You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN
Latar belakang
Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamasi kulit yang biasanya dimulai
pada kulit kepala, dan kemudian menjalar ke muka, kuduk, leher dan badan.
Dermatitis termasuk dalam golongan dermatosis eritoskuamosa, umumnya
ditandai dengan adanya eritema yang ditutupi skuama tipis berminyak. Penyakit
ini biasanya mempunyai lesi yang simetris, bersifat kronik dan rekuren.1,2
Dermatitis seboroik sering dikacaukan dengan psoriasis yang juga
termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa. Penyebab dermatitis
seboroik masih belum diketahui dengan pasti. Prevalensi penyakit ini lebih tinggi
pada ODHA, orang dengan gangguan neurologis dan penyakit kronis. Faktor
predisposisinya ialah kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoeic state)
yang rupanya diturunkan, bagaimana caranya belum diketahui.1,2
Dermatitis seboroik disebut juga eczema flannellaire, hal ini berasal dari
ide bahwa terdapat retensi pada permukaan kulit oleh sumbatan dengan katun
(flanel), wol, atau pakaian dalam sintetik.3

Referat Dermatitis Seboroik


KKS Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Bangkinang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Istilah dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan kulit
yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat
seboroik.
2.2 Epidemiologi
Dermatitis seboroik merupakan salah satu penyakit kulit yang sering
ditemui. Pada bayi daerah yang biasa terkena adalah kulit kepala, wajah dan
daerah popok. Dermatitis seboroik pada bayi, 70% terjadi pada 3 bulan pertama
kemudian menghilang pada umur 1 tahun dan insidensnya mencapai puncak pada
umur 18-40 tahun. Dermatitis seboroik lebih sering terjadi pada pria daripada
wanita. Prevalensi pada pasien AIDS lebih tinggi, terutama pada pasien dengan
jumlah CD4 dibawah 400 sel/mm3 dan dapat turun dengan terapi antiretroviral
yang adekuat. Dermatitis seboroik dilaporkan berkaitan dengan gangguan sistem
saraf pusat seperti parkinson, familial amyloidosis dengan polineuropati dan
trisomi 21 namun data tersebut masih diragukan. 1,4
2.3 Etiopatogenesis
Penyebabnya belum diketahui pasti. Faktor presdiposisinya ialah kelainan
konstitusi berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya diturunkan,
bagaimana caranya belum dipastikan. Penderita pada hakekatnya mempunyai kulit
yang berminyak (seborrhoea), tetapi mengenai hubungan antara kelenjar minyak
dan penyakit ini belum jelas sama sekali. Ada yang mengatakan kambuhnya
penyakit ini (yang sering menjadi chronis-recidivans) disebabkan oleh makanan
yang berlemak, tinggi kalori, akibat minum alkohol dan gangguan emosi.1,3
Dermatitis seboroik dikaitkan dengan nilai normal Malassezia ovale
namun respon imun abnormal. Ditemukan adanya penurunan sel T helper,
phytohemagglutinin dan stimulasi concanavalin, dan titer antibodi dibandingkan
dengan subyek kontrol. Kontribusi spesies Malassezia dapat berasal dari aktivitas
Referat Dermatitis Seboroik
KKS Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Bangkinang

lipase yang melepaskan inflamasi bebas asam dan dari kemampuannya untuk
mengaktifkan jalur komplemen alternatif.5
Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini
dengan infeksi oleh bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora normal
kulit manusia. Pertumbuhan P.ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi
inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis
maupun karena sel jamur itu sendiri, melalui aktivasi sel limfosit T dan sel
Langerhans.
sukseptibilitas

Status

seboroik

terhadap

infeksi

sering

berasosiasi

piogenik,

tetapi

dengan
tidak

meningginya

terbukti

bahwa

mikroorganisme inilah yang menyebabkan dermatitis seboroik. Dermatitis


seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang meningkat seperti
psoariasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan sitostatik dapat
memperbaikinya.1
Penyakit ini berhubungan dengan kulit berminyak (seborrhea) meskipun
peningkatan produksi sebum tidak selalu terdeteksi pada pasien. Seborrhea
merupakan faktor predisposisi pada dermatitis seboroik namun dermatitis
seboroik bukan sebuah penyakit kelenjar sebasea. Insidensi tinggi dermatitis
seboroik pada bayi berbanding lurus dengan ukuran dan aktivitas kelenjar sebasea
pada umur ini. Pada bayi didapatkan kelenjar sebasea yang besar dengan rasio
sekresi sebum yang tinggi. Namun pada orang dewasa ini tidak terjadi karena
aktivitas kelenjar sebasea mencapai puncak awal pubertas dan dermatitis seboroik
dapat terjadi bertahun-tahun kemudian.3
Tempat terjadinya dermatitis seboroik memiliki kecenderungan pada
daerah wajah, telinga, kulit kepala dan batang tubuh bagian atas yang sangat kaya
akan kelenjar sebasea. Tempat predileksi ini memberi petunjuk tentang dugaan
bahwa pengaruh androgenik penting dan aktivitas kelenjar sebasea mungkin
merupakan faktor penyebab. Tetapi seborrhea berat kadang tidak disertai
dermatitis seboroik, sebaliknya dermatitis seboroik berat kadang tidak disertai
aktivitas sebasea berlebihan. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pada
dermatitis seboroik lemak permukaan kulit tidak meningkat, tetapi terdapat
peningkatan proporsi kolesterol, trigliserida dan parafin disertai penurunan

Referat Dermatitis Seboroik


KKS Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Bangkinang

skualen, asam lemak bebas, dan ester lilin yang terkandung dalam permukaan
kulit tersebut.6
Faktor resiko terjadinya dermatitis seboroik adalah stress, kelelahan,
makanan berminyak, alkohol, cuaca yang terlalu ekstrem, jarang mencuci rambut
atau mandi, pemakaian lotion yang mengandung alkohol, penyakit kulit (misalnya
jerawat) dan obesitas.7,12
Pasien dengan gangguan saraf pusat (Parkinsons disease, cranial nerve
palsies, major truncal paralyses) mempunyai resiko tinggi terkena dermatitis
seboroik. Seboroik dermatitis pada pasien tersebut merupakan hasil dari
peningkatan pengumpulan sebum akibat dari imobilitas. Pengumpulan sebum ini
merupakan media untuk pertumbuhan P. Ovale sehingga menyebabkan terjadinya
dermatitis seboroik.8
Dermatitis seboroik pada penderita AIDS mencapai 85%. Tempat
predileksi lebih luas meliputi wajah, aksila, dada, paha dan genitalia. Gejala yang
muncul akan

lebih

berat daripada

dermatitis

seboroik

klasik dengan

penatalaksanaan yang lebih sulit. 9,14


2.4 Gejala Klinis
Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Dermatitis seboroik yang ringan hanya
mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak
kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang
halus dan kasar. Kelaianan tersebut pitiriasis sika (ketombe, dandruff). Bentuk
yang berminyak disebut pitiriasis steatoides yang dapat disertai eritema dan
krusta-krusta yang tebal. Rambut pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan
rontok, mulai di bagian vertex dan frontal.(1)
Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama
dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela,
telinga postaurikular dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasnya sering
cembung.(1)
Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krustakrusta yang kotor, dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang
Referat Dermatitis Seboroik
KKS Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Bangkinang

kekuningan dan kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala
disebut cradle cap.(1)
A. Dermatitis Seboroik Infantil
Umumnya DSI timbul untuk pertama kalinya antara usia 2 dan 6
minggu, dan tidak gatal. Dimulai pada skalp yang disebut sebagai cradle
cap berupa skuama tebal, berminyak kekuningan yang berkonfluens
terutama di daerah verteks dan frontal. Skuama dapat juga berbentuk lebar,
kering, asbestos, psoriaformis atau bentuk halus berwarna putih yang
tersebar difus. Proses ini dapat meluas ke retroaurikular. Pada saat timbul
lesi di skalp secara bersamaan dapat juga timbul lesi di daerah dahi, alis,
dan lipatan nasolabial.10
Pada daerah dengan pakaian tertutup dapat menambah kelembaban
sehingga timbul lesi berbetuk dermatitis, khusunya pada lipatan leher,
ketiak, area anogenital dan lipat paha. Dapat disertai infeksi oportunistik
seperti C. Albicans, S. Aureus dan bakteri lain. Kriteria diagnostik klinis
untuk DSI menurut Beare dan Rook adalah onset dini berupa lesi
eritroskuamosa yang mengenai skalp dan daerah fleksural, serta tidak
disertai pruritus.10

Gambar 1. Dermatitis Seboroik Infantil


B. Penyakit Leiner
Pertama kali dilaporkan oleh Leiner pada tahun 1908 yang
merupakan bentuk komplikasi dermatitis seboroik pada masa bayi
(dermatitis seborrhoides infantum). Lesi biasanya timbul mendadak,
Referat Dermatitis Seboroik
KKS Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Bangkinang

berupa eritema berskuama di seluruh tubuh (universal) yang disebut


eritroderma deskuamativum. Penyakit ini menunjukkan keadaan umum
yang tampak sakit berat disertai anemia, diare dan muntah. Sering diikuti
dengan infeksi bakteri. Penyakit Leiner dapat diturunkan jika terdapat
defisiensi C5.10,13
C. Dermatitis Seboroik Dewasa
1. Kulit Kepala
Ketombe atau ptiriasis sika merupakan bentuk awal DS. Pada fase
lanjut, lesi berbentuk ertroskuamosa di peri folikuler lalu meluas mengenai
sebagian besar kulit kepala. Dapat sampai batas depan rambut yang
disebut corona seborrheca atau ke belakang meluas ke daun telinga, leher,
dan periaurikular. Kadang-kadang dapat disertai otitis eksterna. Jika kronis
mengakibatkan rambut rontok dan alopesia.

Gambar 2(a) DS pada margin kulit kepala. Gambar 2(b) DS di kepala


2. Wajah
Dermatitis seboroik di wajah biasanya mengenai bagian tengah
alis, glabela dan lipatan nasolabial berupa eritroskuamosa. Sering disertai
blefaritis, jika mengenai kelopak mata. Lesi dapat berupa krusta
kekuningan yang jika diangkat menjadi ulkus dangkal. Pada laki-laki
sering mengenai daerah janggut, sedangkan pada wanita sering mengenai
paranasal berupa lesi eritematosa yang mudah menjadi flushing.

Referat Dermatitis Seboroik


KKS Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Bangkinang

3. Badan
Pada badan DS dapat bermanisfestasi dalam berbagai bentuk.
Bentuk tersering adalah petaloid, biasanya mengenai dada dan interskapula
dan lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Awalnya lesi berupa papul
folikular berwarna merah kecoklatan yang berskuama berkonfluens
tersusun sirsinar dengan skuama halus di bagian tengah, dan skuama kasar
berminyak di bagian tepi.
Bentuk DS yang jarang ditemukan adalah bentuk pitiriasiformis.
Mengenai badan dan ekstremitas. Dapat meluas di leher sampai batas
rambut. Tidak gatal dan biasanya sembuh spontan. Pada beberapa kasus
dapat berkembang menjadi bentuk pitiriasiformis. Pada bentuk fleksural
lesi biasanya mengenai aksila, lipat paha, anogenital, lipat payudara dan
umbilikus berupa eritroskuamosa sampai dengan skuama berminyak yang
disebut pityriasis steatoides. Pada genitalia biasanya lesi berupa eritema
ringan dengan skuama halus sampai bentuk dermatitis yang berat dan
keadaan ini dapat berkembang menjadi bentuk psoriasiformis.
4. Generalisata
DS dapat meluas tersebar generalisata. Bentuk ini dapat disertai
dengan adenopati, sehingga merupai mikosis fungoides, leukemia kutis
atau eritroderma psoriatika.
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk dermatitis seboroik
adalah pemeriksaan histopatologi. Gambaran histopatologi akan bervariasi sesuai
dengan tahap penyakit. Pada dermatitis seboroik akut dan subakut terdapat
infiltrat ringan perivaskular superfisial, terdiri dari sel limfohistiosit kadangkadang disertai neutrofil, edema ringan pada papila dermis, adanya fokus
spongiosis pada infundibulum dan epidermis, serta mound parakeratosis dengan
globus kecil plasma pada bibir muara dan diantara muara infundibulum. Pada lesi
kronis didapatkan pula pelebaran pembuluh darah pada dermis bagian atas.

Gambaran histopatologis dermatitis seboroik pada AIDS berbeda, terdapat


Referat Dermatitis Seboroik
KKS Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Bangkinang

keratinosit yang rusak, kerusakan setempat dari dermoepidermal oleh kelompok


sel limfoid dan jarang ditemukan spongiosis. Pada dermis tampak banyak
pembuluh darah dengan dinding yang menebal, banyak ditemukan sel plasma.15
2.6 Diagnosis
Diagnosis dermatitis seboroik dapat ditegakkan dengan melakukan
anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan kelainan kulit yang terdiri dari eritema dan skuama
yang berminyak dan agak kekuningan dengan batas agak kurang tegas. Kelainan
kulit ditemukan pada tempat predileksi yaitu pada bagian tubuh yang banyak
terdapat kelenjar sebasea, daerah kepala, wajah dan badan bagian atas. Diagnosis
dermatitis seboroik dengan manifestasi klinis yang klasik mudah ditegakkan
namun pada beberapa kasus sulit karena tidak adanya kriteria diagnostik pasti.
Gambaran histopatologi dermatitis tampak non spesifik tetapi biopsi kulit tetap
reliabel untuk membedakan dermatitis seboroik dengan diagnosis banding
lainnya.1,5,10
2.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dermatitis seboroik adalah:
A. Psoriasis
Kelainan kulit berupa eritema sirkumskrip dan merata dengan skuama
yang berlapis-lapis disertai tanda tetesan lilin dan Auspitz. Skuama pada psoriasis
akan berdarah jika dikelupas sedangkan pada dermatitis seboroik skuama sangat
mudah dilepas.

Tempat predileksi psoriasis terdapat pada skalp, perbatasan

daerah tersebut dengan muka, ektremitas bagian ekstensor terutama siku dan lutut
dan daerah lumnosakral. Psoriasis biasanya melibatkan kuku ataupun sendi
meskipun jarang terjadi. Pada dermatitis seboroik rasa gatal muncul jika sudah
berat psedangkan pada psoriasis gatal sudah dirasakan dari awal penyakit.1,11
B. Dermatitis Atopik
Selama masa bayi, dermatitis atopik dan dermatitis seboroik mempunyai
distribusi yang sama sehingga menimbulkan kesulitan untuk membedakan
Referat Dermatitis Seboroik
KKS Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Bangkinang

keduanya. Namun demikian Yates dkk (1983) menemukan bahwa keterlibatan


daerah aksila lebih mengarah ke diagnosis dermatitis seboroik sedangkan radioallergosorbent test (RAST) yang positif mengarah ke diagnosis dermatitis atopik.
Hal yang paling membantu adalah respon pasien terhadap pengobatan, dermatitis
seboroik biasanya memberikan respon pada pengobatan yang digunakan.6

Gambar Dermatitis Atopik


C. Kandidosis kutis
Kandidosis kutis pada lipat paha, lipat payudara dan umbilikus dapat
menyerupai dermatitis seboroik. Pada kandidosis kutis ditemukan gambaran
bercak merah yang berbatas tegas, bersisik dan basah. Sedangkan pada dermatitis
seboroik terdapat skuama berminyak dan kekuningan dengan batas yang agak
kurang tegas. Keluhan gatal pada kandidosis lebih menonjol daripada dermatitis
seboroik.1,5
2.8 Penatalaksanaan
Kasus-kasus yang telah mempunyai faktor konstitusi agak sukar
disembuhkan, meskipun penyakitnya dapat terkontrol. Faktor predisposisi
hendaknya diperhatikan, misalnya stres emosional dan kurang tidur. Mengenai
diet, dianjurkan miskin lemak.1
Pengobatan dermatitis seboroik biasanya ditujukan untuk:6
a. Melepaskan dan menghilangkan skuama
b. Menghambat kolonisasi ragi
c. Mengontrol infeksi sekunder
d. Mengurangi eritema dan gatal

Referat Dermatitis Seboroik


KKS Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Bangkinang

Pengobatan sistemik
Kortikosteroid digunakan pada bentuk yang berat, dosis prednisone 20-30
mg sehari. Jika telah ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Kalau
disertai infeksi sekunder diberi antibiotik.12
Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya
mengurangi aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi
sampai 90%, akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum. Dosinya 0,1-0,3 mg
per kg berat badan per hari, perbaikan tampak setelah 4 minggu. Sesudah itu
diberikan dosis pemeliharaan 5-10 mg per hari selama beberapa tahun yang
ternayta efektif untuk mengontrol penyakitnya.
Pada D.S. yang parah juga dapat diobati dengan narrow band UVB (TL01) yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3 x seminggu selama 8
minggu, sebagian besar penderita mengalami perbaikan.
Bila pada sediaan langsung terdapat P. ovale yang banyak dapat diberikan
ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari.
Pengobatan topikal
Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2 3 kali skalp dikeramasi
selama 5 15 menit, misalnya dengan selenium sufida (selsun). Jika terdapat
skuama dan krusta diberi emolien, misalnya krim urea 10%. Obat lain yang dapat
dipakai untuk D.S. ialah :1
a. ter, misalnya likuor karbonas detergens 2-5% atau krim pragmatar. Pada
kasus-kasus refrakter dapat diberikan preparat ter yang dioleskan pada
malam hari misalnya likuor karbonas detergen 5,10, atau 20% dan
ditutup dengan stockinette. Namun obat ini buka merupakan pilihan
terbaik karena berpotensi karsiogenik serta menimbulkan fotosensitivitas.
Bila pengobatan ini diberikan dianjurkan untuk menghindari sinar
matahari selama 24 jam setelah pemakaian obat. 1,6
b. resorsin 1-3%, dapat menghambat proliferasi epidermis dan infiltrasi
dermal, selain mempunyai anti pruritus dan anti bakteri.6
c. sulfur praesipitatum 4 20%, dapat digabung dengan asam salisilat 3 6%
Referat Dermatitis Seboroik
KKS Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Bangkinang

Page

d. Kortikostreroid, misalnya krim hidrokortison 2 %. Pada kasus dengan


inflamasi yang berat dapat dipakai kostikosteroid yang lebih kuat,
misalnya betametason valerat, asalkan jangan dipakai terlalu lama karena
efek sampingnya.1
e. Krim ketokonazole 2% dapat diaplikasikan, bila pada sediaan langsung
terdapat banyak P. ovale. Ketokonazole bekerja dengan cara menghambat
biosintesis ergosterol, sterol utama yang berfungsi mempertahankan
membrane sterol jamur, dengan menghambat enzim sitokrom P450 14-demetilasi lanosterol, enzim esensial dalam sintesis ergosterol jamur. 1,6
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pengobatan ialah letak lesi
serta usia penderita. Pada bayi, lesi di daerah skalp dapat diberikan asam salisilat
3-5% dalam minyak zaitun ddengan bahan dasar yang larut air atau dikompres
dengan minyak zaitun hangat. Dapat juga digunakan krim hidrokortison 1% dan
untuk perawatannya digunakan shampoo bayi. Untuk daerah intertriginosa, selain
obat-obat antiseboroik, dapat diberikan kliokuinol 0,2-0,5% dalam losio zincii,
sedangkan lesi yang basah dapat dikompres dengan gentian violet 0,1-0,2%.
Pada orang dewasa muda, untuk lesi di daerah scalp dapat diberiksan
shampoo yang mengandung selenium sulfide, seng pirition dan ketoconazole
seminggu 2 kali. Untuk kasus yang berat dapat dipakai sulfur 7,5%, asam salisilat
1%, minyak kastor 10% dan minyak zaitun 100%, bila perlu ditambah
hidrokortison 1%. Campuran ini diberikan waktu malam dan pagi harinya dicuci
dengan shampoo yang ringan. 6
Blefaritis dapat diatasi dengan kompres air hangat, pembersihan lembut
dengan larutan non iritan atau shampoo bayi, melepaskan skuama secara mekanis
bila diperlukan dan pengolesan salep sulfasetamid atau salap kombinasi
sulfasetamid dengan prednisolone 0,5%. Penggunaan kortikosteroid pada kelopak
mata atau garis tepi kelopak mata harus hati-hati. Untuk daerah alis, muka dan
kelopak mata dapat digunakan krim hidrokortison 1%, sulfur 1-3% atau asam
salisilat 1-3%.
Untuk daerah telinga dan liang telinga dapat digunakan larutan atau krim
kombinasi yang mengandung triamsinolon 0,025%, neomisin atau garamisin, bila
perlu polimiksin B untuk infeksi Pseudomonas aeruginosa.
Referat Dermatitis Seboroik
KKS Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Bangkinang

2.9 Prognosis
Pada umumnya prognosis dermatitis seboroik baik tetapi pada sebagian
kasus yang mempunyai faktor konstitusi penyakit ini sukar disembuhkan. Jika
berulang maka kemungkinan varian dari dermatitis atopic dapat dipertimbangkan.
Pasien dengan dermatitis seboroik dewasa yang berat dapat persisten. Prognosis
lebih baik apabila faktor pencetus dapat dihilangkan.1,6

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Referat Dermatitis Seboroik
KKS Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Bangkinang

Page

Dermatosis seboroik termasuk dermatosis eritroskuamosa yang sering


ditemui. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak maupun dewasa. Etiologi
dermatitis seboroik sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Pada bayi
terdapat tiga bentuk yaitu cradle cap, glabrous dan penyakit Leiner. Sedangkan
pada dewasa berdasarkan daerah lesinya terjadi pada kepala, wajah, badan dan
generalisata.
Tidak

ada

pemeriksaan

laboratorium

spesifik

untuk

membantu

menegakkan diagnosis. Secara umum terapi bertujuan untuk menghilangkan


skuama, menghambat kolonisasi ragi, mengontrol infeksi sekunder serta
mengurangi eritema dan gatal. Pasien harus diberitahu bahwa penyakit ini
berlangsung kronik dan sering kambuh, sehingga harus menghindari faktor
pencetus seperti stress emosional, makanan berminyak dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Referat Dermatitis Seboroik


KKS Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Bangkinang

Page

1. Djuanda A, Hamzah M. Dermatitis Seboroik. In: Djuanda A, editor. Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Jakarta; 2010.200-202
2. Gibson EL, Perry HO. Eczematous Rashes. In: Dermatology. Moschella SL,
Hurley HJ, Eds, 3rd ed. Harcourt Brace Jocanovich, Inc, New York. p:214
3. Plewig G. Seborrheic Dermatitis. In: Dermatology in General Medicine.
Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen KF, Eds. 4 th ed.
McGraw Hill, Inc, New York. p:1596-73
4. Naldi L, Rebora A. Seborrheic Dermatitis. N Engl J Med 2009;360;387-96
5. Selden

T.

Seborrheic

Dermatitis.

Available

at

http://emedicine.medscape.com/article/1108312-overview#aw2aab6b2b3aa.
Accesed on november 28 2013
6. Jazid I. Patogenesis dan Penatalaksanaan Dermatitis Seboroik. In: Dermatitis
pada Bayi dan Anak.

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia Jakarta;2003.1-15
7. Berman

K.

Seborrheic

Dermatitis.

Available

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001959.

at

Accesed

on

November 28 2013
8. Johnson

B.

Treatment

of

Seborrheic

Dermatitis.

Available

at

http://www.aafp.org/afp/2000/0501/p2703.html. Accesed on November 28


2013
9. Gupta AK, Nicol KA. Seborrheic Dermatitis of the scalp : Etiology and
Treatment. Journal of Drugs in Dermatology.2004
10. Tjarta A. Dermatitis Seboroik. In: Tjarta A, Sularsito SA, Kurniati DD,
Rithatmaja R. Eds. Metode Diagnostik dan Penatalaksanaan Psoriasis dan
Dermatitis Seboroik. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia Jakarta;2003.53-80
11. Mayo Foundation for Medical Education and Research. Update: July 13
2013. Mayo Clinic. Accesed by 28 November 2013. Available :
http://www.mayoclinic.com/health/seborrheic-dermatitis/DS00984
12.

Siregar, RS. Dermatitis Seboroika. In: Saripati Penyakit Kulit. 2 nd Ed.


ECG.Indonesia,2004.104-106

Referat Dermatitis Seboroik


KKS Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Bangkinang

Page

13.

Ngan

V. Leiners

Disease.

Update:

June

29

2011.

Available

http://www.dermnetnz.org/dermatitis/leiner.html. Accesed on November 28


2013.
14. Chatzikokkinou P. Seborrheic Dermatitis : An Early and Common Skin
Manifestation in HIV Patients. Acta Dermatovenerol Croat. 2008 Oct 21;16
(4):226-230
15. Schwartz RA, Janusz CA, Jannige CK. Seborrheic Dermatitis: An Overview.
Am Fam Physician 2006;74:125-30.

Referat Dermatitis Seboroik


KKS Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Bangkinang

Page

You might also like