You are on page 1of 29

KATA PENGANTAR

Puji
syukur kami panjatkan
kehadirat Tuhan
Yang
Maha
Kuasa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun.
Terima kasih Kami ucapkan kepada Ibu Resmi Rismawati S.ST selaku dosen mata
kuliah Obstetri, mudah-mudahan ilmu yang Ibu berikan kepada kamikhususnya dan umumnya
kepada kami semoga semua bermanfaat.
Penyusunan makalah ini diajukan sebagai salah satu tugas mata kulia
Obstetri.. Namun kami tetap mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif sehingga
bisa menjadi acuan dalam penyusunan makalah ini dapat bermanfaat.

Pariaman,

Penyusun

2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Komplikasi dalam kasus kebidanan dapat terjadi di luar dugaan, meskipun segala
sesuatu yang telah dijalankan dengan rapih dan sempurna.dengan pengetahuan yang baik,
penanganan persalinan yang hati-hati disertai dengan ketelatian dengan baik pula,
diharapkan kematian dan kesakitan ibu hamil dapat ditekan sekecil-kecilnya setiap tenaga
kesehatan diharapkan mampu menengani persalinan normal maupun patologi dan berupaya
agar tidak terjadi komplikasi.
Tenaga kesehatan khususnya bian harus mengetahui dan menguasai tindakantindakan yang harus dilakukan apabila memberikan pertolongan baik pada persalinan normal
maupun patologi.pengetahuan tentang Tindakan-tindakan operatif kebidanan yaitu Ekstraksi
Vakum, induksi persalinan, Digital Curretase, persalinan sungsang, maupun manual
plasenta harus di miliki..
B. Rumusan masalah.

Apa yang di maksud dengan anastesi dan persiapan prabedah?


Apa saja tindakan-tindakan operatif kebidan?

C. Tujuan .

Untuk mengetahui anastesi dan persiapan prabedah.


Untuk mengetahui tindakan-tindakan operatif kebidanan.
Untuk memenuhi tugas mata kulia Obstetri.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Anestesi
Anestesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran di sertai hilanganya
rasa sakit yang sifatnya sementara. Anestesi pada setiap keadaan membawa problemprobleme tersendiri sesuai dengan kondisi penderita, sebab obat-obat anastesi bersifat
mendepresi organ-organ vital.
Sejak dahulu bermacam-macam obat anestetika dengan berbagai cara pemberiannya telah di pakai oleh banyak ahli. Hasil yang di kemukakan berbeda-beda,
masing-masing menurut pendapat dan pengalaman masing-masing.
Tentang anestesi dapat di katakana dengan singkat: bahwa tidaka ada satu obat
anestesi yang dapat di percaya; kepercayaan harus di letakan pada bahu ahli anastesi.
Berbeda dengan cabang ilmu kedokteran lainnya, dalam obstetri kita menghadapi
dua kepentingan, yaitu kepentingan Ibu dengan kepentingan anak. Karena itu anastesi yang
di pakai haruslah tidak banyak mempengaruhi anak.
a.Macam-macam zat anastesi.
Pembagian anastesi:
Anastesi umum
Anastesi Inhalasi, intravena, dan rectal.
v Anastesi Lokal.
Dapat di bagi menjadi tiga golongan yaitu: golongan ester, alcohol, dan heterogeneous.
b.
Tehnik Anastesi.
v Anastesi Umum.
Adalah suatu cara untuk menghilangkan kesadaran di sertai hilangnya rasa sakit di seluruh
tubuh disebabkan pemeberian obat-obat anastesi.
v Anastesi Regional dan Lokal.
Adalah suatu cara untuk menghilangkan rasa sakit pada sebagian dari tubuh atau pada
daerah tertentu dari tubuh.
c.Komplikasi dan efek samping anastesi.
Baik sewaktu anastesi berjalan maupun sesdudahnya dapat terjadi komplikasi dan efek samping antara lain:
v Gangguan pernafasan.
Pada seorang penderita dalam keadaan tidak sadar dapat terjadi gangguan pernapasan dan
gangguan peredaran darah yang bila tidak di berikan pertolongan maka ia akan meninggal.
v Kerja jantung berhenti (Cardiac Arrest).
Suatu dalam keadaan anastesi jantung dapat berhenti secara tiba-tiba tanpa di duga
sebelumnya. Hal ini dapat di sebabkan oleh kesalahan tekhnis misalnya pemberian obat
yang berlebihan.

v Regurgitasi.
Adalh suatu keadaan keluarnya isi lambung ke varing tanpa adanya tanda-tanda. Hal ini di
sebabkan oleh adanya cairan atau makanan dalam lambung.
v Terjadi pada waktu induksi yang berjalan kurang lancar, atau pengaruh obat-obat anastesi
yang di pakai.
v Perdarahan.
Setiap persalinan denagn pemberian anastesi selalu di pikirkan akan timbulnya perdarahan
postpartum, terutama pada anastesi dengan halotan.
v Reaksi Toksik Sistemik.
Di sebabkan karena konsentrsi obat anastesi yang tinggi dalam sirkulasi darah Ibu. Hal ini
biasanya bersifat sementara dapat di atasi dengan pemberian oksigen dan biasanya
berkurang setelah konsentrasi obat dalam dara turun.

B. Persiapan Prabedah.
Persiapan prabedah dapat di bagi menjadi 3 langkah adalah sbb:
a. Persiapan penderita.
v Menerangkan kepada penderita dan keluarganya dan alasan yang di lakukan operasi
untuk melahirkan janin dan memeberikan pengertian serta kekuatan mental kepada mereka
dalam menghadapi keadaan ini.
v Melakukan pengosongan kandung kencing.
v Mengosongkan isi rectum. Pada plasenta previa tidak di anjurkan karena dapat
menyebabkan perdarahan.
v Mencukur rambut pubis daerah genetalia eksterna dan rambut daerah dinding perut pada
operasi parabdominam.
v Membaringkan penderita pada posisi yang di anjurkan yaitu posisi litotomi dan posisi
trendelemberg.
v Memasang infus cairan menggunakan kanula plastik G No 16.
v Melakukan suci hama daerah operasi:

Daerah genitalia eksterna dan vagina dengan memakai larutan asam pikrin, larutan
betadin, larutan savlon dan sebagainya.

Daerah dinding perut dengan larutan betadin, larutan jodium atau larutan savlon, lau di
cuci lagi dengan larutan alcohol.
b. Persiapan kamar dan alat-alat untuk operasi.
v Di beritahuakan ke pada dokter dan para medic yang bertugas jaga bahwa ada operasi,
supaya mereka menyiapakan kamar operasi atau kamar bersalin serta alat-alat yang
berkaitan dengan jenis opersi yang akan di lakukan.

v Alat-alat untuk operasi di suci-hamakan (aseptic) setelah itu di sisapkan pada meja alatditutup atau di bungkus dengan kain yang seluruhnya dalam keadaan suci-hama siap di
pakai untuk operasi.
v Juga telah di siapkan alat-alat resusitasi untuk bayi yang akan di lahirkan.
v Pada kasus-kasus bayi risiko tinggi (high risk baby) hendaknya di minta bantuan
kehadiran seornag ahli kesehatan anak, khusus dalam bidang neonates.
Persiapan Tim operasi.
Tim bedah ini sekurang-kurangnya terdiri dari :
v Operator (ahli kebidanan).
v Asisten operator (asisten ahli), dokter mudah dan para medis.
v Para medis piata alat-alat operasi.
v Ahli anastesi atau perawat anastesi.
Tim bedah ini bekerja dalam keadaan suci hama:
v Menyuci-hamakan tangan menurut Furbringer.
v Memakai penutup kepala, baju operasi dan jas operasi yang steril, masker penutup mulut
dan hidung, tutup kepala serta alas kaki kamar operasi.
C. Tindakan Operatif Kebidanan.
a. Ekstrasi vakum.
Ekstraksi Vakum adalah tindakan obstetrik operatif untuk melahirkan kepala
janin dengan menggunakan mangkuk hampa udara yang ditempelkan pada kulit
kepala janin dari seorang parturien yang masih memiliki tenaga meneran.
Indikasi Konvensional:
Mempersingkat kala II pada keadaan :
1. Ibu tidak boleh meneran terlalu lama pada kala II akibat kondisi obstetri tertentu
(pre eklampsia berat, anemia, diabetes mellitus, eklampsia).
2. Kondisi obstetri tertentu :

Riwayat SC.

Kala II memanjang.
3. Maternal distress pada kala II.
4. Gawat janin pada kala II dengan syarat :

Perjalanan persalinan normal.

Fasilitas sectio caesar sudah siap.

Kontraindikasi Absolute :

Disproporsi sepalo-pelvik .

Operator tidak dapat mengenali denominator dengan baik

Operator tidak kompeten untuk melakukan ekstraksi vakum.

Kelainan letak :

Presentasi Muka
Letak Dahi
Presentasi Lintang

After coming head pada presentasi sungsang.


Kontradiksi Relatif:
Pasca pengambilan sediaan darah dari kulit kepala janin.
Prematuritas.
Kecuali pada persalinan gemelli anak ke II dimana persalinan hanya memerlukan
traksi ringan akibat sudah adanya dilatasi servix dan vagina.
Dikhawatirkan terjadi trauma intrakranial, perdarahan intrakranial , ikterus
neonatorum berat.
IUFD (Intra Uterina Fetal Disease/kematian janin di dalam uterus).
Oleh karena : tidak dapat terbentuk kaput.
Pada janin maserasi, kranium sangat lunak sehingga pemasangan mangkuk
menjadi sulit.
Kelainan kongenital janin yang menyangkut kranium : anensephalu.
Alat Ekstrasi Vakum:

1.
2.

3.

4.

1.
2.

3.
4.

Cawan penghisap ( cup )


Terdiri dari 3 ukuran :
50 mm.
60 mm.
70 mm.
Botol penghisap.
Pompa penghisap.
Pemilihan ukuran cawan penghisap disesuaikan dengan dilatasi servik ; pada
dilatasi servik yang sudah lengkap biasanya dipasang ukuran yang terbesar (70
mm).
Pada sisi belakang cawan penghisap terdapat marker sebagai penuntun gerakan
rotasi dalam dan dipasang pada posisi jam 12.
Pada penampang melintang cawan penghisap terlihat adanya rantai yang
merupakan alat pengaman agar cawan tidak mudah terlepas dari pegangan saat
melakukan traksi.
Diagram mangkuk penghisap Cawan penghisap

Syarat Ekstraksi Vakum.


1. Janin diperkirakan dapat lahir pervaginam.
2. Pembukaan sekurang - kurangnya 7 cm ( idealnya adalah dilatasi lengkap ).
3. Penurunan kepala > station 0 ( idealnya adalah setinggi Hodge III + )
4. Selaput ketuban negatif.
5. Harus ada kekuatan meneran ibu dan kontraksi uterus (HIS ).
Prinsip Ekstraksi Vakum.
Membuat suatu caput succadeneum artifisialis dengan cara memberikan tekanan
negatif pada kulit kepala janin melalui alat ekstraktor vakum.
Caput Succadeneum.
Pemasangan cawan penghisap dalam keadaan miring.

Pemasangan Cawan Penghisap.


1. Setelah persiapan operator dan atau pasien selesai serta peralatan sudah dipersiapkan
dengan baik.
2. Labia dibuka dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri dari arah atas.
3. Cawan penghisap yang sudah dilumuri dengan jelly dimasukkan jalan lahir secara
miring dengan menghindari urethra dan klitoris.
4. Cawan penghisap diputar 900 dan ditempatkan tepat pada permukaan kulit kepala
dengan posisi menjauhi ubun-ubun besar.
5. Buat tekanan vakum dalam cawan penghisap dengan memompa sampai 0.2 kg/cm2
sebagai tekanan awal.
6. Pastikan bahwa cawan penghisap terpasang dengan baik dan tidak ada bagian jalan
lahir atau sisa selaput amnion yang ikut terjepit.
7. Setelah 2 menit, naikkan tekanan negatif sampai 0.7 0.8 kg/cm2 dengan kecepatan
0.2 kg/cm2 setiap 2 menit.
8. Penilaian ulang untuk melihat adanya bagian jalan lahir yang terjepit.
9. Traksi percobaan untuk melihat apakah ekstraksi vakum sudah berfungsi dengan
baik.
10. Traksi sesuai dengan derajat desensus sampai lahirnya kepala janin.
11. Cawan penghisap dilepas dan sisa tubuh anak dilahirkan dengan cara sebagaimana
lazimnya.
Ekstraksi Vakum Pada Posisi Occiput Anterior.

Pemasangan cawan pada sutura sagitalis menjauhi ubun-ubun besar Posisi awal, arah traksi
horisontal sampai kepala nampak dibawah simfisis Cara melakukan traksi :

Kriteria Kegagalan Ekstraksi Vakum:


1. Cawan penghisap terlepas lebih dari 3 kali saat melakukan traksi dan hal ini biasanya
terjadi oleh karena :
Tenaga vakum terlampau rendah (seharusnya -0.8 kg/cm2) oleh karena
kerusakan pada alat atau pembentukan caput succedaneum yang terlampau
cepat ( < 0.2 kg/cm2 per 2 menit).
Terdapat selaput ketuban atau bagian jalan lahir yang terjepit diantara
cawan penghisap dengan kepala anak.
Saat melakukan traksi : kedua tangan penolong tidak bekerja secara
harmonis, traksi dengan arah yang tidak tegak lurus dengan bidang cawan
penghisap atau traksi dilakukan dengan tenaga yang berlebihan.
Terdapat gangguan pada imbang sepalopelvik (CPD).
2. Setelah dilakukan traksi selama 30 menit, janin belum dapat dilahirkan.
Komplikasi
pada Ibu:
Perdarahan
Infeksi jalan lahir
Trauma jalan lahir
Pada Anak:
Ekskoriasi dan nekrosis kulit kepala
Cephal hematoma
Subgaleal hematoma
Perdarahan intracranial
Perdarahan subconjuntiva, perdarahan retina
Fraktura klavikula
Distosia bahu
Cedera pada syaraf cranial ke VI dan VII
Kematian janin
Keunggulan ekstraktor vakum dibandingkan ekstraksi cunam:
1. Tehnik pelaksanaan relatif lebih mudah
2. Tidak memerlukan anaesthesia general
3. Ukuran yang akan melewati jalan lahir tidak bertambah (cawan penghisap tidak
menambah ukuran besar bagian anak yang akan melwati jalan lahir)
4. Trauma pada kepala janin relatif rendah .

Kerugian ekstraktor vakum dibandingkan ekstraksi cunam:


1. Proses persalinan membutuhkan waktu yang lebih lama.
2. Tenaga traksi pada ekstraktor vakum tidak sekuat ekstraksi cunam.
3. Pemeliharaan instrumen ekstraktor vakum lebih rumit.
4. Ekstraktor vakum lebih sering menyebabkan icterus neonatorum.
Berbagai rekomendasi berkaitan dengan tindakan ekstraksi vakum :
1. Klasifikasi persalinan dengan ekstraksi vakum hendaknya menggunakan klasifikasi
yang sama dengan ekstraksi cunam.
2. Indikasi dan kontraindikasi yang dipakai dalam ekstraksi cunam hendaknya juga
digunakan pada ekstraksi vakum.
3. Ekstraksi vakum tidak boleh dilakukan pada kepala yang masih belum engage atau
diatas station 0.
4. Operator hendaknya memiliki pengalaman yang cukup dalam menggunakan peralatan
ekstraksi vakum.
5. Operator harus segera menghentikan usaha persalinan pervaginam dengan ekstraksi
vakum bila cawan penghisap terlepas sampai 3 kali saat melakukan traksi.

b. Induksi persalinan
Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu,
baik secara operatif maupun secara medicinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi
rahim sehingga terjadi persalinan. Induksi persalinan berbeda dengan akselerasi
persalinan, dimana pada akselerasi persalinan tindakan-tindakan tersebut di kerjakan
pada wanita hamil yang sudah inpartu.
Cara
1. Secara medis
Infus oksitosin
Prostaglandin
Cairan hipertonik intrauteri
2. Secara manipulative/ dengan tindakan
Amniotomi
Melepaskan selaput ketuban dari bagian bawah rahim(stripping of the membrane).
Pemakaian rangsangan listrik
Rangsangan pada putting susu.
Indikasi janin
1. Kehamilan lewat waktu.
2. Ketuban pecah dini.
3. Janin mati.

Indikasi ibu
1. Kehamilan dengan hipertensi
2. Kehamilan dengan Diabetes Melitus
Indikasi kontra
1. Malposisi dan malpresentasi janin
2. Insufisiensi plasenta.
3. Diproporsi sefalopelvik.
4. Cacat rahim, misalnya pernah mengalami seksio sesarea, enokleasi miom.
5. Grande multipara
6. Gemelli
7. Distensi rahim yang berlebihan misalnya pada hidramnion.
8. Plasenta previa.
Syarat-syarat pemberian infuse oksitosin
1. Agar infuse oksitosin berhasil dalam menginduksi persalinan dan tidak memberikan
penyulit baik pada ibu maupun janin, maka di perlukan syarat-syarat sebagai berikut :
a. Kehamilan aterm
b. Ukuran panggul normal
c. Tidak ada CPD (Disproporsi antara pelvis dan janin)
d. Janin dalam presentasi kepala
e. Serviks sudah matang yaitu, porsio teraba lunak, mulai mendatar dan sudah
mulai membuka.
2. Untuk menilai serviks ini dapat juga di pakai skor Bishop, yaitu bila nilai Bishop
lebih dari 8, induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasil.
Tekhnik infus oksitosin berencana
1. Semalam sebelum infuse oksitosin, hendaknya penderita sudah tidur dengan
nyenyak.
2. Pagi harinya penderita di beri pencahar.
3. Infuse oksitosin hendaknya di kerjakan pada pagi hari dengan obserfasi yang baik.
4. Disiapkan cairan dextrose 5 % 500 ml yang di isi dengan 5 unit oksitosin.
5. Cairan yang sudah mengandung 5 U oksitosin ini di lahirkan secara intravena melalui
saluran infuse dengan jarum no. 20 G.
6. Jarum suntik intravena di pasang pada vena di bagian volar lengan bawah
7. Tetesan permulaan di buat agar kadar oksitosin mencapai jumlah 2 mU permenit.
8. Timbulnya kontraksi rahim dinilai dari setiap 15 menit. Bila dalam waktu 15 menit
ini his tetap lemah. Tetesan dapat di naikkan. Umumnya tetesan maksimal di
perbolehkan sampai mencapai kadar oksitosin 30 sampai 40 m UI permenit. Bila
sudah mencapai kadar ini, namun kontraksi rahim belum juga timbul, maka

berapapun kadar oksitosin yang dinaikkan tidak akan menimbulkan tambahan


kekuatan kontraksi lagi. Sebaiknya infuse oksitosin ini di hentikan.
9. Penderita dengan infuse oksitosin harus di amati secara cermat untuk kemungkinan
timbulnya tetania uteri, tanda-tanda rupture uteri membakar, maupun tanda-tanda
gawat janin.
10. Bila kontraksi rahim timbul secara teratur dan adekuat, maka kadar tetesan oksitosin
dipertahankan. Sebaliknya bila terjadi kontaksi rahim yang sangat kuat, jumlah
tetesan di kurangi atau sementara di hentikan.
11. Infuse oksitosin ini hendaknya tetap di pertahankan sampai persalinan selesai, yaitu
sampai satu jam sesudah lahirnya plasenta.
12. Evaluasi kemajuan pembukaan serviks dapat di lakukan dengan periksa dalam bila
his telah kuat dan adekuat. Pada waktu pemberian infuse oksitosin di lanjutkan
sampai pembukaan lengkap. Segera setelah kala II di mulai, maka tetesan infuse
oksitosin di pertahankan dan ibu dipimpin mengejan atau di bimbing dengan
persalinan buatan sesuai dengan indikasi yang ada pada waktu itu. Tetapi bila
sepanjang pemberian infuse oksitosin timbul penyulit pada ibu maupun janin, maka
infuse oksitosin harus segera di hentikan dan kehamilan segera di selesaikan dengan
seksio sesarea.

Pemberian prostaglandin
Prostaglandin dapat merangsang otot-otot polos termasuk juga otot-otot rahim.
Prostaglandin yang spesifik untuk merangsang otot rahim adalah PGE 2 dan PGE2 alpha.
Untuk induksi persalinan prostaglandin dapat di berikan secara intravena, oral,vaginal,
rectal, dan intra amnion. Pada kehamilan aterm, induksi persalinan dengan prostaglandin
cukup efektif. Pengaruh samping dari pemberian prostaglandin ialah mual. Muntah dan
diare.
Pemberian cairan hipertonik intrauterine
1. Pemberian cairan hipertonik intraamnion dipakai untuk merangsang kontraksi rahim
pada kehamilan dengan janin mati. Cairan garam hipertonik 20% , urea dan lain-lain.
Kadang-kadang pemakaian urea di campur dengan prostaglandin untuk memperkuat
prostaglandin untuk memperkuat rangsangan pada otot-otot rahim.
2. Cara ini dapat menimbulkan penyulit yang cukup berbahaya, misalnya hipernetramia
infeksi dan gangguan pembekuan darah.
Amniotomi
1. Amniotomi artifisialis dilakukan dengan cara memecahkan ketuban baik dibagian
bawah depan maupun di bagian belakang dengan suatu alat khusus. Sampai sekarang

belum di ketahui dengan pasti bagaimana pengaruh amniotomi dalam merangsang


timbulnya kontraksi rahim.
2. Beberapa teori mengemukakan bahwa:
a. Amniotomi dapat mengurangi beban rahim sebesar 40% sehingga tenaga
kontraksi rahim dapat lebih kuat untuk membuka serviks.
b. Amniotomi menyebabkan berurangnya aliran darah di dalam rahim kira-kira 40
menit setelah amniotomi di kerjakan, sehingga berkurangnya oksigenasi otot-otot
rahim dan keadaan ini meningkatkan kepekaan otot rahim
c. Amniotomi menyebabkan kepala dapat langsung melekat di dinding serviks
dimana di dalamnya terdapat banyak syarat-syarat yang merangsang kontraksi
rahim.
3. Bila setelah amniotomi di kerjakan 6 jam kemudian belum ada tanda-tanda permulaan
persalinan, maka harus di ikuti dengan cara-cara lain untuk merangsang persalinan,
misalnya dengan infuse oksitosin.
4. Pada amniotomi perlu di ingat akan terjadinya penyulit-penylit sebagai berikut
o Infeksi
o Prolapuspinikuli
o Gawat janin
o Tanda-tanda solusio plasenta
Tekhnik amniotomi
Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan di masukkan kedalam jalan lahir sampai
sedalam kanalis servikalis. Setelah kedua jari berada dalam kanalis servikalis, maka
posisi jari di ubah sedemikian rupa, sehingga telapak tangan menghadap ke atas. Tangan
kiri kemudian memasukkan pengait khusus ke dalam jalan lahir dengan tuntunan kedua
jari yang ada di dalam. Ujung pengit diletakkan diantara jari telunjuk dan jari tengah
tangan yang didalam. Tangan yang diluar kemudian memanipulasi pengait khusus
tersebut untuk dapat menusuk dan merobek selapau ketuban. Selain itu memasukkan
pengait ini dapat juga dilakukan dengan satu tangan, yaitu pengait dijepit daiantara jari
tengah dan jari telunjuk tangan kanan, kemudian dimasukkan kedalam jalan lahir sedalam
kanalis serfikalis. Pada waktu tindakan ini dikerjakan, seorang asisten menahan kepala
janin kedalam pintu atas panggul. Setelah air ketuban mengalir keluar, pengait
dikeluarkan oleh tangan kiri, sedang jari tangan yang didalam memperlebar robekan
selaput ketuban. Air ketuban dialirkan sedikit demi sedikit untuk menjaga kemungkinan
terjadinya prolaps tali pusat, bagian-bagian kecil janin, gawat janin dan solusio
plasenta.setelah selesai tangan penolong ditari keluar dari jalan lahir.
Melepaskan Ketuban Dari Bagian Bawah Rahim
1. Yaitu melepaskan ketuban dari dinding segmen bawah rahim secara menyeluruh Yaitu
melepaskan ketuban dari dinding segmen bawah rahim secara menyeluruh setinggi

mungkin dengan jari tangan. setinggi mungkin dengan jari tangan. Cara ini dianggap
cukup efektif dalam merangsang timbulnya hiks.
2. Beberapa hambatan yang dihadapi dalam melakukan tindakan ini yaitu:
o Serviks yang belum dapat dilalui oleh jari
o Bila didapatkan persangkaan plasenta letak rendah tidak boleh dilakukan
o Bila kepala belum cukup turun dalam rongga panggul
Pemakaian Rangsangan Listrik
Dengan dua elektroda, yang satu diletakkan dalam serviks, sedang yan lain
ditempelkan pada kulit dinding perut, kemudian dialirkan listrik yang akan memberikan
rangsangan pada serviks untuk menimbulkan kontraksi rahim. Bentuk alat ini bermacammacam, bahkan ada yang ukurannya cukup kecil sehingga dapat dibawa-bawa dan ibu
tidak perlu tinggal di RS. Pemakaian alat ini perlu dijelaskan dan disetujui oleh pasien.
Rangsanga Pada Putting Susu
o Sebagai mana diketahuirangsanga putting susu dapat mempengaruhi hipofisis
posterior untuk mengeluarkan oksitosin sehingga terjadi kontraksi rahim.
Dengan pengertian ini maka telah dicoba dilakukan induksi persalinan pada
kehamilan dengan merangsang putting susu.
o Pada salah satu puting susu, atau daerah areolamammae dilakukan masase
ringan dengan jari si ibu. Untuk menghindari lecet pada daerah tersebut, maka
sebaiknya pada daerah putting dan areolamammae diberi minyak pelicin.

c. Digital Curretage.
Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat kuretase
(sendok kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus melakukan
pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya
uterus. Gunanya untuk mencegah terjadinya bahaya kecelakaan misalnya perforasi.
Persiapan Sebelum Kuretase:
1. Persiapan Penderita.
Lakukanlah pemeriksaan umum : Tekanan Darah, Nadi, Keadaan Jantung,
dan Paru paru dan sebagainya. Pasanglah infuse cairan sebagai profilaksis
2. Persiapan Alat alat Kuretase.
Alat alat kuretase hendaknya telah tersedia alam bak alat dalam keadaan
aseptic (suci hama) berisi :

Speculum dua buah.

Sonde (penduga) uterus.

Cunam muzeus atau Cunam porsio.

Berbagai ukuran busi (dilatator) Hegar.

a.

Bermacam macam ukuran sendok kerokan (kuret).

Cunam abortus kecil dan besar.

Pinset dan klem.

Kain steril, dan sarung tangan dua pasang.


3. Penderita ditidurkan dalam posisi lithotomic.
4. Pada umumnya diperlukan anestesi infiltrasi local atau umum secara IV dengan
ketalar.
Teknik Kuretase.
1. Tentukan Letak Rahim.
Yaitu dengan melakukan pemeriksaan dalam. Alat alat yang dipakai
umumnya terbuat dari metal dan biasanya melengkung karena itu memasukkan alat
alat ini harus disesuaikan dengan letak rahim. Gunanya supaya jangan terjadi
salah arah (fase route) dan perforasi.
2. Penduga Rahim (Sondage).
Masukkan penduga rahim sesuai dengan letak rahim dan tentukan panjang
atau dalamnya penduga rahim. Caranya adalah, setelah ujung penduga rahim
membentur fundus uteri, telunjuk tangan kanan diletakkan atau dipindahkan pada
portio dan tariklah sonde keluar, lalu baca berapa cm dalamnya rahim.
3. Dilatasi.
Bila permukaan serviks belum cukup untuk memasukkan sendok kuret,
lakukanlah terlebih dulu dilatasi dengan dilatator atau Bougie Hegar. Peganglah
busi seperti memegang pensil dan masukkanlah hati hati sesuai letak rahim.
Untuk sendok kuret terkecil biasanya diperlukan dilatasi sampai Hegar nomor 7.
Untuk mencegah kemungkinan perforasi usahakanlah memakai sendok kuret yang
agak besar, dengan dilatasi yang lebih besar.
4. Kuretase.
Seperti telah dikatakan, pakailah sendok kuret yang agak besar.
Memasukkannya bukan dengan kekuatan dan melakukan kerokan biasanya
mulailah di bagian tengah. Pakailah sendok kuret yang tajam (ada tanda bergerigi)
karena lebih efektif dan lebih terasa sewaktu melakukan kerokan pada dinding
rahim dalam (seperti bunyi mengukur kelapa). Dengan demikian kita tahu bersih
atau tidaknya hasil kerokan.
5. Cunam Abortus.
Pada abortus inisipiens, dimana sudah kelihatan jaringan, pakailah cunam
abortus untuk mengeluarkannya yang biasanya diikuti oleh jaringan lainnya.
Dengan demikian sendok kuret hanya dipakai untuk membersihkan sisa sisa yang
ketinggalan saja.

6.

Perhatian .
Memegang, mamasukkan dan menarik alat alat haruslah hati hati.
Lakukanlah dengan lembut (with ladys hand) sesuai dengan arah dan letak rahim.

d. Persalinan Sungsang.
Persalinan pada presentasi sungsang :
1. Persalinan pervaginam:
Persalinan sungsang spontan pervaginam (cara Bracht)
Ekstraksi bokong parsialis
Ekstraksi bokong / kaki totalis.
2. Persalinan perabdominal: Sectio Caesar.
Mekanisme Persalinan Sungsang Spontan Per Vaginam
Terdapat perbedaan dasar antara persalinan pada presentasi sungsang dengan
persalinan pada presentasi belakang kepala. Pada presentasi belakang kepala, bila kepala
sudah lahir maka sisa tubuh janin akan mengalami proses persalinan selanjutnya dan
umumnya tanpa kesulitan. Pada presentasi sungsang, lahirnya bokong dan bagian tubuh
janin tidak selalu dapat diikuti dengan persalinan kepala secara spontan. Dengan
demikian maka pertolongan persalinan sungsang pervaginam memerlukan keterampilan
khusus dari penolong persalinan. Engagemen dan desensus bokong terjadi melalui
masuknya diameter bitrochanteric bokong melalui diameter oblique panggul. Panggul
anterior anak umumnya mengalami desensus lebih cepat dibandingkan panggul posterior.
Pada saat bertemu dengan tahanan jalan lahir terjadi putar paksi dalam sejauh
0
45 dan diikuti dengan pemutaran panggul anterior kearah arcus pubis sehingga diameter
bi-trochanteric menempati diameter antero-posterior pintu bawah panggul. Setelah putar
paksi dalam, desensus bokong terus berlanjut sampai perineum teregang lebih lanjut oleh
bokong dan panggul anterior terlihat pada vulva.
Melalui gerakan laterofleksi tubuh janin, panggul posterior lahir melalui
perineum. Tubuh anak menjadi lurus ( laterofleksi berakhir ) sehingga panggul anterior
lahir dibawah arcus pubis. Tungkai dan kaki dapat lahir secara spontan atau atas bantuan
penolong persalinan. Setelah bokong lahir, terjadi putar paksi luar bokong sehingga
punggung berputar keanterior dan keadaan ini menunjukkan bahwa saat itu diameter
bisacromial bahu sedang melewati diameter oblique pintu atas panggul.
Bahu selanjutnya mengalami desensus dan mengalami putar paksi dalam sehingga
diameter bis-acromial berada pada diameter antero-posterior jalan lahir. Segera setelah
bahu, kepala anak yang umumnya dalam keadaan fleksi maksimum masuk panggul
melalui diameter oblique dan kemudian dengan cara yang sama mengalami putar paksi
dalam sehingga bagian tengkuk janin berada dibawah simfisis pubis. Selanjutnya kepala
anak lahir melalui gerakan fleksi.

Engagemen bokong dapat terjadi pada diameter tranversal panggul dengan sacrum
di anterior atau posterior. Mekanisme persalinan pada posisi tranversal ini sama dengan
yang sudah diuraikan diatas, perbedaan terletak pada jauhnya putar paksi dalam ( dalam
keadaan ini putar paksi dalam berlangsung sejauh 90 0 ). Kadang-kadang putar paksi
dalam terjadi sedemikian rupa sehingga punggung anak berada dibagian posterior dan
pemutaran semacam ini sedapat mungkin dicegah oleh karena persalinan kepala dengan
dagu didepan akan jauh lebih sulit bila dibandingkan dengan dagu di belakang selain itu
dengan arah pemutaran seperti itu kemungkinan terjadinya hiperekstensi kepala anak juga
sangat besar dan ini akan memberi kemungkinan terjadinya after coming head yang
amat besar.
Penatalaksanaan Persalinan.
Selama proses persalinan, resiko ibu dan anak jauh lebih besar dibandingkan
persalinan pervaginam pada presentasi belakang kepala.
1. Pada saat masuk kamar bersalin perlu dilakukan penilaian secara cepat dan cermat
mengenai : keadaan selaput ketuban, fase persalinan, kondisi janin serta keadaan
umum ibu.
2. Dilakukan pengamatan cermat pada DJJ dan kualitas his dan kemajuan persalinan.
3. Persiapan tenaga penolong persalinan asisten penolong persalinan dokter anak dan
ahli anaesthe
Persalinan spontan pervaginam (spontan Bracht) terdiri dari 3 tahapan :
1.

Fase lambat pertama:


o Mulai dari lahirnya bokong sampai umbilikus (scapula).
o Disebut fase lambat oleh karena tahapan ini tidak perlu ditangani secara tergesagesa mengingat tidak ada bahaya pada ibu dan anak yang mungkin terjadi.
2. Fase cepat:
o Mulai lahirnya umbilikus sampai mulut.
o Pada fase ini, kepala janin masuk panggul sehingga terjadi oklusi pembuluh darah
talipusat antara kepala dengan tulang panggul sehingga sirkulasi uteroplasenta
terganggu.
o Disebut fase cepat oleh karena tahapan ini harus terselesaikan dalam 1 2 kali
kontraksi uterus (sekitar 8 menit).
3. Fase lambat kedua:
o Mulai lahirnya mulut sampai seluruh kepala.
o Fase ini disebut fase lambat oleh karena tahapan ini tidak boleh dilakukan secara
tergesa-gesa untuk menghidari dekompresi kepala yang terlampau cepat yang
dapat menyebabkan perdarahan intrakranial.

Tehnik pertolongan sungsang spontan pervaginam (spontan BRACHT )


1. Pertolongan dimulai setelah bokong nampak di vulva dengan penampang sekitar 5
cm.
2. Suntikkan 5 unit oksitosin i.m dengan tujuan bahwa dengan 12 his berikutnya fase
cepat dalam persalinan sungsang spontan pervaginam akan terselesaikan.
3. Dengan menggunakan tangan yang dilapisi oleh kain setengah basah, bokong janin
dipegang sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari penolong berada pada bagian
belakang pangkal paha dan empat jari-jari lain berada pada bokong janin (gambar 1)
4. Pada saat ibu meneran, dilakukan gerakan mengarahkan punggung anak ke perut ibu
( gerak hiperlordosis )sampai kedua kaki anak lahir .
5. Setelah kaki lahir, pegangan dirubah sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari
sekarang berada pada lipatan paha bagian belakang dan ke empat jari-jari berada
pada pinggang janin(gambar 2)
6. Dengan pegangan tersebut, dilakukan gerakan hiperlordosis dilanjutkan ( gerak
mendekatkan bokong anak pada perut ibu ) sedikit kearah kiri atau kearah kanan
sesuai dengan posisi punggung anak.
7. Gerakan hiperlordosis tersebut terus dilakukan sampai akhirnya lahir mulut-hidungdahi dan seluruh kepala anak.
8. Pada saat melahirkan kepala, asisten melakukan tekanan suprasimfisis searah jalan
lahir dengan tujuan untuk mempertahankan posisi fleksi kepala janin
9. Setelah anak lahir, perawatan dan pertolongan selanjutnya dilakukan seperti pada
persalinan spontan pervaginam pada presentasi belakang kepala.

Prognosis.
Prognosis lebih buruk dibandingkan persalinan pada presentasi belakang kepala.
Prognosa lebih buruk oleh karena:

Perkiraan besar anak sulit ditentukan sehingga sulit diantisipasi terjadinya peristiwa
after coming head.

Kemungkinan ruptura perinei totalis lebih sering terjadi.


Sebab kematian anak:
1. Talipusat terjepit saat fase cepat.
2. Perdarahan intrakranial akibat dekompresi mendadak waktu melahirkan kepala anak
pada fase lambat kedua.
3. Trauma collumna vertebralis.
4. Prolapsus talipusat.

Ekstraksi Parsial Pada Persalinan Sungsang Pervaginam.


1. manual aid.
Terdiri dari 3 tahapan :

Bokong sampai umbilikus lahir secara spontan (pada frank breech).

Persalinan bahu dan lengan dibantu oleh penolong.

Persalinan kepala dibantu oleh penolong.


persalinan bahu dan lengan
1. Pegangan pada panggul anak sedemikian rupa sehingga ibu jari penolong
berdampingan pada os sacrum dengan kedua jari telunjuk pada krista iliaka anterior
superior ; ibu jari pada sakrum sedangkan jari-jari lain berada didepan pangkal paha
(gambar 3) .
2. Dilakukan traksi curam kebawah sampai menemui rintangan (hambatan) jalan lahir.
3. Selanjutnya bahu dapat dilahirkan dengan menggunakan salah satu dari cara-cara
berikut:
Lovset.
Klasik.
Mller.

a) Persalinan bahu dengan cara LOVSET.


Prinsip :
Memutar badan janin setengah lingkaran (1800) searah dan berlawanan arah jarum jam
sambil melakukan traksi curam kebawah sehingga bahu yang semula dibelakang akan
lahir didepan (dibawah simfsis).
Hal tersebut dapat terjadi oleh karena :
Adanya inklinasi panggul (sudut antara pintu atas panggul dengan sumbu
panggul)
Adanya lengkungan jalan lahir dimana dinding sebelah depan lebih panjang
dibanding lengkungan dinding sacrum disebelah belakang
Sehingga setiap saat bahu posterior akan berada pada posisi lebih rendah
dibandingkan posisi bahu anterior
Tehnik :
Keuntungan persalinan bahu dengan cara Lovset :
1. Tehnik sederhana.
2. Hampir selalu dapat dikerjakan tanpa melihat posisi lengan janin.
3. Kemungkinan infeksi intrauterin minimal.

b) Persalinan bahu dengan cara KLASIK


Disebut pula sebagai tehnik DEVENTER.
Melahirkan lengan belakang dahulu dan kemudian melahirkan lengan depan
dibawah simfisis.
Dipilih bila bahu tersangkut di pintu atas panggul.
Prinsip :
Melahirkan lengan belakang lebih dulu (oleh karena ruangan panggul sebelah
belakang/sacrum relatif lebih luas didepan ruang panggul sebelah depan) dan kemudian
melahirkan lengan depan dibawah arcus pubis
Tekhnik:
1. Kedua pergelangan kaki dipegang dengan ujung jari tangan kanan penolong berada
diantara kedua pergelangan kaki anak , kemudian di elevasi sejauh mungkin dengan
gerakan mendekatkan perut anak pada perut ibu.
2. Tangan kiri penolong dimasukkan kedalam jalan lahir, jari tengan dan telunjuk tangan
kiri menyelusuri bahu sampai menemukan fosa cubiti dan kemudian dengan
gerakan mengusap mukajanin , lengan posterior bawah bagian anak dilahirkan.
3. Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki janin diubah.
Dengan tangan kanan penolong, pergelangan kaki janin dipegang dan sambil
dilakukan traksi curam bawah melakukan gerakan seolah mendekatkan punggung
janin pada punggung ibu dan kemudian lengan depan dilahirkan dengan cara yang
sama.
Bila dengan cara tersebut pada no 3 diatas lengan depan sulit untuk dilahirkan,
maka lengan tersebut diubah menjadi lengan belakang dengan cara:
-

Gelang bahu dan lengan yang sudah lahir dicekap dengan kedua tangan penolong
sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari penolong terletak dipunggung anak dan
sejajar dengan sumbu badan janin ; sedangkan jari-jari lain didepan dada.
Dilakukan pemutaran tubuh anak kearah perut dan dada anak sehingga lengan
depan menjadi terletak dibelakang dan dilahirkan dengan cara yang sudah
dijelaskan pada no 2

Keuntungan : Umumnya selalu dapat dikerjakan pada persalinan bahu


Kerugian : Masuknya tangan kedalam jalan lahir meningkatkan resiko infeksi
c) Persalinan bahu dengan cara MELLER
Melahirkan bahu dan lengan depan lebih dahulu dibawah simfisis melalui
ekstraksi ; disusul melahirkan lengan belakang di belakang ( depan sacrum )
Dipilih bila bahu tersangkut di Pintu Bawah Panggul

Tehnik pertolongan persalinan bahu cara Meller:


1. Bokong dipegang dengan pegangan femuropelvik.
2. Dengan cara pegangan tersebut, dilakukan traksi curam bawah pada tubuh janin
sampai bahu depan lahir (gambar 9 ) dibawah arcus pubis dan selanjutnya
lengan depan dilahirkan dengan mengait lengan depan bagian bawah.
3. Setelah bahu dan lengan depan lahir, pergelangan kaki dicekap dengan tangan
kanan dan dilakukan elevasi serta traksi keatas (gambar 10),, traksi dan elevasi
sesuai arah tanda panah) sampai bahu belakang lahir dengan sendirinya. Bila
tidak dapat lahir dengan sendirinya, dilakukan kaitan untuk melahirkan lengan
belakang anak (inset pada gambar 10)
D. Melahirkan Lengan Menunjuk.
Yang dimaksud dengan keadaan ini adalah bila pada persalinan sungsang, salah satu
lengan anak berada dibelakang leher dan menunjuk kesatu arah tertentu. Pada situasi seperti
ini, persalinan bahu tidak dapat terjadi sebelum lengan yang bersangkutan dirubah menjadi
didepan dada.
Bila lengan yang menunjuk adalah lengan posterior : (dekat dengan sakrum)
1. Tubuh janin dicekap sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari penolong berada
dipunggung anak sejajar dengan sumbu tubuh anak dan jari-jari lain didepan dada.
2. Badan anak diputar 1800 searah dengan menunjuknya lengan yang dibelakang leher
sehingga lengan tersebut akan menjadi berada didepan dada (menjadi lengan depan).
3. Selanjutnya lengan depan dilahirkan dengan tehnik persalinan bahu cara KLASIK.
Bila lengan yang menunjuk adalah lengan anterior : (dekat dengan sinfisis) maka :
Penanganan dilakukan dengan cara yang sama, perbedaan terletak pada cara
memegang tubuh anak dimana pada keadaan ini kedua ibu jari penolong berada didepan
dada sementara jari-jari lain dipunggung janin.
E. Melahirkan Lengan Menjungkit
Yang dimaksud dengan lengan menjungkit adalah suatu keadaan dimana pada
persalinan sungsang pervaginam lengan anak lurus disamping kepala. Keadaan ini
menyulitkan terjadinya persalinan spontan pervaginam. Cara terbaik untuk mengatasi
keadaan ini adalah melahirkan lengan anak dengan cara LOVSET.
Bila terjadi kemacetan bahu dan lengan saat melakukan pertolongan persalinan
sungsang secara spontan (Bracht), lakukan pemeriksaan lanjut untuk memastikan bahwa
kemacetan tersebut tidak disebabkan oleh lengan yang menjungkit.

F. Persalinan Kepala
After Coming Head
Pertolongan untuk melahirkan kepala pada presentasi sungsang dapat dilakukan
dengan berbagai cara :
1. Cara MOURICEAU
2. Cara PRAGUE TERBALIK

1. Cara MOURICEAU ( Viet Smellie)


Dengan tangan penolong yang sesuai dengan arah menghadapnya muka janin,
jari tengah dimasukkan kedalam mulut janin dan jari telunjuk serta jari manis
diletakkan pada fosa canina.
a. Tubuh anak diletakkan diatas lengan anak, seolah anak menunggang kuda.
b. Belakang leher anak dicekap diantara jari telunjuk dan jari tengah tangan yang
lain.
c. Assisten membantu dengan melakukan tekanan pada daerah suprasimfisis untuk
mempertahankan posisi fleksi kepala janin.
d. Traksi curam bawah terutama dilakukan oleh tangan yang dileher.
2. Cara PRAGUE TERBALIK
Dilakukan bila occiput dibelakang (dekat dengan sacrum) dan muka janin
menghadap simfisis. Satu tangan mencekap leher dari sebelah belakang dan punggung
anak diletakkan diatas telapak tangan tersebut. Tangan penolong lain memegang
pergelangan kaki dan kemudian di elevasi keatas sambil melakukan traksi pada bahu
janin sedemikian rupa sehingga perut anak mendekati perut ibu. Dengan larynx
sebagai hypomochlion kepala anak dilahirkan.
G. Ekstraksi Total Pada Persalinan Sungsang Pervaginam
Persalinan sungsang pervaginam dimana keseluruhan proses persalinan anak
dikerjakan sepenuhnya oleh penolong persalinan.
Jenis ekstraksi total :
1. Ekstraksi bokong
2. Ekstraksi kaki

H. Ekstraksi Bokong
Tindakan ini dikerjakan pada letak bokong murni dengan bokong yang sudah
berada didasar panggul.
Tehnik :
1. Jari telunjuk penolong yang sesuai dengan bagian kecil anak dimasukkan jalan lahir dan
diletakkan pada lipat paha depan anak. Dengan jari tersebut, lipat paha dikait. Untuk
memperkuat kaitan tersebut, tangan lain penolong mencekap pergelangan tangan yang
melakukan kaitan dan ikut melakukan traksi kebawah (gambar 18 dan 19)
2. Bila dengan traksi tersebut trochanter depan sudah terlihat dibawah arcus pubis, jari
telunjuk tangan lain segera mengait lipat paha belakang dan secara serentak melakukan
traksi lebih lanjut untuk melahirkan bokong (gambar 20)
3. Setelah bokong lahir, bokong dipegang dengan pegangan femuropelvik dan janin
dilahirkan dengan cara yang sudah dijelaskan pada ekstraksi bokong parsialis.

I. EKSTRAKSI KAKI
1.
2.

3.
4.

Setelah persiapan selesai, tangan penolong yang sesuai dengan bagian kecil anak
dimasukkan secara obstetris kedalam jalan lahir, sedangkan tangan lain membuka labia.
Tangan yang didalam mencari kaki dengan menyelusuri bokong pangkal paha sampai
belakang lutut (fosa poplitea) dan kemudian melakukan fleksi dan abduksi paha janin
sehingga sendi lutut menjadi fleksi.(gambar 21)
Tangan yang diluar (dekat dibagian fundus uteri) mendekatkan kaki janin untuk
mempermudah tindakan mencari kaki janin tersebut diatas (gambar 22)
Setelah lutut fleksi, pergelangan kaki anak dipegang diantara jari ke II dan III dan
dituntun keluar dari vagina

Komplikasi Persalinan Sungsang Pervaginam


Komplikasi ibu
1. Perdarahan
2. Trauma jalan lahir
3. Infeksi

Komplikasi anak
Sufokasi / aspirasi :
Bila sebagian besar tubuh janin sudah lahir, terjadi pengecilan rongga uterus yang
menyebabkan gangguan sirkulasi dan menimbulkan anoksia. Keadaan ini merangsang
janin untuk bernafas dalam jalan lahir sehingga menyebabkan terjadinya aspirasi.

Asfiksia :
Selain hal diatas, anoksia juga disebabkan oleh terjepitnya talipusat pada fase cepat

Trauma intrakranial:
Terjadi sebagai akibat :

Panggul sempit
Dilatasi servik belum maksimal (after coming head)
Persalinan kepala terlalu cepat (fase lambat kedua terlalu cepat)
Fraktura / dislokasi:

Terjadi akibat persalinan sungsang secara operatif

Fraktura tulang kepala


Fraktura humerus
Fraktura klavikula
Fraktura femur
Dislokasi bahu
Paralisa nervus brachialis
yang menyebabkan paralisa lengan terjadi akibat tekanan pada pleksus brachialis
oleh jari-jari penolong saat melakukan traksi dan juga akibat regangan pada leher saat
membebaskan lengan.

J. Manual Plasenta.
Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada
dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual yaitu dengan
melakukan tindakan invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang dimasukkan
langsung kedalam kavum uteri. Pada umumnya ditunggu sampai 30 menit dalam lahirnya

plasenta secara spontan atau dgn tekanan ringan pada fundus uteri yang berkontraksi. Bila
setelah 30 mnenit plasenta belum lepas sehingga belum dapat dilahirkan atau jika dalam
waktu menunggu terjadi perdarahan yang banyak, pasenta sebaiknya dikeluarkan dengan
segera.
Manual plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio
plasenta. Teknik operasi plasenta manual tidaklah sukar, tetapi harus diperkirakan
bagaimana persiapkan agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa penderita.
1. Etiologi
Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada
kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika
dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan
yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk
eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus.
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga
atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan
pelepasan plasenta disebabkan oeh gangguan kontraksi uterus.
Manual plasenta dilakukan karena indikasi retensio plasenta yang berkaitan dengan :
1) Plasenta belum lepas dari dinding uterus dikarenakan:
a. Plasenta adhesive yaitu kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
b. Plasenta akreta yaitu implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki
sebagian lapisan miometrium
c. Plasenta inkreta, yaitu implantasi jonjot korion placenta hingga
mencapai/memasuki miometrium
d. Plasenta perkreta, yaitu implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e. Plasenta inkarserata, yaitu tertahannya plasenta didalam kavum uteri yang
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
2) plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan dan dapat terjadi perdarahan yang
merupakan indikasi untuk mengeluarkannya
3) mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
4) Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan.
o Darah penderita terlalu banyak hilang,
o Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak
terjadi,
o Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.

2. Patofisiologi
Manual plasenta dapat segera dilakukan apabila :
Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.
Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc
Pada pertolongan persalinan dengan narkosa.
Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.
Manual plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan di atas 400 cc
dan teriadi retensio plasenta (setelah menunggu jam). Seandainya masih terdapat
kesempatan penderita retensio plasenta dapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit
sehingga mendapat pertolongan yang adekuat.
Dalam melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan memasang
infuse dan memberikan cairan dan dalam persalinan diikuti oleh tenaga yang dapat
memberikan pertolongan darurat.
1) Tanda dan Gejala Manual Plasenta
a) Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi
mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel
fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak
lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
b) Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis
tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
c) Perdarahan yang lama > 400 cc setelah bayi lahir.
d) Placenta tidak segera lahir > 30 menit.
Teknik Manual Plasenta.
Untuk mengeluarkan plasenta yang belum lepas jika masih ada waktu dapat
mencoba teknik menurut Crede yaitu uterus dimasase perlahan sehingga berkontraksi
baik, dan dengan meletakkan 4 jari dibelakang uterus dan ibu jari didepannya, uterus
dipencet di antara jari-jari tersebut dengan maksud untuk melepaskan plasenta dari
dinding uterus dan menekannya keluar. Tindakan ini tidaklah selalu berhasil dan tidak
boleh dilakukan secara kasar.
Sebelum mengerjakan manual plasenta, penderita disiapkan pada posisi litotomi.
Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer
Laktat. Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan
diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri.
Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan kiri)
meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan
membentuk kerucut.
Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu
melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini

dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang


membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari
luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah. Setelah
tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya ke arah
pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta
yang terlepas.
Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam
antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan
tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin),
sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong
ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan.
Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui
kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada
waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar,
gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu
ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum
untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan
segera di jahit.
Jika setelah plasenta dikeluarkan masih terjadi perdarahan karena atonia uteri
maka dilakukan kompresi bimanual sambil mengambil tindakan lain untuk menghetikan
perdarahan dan memperbaiki keadaan ibu bila perlu.
Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada
umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus
dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis
dibandingkan dengan kuretase pada abortus. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa
plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi
sekunder.
Komplikasi
Kompikasi dalam pengeluaran plasenta secara manual selain infeksi /
komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan, multiple organ
failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ dan
sepsis, ialah apabila ditemukan plasenta akreta. Dalam hal ini villi korialis menembus
desidua dan memasuki miometrium dan tergantung dari dalamnya tembusan itu
dibedakan antara plasenta inakreta dan plasenta perkreta. Plasenta dalam hal ini tidak
mudah untuk dilepaskan melainkan sepotong demi sepotong dan disertai dengan

perdarahan. Jika disadari adanya plasenta akreta sebaiknya usaha untuk mengeluarkan
plasenta dengan tangan dihentikan dan segera dilakukan histerektomi dan mengangkat
pula sisa-sisa dalam uterus.
o Prosedur klinik manual plasenta
o Persetujuan Tindakan Medik
Informed consent merupakan perstujuan dari pasien dan keluarga terhadap
tindakan medic yang akan dilakukan terhadap dirinya oleh dokter/bidan. Persetujuan
diberikan setelah pasien diberikan penjelasan yang lengkap dan objektif tentang
diagnosis penyakit, upaya penyembuhan, tujuan dan pilihan tindakan yang akan
dilakukan..

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Anestesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran di sertai hilanganya
rasa sakit yang sifatnya sementara. Anestesi pada setiap keadaan membawa problemprobleme tersendiri sesuai dengan kondisi penderita, sebab obat-obat anastesi bersifat
mendepresi organ-organ vital.
Persiapan prabedah dapat di bagi menjadi 3 langkah adalah sbb: Persiapan penderita,
persiapan kamar dan alat-alat untuk operasi, persiapan tim operasi.
Sedangkan, tindakan operatif kebidanan terdiri dari : Ekstraksi vakum, Induksi
Persalinan, Digital Curretase, Pertolongan/persalinan Sungsang, dan Manual Plasenta.
Dimana setiap tindakan operatif di sesuaikan dengan masing-masing indikasi.
B. Saran
Petugas kesehatan harus mengetahui sedini mungkin penanganan-penangana yang di
lakukan pada setiap tindakan baik pada tindakan Ekstrasi vakum, Induksi persalinan, digital
curretase, persalinan sungsang maupun manual plasenta. Agar dapat mengantisipasi
terjadinya kematian maternal dan Perinatal.

DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo Sarwono. 2010. Ilmu Bedah Kebidanan.Jakarta:PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.
Mochtar Rustam, MPH. 1998. Sinopsis Obstetri Jakarta: EGC

You might also like