You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN
Syok atau renjatan merupakan suatu keadaan patofisiologik dinamik yang
mengakibatkan hipoksia jaringan dan sel, karena hipoksia pada syok terjadi
gangguan metabolisme sel, sehingga dapat timbul kerusakan ireversibel pada
jaringan organ vital, bila terjadi kondisi seperti ini penderita meninggal dunia.1,2
Syok bukan merupakan penyakit dan tidak selalu disertai kegagalan perfusi
jaringan. Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan
hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk
mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. 2 Hal ini muncul
akibat kejadian hemostatis tubuh yang serius seperti perdarahan massif, trauma atau
luka bakar yang berat (syok hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru
(syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tak terkontrol (syok septic), tonus
vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat respon imun (syok
anafilaktik).1,2
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih
dapat ditangani oleh tubuh) yaitu tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga
fungsi normalnya. Gejala tahap ini sulit untuk dikenali karena biasanya individu yang
mengalami syok terlihat normal. Tahap dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani
oleh tubuuh) yaitu tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsi-fungsinya, tubuh
akan berupaya menjaga organ-organ vital dengan menguragi aliran darah ke lengan,
tungkai dan perut dan mengutamakan aliran ke otak, jantung dan paru. Jika tidak
dilakukan pertolongan sesegera mungkin maka aliran darah akan mengalir sangat
lambat sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah dan denyut jantung.
Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan
pemantauan kontinyu. Penanggulangan didasarkan pada diagnosis dini yang tepat.
Langkah awal dalam mengelola syok adalah dengan mengetahui tanda-tanda
klinisnya. Langkah kedua dalam pengelolaan awal terhadap syok adalah mencari
penyebab syok. Terapi harus dimulai sambil kemungkinan mencari penyebab dari
syok tersebut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik
dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan
perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.2
Syok atau renjatan merupakan suatu keadaan patofisiologik dinamik yang
mengakibatkan hipoksia jaringan dan sel, karena hipoksia pada syok terjadi
gangguan metabolisme sel, sehingga dapat timbul kerusakan ireversibel pada
jaringan organ vital.1,2
2.2 Jenis- Jenis Syok
Syok bukan merupakan penyakit dan tidak selalu disertai kegagalan perfusi
jaringan. Syok dapat terjadi karena kehilangan cairan dalam waktu singkat dari ruang
intravaskuler, kegagalan kuncup jantung, infeksi sistemik berat, reaksi imun yang
berlebihan dan reaksi vasovagal. Hal ini muncul akibat kejadian hemostatis tubuh
yang serius seperti2 :

perdarahan massif, trauma atau luka bakar yang berat (syok


hipovolemik),

infark miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik),

sepsis akibat bakteri yang tak terkontrol (syok septic),

tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau

akibat respon imun (syok anafilaktik).

2.3 Syok Hipovolemik


2.3.1 Definisi
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi
kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ,
disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi
yang tidak adekuat.2,3
2.3.2 Etiologi

Syok hipovolemik terjadi akibat terganggunya sistem sirkulasi akibat dari


volume darah dalam pembuluh darah berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat
perdarahan yang masif atau kehilangan plasma darah. Perdarahan (perdarahan
gastrointestinal, kehilangan plasma (misal pada luka bakar), kehilangan cairan
ekstraseluler (dehidrasi, misal karena puasa lama, diare,muntah, obstruksi
usus).2,3
2.3.3 Patofisiologi
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi
sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler,
ginjal, dan sistem neuroendokrin.3
Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan
akut dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh
darah (melalui pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi
(juga melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan membentuk bekuan darah
immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak menghasilkan
kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin dan menstabilkan
bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan
fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi bentuk yang sempurna.
Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik
dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard,
dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat
peningkatan pelepasan norepinefrin dan penurunan ambang dasar tonus nervus
vagus (diatur oleh baroreseptor di arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan
penbuluh darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan
mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi
kulit, otot, dan traktus gastrointestinal.
Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan
sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah
angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi
menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin II mempunyai 2 efek
utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok hemoragik,

yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron


dari korteks adrenal. Aldosteron bertanggung jawab pada reabsorbsi aktif
natrium dan akhirnya akan menyebabkan retensi air.
Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan
meningkatan Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan
dari glandula pituitari posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan
darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap penurunan konsentrasi natrium
(yang dideteksi oleh osmoreseptor). Secara tidak langsung ADH menyebabkan
peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distalis, duktus
kolektivus, dan lengkung Henle.
2.3.4 Gejala dan Tanda Klinis
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi
premorbid, besarnya volume cairan yang hilang dan lamanya berlangsung.
Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respons
kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan
cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan takhikardia.
Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi
pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan
dalam waktu yang cepat atau singkat.
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan
hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali
dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok, yaitu1,2,3 :
1. Kulit dingin, pucat dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian
kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2. Takikardi : peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons
homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran
darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
3. Hipotensi, karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah
sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang
esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah

otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di bawah 70


mmHg.
4. Oliguria : produk urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik.
Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.
2.3.5 Diagnosis
Syok

hipovolemik

didignosa

ketika

ditemukan

tanda

berupa

ketidakstabilan hemodinamik dan ditemukan adanya sumber perdarahan.


Kehilangan plasma ditandai dengan hemokonsentrasi, kehilangan cairan bebas
ditandai dengan hipernatremia.
Gejala Klinik Syok Hipovolemik2
Ringan
Sedang
(<20% volume darah)
(20-40% volume darah)
Ekstremitas dingin
Sama, ditambah :
Diaporesis
Takikardi
Vena kolaps
Takipneu
Cemas
Oliguria
Hipotensi ortostatik

Berat
(>40% volume darah)
Sama, ditambah :
Hemodinamik tak satbil
Hipotensi
Penurunan kesadaran

Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain:


analisis Complete Blood Count (CBC), kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO3,
BUN, kreatinin, kadar glukosa), PT, APTT, AGD, urinalisis (pada pasien yang
mengalami trauma), dan tes kehamilan. Darah sebaiknya ditentukan tipenya
dan dilakukan pencocokan. Jika dicurigai fraktur tulang panjang, harus
dilakukan pemeriksaan radiologi.
2.3.6 Penatalaksanaan
Tujuan utama dalam mengatasi syok hipovolemik adalah1,2,3 :

memulihkan volume intravascular untuk membalik urutan peristiwa


sehingga tidak mengarah pada perfusi jaringan yang tidak adekuat.

meredistribusi volume cairan, dan

memperbaiki penyebab yang mendasari kehilangan cairan secepat mungkin.

Pengobatan penyebab yang mendasari


Jika pasien sedang mengalami hemoragi, upaya dilakukan untuk menghentikan
perdarahan. Mencakup pemasangan tekanan pada tempat perdarahan atau
mungkin diperlukan pembedahan untuk menghentikan perdarahan internal.
Penggantian Cairan dan Darah
Pemasangan dua jalur intra vena dengan jarum besar dipasang untuk membuat
akses intra vena guna pemberian cairan. Maksudnya memungkinkan pemberian
secara simultan terapi cairan dan komponen darah jika diperlukan.
Penatalaksanaan syok hipovolemik tersebut yang utama terapi cairan sebagai
pengganti cairan tubuh atau darah yang hilang. Cairan resusitasi yang
digunakan adalah :
a. Kristaloid
Cairan isotonik ringer laktat atau NaCl 0,9%. Pemberian awal adalah
dengan tetesan cepat sekitar 20 ml/KgBB pada anak atau sekitar 1-2 liter pada
orang dewasa. Jenis cairan ini mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan
juga menstabilkan volume vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan
cairan berikutnya ke dalam ruang intestitial dan intraseluler. Pemberian cairan
terus

dilanjutkan

bersamaan

dengan

pemantauan

tanda

vital

dan

hemodinamiknya. Jika terdapat perbaikan hemodinamik, maka pemberian


kristaloid terus dilanjutnya. Pemberian cairan kristaloid sekitar 5 kali lipat
perkiraan volume darah yang hilang dalam waktu satu jam. Jika tidak terjadi
perbaikan hemodinamik maka pilihannya adalah dengan pemberian koloid
dan dipersiapkan pemberian darah segera.
Kelebihan Kristaloid antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.

Komposisi elektrolit seimbang


Tidak ada resiko alergi
Tidak mempengaruhi hemostasis
Mengakibatkan terjadinya diuresis
Murah
Sedangkan kekurangannya antara lain:

1.
2.
3.
4.

Perlu 3-5 kali jumlah perdarahan


Bisa mengakibatkan udem
Hypothermia
NaCl 0.9% : asidosis hiperchloremia

b. Koloid
Jenis cairan koloid antara lain albumin, hetastarch, dan dextran.
Kelebihan koloid anatara lain:
1.
2.
3.
4.

Tetap berada dalam volume intravaskular.


Kebutuhan sama dengan jumlah darah yang hilang
Resiko udem minimal
Meningkatkan aliran darah microvaskular
Sedangkan kekuranganya adalah:

1.
2.
3.
4.

Kelebihan beban cairan


Mengganggu hemostasis
Mempengaruhi fungsi ginjal
Mahal

c. Darah
Transfusi darah dilakukan bila pasien gagal respon terhadap bolus
kristaloid atau koloid. Tujuan utama transfusi darah adalah memperbaiki
oxygen-carryng capacit.
1. Darah Crossmatched
Darah yang lebih baik ialah darah yang sepenuhnya crossmatched,
namun proses crossmatched lengkap memerlukan sekitar 1 jam. untuk
penderita yang cepat menjadi stabil, harus dicari darah yang
crossmatched dan harus tersedia untuk transfusi bila dibutuhkan.
2. Darah Tipe Spesifik
Jenis darah spesifik dapat disediakan oleh hampir semua bank darah
dalam waktu 10 menit. Darah ini sesuai dengan jenis darah ABO dan
Rh, tetapi masih bisa juga terdapat ketidaksesuaian antibodi lain.
Darah tipe spesifik dipilih untuk penderita yang responnya
sementara/singkat.
3. Darah Tipe O

Bila darah tipe spesifik tidak ada, maka packed cell tipe O dianjurkan
untuk penderita dengan perdarahan exsanguinating.
Terapi Medikasi
Medikasi akan diresepkan untuk mengatasi dehidrasi jika penyebab yang
mendasari adalah dehidrasi. Contohnya, insulin akan diberikan pada pasien
dengan dehidrasi sekunder terhadap hiperglikemia, preparat anti diare untuk
diare dan anti emetic untuk muntah-muntah.
2.4 Syok Kardiogenik
2.4.1 Definisi
Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan
curah jantung sistemik pada keadaan volume intravaskuler yang cukup dan
dapat menyebabkan hipoksia jaringan.4
2.4.2 Etiologi
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali. 1,4
Penyebab syok kardiogenik mempunyai etiologi koroner dan non koroner.
Koroner

disebabkan

oleh

infark

miokardium

sedangkan

non-koroner

disebabkan oleh kardiomiopati, kerusakan katup, tamponade jantung, dan


disritmia.
2.4.3 Patofisiologi
Paradigma lama patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah
depresi kontraktilitas miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan
curah jantung, tekanan darah rendah, insufisiensi koroner dan selanjutnya
terjadi penurunan kontraktilitas dan curah jantung.4 Paradigma klasik
memprediksi

bahwa

vasokonstriksi

sistemik

berkompensasi

dengan

peningkatan resistensi vaskular sistemik yang terjadi sebagai respon dari


penurunan curah jantung.
2.4.4 Diagnosis

Anamnesis
Keluhan yang timbul berkaitan dengan etiologi timbulnya syok
kardiogenik tersebut. Pasien dengan infark miokard akut dengan keluhan tipikal
nyeri dada yang akut dan kemungkinan sudah mempunyai riwayat penyakit
jantung koroner sebelumnya. 4 Pasien dengan aritmia akan mengeluh adanya
palpitasi, presinkop, sinkop atau merasakan irama jantung yang berhenti
sejenak, kemudian pasien akan merasakan letargi akibat berkurangnya perfusi
ke sistem saraf pusat.4
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan tekanan darah
sistolik yang menurun sampai < 90 mmHg, bahkan dapat turun sampai < 80
mmHg pada pasien yang tidak memperoleh pengobatan yang adekuat. 1,4 Denyut
jantung biasanya cenderung meningkat sebagai akibat stimulasi simpatis,
demikian pula dengan frekuensi pernapasan yang biasanya meningkat sebagai
akibat kongesti paru. Pemeriksaan dada akan menunjukkan adanya ronkhi.
Sistem kardiovaskuler dapat dievaluasi seperti distensi vena-vena leher. Pasien
gagal jantung kanan yang bermakna akan menunjukkan beberapa tanda antara
lain pembesaran hati, dan asites.
Pemeriksaan Penunjang
Gambaran

rekaman

EKG

dan

ekokardiografi

membantu

untuk

menentukan etiologi dari syok kardiogenik. Pada foto polos dada akan terlihat
kardiomegali dan tanda-tanda kongesti paru atau edema paru pada gagal
ventrikel kiri.1,4

2.4.5 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan syok kardiogenik adalah1,4 :

Membatasi kerusakan miocardium lebih lanjut

Memulihkan kesehatan myocardium

Memperbaiki kemampuan jantung untuk memompa secara efektif.

Penatalaksanaan utama syok kardiogenik mencakup4 :

Mensuplai tambahan oksigen


Pada tahap awal syok, suplemen oksigen diberikan melalui kanula nasal 3
5 Liter / menit.

Mengontrol nyeri dada


Jika pasien menglami nyeri dada, morfin sulfat diberikan melalui intravena
untuk menghilangkan nyeri. Pemberian posisi semi fowler, dapat membantu
untuk memberikan posisi nyaman dan meningkatkan ekspansi paru.

Pemberian obat-obat vasoaktif


Terapi obat vasoaktif terdiri atas strategi farmakologi multiple untuk
memulihkan dan mempertahankan curah jantung yang adekuat. Pada syok
kardiogenik koroner, terapi obat diujukan untuk memperbaiki kontraktilitas
jantung, mengurangi preload dan afterload, atau menstabilkan frekuensi
jantung. Contoh, Dopamin dan nitrogliserin.

Dukungan cairan tertentu


Pemberian cairan harus dipantau dengan ketat untuk mendeteksi tanda
kelebihan cairan. Bolus cairan intravena yang terus diingkatkan harus
diberikan dengan sangat hati-hati dimulai dengan jumlah 50 ml untuk
menentukan tekanan pengisian optimal untuk memperbaiki curah jantung.

2.5 Syok Distributif


2.5.1 Definisi
Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara
abnormal berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul
dalam pembuluh darah perifer.1,5,6
2.5.2 Etiologi
Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis
atau oleh pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang
menempatkan pasien pada risiko syok distributif yaitu1 :

10

syok neurogenik seperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal,

syok anafilaktik seperti sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi,


alergi sengatan lebah,

syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan > 65
tahun, malnutrisi

2.5.3 Syok Neurugenik

Patofisiologi dan Manifestasi Klinis


Pada syok neurogenik, vasodilatasi terjadi sebagai akibat kehilangan
tonus simpatis.5,6 Kondisi ini dapat disebabkan oleh cedera medula spinalis,
anastesi spinal, dan kerusakan sistem saraf. Syok ini juga dapat terjadi
sebagai akibat kerja obat-obat depresan atau kekurangan glukosa (misalnya
reaksi insulin atau syok).
Syok neurogenik spinal ditandai dengan kulit kering,hangat dan bukan
dingin, lembab seperti terjadi pada syok hipovolemik. Tanda lainnya adalah
bradikardi.5,6

Penatalaksanaan
Pengobatan spesifik syok neurogenik tergantung pada penyebabnya.
Jika penyebabnya hipoglikemia (syok insulin) dilakukan pemberian cepat
glukosa. Syok neurogenik dapat dicegah pada pasien yang mendapatkan
anastesi spinal atau epidural dengan meninggikan bagian kepala tempat
tidur 1520 derajat untuk mencegah penyebaran anastetik ke medula
spinalis.
Pada kecurigaan medula spinal, syok neurogenik dapat dicegah
melalui imobilisasi pasien dengan hati-hati untuk mencegah kerusakan
medula spinalis lebih lanjut. Stocking elastik dan meninggikan bagian kaki
tempat tidur dapat meminimalkan pengumpulan darah pada tungkai.
Pengumpulan darah pada ekstremitas bawah menempatkan pasien pada
peningkatan resiko terhadap pembentukan trombus. Pemberian heparin,
stocking kompresi, dan kompresi pneumatik pada tungkai dapat mencegah
pembentukan trombus.

11

Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi


cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan
per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap
tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap
terapi.
Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang kontraindikasi bila ada perdarahan seperti
ruptur lien) :
Dopamin: Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit,
berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi. Norepinefrin: Efektif
jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah.
Epinefrin. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya
terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa
pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat
menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok
neurogenik
Dobutamin: Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh
menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui
vasodilatasi perifer.

2.5.4 Syok Anafilaktik


Syok anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang
sebelumnya sudah membentuk anti bodi terhadap benda asing (antigen)
mengalami reaksi antigen antibodi sistemik.5,7

12

Gejala dan Tanda Anafilaktik Berdasarkan Organ Sasaran5


Sistem
Gejala dan Tanda
Umum
Lesu, lemah, rasa tak enak yang sukar
Prodormal
dilukiskan, rasa tak enak di dada dan perut, rasa
gatal di hidung dan palatum.
Pernapasan
Hidung
Hidung gatal, bersin dan tersumbat
Laring
Rasa tercekik, suara serak, sesak napas, stridor,
edema, spasme
Lidah
Edema
Bronkus
Batuk, sesak, mengi, spasme
Kardiovaskular
Pingsan, sinkop, palpitasi, takikardi, hipotensisyok, aritmia.
Gastrointestinal
Disfagia, mual, muntah, kolik, diare yang
kadang disertai darah, peristaltik usus meninggi
Kulit
Urtikaria, angioedema dibibir, muka/ekstremitas
Mata
Gatal, lakrimasi
SSP
Gelisah, kejang

Penatalaksanaan :
Pemberian obat-obat yang akan memulihkan tonus vaskuler, dan
mendukung kedaruratan fungsi hidup dasar. Contoh : epinefrin, aminofilin.
Epinefrin diberikan mendapatkan efek vasokonstriktifnya. Dosis 0,01
ml/kgBB sampai mencapai maksimal 0,3 ml subkutan dan dapat diberikan
setiap 15-20 menit sampai 3-4 kali seandainya gejala penyakit bertambah
buruk.5 Difenhidramin diberikan secara intavena untuk melawan efek
histamin dengan begitu mengurangi efek permeabilitas kapiler. Aminofilin
diberikan secara intravena untuk melawan bronkospasme akibat histamin.
Jika terdapat ancaman atau terjadi henti jantung dan henti napas, dilakukan
resusitasi jantung paru (RJP).

Penatalaksanaan syok anafilaktik menurut Haupt MT and Carlson RW


adalah:
Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau
zat kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu
dilakukan, adalah:

13

a. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat


lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam
usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.
b. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
1) Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap
bebas, tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar,
posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan
napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan
buka mulut.
2) Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak
ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada
syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya
obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan
napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan
napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera
ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau
trakeotomi.
3) Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.
karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar. Penilaian A, B, C
ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar yang
penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.
a. Segera berikan adrenalin 0.30.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita
dewasa atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini
dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis
menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 24 ug/menit.
b. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang
memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 56 mg/kgBB intravena dosis
awal yang diteruskan 0.40.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
c. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau
deksametason 510 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek
lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.

d. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena


untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular
sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan
meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat.

14

Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan

perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya


peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila
memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 34 kali dari
perkiraan kekurangan volume plasma.
Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan
cairan 2040% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid,
dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume
plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau
dextran juga bisa melepaskan histamin.
e. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok
anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan.
Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah
harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi
penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi
telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
f. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan,
tetapi harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan
penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 23 kali suntikan, harus
dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi.

2.5.5 Syok Septik

Definisi
Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan
disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas.5 Insiden syok septik dapat
dikurangi dengan melakukan praktik pengendalian infeksi, melakukan teknijk
aseptik yang cermat, melakukan debriden luka untuk membuang jaringan

15

nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat dan mencuci


tangan secara menyeluruh.

Etiologi
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif.
Ketika

mikroorganisme

menyerang

jaringan

tubuh,

pasien

akan

menunjukkan suatu respon imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi


berbagai mediator kimiawi yang mempunyai berbagai efek yang mengarah
pada syok. Peningkatan permeabilitas kapiler, yang mengarah pada
perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi adalah dua efek tersebut.

Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan syok septik merupakan bagian dari penatalaksanaan
sepsis yang komprehensif, mencakup eliminasi patogen penyebab infeksi,
eliminasi sumber infeksi dengan tindakan drainase, terapi antimikroba yang
sesuai, reusitasi bila terjadi kegagalan organ atau rejatan, vasopresor dan
inotropik, terapi suportif terhadapkegagalan organ, gangguan koagulasi dan
terapi imunologi bila terjadi respon imun maladaptif pejamu terhadap
infeksi.5
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan
baik kristaloid maupun koloid. Albumin merupakan protein plasma yang
juga berfungsi mempertahankan tekanan onkotik plasma. Pada keadaan
serum albumin yang rendah (<2g/dl) disertai tekanan hidrostatik melebihi
tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.
Vasopresor diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan
pemberian cairan secara adekuat, akan tetapi pasien masih mengalami
hipotensi.

Dapat

digunakan

dopamin

dengan

dosis

>8mcg/menit,

norepineprin 0.03-1.5 mcg/menit. Sebagai inotropik digunakan dobutamin


dosis 2-28 mcg/mnt, dopamin 3-8mcg/mnt, epinefrin 0,1-0,5 mcg/mnt.5
Nutrisi (protein, kalori, asam lemak, cairan, vitamin dan mineral)
merupakan terapi suportif yang penting dan harus diperhatikan dalam
perawatan pasien sepsis.

16

BAB III
KESIMPULAN
Syok

merupakan

gangguan

sistem

sirkulasi

yang

disebabkan

oleh

ketidakseimbangan antara volume darah dengan lumen pembuluh darah sehingga


perfusi dan oksigenasi ke jaringan tidak adekuat.

17

Hal ini muncul akibat kejadian hemostatis tubuh yang serius seperti perdarahan
massif, trauma atau luka bakar yang berat (syok hipovolemik), infark miokard luas
atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tak terkontrol (syok
septic), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat respon
imun (syok anafilaktik).
Penanganan setiap jenis syok membutuhkan penghilangan penyebab utama
syok tersebut. Penanggulangan didasarkan pada diagnosis dini yang tepat. Langkah
awal dalam mengelola syok adalah dengan mengetahui tanda-tanda klinisnya.
Langkah kedua dalam pengelolaan awal terhadap syok adalah mencari penyebab
syok. Terapi harus dimulai sambil kemungkinan mencari penyebab dari syok
tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Kathula, Bolla, Magann. (Last update: November 18, 2002). Shock and
management

of

shock.

Southern

Medical

Journal.

Available

from:

http://www.medscape.com. (accesed: 18 June 2011).

18

2.

Wijaya Prasetya Ika. Syok Hipovolemik. Editor : Sudoyo Aru, dkk. Dalam:
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2006. Hal 180-1.

3.

Eser B; Guven M; Unal A; Coskun R; Altuntas F; Sungur M; Serin IS; Sari I;


Cetin M. (2005). Hypovolemi shock. Available from:
http://www.medscape.com. (accesed: 23 June 2011).

4.

Alwi Idrus. Syok Kardiogenik. Editor : Sudoyo Aru, dkk. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI, 2006. Hal 182-6.

5.

Rengganis Iris, Chen Khie, dkk. Rejatan Anafilaktik dan Penatalaksanaan


Syok Septik. Editor : Sudoyo Aru, dkk. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI,
2006. Hal 187-190.

6.

FH Feng, KM Fock. (2008) Neurogenic shock.

Available from:

http://www.medscape.com. (accesed: 23 June 2011).


7.

Solheim, Bernstein. (Last Update: March 18,2004). Anafilactic Shock.


Available from: http://www.medscape.com. (accesed: 23 June 2011).

19

You might also like