You are on page 1of 26

BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1 HOME CARE
2.1.1.

Pengertian Home Care


Menurut Departemen Kesehatan (2002) menyebutkan bahwa home care

adalah pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan komprehensif yang


diberikan kepada individu dan keluarga di tempat tinggal mereka yang
bertujuan untuk meningkatkan, mempertahankan atau memulihkan kesehatan
atau memaksimalkan tingkat kemandirian dan meminimalkan akibat dari
penyakit. Pelayanan diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien atau keluarga
yang direncanakan dan dikoordinasi oleh pemberi pelayanan melalui staf
yang diatur berdasarkan perjanjian bersama. Sedangkan menurut Neis dan Mc
Ewen (2001) menyatakan home health care adalah sistem dimana pelayanan
kesehatan dan pelayanan sosial diberikan di rumah kepada orang-orang yang
cacat atau orang-orang yang harus tinggal di rumah karena kondisi
kesehatannya. Home Care (HC) menurut Habbs dan Perrin, 1985 adalah
merupakan layanan kesehatan yang dilakukan di rumah pasien (Lerman D. &
Eric B.L, 1993), Sehingga home care dalam keperawatan merupakan layanan
keperawatan di rumah pasien yang telah melalui sejarah yang panjang.
Di Amerika Home care sudah terorganisasi mulai sekitar tahun 1880 an,
di mana pada saat itu banyak sekali pasien penyakit infeksi dengan angka
kematian yang tinggi. Meskipun pada saat itu telah banyak didirikan rumah
sakit modern, namun pemanfaatannya masih sangat rendah, karena
masyarakat lebih menyukai perawatan di rumah. Kondisi ini berkembang
secara profesional, sehingga pada tahun 1900 terdapat 12.000 perawat terlatih
di seluruh USA (visiting nurse/VN) memberikan asuhan keperawatan di
rumah pada keluarga miskin, public health nurses, melakukan upaya promosi
dan prevensi untuk melindungi kesehatan masyarakat, serta perawat praktik
mandiri yang melakukan asuhan keperawatan pasien di rumah sesuai dengan
kebutuhannya (Lerman D dan Eric B.L, 1993). Di Indonesia layanan home
care sebenarnya bukan merupakan hal yang baru karena merawat pasien di

rumah sudah dilakukan oleh anggota keluarga maupun oleh perawat sejak
jaman dahulu melalui kunjungan rumah.
Dari beberapa literatur pengertian home care adalah:
a. Perawatan dirumah merupakan lanjutan asuhan keperawatan dari rumah
sakit yang sudah termasuk dalam rencana pemulangan (discharge planning
) dan dapat dilaksanakan oleh perawat dari rumah sakit semula, oleh
perawat komunitas di mana pasien berada, atau tim keperawatan khusus
yang menangani perawatan di rumah.
b. Perawatan di rumah merupakan bagian dari asuhan keperawatan keluarga,
sebagai tindak lanjut dari tindakan unit rawat jalan atau puskesmas.
c. Pelayanan kesehatan berbasis dirumah merupakan suatu komponen
rentang keperawatan kesehatan yang berkesinambungan dan komprehensif
diberikan kepada individu dan keluarga di tempat tinggal mereka, yang
bertujuan untuk meningkatkan, mempertahankan atau memulihkan
kesehatan atau memaksimalkan tingkat kemandirian dan meminimalkan
akibat dari penyakit termasuk penyakit terminal.
d. Pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pasien individu dan keluarga,
direncanakan, dikoordinasikan dan disediakan oleh pemberi pelayanan
yang diorganisir untuk memberi pelayanan di rumah melalui staf atau
pengaturan berdasarkan perjanjian kerja (kontrak) (warola,1980 dalam
Pengembangan Model Praktek Mandiri keperawatan dirumah yang
disusun oleh PPNI dan Depkes).
2.1.2.

Konsep / Model Teori Keperawatan Yang Mendukung Home Care

a. Teori Lingkungan (Florence Nightingale)


Lingkungan menurut Nightingale merujuk pada lingkungan fisik eksternal
yang mempengaruhi proses penyembuhan dan kesehatan yang meliputi
lima komponen lingkungan terpenting dalam mempertahankan kesehatan
individu yang meliputi:
1) udara bersih,
2) air yang bersih,
3) pemeliharaan yang efisien

4) kebersihan, serta
5) penerangan/pencahayaan
Nightingale lebih menekankan pada lingkungan fisik daripada lingkungan
sosial dan psikologis yang dieksplor secara lebih terperinci dalam
tulisannya. Penekanannya terhadap lingkungan sangat jelas melalui
pernyataannnya bahwa jika ingin meramalkan masalah kesehatan, maka
yang harus dilakukan adalah mengkaji keadaan rumah, kondisi dan cara
hidup seseorang daripada mengkaji fisik/tubuhnya.
b. Teori konsep manusia sebagai unit (Martha E. Rogers)
Dalam memahami konsep model dan teori ini,Rogers berasumsi bahwa
manusia merupakan satu kesatuan yang utuh,yang memiliki sifat dan
karakter yang berbeda beda. Dalam proses kehidupan manusia yang
dinamis, manusia dalam proses kehidupan manusia setiap individu akan
berbeda satu dengan yang lain dan manusia diciptakan dengan
karakteristik dan keunikan tersendiri. Asumsi tersebut didasarkan pada
kekuatan yang berkembang secara alamiah yaitu keutuhan manusia dan
lingkungan,kemudian system ketersediaan sebagai satu kesatuan yang utuh
serta proses kehidupan manusia berdasarkan konsep homeodinamik yang
terdiri dari integritas,resonansi dan helicy. Integritas berarti individu
sebagai satu kesatuan dengan lingkungan yang tidak dapat dipisahkan, dan
saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Resonansi mengandung arti
bahwa proses kehidupan antara individu dengan lingkungan berlangsung
dengan berirama dengan frekuensi yang bervariasi dan helicy merupakan
proses terjadinya interaksi antara manusia dengan lingkungan akan terjadi
perubahan baik perlahan lahan maupun berlangsung dengan cepat.
Menurut

Rogers

(1970),

tujuan

keperawatan

adalah

untuk

mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, mencegah kesakitan, dan


merawat serta merehabilitasi klien yang sakit dan tidak mampu dengan
pendekatan humanistik keperawatan. Menurut Rogers, 1979 Kerangka
Kerja Praktik: Manusia utuh meliputi proses sepanjang hidup. Klien
secara terus menerus berubah dan menyelaraskan dengan lingkungannya.

c. Teori Transkultural nursing (Leininger)


Leininger percaya bahwa tujuan teori ini adalah untuk memberikan
pelayanan yang berbasis pada kultur. Dia percaya bahwa perawat harus
bekerja dengan prinsip care dan pemahaman yang dalam mengenai
care sehingga cultures care, nilai-nilai, keyakinan, dan pola hidup
memberikan landasan yang realiabel dan akurat untuk perencanaan dan
implementasi yang efektif terhadap pelayanan pada kultur tertentu. Dia
meyakini bahwa seorang perawat tidak dapat memisahkan cara pandangan
dunia, struktur sosial dan keyakinan kultur (orang biasa dan profesional)
terhadap kesehatan, kesejahteraan , sakit, atau pelayanan saat bekerja
dalam suatu kelompok masyarakat tertentu, karena faktor-faktor ini saling
berhubungan satu sama lain. Struktur sosial seperti kepercayaan, politik,
ekonomi dan kekeluargaaan adalah kekuatan signifikan yang berdampak
pada care dan mempengaruhi kesejahteraan dan kondisi sakit.
d. Theory of Human Caring (Watson, 1979)
Teori ini mempertegas bahwa caring sebagai jenis hubungan dan transaksi
yang diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan
dan melindungi pasien sebagai manusia, dengan demikian mempengaruhi
kesanggupan pasien untuk sembuh. Pandangan teori Jean Watson ini
memahami bahwa manusia memiliki empat cabang kebutuhan manusia
yang saling berhubungan diantaranya kebutuhan dasar biofisikial
(kebutuhan untuk hidup) yang meliputi kebutuhan makanan dan cairan,
kebutuhan eliminasi dan kebutuhan ventilasi, kebutuhan psikofisikal
(kebutuhan fungsional) yang meliputi kebutuhan aktivitas dan istirahat,
kebutuhan seksual, kebutuhan psikososial (kebutuhan untuk integrasi)
yang meliputi kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan organisasi, dan
kebutuhan intra dan interpersonal (kebutuhan untuk pengembangan) yaitu
kebutuhan aktualisasi diri.
e. Teori Self Care (Dorothea Orem)
Pandangan teori Orem dalam tatanan pelayanan keperawatan ditujukan
kepada kebutuhan individu dalam melakukan tindakan keperawatan
mandiri serta mengatur dalam kebutuhannya. Dalam konsep praktik

keperwatan Orem mengembangkan tiga bentuk teori Self Care, di


antaranya:
1) Perawatan Diri Sendiri (Self Care)
Self Care: merupakan aktivitas dan inisiatif dari individu serta
dilaksananakan oleh individu itu sendiri dalam memenuhi serta
mempertahankan kehidupan, kesehatan serta kesejahteraan.
Self Care Agency: merupakan suatu kemampuan individu dalam
melakukan perawatan diri sendiri, yang dapat dipengaruhi oeh usia,
perkembangan, sosiokultural, kesehatan dan lain-lain.
Theurapetic Self Care Demand: tuntutan atau permintaan dalam
perawatan diri sendiri yang merupakan tindakan mandiri yang
dilakukan dalam waktu tertentu untuk perawatan diri sendiri dengan
menggunakan metode dan alat dalam tindakan yang tepat.
Self Care Requisites: kebutuhan self care merupakan suatu tindakan
yang ditujukan pada penyediaan dan perawatan diri sendiri yang
bersifat universal dan berhubungan dengan proses kehidupan manusia
serta dalam upaya mepertahankan fungsi tubuh. Self Care Reuisites
terdiri dari beberapa jenis, yaitu: Universal Self Care Requisites
(kebutuhan universal manusia yang merupakan kebutuhan dasar),
Developmental Self Care Requisites (kebutuhan yang berhubungan
perkembangan indvidu) dan Health Deviation Requisites (kebutuhan
yang timbul sebagai hasil dari kondisi pasien).
2) Self Care Defisit
Self Care Defisit merupakan bagian penting dalam perawatan secara
umum di mana segala perencanaan keperawatan diberikan pada saat
perawatan dibutuhkan. Keperawatan dibutuhkan seseorang pada saat
tidak mampu atau terbatas untuk melakukan self carenya secara terus
menerus. Self care defisit dapat diterapkan pada anak yang belum
dewasa, atau kebutuhan yang melebihi kemampuan serta adanya
perkiraan penurunan kemampuan dalam perawatan dan tuntutan dalam
peningkatan self care, baik secara kualitas maupun kuantitas. Dalam
pemenuhan perawatan diri sendiri serta membantu dalam proses

penyelesaian masalah, Orem memiliki metode untuk proses tersebut


diantaranya bertindak atau berbuat untuk orang lain, sebagai
pembimbing
pengembangan

orang

lain,

lingkungan

memberi
untuk

support,

pengembangan

meningkatkan
pribadi

serta

mengajarkan atau mendidik pada orang lain.


f. Teori Dinamic dan Self Determination for Self Care (Rice)
Perawat sebagai fasilitator dan koordinator dari pilihan keseimbangan
sehat sakit yang ditetapkan oleh pasien. (Aziz Alimul Hidayat, 2004)
2.1.3.

Landasan Hukum Home Care

Fungsi Hukum dalam Praktik Perawat :


a. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana
yang sesuai dengan hokum
b. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain
c. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan
mandiri
d. Membantu mempertahankan standard praktik keperawatan dengan
meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas dibawah hukum.
Landasan Hukum :
a. UU Kes.No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan
b. PP No. 25 tahun 2000 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah.
c. UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
d. UU No. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran
e. Kepmenkes No. 1239 tahun 2001 tentang regestrasi dan praktik perawat
f. Kepmenkes No. 128 tahun 2004 tentang kebijakan dasar puskesmas
g. Kepmenkes No. 279 tahun 2006 tentang pedoman penyelenggaraan
Perkesmas.
h. SK Menpan No. 94/KEP/M. PAN/11/2001 tentang jabatan fungsonal
perawat.
i. PP No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan
j. Permenkes No. 920 tahun 1986 tentang pelayan medik swasta

2.1.4.

Skill Dasar Yang Harus Dikuasai Perawat

Home Care SK Dirjen Dirjen YAN MED NO HK. 00.06.5.1.311


menyebutkan ada 23 tindakan keperawatan mandiri yang bisa dilakukan oleh
perawat home care antara lain :
1) vital sign
2) memasang nasogastric tube
3) memasang selang susu besar
4) memasang cateter
5) penggantian tube pernafasan
6) merawat luka dekubitus
7) Suction
8) memasang peralatan O2
9) penyuntikan (IV,IM, IC,SC)
10) Pemasangan infus maupun obat
11) Pengambilan preparat
12) Pemberian huknah/laksatif
13) Kebersihan diri
14) Latihan dalam rangka rehabilitasi medis
15) Tranpostasi klien untuk pelaksanaan pemeriksaan diagnostic
16) Penkes
17) Konseling kasus terminal
18) konsultasi/telepon
19) Fasilitasi ke dokter rujukan
20) Menyiapkan menu makanan
21) Membersihkan Tempat tidur pasien
22) Fasilitasi kegiatan sosial pasien
23) Fasilitasi perbaikan sarana klien.
2.1.5.

Lingkup Pelayanan Home Care

Menurut Nuryandari (2004) menyebutkan ruang lingkup pelayanan home


care adalah:
a. Pelayanan medik dan asuhan keperawatan

b. Pelayanan sosial dan upaya menciptakan lingkungan yang terapeutik


c. Pelayanan rehabilitasi dan terapi fisik
d. Pelayanan informasi dan rujukan
e. Pendidikan, pelatihan dan penyuluhan kesehatan
f. Higiene dan sanitasi perorangan serta lingkungan
g. Pelayanan perbaikan untuk kegiatan social
2.1.6.

Pembiayaan Dan Pola Tarif

Kebijaksanaan Tarif dalam Perawatan Kesehatan di rumah mengacu pada


prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan sebagai berikut :
1. Tarif pelayanan kesehatan Perawatan Kesehatan di Rumah harus
memperhatikan kemampuan keuangan dan keadaan sosial ekonomi
masyarakat.
2. Penetapan tarif pelayanan kesehatan Perawatan Kesehatan di Rumah
meskipun dimungkinkan untuk mencari laba namun harus secara seimbang
memperhatikan kepentingan masyarakat berpenghasilan rendah dengan
azas gotong royong.
3. Tarif pelayanan kesehatan Perawatan Kesehatan di Rumah untuk golongan
masyarakat yang pembayarannya dijamin oleh pihak penjamin (asuransi
kesehatan, JPKM,dll) ditetapkan atas dasar saling membantu melalui suatu
ikatan tertulis.
4. Tarif pelayanan kesehatan Perawatan Kesehatan di Rumah harus
mencakup seluruh unsur pelayanan secara proporsional.
Jenis Pelayanan yang dikenakan tarif dalam Perawatan Kesehatan di Rumah
selain memperhatikan kebijakan yang telah disebutkan, penetapan tarif
ditetapkan berdasarkan pertimbangan antara lain kategori tindakan dari yang
sederhana sampai dengan yang kompleks/canggih. Selain itu pertimbangan
klasifikasi pelayanan dari yang biasa atau sederhana sampai dengan yang
dapat dikategorikan mewah. Semua itu dapat dijadikan pertimbangan dalam
memperhitungkan tarif yang layak. Jenis Pelayanan yang dikenakan tarif
meliputi :
1. Jasa pelayanan kesehatan dan non kesehatan.

Adalah imbalan yang diterima pelaksanaan pelayanan atas jasa yang


diberikan kepada klien dalam rangka pelayanan meliputi :
a. Pelayanan medik meliputi : konsultasi dan tindakan medic
b. Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan meliputi konsultasi asuhan
dan tindakan keperawatan serta tindakan medik yang dilimpahkan.
c. Pelayanan Penunjang Medik (Laboratorium, Radiologi, Fisioterapis,
Terapi wicara, refraksionis, dll) meliputi konsultasi dan tindakan
penunjang medik.
d. Pelayanan Penunjang Non Medik meliputi konsultasi oleh petugas
sosial profesional dan pelayanan psikologi dan jiwa.
2. Jasa pelayanan sarana/prasarana
Adalah imbalan-imbalan yang diterima oleh pengelola atas pemakaian
sarana, fasilitas, alat kesehatan, obat dan bahan habis pakai yang
digunakan langsung terhadap klien baik dengan sistem sewa maupun
membeli. Kegiatannya meliputi sewa peralatan medik, peralatan
keperawatan dan alat kesehatan lainnya, transportasi klien, konsultasi per
telepon dan sarana komunikasi lainnya, tindakan perbaikan lingkungan
dalam rangka menciptakan lingkungan terapeutik
Contoh daftar tarif jasa perawatan
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Tindakan
Rawat luka
Nebulizier
Angkat jahitan
Penanganan Nyeri
Pemantauan KKP
Pemantauan Hipertensi
Pemantauan CVA
Pemantauan DM

Tarif 1X Tindakan
45.000 60.000
35.000
45.000
50.000
50.000
35.000
50.000
30.000 50.000

Contoh daftar tarif sewa alat :


No
1.
2.

Alat
Set rawat luka
Nebulizier

Tarif
30.000-40.000
40.000

3.
4.
5.
6.

Set Angkat jahitan


Set hipertensi
Set oksigen + isi 1 m3
Set DM

35.000
10.000 20.000
60.000
20.000 30.000

Contoh daftar tarif transport


No
1.
2.
2.1.7.

Transport
Dalam Kota Surabaya
Luar Kota Pasuruan

Tarif
5.000 25.000
30.000/km

Jenis Institusi Pemberi Layanan Home Care

Ada beberapa jenis institusi yang dapat memberikan layanan home care
antara lain :
1. Institusi Pemerintah
Di Indonesia pelayanan home care yang telah lama berlangsung dilakukan
adalah dalam bentuk perawatan kasus/keluarga resiko tinggi (baik ibu,
bayi, balita maupun lansia) yang dilaksanakan oleh tenaga keperawatan
puskesmas (digaji oleh pemerintah). Klien yang dilayani oleh puskesmas
biasanya adalah kalangan menengah ke bawah. Di Amerika hal ini
dilakukan oleh visiting nurse. Institusi sosial yang melaksanakan
pelayanan home care dengan sukarela dan tidak memungut biaya.
Biasanya dilakukan oleh LSM atau organisasi keagamaan dengan
penyandang dananya dari donatur, misalnya bala keselamatan yang
melakukan kunjungan rumah kepada keluarga yang membutuhkan sebagai
wujud pengabdian pada Tuhan.
2. Institusi Swasta.
Institusi swasta dalam bentuk praktik mandiri baik perorangan maupun
kelompok yang menyelenggarakan pelayanan home care dengan menerima
imbalan jasa baik secara langsung dari klien maupun pembayaran melalui
pihak ketiga (asuransi). Sebagaimana layaknya layanan kesehtan swasta
tentu tidak berorientasi not for profit services.
3. Hospital home care.

Merupakan perawatan lanjutan pada klien yang telah dirawat di rumah


sakit, keluarga masih memerlukan bantuan layanan keperawatan, maka
dilanjutkan di rumah.
2.1.8.

Bagaimana Merencanakan Institusi Home Care Swasta

Institusi home care swasta baik didirikan secara individu maupun kelompok,
baik untuk satu jenis layanan maupun layanan yang bervariasi memerlukan
perencanaan yang berdasarkan kebutuhan pasar. Perencanaan berdasarkan
kebutuhan pasar mengharuskan kita untuk melakukan analisa eksternal dan
internal.
1. Analisa Eksternal
memperhitungkan kecenderungan kebutuhan pasar baik jenis maupun
jumlahnya. Misalnya bila kita berada di daerah yang penduduknya
kebanyakan berusia produktif, maka sudah dapat diperkirakan bahwa pasar
membutuhkan layanan keperawatan yang berhubungan dengan masalah
reproduksi, bayi serta balita. Analisa eksternal juga harus melihat pesaing
yang ada di sekitar daerah tersebut baik jumlah, jenis maupun kondisinya.
2. Analisa Internal
memperhitungkan tentang ketersediaan sumber (alam, manusia, dana) baik
yang aktual maupun potensial. Selain ketersediaan dana juga perlu
dianalisa komitmen personal yang ada terhadap rencana pembentukan
institusi home care. Komitmen personal merupakan persyaratan mutlak
yang harus dimiliki untuk mengawali suatu bisnis baru.
Agar pelanggan loyal terhadap suatu institusi home care maka home care
harus memperhatikan hal berikut :
1. Kemudahan meliputi kemudahan untuk dihubungi, untuk mendapatkan
informasi, dan kemudahan untuk membuat janji.
2. Selalu tepat janji, sangat penting untuk membina hubungan saling percaya
antara masyarakat dengan institusi home care swasta
3. Sesuai standar yang telah ditetapkan. Hal ini merupakan ciri professional
4. Bersifat responsif terhadap keluhan, kebutuhan dan harapan klien.

5. Mengembangkan hubungan kerjasama secara internal dan eksternal untuk


memperbaiki kualitas layanan.
2.1.9.

Fase Persiapan

a) Struktur organisasi, yang didalamnya antara lain


1. pimpinan home care
2. manager administrasi
3. manager pelayanan
4. koordinator kasus
5. pelaksana pelayanan.
b) Mekanisme perizinan pendirian home care sebagai berikut :
Berbadan hukum yang ditetapkan dalam akte notaris mengajukan ijin
usaha Home Care kepada Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota setempat
dengan melampirkan :
1. Rekomendasi dari PPNI
2. Ijin lokasi bangunan
3. Ijin lingkungan
4. ijin usaha
5. Persyaratan tata ruang bangunan meliputi :
a. ruang direktur
b. ruang menajemen pelayanan
c. gudang sarana dan peralatan
d. sarana komunikasi
e. sarana transportasi
f. Ijin persyaratan tenaga meliputi ijin praktek profesi dan sertifikasi
home care
c) Daftar tarif dibuat berdasarkan dengan memperhatikan standar harga di
wilayah tempat berdirinya home care dengan memperhatikan golongan
ekonomi lemah
d) Sarana dan Prasarana, meliputi set alat yang sering dipakai seperti
perawatan luka, perawatan bayi, nebulizier, aksigen, suction dan juga
peralatan komputer dan perlengkapan kantor.

e) Format askep, meliputi format register, pengkajian, tindakan, rekap alat /


bahan yang terpakai, evaluasi dari perawat ataupun dari pasien / keluarga.
f) Form informed consent, meliputi persetujuan tindakan dari pasien dan
keluarga, persetujuan pembiayaan dan keikutsertaaan dalam perawatan.
g) Surat Perjanjian kerjasama antara profesi lain seperti misalnya fisioterapi,
dokter, laboratorium, radiologi dan juga dinas sosial.
h) Transportasi terutama untuk perawat home care dan juga transportasi
pasien bila sewaktu-waktu perlu rujukan ke rumah sakit atau tempat
pelayanan lainnya.
i) Sistem gaji / upah personil home care. Sistem ini harus lebih berorientasi
pada kepentingan perawat pelaksana bukan keuntungan manajemen
semata. Sistem penggajian bisa dalam bentuk bulanan atau dibuat dalam
setiap kali selesai merawat pasien.
2.1.10.

Fase Implementasi

1. Case manager menugaskan surveyor untuk melakukan pengkajian


kebutuhan klien dan perawat pelaksana untuk merawat klien.
2. Hasil pengkajian awal sebagai referensi untuk merencanakan kebutuhan
klien selanjutnya dan dibuat kesepakatan dengan keluarga (waktu, biaya
dan sistem perawatan yg dipilih).
3. Surveyor memantau pelaksanaan pelayanan keperawatan oleh perawat
pelaksana
2.1.11.

Fase Terminasi

1. Perawat menyelesaikan tugas sesuai kontrak yg disepakati.


2. surveyor menyerahkan rekap peralatan dan biaya selama perawatan.
3. Kolektor

melakukan

kunjungan

ke

keluarga

untuk

administrasi.
2.1.12.

Fase Pasca Kunjungan

Evaluasi pelayanan home care pada pasien/keluarga dengan


a. Angket
b. Pertelepon

penyelesaian

c. lewat email
d. Kunjungan
Mengenai : pelyanan perawatan, komunikasi, sarana, dll
2.2. STROKE
2.2.1.

Pengertian

Stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak fokal maupun global


secara mendadak dan akut, berlangsung lebih dari 24 jam yang diakibatkan
oleh gangguan aliran darah. Penyebab dari stroke bisa diakibatkan karena
penyumbatan pada arteri yang disebabkan oleh adanya thrombus dan
embolus. Jumlah penderita stroke semakin meningkat dari hari ke hari, bukan
hanya menyerang penduduk usia tua tapi juga dialami oleh kelompok usia
muda dan produktif. Di Indonesia, insiden dan prevalensi stroke belum
diketahui secara pasti. Diperkirakan 500.000 penduduk terkena stroke setiap
tahunnya, sekitar 2.5% atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat
ringan hampir setiap hari, atau minimal rata-rata minimal 3 hari sekali ada
seorang penduduk Indonesia, baik tua maupun muda meninggal dunia karena
serangan stroke (Suyono, 2005).
Stroke menyebabkan berbagai defisit neorologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran, area yang perfusinya tidak
adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).
Manifestasi klinis dari stroke diantaranya adalah kehilangan motorik,
kehilangan komunikasi, gangguan persepsi, kerusakan fungsi kognitif dan
efek psikologik, disfungsi kandung kemih. Penderita stroke pada awal terkena
stroke perlu penanganan secara cepat dan tepat agar tidak menyebabkan
keadaan yang lebih parah atau bahkan kematian. Pada fase lanjutan atau
perawatan lanjutan, diperlukan penangan yang tepat karena dapat
menimbulkan komplikasi-komplikasi.
Seringkali ketika pulang, pasien pasca stroke masih mengalami gejala sisa,
misalnya dengan keadaan : kehilangan motorik (hemiplegi) atau ada juga
pasien yang pulang dengan keadaan bedrest total, kehilangan komunikasi atau
kesulitan berbicara (disatria), gangguan persepsi, kerusakan fungsi kognitif

dan efek psikologik, disfungsi kandung kemih, pemasangan alat Naso


Gastrium Tube (NGT), sehingga perawatan yang diberikan harus secara terus
menerus dilakukan agar kondisi klien membaik, penyakitnya terkontrol,
risiko serangan stroke ulang menurun, tidak terjadi komplikasi atau kematian
mendadak. Untuk itu perawat perlu mengkaji kebutuhan pasien dalam
perawatan di rumah, sehingga setelah pasien kembali kerumah perawatan
dapat dilakukan oleh keluarga pasien maupun pasien itu sendiri secara terus
menerus sampai optimal dan mencapai keadaan fisik maksimal. Adapun
kebutuhan pasien pasca rawat dapat meliputi kebutuhan fisiologis, psikologis,
sosial dan spiritual.
2.2.2

Kaji Kebutuhan Pasien Pasca Operasi


Menurut WHO (1989, dalam Price, 2004) Stroke adalah disfungsi neurologi
akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara
mendadak dengan tanda dan gejala yang sesuai dengan daerah fokal pada
otak yang terganggu. Penyakit serebrovaskuler (CVD) atau stroke adalah
setiap kelainan otak akibat proses patologi pada sistem pembuluh darah otak.
Proses ini dapat berupa penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis
atau emboli, pecahnya dinding pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas
dinding pembuluh darah dan perubahan viskositas maupun kualitas darah
sendiri. Perubahan dinding pembuluh darah otak serta komponen lainnya
dapat bersifat primer karena kelainan kongenital maupun degeneratif, atau
sekunder akibat proses lain seperti peradangan, arteriosklerosis, hipertensi
dan diabetes mellitus (Misbach, 1999).
Otak merupakan organ tubuh yang ikut berpartisipasi pada semua kegiatan
tubuh, seperti bergerak, berfikir, berbicara, emosi, membaca, menulis,
melihat, mendengar, dan sebagainya. Manifestasi klinik stroke sangat
bergantung pada daerah otak yang terganggu aliran darahnya dan fungsi
daerah otak yang mengalami kerusakan tersebut. Ada yang mengalami
lumpuh separo badan, bicara menjadi pelo, sulit menelan, sulit bicara, pelupa,
gerakan tidak terkoordinasi, mudah menangis atau tertawa, banyak tidur,
bahkan ada juga yang koma (Lumbantobing, 2000, Ignatavicius, 2003).

Kebutuhan dasar manusia adalah hal-hal seperti makanan, air, keamanan, dan
cinta yang merupakan hal yang penting untuk bertahan hidup dan kesehatan.
Walaupun setiap orang mempunyai mempunyai sifat tambahan, kebutuhan
yang unik, setiap orang mempunyai kebutuhan dasar manusia yang sama.
Besarnya kebutuhan dasar yang terpenuhi menentukan tingkat kesehatan dan
posisi pada rentang sehat sakit.
Ditinjau dari konsep holitstik, kebutuhan manusia itu meliputi 4 (empat)
unsur, yaitu kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Kebutuhan
fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Seorang individu
yang memiliki beberapa kebutuhan yang tidak terpenuhi secara umum lebih
dulu mencari pemenuhan kebutuhan fisiologis (Maslow, 1970). Kebutuhan
fisiologis yang dimaksudkan adalah oksigenasi, cairan, nutrisi, eliminasi,
mobilisasi, perawatan diri. Sedangkan dari aspek psikologis, kebutuhan
manusia berkaitan dengan antisipasi terhadap stress dan adaptasi terhadap
lingkungan, konsep diri yang adekuat, self-esteem, dan aktualisasi diri.
2.2.3

Discharge Planning Bagi Pasien Stroke


Discharge Planning dimulai pada tahap awal rehabilitasi. Tujuan dari
kegiatan ini adalah untuk membantu memelihara keberhasilan rehabilitasi
setelah pasien pulang. Pasien biasanya dipulangkan setelah tujuan perawatan
tercapai (http://www.Strokecenter.org, diakses pada 20 November 2009).
Beberapa hal tentang discharge planning mencakup :
1. Memastikan keamanan bagi pasien setelah pemulangan
2. Memilih perawatan, bantuan atau peralatan khusus yang dibutuhkan
3. Merancang untuk pelayanan rehabilitasi lanjut atau tindakan lainnya di
rumah (misalnya kunjungan rumah oleh tim kesehatan)
4. Penunjukkan health care provider yang akan memonitor status kesehatan
pasien
5. Menentukan pemberi bantuan yang akan bekerja sebagai partner dengan
pasien untuk memberikan perawatan dan bantuan harian di rumah, dan
mengajarkan tindakan yang dibutuhkan

6. Mendiskusikan hal yang berhubungan dengan seksual. Beberapa orang


yang menderita stroke mempunyai riwayat seksual yang menyenangkan.
2.2.4

Perawatan Pasca Stroke Di Rumah


Sebelum meninggalkan rumah sakit atau fasilitas rehabilitasi lain, pasien dan
orang yang merawat perlu menyadari semua tantangan dan tanggung jawab
yang akan dihadapi. Meskipun sebagian besar pasien telah mengalami
pemulihan yang cukup bermakna sebelum di pulangkan, sebagian masih
memerlukan bantuan untuk turun dari tempat tidur, mengenakan pakaian,
makan, dan berjalan. Perlu dipastikan bahwa Anda mengetahui tentang
layanan komunitas lokal yang dapat memberikan bantuan, termasuk dokter
keluarga, perawat kunjungan rumah, ahli fisioterapi, petugas sosial, ahli terapi
wicara, dan layanan relawan. Anda dapat membuat sebuah catatan harian
sederhana yang mencakup rincian obat pasien dan waktu-waktu perjanjian
bertemu dengan berbagai dokter atau professional kesehatan lain. Sebaiknya
kemajuan pasien dicatat setiap hari atau setiap Minggu (Valery, 2006)
Berdasarkan statistik, pasien stroke yang bertahan hidup kemungkinan besar
akan dirawat di rumah :
1. Secara rata-rata, hingga 80 % pasien stroke kembali ke rumah dalam
enam bulan.
2. Sekitar 15% pasien, yang bertahan hidup melewati Minggu-minggu
pertama setelah stroke, akhirnya akan dipindahkan ke unit rehabilitasi, di
mana durasi menginap adalah sekitar 3 4 minggu.
3. Sekitar separuh pasien yang bertahan hidup enam bulan setelah stroke
akan mandiri secara parsial atau total untuk menjalani aktivitas sehari-hari
seperti mandi, berpakaian, makan, dan bergerak.
4. Ini mencakup sekitar 10% dari pasien yang memerlukan perawatan jangka
panjang
5. Sekitar sepertiga pasien yang bertahan hidup satu tahun tidak mampu
memperoleh kembali kemandirian mereka, dan proporsi ini relatif tidak
berubah setelah lima tahun.

Beberapa contoh kebutuhan yang diperlukan oleh klien pasca Stroke :


2.2.4.1 Posisi di Tempat Tidur dan Terapi Fisik
Tempat tidur yang ideal bagi pasien stroke adalah tempat tidur yang
padat dengan bagian kepala cukup keras untuk menopang berat ketika
disandarkan; tempat tidur tunggal memungkinkan orang yang merawat
meraih pasien dari kedua sisi. Pada beberapa kasus, ahli terapi
okupasional merancang tempat tidur fungsional khusus bagi pasien.
Pasien yang mengalami imobilisasi perlu diposisikan dan direposisikan
dengan benar di tempat tidur karena hal ini dapat membantu mencegah
komplikasi seperti pembentukan bekuan darah, dekubitus, pneumonia,
kontraktor sendi, dan nyeri bahu. Pada banyak kasus, pasien yang
mengalami imobilisasi dirawat secara penuh di fasilitas perawatan,
namun jika Anda merawatnya di rumah, Anda dianjurkan mengikuti
prosedur berikut :
1. Pastikan bahwa pasien memiliki kasur yang sesuai bertanyalah kepada
dokter atau ahli terapi okupasional jika perlu.
2. Balikkan pasien dari satu sisi ke sisi lain setiap 2 3 jam sepanjang
siang dan malam.
3. Ubahlah posisi lengan dan tungkai setiap 1 2 jam sepanjang siang dan
malam hari
4. Pijatlah tungkai yang lumpuh sekali atau 2 kali sehari
5. Gerakkan semua sendi di tungkai yang lumpuh secara lembut dan
perlahanlahan (yaitu, lurus dan menekuk) 5 7 kali. Tahanlah sendi di
setiap posisi selama sekitar 30 detik. Gerakan sebaiknya tidak
menimbulkan nyeri. Ulangi proses ini setiap empat jam. Jika mungkin,
cobalah memberi semangat pasien untuk bekerja sama dengan gerakan
dan meningkatkan mobilitas mereka karena ini akan membantu
mempercepat pemulihan.
6. Topanglah

hemiplegik

(lemah)

dengan

buah

bantal.

Jangan

membaringkan pasien telentang atau menarik lengan yang lumpuh.


2.2.4.2 Membalikkan Pasien

Pasien yang mengalami imobilisasi perlu dibalik dan diposisikan secara


reguler, bahkan pada malam hari. Tersedia beberapa seprai nilon
(misalnya, Slippery Sam, Slide Sheets) yang mempermudah kita
menggerakkan dan menggulingkan pasien. Untuk membalik pasien di
tempat tidur, orang yang merawat harus menyelipkan lengan mereka di
bawah tubuh pasien dan menarik pasien ke arah mereka. Jika pasien
sudah terputar, bukalah dan kencangkan seprai di bawahnya
Punggung pasien juga harus juga diperiksa untuk melihat tanda-tanda
dekubitus. Untuk mencegah timbulnya dekubitus, bersihkan kulit dengan
air hangat, spons, dan sedikit antiseptik atau sabun paling tidak sekali
sehari. Semua seprai yang basah harus langsung diganti (David, 2002.
http://www.strokebethesda.com. Diakses tangggal 8 Mei 2008)
2.2.4.3 Bridging
Latihan ini dapat membantu pasien bergerak di tempat tidur. Pasien
menekuk tungkai mereka yang kuat, dan orang merawat membantu
dengan menekuk tungkai yang lemah dan menahannya dalam posisi yang
dibutuhkan. Pasien kemudian mendorong kaki mereka ke tempat tidur,
dan mengangkat panggul sehingga panggul dapat dipindahkan ke salah
satu sisi dan menurunkan panggul ke posisi yang baru (Valery, 2006)

2.2.4.4 Mencegah Pembentukan Pembekuan Darah


Pemakaian obat anti Pembekuan, aplikasi kompresi pneumatic
intermiten, dan penggunaan kaus kompresi dapat membantu mencegah
terbentuknya bekuan darah.
Dokter akan menjelaskan kapan tindakan ini diperlukan dan ia akan
memberikan informasi yang Anda perlukan (Perdossi, 2007).
2.2.4.5 Duduk di Tempat Tidur

Berilah pasien semangat untuk duduk dan bersandar ke bagian kepala


tempat tidur sesegera mungkin sebagian besar pasien stroke yang
bertahan hidup mampu melakukan ini sendiri dalam satu Minggu.
Mereka sebaiknya menghabiskan lebih banyak waktu duduk dari pada
tidur telentang. Duduk lebih kecil kemungkinannya menyebabkan
tersedak dan mempermudah pasien bernafas dan menelan. Jika mobilitas
pasien sangat terhambat, alat pengangkat dapat membantu mereka
bergerak di tempat tidur dengan aman. Dapat digunakan bantal tambahan
untuk menyumbangkan pasien dan memberikan topangan di sisi yang
lumpuh. Pada awalnya, mungkin diperlukan satu atau dua orang untuk
menegakkan pasien, tetapi sebagian besar orang segera mampu
melakukannya sendiri. Saat duduk, gunakan bantal untuk menopang
lengan yang lumpuh/ lemah (Thomas.D.J, 2000)
2.2.4.6 Perawatan Kulit
Perawatan kulit yang cermat sangat penting untuk mencegah dekubitus
(luka karena tekanan) dan infeksi kulit; adanya hal-hal ini menunjukkan
bahwa perawatan pasien kurang optimal. Keduanya sebaiknya dicegah
alih-alih diobati, karena dekubitus menimbulkan nyeri dan sembuhnya
lama, dan jika terinfeksi, luka ini dapat mengancam nyawa. Pada pasien
stroke, dekubitus dapat terjadi karena berkurangnya sensasi dan
mobilitas.

Inkontesia

dan

malnutrisi,

termasuk

dehidrasi,

juga

meningkatkan risiko timbulnya dekubitus dan menghambat proses


penyembuhan.
Orang yang tidak dapat bergerak harus sering di putar dan tereposisi, dan
seprai mereka harus terpasang kencang. Bagi pasien yang hanya dapat
berbaring atau duduk di kursi roda, bagian-bagian tubuh yang paling
berisiko antara lain adalah punggung bawah (sakrum), pantat, paha,
tumit, siku, bahu, dan tulang belikat (skapula). Sekali sehari, gunakan
spons kering untuk membatali titik-titik tekanan ini agar mencegah
tertekanya saraf dan terbentuknya dekubitus. Ketika melakukan hal ini,
periksalah ada tidaknya abrasi, lepuh, dan kemerahan kulit yang tidak

hilang ketika ditekan karena hal-hal ini menunjukkan awal dekubitus.


Kulit pasien harus di jaga kering dan diberi bedak.
Untuk pasien dengan fraktur atau inkontinesia urine atau fases,
mengalami malnutrisi atau dehidrasi dan memiliki riwayat dekubitus
(jaringan parut lebih lemah daripada jaringan sehat), reposisi harus
dilakukan lebih sering. Setiap kali dilakukan pembersihan terhadap
inkontinesia, kulit di sekitar juga perlu diperiksa. Semua bagian yang
tertutup perlu dibersihkan, misalnya lipatan kulit yang dalam di bawah
skrotum atau di antara pantat
Sebagian pasien yang hanya dapat berbaring di tempat tidur mungkin
memerlukan kasur khusus, misalnya kasur udara. Namun, perlu diingat
bahwa meski telah menggunakan alat ini, orang yang merawat tetap
harus membalik dan mereposisi pasien dan mengikuti semua
rekomendasi yang diberikan di sini atau oleh profesional perawatan
kesehatan
Jika terbentuk luka, terapi akan paling efektif jika dimulai pada tahap
awal luka. Tunjukkan segala sesuatu yang mungkin mencemaskan anda
kepada ahli terapi, perawat, atau dokter. Identifikasi dekubitus oleh orang
yang merawat sangat penting agar terapi efektif karena masalah
komunikasi atau karena mereka tidak menyadarinya.

2.2.4.7 Perawatan Mata dan Mulut


Pasien yang tidak dapat minum tanpa bantuan harus membersihkan
mulutnya dengan sikat lembut yang lembab atau kapas penyerap sekitar
satu jam. Perawatan mulut yang teratur sangat penting, terutama untuk
pasien yang sulit atau tidak dapat menelan.
Gunakan kain lembab yang bersih untuk membersihkan kelopak mata
pasien jika diperlukan. Jika pasien yang mengantuk terus membuka mata
dalam jangka panjang, mata mereka dapat mengering, yang bisa
menyebabkan infeksi dan ulkus kornea. Untuk mencegah hal ini,

dianjurkan penutupan mata dan penggunaan pelumas, salep, atau air mata
buatan yang dapat di beli bebas (1 2 tetes setiap 3 4 jam)
2.2.4.8 Mencegah Nyeri Bahu
Nyeri bahu merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien stroke,
dialami oleh sekitar 1 dari 5 pasien dalam waktu enam bulan setelah
stroke. Komplikasi ini disebabkan oleh peregangan dan peradangan sendi
bahu yang melemah, dan sangat sering pada pasien dengan tungkai atas
atau bawah yang lemah, atau mereka yang memiliki riwayat gangguan
tungkai atas, diabetes melitus, dan tinggal sendiri di rumah.
Seperti pada banyak komplikasi stroke lain, nyeri bahu jauh lebih mudah
dicegah daripada diobati. Pada kenyataannya, sekali terbentuk, nyeri ini
cenderung menetap, sering kali semakin buruk, terutama jika tidak terapi
dengan benar, dan dapat menyebabkan cacat yang signifikan. Tindakan
pencegahan terbaik adalah penempatan posisi dan reposisi di tempat tidur
menopang lengan yang lemah (lumpuh) dengan bantal atau sandaran
tangan jika mungkin; menghindari peregangan sendi bahu, terutama oleh
tarikan pada lengan lemah; dan menopang lengan yang lemah dengan
lengan yang normal atau dengan menggunakan perban sportif saat
berjalan sehingga lengan tersebut tidak terkulai ke bawah. Pasien stroke
jangan ditarik di lengannya yang lumpuh.

2.2.4.9 Turun Dari Tempat Tidur Dan Bergerak


Segera setelah pasien mampu, bantulah mereka turun dari tempat tidur
dan duduk di kursi yang nyaman untuk jangka pendek. Peningkatan
mobilitas pasien harus lambat dan bertahap, dan jika mungkin, mengikuti
rangkaian berikut : bergerak di tempat tidur dengan tungkai ke bawah,
berdiri di samping tempat tidur, berjalan ke kursi, duduk di kursi,
berjalan di lantai yang rata.
Pasien harus perlu berupaya mencapai tingkat yang lebih tinggi. Hanya
berbaring dan menunggu perbaikan sama artinya kehilangan kesempatan

untuk pemulihan terbaik. Dalam hal ini, motivasi yang kuat, termasuk
kepercayaan pada proses pemulihan, sangatlah penting. Semangati pasien
untuk secara mental mencoba memerintahkan lengan atau tungkai
mereka yang lumpuh untuk bergerak dan melakukan apa yang mereka
inginkan. Mereka dapat melakukan apa yang mereka inginkan. Mereka
dapat menggunakan lengan atau tungkai mereka yang sehat untuk
membantu. Hal yang sama berlaku bagi fungsi lain yang hilang atau
terganggu. Seperti yang telah disinggung, tidak seorang pun tahu apa
yang menyebabkan suatu bagian otak mengambil alih sebagian dari
fungsi yang hilang setelah stroke atau cedera otak lainnya, tetapi
kapasitas otak untuk melakukan hal ini sangatlah besar. Oleh karena itu,
pasien jangan pernah menyerah untuk mencoba pulih.
Indikasi terbaik bahwa pasien siap bergerak ke tingkat mobilitas vang
lebih tinggi adalah kemampuan menoleransi tingkat mobilitas yang telah
mereka capai; jika pasien sudah merasa nyaman melakukan suatu
aktivitas selama paling sedikit satu menit, mereka dapat bergerak ke
tingkat selanjutnya. Demi alasan keamanan, sebaiknya ada satu atau dua
orang asisten berdiri dl samping pasien dan membantu pasien, terutama
pada tahap-tahap awal. Ketika berdiri atau berjalan, pasien sebaiknya
berupaya

menggunakan

tungkai

mereka

yang

lumpuh

dengan

menopangkan best badan mereka pada tungkai tersebut sebisa mungkin


dan dengan memindahkan best badan dari satu sisi tubuh ke sisi lainnya.
Pada awalnya pasien harus mencoba hanya beberapa langkah kecil. Sesi
latihan yang sering dan singkat, dengan peningkatan gerakan secara
perlahan, merupakan cara yang paling aman dan efektif. Jika pasien telah
yakin dapat berjalan di lantai yang datar, mereka dapat mulai naik
tangga, tetapi pastikan bahwa susuran tangganya telah aman dan kuat.
Bahkan orang berusia muda yang sehat namun berbaring beberapa hari di
tempat tidur akan mengalami sedikit masalah jika berdiri dengan cepat
dan langsung berjalan. Orang yang mengalami stroke sering kali telah
berusia lanjut dan sistem kardiovaskular mereka sering terganggu,
sehingga toleransi mereka terhadap peningkatan mobilitas dapat sangat

berkurang. Petugas kesehatan sebaiknya memberitahu pasien apakah


mereka boleh berusaha jalan dan apakah mereka dapat mencoba berjalan
sendiri atau dengan bantuan.
Pasien mungkin perlu dibantu untuk turun dari tempat tidur atau
berpindah dari tempat tidur ke kursi, terutama pada tahap-tahap awal
setelah stroke. Letakkan sebuah kursi yang kuat dan tidak terlalu rendah
dekat

tempat

tidur

untuk

membantu

pemindahan

(jika

Anda

menggunakan kursi roda, rem tangan harus terkunci untuk mencegahnya


bergerak). Singkirkan semua keset yang dapat bergerak atau benda lain
yang dapat menyebabkan pasien terpeleset, terantuk, atau jatuh.
Rangkaian tindakan berikut ini dapat digunakan untuk memindahkan
pasien lumpuh dari kursi ke toilet. Sekali lagi, jika menggunakan kursi
roda, pastikan bahwa rem tangan sudah terkunci.
1. Jelaskan proses pemindahan ke pasien, dengan menekankan posisi
akhir.
2. Berdirilah di depan pasien dan peluklah mereka dengan lengan Anda
melingkari punggung atau memegang tali pinggang.
3. Tahanlah tungkai atau kaki yang lemah, jika perlu, dan mulailah
menghitung untuk mengangkat. Hal ini memungkinkan pasien
mengetahui apa yang sedang terjadi sehingga la dapat memberi
bantuan yang maksimal.
4. Mintalah pasien untuk condong ke depan, kemudian angkatlah dan
raihlah lengan kursi yang terletak paling jauh.
5. Mintalah pasien untuk melangkah berputar, jika mungkin, atau
berputar sedemikian sehingga ia berada di depan kursi atau toilet.
Pasien kemudian dapat duduk.
2.2.4.10

Menelan Dan Makan

Biasanya dokter atau perawat yang berpengalaman dalam menilai


kemampuan menelan akan mengamati adanya tanda-tanda kesulitan
makan atau minum. Tanda-tandanya antara lain adalah bicara pelo,
suara yang basah dan serak, atau mengeluarkan liur di salah satu sisi

mulut. Pasien dapat diberi sedikit air untuk memeriksa kemampuan


mereka menelan, tetapi hal ini harus dilakukan oleh petugas
kesehatan. Jika tidak terdapat masalah yang nyata, pasien dapat
diminta untuk mencoba makanan dan minuman yang dapat ditelan
pasien dengan aman.
Kesulitan menelan sangat berbeda dari satu pasien ke pasien lain.
Ahli terapi wicara akan memberi nasihat mengenai konsistensi
makanan dan minuman yang sesuai. Anda mungkin dinasihati untuk
menghindari makanan tertentu, misalnya makanan yang terlalu
keras, kering, atau beremah-remah. Cairan dapat dikentalkan melalui
beberapa cara. Makanan pengental dapat dibeli di apotek dan pasar
swalayan (misalnya, bubuk puding instan). Anda dapat dengan
mudah mengentalkan susu dengan pisang rebus yang ditumbuk
bubur/pure buah, atau produk susu yang kental, seperti yoghurt. Sup
dapat dikentalkan dengan menambahkan bubuk skim-milk, kentang
rebus lunak, atau sayuran bertepung lainnya. Apa pun metode yang
Anda gunakan, makanan harus halus dan konsisten. Jika Anda
mengalami kesulitan mengentalkan makanan, ahli terapi wicara atau
ahli gizi dapat memberi bantuan.
Jika pasien stroke tidak mampu menyantap cukup makanan untuk
tetap sehat, mereka perlu secara temporer diberi makan melalui
selang, yang dimasukkan melalui hidung hingga ke lambung. Pasien
yang sakit parah atau yang tidak dapat menoleransi adanya selang di
hidung dapat diberi makan melalui selang yang menembus dinding
perut ke dalam lambung gastroskopi endoskopik perkutis. Pasien
stroke memerlukan makanan yang memadai, lezat, dan seimbang
dengan cukup serat, cairan (2 liter atau lebih sehari), dan
miktonutrien. Jika nafsu makan pasien berkurang, mereka dapat
diberi makanan ringan tinggi-kalori yang lezat dalam jumlah terbatas
setiap 2-3 jam, bersama dengan minuman suplemen nutrisional.
Untuk mencegah tersedak dan pneumonia aspirasi, semua makanan
harus disantap dalam keadaan duduk, jangan berbaring.

Untuk mencegah tumpah, letakkan piring pada alas antiselip dan,


paling tidak pada awalnya, mungkin sebaiknya digunakan piring
yang cekung sehingga makanan tidak mudah tumpah. Terdapat alatalat bantu untuk orang yang makan dengan satu tangan dan juga
terdapat mangkuk telur yang dapat ditempelkan ke meja. Ahli terapi
okupasional biasanya menilai kebutuhan pasien akan alat-alat
semacam ini.

You might also like