Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Dan Tujuan
Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang sangat mudah memberikan
suatu manifestasi klinis apabila timbul gangguan pada tubuh. Salah satu gangguan
tersebut dapat disebabkan oleh reaksi alergi terhadap suatu obat.
Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi
klinis yang sangat luas. Kortikosteroid sering disebut sebagai life saving drug.
Manfaat dan preparat ini cukup besar tetapi karena efek samping yang tidak
diharapkan cukup banyak, maka dalam penggunaannva dibatasi termasuk dalam
bidang dermatologi kortikosteroid merupakan pengobatan yang paling sering
diberikan kepada pasien. Kortikosteroid adalah derivat dari hormon kortikosteroid
yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini dapat mempengaruhi volume
dan tekanan darah, kadar gula darah, otot dan resistensi tubuh.1
Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan
besar yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Berbagai jenis kortikosteroid
sintetis telah dibuat dengan tujuan utama untuk mengurangi aktivitas
mineralokortikoidnya dan meningkatkan aktivitas antiinflamasinya, misalnya
deksametason yang mempunyai efek antiinflamasi 30 kali lebih kuat dan efek
retensi natrium lebih kecil dibandingkan dengan kortisol. Berdasarkan cara
penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu kortikosteroid sistemik dan
kortikosteroid topikal.1
Sebagian besar khasiat yang diharapkan dati pemakaian kortikosteroid
adalah sebagai antiinflamasi, antialergi atau imunosupresif. Karena khasiat inilah
kortikosteroid
banyak
digunakan
dalam
bidang
dermatologi.
Dibidang
dengan obat ini bukan merupakan terapi kausal melainkan terapi pengendalian
atau paliatif saja, kecuali pada insufisiensi korteks adrenal.Sejak kortikosteroid
digunakan dalam bidang dermatologi, obat tersebut sangat menolong penderita.
Berbagai penyakit yang dahulu lama penyembuhannya dapat dipersingkat,
misalnya dermatitis, penyakit berat yang dahulu dapat menyebabkan kematian,
misalnya pemfigus, angka kematiannya dapat ditekan berkat pengobatan dengan
kortikosteroid, demikian pula sindrom Stevens-Johnson yang berat dan nekrolisis
epidermal toksik.2
Pengobatan berbagai penyakit kulit dengan menggiinakan kortikosteroid
sudah menjadi kegiatan sehari-hari di setiap poliklinik penyakit kulit. Sejak salap
hidrokortison asetat pertama kali dilaporkan penggunaannya oleh Sulzberger pada
tahun 1952, perkembangan pengobatan dengan kortikosteroid berjalan dengan
pesat. Semakin maju ilmu pengetahuan semakin banyak pula ditemukan berbagai
jenis kortikosteroid yang dapat digunakan dengan berbagai keunggulan dan efek
samping yang semakin sedikit. Hal ini berkat kemajuan dalam pengetahuan
mengenai mekanisme kerja serta pemahaman patogenesis berbagai penyakit,
khususnya mengenai peradangan kulit. Dengan berbagai kemajuan in pemakaian
kortikosteroid menjadi semakin rasional dan efektif. 2,3
BAB II
KORTIKOSTEROID SISTEMIK DALAM DERMATOLOGI
2.1. KORTIKOSTEROID
2.1.1. Definisi
Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di
bagian
korteks
kelenjar
adrenal
sebagai
tanggapan
atas
hormon
dan
mineralokortikoid.
Golongan
glukokortikoid
adalah
hormon
steroid
sama-sama
mempunyai
rumus
bangun
Jam 16.00
Kortisol
20
16
4
Aldosteron 0,125
0,01
Tabel 1. Kecepatan Sekresi Dan Kadar Plasma Kortikosteroid Utama Pada
Manusia
Pada pemeriksaan sampel dengan tes saliva sebanyak 4 kali dalam satu
hari yaitu sebelum sarapan pagi han, siang, sore hari dan pada malam hari
sebelum tidur. Pada pagi hari kadar kortisol yang paling tinggi dibandingkan
waktu lainnya yang membuat orang menjadi lebih semangat dalam menjalani
aktivitasnya. Orang yang sehat pengeluaran kortisol mengikuti kurva dimana
dapat dibuat grafik mulai menurunnya kadar kortisol hingga kadar terendali yaitu
pada pukul 11 malam dibuktikan dengan seseorang yang dapat beristirahat dengan
cukup.4
2.1.3. Bentuk Dan Senyawa
Kortikosteroid merupakan satu dari dua bentuk steroid yang disintesis oleh
cortex glandula adrenal. Kortikosteroid memiliki 21 atom carbon. Steroid
farmasetikal umumnya disintesis dari asam kolik (didapatkan dari produk ternak)
atau steroid sapogenik, dalam partikel diosgenik dan hekopenik, dari tanaman
keluarga Liliaceae dan Dioscoreaceae. Kortikosteroid contohnya prednisolon
memiliki gugus fungsi sebagai berikut:
2.1.4. Farmakokinetik
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein.
Molekul hormon memasuki janingan melalui membran plasma secara difusi pasif
di jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini
mengalami perubahan bentuk, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan
kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik.
lnduksi sintesis protein ini merupakan perantara efek fisiologis steroid. Pada
beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon steroid merangsang transkripsi dan
sintesis protein spesifik; pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan flbroblas
mikroskopik obat ini menghambat fenomena inflamasi dini yaitu edema, deposit
fibrin, dilatasi kapiler, migrasi leukosit ke tempat radang dan aktivitas fagositosis.
Selain itu juga dapat menghambat manifestasi inflamasi yang telah lanjut yaitu
proliferasi kapiler dan fibroblast, pengumpulan kolagen dan pembentukan
sikatriks. Hal ini karena efeknya yang besar terhadap konsentrasi, distribusi dan
fungsi leukosit perifer dan juga disebabkan oleh efek supresinya terhadap
cytokyne dan chemokyne inflamasi serta mediator inflamasi lipid dan glukolipid
lainnya. Inflamasi, tanpa memperhatikan penyebabnya, ditandai dengan
ekstravasasi dan infiltrasi leukosit kedalam jaringan yang mengalami inflamasi.
Peristiwa tersebut diperantarai oleh serangkaian interaksi yang komplek dengan
molekul adhesi sel, khususnya yang berada pada sel endotel dan dihambat oleh
glukokortikoid. Sesudah pemberian dosis tunggal glukokortikoid dengan masa
kerja pendek, konsentrasi neutrofil meningkat, sedangkan limfosit, monosit dan
eosinofil dan basofil dalam sirkulasi tersebut berkurang jumlahnya. Perubahan
tersebut menjadi maksimal dalam 6 jam dan menghilang setelah 24 jam.
Peningkatan neutrofil tersebut disebabkan oleh peningkatan aliran masuk ke
dalam darah dan sum-sum tulang dan penurunan migrasi dan pembuluh darah,
sehingga menyebabkan penurunanjumlah sel pada tempat inflamasi.8,9
Glukokortikoid juga menghainbat fungsi makrofag jaringan dan sel
penyebab antigen lairinya.Kemanipuan sd tersebut untuk bereaksi terhadap
antigen dan mitogen diturunkan. Efek terhadap makrofag tersebut terutama
menandai dan membatasi kemampuannya untuk memfagosit dan membunuh
mikroorgamsme serta menghasilkan tumor nekrosis factor-a, interleukin-1,
metalloproteinase dan activator plasminogen. Selain efeknya terhadap fungsi
leukosit, glukokortikoid mempengaruhi reaksi inflamasi dengan cara menurunkan
sintesis prostaglandin, leukotrien dan platelet-activating factor.8,9,10
Efek katabolik dari kortikosteroid bisa dilihat pada kulit sebagai gambaran
dasar dan sepanjang penyembuhan luka. Konsepnya berguna untuk memisahkan
10
diabsorpsi sistemik yaitu contohnya pada ruang sinovial. Jika pemberian lokal
tersebut dalam jangka panjang, ditutup oleh penutup yang kuat dan rapat, atau
pemberiannya meliputi area kulit yang luas, absorpsi secara sistemik akan terjadi
dan cukup untuk menimbulkan efek sistemik, termasuk mengganggu aksis
hormonal.5,6
b. Transportasi, Metabolisme, dan Ekskresi
Setelah diabsorpsi, lebih dari 90% kortisol di plasma akan terikat pada
protein secara reversibel dengan kondisi normal. Hanya fraksi kortikosteroid yang
tidak terikat yang akan masuk ke dalam sel untuk menimbulkan efek. Dua protein
plasma yang mengikat yaitu corticosteroid binding-globulin (CBG) atau
transcortin dan albumin. CBG merupakan globulin- yang diproduksi hepar yang
memiliki afinitas tinggi (umumnya konstan 7,6 x 107 M-1) untuk steroid, tetapi
dengan kapasitas ikatan yang rendah. Albumin sebaliknya, afinitas ikatan rendah
(1), tetapi memiliki kapasitas ikatan yang besar. CBG relatif akan mengikat
kortisol (hidrokortison dan yang serupa), sedangkan albumin mengikat
glukokortikoid lainnya, sehingga konsentrasi hidrokortison relatif akan lebih
besar ditemukan dengan bentuk bebasnya.
Metabolisme hormone steroid meliputi penambahan atom hydrogen
maupun oksigen untuk merubah menjadi bentuk turunan yang larut air. Reduksi
ikatan 4,5 terjadi di hepar dan di ekstrahepatik, menimbulkan senyawa inaktif.
Kemudian, reduksi gugus 3-keton menjadi turunan 3-hidroksil, membentuk
tetrahidrokortisol hanya terjadi di hepar. Sebagian besar steroid ring-A yang
terduksi 3- hidroksil dikonjugasi oleh glukuronida atau sulfat dengan reaksi
enzimatik di hepar, juga sebagian kecil di ginjal. Hasil ester sulfat dan
glukuronida larut dalam air dan diekskresi sebagian besar di ginjal. Ekskresi juga
didapatkan melalui biliar dan feses. Metabolisme inaktivasi kortisol menjadi
bentuk turunan 11-keto, kortison. Metabolit kortison dapat dikembalikan menjadi
kortisol terjadi sebagian besar di hepar, juga terjadi di kulit, jaringan adiposa,
tulang, dan mata terkait enzim tipe 1 isozyme (11HSD1).6
11
2.1.5. Farmakodinamik
Sebagian besar efek-efek yang diketahui dari glukokortikoid diperantarai
reseptor glukokortikoid yang terdistribusi secara luas. Protein-protein ini
merupakan anggota dari superfamili reseptor inti yang meliputi steroid, sterol
(vitamin D), thyroid, asam retinoid, dan reseptor lainnya yang belum atau tidak
diketahui perikatannya. Semua reseptor ini berinteraksi dengan promotor dan
regulator transkripsi dari gen target. Jika tidak ada ikatan hormonal, reseptor
glukokortikoid (RG) terdapat di siplasma, dengan kompleks heat shock protein
(Hsp). Hormon bebas dalam plasma dan cairan interstitial memasuki sel dan
berikatan dengan reseptor, menginduksi perubahan yang mendisosiasikan Hsp.
Kompleks ikatan reseptor kemudian mentransportasikan ke dalam inti sehingga
berinteraksi dengan DNA dan protein inti. 5
12
13
14
15
kalsium.
Glukokortikoid
juga
memiliki
efek
terhadap
sistem
menjadi
tiga golongan
berdasarkan
masa
kerjanya,
potensi
16
17
18
dosisnya diturunkan. Bila dosis telah mencapi 7,5 mg prednison, selanjutnya pada
hari yang seharusnya bebas obat tidak diberikan kortikosteroid lagi. Alasannya
ialah bila diturunkan berarti hanya 5 mg dan dosis ini merupakan dosis fisiologik.
Seterusnya dapat diberikan selang sehari.1
Terjadinya efek samping tergantung pada dosis, lama pengobatan dan
macam kortikosterid. Pada pengobatan jangka pendek (beberapa hari / minggu)
umumnya tidak terjadi efek samping yang gawat. Sebaliknya pada pengobatan
jangka panjang (beberapa bulan / tahun) harus diadakan tindakan untuk mencegah
terjadinya efek tersebut, yaitu:
1. Diet tinggi protein dan rendah garam.
2. Pemberian KC1 3x500 mg sehari untuk orang dewasa, jika terjadi
defisiensi Kalium
3. Obat anabolik
4. ACTH diberikan 4 minggu sekali, yang biasanya diberikan ialah
ACTH sintetik, yaitu synacthen depot sebanyak 1 mg (100 IU), pada
pemberian kortikosteroid dosis tinggi dapat diberikan seminggu sekali.
5. Antibiotik perlu diberikan, jika dosis prednison melebihi 40 mg sehari
6. Antasida
Saluran cerna
19
Otot
Tulang
Kulit
Hirsutisme, hipotropi, striae atrofise, dermatosis
akneiformis, purpura,
6
7
Mata
Darah
Pembuluh darah
Kelenjar adrenal
bagian kortek
10 Metabolisme protein,
KH dan lemak
11 Elektrolit
12 Sistem immunitas
Efek samping pada tulang terjadi umumnya pada manula dan wanita saat
menopause. Efek samping lain adalah sindrom Cushing yang terdiri atas moon
face, buffalo hump, penebalan lemak suprakavikula, obesitas sentral, striae
atrofise, purpura, dermatosis akneformis dan hirsustisme. Selain itu juga
gangguan
menstruasi,
nyeri
kepala,
pseudotumor
serebri,
impotensi,
20
Macam
Kortikosteroid
1. Kerja singkat
a. Hidrokortison
b. Kortison
2. Kerjasedang
a. Meprednison
b.Metilprednisolon
Potensi
glukokortikoid
Dosis ekuivalen
(mg)
Potensi
mineralokortikoid
1
0,8
20,0
25,0
2+
2+
4-5
5
4
4
5
4,0
4,0
5,0
5,0
4,0
0
0
1+
1+
0
c. Prednisolon
d. Prednison
e. Triamsinolon
3. Kerjalama
a. Betametason
20-30
0,60
0
b. Deksametason
20-30
0,75
0
c. Parametason
10
2,0
0
Tabel 3. Mengenal lama kerja, potensi glukokortikoid, dosis ekuivalen,
dan potensi mineralokortikoid
Keterangan:
Masa paruh biologik kortikostreroid
Kerja singkat : 8-12 jam
Kerja sedang : 12-36 jam
Kerja lama
: 36-72 jam
21
22
No
1
2
3
4
Efek samping
Hipertensi
Berat badan meningkat
Reaktivasi infeksi
Abnormalitas metabolik
Monitor
Tekanan darah
Berat badan
PPD, (12 han setelah pemakaian prednison)
Elektrolit, lipid, glukosa (t.u penderita
diabetes
5
6
7
8
Osteoporosis
Mata
dan hiperlipidemia)
Densitas tulang
Katarak
Glaukoma
bulan)
Tekanan intraokular (saat bulan pertama dan
Ulkus peptik
ke enam)
Pertimbangkan pengunaan antagonis H2 atau
23
24
Nama penyakit
Dermatitis
Deksametason 6x5 mg
Eritroderma
Reaksi lepra
Prednison 3x10 mg
LED
Prednison 3x10 mg
Pemfigoid bulosa
Prednison 40-80 mg
Pemfigus vulgaris
Prednison 60-150 mg
Pemfigus foliaseus
Prednison 3x20 mg
Pemfigus eritematosa
Prednison 3x20 mg
Psoriasis pustulosa
Prednison 4x 10 mg
25
Dosis yang tertulis ialah dosis patokan untuk orang dewasa menurut
pengalaman, tidak bersifat mutlak karena bergantung pada respons penderita.
Dosis untuk anak disesuaikan dengan berat badan / umur. Jika setelah beberapa
hari belum tampak perbaikan, dosis ditingkatkan sampai ada perbaikan.7
2.2.6. Kontraindikasi
Kontraindikasi pada kortikosteroid terdiri dari kontraindikasi mutlak dan relatif.
Pada kontraindikasi absolut, kortikosteroid tidak boleh diberikan pada keadaan
infeksi jamur yang sistemik, herpes simpleks keratitis, hipersensitivitas biasanya
kortikotropin
dan
preparat
intravena.
Sedangkan
kontraindikasi
relatif
BAB III
KESIMPULAN
26
DAFTAR PUSTAKA
27
28