Professional Documents
Culture Documents
ii
DAFTAR ISI
Judul.....................................................................................................................i
Halaman Pengesahan..........................................................................................ii
Daftar Isi..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Tujuan......................................................................................................2
BAB II ISI...........................................................................................................4
A.
B.
C.
D.
Definisi....................................................................................................4
Etiologi dan Predisposisi.........................................................................4
Patofisiologi
...........................................................................5
Penegakan Diagnosis .............................................................................9
1. Anamnesa..........................................................................................9
2. Pemeriksaan Fisik.............................................................................10
3. Pemeriksaan Penunjang....................................................................14
4. Gold Standard Diagnosis ..................................................................19
E. Penatalaksanaan......................................................................................20
F. Prognosis.................................................................................................21
G. Komplikasi..............................................................................................21
BAB III KESIMPULAN.....................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai
respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen,
menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema,
edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda
polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya
beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis
(Sularsito, dkk, 2011).
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan
atau substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua macam jenis
dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis
kontak alergik (DKA), keduanya dapat bersifat akut maupun kronik.
Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik,
sehingga kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses
sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak alergik terjadi pada seseorang
yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen (Sularsito, dkk,
2011).
Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih
sedikit, karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka
(hipersensitif). Diramalkan bahwa jumlah DKA maupun DKI makin
bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah produk yang mengandung
bahan kimia yang dipakai oleh masyarakat. Namun informasi mengenai
prevalensi dan insidensi DKA di masyarakat sangat sedikit, sehingga
berapa angka yang mendekati kebenaran belum didapat (Sularsito, dkk,
2011).
Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak
80% dan DKA 20%, tetapi data baru dari Inggris dan Amerika Serikat
menunjukkan bahwa dermatitis kontak akibat alergi ternyata cukup tinggi
yaitu berkisar antara 50 dan 60 persen. Sedangkan dari satu penelitian
ditemukan frekuensi DKA bukan akibat kerja tiga kali lebih sering dari
pada DKA akibat kerja (Sularsito, dkk, 2011). Usia tidak mempengaruhi
timbulnya sensitisasi, tetapi umumnya DKA jarang ditemui pada anak-
anak. Prevalensi pada wanita dua kali lipat dibandingkan pada laki-laki.
Bangsa kaukasian lebih sering terkena DKA dari pada ras bangsa lain
(Sumantri, dkk, 2005).
Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat
molekul umumnya rendah (<1000 dalton), merupakan allergen yang belum
diproses, disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus
stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya (sel
hidup). Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya
potensi sensitisasi alergen, dosis perunit area, luas daerah yang terkena,
lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum, dan
pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak
(keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologik
(misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari) (Sularsito, dkk,
2011).
Pentingnya deteksi dan penanganan dini pada penyakit DKA
bertujuan untuk menghindari komplikasi kronisnya. Apabila terjadi
bersamaan dengan dermatitis yang disebabkan oleh faktor endogen
(dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis) atau terpajan oleh
alergen yang tidak mungkin dihindari(misalnya berhubungan dengan
pekerjaan tertentu atau yang terdapat pada lingkungan penderita) dapat
menyebabkan prognosis menjadi kurang baik. Oleh karena itu penting
untuk diketahui apa dan bagaiman DKA sehingga dapat menurunkan
morbiditas dan memperbaiki prognosis DKA.
B. Tujuan
1. Mengetahui definisi dan epidemiologi pada penyakit Dermatitis
Kontak Alergi
2. Mengetahui etiologi dan predisposisi pada penyakit Dermatitis Kontak
Alergi
3. Mengetahui patofisiologi pada penyakit Dermatitis Kontak Alergi
4. Mengetahui penegakan diagnosis pada penyakit Dermatitis Kontak
Alergi
5. Mengetahui penatalaksanaan pada penyakit Dermatitis Kontak Alergi
6. Mengetahui prognosis pada penyakit Dermatitis Kontak Alergi
7. Mengetahui komplikasi pada penyakit Dermatitis Kontak Alergi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit)
yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi
(Siregar, 2004).
B. Etiologi dan Predisposisi
1. Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling
sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000
Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul
dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan
luasnya penetrasi di kulit (Djuanda, 2005).
Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari
tumbuh-tumbuhan. Sembilan puluh persen dari populasi mengalami
sensitisasi terhadap tanaman dari genus Toxicodendron, misalnya
poison ivy, poison oak dan poison sumac. Toxicodendron mengandung
urushiol yaitu suatu campuran dari highly antigenic 3- enta decyl
cathecols. Bahan lainnya adalah nikel sulfat (bahan-bahan logam),
potassium dichromat (semen, pembersih alat -alat rumah tangga),
formaldehid,
etilendiamin
(cat
rambut,
obat-obatan),
apabila satus higinienya baik dan didukung status gizi yang cukup, maka
potensi sensitisasi allergen akan tereduksi dari potensi yang seharusnya.
Sehingga sistem imunitas tubuh dapat dengan lebih cepat melakukan
perbaikan bila dibandingkan dengan keadaan status higinie dan gizi
individu yang rendah. Selain hal hal diatas, faktor predisposisi lain yang
menyebabkan kontak alergik adalah setiap keadaan yang menyebabkan
integritas kulit terganggu, misalnya dermatitis statis (Baratawijaya, 2006).
C. Patofisiologi
Dermatitis kontak alergi atau DKA disebabkan oleh pajanan secara
berulang oleh suatu alergen tertentu secara berulang, seperti zat kimia
yang sangat reaktif dan seringkali mempunyai struktur kimia yang sangat
sederhana. Struktur kimia tersebut bila terkena kulit dapat menembus
lapisan epidermis yang lebih dalam menembus stratum corneum dan
membentuk kompleks sebagai hapten dengan protein kulit. Konjugat yang
terbentuk diperkenalkan oleh sel dendrit ke sel-sel kelenjar getah bening
yang mengalir dan limfosit-limfosit secara khusus dapat mengenali
konjugat hapten dan terbentuk bagian protein karier yang berdekatan.
Kojugasi hapten-hapten diulang pada kontak selanjutnya dan limfosit yang
sudah disensitisasikan memberikan respons, menyebabkan timbulnya
Kontak Dengan
Alergen secara
Berulang
Menembus lapisan
corneum
Sel langerhans
keluarkan sitokin
Sitokin akan
memproliferasi sel
T dan menjadi
lebih banyak dan
memiliki sel T
memori
Hapten + HLA-DR
Sitokin akan keluar
dari getah bening
Membentuk
antigen
Beredar ke seluruh
tubuh
Dikenalkan ke
limfosit T melalui
CD4
Individu
tersensitisasi
Fase Sensitisasi
(I)
Pajanan ulang
Sel T memori
Aktivasi sitokin
inflamasi lebih
kompleks
Respons klinis DKA
Proliferasi dan
ekspansi sel T di
kulit
Faktor kemotaktik,
IFN keratinosit
LFA -1, IL-1, TNF-
Molekul larut
(komplemen dan klinin)
ke epidermis dan
dermis
Dilatasi vaskuler
dan peningkatan
permeabilitas
vaskuler
D. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesa
Diagnosis DKA didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat
dan pemeriksaan klinis yang teliti. Penderita umumnya mengeluh gatal
(Sularsito, 2010).
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan
kelainan kulit berukuran numular di sekitar umbilikus berupa
10
pekerjaan
keluarga
Riwayat penyakit
sebelumnya
spesifik
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi
dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan
penyebabnya. Berbagai lokasi terjadinya DKA dapat dilihat pada tabel
2.2. Misalnya, di ketiak oleh deodoran; di pergelangan tangan oleh jam
tangan; di kedua kaki oleh sepatu/sandal. Pemeriksaan hendaknya
dilakukan di tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit untuk
melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen
(Sularsito, 2010).
11
Kemungkinan Penyebab
Pekerjaan yang basah (Wet Work) misalnya
memasak makanan (getah sayuran, pestisida)
Lengan
Ketiak
Wajah
di pakaian.
Bahan kosmetik, spons (karet), obat topikal,
alergen di udara (aero-alergen), nikel (tangkai
Bibir
Kelopak mata
kacamata).
Lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan.
Maskara, eye shadow, obat tetes mata, salep
Telinga
mata.
Anting
Leher
Badan
warna pakaian.
Tekstil, zat warna, kancing logam, karet
yang
terbuat
dari
nikel,
tangkai
Genitalia
nilon,
kondom,
obat
topikal,
sepatu/sandal.
Pada pemeriksaan fisik dermatitis kontak alergi secara umum
dapat diamati beberapa ujud kelainan kulit antara lain edema,
papulovesikel, vesikel atau bula. Ujud kelainan kulit dapat dilihat pada
beberapa gambar berikut :
12
13
14
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji Tempel
Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran
morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik,
dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis
15
16
17
18
19
atau
eritromisin)
dengan
dosis
bersamaan
dengan
dermatitis
yang
disebabkan
oleh
22
BAB III
KESIMPULAN
1. Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang
timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi.
2. Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa
bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga
disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh
potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit.
3. Gejala klinis DKA, pasien umumnya mengeluh gatal. Pada yang akut
dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti
edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Pada yang kronis terlihat kulit
kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin fisur, batasnya tidak
jelas.
4. Gold standar pada DKA adalah dengan menggunakan uji tempel. Uji
tempel (patch test) dengan bahan yang dicurigai dan didapatkan hasil
positif.
5. Penatalaksanaan
dari
DKA
dapat
secara
medikamentosa
serta
23
DAFTAR PUSTAKA
24
Tersedia
dalam
http://www.bad.org.uk/portals/_bad/guidelines/clinical
%20guidelines/contact%20dermatitis%20bjd%20guidelines%20may
%202009.pdf. Diakses pada tanggal 22 November 2012
Djuanda, Suria dan Sularsito, Sri. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4.
Jakarta: FK UI
Morgan, Geri, Hamilton, Carole. 2009. Obstetri & Ginekologi: Panduan Praktik
Edisi 2. Jakarta : EGC
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses
Penyakit. Jakarta : EGC.
Siregar, R.S,. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC
Sularsito dan Djuanda. 2007. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi ke 5. Jakarta : FKUI
Sularsito, Sri Adi dan Suria Djuanda. 2010. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin Edisi 6. Jakarta : FKUI
Sularsito, Sri Adi, Suria Djuanda. 2011. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Jakarta : FKUI.
Sumantri, M.A., Febriani, H.T., Musa, S.T. 2005. Dermatitis Kontak. Yogyakarta :
Fakultas Farmasi UGM
Thyssen, Jacob Pontoppidan. 2009. The Prevalence and Risk Factors of Contact
Allergy in the Adult General Population. Denmark : National Allergy
Research Centre, Departement of Dermato-Allergology, Genofte Hospital,
University of Copenhagen .
Trihapsoro, Iwan. 2003. Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat Jalan di
RSUP Haji Adam Malik Medan. Universitas Sumatra Utara, Medan.
Tersedia dalam :
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6372
25