Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Latar belakang
Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamasi kulit yang biasanya dimulai
pada kulit kepala, dan kemudian menjalar ke muka, kuduk, leher dan badan.
Dermatitis termasuk dalam golongan dermatosis eritoskuamosa, umumnya
ditandai dengan adanya eritema yang ditutupi skuama tipis berminyak. Penyakit
ini biasanya mempunyai lesi yang simetris, bersifat kronik dan rekuren.1,2
Dermatitis seboroik sering dikacaukan dengan psoriasis yang juga
termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa. Penyebab dermatitis
seboroik masih belum diketahui dengan pasti. Prevalensi penyakit ini lebih tinggi
pada ODHA, orang dengan gangguan neurologis dan penyakit kronis. Faktor
predisposisinya ialah kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoeic state)
yang rupanya diturunkan, bagaimana caranya belum diketahui.1,2
Dermatitis seboroik disebut juga eczema flannellaire, hal ini berasal dari
ide bahwa terdapat retensi pada permukaan kulit oleh sumbatan dengan katun
(flanel), wol, atau pakaian dalam sintetik.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Istilah dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan kulit
yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat
seboroik.
2.2 Epidemiologi
Dermatitis seboroik merupakan salah satu penyakit kulit yang sering
ditemui. Pada bayi daerah yang biasa terkena adalah kulit kepala, wajah dan
daerah popok. Dermatitis seboroik pada bayi, 70% terjadi pada 3 bulan pertama
kemudian menghilang pada umur 1 tahun dan insidensnya mencapai puncak pada
umur 18-40 tahun. Dermatitis seboroik lebih sering terjadi pada pria daripada
wanita. Prevalensi pada pasien AIDS lebih tinggi, terutama pada pasien dengan
jumlah CD4 dibawah 400 sel/mm3 dan dapat turun dengan terapi antiretroviral
yang adekuat. Dermatitis seboroik dilaporkan berkaitan dengan gangguan sistem
saraf pusat seperti parkinson, familial amyloidosis dengan polineuropati dan
trisomi 21 namun data tersebut masih diragukan. 1,4
2.3 Etiopatogenesis
Penyebabnya belum diketahui pasti. Faktor presdiposisinya ialah kelainan
konstitusi berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya diturunkan,
bagaimana caranya belum dipastikan. Penderita pada hakekatnya mempunyai kulit
yang berminyak (seborrhoea), tetapi mengenai hubungan antara kelenjar minyak
dan penyakit ini belum jelas sama sekali. Ada yang mengatakan kambuhnya
penyakit ini (yang sering menjadi chronis-recidivans) disebabkan oleh makanan
yang berlemak, tinggi kalori, akibat minum alkohol dan gangguan emosi.1,3
Dermatitis seboroik dikaitkan dengan nilai normal Malassezia ovale
namun respon imun abnormal. Ditemukan adanya penurunan sel T helper,
phytohemagglutinin dan stimulasi concanavalin, dan titer antibodi dibandingkan
dengan subyek kontrol. Kontribusi spesies Malassezia dapat berasal dari aktivitas
Referat Dermatitis Seboroik
KKS Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Bangkinang
lipase yang melepaskan inflamasi bebas asam dan dari kemampuannya untuk
mengaktifkan jalur komplemen alternatif.5
Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini
dengan infeksi oleh bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora normal
kulit manusia. Pertumbuhan P.ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi
inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis
maupun karena sel jamur itu sendiri, melalui aktivasi sel limfosit T dan sel
Langerhans.
sukseptibilitas
Status
seboroik
terhadap
infeksi
sering
berasosiasi
piogenik,
tetapi
dengan
tidak
meningginya
terbukti
bahwa
skualen, asam lemak bebas, dan ester lilin yang terkandung dalam permukaan
kulit tersebut.6
Faktor resiko terjadinya dermatitis seboroik adalah stress, kelelahan,
makanan berminyak, alkohol, cuaca yang terlalu ekstrem, jarang mencuci rambut
atau mandi, pemakaian lotion yang mengandung alkohol, penyakit kulit (misalnya
jerawat) dan obesitas.7,12
Pasien dengan gangguan saraf pusat (Parkinsons disease, cranial nerve
palsies, major truncal paralyses) mempunyai resiko tinggi terkena dermatitis
seboroik. Seboroik dermatitis pada pasien tersebut merupakan hasil dari
peningkatan pengumpulan sebum akibat dari imobilitas. Pengumpulan sebum ini
merupakan media untuk pertumbuhan P. Ovale sehingga menyebabkan terjadinya
dermatitis seboroik.8
Dermatitis seboroik pada penderita AIDS mencapai 85%. Tempat
predileksi lebih luas meliputi wajah, aksila, dada, paha dan genitalia. Gejala yang
muncul akan
lebih
berat daripada
dermatitis
seboroik
klasik dengan
kekuningan dan kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala
disebut cradle cap.(1)
A. Dermatitis Seboroik Infantil
Umumnya DSI timbul untuk pertama kalinya antara usia 2 dan 6
minggu, dan tidak gatal. Dimulai pada skalp yang disebut sebagai cradle
cap berupa skuama tebal, berminyak kekuningan yang berkonfluens
terutama di daerah verteks dan frontal. Skuama dapat juga berbentuk lebar,
kering, asbestos, psoriaformis atau bentuk halus berwarna putih yang
tersebar difus. Proses ini dapat meluas ke retroaurikular. Pada saat timbul
lesi di skalp secara bersamaan dapat juga timbul lesi di daerah dahi, alis,
dan lipatan nasolabial.10
Pada daerah dengan pakaian tertutup dapat menambah kelembaban
sehingga timbul lesi berbetuk dermatitis, khusunya pada lipatan leher,
ketiak, area anogenital dan lipat paha. Dapat disertai infeksi oportunistik
seperti C. Albicans, S. Aureus dan bakteri lain. Kriteria diagnostik klinis
untuk DSI menurut Beare dan Rook adalah onset dini berupa lesi
eritroskuamosa yang mengenai skalp dan daerah fleksural, serta tidak
disertai pruritus.10
3. Badan
Pada badan DS dapat bermanisfestasi dalam berbagai bentuk.
Bentuk tersering adalah petaloid, biasanya mengenai dada dan interskapula
dan lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Awalnya lesi berupa papul
folikular berwarna merah kecoklatan yang berskuama berkonfluens
tersusun sirsinar dengan skuama halus di bagian tengah, dan skuama kasar
berminyak di bagian tepi.
Bentuk DS yang jarang ditemukan adalah bentuk pitiriasiformis.
Mengenai badan dan ekstremitas. Dapat meluas di leher sampai batas
rambut. Tidak gatal dan biasanya sembuh spontan. Pada beberapa kasus
dapat berkembang menjadi bentuk pitiriasiformis. Pada bentuk fleksural
lesi biasanya mengenai aksila, lipat paha, anogenital, lipat payudara dan
umbilikus berupa eritroskuamosa sampai dengan skuama berminyak yang
disebut pityriasis steatoides. Pada genitalia biasanya lesi berupa eritema
ringan dengan skuama halus sampai bentuk dermatitis yang berat dan
keadaan ini dapat berkembang menjadi bentuk psoriasiformis.
4. Generalisata
DS dapat meluas tersebar generalisata. Bentuk ini dapat disertai
dengan adenopati, sehingga merupai mikosis fungoides, leukemia kutis
atau eritroderma psoriatika.
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk dermatitis seboroik
adalah pemeriksaan histopatologi. Gambaran histopatologi akan bervariasi sesuai
dengan tahap penyakit. Pada dermatitis seboroik akut dan subakut terdapat
infiltrat ringan perivaskular superfisial, terdiri dari sel limfohistiosit kadangkadang disertai neutrofil, edema ringan pada papila dermis, adanya fokus
spongiosis pada infundibulum dan epidermis, serta mound parakeratosis dengan
globus kecil plasma pada bibir muara dan diantara muara infundibulum. Pada lesi
kronis didapatkan pula pelebaran pembuluh darah pada dermis bagian atas.
daerah tersebut dengan muka, ektremitas bagian ekstensor terutama siku dan lutut
dan daerah lumnosakral. Psoriasis biasanya melibatkan kuku ataupun sendi
meskipun jarang terjadi. Pada dermatitis seboroik rasa gatal muncul jika sudah
berat psedangkan pada psoriasis gatal sudah dirasakan dari awal penyakit.1,11
B. Dermatitis Atopik
Selama masa bayi, dermatitis atopik dan dermatitis seboroik mempunyai
distribusi yang sama sehingga menimbulkan kesulitan untuk membedakan
Referat Dermatitis Seboroik
KKS Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Bangkinang
Pengobatan sistemik
Kortikosteroid digunakan pada bentuk yang berat, dosis prednisone 20-30
mg sehari. Jika telah ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Kalau
disertai infeksi sekunder diberi antibiotik.12
Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya
mengurangi aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi
sampai 90%, akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum. Dosinya 0,1-0,3 mg
per kg berat badan per hari, perbaikan tampak setelah 4 minggu. Sesudah itu
diberikan dosis pemeliharaan 5-10 mg per hari selama beberapa tahun yang
ternayta efektif untuk mengontrol penyakitnya.
Pada D.S. yang parah juga dapat diobati dengan narrow band UVB (TL01) yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3 x seminggu selama 8
minggu, sebagian besar penderita mengalami perbaikan.
Bila pada sediaan langsung terdapat P. ovale yang banyak dapat diberikan
ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari.
Pengobatan topikal
Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2 3 kali skalp dikeramasi
selama 5 15 menit, misalnya dengan selenium sufida (selsun). Jika terdapat
skuama dan krusta diberi emolien, misalnya krim urea 10%. Obat lain yang dapat
dipakai untuk D.S. ialah :1
a. ter, misalnya likuor karbonas detergens 2-5% atau krim pragmatar. Pada
kasus-kasus refrakter dapat diberikan preparat ter yang dioleskan pada
malam hari misalnya likuor karbonas detergen 5,10, atau 20% dan
ditutup dengan stockinette. Namun obat ini buka merupakan pilihan
terbaik karena berpotensi karsiogenik serta menimbulkan fotosensitivitas.
Bila pengobatan ini diberikan dianjurkan untuk menghindari sinar
matahari selama 24 jam setelah pemakaian obat. 1,6
b. resorsin 1-3%, dapat menghambat proliferasi epidermis dan infiltrasi
dermal, selain mempunyai anti pruritus dan anti bakteri.6
c. sulfur praesipitatum 4 20%, dapat digabung dengan asam salisilat 3 6%
Referat Dermatitis Seboroik
KKS Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Bangkinang
Page
2.9 Prognosis
Pada umumnya prognosis dermatitis seboroik baik tetapi pada sebagian
kasus yang mempunyai faktor konstitusi penyakit ini sukar disembuhkan. Jika
berulang maka kemungkinan varian dari dermatitis atopic dapat dipertimbangkan.
Pasien dengan dermatitis seboroik dewasa yang berat dapat persisten. Prognosis
lebih baik apabila faktor pencetus dapat dihilangkan.1,6
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Referat Dermatitis Seboroik
KKS Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Bangkinang
Page
ada
pemeriksaan
laboratorium
spesifik
untuk
membantu
DAFTAR PUSTAKA
Page
T.
Seborrheic
Dermatitis.
Available
at
http://emedicine.medscape.com/article/1108312-overview#aw2aab6b2b3aa.
Accesed on november 28 2013
6. Jazid I. Patogenesis dan Penatalaksanaan Dermatitis Seboroik. In: Dermatitis
pada Bayi dan Anak.
Indonesia Jakarta;2003.1-15
7. Berman
K.
Seborrheic
Dermatitis.
Available
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001959.
at
Accesed
on
November 28 2013
8. Johnson
B.
Treatment
of
Seborrheic
Dermatitis.
Available
at
Page
13.
Ngan
V. Leiners
Disease.
Update:
June
29
2011.
Available
Page