOGENESIS
1.
Kehamilan kembar MONOZYGOTIK
Kehamilan kembar yang terjadi dari fertilisasi sebuah ovum dari satu
sperma.
Biasanya memiliki jenis kelamin sama.
Perkembangan tergantung pada saat kapan terjadinya divisi preimplantasi

Umumnya memiliki karakteristik fisik sama ( bayangan cermin) ; namun


dengan sidik jari yang berbeda.
2.
Kehamilan kembar DIZYGOTIK
Kehamilan kembar yang berasal dari dua buah ovum dan dua sperma.

Kehamilan kembar dizyogitic dapat memiliki jenis sex berbeda atau sama.

Faktor yang mempengaruhi terjadinya kembar dizygotic :

Ras (lebih sering pada kulit berwarna)

Angka kejadian di Jepang 1.3 : 1000 ; di Nigeria 49 : 1000 dan di


USA 12 : 1000

Cenderung berulang.

Menurun dalam keluarga (terutama keluarga ibu).

Usia (sering terjadi pada usia 35 45 tahun).

Ukuran tubuh ibu besar sering mempunyai anak kembar.

Golongan darah O dan A sering mempunyai anak kembar.

Sering terjadi pada kasus yang segera hamil setelah menghentikan


oral kontrasepsi.

Penggunaan klomifen sitrat meningkatkan kejadian kehamilan


kembar monozygotic sebesar 5 10% .
3.
Bentuk kehamilan kembar lain
Fertilisasi 2 ovum yang berasal dari 1 oosit dengan 2 sperma.
Fertilisasi satu ovum dengan 2 sperma pada dua kejadian coitus yang
berbeda (superfecundasi)
Superfetation adalah fertilisasi 2 ovum yang dilepaskan pada dua haid
yang berbeda (tidak mungkin terjadi pada manusia) oleh karena corpus luteum pada
proses kehamilan sebelumnya akan menekan terjadinya proses ovulasi pada siklus
bulan berikutnya.
FAKTOR FAKTOR TERKAIT
1.
Anemia gravidarum sering terjadi .
2.
Gangguan pada sistem respirasi dimana Respiratory tidal volume meningkat
tapi pasien lebih bebas bernafas oleh karena kadar progesteron yang tinggi.
3.
Kista lutein dan asites sering terjadi oleh karena tingginya hCG.
4.
Perubahan kehamilan lebih menyolok pada sistem kardiovaskular, sistem
respirasi, sistem Gastrointestinal , ginjal dan sistem muskuloskeletal.
5.
Termasuk kehamilan resiko tinggi oleh karena meningkatnya kejadian :
Anemia gravidarum

Infeksi traktus urinariums

Preeklampsia eklampsia

Perdarahan sebelum-selama dan sesudah persalinan

Kejadian plasenta previa

Inersia uteri

Variasi Plasenta pada kehamilan lembar


A. Plasenta dan talipusat:
Plasenta dan selaput ketuban pada kembar monozygote dapat bervariasi seperti terlihat
pada gambar dibawah tergantung pada saat pembelahan awal pada discus embrionik.
Variasi yang dapat terlihat adalah

1.
Pembelahan sebelum stadium morula dan diferensiasi trofoblas (pada hari ke III)
menghasilkan 1 atau 2 plasenta, 2 chorion dan 2 amnion (sangat menyerupai kembar
dizygotic dan meliputi hampir 1/3 kasus kembar monozygotic)
2.
Pembelahan setelah diferensiasi trofoblas tapi sebelum pembentukan amnion
(hari ke IV VIII) menghasilkan 1 plasenta dan 2 amnion (meliputi 2/3 kasus kembar
monozygotic)
3.
Pembelahan setelah diferensiasi amnion ( hari ke VIII XIII) menghasilkan 1
plasenta, 1 chorion dan 1 amnion
4.
Pembelahan setelah hari ke 15 menyebabkan kembar tak sempurna,
pembelahan pada hari ke XIII XV menyebabkankembar siam.
Masalah paling serius pada plasenta monochorionic adalah jalur pintas pembuluh darah
yang disebut sebagai sindroma twin to twin tranfusion yang terjadi akibat anastomosis
masing-masing individu sejak kehamilan awal mereka.
Komunikasi yang terjadi dapat ateri-arteri, vena-vena atau arteri vena. Yang paling
berbahaya adalah kombinasi arteri-vena yang dapat menyebabkan sindroma twin to
twin tranfusion
Janin resipien akan mengalami : edematous, hipertensi, asites, kern icterus,

pembesaran ginjal dan jantung, hidramnion akibat poliuria, hipervolemia dan meninggal
akibat gagal jantung dalam usia 24 jam pertama.
Janin donor : kecil, pucat, dehidrasi akibat PJT-Pertumbuhan janin terhambat, malnutrisi
dan hipovolemia, oligohidramnion, anemia berat, hidrops fetalis dan gagal jantung.
Kejadian prolapsus talipusat sering terjadi pada kedua janin.
Janin kedua sering mengalami ancaman terjadinya solusio plasenta, hipoksia,
serta constriction ring dystocia.
Kejadian insersio vilamentosa pada kehamilan kembar 7% (pada kehamilan tunggal
1%)
Kejadian sindroma arteri umbilikalis tunggal sering terjadi pada kehamilan
monozygotik.
Kembar monochorionic-monoamniotic (angka kejadian 1 : 100 kehamilan kembar)
memiliki kemungkinan lahir hidup 50% akibat komplikasi talipusat. Pada kasus ini
sebaiknya direncanakan SC pada kehamilan 32 34 minggu untuk mencegah terjadinya
komplikasi pada talipusat.

B. Janin:
Melalui pemeriksaan ultrasonografi secara dini, diketahui bahwa angka kejadian
kehamilan kembar sebelum kehamilan 12 minggu kira-kira 3.29 5.39%.
Namun 20% diantaranya satu atau lebih janin akan menghilang secara spontan
dan kadang-kadang disertai dengan perdarahan pervaginam yang merupakan kejadian
abortus (vanishing twin).
Kelainan kongenital pada kehamilan kembar 2% ( pada kehamilan tunggal
1%)
Kelainan kongenital pada kembar monozygotic lebih sering.

GEJALA KLINIK
1.
1.
2.

Gejala dan Tanda


Keluhan kehamilan lebih sering terjadi dan lebih berat.
Tanda-tanda yang sering terlihat :
Ukuran uterus lebih besar dari yang diharapkan.

Kenaikan berat badan ibu berlebihan.

Polihidramnion.

Riwayat ART (Assisted Reproductive Technology)

Kenaikan MSAFP (maternal serum alpha feto protein)

Palpasi yang meraba banyak bagian kecil janin.

Detik Jantung Janin lebih dari 1 tempat dengan perbedaan


frekuensi sebesar > 8 detik per menit.
2.
Temuan Laboratorium
Sebagian besar kehamilan kembar terdeteksi atas dasar pemeriksaaan
MSAFP dan atau ultrasonografi.
Kadar Hematokrit dan Hemoglobin menurun.
Anemia maternal : hipokromik normositik.
Kemungkinan terjadi gangguan pada pemeriksaan OGTT-oral glucosa
tolerance test.
3.
Pemeriksaan ultrasonografi

Pemeriksaan ultrasonografi pada kehamilan kembar harus dikerjakan.

Pada kehamilan kembar dichorionic : jenis kelamin berbeda, plasenta


terpisah dengan dinding pemisah yang tebal (> 2mm) atau twin peak sign dimana
membran melekat pada dua buah plasenta yang menjadi satu.
Pada kehamilan monochorionik tidak terlihat gambaran diatas.

Presentasi vertex-vertex = 50% kasus kehamilan kembar

Presentasi vertex-bokong = 33% kasus kehamilan kembar

Presentasi bokong-bokong = 10% kasus kehamilan kembar

DIAGNOSA BANDING
Kehamilan tunggal
Kesalahan dalam penentuan tanggal HPHT-hari pertama haid terakhir dan Estimated
Date of Confinement-EDC sering menyebabkan kesalahan diagnosa kehamilan
kembar.
Polihidramnion
Mola Hidatidosa
Tumor abdomen dalam kehamilan:

Mioma uteri

Tumor ovarium

Vesika urinaria yang penuh


Kehamilan Kembar dengan komplikasi
Bila satu dari janin kembar dizygotik mati, janin yang mati akan mengalami mumifikasi
Janin yang mati potensial untuk menyebabkan masalah pada ibu atau janin lain
(gangguan pembekuan darah pada ibu) dan ini dapat menimbulkan masalah medis yang
pengambilan keputusan kliniknya amat sulit.

PENATALAKSANAAN
PERSALINAN
Pasien harus segera ke rumah sakit bila muncul tanda awal persalinan, KPD atau
mengalami perdarahan pervaginam.
Penilaian klinis dilakukan seperti pada umumnya proses persalinan normal.
Persiapan-persiapan yang perlu untuk tindakan bedah sesar yang mungkin dikerjakan.
Klasifikasi presentasi intrapartum:
1.
Vertex - Vertex(40%)
2.
Vertex non Vertex, bokong atau lintang (20%)

Kiri : presentasi vertex-vertex


Kanan presentasi Vertex- presentasi bokong

PENATALAKSANAAN PERSALINAN
Posisi janin pertama harus ditentukan saat masuk kamar bersalin.
Bila janin pertama letak lintang atau letak sungsang maka persalinan diakhiri
dengan seksio sesar.
Bila janin pertama letak kepala, dapat dipertimbangkan persalinan pervaginam.
Bila janin pertama letak sungsang dan janin letak kepala, dikhawatirkan terjadi
interlocking sehingga persalinan anak pertama mengalami after coming head
Setelah janin pertama lahir, biasanya kontraksi uterus menghilang atau
berkurang sehingga tidak jarang bahwa kontraksi uterus perlu diperkuat dengan
pemberian oksitosin infuse setelah dipastikan anak ke II dapat lahir pervaginam.

Mekanisme Interlocking pada persalinan kembar


KOMPLIKASI

Hipertensi dalam kehamilan

Anemia

Polihidramnion

Persalinan preterm

Persalinan macet akibat interlocking atau collision bagian terendah janin

Mortalitas perinatal meningkat

PROGNOSIS

Mortalitas maternal tidak jauh berbeda dengan kehamilan tunggal.


Riwayat persalinan dengan kembar dizygotic meningkatkan kemungkinan
persalinan kembar berikutnya sebesar 10 kali lipat.
Morbiditas neonatus turun bila persalinan dilakukan pada kehamilan 37 38
minggu.

You might also like