You are on page 1of 10

Definisi

E. Selectin adalah protein transmembran yang diekspresikan oleh sel endotel yang
mengikat ke oligosakarida dan diekspresikan pada permukaan leukosit. E. Selectin Mengandung
N asetilglukosamin.
E-selektin diekspresikan pada sel-sel endotel yang meradang dalam pengobatan dengan
sitokin inflamasiP ercobaan mikroskopis intravital telah menunjukkan bahwa fungsinya dalam
mediasi leukosit bergulir sebagian besar bersamaan dengan P-selektin.S elain sebagai mediasi
leukosit, E-selektin berpartisipasi dalam konversi untuk adhesi. Ada beberapa bukti bahwa Eselektin sangat penting terutama dalam peradangan kulit, karena mendukung perekrutan limfosit
T spesifik kulit.
Ligan untuk E-selektin yang bertanggung jawab untuk interaksi tidak diketahui. Dua ligan
kandidat, PSGL-1 dan E-selektin ligand-1 (-ESL 1) belum terbukti diperlukan untuk E-selektin
dimediasi leukosit bergulir dalam kondisi apapun. Tidak jelas apakah ligan fisiologis untuk Eselektin adalah glikoprotein. Beberapa glikolipid dapat mendukung E-selektin tergantung
bergulir in vitro.
E-selektin bergerak jauh lebih lambat dibandingkan P-selektin. Tergantung pada tingkat ekspresi
dari E-selektin, kecepatan bergulir berkisar antara kurang dari 5 m / s dan sekitar 15 m / s.
Karena tingkat disosiasi atau tingkat E-selektin sangat mirip dengan P-selektin (Smith et al.,
1999), hal itu sangat mungkin bahwa E-selektin atau ligan atau keduanya dinyatakan dengan
kepadatan situs jauh lebih tinggi dari P-selektin dan-PSGL 1. Berdasarkan temuan bahwa Eselektin juga berpartisipasi dalam adhesi, tikus yang kekurangan untuk kedua E-selektin dan
CD18, rantai beta umum dari integrin N2 yang dihasilkan. Tikus-tikus ini menunjukkan cacat
inflamasi parah yang menyebabkan mematikan awal (Forlow et al., 1999), menunjukkan bahwa
E-selektin lebih ke arah langkah adhesi kuat dari kaskade.

Gambar 1. Selectin
Adhesi sel- sel darah putih (leukosit) ke sel-sel endotel yang melapisi pembuluh darah
merupakan sebuah proses yang memungkinkan leukosit untuk meninggalkan sistem peredaran
darah dan memediasi respon inflamasi dalam jaringan yang terluka. Langkah awal dalam adhesi
antara leukosit dan sel endotel dimediasi oleh keluarga protein transmembran disebut selectins,
yang berperan sebagai karbohidrat spesifik pada permukaan sel. Dua anggota selectins
( E.selectins dan P.selectins) diekspresikan oleh sel endotel dan trombosit, mengikat
oligosakarida spesifik pada permukaan leukosit.
Fisiologi endotel
Endotel adalah satu lapisan sel yang paling dalam yang melapisi seluruh pembuluh darah dalam
tubuh. Fenotipe dari endotel bervariasi tergantung dari struktur dan fungsi pembuluh darah di
lokasi yang berbeda (Aird, 2007). Sebagai contoh antara glomerulus dan kapiler peritubulus,
fungsi endotel sangat berbeda karena fungsi glomerulus dan peritubulus sangat berbeda. Karena
itu integritas dari lapisan endotel sangat penting dalam mempertahankan fungsi vaskular.
Sebagai contoh dalam pengontrolan tonus vasomotor dan permeabilitas. Walaupun terdapat
perbedaan fungsi endotel dalam kompartemen pembuluh darah yang berbeda, tetapi umumnya
endotel mampu mensintesis dan mensekresikan berbagai faktor yang mempengaruhi tonus dan
pertahanan pembuluh darah (Fliser, 2011). Endotel memproduksi berbagai faktor relaksasi, yang
paling utama dan banyak dikenal adalah nitric oxide (NO). Nitric oxide adalah gas pokok yang

menstimulasi relaksasi dan menghambat proliferasi otot polos pembuluh darah, mencegah
perlekatan dan migrasi leukosit ke dinding arteri, dan mencegah adhesi dan agregasi platelet ke
endotel. Prostacyclin endothelium-derived hyperpolarizing factor juga merupakan vasorelaksan
yang penting, yang nantinya berperan sebagai vasodilator pada hipertensi resisten (Fliser, 2011).

Gambar 2. Peran AGE pada sirkulasi (ekstraseluler) terhadap komplikasi vaskuler

Gambar 3. inhibitor L-selektin. Strategi yang berbeda telah diikuti untuk mengembangkan Lselektin

inhibitor:

(i)

antibodi

monoklonal

yang

ditujukan

terhadap

Lselectin,

(ii) ligan larut jenuh epitop L-selektin, (iii) molekul kecil, (iv) aptamers blok L-selektin dan (v)
blokade enzim yang mensintesis mitra mengikat L-selektin.
Disfungsi endotel
Disfungsi endotel/Endothelial cell dysfunction (ECD) adalah ketidakmampuan dari sel endotel
untuk mengatur beberapa atau semua fungsinya. Hal ini akan menyebabkan ketidakseimbangan
antara (Ding dan Triggle, 2005):
a. faktor relaksasi dan konstriksi
b. mediator prokoagulan dan antikoagulan
c. vascular growth-inhibiting and growth-promoting substances.
Disfungsi endotel bisa diduga dengan pemeriksaan secara tidak langsung,

yaitu dengan memeriksa berbagai marker atau petanda antara lain melalui pemeriksaan flowmediated vasodilation setelah dilakukan iskemia transien (Correti, 2002) dan evaluasi terhadap
perubahan resistensi vaskuler pada arteri besar maupun kecil setelah diberikan rangsangan
fisiologis. Cara ini pada dasarnya menganalisis kapasitas pengeluaran NO oleh endotel setelah
berbagai stimulus. Pemeriksaan indirek untuk estimasi dari disfungsi endotel yang lain adalah
dengan melakukan pengukuran permeabilitas vaskuler dari makromolekul (Vervoort, 1999),
pengukuran faktor vasoaktif (vasokontriktor/vasodilator) yaitu NO, EDHF, endotelin-1, ROS,
angiotensin-II (Bassenge dan Zanzinger, 1992; Fliser, 2011), aktifitas protrombin prokoagulan,
dan marker inflamasi (VCAM-1, ICAM-1 dan E-selectin) (Hwang, 1997), dan pemeriksaan
sitokin (IL-1beta, IL-6 dan TNF-alfa), serta pemeriksaan CRP (Spranger, 2003; Pradhan, 2001).
Disfungsi endotel akan menyebabkan berbagai komplikasi antara lain meningkatkan ekspresi
dari molekul adhesi, sehingga menyebabkan peningkatan adhesi dari lekosit ke sel endotel dan
akhirnya mengaktifkan status prokoagulan, aktivasi trombosit dan faktor pembeku, menghambat
pengeluaran NO. Hal ini akan menyebabkan ketidaksempurnaan dari pertumbuhan pembuluh
darah dan remodelling di dalam dinding pembuluh darah (Fliser, 2011). Penelitian yang luas
pada ECD umumnya meneliti mekanisme yang bertanggung jawab terhadap penurunan
bioafailibitas dari NO, dimana akan menyebabkan penuruan dari produksi NO atau peningkatan
dari degradasi NO. Karena luasnya permukaan tubuh endotel memiliki peranan yang penting
pada penyakit hipertensi dan diabetes. Pada penyakit ini endotel bisa mengalami perubahan
stuktur dan fungsi sehingga menyebabkan kehilangan peranannya sebagai barier proteksi.
Disfungsi endotel pada awalnya menyebabkan aterosclerosis dan gambaran yang utama dari
kondisi ini adalah kerusakan dari bioavailabilitas dari NO. Jika berlangsung lama disfungsi
endotel akan menyebabkan terjadinya apoptosis, yang pada akhirnya akan menyebabkan
disintegrasi dari struktur maupun fungsi endotel. Hal ini akan menyebabkan aktivasi dari lekosit
dan trombosit dan menyebabkan kerusakan dinding pembuluhdarah (Hansson, 2005).
Disfungsi endotel pada CKD
Pada pasien CKD terjadi disfungsi endotel tapi mekanismenya belum sepenuhnya diketahui. Ada
tiga mekanisme potensial yang berkontribusi terhadap terjadinya disfungsi endotel yaitu : adanya
stres oksidatif, defisiensi L-arginin dan ADMA (Martens dan Edwards, 2011). Salah satu
penyebab terjadinya disfungsi endotel yang banyak diteliti adalah stres oksidatif. Stres oksidatif
adalah adanya gangguan dari keseimbangan antara produksi radikal bebas dan ekskresinya oleh
antioksidan endogen (Guzik dan Harrison, 2006). Stres oksidatif menyebabkan terjadinya
gangguan jalur NO pada sel endotel dan akhirnya menyebabkan terjadinya disfungsi endotel.
Stres oksidatif sering ditemukan pada pasien dengan gangguan ginjal sedang sampai berat

(Oberg, 2004) dan juga pada pasien yang menjalani hemodialisis (Yilmaz, 2006). Mekanisme
terjadinya disfungsi endotel melalui stres oksidatif pasien PGK terutama terjadi melalui jalur
eNOS dan NO. Defisiensi L-arginin merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap
terjadinya disfungsi endotel pada pasien PGK. L-arginin diperlukan pada sintesis NO. L-arginin
disintesis terutama di tubulus proksimal ginjal dan sintesis ini menurun dengan menurunnya
massa ginjal. Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya disfungsi endotel pada
pasien PGK terbentuknya inhibitor NOS endogen yaitu ADMA dan LNMMA (Kielstein, 2005,
Baylis, 2006). Produksi ADMA 10 kali lipat dari LNMMA dan meningkat pada pasien PGK.
Kadar plasma ADMA merupakan predictor dari progression menjadi gagal ginjal pada pasien
PGK. ADMA diklasifikasikan sebagai toksin uremik dan ADMA juga dihubungkan dengan
terganggunya fungsi endotel. ADMA adalah suatu kompetitor inhibitor dari eNOS. Disfungsi
endotel pada pasien PGK memiliki 2 peranan penting, pertama DE merupakan tahap yang
penting dalam perkembangan CVD, kedua DE pada kapiler glomerulus menyebabkan
progresivitas dari PGK. Pada pasien PGK hubungan antara ECD pada pembuluh darah perifer
dan pembuluh darah ginjal belum diteliti lebih jauh. Walaupun banyak penelitian meneliti
mengenai bioavaibilitas dari NO pada PGK, tetapi belum banyak yang meneliti keseimbangan
antara vasokonstriktor dan vasodilator pada PGK (Fliser, 2011).Pada Gambar 2.4 di bawah
terlihat mekanisme penurunan NO karena peningkatan dari assymetric N G, NG dimethylarginine pada pasien dengan penyakit ginjal kronik.

Nitric oxide
Nitric oxide adalah antagonis natural dari katekolamin. Nitric oxide merupakan agen yang labil,
sangat aktif dengan masa hidup yang pendek. Nitric oxide disintesis oleh enzim Nitric Oxide
Synthase (NOS), dikeluarkan oleh sel endotel ke sirkulasi (Fliser et al., 2003). Pada penelitian in
vitro didapatkan bahwa aktivitas NOS meningkat saat darah diekspose pada membran dialiser.
Kondisi uremia dilaporkan menghambat sintesa NO. Aktivitas NOS juga berkurang dengan
adanya ADMA (Shafei et al., 2008; Xiao et al., 2001). Nitric oxide dibentuk di berbagai lokasi,
produksi lokal menentukan aktifitas fisiologisnya. Pada PGK terjadi disfungsi endotel yang
ditandai dengan menurunnya produksi NO oleh endotel. Ada berbagai mekanisme terjadinya
penurunan NO pada gangguan ginjal seperti defisiensi L-arginin, peningkatan NOS inhibitor
seperti ADMA, dan menurunnya aktifitas dari enzim NOS. Berikut ini skema dari pembentukan
NO dan berbagai mekanisme yang menyebabkan defisiensi NO pada PGK (Baylis, 2008).

Gambar 4
Mekanisme dari penurunan nitric oxide karena peningkatan dari assymetric
N G, NG - dimethylarginine pada chronic kidney disease (Sibal et al., 2010)

L-selektin memainkan peran penting dalam adhesi leukosit, di mana ia menengahi menangkap
awal dan tethering. Selama T aktivasi sel, L-selektin ditumpahkan dari permukaan, sehingga
Sel efektor L-selectinlow. Tidak jelas yang populasi sel berproliferasi setelah aktivasi dan apa
yang mendorong sel-sel T menjadi sel memori jangka panjang setelah penyakit telah
dibersihkan. Dalam keadaan tertentu, mungkin perlu untuk memblokir adhesi leukosit untuk
mencegah infiltrasi besar dan jaringan kerusakan. L-selektin adalah pemain yang relevan pada
penyakit akut seperti infeksi bakteri serta inflamasi kronik proses seperti penyakit Crohn. Oleh
karena itu, L-selektin mewakili target yang berharga dan menarik untuk intervensi terapi.
Beberapa strategi telah digunakan untuk menemukan dan mengembangkan obat inhibitor. Studi
ini menunjukkan bahwa netralisasi interaksi L-selektin-dimediasi mampu dari pelemahan
infiltrasi leukosit ke situs inflamasi dan mengurangi perkembangan peradangan. Telah
mempertanyakan, namun, jika penyumbatan selectins secara biologis relevan. Pendek paruh
dalam sirkulasi, bioavailabilitas rendah atau afinitas mengikat cukup (IC50 tinggi) adalah
masalah

dari

beberapa

obat

yang

dikembangkan

sejauh

ini.

Sebagai

selectin

interaksi yang membazir, khasiat inhibitor diarahkan untuk hanya satu dari selectins bisa rendah.
Namun,

strategi

menargetkan

beberapa

selectins,

seperti

antibodi

EL-246

(mengakui E- dan L-selektin) atau molekul kecil inhibitor bimosiamose (target semua selectins)
telah terbukti menjadi sangat efisien. Meskipun klinis strategi yang layak memiliki
belum muncul, jelas bahwa L-selektin adalah penting dan target molekul yang menjanjikan.

Gambar 5
Peranan Endothelin 1 pada PGK dan CVD. Ilustrasi oleh Josh Gramling-Gramling Medical
Illustration (Dhaun et al., 2006)

DAFTAR PUSTAKA
Balk, R.A., Casey, L.C. 2000. Sepsis and Septic Shock. Critical Care Clinics.
Bassenge, E., Zanzinger, J. 1992. Nitrates in different vascular beds, nitrate
tolerance, and interactions with endothelial function. Am J Cardiol; 70:23B9B.
Baylis, C. 2006. Arginine, arginine analogs and nitric oxide production in chronic
kidney disease, Nature Clinical Practice. Nephrology;2(4): 20920.
Baylis, C. 2008. Nitric Oxide Deficiency in Chronic Kidney Disease. Am J
Physiol Renal Physiol, 294:F1-F9.
Dhaun, N., Goddard, J., Webb, D.J. 2006. The Endothelin System and Its
Antagonis in Chronic Kidney Disease. J Am Soc Nephrol;17:943-55
Dhaun, N., Goddard, J., Kohan, D.E., Pollock, D.M., Schiffrin, E.L., Webb, D.J.
2008. Role of Endothelin-1 in Clinical Hypertension : 20 Years On.
Hypertension; 52:452-59.
Fliser, D. 2011. The dysfunctional endothelium in CKD and in cardiovascular
disease: mapping the origin(s) of cardiovascular problems in CKD and of
kidney disease in cardiovascular conditions for a research agenda, Kid Int
Supplements;1: 69
Hwang, S.J., Ballantyne, C.M., Sharrett, A.R.1997. Circulating adhesion molecules
VCAM-1, ICAM-1, and E-selectin in carotid atherosclerosis and
incident coronary heart disease cases: the Atherosclerosis Risk in Communities
(ARIC) study. Circulation;96:4219-25.
Indonesian Renal Registry (IRR), 2013. 5th Report of Indonesian Renal Registry
2011. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI).
Oberg, B.P., McMenamin, E, Lucas, F.L. 2004. Increased prevalence of oxidant
stress and inflammation in patients with moderate to severe chronic kidney
disease. Kid Int;. 65(3): 100916.
Sibal, L., Agarwal, S.C., Home, P.D. 2010. The role of asymmetric
dimethylarginine (ADMA) in endothelial dysfunction and cardiovascular
disease . C urr Cardiol Rev; 6 : 82 90.
Suhardjono. 2006. Proteinuria Pada Penyakit Ginjal Kronik: Mekanisme dan
Pengelolaannya. Peranan Stres Oksidatif dan Pengendalian Faktor Risiko
pada Progresi Penyakit Ginjal Kronik serta Hipertensi, JNHC 2006; 1-7.
Xiao, S., Wagner, L., Schmidt, R.J., and Baylis, C. 2001. Circulating endothelial
nitric oxide synthase inhibitory factor in some patients with chronic renal
disease. Kid Int; 59: 146672.
Yilmaz, M.I., Saglam, M., Caglar, K. 2006. The determinants of endothelial
dysfunction in CKD: oxidative stress and asymmetric dimethylarginine. Am J
Kid Dis; 47(1):4250.

Young, J.M., Terrin, N., Wang, X., Greene., T., Beck., G.J., Kusek, J.W, Collins.,
A.J, Sarnak, M.J., and Menon, V. 2009. Asymmetric Dimethylarginine and
Mortality in Stages 3 to 4 Chronic Kidney Disease. Clin J Am Soc Nephrol;4:
111520.

You might also like