You are on page 1of 4

Dalam tafsir Al-Misbah, Shibah (2009) ayat ini menjelaskan bahwa : bukti

kuasa Kami melakukan pembutaan dan pengubahan bentuk itu dapat terlihat pada diri
manusia. Kami ciptakan manusia dengan beraneka bentuk wajah serta beragam masa
hidup, ada yang Kami perindah da nada juga yang Kami perburuk wajahnya, ada
yang kami pendekkan da nada juga yang Kami panjangkan umurnya. Dan barang
siapa yang Kami panjangkan umurnya, Kami menegmbalikannya dalam penciptaan.
Yakni, dahulu ketika bayi manusia lemah, tidak memiliki pengetahuan, lalu dari hari
ke hari menjadi kiat dan banyak tahu, selanjutnya bila usianya menanjak hingga
mencapai batas tertentu, dia dikembalikan oleh Allah menjadi pikun, lemah, serta
membutuhkan bantuan yang banyak. Maka apakah mereka tidak berpikir tentang
kekuasaan Allah dalam mengubah keadaannya itu dan tentang kelemahannya agar dia
sadar bahwa kekuatannya tidak langgeng, dan bahwa duania ini fana, dan bahwa dia
harus memiliki sandaran yang kuat lagi langgeng dan abadi. Sandaran itu tidak lain
kecuali Allah SWT.
Kata ( )

nuammirhu terambil dari kata umr,

yakni usia. Dengan penafsiran yang penulis jelaskan sebelum ini, kata yang
digunakan ayat ini berarti kami panjangkan usianya. Sedang, kata nunakkishu
terambil ari kata nakasa, yakni membalik, dengan menjadikan yang di atas berada di
bawah serta yang di bawah berada di atas.
Kata ( ) fi-al-khalq dipahami oleh Ibn Asyur
dalam arti makhluk, yakni manusia. Ini, menurutnya, dikuatkan oleh adanya kata
fildi. Yakni Allah di tengah-tengah manusia. Adapun pendapat mayoritas ulama, ia
berati dalam penciptaannya. Al-BiqaI menulis bahwa fil al-khalq berarti: Dalam
penciptaan Kami terhadapnya, yaitu dalam menentukan kadar jasmani dan ruhaninya.

Kami mengembalikan ia mundur ke belakang, menurun pada tangga-tangga yang


pernah dilaluinya meningkat ke atas, menurun kekuatan jasmaninya sehingga menjadi
bagaikan kanak-kanak, dan menurun juga kekuatan maknawiyahnya sehingga dia
tidak mengetahui sesuatu yang sebelumnya dia ketahui. Al-Biqai lebih lanjut
mengutip pendapat sementara orang Arif yang menyatakan bahwa penggunaan kata
al-khalq bertujuan mengisyaratkan bahwa penurunan potensi jasmani adalah sesuatu
yang mutlak, sedang potensi ruhani tidak selalu demikian, bisa saja ada yang semakin
bertambah umurnya dan semakin bertambah pula ketaatan dan pengabdiannya kepada
Allah swt.

Dalam tafsir Al-Misbah, Shihab (2009) dalam ayat ini


menjelaskan

perintah makan dan minum, lagi tidak

berlebihan-lebihan,

yakni

tidak

melampaui

batas,

merupakan tuntunan yang harus disesuaikan dengan


kondisi setiap orang. Ini karena kadar tertentu yang dinilai
cukup

untuk

seseorang,

boleh

jadi

telah

dinilai

melamppaui batas atau belum cukup buat orang lain. Atas


dasar itu, kita dapat berkata bahwa penggalang ayat
tersebut mengajarkan sikap proporsional dalam makan
dan minum.
Dalam konteks berlebih-lebihan ditemukan pesan
Nabi saw.: Tidak ada wad yang dipenuhkan manusia lebih
buruk

dari

perut.

Cukuplah

bagi

putra-putri

Adam

beberapa suap yang dapat menegakkan tubuhnya. Kalau


pun harus (memenuhkan perut), hendaklah sepertiga
untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan
sepertiga untuk pernafasannya. (HR. at Tirmidzi, Ibn
Majah, dan Ibn Hibban melalui Ibn Madikarib).

You might also like