You are on page 1of 61

UKURAN PANGGUL PADA PASIEN

PASCA SEKSIO SESAREA ATAS


INDIKASI PANGGUL SEMPIT
TESIS

OLEH :
NUR AFLAH

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H. ADAM MALIK / RSUD Dr. PIRNGADI
MEDAN
OKTOBER 2009
Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu


ada kemudahan, maka apabila kamu telah
menyelesaikan sesuatu urusan,
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
urusan yang lain
( Q.S, 94:6-7 )

Kupersembahkan untuk yang terkasih dan tercinta


Kedua orangtuaku Alm. Drs. H. Darwinsyah dan Hj. Nur Asiah
Suamiku Lettu Laut (K). dr. Al Afif Lubis
Anakku M. Ilhan Mansiz Lubis dan M. Al Fatih Zahafi Lubis

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.


Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wataala, Tuhan Yang Maha
Kuasa, berkat Rahmat dan Karunia-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa saya
menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya
kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan
khususnya tentang:

UKURAN PANGGUL PADA PASIEN PASCA SEKSIO SESAREA


ATAS INDIKASI PANGGUL SEMPIT

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA.K dan
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar Siregar, SpPD,
KGEH, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program
Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan.

Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG.K, Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUSU Medan; dr. M. Rusda, SpOG.K Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUSU Medan; Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG.K, Ketua Program Studi Dokter Spesialis

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; dr. Deri Edianto,SpOG.K, Sekretaris Program
Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; dan juga Prof. dr. Djafar
Siddik, SpOG.K, selaku Kepala Bagian Obstetri dan Ginekologi pada saat saya diterima
untuk mengikuti pendidikan spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU
Medan; Prof. dr. Hamonangan Hutapea, SpOG.K; Prof. DR. dr. M. Thamrin Tanjung,
SpOG.K; Prof. dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG.K; Prof. dr. T.M. Hanafiah, SpOG.K;
Prof. dr. Budi R. Hadibroto, SpOG.K; dan Prof. dr. Daulat H. Sibuea, SpOG.K; yang
telah bersama-sama berkenan menerima saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di
Departemen Obstetri dan Ginekologi.

Prof. dr. Daulat H. Sibuea, SpOG.K dan dr. Hotma P. Pasaribu, Sp.OG selaku
pembimbing tesis saya, bersama dr. Aswar Aboet, SpOG, dr. Indra Z. Hasibuan, SpOG,
dan dr. Deri Edianto, SpOG.K, selaku penyanggah dan narasumber yang dengan penuh
kesabaran telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk membimbing, memeriksa,
dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.

dr. Risman F. Kaban, SpOG.K, selaku pembimbing Referat mini Fetomaternal saya yang
berjudul Penatalaksanaan Kehamilan Pada Kanker Serviks ; kepada dr. M. Rhiza
Z. Tala, SpOG.K selaku pembimbing Referat mini Fertilitas Endokrinologi dan
Reproduksi saya yang berjudul Intersex dan kepada Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG.K
selaku pembimbing Referat mini Onkologi saya yang berjudul Kemoterapi Dalam
Kehamilan.

Dr. Ichwanul Adenin, SpOG.K, selaku bapak angkat saya selama menjalani masa
pendidikan, yang telah banyak mengayomi, membimbing dan memberikan nasehatnasehat yang bermanfaat kepada saya dalam menghadapi masa-masa sulit dalam
pendidikan.

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Kepada dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes, yang telah meluangkan waktu dan pikiran
untuk membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.

Seluruh Staf Pengajar di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, yang
secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir
pendidikan. Semoga Yang Maha Pengasih membalas budi baik guru-guru saya tersebut.

Sekretaris Jendral Departemen Kesehatan RI dan Kepala Kantor Wilayah Departemen


Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, atas izin yang telah diberikan kepada saya untuk
mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi di FK-USU
Medan.

Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana
kepada saya untuk bekerja sama selama mengikuti pendidikan di Departemen Obstetri
dan Ginekologi.

Direktur RSU Dr. Pirngadi Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSU Dr.
Pirngadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk
bekerja selama mengikuti pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

Direktur RS PTPN II Tembakau Deli; dr. Sofian Abdul Ilah, SpOG dan dr. Nazaruddin
Jaffar, SpOG.K; beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya
untuk bekerja selama bertugas di rumah sakit tersebut.

Direktur Rumkit Tk. II Putri Hijau Medan; dr. Yazim Yacoub, SpOG; dr. Agnes, SpOG
dan dr. Gunawan Rusuldi, SpOG; beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan
sarana kepada saya untuk bekerja selama bertugas di rumah sakit tersebut.

Direktur RS Haji Mina Medan; dr. Muslich Perangin-angin, SpOG; dr. Amiruddin
Siregar, SpOG; dr. Anwar Siregar, SpOG; beserta staf yang telah memberikan
kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja selama bertugas di rumah sakit
tersebut.

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Direktur RSU Pertamina Brandan beserta staf, yang telah memberikan kesempatan kerja
dan bantuan moril selama saya bertugas di rumah sakit tersebut.

Direktur RS Deli Medan beserta staf, yang telah memberikan kesempatan kepada saya
untuk melakukan pemeriksaan pelvimetri radiologis di rumah sakit tersebut dalam rangka
menyelesaikan tesis ini.

Ketua Departemen Anestesiologi dan Reanimasi FK-USU Medan beserta staf, atas
kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama saya bertugas di departemen
tersebut.

Ketua Departemen Patologi Anatomi FK-USU Medan beserta staf, atas kesempatan dan
bimbingan yang telah diberikan selama saya bertugas di departemen tersebut.

Kepada senior-senior saya, dr. Jhoni Marpaung, SpOG; dr. Anandia Yuska, SpOG; dr
Rilie Ritonga, SpOG; dr. Wahyudi, SpOG; dr. T.R. Iqbal, SpOG; dr Nismah Sri Hanum,
SpOG; dr. David Leo Ginting, SpOG; dr. Rachma Bachtiar, SpOG; dr. Jhon Tambunan,
SpOG; dr. Muara P. Lubis, SpOG; dr. Sukhbir Singh, SpOG; dan dr. Simon P. Saing,
SpOG, terima kasih banyak atas segala bimbingan, bantuan dan dukungannya yang telah
diberikan selama ini.

Kepada dr. Yusmardi; dr. Dessy S. Hasibuan, SpOG; dr. Ferry M. Simatupang, SpOG; dr.
Dwi Faradina, SpOG; dr. Alim Sahid, SpOG; dr. Roni P. Bangun; dan dr. Sim Romi,
SpOG; saya menyampaikan terima kasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan
selama ini serta kebersamaan kita selama pendidikan.

Rekan-rekan PPDS yang sangat baik, dr.Benny J. Marpaung; dr. Anggia M. Lubis; dr.
Maya Hasmita; dr. Ilham S. Lubis; dr. Zilliyaddein Rangkuti; dr.Lili Kuswani; dr. M.
Jusuf Rachmatsyah; dr. Boy R.P. Siregar; dr. Sri Jauharah Laily; dr. Andri P. Aswar; dr.
Firman Alamsyah; dr. Reynanta; dr. Alfian Z.S. Siregar; dr. Riske Eka Putri; dr. Tigor P.

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Hasugian; dr. Hendry A. Saputra; dr. Janwar Sahnanda; dr. Arjuna Saputra; dr. Dany
Ariyani; dr. Fatin Atifa; dr. M. Arief Siregar; dr. Sri Damayana; dr. Morel Sembiring;
dr. M .Rizky; dr. Ika Sulaika; dr. Edy Rizaldi; dr. Edward S. Manurung; dr. Kiko
Marpaung; dr. Novrial; dr. M. Wahyu; dr. Ivo Fitrian; dr. Ray C. Barus; dr. Anindita
Novina; saya menyampaikan terima kasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan
selama penelitian saya dan kebersamaan kita selama masa pendidikan.

Tim jaga yang kompak, dr. Ari A. Lubis; dr. Yuri Andriansyah; dr. Ulfah W.Kesuma; dr.
Hendri Ginting; dr. Eka Handayani; terima kasih atas kebersamaan kita selama ini,
kenangan indah ini akan saya ingat selamanya.

Seluruh teman sejawat PPDS yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih
atas kebersamaan kita selama ini, kenangan indah ini akan saya ingat selamanya.

Dokter Muda, Bidan, Paramedis, karyawan/karyawati, serta para pasien di Departemen


Obstetri dan Ginekologi FK-USU/RSUP H. Adam Malik RSUD Dr. Pirngadi Medan
yang daripadanya saya banyak memperoleh pengetahuan baru, terima kasih atas
kerjasama dan saling pengertian yang diberikan kepada saya sehingga dapat sampai pada
akhir program pendidikan ini.

Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada kedua
orang tua saya yang tersayang dan terkasih, Ayahanda Alm. H. Darwinsyah, dan Ibunda
Hj. Nur Asiah yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan, serta mendidik saya
dengan penuh kasih sayang dari sejak kecil hingga kini, memberi contoh yang baik dalam
menjalani hidup serta memberikan motivasi dan semangat kepada saya selama mengikuti
pendidikan.
Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga juga saya sampaikan kepada
Bapak Mertua Alm. H. Muchlis Lubis dan Ibu Mertua Hj. Fauziah serta kepada Bapak H.
Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Ayub SH dan keluarga yang telah banyak membantu, mendoakan dan memberikan dorongan
dan perhatian kepada saya selama mengikuti pendidikan ini.
Buat suamiku yang tercinta dan tersayang, Lettu Laut (K) dr. Al Afif Lubis, tiada kata lain
yang bisa saya sampaikan selain rasa terima kasih atas kesabaran, dorongan, semangat, cinta
dan pengorbanan serta doa sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini.
Buat kedua buah hatiku yang kucintai dan kusayangi, putraku M. Ilhan Mansiz Lubis dan
M. Al Fatih Zahafi Lubis, yang merupakan inspirasi dan pendorong motivasi serta pemberi
semangat kepada ibunda.
Kepada adikku tercinta M. Iqbal Harris dan adik-adik iparku M. Iqbal Lubis, SE; Reza
Azhari Lubis; Luthfi Lubis; Rifka Lubis dan AKP. Muhammad Islam A. Sik; terima kasih
atas bantuan, dorongan semangat dan doa yang telah diberikan selama ini.
Akhirnya kepada seluruh keluarga, handai taulan yang tidak dapat saya sebutkan namanya
satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak memberikan
bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan banyak terima kasih.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua.
Amin.

Medan, Oktober 2009

dr. Nur Aflah

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

UKURAN PANGGUL PADA PASIEN PASCA SEKSIO SESARIA ATAS INDIKASI


PANGGUL SEMPIT
Nur Aflah, Sibuea Daulat H, Pasaribu Hotma P
Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran USU/RSUP. H. Adam Malik RSUD. Dr. Pirngadi Medan

ABSTRAK

Tujuan : Untuk mengetahui ukuran panggul sebenarnya dengan menggunakan pemeriksaan


pelvimetri radiologis pada pasien bekas seksio sesarea atas indikasi panggul sempit dan untuk
melihat hubungan tinggi badan dengan ukuran panggul secara radiologis.

Rancangan Penelitian: Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif analitik yang
menjelaskan ukuran panggul sebenarnya secara radiologis pada pasien bekas seksio sesarea
atas indikasi panggul sempit selama 2 tahun terakhir yaitu sejak 1 Juni 2007 1 Juni 2009 di
RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan serta menganalisa hubungan
antara tinggi badan ibu dengan ukuran- ukuran pelvimetri radiologisnya. Analisa data dengan
menggunakan program komputer SPSS for Windows versi 15 dan uji statistik Chi Square
dengan tingkat kemaknaan bila nilai p<0,05.

Hasil Penelitian: Dari hasil pengumpulan data, didapatkan distribusi kelompok umur
terbanyak adalah usia 21-30 tahun (64.5%). Kebanyakan kasus penelitian adalah paritas ke-2
atau pasien bekas seksio sesarea sebelumnya yang di seksio sesarea kembali atas indikasi
panggul sempit (58%). Tinggi badan ibu sebagian besar <150 cm (64.5 %). Kebanyakan
kepala janin masih floating (90.3%) dengan pembukaan serviks kurang dari 2 cm.
Kebanyakan berat badan lahir janin antara 2500 3500 gr (83.9%).
Dari pemeriksaan pelvimetri klinis didapati ukuran konjugata vera
9 dan<10 cm sebanyak
38,7%, 8dan <9 cm sebanyak 51,6%, ukuran 6 dan <8 cm sebesar 9,7%. Diperoleh 35,5%
spina iskiadika yang menonjol dan 64,5% spina iskiadika tidak menonjol dari pemeriksaan
klinis.
Dari pemeriksaan pelvimetri radiologis didapati bentuk panggul terbanyak adalah android
ginekoid yaitu sebanyak 41,9% kasus. Dari pemeriksaan konjugata vera secara radiologis,
didapati 16,1% kasus dengan ukuran konjugata vera yang sempit dan 19,4% dengan ukuran
Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

konjugata transversa yang sempit, sehingga didapati ukuran pintu atas panggul yang sempit
sebanyak 25,81%. Berdasarkan diameter interspinarum x-ray pelvimetri diperoleh ukuran
pintu tengah panggul yang sempit sebanyak 64.5% dan ukuran pintu bawah panggul yang
sempit sebanyak 77.4%. Sehingga berdasarkan ukuran pintu atas panggul, pintu tengah
panggul dan pintu bawah panggul secara radiologis disimpulkan 90,3% pasien yang
didiagnosa panggul sempit secara klinis ternyata memang sempit secara radiologis.
Dengan menggunakan uji statistik Chi Square dijumpai hubungan yang bermakna antara
ukuran tinggi badan ibu dengan ukuran distansia interspinarum secara radiologis dengan nilai
p=0,023. Sementara itu tidak dijumpai hubungan bermakna antara ukuran tinggi badan ibu
dengan ukuran konjugata vera (p=0,38), konjugata transversa (p=0,066), dan distansia
intertuberum (p=0,21).

Kesimpulan: Penentuan panggul sempit secara klinis tidak cukup hanya berdasarkan
pemeriksaan konjugata vera secara klinis, namun harus didukung pemeriksaan radiologis.
Dengan menggunakan uji statistik Chi-square dijumpai adanya hubungan yang bermakna
antara ukuran tinggi badan ibu dengan ukuran distansia interspinarum secara radiologis dan
tidak dijumpai hubungan bermakna antara ukuran tinggi badan ibu dengan ukuran konjugata
vera, konjugata transversa, dan distansia intertuberum. Dari penelitian ini disarankan semua
pasien bekas seksio sesarea atas indikasi panggul sempit perlu menjalani pemeriksaan
pelvimetri radiologis sebelum merencanakan kehamilan berikutnya, atau sebaiknya
pelvimetri radiologis tersebut dilaksanakan sebelum pasien yang sudah menjalani seksio
sesarea keluar dari rumah sakit. Jika hasil pemeriksaan pelvimetri radiologis tersebut tidak
menunjukkan kesempitan panggul baik pada pintu atas panggul, pintu tengah panggul,
maupun pintu bawah panggul, maka persalinan berikutnya dapat dipertimbangkan partus
pervaginam Vaginal Birth After Cesarean Section.

Kata Kunci: panggul sempit, pelvimetri, konjugata vera, seksio sesarea

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR..

ABSTRAK.

vii

DAFTAR ISI............

ix

DAFTAR TABEL.

xi

DAFTAR GAMBAR.

xii

DAFTAR SINGKATAN..

xiii

BAB 1. PENDAHULUAN....

A. Latar Belakang....

B. Identifikasi Masalah...

C. Tujuan Penelitian.

D. Manfaat Penelitian...

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.

A. Anatomi Panggul.

B. Panggul Sempit

12

C. Perubahan Anatomi Panggul Pada Wanita Hamil.

16

D. Teknik Pengukuran Panggul..

17

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN.

21

A. Rancangan Penelitian..

21

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian..

21

C. Kasus Penelitian...

21

D. Kerangka Konsep.

22

E. Bahan dan Cara Kerja..

23

F. Batasan Operasional

25

G. Analisis Data

25

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.

26

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN..

35

A. Kesimpulan

35

B. Saran.

36

DAFTAR PUSTAKA

37

LAMPIRAN 1: Lembaran Penjelasan Pasien..

41

LAMPIRAN 2: Lembar Persetujuan Pasien.

43

LAMPIRAN 3 : Formulir Data Subjek Penelitian

44

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

DAFTAR TABEL

Table 4.1.

Karakteristik Populasi Penelitian Berdasarkan Usia, Paritas, dan Tinggi


Badan 26

Tabel 4.2.

Karakteristik Kasus Penelitian Berdasarkan Penurunan Kepala Janin,


Pembukaan Serviks dan Berat Badan Janin Lahir. 27

Tabel 4.3.

Karakteristik Kasus Penelitian dengan Pemeriksaan Klinis.. 28

Tabel 4.3.1.Ukuran Konjugata Vera Dengan Pemeriksaan Klinis.

28

Tabel 4.3.2. Bentuk Spina Iskiadika Dengan Pemeriksaan Klinis.. 29


Tabel 4.4.

Karakteristik Kasus Penelitian Berdasarkan Pemeriksaan X-ray


Pelvimetri 29

Tabel 4.5.

Karakteristik Bentuk Panggul Berdasarkan X-ray pelvimetri.. 30

Tabel 4.6.

Karakteristik Pintu Atas Panggul Berdasarkan X-ray Pelvimetri. 31

Tabel 4.7.

Karakteristik Pintu Tengah Panggul Berdasarkan X-ray Pelvimetri.. 31

Tabel 4.8.

Karakteristik Pintu Bawah Panggul Berdasarkan X-ray Pelvimetri 32

Tabel 4.9.

Karakteristik Ukuran Panggul Berdasarkan X-ray Pelvimetri. 32

Tabel 4.10. Hubungan Antara Tinggi Badan Ibu Dengan Ukuran Konjugata Vera
Berdasarkan Pemeriksaan X-ray Pelvimetri 33
Tabel 4.11. Hubungan Antara Tinggi Badan Ibu Dengan Ukuran Konjugata
Transversa Berdasarkan X-ray Pelvimetri

33

Tabel 4.12. Hubungan antara Tinggi Badan Ibu dengan Kesempitan Pintu Tengah
Panggul (Diameter Interspinarum) Berdasarkan X-Ray Pelvimetri. 34
Tabel 4.13. Hubungan Antara Tinggi Badan Ibu Dengan Kesempitan Pintu Bawah
Panggul (Diameter Intertuberum) berdasarkan X-Ray Pelvimetri 34

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sumbu Carus dan Bidang Hodge ...

Gambar 2. Bidang Pintu Atas Panggul..

Gambar 3. Pintu Atas Panggul Dengan Konjugata Vera, Diameter Transversa dan
Oblique

Gambar 4. Gambaran Keempat Jenis Panggul dan Kombinasinya

10

Gambar 5. Bidang Pintu Bawah Panggul

12

Gambar 6. Cara Pemeriksaan Pelvimetri Klinis Dengan Pemeriksaan Dalam

18

Gambar 7. Posisi Thoms dan Hasil Pemeriksaan X-ray Pelvimetri.

20

Gambar 8. Posisi dan Cara Pemeriksaan X-Ray Pelvimetri dengan Menggunakan


Alat Rontgen

23

Gambar 9. Hasil Pemeriksaan X-Ray Pelvimetri dan Pembacaannya Mulai dari (a)
Konjugata Vera (b) Konjugata Transversa (c) Konjugata Oblique (d)
Distansi Interspina (e) Distansia Intertuberum

24

Gambar 10. Pemeriksaan Tinggi Badan Dengan Menggunakan Alat Pengukur


Tinggi Badan. 24

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

DAFTAR SINGKATAN

CT-SCAN

: Computer Tomography Scanning

MRI

: Magnetic Resonance Imaging

CV

: Conjugata Vera

CT

: Conjugata Transversa

CO

: Conjugata Oblique

SC

: Sectio Caesarea

CPD

: Cephalo Pelvic Disproportion

RSUD

: Rumah Sakit Umum Daerah

RSUP

: Rumah Sakit Umum Pusat

SPSS

: Statistical Package for Social Sciences

: Hodge

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Proses kehamilan hingga melahirkan bagi setiap wanita adalah sesuatu yang unik
sekaligus sakral. Sehingga setiap tahapan sebisa mungkin ingin dirasakan dan dilewati si ibu
secara alami, terutama pada saat persalinan. Hanya saja, pada kondisi tertentu seperti panggul
ibu yang sempit, demi kebaikan ibu dan janin, jalan operasi memang menjadi langkah yang
bijaksana.1,2
Panggul sempit dikatakan sebagai salah satu indikasi persalinan seksio sesarea yang
kejadiannya semakin meningkat dalam tiga dekade terakhir. Angka seksio sesarea di Amerika
Serikat meningkat dari 4,5% pada tahun 1965 menjadi 23% pada tahun 1985. Di Inggris
insiden meningkat kurang dari 5% pada tahun 1973 menjadi 10% pada tahun 1986. Di
Indonesia, angka seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan meningkat dari 20,4% pada
tahun 1994 menjadi 34,83% pada tahun 1998. 3,4,5
Peningkatan angka seksio sesarea ini bukan saja disebabkan indikasi panggul sempit,
namun sebagian besar disebabkan karena meningkatnya jumlah primigravida tua dan 30-40%
dikarenakan riwayat seksio sesarea sebelumnya. Padahal sebenarnya mortalitas dan
morbiditas lebih tinggi pada persalinan seksio sesarea sebanyak empat kali lipat
dibandingkan partus pervaginam. Menurut Sibuea H.D (2007) pada tahun 2001-2003 di
RS.H.Adam Malik Medan dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan angka kematian ibu per 1000 ibu
pada partus pervaginam sebanyak 6,9%, seksio sesarea elektif sebanyak 0,0% sementara pada
seksio sesarea emergensi sebanyak 15,6%. 3,6

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Pengukuran panggul (pelvimetri) telah digunakan lebih dari 60 tahun untuk


memprediksi luaran janin, walaupun cara pelaksanaannya bervariasi dan kegunaannya masih
diperdebatkan. Namun pelvimetri merupakan cara pemeriksaan yang penting untuk
mendapatkan keterangan tentang keadaan panggul. Menurut Liselele B Hubert pada wanita
dengan tinggi badan kurang dari 150 cm dapat dicurigai adanya kesempitan panggul.
Demikian juga menurut Rozenholc, et al dimana 12,1% nullipara dengan tinggi badan <5th
persentile akan mengalami distosia pada persalinannya sehingga merupakan indikasi
dilakukannya pemeriksaan pelvimetri. 7,8,9, 42,43,44
Pelvimetri dapat dilakukan secara manual dengan pemeriksaan dalam ataupun dengan
pemeriksaan radilogis. Pelvimetri dengan pemeriksaan dalam (manual) mempunyai arti yang
penting untuk menilai secara agak kasar pintu atas panggul serta panggul tengah, dan untuk
memberi gambaran yang jelas mengenai pintu bawah panggul. Dengan pelvimetri radiologis
diperoleh gambaran yang jelas tentang bentuk panggul dan ukuran-ukuran dalam ketiga
bidang panggul. Akan tetapi pemeriksaan ini dalam masa kehamilan beresiko, khususnya
bagi janin walaupun hal ini masih kontroversi. Sementara itu pelvimetri luar dapat juga
dilakukan, namun cara ini mulai ditinggalkan karena tidak banyak artinya, kecuali untuk
pengukuran pintu bawah panggul, dan dalam beberapa hal yang khusus misalnya panggul
miring. Menurut Barron, et al pemeriksaan x-ray pelvimetri lebih akurat dibandingkan
pemeriksaan manual dalam menentukan ukuran panggul. Sedangkan menurut penelitian yang
dilakukan Floberg J pada 798 primigravida diperoleh nilai yang hampir bersamaan antara
pemeriksaan klinis dengan x-ray namun pemeriksaan secara klinis nilai sensitifitasnya lebih
kecil jika dibandingkan x-ray pelvimetri. 10,11,12
Pelvimetri radiologis dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan X-ray, CT
scan dan MRI. X-ray pelvimetri telah bertahun-tahun dilakukan untuk menilai anatomi dan
mengukur ukuran panggul ibu. Prosedur ini telah menjadi standarisasi untuk mencari ukuran
Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

diameter pelvik guna memprediksi persalinan pervaginam. Pada penelitian yang dilakukan
Bruce K Young x-ray pelvimetri dapat memprediksi kejadian disproporsi fetopelvik dan
malposisi janin pada pasien bekas seksio sesarea yang direncanakan VBAC pada persalinan
yang kedua. 11,13,34
Raman S, et al membandingkan pemeriksaan X-ray pelvimetri dengan CT pelvimetri
menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan secara statistik yang bermakna antara pemeriksaan
X-ray pelvimetri dibandingkan CT pelvimetri, namun CT pelvimetri lebih menjadi pilihan
karena tingkat radiasinya lebih rendah, lebih menyenangkan bagi pasien dan lebih cepat
pelaksanaannya. Sedangkan menurut Sporii S, et al (2002) MRI pelvimetri memiliki tingkat
resolusi yang tinggi dan lebih akurat dalam mengukur tulang panggul dengan tingkat variasi
1% dibandingkan CT pelvimetri dengan tingkat variasi sekitar 10%, serta mudah digunakan
meskipun pada pasien yang gemuk.14,15
Pelvimetri radiologis yang dilakukan pada masa kehamilan dapat berdampak negatif
terhadap janin karena paparan radiasi. Penggunaan X-ray pelvimetri mulai ditinggalkan
karena berpotensial menyebabkan radiasi yang berbahaya terhadap janin. Pada penelitian
yang dilakukan English James, et al beliau menyimpulkan bahwa CT pelvimetri tingkat
radiasinya terhadap janin lebih kurang sepertiga dari tingkat radiasi secara X-ray pelvimetri.
Menurut Ferguson et al penggunaan X-ray pelvimetri diperkirakan akan meyebabkan radiasi
pada janin sebesar 885 mrad. Sedangkan menurut ACOG (American College of
Obstetricians and Gynecologists) memperkirakan tingkat radiasi pada janin dengan
menggunakan X-ray pelvimetri sebesar 250 mrad. Sedangkan CT pelvimetri dikatakan
tingkat radiasinya lebih rendah dari X-ray pelvimetri. Menurut Federle et al fetal dose pada
penggunaan CT pelvimetri diperkirakan sebanyak 0,22 mGy atau 22 mrad, menurut Claussen
et al sebesar 0,048 mGy, menurut Adam et al sebesar 0,17 mGy dan menurut Moore et al
sebesar 0,35 mGy. 16,17,18,34,36,38
Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Pelvimetri radiologis yang dilakukan pada masa kehamilan akan menyebabkan


paparan radiasi terhadap janin. Menurut Toppenberg S.K et al pelvimetri radiologis pada
masa kehamilan dapat menimbulkan teratogenesis (fetal malformation), karsinogenesis
(induced malignancy) dan mutagenesis. Teratogenesis akan terjadi berupa mikrosefali dan
retardasi mental bila janin terpapar radiasi sebesar 10 150 rad pada usia kehamilan 10-17
minggu. Karsinogenesis dapat terjadi pada dosis 1 atau 2 rad berupa malignansi pada bayi
seperti leukemia, sedangkan mutagenesis terjadi pada radiasi 50 -100 rad. 19
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan OBrien Karen, et al (2002) yang
menggunakan x-ray pelvimetri pasca persalinan menyimpulkan bahwa ukuran diameter
anteroposterior dan transversa pintu atas panggul, pintu tengah panggul dan pintu bawah
panggul pada pasien kehamilan 36 minggu dibandingkan dengan x-ray pelvimetri yang
dilakukan

pasca persalinan tidak berbeda secara bermakna dan x-ray pelvimetri pasca

persalinan dapat digunakan 100% untuk memprediksi disproporsi fetopelvik dengan


menggunakan indeks fetopelvik pada persalinan berikutnya.20
Pada penelitian ini, kami melakukan pemeriksaan pelvimetri radiologis dengan
menggunakan X-ray pelvimetri pada pasien pasca seksio sesarea dikarenakan untuk
menghindari efek merugikan terhadap janin, X-ray pelvimetri lebih terjangkau masyarakat
dan hasilnya tidak berbeda secara statistik dibandingkan CT pelvimetri, serta tidak adanya
perubahan ukuran panggul yang bermakna sebelum dan setelah persalinan.
Penelitian yang serupa pernah dilakukan oleh Krishnamurthy (2005), dimana
menurut standar radiologi pada 331 wanita yang melahirkan secara seksio sesarea pada
kehamilan pertamanya, di dapati pelvis tidak adekuat sebanyak 248 kasus (75%) dan yang
adekuat sebanyak 83 kasus (25%).21

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Meningkatnya kejadian seksio sesarea dengan indikasi panggul sempit yang hanya
dibuktikan dari pemeriksaan klinis.
2. Apakah benar pasien yang menjalani seksio sesarea atas indikasi panggul sempit
berdasarkan pemeriksaan klinis memiliki ukuran panggul yang sempit juga secara
radiologis.

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk kepastian diagnosa panggul sempit yang dibuktikan dari pemeriksaan
pelvimetri radiologis
2. Untuk mengetahui ukuran panggul dengan pelvimetri radiologis pada pasien bekas
seksio sesarea atas indikasi panggul sempit
3. Untuk melihat hubungan tinggi badan dengan ukuran panggul secara radiologis.

D.

MANFAAT PENELITIAN
1. Pasien bekas seksio sesarea atas indikasi panggul sempit dapat mengetahui ukuran
panggul sebenarnya guna mempersiapkan persalinan berikutnya
2. Pasien bekas seksio sesarea dapat mempersiapkan diri secara mental dan ekonomi
dalam persalinan berikutnya
3. Diharapkan dari penelitian ini dapat membantu mengurangi angka kejadian seksio
sesarea berulang.

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI PANGGUL
Pada tiap persalinan harus diperhatikan 3 faktor penting, yaitu jalan lahir, janin dan
kekuatan yang ada pada ibu. Jalan lahir dibagi atas bagian tulang dan bagian lunak. Bagian
tulang terdiri dari tulang-tulang panggul dengan sendi-sendinya (artikulasio), sedangkan
bagian lunak terdiri atas otot-otot, jaringan-jaringan dan ligamen-ligamen.10
Tulang-tulang panggul terdiri atas 1). os koksa yang terdiri atas os ilium, os iskium,
dan os pubis, 2). os sakrum dan 3) os koksigeus.
Tulang-tulang ini satu dengan yang lainnya berhubungan. Di depan terdapat hubungan antara
kedua os pubis kanan dan kiri yang disebut simfisis. Di belakang terdapat artikulasio sakro
iliaka yang menghubungkan os sakrum dengan os ilium. Diluar kehamilan artikulasio ini
hanya memungkinkan bergeser sedikit, tetapi pada kehamilan dan waktu persalinan dapat
bergeser lebih jauh dan lebih longgar, misalnya ujung os koksigeus dapat bergerak ke
belakang sampai sejauh lebih kurang 2,5 cm.10,41
Secara fungsional panggul terdiri dari 2 bagian yang disebut pelvis mayor dan pelvis
minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak di atas linea terminalis, disebut pula
false pelvis. Bagian yang terletak di bawah linea terminalis disebut pelvis minor atau true
pelvis. Bentuk pelvis minor ini menyerupai suatu saluran yang mempunyai sumbu
melengkung ke depan (sumbu carus). Sumbu ini secara klasik adalah garis yang
menghubungkan titik persekutuan antara diameter transversa dan konjugata vera pada pintu
atas panggul dengan titik-titik sejenis di hodge II,III dan IV. Sampai dekat hodge III sumbu

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

itu lurus, sejajar dengan sakrum untuk selanjutnya melengkung ke depan, sesuai dengan
lengkungan sakrum.10,33,41

Gambar 1. Sumbu carus dan bidang hodge ( dikutip dari 10 )

Bidang atas saluran ini normal berbentuk hampir bulat, disebut pintu atas panggul
(pelvic inlet). Bidang bawah saluran ini tidak merupakan suatu bidang seperti pintu atas
panggul, akan tetapi terdiri atas dua bidang, disebut pintu bawah panggul (pelvic outlet).
Diantara kedua pintu ini terdapat ruang panggul (pelvic cavity). Ruang panggul mempunyai
ukuran yang paling luas dibawah pintu atas panggul, akan tetapi menyempit di panggul
tengah, untuk kemudian menjadi luas lagi sedikit. Penyempitan di panggul tengah ini
disebabkan oleh adanya spina iskiadika yang kadang-kadang menonjol ke dalam ruang
panggul.10

Gambar 2. Bidang pintu atas panggul (dikutip dari 10)

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Pintu Atas Panggul (Pelvic inlet)


Pintu atas panggul merupakan suatu bidang yang dibentuk oleh promontorium korpus
vertebra sakral 1, linea innominata, dan pinggir atas simfisis. Panjang jarak dari pinggir atas
simpisis ke promontorium lebih kurang 11 cm disebut konjugata vera. Jarak terjauh garis
melintang pada pintu atas panggul lebih kurang 12,5 13 cm, disebut diameter transversa.
Bila ditarik garis dari artikulasio sakroiliaka ke titik persekutuan antara diameter transversa
dan konjugata vera dan diteruskan ke linea innominata, ditemukan diameter yang disebut
diameter oblique sepanjang lebih kurang 13 cm. Jarak bagian bawah simpisis sampai ke
promontorium dikenal sebagai konjugata diagonalis. Secara statistik diketahui bahwa
konjugata vera sama dengan konjugata diagonalis dipotong dengan 1,5 cm. Selain kedua
konjugata ini dikenal juga konjugata obstetrik, jarak dari bagian dalam tengah simpisis ke
promontorium.10,41

Gambar 3. Pintu atas panggul dengan konjugata vera, diameter transversa dan oblique (dikutip dari 10)

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Dalam obstetri dikenal 4 jenis panggul (pembagian Cadwell dan Molloy 1933) yang
mempunyai ciri-ciri pintu atas panggul sebagai berikut : 10,22,41
1. Jenis gynaecoid
Merupakan jenis panggul yang ideal untuk persalinan pervaginam. Frekuensi sebanyak
50,6%. Diameter transversal pintu atas panggul sedikit lebih besar dari atau kurang lebih
sama dengan diameter anteroposterior, pintu atas panggul sedikit oval atau bulat. Dinding
samping panggul lurus, spina tidak menonjol, arkus pubis lebar dan diameter transversa
pada spina iskiadika 10 cm atau lebih. Sakrum tidak miring ke anterior atau ke posterior.
Merupakan jenis panggul tipikal wanita (female type).
2. Jenis android
Merupakan jenis panggul tipikal pria (male type) dengan frekuensi sebanyak 22,4%.
Diameter sagital posterior pintu atas panggul jauh lebih pendek dari pada diameter sagital
anteriornya, sehingga membatasi penggunaan ruang posterior oleh kepala janin. Pada tipe
ini bentuk pintu atas panggul hampir segitiga dan dinding samping panggul membentuk
sudut yang makin sempit ke arah bawah sehingga paling sering menyebabkan posisi
oksipitoposterior dan posisi transversa persisten. Spina iskiadika menonjol dan arkus
pubis menyempit. Sakrum biasanya lurus dengan sedikit atau tanpa lengkungan. Panggul
android ekstrim menandai prognosis persalinan pervaginam yang sangat buruk.
3. Jenis anthropoid
Diameter anteroposterior lebih besar dari pada diameter transversanya. Merupakan tipikal
panggul ape dengan frekuensi 22,7%. Diameter anteroposterior berbentuk oval, dengan
segmen anterior yang agak sempit dan runcing. Insisura sakroiskiadika besar, dan dinding
sampingnya sering kali konvergen. Sakrum biasanya mempunyai enam segmen dan lurus,
sehingga membuat panggul anthropoid lebih dalam dibanding tipe-tipe lainnya.

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

4. Jenis platypelloid
Menyerupai bentuk ginekoid pipih dengan diameter anteroposterior pendek dan diameter
transversa yang lebar. Sakrum biasanya mempunyai lengkungan yang cukup baik dan
terputar ke belakang. Oleh karena itu sakrum pendek dan panggul dangkal sehingga
membentuk insisura sakroiskiadika yang lebar. Frekuensi 4,4%.
Yang paling sering dijumpai adalah kombinasi keempat jenis klasik ini. Di sinilah
letak kegunaan pelvimetri radiologis, untuk mengetahui jenis, bentuk dan ukuran-ukuran
pelvis secara tepat.10

Gambar 4. Gambaran keempat jenis panggul dan kombinasinya ( dikutip dari 22)
Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Pintu tengah panggul (Midpelvis)


Midpelvis merupakan bidang sejajar spina iskiadika. Merupakan bagian yang penting
pada proses engagement kepala janin. Diameter interspinarum 10 cm atau lebih, dan
merupakan diameter terkecil dari pelvis. Taksiran klinis kapasitas panggul tengah tidak
mungkin diperoleh dengan pengukuran langsung. Bila spina iskiadika cukup menonjol,
dinding samping teraba melengkung dan kecekungan sakrum sangat dangkal. Bila diameter
interspinarum kurang dari 10 cm dapat dicurigai adanya kesempitan pintu tengah panggul.23

Pintu bawah panggul (Pelvic Outlet)


Pintu bawah panggul tersusun atas 2 bidang datar berbentuk segi tiga, yaitu bidang
yang dibentuk oleh garis antara kedua buah tubera ossis iskii dengan ujung os sakrum dan
bagian bawah simfisis. Pinggir bawah simfisis berbentuk lengkung ke bawah dan merupakan
sudut (arkus pubis). Dalam keadaan normal besarnya sudut ini 900 atau lebih sedikit.
Dimensi penting pintu bawah panggul yang dapat diperoleh dengan pengukuran klinis adalah
diameter antar kedua tuberositas iskii yang disebut dengan diameter intertuberosum dan
diameter transversa pintu bawah panggul. Ukuran yang lebih dari 8 cm dianggap normal.
Ukuran transversa pintu bawah panggul dapat diperkirakan dengan meletakkan tangan yang
terkepal pada perineum diantara kedua tuberositas iskii, setelah mengukur lebarnya kepalan
tangan terlebih dulu. Biasanya kepalan tangan lebih lebar dari 8 cm. Bentuk arkus subpubikus
juga dapat diperiksa pada waktu yang sama dengan meraba rami pubikus dari regio
subpubika tersebut ke tuberositas iskii.10,23

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Gambar 5. Bidang pintu bawah panggul (dikutip dari 10)

B. PANGGUL SEMPIT
Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul dapat
menyebabkan distosia saat persalinan. Panggul disebut sempit apabila ukurannya 2 cm
kurang dari ukuran yang normal. Kesempitan panggul bisa pada pintu atas panggul, ruang
tengah panggul, pintu bawah panggul atau kombinasi dari ketiganya.24,40

B. 1. Kesempitan pintu atas panggul (pelvic inlet) :


Pintu atas panggul biasanya dianggap menyempit apabila diameter anteroposterior
terpendeknya kurang dari 10,0 cm atau apabila diameter transversa kurang dari 11,5 cm atau
bila diameter konjugata obstetriknya kurang dari 12 cm. Dengan menggunakan pelvimetri
klinis dan kadang-kadang pelvimetri radiologis, kita dapat mengidentifikasi diameter
anteroposterior paling pendek yang harus dilewati kepala janin. Sebelum persalinan telah
terbukti diameter biparietal janin rata-rata berukuran 9,5 cm sampai 9,8 cm. Dengan
demikian, sebagian janin mungkin sangat sulit atau mustahil melewati pintu atas dengan
diameter anteroposterior yang kurang dari 10 cm.23,24,25,40

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Mengert (1948) dan Kaltreider (1952), dengan menggunakan pelvimetri radiologis,


membuktikan bahwa insiden kesulitan melahirkan lebih meningkat apabila diameter
anteroposterior dan transversa sama-sama kurang dari normal dibandingkan apabila hanya
salah satu yang kecil.23
Wanita bertubuh kecil kemungkinan besar memiliki panggul kecil, tetapi ia juga
kemungkinan mempunyai bayi kecil. Thoms (1937) mempelajari 362 wanita nullipara dan
mendapatkan rerata berat lahir anak secara bermakna lebih rendah (280 gr) pada wanita
dengan panggul sempit dari pada mereka dengan panggul sedang atau luas.23,40
Pada nullipara normal aterm, bagian terbawah janin sering sudah turun ke dalam
rongga panggul sebelum persalinan dimulai. Namun, apabila pintu atas mengalami
penyempitan yang cukup berarti, penurunan belum terjadi sampai timbul tanda-tanda
inpartu.23,40
Tingkatan kesempitan panggul berdasarkan ukuran konjugata vera:
Tingkat I

: panggul sempit borderline jika ukuran CV 9 dan <10 cm

Tingkat II

: panggul sempit relatif jika ukuran CV 8 dan <9 cm

Tingkat III : panggul sempit ekstrim jika ukuran CV 6 dan <8 cm


Tingkat IV : panggul sempit mutlak jika ukuran CV < 6 cm

B. 2. Kesempitan pintu tengah panggul (mid pelvis) :


Hal ini lebih sering dijumpai dari pada penyempitan pintu atas panggul. Penyempitan
pintu tengah panggul ini sering menyebabkan terhentinya kepala janin pada bidang
transversa.
Rata-rata ukuran diameter pintu tengah panggul adalah sebagai berikut : diameter
transversa (interspinarum), 10,5 cm; diameter anteroposterior (dari batas bawah simfisis
pubis ke perbatasan antara tulang vertebra keempat dan kelima), 11,5 cm; dan diameter
sagitalis posterior (dari titik tengah garis interspinarum ke titik tengah di sakrum), 5 cm.
Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Walaupun definisi penyempitan pintu tengah panggul belum ditentukan secara pasti seperti
pada penyempitan pintu atas panggul, pintu tengah panggul kemungkinan besar dikatakan
sempit apabila jumlah diameter interspinarum ditambah diameter sagitalis posterior panggul
tengah 13,5 cm. Konsep ini ditekankan oleh Chen dan Huang (1982) dalam mengevaluasi
kemungkinan penyempitan pintu tengah panggul dimana kita patut mencurigai adanya
penyempitan panggul tengah apabila diameter interspinarum kurang dari 10 cm.23,40
Eller dan Mengert (1947) menunjukkan bahwa hubungan antara diameter
intertuberosum dan interspinarum cukup konstan sehingga adanya penyempitan diameter
interspinarum dapat diantisipasi apabila diameter intertuberosum sempit. Namun, diameter
intertuberosum yang normal tidak selalu menjamin diameter interspinarum tidak
menyempit.23

B. 3. Kesempitan pintu bawah panggul (pelvic outlet) :


Hal ini biasanya didefinisikan sebagai pemendekan diameter intertuberosum hingga 8
cm atau kurang. Pintu bawah panggul secara kasar dapat dianggap sebagai dua segitiga
dengan diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya. Sisi sisi segitiga anterior dibentuk
oleh kedua ramus pubis dan puncaknya adalah permukaan posterior inferior simfisis
pubis.23,40
Menyempitnya diameter intertuberosum yang menyebabkan penyempitan segitiga
anterior akan mendorong kepala janin kearah posterior. Dengan demikian, penentuan apakah
janin dapat lahir sebagian bergantung pada ukuran segitiga posterior atau secara lebih spesifik
pada diameter intertuberosum dan diameter sagitalis posterior pintu bawah panggul. Pintu
bawah yang sempit dapat menyebabkan distosia bukan sebagai penyebab tunggal karena
sebagian besar diseratai penyempitan pintu tengah panggul. Penyempitan pintu bawah
panggul tanpa disertai penyempitan pintu tengah panggul jarang terjadi. 23
Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Komplikasi Panggul Sempit pada Kehamilan


Apabila persalinan dengan panggul sempit dibiarkan berlangsung sendiri tanpa
tindakan yang tepat, timbul bahaya pada ibu dan janin. Bahaya pada ibu dapat berupa partus
lama yang dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis, infeksi intrapartum, ruptur uteri
mengancam serta resiko terjadinya fistula vesikoservikalis, atau fistula vesikovaginalis, atau
fistula rektovaginalis karena tekanan yang lama antara kepala janin dengan tulang panggul.
Sedangkan bahaya pada janin dapat berupa meningkatkan kematian perinatal, dan perlukaan
pada jaringan di atas tulang kepala janin bahkan bisa menimbulkan fraktur pada os
parietalis.10,23

Penanganan Panggul Sempit


Dewasa ini ada dua pilihan penanganan persalinan dengan panggul sempit, yakni
seksio sesarea atau partus percobaan.
Berdasarkan perhitungan konjugata vera pada pintu atas

panggul dapat diambil

tindakan berikut ini:10

Jika CV 8-10 cm maka pilihan penanganan berupa partus percobaan

Jika CV kurang dari 8 cm maka pilihan penanganan berupa SC primer


Partus percobaan adalah suatu partus fisiologis yang dilakukan pada kehamilan aterm,

janin presentasi belakang kepala dengan suspek disproporsi sefalopelvik (CPD). Tindakan
partus percobaan adalah memastikan ada tidaknya CPD. Dimulai saat penderita dinyatakan in
partu, dengan penilaian kemajuan persalinan dimulai setelah persalinan masuk fase aktif.
Penilaian berdasarkan komponen kemajuan persalinan terdiri dari: 1) pembukaan serviks 2)
turunnya kepala 3) putar paksi dalam yang penilaiannya dilakukan setiap 2 jam. Bila terdapat
perubahan yang bermakna dari komponen yang dinilai, maka partus percobaan dikatakan ada
kemajuan dan diteruskan. Bila dari 3 komponen tersebut tidak ada kemajuan yang bermakna,
Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

maka partus percobaan dikatakan gagal, dan dipastikan ada CPD, persalinan dilanjutkan
dengan seksio sesarea.10,24
Penelitian Krishnamurthy (2005) pada 331 wanita yang melahirkan pertama secara
seksio sesarea, terhadap hasil pelvimetri radiologis, di dapati pelvis tidak adekuat sebanyak
248 wanita (75%) dan pelvis adekuat sebanyak 83 wanita (25%). Wanita yang secara
radiologis pelvisnya tidak adekuat sebanyak 172 melakukan seksio sesarea elektif pada
kehamilan berikutnya dan 76 wanita mengalami percobaan. Hasilnya sebanyak 51 wanita
berhasil melahirkan pervaginam dan 25 wanita menjalani seksio sesarea emergensi. Pada
wanita yang secara radiologi pelviknya adekuat, 61 wanita berhasil melahirkan secara
pervaginam, sebanyak 22 wanita melahirkan secara seksio sesarea. Terdapat 3 kasus ruptura
uteri yang terjadi pada wanita yang secara radiologi memeliki pelvis yang adekuat.21
Menurut Mahmood A.Tahir (2008), yang melakukan lateral X-ray pelvimetri pada
424 ibu hamil yang akan melahirkan dengan partus pervaginam atas indikasi presentasi
bokong. Di peroleh kesimpulan bahwa partus percobaan tingkat keberhasilannya lebih tinggi
pada ukuran pelvik inlet yang lebih lebar, dan berat janin yang >3500 gr memiliki
kesempatan kurang dari 50% untuk partus pervaginam.26

C. PERUBAHAN ANATOMI PANGGUL PADA WANITA HAMIL


Pemeriksaan radiologi pada pelvis wanita tidak hamil menunjukkan adanya celah
antara tulang pubis yang

normalnya sekitar 4 5 mm, dalam kehamilan oleh karena

pengaruh hormonal yang dapat menyebabkan relaksasi pada ligamentum-ligamentum dan


tulang hingga celah tersebut bertambah 2 - 3 mm. Menurut Huerta-Enochian et al (2006)
menyatakan pelvimetri dapat dilakukan sebagai prediktor persalinan pervaginam yang
dilakukan antepartum maupun setelah persalinan dan hasilnya tidak berbeda.27,45

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

D. TEKNIK PENGUKURAN PANGGUL


Sebenarnya, melalui mata telanjang penolong persalinan bisa memprediksi apakah
seorang ibu mempunyai panggul adekuat atau tidak. Kalau ibu bertubuh tinggi besar, bisa
dipastikan ukuran panggulnya relatif luas. Sedangkan ibu yang tidak terlalu tinggi, hanya 150
cm atau malah kurang, kemungkinan besar ukuran panggulnya kecil dan sempit. Namun
pengamatan ini hanya asumsi. Pemeriksaan yang akurat hanya bisa dilakukan secara klinis
atau dengan radiologis.10, 39
Menurut Liselele HB et al, (2001) yang mencari hubungan tinggi badan dan
pelvimetri

eksterna

dalam

memprediksi

disproporsi

sefalopelvik

pada

nulipara

menyimpulkan bahwa tinggi badan < 150 cm dan diameter transversa < 9,5 cm paling sering
berhubungan dengan disproporsi sefalopelvik.9

Ada dua cara mengukur panggul:


I. PEMERIKSAAN PELVIMETRI KLINIS
Pemeriksaan dalam dilakukan pada usia kehamilan 36 minggu. Caranya, dokter
memasukkan dua jarinya (jari telunjuk dan tengah) ke jalan lahir hingga menyentuh bagian
tulang belakang / promontorium. Setelah itu, dokter akan menghitung jarak dari tulang
kemaluan hingga promontorium untuk mengetahui ukuran pintu atas panggul dan pintu
tengah panggul. Melalui pemeriksaan ini kita akan mendapatkan konjugata diagonal (jarak
antara promontorium dengan simfisis bawah), untuk mendapatkan konjugata vera, maka
konjugata diagonal 1,5 cm. Jarak minimal antara tulang kemaluan dengan promontorium
adalah 11 cm. Jika kurang, maka dikategorikan sebagai panggul sempit. Namun, jika bayi
yang akan lahir tidak terlalu besar, ibu yang memiliki panggul sempit dapat melahirkan
secara normal.10,24
Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Gambar 6. Cara pemeriksaan pelvimetri klinis dengan pemeriksaan dalam(dikutip dari 22)

Sule S.T dan Matawal B.I (2005) melakukan penelitian retrospektif atas hubungan
hasil pemeriksaan pelvimetri klinis dengan luaran persalinannya pada 268 primigravida.
Kesimpulannya adalah bahwa pemeriksaan pelvimetri klinis merupakan pemeriksaan yang
sangat berguna dalam memprediksi luaran persalinan, dan sebaiknya dilakukan pada semua
primigravida yang fasilitas monitoring kesejahteraan janinnya sangat terbatas.28
Namun menurut penelitian yang dilakukan Blackadar Charles, S (2003) terhadap 461
orang yang mendapat pemeriksaan pelvimetri klinis secara rutin dari 660 wanita yang akan
menjalani partus percobaan, dimana 21% nya atau 141 orang memiliki panggul yang tidak
adekuat. Namun dari 141 orang, hanya 2 orang yang kontrol ulang untuk menjalani
pelvimetri radiologis dan keduanya partus pervaginam, sementara yang lainnya tidak datang
Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

lagi pada kontrol berikutnya sehingga tidak ada keterangan mengenai cara persalinannya.
Sehingga disimpulkan bahwa pemeriksaan pelvimetri klinis tidak berpengaruh terhadap cara
persalinan bahkan menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien.29

II. PEMERIKSAAN PELVIMETRI RADIOLOGIS


X-ray pelvimetri pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1900 oleh Denticle dari
Leipzig dan semakin dikenal sampai sekarang. Pada tahun 1944 Colcher AE dan Sussman W
menemukan tehnik praktis pada pelvimetri dan kemudian dimodifikasi oleh Robert C Brown
pada tahun 1972. Dengan cara ini dibuat 2 radiogram anteroposterior dan lateral pelvis.
Namun cara ini menggunakan alat pengukur Colcher Sussman yang ditaruh diantara kedua
lipatan gluteus (garis tengah), paralel dengan film.13,30,31,47
Cara yang sekarang masih digunakan adalah proyeksi Thoms. Selama pemotretan ibu
berada dalam posisi setengah duduk, persis seperti tindakan rontgen pada anggota tubuh lain,
hanya saja intensitas cahaya yang digunakan lebih rendah. Pada proyeksi ini diukur diameter
melintang pintu atas panggul, jarak antara spina iskiadika panggul tengah dan jarak antara
tuber iskiadikum panggul bawah. Selain ukuran-ukuran panggul, dapat diketahui bentukbentuk panggul melalui pemeriksaan X-ray pelvimetri.30,31,46
Kebanyakan pemeriksaan pelvimetri rontgenologik sudah ditinggalkan, berhubung
dengan radiasinya terhadap janin. Radiasi terutama banyak pada pemeriksaan pelvimetri
dengan proyeksi Thoms dimana posisi pasien setengah duduk dan jika letak janin dalam letak
kepala, maka alat kelamin janin berada diatas dan dekat dengan tabung rontgen. Dengan
demikian akan meningkatkan radiasi pada alat kelamin janin. Meskipun demikian radiografi
konvensional pada masa kehamilan masih dilakukan pada keadaan-keadaan tertentu atau atas
indikasi yang tepat. Dengan sendirinya segi-segi proteksi harus diperhatikan dengan seksama
dan pemeriksaan dilakukan pada akhir kehamilan.10,13,30,31,50
Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Gambar 7. Posisi Thoms dan hasil pemeriksaan X-ray pelvimetri (dikutip dari bahan 22)

Indikasi pemeriksaan Rontgen pada kehamilan bila ada kecurigaan fetopelvik


disproporsi atau kecurigaan panggul sempit, riwayat operasi seksio sesarea atau riwayat
forsep serta riwayat kematian janin dalam persalinan. X-ray pelvimetri juga dilakukan bila
pada pemeriksaan klinis didapati ukuran konjugata diagonal < 11,5 cm atau diameter
intertuberous < 8 cm serta bila kepala janin tidak masuk pintu atas panggul dan malposisi
letak janin seperti pada presentasi bokong, wajah atau letak lintang.13,37,49,51
Masih terdapat kontroversi pendapat tentang pengaruh penggunaan x-ray pelvimetri
pada akhir kehamilan terhadap ibu dan janin. Secara teori dapat membahayakan janin dan
kehidupan selanjutnya berupa resiko leukemia dan kelainan pada gonad berupa kongenital
malformasi pada generasi selanjutnya. Stewart et al menemukan resiko leukemia yang
meningkat pada bayi yang ibunya mendapat x-ray pelvimetri pada masa kehamilan,
sementara Townsend dari Australia menemukan resiko leukemia yang minimal.13
Menurut Tolaymat Lama, MD (2006), penggunaan x-ray pelvimetri dapat dilakukan
pada trimester 2 dan 3 kehamilan dengan tingkat radiasi yang minimal, sedangkan
penggunaan CT scan dengan dosis di bawah 1,5 rad masih cukup aman bagi janin.32

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif analitik yang melakukan pemeriksaan
panggul secara radiologis terhadap pasien bekas seksio sesarea atas indikasi panggul
sempit secara klinis, baik yang menjalani seksio sesarea secara elektif maupun emergensi
selama 2 tahun serta menganalisis hubungan antara tinggi badan ibu dengan ukuran
pelvimetri radiologis.

B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN


Penelitian dilakukan terhadap pasien pasca seksio sesarea atas indikasi panggul sempit
yang mengalami seksio sesarea dalam 2 tahun terakhir di RSUP. H. Adam Malik Medan
dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan, yaitu sejak tanggal 1 Juni 2007 sampai dengan 1 Juni
2009.

C. KASUS PENELITIAN
Kasus penelitian adalah seluruh pasien bekas seksio sesarea atas indikasi panggul
sempit secara klinis, baik yang elektif maupun emergensi selama 2 tahun yaitu sejak
tanggal 1 Juni 2007 sampai dengan 1 Juni 2009.

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Kriteria Inklusi dan Eksklusi:


Kriteria inklusi adalah :

Semua ibu pasca SC atas indikasi panggul sempit, baik yang elektif maupun
emergensi yang pernah dirawat di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD. Dr.
Pirngadi Medan selama 2 tahun terakhir, yaitu sejak tanggal 1 Juni 2007 sampai
dengan 1 Juni 2009.

Bersedia ikut serta dalam penelitian.

Kriteria eksklusi adalah :

Pernah mengalami kelainan tulang panggul atau trauma pada tulang panggul.

Ibu yang sedang hamil.

Pasien yang tidak jelas alamat tempat tinggalnya.

D. KERANGKA KONSEP

PASIEN BEKAS SEKSIO SESAREA


BAIK ELEKTIF MAUPUN
EMERGENSI ATAS INDIKASI
PANGGUL SEMPIT

X-RAY PELVIMETRY
dan PENGUKURAN
TINGGI BADAN

PANGGUL
SEMPIT

BUKAN PANGGUL
SEMPIT

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

E. BAHAN DAN CARA KERJA


Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan rekam medik ibu pasca seksio sesarea
atas indikasi panggul sempit di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD. Dr. Pirngadi
Medan sejak tanggal 1 Juni 2007 sampai 1 Juni 2009 yang mengalami di seksio sesarea
secara elektif maupun emergensi. Dari alamat yang diperoleh ibu-ibu tersebut di ajak
mengikuti penelitian ini. Setelah ada persetujuan dari subjek penelitian dan memenuhi
kriteria inklusi, ibu-ibu tersebut dibawa ke RS. Deli Medan untuk menjalani pemeriksaan
pelvimetri radiologis dengan menggunakan alat rontgen merek Toshiba dalam posisi
setengah duduk dan dilakukan pengukuran tinggi badan menggunakan alat pengukur
berat badan merek health scale. Pembacaan ukuran panggul dilakukan oleh ahli radiologi
dengan mengukur konjugata vera, konjugata transversa, konjugata oblique, distansia
interspina, distansia intertuberum dan ditentukan jenis panggul. Berdasarkan ukuran yang
diperoleh, dilakukan perhitungan mana yang memiliki ukuran panggul sempit dan mana
yang memiliki ukuran panggul yang normal.

Gambar 8. Posisi dan cara pemeriksaan X-ray pelvimetri dengan menggunakan alat rontgen
Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Gambar 9. Hasil pemeriksaan X-ray pelvimetri dan pembacaannya mulai dari (a) konjugata
vera (b) konjugata transversa (c) konjugata oblique (d) distansia interspina (e) distansia
intertuberum dan jenis panggul

Gambar 10. Pemeriksaan tinggi badan ibu

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

F. BATASAN OPERASIONAL

Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding uterus.

Panggul sempit adalah apabila ukuran panggul kurang 2 cm dari ukuran yang normal.
Kesempitan panggul bisa pada pintu atas panggul, ruang tengah panggul, pintu bawah
panggul atau kombinasi dari ketiganya.

Tinggi badan adalah ukuran tinggi badan pasien. Tinggi badan diukur dengan
menggunakan timbangan berat badan yang juga mempunyai alat pengukur tinggi
badan yang diukur dalam ukuran sentimeter .

Pelvimetri klinis adalah pemeriksaan pengukuran panggul dengan menggunakan jari


tangan untuk mengukur ukuran pintu atas panggul (konjugata diagonalis), pintu
tengah panggul (spina iskiadika) dan pintu bawah panggul (distansia intertuberum).

X-ray pelvimetri adalah pemeriksaan pelvimetri radiologis dengan cara memotret


panggul ibu menggunakan alat rontgen dalam posisi setengah duduk.

G. ANALISIS DATA
1. Pengolahan dan analisa data dengan menggunakan program komputer SPSS
(Statistical Package for Social Sciences) for Windows versi 15
2. Data disajikan dalam bentuk tabel.
3. Hubungan tinggi badan dengan ukuran panggul diuji dengan statistik Chi Square.
Bermakna secara statistik bila nilai p<0,05

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan terhadap pasien pasca seksio sesarea atas indikasi panggul
sempit yang datanya diperoleh dari rekam medis RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD.
Dr. Pirngadi Medan, sejak tanggal 1 Juni 2007 sampai 1 Juni 2009, baik yang mengalami
seksio secarea elektif maupun emergensi. Dari kedua rumah sakit tersebut, tercatat sebanyak
80 pasien seksio sesarea yang di operasi atas indikasi panggul sempit dan hanya 31 pasien
yang memenuhi kriteria inklusi dan bersedia ikut serta dalam penelitian. Dari 31 orang kasus
penelitian terdapat 22 orang atau 71% yang mengalami seksio sesarea emergensi dan
sebanyak 9 orang atau 29% yang mengalami seksio sesarea elektif.

Tabel 4.1. Karakteristik Kasus Penelitian Berdasarkan Usia, Paritas dan Tinggi Badan.
Usia (tahun)

Jumlah kasus penelitian

21-30
31-35
>35

N=31

Persentasi (%)

20
8
3

64.5
25.8
9.7

13
18

41.9
56.1

20
11

64.5
35.5

Paritas
1
2
Tinggi Badan (cm)
<150
>150

Kelompok usia terbanyak adalah 21-30 tahun sebesar 64.5 %. Hal ini dikarenakan usia
tersebut adalah usia masa reproduksi. Sehingga angka seksio sesarea juga meningkat pada
kelompok tersebut.
Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Kebanyakan kasus penelitian berasal dari paritas ke-2 atau pasien bekas seksio sesarea
sebelumnya yang kemudian mengalami seksio sesarea kembali atas indikasi panggul sempit
yaitu sebesar 58 % kemudian disusul paritas ke-1 sebesar 41.9 %.
Tinggi badan kasus penelitian kurang dari 150 cm sebesar 64.5 % dan 35,5% pasien
dengan tinggi badan lebih dari 150 cm. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Liselele B Hubert (2001) yang mencari hubungan tinggi badan dengan pelvimetri eksterna,
dimana disimpulkan pada wanita dengan tinggi badan kurang dari 150 cm dapat dicurigai
adanya kesempitan panggul. Demikian juga menurut Rozenholc,et al dimana 12,1% nullipara
dengan tinggi badan <5th persentil akan mengalami distosia pada persalinannya, sehingga
tinggi badan <150 cm dianjurkan melakukan pemeriksaan pelvimetri.

Tabel 4.2. Karakteristik Kasus Penelitian Berdasarkan Penurunan Kepala Janin,


Pembukaan Serviks dan Berat Badan Janin Lahir.
Penurunan Kepala Janin

Jumlah Kasus Penelitian


N=31

Persentase (%)

Belum masuk PAP


H-I
Pembukaan Serviks

28
3

90.3
9.7

0
1
2
3
4
5
Berat Badan Janin Lahir

9
9
9
1
1
2

29.0
29.0
29.0
3.2
3.2
6.5

2
26
3

6.5
83.9
9.7

2500
2500 - 3500
3500

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Dari seluruh sampel penelitian kebanyakan kepala janin belum masuk PAP sebesar
90.3% sedangkan kepala masuk hingga Hodge-I sebesar 9.7 %. Menurut Thoms pada
nullipara yang hamil normal, aterm, bagian terbawah janin sering sudah turun memasuki
rongga panggul sebelum persalinan dimulai. Namun, apabila pintu atas panggul sempit,
penurunan kepala janin belum melewati PAP sampai memasuki masa inpartu.10
Kebanyakan pembukaan serviks adalah 0 cm,1 cm dan 2 cm yaitu sebesar masingmasing 29%. Hal ini menandakan bahwa perjalanan pembukaan serviks pada wanita dengan
ukuran panggul sempit lebih lambat dari wanita dengan ukuran panggul yang normal. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilaporkan Cibils dan Hendricks (1965) dimana dikatakan
adaptasi mekanis janin sebagai penumpang terhadap bagian tulang jalan lahir berperan
penting dalam menentukan efisiensi kontraksi. Karena pada panggul yang sempit adaptasinya
buruk, sering terjadi pemanjangan waktu persalinan. Pada derajat penyempitan panggul yang
tidak memungkinkan melahirkan janin pervaginam, serviks jarang membuka lengkap dan
respon serviks terhadap persalinan kurang baik.10
Kebanyakan berat badan lahir janin adalah antara 2500 3500 gr yaitu sebesar
83.9%. Thoms (1937) mempelajari 362 wanita nullipara dan mendapatkan rerata berat lahir
anak secara bermakna lebih rendah (280 gr) pada wanita dengan panggul sempit dari pada
mereka dengan panggul sedang atau luas.10

Tabel 4.3 Karakteristik Kasus Penelitian dengan Pemeriksaan Klinis.


Tabel 4.3.1. Ukuran Konjugata Vera dengan Pemeriksaan Klinis
Konjugata Vera (cm)

Jumlah Kasus Penelitian


N=31

Persentase (%)

6 dan <8

9.7

8 dan <9

16

51.6

9 dan <10

12

38.7

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Ukuran pintu atas panggul dianggap sempit apabila konjugata vera kurang dari 10 cm.
Dari seluruh sampel penelitian yang dilakukan pemeriksaan pelvimetri klinis didapati ukuran
konjugata vera 9 dan <10 cm sebanyak 38,7%, 8 dan <9cm sebanyak 51,6% merupakan
ukuran paling banyak dan 6 dan <8 cm hanya sebesar 9,7% .

Tabel 4.3.2. Bentuk Spina Iskiadika dengan pemeriksaan klinis


Spina Iskiadika

Jumlah Kasus Penelitian


N=31

Persentase (%)

Tidak menonjol

20

64.5

Menonjol

11

35.5

Dari tabel ini disimpulkan bahwa hanya 35,5% subjek penelitian yang memiliki
ukuran pintu tengah panggul yang sempit berdasarkan penonjolan spina iskiadika. Hal inilah
yang akan dibuktikan pada pemeriksaan pelvimetri radiologis. Menurut Gerace JR
kesempitan pintu tengah panggul lebih sering terjadi dari pada kesempitan pintu atas
panggul.10,48

Tabel 4.4. Karakteristik Kasus Penelitian Berdasarkan Pemeriksaan X-ray Pelvimetri.


Jenis ukuran

Konjugata
Vera
Konjugata
Transversa
Konjugata
Oblique
Diameter
Interspinarum
Diameter
intertuberum

Jumlah
Kasus
Penelitian
31

Nilai
Maksimum
(cm)
13.50

Nilai
Minimum
(cm)
8.18

Mean
(cm)

Median
(cm)

SD
(cm)

11.18

11.05

1.35

31

14.09

10.50

12.47

12.44

0.92

31

13.20

9.74

11.63

11.8

0.84

31

11.48

8.74

9.86

9.83

0.63

31

11.13

4.35

7.04

6.88

1.34

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Rata-rata ukuran panggul berdasarkan pemeriksaan x-ray pelvimetri adalah konjugata


vera 11,18 cm, konjugata transversa 12,47 cm, konjugata oblique 11,63 cm, diameter
interspina 9,83 cm dan diameter intertuberum 7.04 cm.

Tabel 4.5.

Karakteristik Bentuk Panggul Berdasarkan X-ray Pelvimetri

Bentuk Panggul

Android
Android Ginekoid
Android Platipeloid
Antropoid Ginekoid
Ginekoid
Platipeloid

Jumlah Kasus Penelitian


N=31

Persentase (%)

2
13
3
2
9
2

6.5
41.9
9.7
6.5
29.0
6.5

Panggul android dan kombinasinya merupakan tipe panggul yang paling sering
menyebabkan prognosis persalinan yang buruk karena diameter sagital posterior pintu atas
panggul jauh lebih pendek dari pada diameter sagital anteriornya, sehingga membatasi
penggunaan ruang posterior oleh kepala janin. Pada tipe ini bentuk pintu atas panggul hampir
segitiga dan dinding samping panggul membentuk sudut yang makin sempit ke arah bawah
sehingga paling sering menyebabkan posisi oksipitoposterior dan posisi transversa
persisten.10

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Tabel 4.6. Karakteristik Pintu Atas Panggul Berdasarkan X-ray Pelvimetri


Konjugata Vera

Jumlah Kasus Penelitian


N=31

Persentase (%)

Pintu atas panggul normal


Pintu atas panggul sempit borderline
Pintu atas panggul sempit relatif
Konjugata transversa

26
3
2

83.9
9.6
6.5

Pintu atas panggul normal


Pintu atas panggul sempit
Kesempitan pintu atas panggul

25
6

80.6
19.4

23
8

74,19
25,81

Pintu atas panggul normal


Pintu atas panggul sempit

Ukuran pintu atas panggul dianggap sempit apabila konjugata vera kurang dari 10 cm.
Bila konjugata vera9 dan <10 cm termasuk panggul sempit borderline, 8 dan <9 cm
termasuk panggul sempit relatif,6 dan <8 cm termasuk panggul sempit ekstrim dan <6 cm
termasuk panggul sempit absolute. Dari pemeriksaan x-ray pelvimetri didapati hanya 16,1%
pasien dengan ukuran pintu atas panggul yang sempit.
Ukuran pintu atas panggul juga dianggap sempit bila konjugata transversa kurang dari
11,5 cm. Dari pemeriksaan x-ray pelvimetri didapati 80,6% pasien dengan ukuran konjugata
transversa yang normal.
Berdasarkan ukuran konjugata vera dan konjugata transversa didapati ukuran pintu
atas panggul normal sebanyak 74,19% dan sempit sebanyak 25,81%.

Tabel 4.7. Karakteristik Pintu Tengah Panggul Berdasarkan X-ray Pelvimetri


Diameter Interspinarum

Pintu tengah panggul normal


Pintu tengah panggul sempit

Jumlah Kasus Penelitian


N=31

Persentase (%)

11
20

35.5
64.5

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Ukuran pintu tengah panggul dianggap sempit bila diameter interspinarum kurang
dari 10 cm. Sehingga berdasarkan diameter interspinarum x-ray pelvimetri diperoleh ukuran
pintu tengah panggul normal sebanyak 35.5 % dan pintu tengah panggul sempit sebanyak
64.5%. Dalam tinjauan pustaka disebutkan kalau kesempitan pintu tengah panggul
frekuensinya lebih sering dari kesempitan pintu atas panggul.48

Tabel 4.8. Karakteristik Pintu Bawah Panggul Berdasarkan X-ray Pelvimetri


Diameter Intertuberum

Jumlah Kasus Penelitian


N=31

Persentase (%)

7
24

22.6
77.4

Pintu bawah panggul normal


Pintu bawah panggul sempit

Ukuran pintu bawah panggul dikatakan sempit bila diameter intertuberum kurang dari
8 cm. Dari pemeriksaan x-ray pelvimetri diperoleh ukuran pintu bawah panggul normal
sebanyak 22.6 % dan ukuran pintu bawah panggul sempit sebanyak 77.4 %. Terlihat
frekuensi kesempitan panggul bawah lebih banyak dari kesempitan pintu tengah panggul. 10

Tabel 4.9. Karakteristik Ukuran Panggul Berdasarkan X-ray Pelvimetri


Ukuran Panggul

Panggul normal
Panggul sempit

Jumlah Kasus Penelitian


N=31

Persentase (%)

3
28

9.7
90.3

Dari seluruh sampel penelitian yang diukur pintu atas, pintu tengah dan pintu bawah
panggulnya 90,3% pasien yang didiagnosa panggul sempit secara klinis ternyata memang
sempit secara radiologis. Krishnamurthy (2005) menyimpulkan dari 331 wanita yang
melahirkan secara seksio sesarea pada kehamilan pertamanya,berdasarkan radiologi di dapati
hasil pelvis tidak adekuat sebanyak 248 ( 75%) dan yang adekuat sebanyak 83 ( 25 %).
Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Tabel 4.10. Hubungan antara tinggi badan ibu dengan ukuran konjugata vera
berdasarkan pemeriksaan x-ray pelvimetri
Tinggi Badan
Normal
<150 cm
16 (61.5%)
150 cm
10 (38.5%)
* uji statistik Chi-square

Konjugata Vera
Sempit Borderline
3 (100%)
0 (0%)

Sempit Relatif
1 (50%)
1 (50%)

P
0.38*

Berdasarkan ukuran konjugata vera didapati ukuran panggul normal sebanyak 16


kasus atau 61,5% pada tinggi badan <150 cm dan hanya 10 kasus atau 38,5% yang
mempunyai ukuran panggul normal dengan tinggi badan
150 cm. Bila dihitung secara
statistik dengan menggunakan uji statistik Chi-square dijumpai nilai p > 0.05 (p=0.38), yang
berarti tidak ada hubungan antara tinggi badan ibu dengan ukuran konjugata vera.

Tabel 4.11. Hubungan antara tinggi badan ibu dengan ukuran konjugata transversa
berdasarkan x-ray pelvimetri
Tinggi Badan

Konjugata Transversa
P

<150 cm
150 cm
*
Uji statistik Chi-square

Normal

Sempit

14 (56.0%)
11 (44.0%)

6 (100.0%)
0 (0%)

0.066*

Berdasarkan ukuran konjugata transversa didapati ukuran panggul normal sebanyak


14 kasus atau 56% pada tinggi badan <150 cm dan hanya 11 kasus atau 44% yang
mempunyai ukuran panggul normal dengan tinggi badan 150 cm. Bila dihitung secara
statistik dengan menggunakan uji statistik Chi-square dijumpai nilai p > 0.05 (p=0.06), yang
berarti tidak ada hubungan antara tinggi badan ibu dengan ukuran konjugata transversa.

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Tabel 4.12. Hubungan antara tinggi badan ibu dengan kesempitan pintu tengah
panggul (diameter interspinarum) berdasarkan X-ray pelvimetri
Tinggi Badan

Diameter Interspinarum
Normal

<150 cm
150 cm
*
Uji statistik Chi-square

4 (36.4%)
7 (63.6%)

Sempit
16 (80.0%)
4 (20.0%)

0.023*

Berdasarkan ukuran diameter interspinarum didapati ukuran panggul sempit sebanyak


16 kasus atau 80% pada tinggi badan <150 cm dan 4 kasus atau 20% yang mempunyai
panggul sempit dengan tinggi badan 150 cm. Dan bila dihitung secara statistik dengan
menggunakan uji statistik Chi-square dijumpai nilai p < 0.05 (p=0.023), yang berarti ada
hubungan antara tinggi badan ibu dengan ukuran diameter interspinarum.

Tabel 4.13. Hubungan antara tinggi badan ibu dengan kesempitan pintu bawah
panggul (diameter intertuberum) berdasarkan x-ray pelvimetri
Tinggi Badan

<150 cm
150 cm
*
Uji statistik Chi-square

Diameter Intertuberum
Normal

Sempit

3 (42.9%)
4 (57.1%)

17 (70.8%)
7 (29.2%)

p
0.21*

Berdasarkan ukuran diameter intertuberum didapati ukuran panggul sempit sebanyak


17 kasus atau 70,8% pada tinggi badan <150 cm dan 7 orang yang mempunyai panggul
sempit dengan tinggi badan 150 cm. Namun bila dihitung secara statistik dengan
menggunakan uji statistik Chi-square dijumpai nilai p > 0.05 (p=0.21), yang berarti tidak ada
hubungan antara tinggi badan ibu dengan ukuran diameter intertuberum.

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V.I. KESIMPULAN
1. Pada pemeriksaan konjugata vera secara klinis, didapati ukuran pintu atas panggul
sempit borderline sebanyak 38,7%, relatif sebanyak 51,6% dan ekstrem sebanyak
9,7%. Namun pada pemeriksaan konjugata vera secara radiologis, didapati hanya
16,1% pasien yang memiliki ukuran pintu atas panggul yang sempit.
2. Setelah dilakukan pemeriksaan pelvimetri radiologis, ternyata 90,3% pasien yang
didiagnosa panggul sempit secara klinis juga memiliki kesempitan panggul secara
radiologis. Kesempitan panggul tersebut terdiri dari salah satu atau gabungan dari
kesempitan pintu atas panggul, pintu tengah panggul maupun pintu bawah panggul.
3. Penentuan panggul sempit secara klinis tidak cukup hanya berdasarkan pemeriksaan
konjugata vera secara klinis, namun harus didukung pemeriksaan radiologis.
4. Dengan menggunakan uji statistik Chi-square

dijumpai adanya hubungan yang

bermakna antara ukuran tinggi badan ibu dengan ukuran distansia interspinarum
secara radiologis.
5. Dengan menggunakan uji statistik Chi-square tidak dijumpai hubungan bermakna
antara ukuran tinggi badan ibu dengan ukuran konjugata vera, konjugata transversa,
dan distansia intertuberum secara radiologis.

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

V.2. SARAN

Semua pasien bekas seksio sesarea atas indikasi panggul sempit perlu menjalani
pemeriksaan pelvimetri radiologis sebelum merencanakan kehamilan berikutnya, atau
sebaiknya pelvimetri radiologis tersebut dilaksanakan sebelum pasien yang sudah menjalani
seksio sesarea, keluar dari rumah sakit.
Jika hasil pemeriksaan pelvimetri radiologis tersebut tidak menunjukkan kesempitan panggul
baik pada pintu atas panggul, pintu tengah panggul, maupun pintu bawah panggul, maka
persalinan berikutnya dapat dipertimbangkan partus pervaginam Vaginal Birth After
Cesarean Section.

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

DAFTAR PUSTAKA

1. Panggul Sempit Vs Melahirkan Normal


Available from: www.Balita-Anda.com
2. Cecil BH; Pelvimetry in obstetric ; available from www.pubmedcentral.nih.gov
3. Amoa BA, Klufio AC ; A case-control study of primary caesarean section at the Port
Moresby General Hospital, Papua New Guinea, to identify epidemiological predictors
of abdominal delivery; PNG Med J 1997 Sep-Dec; 40; page 119-126
4. Piliang S; Kematian perinatal pada seksio sesarea di RS Dr. Pirngadi Medan tahun
1994; Tesis; 4 Desember 1994
5. Rahmad ; Nilai Apgar dan status asam basa neonates pada seksio sesarea dengan
anastesi umum dan analgesia regional ; Tesis ; 2 Februari 2000
6. Sibuea HD ; Manajemen seksio sesarea emergensi, masalah dan tantangan ; 19 Juli
2007
7. Alhanawi M ; Pelvimetry- Clinical indication ; April 2001
8. Rozenholc AT, Ako SN, Leke RJ, Boulvain M ; The diagnostic accuracy of external
pelvimetry and maternal height to predict dystocia in nulliparous women: Astudy in
Cameroon ; available at http://www.esrnexus.com
9. Liselele HB, Boulvain M, Tshibangu KC, Meuris S ; Maternal Height and external
pelvimetry to predict cephalopelvic disproportion in nulliparous African women: a
cohort study; BJOG Maret 2001
10. Winkjosastro H, Saifudin B A, Rachimhadhi T. Distosia karena Kelainan Panggul.
Dalam. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwona Prawirohardjo,Yakarta
2002: 637-47
11. Bruce, K Young; Vaginal birth after cesarean section ; X-ray pelvimetry at term is
informative ; Journal of perinatal Medicine. Volume 34, Issue 3, Page 216 ; 2006
12. Floberg J; Belfrage P; Carlsson M; Ohlsen ; The pelvic outlet. A comparison between
clinical evaluation and radiologic pelvimetry ; Acta Obstet Gynecol Scand. 1986
Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

13. Barron, LR , Hill RO, Linkletter AM ; X-Ray Pelvimetry ; Lachine General Hospital,
Montreal ; Available from www.pubmedcentral.gov.nih
14. Raman S, Samuel D, Suresh K; A comparative Study of X-Ray Pelvimetry and CT
Pelvimetry; ANZJOG Volume 31 Issue 3, hal 217-220
15. Stefan Sporii; Harriet C. Thoeny ; Luigi Raio ; MR Imaging Pelvimetry : A Useful
Adjunct in the Treatment of Women at Risk for Dystocia ; available at AJR 2002;
179:137-144
16. English,J, et al ; Normal Pelvic Dimensions for Saudi Arabian Women in Tabuk
Obtained by CT Pelvimetry; 1995
17. Ferguson JE, DeAngelis GA ; Fetal radiation exposure is minimal after pelvimetry by
modified digital radiography ; August 1996 ; Vol 175 ; number 2
18. Marleen M, Moore MS, Douglas RS ; Fetal dose estimates for CT pelvimetry ; RSNA
1989
19. Toppenberg KS, Hill A, Miller DP ; Safety of radiographic Imaging During
Pregnancy ; American Family Physician ; April 1999
20. OBrien K, Rode M, Macones G ; Post partum X-ray pelvimetry : Its use in
calculating the Fetal-Pelvic index and predicting the Fetal-Pelvic disproportion ; The
Journal of reproductive medicine ; May 2009
21. Krishnamurthy S; The role of pascanatal x-ray pelvimetry after caesarean seksion in
the management of subsequent delivery; BJOG 2005
22. Ventura CS ; The bony pelvis and fetal skull ; Trainee Obstetrics Programme ; St.
Lukes teaching Hospital ; 2007
23. Cuningham F G, Norman F, Kenneth J, Larry C, John C, Katharine D, et al. Anatomy
of the Reproductive Tract. In. Williams Obstetrics 21st Edition. Thw Mc Graw-Hill
Companies, New Cork. 2001: 28-40.
24. Muchtar R. Bentuk dan Kelainan Panggul. Dalam. Sinopsis obstetri. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta: 2002: 315-330.
25. Katanozaka M, Yoshinaga M, Fuchiwaki K, Nagata Y ; Measurement of obstetric
conjugate by ultrasonic tomography and its significance ; October 1997

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

26. Mahmood A Tahir; The influence of maternal height, obstetrical conjugate and fetal
birth weight in the management of patients with breech presentation; ANZJOG
volume 30 Issue 1, pages 10-14
27. Diastasis Symphysis Pubis, http://en.wikipedia.org/wiki/Diastasis_symphysis_pubis
28. Sule ST and Matawal BI ; Antenatal clinical pelvimetry in primigravidae and
outcome of labour ; Annals of African Medicine Vol. 4, No. 4; 2005:164 167, Page
260-264
29. Blackadar Charles S; A retrospektif review of performance and utility of routine
clinical pelvimetry ; Fam Med 2004
30. Brown RC MD; A modification of the colcher-sussman technique of x-ray
pelvimetry; Available from www.ajronline.org
31. Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I ; Radiologi Diagnostik ; Sub bagian radiologi
diagnostic bagian radiologi FK UI Jakarta ; edisi 4 ;1996
32. Tolaymat Lama MD; Principles for medical and surgical intervention in pregnancy,
Can I do that to a pregnant woman? ; Northeast Florida Medicine vol 57, no 2 2006
available from www.DCMSonline.org
33. Pemeriksaan Panggul, Available from: www.conectique.com
34. Pattinson RC, Farrell EME ; Pelvimetry for fetal cephalic presentations at or near
term (review) ; The Cochrane Collaboration ; 2009
35. Pelvimetry ; from Wikipedia, the free encyclopedia ; 2009
http://en.wikipedia.org/wiki/pelvimetry
36. Suramo I, Torniainen, Jouppila, Kirkinen and Lahde ; Alow dose CT pelvimetry ; The
British Journal of Rdiology; 1983
37. Poma PA ; Value of X-ray pelvimetry in primiparas, Influence on management of
labor ; Journal of the national medical association, vol 74, no.3, 1982
38. Federle MP, Cohen HA, Rosenwein MF, Brant-Zawadzki MN, Cann CE ; Pelvimetry
by Digital Radiography : A low dose examination ; Radiology 143: 7333-735, June
1982

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

39. Hashima JN, Eden KB, Osterweil P, Nygren P, Giuse JM ; Predicting vaginal birth
after cesarean delivery: a review of prognostic factors and screening tools ; AJOG;
2004
40. El-Mowafi ; Contracted pelvis ; Geneva Foundation for medical Education and
research
41. ORahilly, Muller, Carpenter dan Swenson; Basic Human Anatomy; The bones, joints
and walls of the pelvis; Chapter 31; Darmouth Medical School 2008
42. Thubisi M, Ebrahim A, Moodley J ; Vaginal delivery after previous caesarean section
: is X-ray pelvimetry necessary? ; BJOG; 2005
43. Lao TT, Chin RK, Leung BF ; Is X-ray pelvimetry useful in a trial of labour after
caesarean section ; Eur J Obstet Gynecol reprod Biol ; 1987
44. Rozenberg P; Is there a role for X-ray pelvimetry in the twenty first century; Science
Direct; January 2007
45. Huerta-Enochian GS, Katz VL, Fox LK, Hamlin JA, Kollath JP; magnetic resonance
based serial pelvimetry ; Do maternal pelvic dimensions change during pregnancy ;
AJOG 2006
46. Perkins CW ; Roentgenometric Pelvimetry ; The Journal of American Institute of
Homoeopathy
47. Jhonson TH, ReaganRT ; A roentgenologic rule and pelvimetry technique; April 1969
48. Gerace JR ; The Mid pelvis in pelvimetry; Canad M.A.J ; 1959
49. Kelly KM, Madden DA, Arcarese JS Barnett M, Brown RF ; The utilization and
efficacy of pelvimetry ; 1975
50. Patel SJ, Reede DL, Katz DS, Subramaniam R ; Imaging the pregnant patient for
nonobstetric conditions, Algorithms and Radiation dose considerations ; RSNA 2007
51. Biswas A, Johnstone MJ ; Term breech delivery, does X-ray pelvimetry help ;
ANZJOG 2008

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Lampiran 1

LEMBARAN PENJELASAN PASIEN


JUDUL PENELITIAN
UKURAN PANGGUL PADA PASIEN PASCA SEKSIO SESAREA
ATAS INDIKASI PANGGUL SEMPIT
Assalamualaikum wr,wb
Ibu-ibu Yth,
Nama Saya dr.Nur Aflah, Saat ini Saya sedang menempuh pendidikan spesialisasi di
bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Dan saat ini saya sedang melakukan penelitian yang
berjudul:

UKURAN PANGGUL PADA PASIEN PASCA SEKSIO SESAREA ATAS INDIKASI


PANGGUL SEMPIT

Pada tiap persalinan harus diperhatikan 3 faktor penting, yaitu jalan lahir, janin dan
kekuatan yang ada pada ibu. Jalan lahir terdiri dari tulang panggul dengan ukuran-ukurannya
yang diukur dengan pelvimetri. Pengukuran panggul ( Pelvimetri ) merupakan cara
pemeriksaan yang penting untuk mendapatkan keterangan tentang keadaan panggul. Pada
wanita dengan tinggi badan kurang dari 150 cm dapat dicurigai adanya kesempitan panggul.
Pelvimetri dengan pemeriksaan dalam (manual) yaitu dengan menggunakan jari tangan
mempunyai arti yang penting untuk menilai secara agak kasar pintu atas panggul serta
panggul tengah, dan untuk memberi gambaran yang jelas mengenai pintu bawah panggul.
Sedangkan dengan Pelvimetri Rontgenologik diperoleh gambaran yang jelas tentang bentuk
panggul dan ukuran-ukuran dalam ketiga bidang panggul.
Ibu-ibu yang terhormat,
Adapun latar belakang Saya mengadakan penelitian ini dikarenakan meningkatnya
kejadian seksio sesarea pada wanita dengan kecurigaan panggul sempit yang hanya
dibuktikan dari pemeriksaan klinis tanpa didukung dengan keterangan radiologis. Walaupun
tindakan seksio sesarea bukan dikarenakan semata-mata karena panggul sempit, tapi bisa juga
karena ketidak sesuaian ukuran kepala janin dengan ukuran panggul ibu. Karena itu Saya
Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

bertujuan membuktikan diagnose panggul sempit dengan menggunakan pelvimetri radiologis


sehingga dapat diketahui ukuran panggul sebenarnya dan untuk mengetahui hubungan tinggi
badan dengan ukuran panggul secara radiologis.
Cara pemeriksaannya adalah dengan melakukan foto rontgen pelvimetri dalam posisi
setengah duduk dan diukur tinggi badan ibu yang dilakukan di rumah sakit. Adapun efek
pemeriksaan ini dalam beberapa pustaka dikatakan cukup aman selama ibu tidak sedang
hamil. Sedangkan mengenai biaya penelitian tidak dibebankan kepada subjek penelitian,
melainkan akan ditanggung sepenuhnya oleh peneliti.
Pemeriksaan panggul secara radiologis ini bukan saja berguna dalam penyelesaian
penelitian ini, tetapi juga berguna sebagai informasi untuk ibu dalam mempersiapkan
persalinan berikutnya dalam hal kesiapan fisik, mental maupun ekonomi.
Walaupun penelitian ini tidak akan menimbulkan hal-hal yang merugikan atau
membahayakan, namun bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama penelitian, ibu-ibu
dapat menghubungi saya, dr,Nur Aflah (telp: 061-77777823 / 081270111123) untuk
mendapat penjelasan.
Kerjasama dan partisipasi ibu-ibu sangat diharapkan dalam penelitian ini demi
kemajuan kita bersama.
Terima kasih.

Medan, 20 Juni 2009


Peneliti

Dr. Nur Aflah

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN PASIEN SETELAH PENJELASAN


Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama

Umur

Alamat

Kepada saya telah diberikan penjelasan mengenai prosedur, manfaat dan resiko penelitian
yang berjudul :
Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit
dan saya telah memahaminya.
Maka dengan sadar saya menyatakan bersedia menjadi responden penelitian secara sukarela,
dan saya memahami bahwa penelitian ini tidak akan berakibat negatif dan merugikan saya
dan saya dapat mengundurkan diri kapan saja.

Medan, 2009

Peserta Penelitian

(Ny..)

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Lampiran 3

FORMULIR DATA SUBJEK PENELITIAN


UKURAN PANGGUL PADA PASIEN PASCA SEKSIO SESAREA
ATAS INDIKASI PANGGUL SEMPIT

1. REGISTRASI
a. Nomor penelitian

b. Nomor Rekam Medik

c. Asal Rumah Sakit

2. IDENTITAS PASIEN
a. Nama

b. Umur

c. Paritas

d. Alamat

e. Suku

3. DATA DARI REKAM MEDIS


a. Riwayat persalinan

1.
2.
3.
4.
b. Status Obstetrikus
TFU

Bagian terbawah

Masuknya bagian terbawah

His

:+/-

DJJ

EBW

c. Pemeriksaan dalam
Pembukaan

:
:

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

Sel. Ketuban

:+/-

Turunnya kepala

Kaput

:+/-

UUK

d. Adekuasi Panggul
Promontorium
CV :

: teraba / tidak teraba


CD:

Linea innominata

: teraba 2/3 depan

Arcus pubis

: tumpul / tidak tumpul

Os Sacrum

: Cekung / tidak cekung

Spina iskiadika

: menonjol / tidak menonjol

Os Coccygeus

: mobile / immobile

e. Jenis operasi

: elektif / emergensi

f. Tanggal operasi

g. Lahir bayi :

4. TINGGI BADAN IBU

BB:

/ teraba seluruhnya

PB:

5. PEMERIKSAAN PELVIMETRI RADIOLOGIS


Tanggal pemeriksaan

Hasil pemeriksaan

a. Konjugata Vera

b. Konjugata Transversa

c. Konjugata Oblique

d. Distansia interspina

e. Distansia intertuberum

f. Jenis Panggul

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

AS:

Nur Aflah : Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Atas Indikasi Panggul Sempit, 2010.

You might also like