Professional Documents
Culture Documents
IKIP PGRI Bali merupakan salah satu institusi yang berkonsentrasi pada ilmu
pendidikan. Dinamika ilmu pendidikan amatlah pesat. Oleh karena itu diperlukan
wadah untuk menghimpun dan mempublikasikan perkembangan ilmu pendidikan itu.
Berdasarkan kesadaran dan komitmen civitas akademika, IKIP PGRI Bali berhasil
mewujudkan idealisme ilmiahnya melalui jurnal pendidikan Widyadari yang terbit
dua kali dalam setahun, yakni bulan April dan Oktober. Apa yang ada ditangan
pembaca yang budiman saat ini merupakan jurnal pendidikan Widyadari Nomor 17
Tahun XI April 2015.
Jurnal pendidikan Widyadari ini memiliki makna tersendiri. Penerbitan edisi
ini disebarkan baik secara internal di kampus IKIP PGRI Bali, dan juga disebarkan
pada alumni beserta komunitas akademik yang lebih luas. Jurnal pendidikan
widyadari kali ini memuat tiga belas artikel ilmiah dari dosen di lingkungan IKIp
PGRI Bali dan alumi IKIP PGRI Bali. Adanya sumbangan dari alumni kampus IKIP
PGRI Bali diharapkan memperluas cakrawala ilmiah komunitas akademik.
Semoga penerbitan jurnal pendididkan Widyadari ini menjadi wahana yang
baik untuk membangun atmosfer akademik. Akhirnya, sumbangan pemikiran, kritik,
dan saran dari pembaca diharapkan dapat memperbaiki terbitan edisi selanjutnya.
Redaksi
DAFTAR ISI
ii
18
36
51
62
91
iii
221
iv
Oleh:
Dr. A.A. Ngurah Adhiputra, MPd.
Dosen FIP. IKIP PGRI Bali
ABSTRACT
Guidance teacher and counseling or counselor as a professional educator is a
bachelor (S-1) in education of guidance and counseling department and has
completed the teacher professional education program guidance and counseling or
counselor (PPG LB/K), which provides expert guidance and counseling services,
while individuals who receive guidance and counseling services are called counselee.
The existence of guidance teacher and counseling or counselor in the national
education system is expressed as one of educational qualifications, in line with the
qualifications of teachers, lecturers, learning-educators, tutors, lecturers, facilitators
and instructors (Law no. 2 20/2003, Article 1, paragraph 6). It is believed that the
principals support in the implementation and management guidance and counseling
program in schools is essential. The relationship between the principle and counselor
is very important especially in determining the effectiveness of the program.
Principals who understand well the guidance and counseling profession will: (1)
giving credence to counselors and maintaining regular communication in various
forms, (2) understanding and formalizing the role of the counselor, and (3) placing
the staffs of the school as a team or partners.
Key words: make the principles understand; freeing the counselor from irrelevant
task; counselor responsibility; building standard supervision
PENDAHULUAN
Guru profesional adalah guru yang dalam melaksanakan tugas profesi
kependidikan mampu menampilkan kinerja atas penguasan kompetensi akademik
kependidikan dan kompetensi penguasaan substansi dan/atau bidang studi sesuai
bidang ilmunya. Keberadaan Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor dalam
sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar
dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan
instruktur (UU No. 20/2003, pasal 1 ayat 6). Namun pengakuan secara eksplisit dan
kesejajaran posisi antara kualifikasi tenaga pendidik satu dengan yang lainnya tidak
1
Wilayah
Manajemen
& Kepemimpinan
Manajemen
& Suvervisi
Wilayah
Pembelajaran
yg Mendidik
Pembelajaran
Bidang
Studi
Wilayah
Bimbingan &
Konseling yg
Memandirikan
Bimbingan &
Konseling
Gambar 01
Wilayah Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Dalam Jalur Pendidikan Formal
Tujuan:
Perkembangan
Optimal
Tiap
Peserta
Didik
Penghormatan kepada
Keunikan dan
Komplementaritas
Layanan
Gambar 02
Wilayah Pembelajaran
yang Mendidik
dan
konseling
atau
konselor
dirujuk
kepada
guru
untuk
Dimensi
1.
Wilayah Gerak
Dimensi
Formal
2.
Tujuan Umum
3.
Konteks Tugas
Fokus kegiatan
Pengembangan kemampuan
penguasaan bidang studi dan
penyelesaian masalahmasalahnya.
Hubungan
kerja
Target Intervensi:
Individual
Minim
Utama
Kelompok
Pilihan strategis
Pilihan strategis
Klasikal
Ekspektasi Kinerja:
Utama
Minim
4.
5.
Ukuran
keberhasilan
- Pencapaian Standar
Kompetensi Lulusan
- Lebih bersifat kuantitatif
Pendekatan
umum
Pemanfaatan Instructional
Effects & Nurturant Effects
melalui pembelajaran yang
mendidik.
Perencanaan
tindak
intervensi
Pelaksanaan
tindak
intervensi
Penyesuaian proses
berdasarkan respons
ideosinkratik peserta didik
yang lebih terstruktur.
Pembahasan
2.1. Peran Kepala Sekolah dalam memahami Langkah-langkah
Penegasan Indentitas Profesi
Sejarah menunjukkan terjadinya ragam pemaknaan dan pemahaman
terhadap bimbingan dan ko nseling, dan memperhadapkan konselor kepada
konflik,
ket idak-konsistenan,
dan
ket idak-kongruenan
peran.
Untuk
Sudah
saatnya
menegaskan
bahwa
menjadi
strategi
assesment
lingkungan
dalam
kaitannya
dengan
Diakui bahwa di Indonesia public trust terhadap profesi konseling ini masih
sangat lemah, sehingga identitas profesi konseling-pun masih sangat lemah. Upaya
upaya yang perlu dipertimbangkan untuk memperkuat identitas profesi konseling di
Indonesia antara lain :
a. Menata organisasi asosiasi profesi konseling (ABKIN) menjadi betul-betul
sebagai organisasi profesi yang dapat menumbuhkan public trust.
b. Menetapkan tingkat pendidikan minimum untuk persyaratan konselor
profesional, misalnya tingkat pendidikan program Magister dan atau melalui
pendidikan profesi konselor.
c. Kredensial (penganugrahan surat kepercayaan) dilakukan oleh organisasi
profesi dengan standar assesment secara lokal dan nasional.
d. Pemberian kesempatan kepada para konselor yang memenuhi standar profesi
untuk melaksanakan praktek privat dan indipendent di masyarakat.
e. Menata ulang dan memasyarakatkan kode etik profesi termasuk kode etik
untuk konseling jarak jauh atau cyber counselling.
f. Memperkokoh kesejawatan antar profesi yang terkait dengan helping
relationship seperti: psikologi, dokter, pekerja sosial, dsbnya.
2.4. Tantangan dan Arah Profesional Bimbingan dan Konseling
Esensi tantangan dalam profesional bimbingan dan konseling terletak dalam
pemantapan identitas profesi bimbingan dan konseling itu sendiri. Krisis identitas
akan menimbulkan kesulitan pemantapan unjuk kerja profesional di kalangan orangorang yang mengeluti dunia bimbingan dan konseling. Pemantapan identitas profesi
bimbingan dan konseling memerlukan pemantapan dalam segi-segi sebagai berikut:
a. Wawasan profesional yang akan menjadi dasar dalam melakukan timbangan
profesional (professional judgment) dalam menentukan suatu tindakan
layanan. Apakah suatu tindakan itu profesional atau tidak profesional antara
lain terletak timbangan profesional (professional judgment) yang mendasari
tindakan itu.
10
11
12
Program studi
13
Simpulan
Mengkaji kualifikasi profesional petugas bimbingan (konselor) di Indonesia
tidak dapat lepas dari eksistensi profesi bimbingan dan konseling di dalam sistem
pendidikan Indonesia. Berdasarkan GBHN tahun 1988, pendidikan di Indonesia
bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu: manusia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang maha Esa, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggungjawab, mandiri,
cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani (Sunaryo, 1989: 1).
Kata meningkatkan dalam rumusan tujuan tersebut mengandung arti bahwa
pendidikan merupakan upaya membawa manusia Indonesia mencapai kualitas hidup
yang lebih baik. Ini berarti pula bahwa pendidikan nasional Indonesia adalah upaya
membawa manusia Indonesia mencapai tingkat perkembangan yang lebih tinggi atas
dasar iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam konteks dan tatanan kehidupan masyarakat manapun memang
pendidikan akan selalu berhadapan dengan manusia yang sedang berada dalam proses
berkembang. Secara psikologis proses perkembangan tersebut adalah proses yang
bersifat individual. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pendidikan merupakan alat
untuk membantu manusia menjadi apa yang dapat dia lakukan dan bagaimana
seharusnya dia menjadi sesuai dengan hakekat keberadaannya. Ini mengandung arti
bahwa proses pendidikan itu adalah proses yang dialami secara individual.
Semua ciri-ciri kualitas manusia Indonesia yang tersurat dalam GBHN tahun
1988 tersebut di atas, adalah ciri-ciri yang diharapkan dimiliki oleh semua manusia
Indonesia sebagai identitas diri dan budayanya. Mengingat proses pendidikan itu
pada hakekatnya merupakan proses individual, maka pencapaian atau pemilikan
14
15
Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional, 2003, Kurikulum Berbasis Kompetensi Standar
Kompetensi Mata Pelajaran Sains Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Departemen Pendidikan Nasional, 2003, Undang-undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional
Departemen Pendidikan Nasional, 2005, RENSTRA Departemen Pendidikan
Nasional 2005-2009, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Departemen Pendidikan Nasional, 2006, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru,
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Directorate General of Higher Education, Ministry of Education, 2003, Higher
Education Long Term Strategy 2003-2010. Jakarta: Directorate General of
Higher Education Ministry of Education Republic of Indonesia
Direktorat Pembinaan Akademik dan Kamahasiswaan, 2003, Pedoman Penjaminan
Mutu (Quality Assurance) Pendidikan Tinggi. Jakarta: Direktorat Pembinaan
Akademik dan Kamahasiswaan. Ditjen Dikti. Depdiknas
Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Pendidikan
Tinggi. 2003. Naskah Akademik Standar Kompetensi Guru SD-MI. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan
Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen
Pendidikan Nasional.
Engels, D.W dan J.D. Dameron, (Eds). 2005. The Professional Counselor
Competencies: Performance Guidelines and Assessment. Alexandria, VA:
AACD.
Faiver, C., S. Eisengart, dan R. Colonna. 2004. The counselor interns handbook.
(3rd Edition). Belmont, CA: Brooks/Cole
Gardner, H. 1993. Frame of Mind: The theory of multiple intelligences . N.Y.: Basic
Books.
16
17
menurut
Classification
of
klasifikasi
Education)
dan
ISCE
(International
Standard
ISCO
(International
Standard
learning
to
be,
serta;
belajar
sepanjang
hayat
(learning
throughoutlife).
Perubahan-perubahan mendasar pendidikan yang berlangsung di
abad 21 ini, akan meletakkan kedudukan pendidikan sebagai: (i) lembaga
18
pendidikan
sebagai tempat
pengembangan
budaya
dan
informasi
(IT),
dan
sumber
daya
manusia
(SDM).
3. Dukungan Teori
Prosser (1925) menjelaskan bahwa pendidikan vokasi memiliki
prinsip-prinsip sebagai berikut : 1) Pendidikan vokasi akan efisien jika
lingkungan di mana peserta didik dilatih merupakan replika
lingkungan dimana nanti dia akan bekerja, 2) Pendidikan vokasi yang
efektif hanya dapat diberikan di mana tugas-tugas latihan dilakukan
dengan cara, alat, dan mesin yang sama seperti yang ditetapkan di
tempat kerja. 3) Pendidikan vokasi akan efektif jika dia melatih
seseorang dalam kebiasaan berpikir dan bekerja seperti yang
diperlukan dalam pekerjaan itu sendiri.
Sayling Wen (2003) menyatakan bahwa terjadinya perubahan
dalam kualitas pendidikan masa depan. Perubahan tersebut antara lain:
(1) perubahan dari pendidikan yang berorientasi pada pengetahuan
menjadi
diindividualisasikan
yang
didesentralisasikan,
(3)
dari
langsung
kepada
tuntutan
pengetahuan,
sikap,dan
Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan
telah
dilakukan
oleh
pendidikan
kejuruan
berdasarkan
Kepmendiknas
No.045/U/2002
kurikulum
pada
mengembangkan
keahlian
terapan,
beradaptasi pada
bidang
antara
pemerintah,
pemerintah
daerah,
dunia
kerja
(dunia
dalam
Planning The
Curriculum
- Establish a Decision
making Proses
- Collect and Assess
School-related Data
- Collect and Asses
Community-related
Data
Establishing
Curriculum Content
- Utilize Strategies to
Determine Content
- Make Curriculum
Content Decisions
-Develop Curriculum
Goals and Objectives
Implementing The
Curriculum
- Identify and Select
Materials
- Develop Materials
- Select Delivery
Strategies
- Assess the
Curriculum
24
No.045/U/2002
Surat Keputusan Mendiknas nomor 045/U/2002. tentang
Kurikulum Inti Perguruan Tinggi mengemukakan "Kompetensi
adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang
dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh
masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan
tertentu".
Kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang
pada tahap perencanaan, terutama dalam tahap pengembangan
ide
akan
dipengaruhi
oleh
kemungkinan-kemungkinan
kurikulum
institusional
berisikan
kompetensi
bersama
antara
sebenarnya
merupakan
penyempurnaan
dari
yang
sebelumnya.
1) Model Administratif.
Model ini merupakan model pengembangan kurikulum yang
paling lama dan paling banyak digunakan. Gagasan pengembangan
kurikulum
datang
dari
para
administrator
pendidikan
dan
dan
merevisi
hasil
ujicoba,
serta
mengkonsolidasikannya.
4) Menyusun kerangka teroritis.
5) Menyusun kurikulum yang dikembangkan secara menyeluruh dan
mengumumkannya.
5) The Systemic Action-Research Model
Model kurikulum ini didasarkan pada
asumsi bahwa
profesional.
Penyusunan
kurikulum
dengan
pengembangan
kurikulum
dengan
memanfaatkan
dalam
menentukan
dan
mengembangkan
isi
Context
Input
Curriculum Planing &
Development
Product
Process
4. Simpulan
1. Desain kurikulum dengan model Grass Root. Alasan dipilihnya model
tersebut adalah, (1) karena sistem pendidikan yang berlaku saat ini adalah
sistem desentralisasi, sehingga pengembangan kurikulum berlaku bottomup, (2) model ini melibatkan lembaga, instansi, dan para praktisi industri
33
SUMBER :
Buku Teks :
1. Indermit S. Gill, Fred Fluitman, & Amit Dar. (2000).
Vocational Education & Training Reform. Matching Skills
to Market and Budget. Oxford University Press.
2. Finch, C. R., & Crunkilton, J. R. (1979). Curriculum
Development in Vocational and Technical Education :
Planning, Content and Implementation. Boston,
Massachusetts : Allyn & Bacon, Inc.
3. Rahn, M. L., ODriscoll, P., & Hudecki, P. (1999). Taking
off!: Sharing state-level accountability strategies. Berkeley,
CA: National Center for Research in Vocational Education.
4. DACUM Handbook . (2008)
5. Robert S. Zais. Curriculum Principles and Foundations.
(1976). Harper & Row, Publishers.
6. Hilda Taba. Curriculum Development. Theory and
Practice. (1962). Harcourt Brace Jovanovich, Inc.
7. Naskah lengkap dalam Learning: the Treasure Within,
1996. Report to UNESCO of the International Comission
on Education for the Twenty-first Century. UNESCO
Publishing/The Australian National Commission for
UNESCO. 266 hal.
Jurnal Internasional :
1. Steven R. Aragon, Hui-Jeong Woo, Matthew R. The Role
of National Industry-Based Skill Standards in The
34
35
36
Pendahuluan
Pembelajaran bahasa merupakan alat untuk belajar berkomunikasi,
mengingat bahasa merupakan sarana komunikasi dalam masyarakat. Untuk dapat
berkomunikasi dengan baik, maka seseorang perlu belajar cara berbahasa yang
baik dan benar. Pembelajaran tersebut akan lebih baik apabila dipelajari sejak usia
dini dan secara berkesinambungan. Oleh sebab itu, pembelajaran bahasa
disertakan dalam kurikulum. Hal ini berarti bahwa, setiap peserta didik dituntut
agar mampu menguasai bahasa yang mereka pelajari terutama dalam penggunaan
bahasa resmi yang dipakai oleh warga negara khususnya bagi peserta didik.
Bahasa Indonesia menjadi materi pembelajaran yang wajib diberikan di setiap
jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga di perguruan tinggi. Hal ini
dilakukan agar peserta didik mampu menguasai Bahasa Indonesia dengan baik
dan benar serta mampu menerapkannya dalam kehidupan masyarakat.
Menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa yang
mendasar (berbicara, mendengar, menulis, dan membaca). Dewasa ini,
keterampilan berpikir kritis (critical thinking) dan literasi (literacy skill) sudah
menjadi
keterampilan
berbahasa
lanjutan
(advanced
linguistic
skill)
(Zainurrahman 2011: 2)
Selama ini pembelajaran menulis wacana deskripsi dilakukan secara
umum. Dalam hal ini siswa diberi sebuah teori tentang menulis deskripsi,
kemudian siswa melihat contoh, dan akhirnya siswa ditugaskan untuk menulis
wacana deskripsi secara langsung.
Fenomena yang terjadi saat ini dalam pembelajaran menulis di sekolah,
khususnya di SMA Negeri 8 Denpasar, berdasarkan hasil survei yang telah
dilaksanakan menunjukkan bahwa rendahnya hasil pembelajaran menulis siswa
kelas X.3. Hal ini dapat dilihat dari hasil evaluasi (free test) dari menulis wacana
pada kelas tersebut, di mana dari 49 orang siswa hanya 10 orang siswa yang
berhasil mencapai ketuntasan belajar yaitu dengan nilai 75 ke atas, padahal
SKBM dari menulis wacana adalah 75. Ini berarti ketuntasan klasikal baru
tercapai sebesar 20% atau dengan kata lain secara klasikal belum tercapai. Selain
37
kontekstual
dengan
metode
observasi
merupakan
38
1 Tujuan Umum
Secara umum penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mengetahui
kemampuan siswa dalam menulis wacana.
2 Tujuan Khusus
Selain memiliki tujuan umum, penelitian ini juga memiliki tujuan khusus.
Adapun tujuan khusus penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui kemampuan siswa kelas X.3 SMA Negeri 8 Denpasar
tahun pelajaran 2013/2014 dalam menulis wacana deskripsi melalui
pendekatan kontekstual dengan metode observasi.
2. Untuk dapat mengetahui respon terhadap pendekatan kontekstual dengan
metode observasi dalam menulis wacana deskripsi siswa kelas X.3 SMA
Negeri 8 Denpasar tahun pelajaran 2014/2014.
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian tindakan kelas ini
dapat dibagi menjadi empat, yaitu bagi siswa, guru, sekolah, dan pengembangan
kurikulum.
1. Manfaat bagi siswa
Dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis pada umumnya,
menulis wacana deskripsi pada khususnya, serta meningkatkan kreativitas
dan keberanian siswa dalam berpikir.
2. Manfaat bagi guru
Untuk memperkaya khasanah/ wawasan metode dan strategi dalam
pembelajaran menulis, dapat memperbaiki metode yang tepat dalam
mengajar, dan dapat mengembangkan keterampilan guru Bahasa Indonesia
khususnya dalam menerapkan pembelajaran menulis wacana deskripsi
melalui pendekatan kontekstual dengan metode observasi.
3. Manfaat bagi sekolah
Dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam rangka memajukan dan
meningkatkan prestasi sekolah yang dapat disampaikan dalam pembinaan
guru
bahwa
alam
pembelajaran
menulis
wacana
deskripsi
39
dapat
4. Manfaat
bagi
pengembangan
kurikulum.
Dapat
dijadikan
bahan
40
Indikator yang ingin dicapai dalam penelitian tindakan kelas ini adalah
meningkatnya kemampuan menulis wacana deskripsi pada siswa kelas X.3 SMA
Negeri 8 Denpasar melalui pengoptimalan pemanfaatan pendekatan kontekstual
dengan metode observasi. Setiap tindakan menunjukkan peningkatan indikator
tersebut dirancang dalam satu siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu
1) perencanaan tindakan, 2) pelaksanaan tindakan, 3) observasi dan evaluasi, dan
4) analisis dan refleksi untuk perencanaan siklus berikutnya. Tahap ini dilakukan
dengan melaksanakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah
direncanakan. Pada siklus I, direncanakan satu kali pertemuan dengan alokasi
waktu 2 X 45 menit.
41
Siklus I
Siklus II
Observasi
Perencanaan
Observasi
Perencanaan
Refleksi
Tindakan
Refleksi
Tindakan
Data yang diperoleh dari penelitian ini masih merupakan skor mentah atas jawaban siswa
terhadap tes yang dikerjakan oleh siswa sebagai subjek penelitian sehingga data tersebut perlu
diolah dengan langkah- langkah sebagai berikut: (1) mengubah skor mentah menjadi skor
standar, (2) menentukan kreteria predikat, (3) kreteria ketuntasan minimal, (4) mencari skor ratarata, (5) skor maksimal ideal, dan (6) menarik kesimpulan.
Data respon siswa terhadap penerapan pendekatan kontekstual dikumpulkan melalui
angket dengan cara menyebarkan angket kepada siswa pada akhir siklus. Jumlah item dalam
angket sebanyak 10 item yang penyekorannya menggunakan skala likert 5. Angket yang
digunakan terdiri atas 5 alternatif jawaban yaitu: SS untuk pilihan sangat setuju, S untuk pilihan
setuju, KS untuk pilihan kurang setuju, TS untuk pilihan tidak setuju, dan STS untuk pilihan
sangat tidak setuju.
Data hasil wawancara dan penyebaran angket yang digunakan untuk mengetahui respon
siswa dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Data mengenai respon siswa dianalisis untuk
memperoleh gambaran tentang respon siswa terhadap proses pembelajaran yang dilaksanakan.
Skor Maksimal Ideal (SMI) respon siswa adalah 50 dan skor minimum idealnya adalah 10. Nilai
tersebut diperoleh dari penjumlahan nilai indikator respon siswa dengan 5 alternatif jawaban
respon siswa.
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Hasil pembelajaran menulis siswa, ditandai dengan keaktifan siswa dalam mengikuti
pembelajaran menulis, serta meningkatnya kemampuan siswa dalam menghasilkan kosa
kata yang bervariasi dalam tulisan, mampu menggorganisasikan gagasan dengan baik,
munculnya kreatifitas dan imajinasi siswa dalam menyusun kalimat- kalimat menjadi
sebuah tulisan yang baik, dan ada kesesuaian antara isi tulisan dengan objek yang diamati.
2. Ketuntasan hasil belajar ditandai dengan hasil pekerjaan siswa yang telah mencapai angka
75% ke atas dari jumlah KKM yang telah ditentukan.
43
44
45
46
deskripsi dengan pendekatan kontekstual, maka ketuntasan belajar siswa dapat mencapai hasil
yang maksimal.
Berdasarkan analisis data menunjukan bahwa penerapan pendekatan kontekstual dengan
metode observasi mampu meningkatkan kemampuan menulis wacana deskripsi siswa. Hal ini
terlihat dari rata- rata kelas sebesar 54,02 pada siklus I yang kemudian meningkat menjadi 82,45
pada siklus II.
Peningkatan ini tidak hanya pada rata- rata kelas saja tetapi, secara individual juga
mengalami peningkatan dimana pada siklus I terdapat 12 orang siswa memperoleh nilai baik (B),
dengan persentase 27,27% dan 32 orang siswa yang mendapat nilai kurang (D), dengan
persentase 73, 73%. Sedangkan pada siklus II terdapat 6 orang siswa yang memperoleh nilai
amat baik (A), dengan persentase 13,64%, 31 orang siswa yang memperoleh nilai baik (B),
dengan persentase 70,45%, 4 orang memperoleh nilai cukup (C), dengan persentase
9, 09%,
dan 3 orang siswa yang memperoleh nilai kurang (D), dengan persentase 6,82%. Berikut akan
disajikan tabel perbandingan nilai siswa dalam menulis wacana deskripsi melalui penerapan
pendekatan kontekstual dengan metode observasi.
Berdasarkan hasil analisis data yang sudah disajikan, maka hipotesis penelitian yang
diajukan terbukti, bahwa penerapan pendekatan kontekstual dengan metode observasi secara
efektif mampu meningkatkan kemmpuan menulis wacana deskripsi siswa kelas X.3 SMA Negeri
8 Denpasar tahun Pelajaran 2013/2014. Selain meningkatkan kemampuan siswa, pendekatan
kontekstual dengan metode observasi juga mendapatkan respon yang positif, sehingga dalam
proses pembelajaran ini dapat meningkatkan keaktifan, kreativitas, dan rasa percaya diri siswa
dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
47
2.
Respon siswa terhadap pendekatan kontekstual dengan metode observasi yang diterapkan
oleh guru bidang studi dalam menulis wacana deskripsi pada siswa kelas X.3 SMA Negeri
8 Denpasar mengalami peningkatan skor rata- rata dari 23,11 yang berkategori Rendah
menjadi 44,34 yang berkategori Sangat Tinggi.
Meningkatkan mutu pengajaran Bahasa Indonesia, khususnya pengajaran keterampilan
menulis wacana di Sekolah Menengah Atas (SMA) tidak terlepas dari kerjasama antara guru
bidang studi dan siswa di sekolah tersebut. Berikut adalah saran- saran yang perlu penulis
sampaikan.
1. Siswa yang telah dinyatakan berhasil memperoleh nilai di atas KKM disarankan agar
mempertahankan, bahkan meningkatkan lagi penerapan pendekatan kontekstual dengan
metode observasi dalam menulis wacana deskripsi.
2. Guru bidang studi hendaknya selalu bersikaf kreatif dan inovatif dalam menciptakan
suasana pembelajaran yang menyenangkan dan mampu untuk mengajak siswa untuk terus
belajar.
3. Supaya pembelajaran lebih menarik bagi siswa, maka guru hendaknya selalu memilih dan
menerapkan metode, serta media pembelajaran yang sesuai dengan situasi ketika kegiatan
pembelajaran berlangsung.
4. Kepada seluruh pihak pemerintah yang menangani masalah pendidikan, hendaknya lebih
banyak menyiapkan program- program untuk memotivasi para guru untuk meningkatkan
kreatifitas dalam upaya mencapai keberhasilan dalam pembelajaran. Pemerintah juga
diharapkan memberikan buku- buku penujang dan sarana belajar yang memadai untuk
48
Arikunto, Suharsini dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Eriyanto. 2003. Analisis Wacana. Yogyakarta: LKiS.
Johnson, Elaine B. 2011. CTL (Contextual Teaching & Learning). Bandung: Kaifa Learning.
Keraf, Gorys. 2004. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Berbahasa. Ende: Nusa Indah.
Moeliono, Anton M. (penyunting). 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Nababan, Diana. 2008. Intisari Bahasa Indonesia untuk SMA. Jakarta: Kawan Pustaka.
Nurkencana dan Sunartana. 1990. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional.
Riyanto, Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Refrensi bagi Guru/Pendidik
dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup.
Rosidi, Imron. 2009. Menulis Siapa Takut? Panduan bagi Penulis Pemula. Yogyakarta:
Kanisius.
Saminanto. 2010. Ayo Praktik PTK (Penelitian Tindakan Kelas). Semarang: RaSAIL Media
Group.
Sapta Wigunadika, I Wayan. 2011. Kemampuan Memahami Isi Wacana yang Menggunakan
Aksara Bali Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Gianyar Tahun Pelajaran 2010/2011 Skripsi.
Denpasar: FPBS IKIP PGRI Bali.
49
50
51
52
dan Steiner (1999) dapat dijelaskan bahwa kebijakan utang berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap risiko. Perusahaan menggunakan utang dalam
membiayai sebagian besar aktivanya. Peningkatan penggunaan utang akan
meningkatkan risiko dan kebangkrutan oleh karena itu kebijakan utang
berhubungan positif terhadap risiko.
Menurut Scott (1997), faktor-faktor yang mendorong manajer melakukan
aktivitas manajemen laba salah satunya adalah kontrak utang. Teori akuntansi
positif yaitu debt covenant hypothesis, memprediksikan bahwa manajer ingin
meningkatkan laba dan aktiva untuk mengurangi biaya renegosiasi kontrak utang
ketika perusahaan memutuskan perjanjian utang. Debt/Equity hypothesis yang
merupakan turunan atau pembatasan dari debt covenant menunjukkan bahwa
semakin besar rasio leverage, semakin besar pula kemungkinan perusahaan akan
menggunakan prosedur yang meningkatan laba yang dilaporkan (optimis).
Manajemen laba dapat diminimalisir dengan menerapkan kebijakan akuntansi
yang konservatif. Semakin konservatif metoda yang digunakan oleh suatu
perusahaan maka semakin kecil kecenderungan pihak manajemen melakukan
manajemen laba (Sekarmayangsari dan Wilopo: 2002).
Mengatasi permasalahan tersebut maka di dalam kontrak utang, menurut
Ahmed et al., (2002), akan memasukkan konservatisma dalam dua cara, yaitu:
Pertama, bondholders dapat secara eksplisit mensyaratkan penggunaan akuntansi
konservatif. Kedua, manajer secara implisit memberikan komitmen untuk
menggunakan akuntansi yang konservatif secara konsisten untuk membangun
reputasi sebagai perusahaan yang menyajikan laporan keuangan yang konservatif.
Pertimbangan reputasi merupakan pendorong manajer untuk tidak melanggar
konservatisma (Milgrom and Roberts: 1992, dalam Sari (2004)).
Mayangsari dan Wilopo (2002) hasil penelitiannya mendukung hipotesis
bahwa semakin tinggi tingkat konservatisma yang diterapkan perusahaan maka
semakin tinggi nilai pasar perusahaan. Indriani dan Khoiriyah (2010) menemukan
bahwa
Atribut-atribut
kualitas
pelaporan
keuangan
(relevansi
nilai,
53
manajemen
perusahaan
akan
meningkatkan
kualitas
laporan
54
Sari (2004), menemukan bahwa variabel LEV yang merupakan rasio utang
jangka panjang terhadap total aktiva menunjukkan hubungan yang signifikan
dengan konservatisma namun menunjukkan tanda yang berlawanan arah dengan
hipotesis, yaitu menunjukkan arah negatif. Artinya, semakin tinggi proporsi utang
jangka panjang terhadap aktiva maka semakin rendah tingkat konservatisma
perusahaan. Sari dan Adhariani (2009), mendukung debt/Equity hypothesis
dimana variabel independen leverage (DEBT) berpengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap konservatisma.
Penelitian tentang hubungan risiko perusahaan dengan konservatisma
akuntansi mendorong peneliti untuk melakukan pengujian kembali. Berdasarkan
latar belakang tersebut, penelitian ini ingin menguji mengenai pengaruh risiko
perusahaan pada konservatisma akuntansi.
B. Tinjauan Teoritis
Jensen dan Meckling (1976), mengembangkan agency theory, yang
menyatakan bahwa manajemen (sebagai agent) dan pemilik modal (sebagai
principal) masing-masing ingin memaksimumkan utilitynya. Mursalim (2005),
menyatakan bahwa teori keagenan dapat dipandang sebagai suatu versi dari game
theory, yang membuat suatu model kontraktual antara dua atau lebih orang
(pihak), dimana salah satu pihak disebut agent dan pihak yang lain disebut
principal. Principal mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making
kepada agent, hal ini dapat pula dikatakan bahwa principal memberikan suatu
amanah kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kontrak
kerja yang telah disepakati. Wewenang dan tanggungjawab agent maupun
principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama. Scott (1997)
menyatakan bahwa perusahaan mempunyai banyak kontrak, misalnya kontrak
kerja antara perusahaan dengan para manajernya dan kontrak pinjaman antara
perusahaan dengan kreditornya. Kedua jenis kontrak tersebut seringkali dibuat
berdasarkan angka laba bersih, sehingga dapat dikatakan bahwa teori agensi
mempunyai implikasi terhadap akuntansi.
Agen dan prinsipal, akan berusaha untuk memaksimalkan utilitasnya masingmasing melalui informasi yang dimiliki. Tetapi agent memiliki informasi yang
55
laporan keuangan
yang
konservatif.
Pertimbangan reputasi
56
menyatakan bahwa seorang cenderung bersifat risk averse pada kondisi yang
menguntungkan dan bersifat risk seeking pada kondisi yang merugikan. Dalam
kaitannya dengan pembagian dividen, karena manajer berada pada posisi yang
kurang menguntungkan, maka manajemen cenderung lebih berani menerima
risiko dengan cara lebih banyak mengadopsi konservatisma akuntansi.
C. Metoda Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh risiko perusahaan pada
konservatisma akuntansi. Ada dua variabel yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu: (1) Variabel independen dalam penelitian ini adalah risiko perusahaan yang
diproksikan dengan debt to equity rati.(2) Variabel dependen dalam penelitian ini
adalah konservatisma akuntansi. Pengukuran konservatisma dilakukan dengan
melihat perbedaan antara laba bersih sebelum extraordinary item ditambah
depresiasi/amortisasi dan arus kas kegiatan operasi. Semakin besar akrual negatif
yang diperoleh maka semakin konservatif akuntansi yang diterapkan. Secara
spesifik penelitian ini menggunakan net income sebelum extraordinary ditambah
dengan biaya depresiasi dikurangi operating cash flows di deflasi dengan total
aset dengan memberikan simbul CONACC. Populasi dalam penelitian ini adalah
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 20052009. Sampel dipilih dengan menggunakan metoda purposive sampling.
Selanjutnya pengumpulan data dilakukan dengan observasi non partisipan yaitu
dengan cara membaca, mengamati, mencatat serta mempelajari uraian buku-buku,
jurnal-jurnal akuntansi, Indonesian Capital market Directory (ICMD) serta
mengakses situs-situs internet yang relevan. Hipotesis dalam penelitian ini akan
dianalisis dengan menggunakan regresi berganda (uji interaksi) untuk menguji
pengaruh keberadaan komite audit pada hubungan risiko perusahaan dan
konservatisma akuntansi. Hasil analisis kemudian dinterpretasikan dan dilanjutkan
dengan menyimpulkan dan memberikan saran. Rancangan penelitian dalam
penelitian ini digambarkan pada gambar berikut:
57
D. Hasil Penelitian
Hipotesis penelitian ini menguji pengaruh risiko perusahaan dengan
konservatisma akuntansi. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji
analisis regresi linear sederhana. Hasil pengujian hipotesis disajikan dalam Tabel
berikut ini.
Signifikansi
0,014
0,693
0,489
0,003
1,989
0,048
B
Konstan
Risk
Ajusted R
= 0,127
F-test
= 11,865
Signifikansi F
= 0,000a
Berdasarkan Tabel diatas terlihat bahwa nilai adjusted R2 adalah 0,127 atau
12,7%. Ini berarti bahwa varian variabel bebas yaitu risiko perusahaan
memengaruhi varian variabel terikat yaitu konservatisma akuntansi sebesar 12,7
persen, sedangkan sisanya 87,3 persen (100 12,7) dijelaskan oleh variabel lain
yang tidak dimasukkan dalam model. Nilai F-test digunakan untuk melihat
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat sebesar 11,865 dengan
signifikansi 0,000a (lebih kecil dari 0,05). Hal ini berarti bahwa model yang
digunakan dalam penelitian ini adalah layak.
Dalam tabel juga menunjukkan nilai koefisien risiko perusahaan bertanda
positif sebesar 0,003 dengan signifikansi 0,048. Hal ini menunjukkan pada tingkat
keyakinan 95 persen risiko perusahaan berpengaruh positif dan signifikan secara
statistis pada konservatisma akuntansi. Ini berarti semakin tinggi risiko
perusahaan yang diproksikan dengan debt to equity maka semakin tinggi tingkat
konservatisma akuntansi. Dapat disimpulkan bahwa hasil analisis menerima
hipotesis penelitian.
58
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, A.S., Duellman, S., 2007. Accounting conservatism and board of director
characteristics: An empirical analysis, Journal of Accounting and Economics
Basu, Sudipta, 1997. The Conservatism Principle and The Asymmetric
Timeliness of Earnings. Journal of Accounting and Economic. Vol. 24,
No.1: 3-37.
Belkaoui, A.R. 2000. Teori Akuntansi. Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Empat
Carter, David A., Betty J. Simkins, and W. Gary Simpsons. 2002. Corporate
Governance, Board Diversity, and Firm Value. Available at: www.ssrn.com.
(Accessed January 2010)
DeFond, M. L. dan Jiambalvo, J. 1994. Debt Convenant Violation and
Manipulation of Accruals, Journal of Accounting dan Ecconomics 17. 145176.
Dewi, A.R. 2003. Pengaruh Konservatisma Laporan Keuangan Terhadap Earnings
Response Coefficient. Simposium Nasional Akuntansi VI. 507-525.
59
Feltham, J. dan J. Ohlson. 1995. Valuation and Clean Surplus Accounting for
Operating and Financial Analysis. Contemporary Accounting Research 11
(1995), pp.687-731.
Ghozali, Imam. 2006. Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gideon SB Boediono. 2005. Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate
Governace dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis
Jalur. Simposium Nasional Akuntansi VIII. 172-194.
Givoly and Carla Hyan, 2000. The Changing Time Series Properties of Earnings,
Cash Flows and Accruals: Has Financial Accounting Become More
Conservative?. Journal of Accounting and Economic Vol.29: 287-320.
Hastuti, T.D. 2005.Hubungan antara Good Corporate Governance dan Struktur
Kepemilikan dengan Kinerja Keuangan (Studi Kasus padaPerusahaan yang
listing di Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi VIII. 238-247
Jensen, M. C., and Meckling, W. H. (1976). Theory of the Firm: Managerial
Behavior, Agency Costs and Ownership Structure, Journal of Financial
Economics, 3 No. 4
KNKG. 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. Komite
Nasional Kebijakan Governance. Jakarta
Lo, Eko. W. 2005. Pengaruh Tingkat Kesulitan Keuangan Perusahaan Terhadap
Konservatisma Akuntansi. Simposium Nasional Akuntansi VIII, 396-440.
Mahadwartha, Anom. 2002. Interdependensi Antara Kebijakan Leverage Dengan
Kebijakan Dividen : Perspektif Teori Keagenan. Jurnal Riset Akuntansi,
Manajemen dan Ekonomi 2. STIE Yogyakarta
Penman, S.H, dan Zhang, X.J. 2002. Accounting Conservatism, the Quality of
Earnings, and Stock Returns. The Accounting Review, 77: 237-264.
Prasetyantoko, A. 2008. Corporate Governance: Pendekatan Institusional. Jakarta:
Gramedia Pusaka Utama.
Richardson, Vernon J. (1998). Information Asymmetry an Earnings Management:
Some Evidence. Working Paper
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan ke 3. Bandung : Alfabeta.
Suwardjono. 2005. Teori Akuntansi : Perekayasaan Akuntansi Keuangan. Edisi
Ketiga. BPFE. Yogyakarta.
60
Biodata Penulis
Nama: Putu Diah Asrida, SE, Ak., M.Si. Pendidikan S-1, Profesi Akuntansi, dan
Magister Ekonomi Akuntansi di Universditas Udayana, Pekerjaan Dosen.
Kaprodi Pendidikan Ekonomi FPIPS IKIP PGRI Bali
61
PENDAHULUAN
Pentingnya perilaku prososial dalam kehidupan mayarakat membawa dampak
positif bagi pengembangan diri, masyarakat serta seluruh aspek kehidupan
didalamnya. Dampak positif tersebut terlihat pada tumbuhnya rasa kedamaian dan
keharmonisan, menyayangi antar sesama, menghargai antar sesama, sikap
nasionalisme
yang tinggi,
idialisme
yang
sehat,
yang
membawa kearah
perkembangan mayarakat sehat dan bermadani. Namun, di era globalisasi dewasa ini
bangsa Indonesia dihadapkan pada rendahnya aspek sosial pada tatanan kehidupan.
62
Krisis pada aspek sosial sudah sampai pada bentuk yang cukup memperihatinkan.
Berbagai bentuk kemiskinan sosial banyak diperlihatkan, seperti miskin pengabdian,
kurang
disiplin,
kurang
empati
terhadap
masalah
sosial,
kurang
efektif
63
non kognitif. Kedua aspek ini memberi pengaruh yang cukup besar terhadap
perkembangan. Pendidikan kognitif mengembangkan aspek intelektual, sedangkan
aspek non kognitif membantu mengembangkan sikap dan keterampilan.
Kenyataan di lapangan mengindikasikan bahwa sekolah lebih mengutamakan
nilai hasil belajar/akademik dari pada pengembangan kepribadian. Persyaratan untuk
memasuki sekolah pada jenjang pendidikan tertentu menggunakan nilai UAN (Ujian
Akhir Nasional), seleksi TPA (Tes Potensi Akademik), dan persyaratan akademis
lainnya. Jarang kita mendengar ada sekolah yang menggunakan kepribadian sebagai
persyaratan diterima sebagai siswa baru pada sekolah tertentu. Akibatnya banyak
sekolah yang hanya menekankan pada bagaimana caranya agar nilai akademis anak
dapat ditingkatkan. Dampak lanjutannya adalah anak banyak diberikan les-les atau
bimbingan belajar, baik yang dilaksanakan di sekolah maupun di luar sekolah,
diselenggarakannya lomba-lomba peningkatan prestasi akademik seperti olimpiade
matematika, fisika, bologi, dan berbagai jenis lomba akademik lainnya.
Akibat dari adanya ketidakseimbangan kedua aspek pendidikan tersebut, anak
terkesan menjadi anak pintar tetapi angkuh dan meninggalkan aspek emosional.
Daniel Goleman (2003 : 48) menyatakan bahwa keberhasilan seseorang dalam
hidup, dalam hal ini keberhasilan berperilaku prososial yang positif bukan hanya
ditentukan oleh kecerdasan intelektual semata akan tetapi banyak dipengaruhi oleh
kecerdasan emosional. Banyak bukti yang memperlihatkan bahwa orang yang secara
emosional cakap mengelola perasaan dengan baik, dan yang mampu membaca serta
menghadapi perasaan orang lain dengan efektif memiliki keuntungan dalam bidang
hidup. Sebagaimana dikatakan oleh Sunaryo Kartadinata, dkk (2000 : 06) bahwa,
kebermutuan sumber daya manusia tidak hanya terletak pada kecerdasan intelektual,
tetapi juga kecerdasan sosial dan emosional. Keberhasilan atau prestasi yang dicapai
manusia masyarakat global tidak semata-mata ditentukan oleh kecerdasan intelektual
tapi juga oleh ketekunan, komitmen,
64
65
, etiket dan sikap yang baik pada orang lain, serrta kemandirian dari dari setiap
anggotanya. Permainan adalah perpaduan yang harmoni antara bimbingan kelompok
dan permainan karena keduanya memiliki kesamaan prinsip yaitu nilai kebersamaan.
Maka dengan nilai kebersamaan inilah akan terbentuknya suatu kelompok yang
dinamis dan diharapkan dalam kelompok dapat terbentuknya pola perilaku sosial
yang positif.
Menyadari begitu banyak manfaat yang diperolah setelah melaksanakan
permainan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian menggunakan
bimbingan kelompok melalui teknik permainan untuk meningkatkan perilaku
prososial siswa pada kelas X SMA Laboratorium UPI Bandung.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Perilaku Prososial
Perilaku sosial merupakan aktivitas dalam berhubungan dengan orang lain,
baik dengan teman sebaya, guru, orang tua maupun saudara-sudara anak (Syaodih &
Mubiar, 2008 ; 2.23).
Menurut Bar-Tal (1976 : 4) perilaku sosial diartikan sebagai perilaku yang
dilakukan
secara
sukarela
(valuantary)
yang
dapat
menguntungkan
atau
menyenangkan (benefit) orang lain tanpa antisipasi reward eksternal. Perilaku sosial
ini dilakukan dengan tujuan yang baik. Yang disebut dengan perilaku prososial
seperti : menolong (helping), membantu (aiding), berbagi (sharing) dan menyumbang
(donating).
Perilaku sosial yang di harapkan tentu saja prilaku yang prososial. Pengertian
perilaku prososial sebagaimana yang dikutip oleh Dayakisni & Hudaniah (2003 :
177) dari beberapa ahli sebagai berikut. Staub, Baron & Byren menyatakan bahwa
prilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima,
tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pelakunya. William (1981)
membatasi perilaku prososial secara lebih rinci sebagai perilaku yang memiliki
intensi untuk mengubah keadaan fisik atau psikologis penerima bantuan dari kurang
66
baik menjadi lebih baik, dalam arti secara material maupun psikologis. Dalam hal ini
dapat dikatakan bahwa perilaku prososial bertujuan untuk membantu meningkatkan
well being orang lain.
Wispe (dalam John Wily & Sons, 1976 : 04) mengatakan behavioral consist
of a variety of acts such as helping, aiding, sharing, donating, or assisting. All
these acts can be seen as having positive social consequences and, therefore,
social psyicologists decide to call such acts prosocial behavior.
Lebih jauh lagi Eiseberg & Mussen, 1989 (dalam Dayaksini & Hudaniah,
2003 ; 177) pengertian perilaku prososial mencakup tindakan-tindakan : Sahring
(membagi), cooperative (kerjasama), donating (menyumbang), helping (menolong),
bonesty (kejujuran), generosity (kedermawanan), serta mempertimbangkan hak dan
kesejahteraan orang lain.
Rydell dan Bohlin (1997 : 829) menyatakan bahwa apek prososial menyangkut
: kedermawanan (generocity), empati (empty), memahami orang lain (understanding
of other), penanganan konflik (conflict hendling) dan suka menolong (help fullness),
serta aspek sosial (social initiative) yang terdiri dari aktif untuk melakukan inisiatif
dalam situasi sosial.
Bedasarkan batasan-batasan tersebut di atas, dapat tarik kesimpulan bahwa
perilaku prososial adalah segala bentuk perilaku yang memberiakan konsekwensi
positif bagi si penerima, baik dalam bentuk materi, fisik ataupun psikologis tetapi
tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pemiliknya.
Membina hubungan dalam kelompok, anak akan belajar untuk berperan serta,
bekerja sama dan mengenal aturan yang berlaku. Sebagai pribadi, anak belajar untuk
mengenal perbedaan dan menghargai perbedaan dengan orang lain serta memberikan
bantuan yang dibutuhkan.
2. Pengertian Permainan
Istilah bermain merupakan konsep yang tidak mudah untuk dijabarkan. Di
dalam Oxford English Dictionary, tercantum sebanyak 116 definisi tentang bermain.
67
Salah satu contoh, ada ahli yang mengatakan bermain sebagai kegiatan yang
dilakukan berulang-ulang demi kesenangan. Piaget, 1951 (Andang Ismail, 2006 : 13).
Tetapi, ahli lain membantah pendapat tersebut karena adakalanya bermain bukan
dilakukan semata-mata demi kesenangan, melainkan ada sasaran lain yang ingin
dicapai, yaitu prestasi tertentu. Banyak keterangan yang simpang siur dan saling
bertentangan. Karena itu, untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif
mengenai bermain, perlu memandang bermain sebagai tali yang merupakan untaian
serat dan benang-benang yang terjalin menjadi satu. Mayke, 2001 (Andang Ismail,
2006 : 13).
Bermain dapat dikatagorikan sebagai media pembelajaran dan pengembangan
perilaku sosial anak karena permainan menurut Russ (Nandang Rusmana, 2009 : 1314) bahwa bermain akan memperoleh berbagai pengetahuan yang sangat penting
untuk keberlangsungan hidup tanpa harus merasa jenuh ketika dalam prosesnya
mempelajari keterampilan dan pengetahuan yang baru tersebut.
Pada dasarnya bermain memiliki dua pengertian yang harus dibedakan.
Bermain menurut pengertian pertama dapat berakna sebagaisebuah aktivitas yang
murni mencari kesenangan tanpa mencari menang-kalah (play). Sedangkan yang
kedua disebut sebagai aktivitas bermain yang dilakukan dalam rangka mencari
kesenangan dan kepuasan, namun ditandai dengan adanya pencarian menang-kalah
(games). Dengan demikian, pada dasarnya setiap aktivitas bermain selalu didasarkan
pada perolehan kesenangan dan kepuasan sebab fungsi utama bermain adalah untuk
relaksasi dan menyegarkan kembali (refreshing) kondisi fisik dan mental yang berada
di ambang ketegangan.
Sehubungan dengan bermain dapat bermakna sebagai play dan games, maka
perlu menjadi bahan pertimbangan dalam menarik definisi adalah proses yang
menyebabkan berlangsungnya aktivitas tersebut. Pada pengertian pertama, bermain
sebagai play bisa jadi merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang tanpa
melibatkan kehadiran orang lain sehingga total kesenangan dan kepuasan itu datang
68
dari diri sendiri. Sedangkan pihak lain yang terlibat dapat merupakan unsur penghibur
saja. Contoh dari aktivitas bermain sebagai play adalah bermain konstruktif atau
destruktif dan melamun.
Pada pengertian kedua, bermain sebagai games, kesenangan, dan kepuasan
yang diperoleh seseorang harus melibatkan kehadiran orang lain. Tanpa hadirnya
pihak kedua (sebagai lawan), maka games tidak akan terjadi sebab games hanya akan
berlaku jika ada unsur sportifitas, aturan, dan menang-kalah. Artinya, seseorang akan
memperoleh kesenangan dan kepuasan setelahnya mampu mengungguli atau
menaklukan pihak lawan. Dengan demikian bermain sebagai games merupakan
aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memperoleh kesenangan dan
kepuasan setelahnya mengungguli kemampuan lawan mainnya.
3. Permainan Sebagai Teknik Terapi
Proses bermain telah digunakan oleh para terapis untuk menimbulkan
perubahan, sekalipun caranya tidak sistematik. Proses-proses kognitif, afektif dan
interpersonal dari bermain dapat mempermudah kemampuan-kemampuan adaptif,
seperti berfikir kreatif, pemecahan masalah, penanganan dan perilaku sosial anak.
Kemampuan-kemampuan adaptif ini penting bagi penyesuaian diri anak dan bermain
menjadi hal yang paling efektif dengan menargetkan proses-proses yang spesifik.
Andang Ismail (2006 : 23) mengatakan bahwa bermain dapat merupakan
suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat yang dapat
menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberikan kesenangan,
maupun mengembangkan imajinasi anak. Sehingga, melalui bermain anak dapat
mengungkapkan sikapnya yang negatif atau positif terhadap orang lain.
Bermain merupakan cara yang paling baik untuk mengembangkan
kemampuan para peserta didik. Dengan bermain secara alamiah anak akan bisa
menemukan dan mengenali lingkungannya, orang lain, dan dirinya sendiri. Lebih dari
itu, bermain juga dapat meningkatkan kecerdasan anak untuk berfikir, memiliki
keterampilan motorik, berjiwa seni, sosial, serta berparadigma religius.
69
Menurut Russ, 2004 (dalam Nandang Rusmana, 2009 : 17) bahwa intervensi
terapi bermain dapat memiliki dua tipe umum, yaitu 1) intervensi sebagai medium
untuk berubah artinya proses bemain dalam terapi digunakan untuk menimbulkan
perubahan, misalnya, ekspresi emosi dalam bermain, 2) intervensi yang memperkuat
proses bermain, misalnya,
fisik.
Bermain
aktif
penting
bagi
anak
untuk
70
Standar moral, dimana anak memahami sebuah nilai-nilai baik dan buruk.
j.
71
(1995). Menurut Gladding (dalam Nandang Rusmana, 2009 : 37) ada empat langkah
utama yang harus ditempuh dalam melaksanakan konseling kelompok, yaitu : a)
langkah awal (Beginning a Group); b) langkah Transisi (The Transition Stage in a
Group); c) langkah kerja (The working Stage in a Group); dan d) langkah terminasi
72
alas
an-alasan
pembentukan
kelompok
73
pedoman
bertindak
anggota
kelompok
dalam
74
satu cara atau metode yang tepat yang dapat digunakan untuk
mengatasi permasalahan yang berkenaan dengan awal konseling.
Secara umum, ada beberapa hal yang dapat dijadikan pegangan
dalam memuali suatu kelompok, yaitu : a) kerjasama (joining), b)
kesepadanan (linking); c)
75
perlu
mengembangkan
kepemimpinan
dan
antar
teman.
Interaksi
antar
teman
ini
dapat
76
77
METODE
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode dengan desain
penelitian eksperimen (experimental reaserch). Penelitian yang dilakukan dengan
memberikan perlakuan (treatment) tertentu terhadap subjek penelitian yang
bersangkutan. (Agung, 2001 : 17) Perlakuan yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah Efektifitas Bimbingan Kelompok melalui Teknik Permainan. Pengkondisian
prilaku siswa hanya sebesar yang dapat dikontrol secara kuasi dan menghindari
kontrol yang murni (pure exsperiment) sehingga kontrol terhadap perilaku siswa tidak
terlalu ketat. Eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen
semu (kuasi exsperiment).
Penelitian ini dirancang menggunakan model Pre-Postest-kontrol group
design. (Fraenkel & wallen dalam Suarni, 2004). Desain penelitiannya dapat
digambarkan sebagai berikut:
Kelompok
Tes Awal
Perlakuan
(Pretest)
Tes Akhir
(Posttest)
Eksperimen
Y0
X1
Y1
Kontrol
Y0
Y1
78
Keterangan :
Y0
Y1
X1
melalui
Teknik
Jumlah
XC
31 Siswa
XF
31 Siswa
XA
31 Siswa
XB
31 Siswa
XD
31 Siswa
Untuk mencapai tujuan penelitian ini maka sampel penelitian ini diperoleh
dengan menggunakan teknik random sampling. Menurut Kartono Kartini (1996 :
137) teknik ini menggunakan cara pengambilan/pemilihan sampel secara pilihan
random, sembarangan tanpa pilih bulu. Rancangan penentuan sampel ini
menggunakan tehnik undian, yang mana SMA Laboratorium (Percontohan) UPI
79
Bandung memiliki 7 kelas, lalu kedelapan kelas tersebut diundi untuk menentukan
satu kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol. Adapun langkah-langkah
pengundian sebagai berikut :
1. Pada semua kelompok/ kelas yang menjadi anggota/ bagian dari populasi
diberikan kode-kode bilangan.
2. Kode-kode tersebut dituliskan pada kertas-kertas lembaran kecil-kecil,
masing-masing digulung dengan baik, lalu dimasukan kedalam satu
kotak/tempat yang tertutup.
3. Kertas gulungan tersebut dikocok dengan baik sehingga kertas gulungan
tersebut jatuh. Kertas yang jatuh/ muncul itulah dipakai sebagai sampel
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan sebanyak sampel
yang diperlukan.
Kelompok eksperimen akan diberikan perlakuan bimbingan kelompok
melalui teknik permainan dan sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan
bimbingan kelompok melalui teknik permainan.
2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah bimbingan kelompok melalui
teknik permainan sebagai variabel bebas (independent variable) dan perilaku sosial
sebagai variabel terikat (dependent variable). Bimbingan kelompok melalui teknik
permainan sebagai variabel bebas disebut juga variabel eksperimen atau perlakuan
(treatment), yaitu sejumlah gejala yang sengaja ditimbulkan atau dirubah atau
dikenakan atau diberikan kepada kelompok eksperimen. Perlakuan ini merupakan
sebab yang hendak diobservasi atau diamati pengaruhnya pada subjek penelitian.
Perilaku sosial sebagai variabel terikat merupakan sebagai akaibat dari perlakuan
yang dikenakan pada kelompok eksperimen dan akan diteliti perubahannya. Devinisi
operasional variabel seperti berikut.
Pertama, perilaku sosial adalah tingkah laku atau respon yang dilakukan
dalam interaksi antar individu dalam suatu lingkungan sosial tertentu. Perilaku sosial
80
terjadi sekarang. Perilaku sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perilaku
prososial sebagaimana diungkap Rydell dan Bohlin (1997 : 829) menyatakan,
perilaku sosial yang diharapkan adalah perilaku prososial yang menyangkut apek :
kedermawanan (generocity), empati (emphaty), penanganan konflik (conflict
hendling) dan kejujuran (honesty), serta aspek sosial (social initiative) yang terdiri
dari aktif untuk melakukan inisiatif dalam situasi sosial. Pengukuran perilaku sosial
siswa sebelum dan sesudah perlakuan menggunakan kuesioner skala Likert.
Kedua, bimbingan kelompok melalui teknik permainan adalah proses
pemberian bantuan kepada klien dengan seting kelompok, yang pelaksanaannya
menggunakan teknik permainan.
HASIL PENELITIAN
Dalam Menentukan efektif tidaknya pekasanaan bimbingan kelompok melalui
teknik permainan dibandingkan dengan bimbingan kelompok yang menggunakan
metode bimbingan konvensional, data yang digunakan adalah perbandingan hasil
skor rata-rata pretes dan postes dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Selain skor rata-rata perbandingan juga digunakan data skor gain (selisih antara hasil
pretes dan postes) dari kedua kelompok.
1. Pengujian Asumsi Statistik
Pelaksanaan pengujian asumsi statistik yang disyaratkan dalam analisis data
menggunakan prosedur-prosedur yang sesuai dengan pengujian. Data dalam
penelitian harus normal artinya data yang dihubungkan berdistribusi normal, maka
perlu uji normalitas. Uji normalitas data pada penelitian ini menggunakan program
SPSS 17.0 metode Kolmogorov Smirnov dengan taraf signifikansi yang digunakan
sebagai aturan untuk menerima atau menolak pengujian normalitas atau ada tidaknya
suatu distribusi data adalah = 0,05, dan hasil pengujian dapat dilihat pada tabel
berikut.Tabel 02
81
Kelompok
KolmogorovSmirnova
Statistic df
Skor Pretes
Skor Postes
Shapiro-Wilk
Sig. Statistic df
Kesimpulan
Sig.
Eksperimen
.125
31
.200*
.963
31
.352
Normal
Kontrol
.115
31
.200*
.968
31
.471
Normal
Eksperimen
.081
31
.200*
.993
31
.999
Normal
Kontrol
.081
31
.200*
.977
31
.713
Normal
Dilihat dari hasil output SPSS tests normality menunjukan nilai KolmogorovSmirnov (K-S) pretest kelompok eksperimen sebesar 0,200* dan pretest kontrol
sebesar 0,200*, serta posttest kelompok eksperimen sebesar 0,200* dan posttest
kontrol sebesar 0,200*. Sedangkan signifikansi uji () sebesar 0,05. Karena
siginifikansi hasil lebih besar dari signifikansi uji (K-S > ), maka dapat
disimpulkan bahwa sebaran data kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
pada skor pretest dan posttest berdistribusi secara normal.
2. Pengujian Hipotesis Penelitian
Untuk melakukan uji hipotesis ini langkah yang digunakan adalah dengan
membandingkan nilai skor rata-rata postes kedua kelompok antara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut :
Tabel 03
Hasil Uji Statistik Sampel
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Mean
Std. Deviation
Posttest Eksperimen
31
197.1935
6.33203
1.13727
Posttest Kontrol
31
188.3226
6.86725
1.23339
82
t
F
.124
Std.
Mean
Sig. (2Error
Differenc
tailed)
Differen
e
ce
Df
Sig.
.726 5.288
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper
60
.000
5.288 59.609
.000
83
Karena hasil Levenes Test pada Tabel 04 menyatakan bahwa asumsi kedua
varians sama besar (equal variances assumed) terpenuhi, maka selanjutnya dengan
menggunakan uji-t dua sampel independen dengan asumsi kedua varians sama besar
untuk hipotesis H : = terhadap H : > yang memberikan hasil t = 5,288
dengan derajat kebebasan 60 dan p-value (2-tailed) = 0,000. Karena hasil p-value =
= 0.05 maka H : =
Jenis
Eksperimen
Mean
Std. Deviation
31
19.90
9.123
1.638
31
8.58
5.005
.899
Gain
Kontrol
84
dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan bimbingan kelompok melalui teknik
permainan.
Tabel 06
Hasil Uji Independen Sampel Tes Skor Gain
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Levene's Test
for Equality
of Variances
t
F
Std.
Mean
Sig. (2Error
Differenc
tailed)
Differen
e
ce
df
Sig.
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
.012 6.058
Upper
60
.000
11.323
1.869
7.584 15.061
6.058 46.560
.000
11.323
1.869
7.562 15.083
Karena hasil Levenes Test pada Tabel 06 menyatakan bahwa asumsi kedua
varians sama besar (equal variance assumed) terpenuhi, maka selanjutnya dengan
menggunakan uji-t dua sampel independen dengan asumsi kedua varians tidak sama
besar (equal variances not assumed) untuk H : = terhadap H : > yang
memberikan hasil t = 6,058 dengan derajat kebebasan 46,56 dan p-value (2-tailed) =
0.000. karena hasil p-value = 0.000 labih kecil dari
= 0.05, maka H : =
ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa gain skor dari kelompok eksperimen
yang mengikuti bimbingan kelompok melalui teknik permainan lebih baik
dibandingkan dengan gain skor kelompok kontrol yang tidak menggunakan
bimbingan kelompok melalui teknik permainan. Hasil skor gain ini memperlihatkan
bahwa Bimbingan Kelompok Melalui Teknik Permainan Efektif Digunakan Untuk
Meningkatkan Perilaku Prososial Siswa.
85
A. KESIMPULAN
Ada bagian ini diuraikan sejumlah kesimpulan penelitian sebagai hasil akhir
dari rangkaian proses penelitian yang telah dilakukan sekaligus merupakan
finalisasi hasil-hasil temuan penelitian :
1. Secara umum profil siswa sebelum mengikuti layanan bimbingan kelompok
pada kelompok kontrol memperoleh hasil skor rata-rata lebih tinggi
dibandingkan hasil skor rata-rata pada kelompok eksperimen.
2. Berdasarkan data yang diperoleh gambaran umum hampir seluruh siswa
sesudah mengikuti bimbingan kelompok pada kelompok eksperimen
memperoleh hasil skor yang lebih tinggi dibandingkan hasil skor rata-rata
pada kelompok. Hal ini memperlihatkan peningkatan perilaku prososial siswa
sesudah mengikuti bimbingan kelompok khususnya terhadap kelompok
eksperimen yang mengikuti bimbingan kelompok dengan teknik permainan
memperoleh skor rata-rata dan skor gain yang lebih tinggi dibandingkan hasil
skor rata-rata dan skor gain pada kelompok kontrol yang tidak mengikuti
bimbingan kelompok dengan teknik permainan.
3. Berdasarkan hasil analisis data untuk menguji hipotesisi yang diajukan diperoleh
hasil bahwa bimbingan kelompok dengan teknik permainan efektif digunakan
untuk
meningkatkan
perilaku
prososial
siswa
khususnya
siswa
SMA
86
=0.05, maka
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, diberikan rekomendasi
kepada pihak sebagai berikut :
1. Bagi Guru BK
Bagi Guru BK di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung,
seyogyanya mengimplementasikan hasil penelitian di sekolah yaitu dengan
melaksanakan bimbingan kelompok melalui teknik permainan untuk meningkatkan
perilaku prososial.
2. Bagi Siswa
Bagi siswa SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung, melalui
layanan bimbingan kelompok dengan teknik permainan siswa dapat melatih diri
dalam berinteraksi, mengembangkan perilaku-perilaku positif yang bermanfaat
untuk meningkatkan prilaku sosial sehingga lebih baik dalam berpenampilan diri
dan mampu berinteraksi sosial baik dalam lingkungan sekolah, masyarakat dan
keluarga.
3. Bagi Pihak Sekolah
Bagi Sekolah SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung, hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagi masukan untuk menyusun program
kebijakan sekolah dalam pembinaan siswa mengembangkan perilaku prososial
melalui berbagai jenis permainan sehingga kemajuan sekolah dalam penanaman
budi pekerti menjadi lebih baik.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Keterbatasan proses dan hasil penelitian ini tidak dapat dipisahkan dari
keterbatasan penyusun tesis dalam mengelola kegiatan penelitian baik dalam
87
bentuk materi maupun non materi. Oleh karena itu, kepada peneliti selanjutnya
direkomendasikan untuk :
a. Membandingkan gambaran umum perilaku prososial siswa SMA pada
setiap jenjang kelas, gender, demografis sehingga gambaran yang
dihasilkan cenderung dinamis dan menyeluruh.
b. Menggunakan pendekatan dan metode penelitian yang lebih beragam
untuk meneliti perilaku prososial siswa pada setiap jenjang pendidikan.
B. DAFTAR PUSTAKA
Asfandiyar, Andi Y. (2009). Kenapa Guru Harus Kreatif. Bandung : Mizan.
Agung. (2001). Statistika Analisis Hubungan Kausal Berdasarkan Data Kategorik.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BPPLSP) Regional II
Jaya Giri Bandung. (2004). Panduan Pengembangan APE PAUD Bersumber
Lingkungan Sekitar. Bandung : Depdiknas.
Carr, W & Kemmis, S. (1989). Being Critical : Education, Knowledge, and Action
Research. London : Cambridge University.
Danel, Bar-tal. (1976). Personal Behavioral Theory and Reaserch. Hamisphere
Publishing Corporation : Washington DC.
Dantes, Nyoman. (2007). Metodelogi Penelitian untuk Ilmu-ilmu Sosial dan
Humaniora. Singaraja : Universitas Pendidikan Ganesha.
Dayaksini dan Hudaniah. (2003). Psikologi Sosial. Malang: UMM Press.
Gunawan, Agung. (2008). Bimbingan Komunikasi Melalui Picture Exchange
Communication System Dalam Upaya Meningkatkan Komunikasi Anak Autis.
Tesis. UPI.
Goleman, Daniel. (2003). Kecerdasan Emosional. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
88
Praktek
90
methods,
credibility,
transferability,
dependability,
A. PENDAHULUAN
Metode penelitian campuran (mixed methods) merupakan paradigma yang
relatif masih baru karena lahirnya baru setelah berakhirnya perang paradigma
kuantitatif dengan kualitatif dan merupakan perkembangan dari dua pendekatan
sebelumnya (Creswell, 2010: 304). Menurut Guba dan Lincoln, paradigma
diartikan sebagai cara pandang atau sistem keyakinan yang menjadi pedoman
peneliti (Tashakkori dan Teddlie, 2010: 3). Perang paradigma ini telah
berlangsung di berbagai medan pertempuran dengan perhatian utama pada isuisu konseptual, seperti dasar realitas atau kemungkinan hubungan kausalitas.
91
penafsiran hasil analisisnya; dan lain-lain. Hal ini diseabkan belum banyaknya
literatur yang khusus membahas metode campuran ini.
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam
tulisan ini adalah (1) Apakah yang dimaksud dengan metode campuran kapakah
metode campuran itu digunakan? (2) Bagaimanakah teknik validasi data untuk
meningkatkan ketepatan interpretasi? dan (3) Bagaimanakah proses analisis data
dalam metode campuran? Tulisan ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca yang
tertarik dengan metode kualitatif dan campuran.
B. PEMBAHASAN
1.
dan
berurutan/sekuensial,
kualitatif
entah
pada tahap
secara
tertentu
yang
atau
konfirmabilitas,
transferabilitas)
temuan-temuan
mereka.
Dalam penelitian kualitatif, legitimasi telah diberlakukan dalam beraneka
ragam cara, namun konseptualisasi validitas yang bermanfaat adalah konsepnya
Maxwell (1992). Secara khusus ia mengidentifikasi lima jenis validitas dalam
penelitian kualitatif, yaitu: validitas deskriptif, validitas interpretif, validitas
teoretis, validitas evaluatif, dan generalizabilitas. Berkenaan dengan validitas
kelima, yaitu generalizabilitas, Maxwell (1992) membedakan generalizabilitas
internal dan eksternal. Menurutnya, dalam penelitian kualitatif yang lebih penting
adalah generalizabilitas internal. Sedangkan dalam penelitian kuantitatif keduanya
sangat penting.
2.
campuran, ketepatan interpretasi hasil penelitian sering menjadi persoalan. Hal ini
terkait dengan keabsahan data yang diperoleh. Ketepatan interpretasi hasil
penelitian sangat dipengaruhi oleh keabsahan data. Oleh karena itu, untuk
menjamin bahwa interpretasi hasil penelitian tepat, keabsahan data perlu diuji.
Menurut Sugiyono (2010: 267), dalam penelitian kualitatif, kriteria utama
terhadap hasil penelitian adalah valid, reliabel dan obyektif. Validitas merupakan
derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang
dapat dilaporkan oleh peneliti.
didefinisikan sebagai
keputusan yang relevan dengan tujuan. Creswell (2010: 286) mengatakan bahwa
validitas didasarkan pada kepastian apakah hasil penelitian sudah akurat dari
sudut pandang peneliti, partisipan, atau pembaca secara umum. Istilah lain untuk
95
konsisten, berulang seperti semula. Selain itu, cara melaporkan penelitian bersifat
ideosincratic dan individualistik, selalu berbeda dari orang perorang.
Dalam pengujian keabsahan data, metode penelitian kualitatif menggunakan
istilah yang berbeda dengan penelitian kuantitatif. Perbedaan tersebut ditunjukka
pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Perbedaan Istilah dalam Pengujian Keabsahan Data antara Metode
Kuantitatif dan Kualitatif
Aspek
Metode Kuantitatif
Metode Kualitatif
Nilai kebenaran
Validitas internal
Kridibilitas (credibility)
Penerapan
Konsistensi
Reliabilitas
Dependability,
auditability
Naturalitas
Obyektivitas
Confirmability
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang
berbeda. Sedangkan, triangulasi waktu adalah menguji kedibilitas data yang
dilakukan pada waktu yang berbeda (pagi, siang, sore, atau malam) karena waktu
juga sering berpengaruh terhadap kredibilitas data. Demikian juga Mertens (2010:
429) mengatakan bahwa triangulasi melibatkan penggunaan banyak metode dan
banyak sumber data, untuk menunjang keakuratan penafsiran dan kesimpulan
dalam penelitian kualitatif. Seperti Guba dan Lincoln (1989) mencatat, triangulasi
seharusnya tidak digunakan untuk
menutupi
perbedaan-perbedaan over
legitimasi dalam penafsiran data; ini adalah penafsiran yang salah mengenai arti
triangulasi.
dependability.
digunakan oleh peneliti konsisten jika diterapkan oleh peneliti-peneliti lain (dan)
untuk proyek-proyek yang berbeda. Bagaimana peneliti kualitatif mengetahui
bahwa pendekatan mereka konsisten? Yin (2003) menegaskan bahwa peneliti
kualitatif harus mendokumentasikan prosedur-prosedur studi kasus mereka dan
mendokumentasikan sebanyak mungkin langkah-langkah dalam prosedur tersebut
(Creswell, 2010: 285). Pengujian confirmability dalam penelitian kualitatif disebut
uji obyektivitas penelitian. Penelitian dikatakan obyektif bila hasil penelitian
telah disepakati banyak orang. Pengujian confirmability mirip dengan pengujian
dependability, sehingga proses pengujiannya bisa dilakukan bersamaan. Menguji
confirmability berarti menguji hasil penelitian berkaitan dengan proses yang
dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang
dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar confirmability
(Sugiyono, 2010: 277). Jadi, pengujian keduanya ini dilakukan dengan audit,
sehingga dikenal dengan adanya dua macam audit, yaitu dependenability dan
confirmability audit (Mertens, 2010: 429).
3.
Generalizability/Transferability
Seperti disinggung di atas, generalizability ini merupakan validitas
yang berakar pada paradigma postpositivistik dan secara teknis mengacu kepada
kemampuan untuk menggeneralisasikan hasil-hasil riset yang dilakukan pada
sebuah sampel ke populasi. Dalam riset kualitatif, Guba dan Lincoln (1989)
mengusulkan bahwa konsep transferability lebih tepat (Mertens, 2010: 430;
Sugiyono, 2010: 276; Maxwell (1992).
Ada perbedaan pendapat dalam masyarakat riset kualitatif
mengenai
dari
generalisasi
dalam
penelitian
kualitatif
bukan
untuk
100
KUAN
Pengumpulan
data KUAN
kual
Analisis
data
KUAN
Pengumpul
an data kual
Analisis
data kual
Interpretasi
seluruh
analisis
Implementasi
Prioritas
Eksplanatoris
Sekuensial (1)
Kuantitatif
kualitatif
Eksploratoris
Sekuensial (2)
Kualitatif diikuti
kuantitatif
Transformatif
Sekuensial (3)
Bisa kuantatitatif
diikuti kualitatif atau
sebaliknya
Dilakukan
bersamaan (kuan +
Kual)
Dilakukan
bersamaan (kuan +
Kual), salah satu
diutamakan
Dilakukan
bersamaan (kuan +
Kual)
Triangulasi
bersamaan/konk
uren (4)
Menginduk
bersamaan/konk
uren (5)
Transformatif
bersamaan/konk
uren (6)
diikuti Biasanya
kuantitatif,
Tahap
Integrasi
Perspektif
Teori
Pada tahap
interpretasi
Mungkin
ada
Lazimnya
kualitatif
Pada tahap
interpretasi
Mungkin
ada
Kuantitatif,
kualitatif, atau
keduanya
Disukai
keduanya, tapi
bisa salah satu
Salah satu
(kuantitatif atau
kualitatif)
Pada tahap
interpretasi
Pasti ada
kerangka
konseptual
Mungkin
ada
Kuantitatif,
kualitatif, atau
keduanya
Lazimnya tahap
analisis;bisa
tahap
interpretasi
Pada tahap
interpretasi atau
analisis
Tahap analisis
Mungkin
ada
Pasti ada
kerangka
konseptual
211-241)
mereka
yang mungkin
102
situasi
berdasarkan
data
kuantitatif awal
dan
kemudian
103
berbagai
program,
sebagaimana
berita
utama
di
tempat
ini
menawarkan software
terkenal a
N6
(atau
Nud.ist)
yang
tepat. Makna kode, tema, dan variabel pun memunculkan persoalan epistemologis
dan teknis sewaktu data diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Masingmasing persoalan ini perlu dikaji di dalam kerangka konseptual yang ditetapkan
berdasarkan tujuan analisis, di samping juga dengan bekal pemahaman tentang
keterbatasan yang dimunculkan oleh teknologi. Terakhir perlu diperhatikan bahwa
metode-metode tradisional penyajian studi penelitian pada umumnya tidak tepat
bagi jenis-jenis analisis metode campuran berbasis komputer ini.
106
6.
KESIMPULAN
Dalam penelitian kualitatif, ketepatan interpretasi hasil penelitian sangat
dipengaruhi oleh keabsahan data. Interpretasi hasil penelitian akan tepat jika data
yang diperoleh benar-benar valid (credibility), reliabel (dependability) dan
objektif (confirmability). Oleh karena itu, untuk menjamin bahwa interpretasi
hasil penelitian tepat, keabsahan data perlu diuji. Pengujiannya dapat dilakukan
dengan teknik triangulasi (sumber data, teknik, dan waktu), diskusi dengan teman
sejawat (peer debriefing), memberchack, mengklarifikasi bias budaya, dan audit.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli, validitas eksternal (transferability) dalam
penelitian kualitatif belum ada kesepakatan, ada yang setuju dan ada yang tidak
setuju dengan transferability ini.
Proses analitis dan interpretasi data dalam metode penelitian mixed
dipengaruhi oleh desain studi peneliti. Jika misalnya desain sekuensial
dipergunakan, maka analisis data satu tipe data akan mendahului tipe yang lain.
Jadi, analisis dan iterpretasi data dalam penelitian campuran akan sejalan dengan
disain metode campuran itu sendiri, yaitu: sekuensial aksplanatoris (KUAN
diikuti kual), sekuensial eksploratoris (KUAL diikuti kuan), sekuensial
transformatif, triangulasi konkuren, embedded konkuren, dan transformatif
konkuren.
Dewasa ini, program analisis data dengan komputer untuk penelitian
kualitatif telah banyak berdar, yang dapat membantu efisiensi kerja karena studi
kualitatif cenderung menghasilkan data yang banyak. Oleh karena itu, banyak
peneliti telah beralih ke sistem
107
Daftar Pustaka
Creswell, J. W. (2010). Research design pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan
mixed.Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Baugh , J. B. at al, (2010). Computer assisted qualitative data analysis software:
a practical perspective for applied Research.
Revista del Instituto Internacional de Costos, ISSN 1646-6896, n 6,
Januari / Juni 2010
Maxwell, J.A. (1992). Understanding and validity in qualitative research. Harvard
Educational Review, vol. 62 No.3 Fall 1992, 279-299.
Mertens, D. M. (2010). Research and evaluation in education and psychology.
USA: Sage Publication, Inc.
Sax, G. (1989). Priciples of education and psychological measurement and
evaluation. Blemont California: Wadsworth Publishing Company.
Sugiyono. (2010). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R dan D. Bandung:
Alfabeta.
Tashakkori, A. dan Teddlie, C. (2010). Mixed methodology Mengkombinasikan
pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tashakkori, A. dan CTeddlie, C. (Ed). (2010). Handbook of mixed methods in
social & behavioral research.(Terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Biodata Penulis:
-
Penulis adalah Lektor Kepala dalam bidang Evaluasi Pendidikan dan bekerja
sebagai dosen Kopertis Wilayah VIII, dpk pada Program Studi Pendidikan
Bahasa Indonesia dan Daerah, FPBS IKIP PGRI Bali Denpasar sejak tahun
1993
- Riwayat Pendidikan:
S-1: Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 1987- 1992 (
FKIP Universitas Udayana).
S-2:
108
ABSTRACT
This study aims to improve the skills of writing poetry with the application
of contextual approach Class VIIC students of SMP Negeri 2 Bebandem the
Second Semester of the academic year 2014/2015
Subjects in this study were class VIIC students of SMP Negeri 2 Bebandem
totaling 27 people, in the second semester of the academic year 2014/2015. This
study uses a class action research design through two cycles. Data on poetry
writing skills that are collected by the test method were analyzed by quantitative
descriptive method. Before implementation of the second cycle, first implemented
pretest activities. Pretest activity is used to determine the initial value of poetry
writing skills class VIIC students of SMP Negeri 2 Bebandem in the Second
Semester of the academic year 2014/2015.
The results showed that the application of the contextual approach to
teaching poetry in class VIIC SMP Negeri 2 Bebandem in the Second Semester of
the academic year 2014/2015 can improve students' skills of writing poetry,
which is an average and the level of mastery of poetry writing skills of students
increased significantly from the average 61 and completeness 45% on pre-action,
an average value of poetry writing skills of students to 70 and 68% mastery level
in the first cycle, and increased significantly in the second cycle with an average
value of 82.26 and a 82% level of completeness. Increase in the average grade of
19.26 from the initial condition and completeness in classical also increased 37%
from the initial conditions.
Key Words: Contextual Approach, The Skills of Writing Poetry
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran sastra sering dirasa sulit oleh siswa, sehingga hasil yang
diproleh siswa pada saat penilaian cendrung kurang memuaskan. Padahal dengan
mempelajari sastra akan mendatangkan keuntungan. Menurut Budianta,
Mengarang mendatangkan rezeki. Mungkin uang, mungkin ketenaran, pacar
gelap, musuh baru, dan tukang peras. Kalau kita beruntung mungkin dalam
109
tempo singkat bisa jadi jutaan karena buku yang ditulis tiba-tiba laris manis,
diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, difilmkan, dan dijadikan pegangan oleh
orang-orang terkemuka di dunia. Hal semacam ini tidaklah mustahil. Banyak
orang-orang yang memiliki latar belakang pendidikan non sastra yang justru
memilih hidup bergelut di dunia sastra, seperti Putu Wijaya atau Cok Sawitri.
Tentu Beliau-Beliau itu punya alasan tersendiri mengapa memilih menjadi
seorang sastrawan.
Namun, bukti-bukti di atas rupanya tidak mudah untuk dijadikan pemicu
minat dalam menggeluti dunia satra, apalagi puisi yang sebagian orang merasa
kesulitan untuk memahami dan menikmatinya.
Kesulitan yang dialami siswa sebagian juga diakibatkan kurangnya
kepedulian guru dalam mengajarkan sastra, seperti alokasi waktu untuk
pelaksanaan pembelajaran sastra cendrung lebih kecil porsinya. Disamping itu
dalam pengajaran guru umumnya cendrung menggunakan metode ceramah dan
penugasan turut memicu rendahnya keterampilan menulis siswa.
Padahal pembelajaran sastra sejak kurikulum 1994 sampai kurikulum KTSP
menekankan pada penikmatan sastra atau apresiasi sastra. Pembelajaran sastra
diharapkan turut andil dalam pembentukan sikap moral anak.
Agar pembelajaran sastra ini disukai oleh siswa, maka pelaksanaan
pembelajaran haruslah menarik, menyenangkan dan menantang. Siswa diharapkan
mengalami sendiri dunia sastra itu. Untuk itu peran guru sangatlah dominan dalam
melaksanakan skenario pembelajaran. Guru harus mampu membangkitkan
semangat siswa dan menjadikan anak merasa mengalami sendiri apa yang
disampaikan, sehingga siswa merasa tertantang untuk menggali pengalaman yang
dirasakan dalam proses pembelajaran ini. Dengan demikian setelah siswa senang
dengan pembelajaran sastra diharapkan siswa mampu memproleh hasil yang lebih
baik lagi.
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa rendahnya perolehan nilai pada
aspek sastra, khususnya menulis puisi di kelas VIIC SMP N 2 Bebandem
dipengaruhi oleh sikap siswa yang merasa kurang tertarik pada pelajaran tersebut,
serta kurang tepatnya pendekatan pembelajaran yang dipergunakan guru.
110
111
ekspresif
artinya
dengan
menulis
seorang
penulis
dapat
(1992:10)
mengatakan
bahwa
mengarang
itu
memberi.
Dari hakikat menulis dan hakikat puisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
hakikat menulis puisi adalah kegiatan melahirkan atau menuangkan gagasan,
pikiran ke dalam bentuk tulisan yang padat, bermakna dan bentuk tertentu.
b. Pendekatan Kontekstual
1) Hakikat Pendekatan
Pendekatan dalam penelitian ini diartikan sebagai proses, perbuatan, cara
mendekati. Karena pendekatan ini dikaitkan dengan pembelajaran, maka yang
didekati dalam penelitian ini adalah peserta didik dan materi pembelajaran itu
sendiri. Pembelajaran adalah proses penyampaian dari belajar yang merupakan
petunjuk supaya diketahui (dituruti).
2) Hakikat Kontekstual
Kontekstual berasal dari kata konteks yang berarti situasi yang ada
hubungannya dengan suatu kejadian.
3) Hakikat Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual (contextual Teaching and Learning) merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran
berlangsung alamiah dan bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Srtategi
pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Pembelajaran kontekstual
melibatkan
tujuh
komponen
utama
pembelajaran
yang
efektif,
yakni
pada tahap prasiklus nilai rata-rata siswa hanya 60, pada tindakan siklus I
meningkat menjadi 72,1 dan pada siklus II nilai rata-ratanya meningkat menjadi
80,4. (2) Penelitian Sucipto (2012) dengan judul Meningkatkan Keterampilan
Menulis Puisi dengan Teknik Pendekatan Imajinasi Pengalaman Pribadi terhadap
Suatu Objek pada Siswa Kelas XA MAN Amlapura Tahun Pelajaran 2012/2013,
yang mana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada saat prasiklus nilai ratarata siswa hanya 63,0, pada tindakan siklus I meningkat menjadi nilai rataratanya 74,6 dan pada akhir siklus II nilai rata-ratanya meningkat lagi menjadi
82,5.
3. Kerangka Berpikir
Keterampilan menulis memberi makna yang penting untuk berkomunikasi
secara tidak langsung dalam kehidupan sehari-hari. Tidak semua orang
mempunyai keberanian menyampaikan ide, gagasan, ataupun pendapat serta sikap
secara langsung kepada orang lain.
Langkah yang akan dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebgai berikut.
KONDISI AWAL
TINDAKAN
KONDISI AKHIR
GURU:
Belum
menggunakan
pentan
kontekstual dalam pembelajaran
menulis puisi
GURU:
Menggunakan
pendekatan
kontekstual dalam pembelajaran
menulis puisi
Diduga
melalui
pendekatan
kontekstual keterampilan menulis
puisi siswa meningkat
SISWA:
Keterampilan menulis
puisinya rendah
SIKLUS I
Dalam pembelajaran menulis
puisi,
guru
menggunakan
pendekatan kontekstual tanpa ke
lapangan
SIKLUS II
Dalam pembelajaran menulis puisi
guru menggunakan pendekatan
kontekstual yang konseptual serta
diajarkan ke lapangan
115
4. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah penerapan pendekatan
kontekstual dapat meningkatkan keterampilan menulis puisi siswa kelas VIIC
SMP Negeri 2 Bebandem semester 2 tahun pelajaran 2014/2015.
METODE PENELITIAN
a. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas VIIC SMP Negeri 2
Bebandem pada semester 2 tahun pelajaran 2014/2015. Waktu penelitian selama 3
bulan, yaitu dari bulan Januari sampai Maret 2015, dari penyusunan proposal,
penelitian, sampai pelaporan.
b. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIIC yang berjumlah 27 orang,
terdiri dari 14 siswa laki dan 13 orang siswa prempuan. Objek penelitian ini
adalah keterampilan menulis puisi siswa kelas VIIC SMP Negeri 2 Bebandem
semester 2 tahun pelajaran 2014/2015.
c. Desain Penelitian
Pada hakikatnya, penelitian perbaikan pembelajaran ini adalah penelitian
tindakan kelas (Classroom Action Research). PTK adalah suatu bentuk kajian
reflektif oleh pelaku tindakan (guru) yang dilakukan untuk meningkatkan
kemantapan rasional dari tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugas,
memperdalam pemahaman terhadap tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki
kondisi dimana praktik pembelajaran tersebut dilaksanakan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, PTK dilakukan dalam proses pengkajian
berdaur (siklus), yang setiap siklusnya terdiri atas empat fase, yaitu perencanaan
(planning), melaksanakan tindakan (action), memantau (observation), dan
merefleksi (reflection).
116
d. Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari dua siklus, masing-masing siklus
terdiri dari; perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan
evaluasi, serta refleksi.
Perbedaan tindakan yang peneliti lakukan antara siklus satu dan siklus kedua
adalah; bila pada siklus satu pembelajaran masing dilakukan di ruang kelas
dengan memberikan gambaran yang lebih mendekatkan pada pengalaman yang
dimiliki siswa sesuai KD yang dibicarakan yaitu menulis puisi dengan tema
tentang keindahan alam, maka pada siklus kedua pelaksanaan proses
pembelajaran di luar kelas (di persawahan). Kebetulan lokasi SMP Negeri 2
Bebandem berada di daerah dengan hamparan persawahan.
Pelaksanaan pembelajaran di luar kelas, dapat berlangsung lebih
komunikatif. Informasi yang terjadi menjadi lebih multi arah yaitu dari guru ke
siswa, siswa ke siswa, dan siswa ke guru.
e. Data dan Analisis Data
Sumber data penelitian ini berasal dari data pretes sebagai data awal, serta
data tes siklus I dan data siklus II. Data keterampilan menulis puisi dikumpukan
dengan tes menulis puisi dalam bentuk tes unjuk kerja.
Agar instrumen yang digunakan Valid, maka sebelum membuat tes terlebih
dahulu membuat kisi-kisi sebagai perakit soal. Setelah tes selesai dibuat,
berikutnya membuat pedoman pensekoran penilaian dengan gambaran sebagai
berikut.
Tabel 1. Kriteria Penilain Menulis Puisi
NO
1
RENTANG SKOR
Sesuai = 85-100
Cukup sesuai = 75-84
Kurang sesuai = 60-74
Tidak sesuai = 0-5
Tepat = 85-100
Cukup tepat = 75-84
Kurang tepat = 60-74
Tidak tepat = 0-59
Sangat transparan = 85-100
Transparan = 75-84
Kurang transparan = 60-74
Tidak transparan = 0-59
117
Penggunaan majas
Tipografi
Tepat = 85-100
Cukup tepat = 75-84
Kurang tepat = 60-74
Tidak tepat = 0-59
Indah, dan lengkap = 85-100
Indah, tetapi kurang lengkap = 75-84
Tidak indah tetapi lengkap = 60-74
Tidak indah dan tidak lengkap = 0-59
Variatif = 85-100
Cukup variatif = 75-84
Kurang variatif = 60-74
Tidak variatif = 0-59
118
Dengan konsep itu, hasil pembelajaran berlangsung alamiah dan bukan transfer
pengetahuan dari guru ke siswa. Srtategi pembelajaran lebih dipentingkan
daripada hasil. Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran yang efektif, yakni konstruktivisme (constructivism), bertanya
(questioning), menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community),
pemodelan (modeling) dan penilaian sebenarnya (authentic assessment),
(Depdiknas 2002:1).
Hal ini sejalan juga dengan penelitian yang dilakukan oleh: (1) penelitian
Widowati (2007), yang berjudul Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi dengan
Teknik Pengamatan Objek Secara langsung pada Siswa Kelas X MA Al Asror
Patemon Gunung Pati Semarang Tahun Ajaran 2005/2006, disimpukan bahwa
pada tahap prasiklus nilai rata-rata siswa hanya 60, pada tindakan siklus I
meningkat menjadi 72,1 dan pada siklus II nilai rata-ratanya meningkat menjadi
80,4. (2) penelitian Sucipto (2012) dengan judul Meningkatkan Keterampilan
Menulis Puisi dengan Teknik Pendekatan Imajinasi Pengalaman Pribadi terhadap
Suatu Objek pada Siswa Kelas XA MAN Amlapura Tahun Pelajaran 2012/2013,
yang mana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada saat prasiklus nilai ratarata siswa hanya 63,0, pada tindakan siklus I meningkat menjadi nilai rataratanya 74,6 dan pada akhir siklus II nilai rata-ratanya meningkat lagi menjadi
82,5.
Hasil penelitian tindakan kelas penerapan pendekatan kontekstual untuk
meningkatkan keterampilan menulis puisi siswa SMP Negeri 2 Bebandem
semester 2 tahun pelajaran 2014/2015 dengan pelaksanaan dua siklus diproleh
paparan sebagai berikut.
Tabel 2. Perbandingan Nilai Rata-Rata Menulis Puisi dan Ketuntasan Klasikal
Pelaksanaan
Ketuntasan
Pratindakan
Skor Rata-Rata
Kelas
61
Siklus I
70
68%
Siklus II
80,26
82%
119
45%
Hasil yang diperoleh siswa dari pemberian tindakan sebanyak dua kali
mengalami peningkatan yang cukup menggembirakan. Pada saat sebelum
mendapat tindakan, nilai rata-rata kelas yang diperoleh masih dibawah target
ketuntasan yaitu sebesar 61 (ketuntasan 74). Setelah mendapat tindakan berupa
penerapan pendekatan kontekstual dengan pelaksanaan di dalam kelas pada siklus
I meningkat meningkat sebesar 9 poin, yaitu rata-rata 70. Selanjutnya pada siklus
II dengan pelaksanaan pembelajaran di luar kelas, yaitu di sekitar persawahan di
dekat sekolah, diperoleh hasil rata-rata kelas sebesar 80,26 atau meningkat 10,26
dari dari siklus I. Dibandingkan dengan kondisi awal maka terjadi peningkatan
sebesar 19,26 poin. Ketuntasan secara kekasikal juga mengalami peningkatan,
dari hanya 45% pada pratindakan meningkat menjadi 68% pada siklus I atau
meningkat 23%. Pada siklus II meningkat lagi dengan ketuntasan kelasikal
sebesar 82% atau meningkat 14% dari siklus I. secara keseluruhan dibandingkan
kondisi awal, secara kelasikal terjadi peningkatan ketuntasan sebesar 37% setelah
penerapan pendekatan kontekstual pada pembelajaran menulis puisi siswa kelas
VIIC SMP Negeri 2 Bebandem tahun pelajaran 2014/2015. Itu artinya penelitian
dapat dihentikan pada siklus II.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penerapan
pendekatan kontekstual pada pembelajaran menulis puisi dapat meningkatkan
keterampilan menulis puisi siswa kelas VIIC SMP Negeri 2 Bebandem semester 2
tahun pelajaran 2014/2015. Peningkatan rata-rata kelas sebesar 19,26 dari kondisi
awal dan ketuntasan secara klasikal juga meningkat 37% dari kondisi awal.
DAFTAR PUSTAKA
Baribin, Raminah. 1990. Teori dan Apresiasi Sastra. Semarang: IKIP Semarang
Press
Budianta, Eka. 1992. Menggebrak Dunia Mengarang. Jakarta: Pustaka
Pembangunan Swadaya Nusantara.
Cipto. 2012. Meningkatkan Keterampilan Menulis Puisi dengan Teknik
Pendekatan Imajinasi Pengalaman Pribadi Terhadap Suatu Objek pada
120
Biodata Penulis:
Nama
Tempat/tgl.lahir
Tempat Tugas
Pendidikan:
-
121
kecelakaan terjadi. Luka fisik yang tidak begitu parah juga berpengaruh terhadap
emosi dan perilaku yang disebabkan adanya kecemasan dan avoidance reactions
yang dialami penyintas.
Motor Accidents Authority of NSW (2003) menyebutkan, dalam rentang
waktu dua minggu (immediate) pasca kecelakaan, besar kemungkinan penyintas
akan mengalami kecemasan. Orang-orang yang mengalami kecemasan dan
sampai berkembang mengalami gangguan kecemasan atau PTSD adalah orangorang yang mempunyai pengalaman kecemasan yang ekstrim, pikiran-pikiran
yang mengganggu dan ketakutan yang luar biasa setelah mengalami kecelakaan.
Biasanya orang-orang seperti itu juga terganggu dalam melakukan aktivitas
sehari-hari, dalam bekerja dan berhubungan dengan orang lain, serta merasa tidak
berdaya akibat pengalaman kecelakaan yang dialaminya
Pada banyak kasus, ketika ditemukan adanya gejala-gejala permasalahan
psikologis yang akut, maka early treatment sangat dibutuhkan untuk mencegah
berkembangnya permasalahan psikologis yang lebih serius atau sampai menjadi
PTSD (Bryant et.al, dalam Bryant, Moulds & Guthrie, 2000). Early treatment
yang dilakukan beberapa hari setelah peristiwa traumatis, berfungsi untuk
memfasilitasi pemulihan psikologis (Yehuda, 2002). Selanjutnya Yehuda (2002)
mengatakan, proses pemulihan dapat terbantu dengan berkomunikasi dan berbagi
cerita dengan orang lain, yang dapat meningkatkan kemampuan untuk menahan
ketidaknyaman dan mengekspresikan emosi-emosi yang tidak menyenangkan.
Intervensi awal atau sesegera mungkin (Early Intervention) merupakan
pendekatan yang menekankan pada penguatan persepsi mengenai self-efficacy
dalam menghadapi pengalaman traumatis atau stresor yang menyertainya.
Intervensi yang dilakukan sesegera mungkin akan menjadi efektif dalam
mencegah dampak yang lebih serius akibat pengalaman traumatis, apabila
intervensi tersebut mampu membantu penyintas menghadirkan gambaran baru
dalam mempersepsi coping yang sesuai dengan kebutuhan (Benight, Cielsak,
Molton & Johnson, 2008).
123
Motor
Accidents
Authority
of
NSW
(2003)
merekomendasikan
Psychological First Aid (PFA) untuk diberikan dalam rentan waktu dua minggu
sejak peristiwa kecelakaan terjadi. PFA yang diberikan sesegera mungkin kepada
penyintas kecelakaan meliputi penyediaan rasa aman dan kenyamanan,
memfasilitasi kebutuhan fisiknya, menghubungkannya dengan keluarga atau
orang dekatnya, serta meningkatkan fungsi sosial support. PFA juga mencakup
pemberian informasi yang sederhana namun akurat mengenai respon normal
berupa kecemasan maupun bentuk distres lainnya yang muncul pasca mengalami
kecelakaan, serta informasi tentang layanan profesional kesehatan mental bagi
yang membutuhkannya. Apabila penyintas merasa butuh, dengan berbicara
tentang perasaan dan pikiran yang timbul setelah mengalami kecelakaan kepada
orang lain, juga merupakan bentuk PFA yang direkomendasikan Motor Accidents
Authority of NSW.
Penyintas kecelakaan kendaraan bermotor yang merasa bahwa dia harus
bertanggung jawab serta mengakui dalam dirinya bahwa kecelakaan tersebut
adalah bagian dari kesalahannya, mempunyai resiko lebih kecil untuk mengalami
PTSD dan mengalami pemulihan psikologis lebih cepat. Penyintas kecelakaan
yang memaknai bahwa dirinya bersalah dalam kecelakaan yang terjadi,
mempunyai kekuatan mengontrol persepsinya dalam menilai peristiwa yang
terjadi. Penyintas mempunyai lebih banyak sense of control mengenai apa yang
telah dia alami dan bagaiamana menyikapi apa yang akan terjadi ke depan
(Delahanty et al., 1997).
Remaja usia 16-19 tahun beresiko lebih besar mengalami kecelakaan jika
dibandingkan dengan kelompok usia lainnya, terutama pada remaja yang mulai
mengemudikan kendaraan bermotor (McCartt ; National Center for Injury
Prevention and Control-NCIPC, dalam Papalia, Olds & Feldman, 2009). Data
dari Kepolisian Daerah Bali Direktorat Lalu Lintas, pada semester I Tahun 2010
mengenai korban kecelakaan lalu lintas terdapat pada tabel 1 :
Tabel 1 : Angka jumlah korban kecelakaan kendaraan bermotor periode JanuariJuni 2010 (Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Bali).
124
usia
Jumlah (orang)
0 s/d 9 th
120
10 s/d 15 th
396
16 s/d 30 th
613
31 s/d 40 th
331
41 s/d 50 th
226
51 th ke atas
174
1860
Dari data tersebut, 54,25 % korban kecelakaan lalu lintas pada wilayah
Polda Bali adalah usia 10 sampai 30 tahun. Dari hasil pengamatan peneliti, Di
Bali sendiri terutama di wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, hampir
sebagian besar usia remaja, sejak mereka bersekolah di SMP, sudah mengendarai
motor sendiri untuk pergi ke sekolah. Hal ini tentu menjadi perhatian penting bagi
peneliti dalam mempertimbangkan usia remaja sebagai partisipan penelitian.
Ketika remaja mengalami luka atau bekas luka pada wajah dan daerah tubuh
lainnya, mungkin muncul kekhawatiran mengenai akan ditolak teman lawan
jenisnya. Luka fisik juga akan mengganggu aktivitas pendidikan remaja dan
interaksi sosial lainnya, yang mungkin menimbulkan ketidaknyamanan pada diri
remaja. Perasaan malu, harga diri yang menurun karena dianggap tidak mahir
dalam mengendarai motor oleh teman sebaya, mungkin menjadi pikiran-pikiran
yang hadir pada diri remaja yang baru mengalami kecelakaan. Rasa sakit dibagian
tubuh yang luka dan penilaian tentang bagaimana nanti keberfungsian organ tubuh
yang luka mungkin menjadi sumber stres atau kecemasan pada diri remaja.
Merujuk pada hasil pemaparan di atas, maka penelitian ini dilakukan
dengan tujuan untuk melihat apakah Psychological First Aid (PFA) dapat
mengurangi gejala kecemasan pada penyintas kecelakaan kendaraan bermotor.
125
Tinjauan Teoritis
Freud (dalam Feist & Feist 2008) mendefinisikan kecemasan sebagai
kondisi yang tidak menyenangkan, bersifat emosional dan sangat terasa
kekuatannya, disertai sebuah sensasi fisik yang memperingatkan seseorang
terhadap bahaya yang sedang mendekat. Ketidaknyamanan dari kondisi ini
seringkali samar-samar dan sulit untuk ditentukan penyebabnya, namun
kecemasan itu sendiri selalu dapat dirasakan. Sedangkan Rogers mendefinisikan
kecemasan sebagai kondisi tidak nyaman atau tegangan yang penyebabnya tidak
diketahui.
Peurifoy (2005) mengatakan, kecemasan biasanya didorong oleh ancaman
yang hadirnya samar-samar, tidak nyata atau tidak langsung, sedangkan ketakutan
didorong oleh ancaman yang jelas atau nyata. Baik kecemasan dan ketakutan
mengakibatkan gejala-gejala mental seperti rasa putus asa, bingung, takut,
khawatir dan adanya pengulangan pikiran-pikiran negatif. Kecemasan dan
ketakutan juga mengakibatkan munculnya gejala fisik ringan seperti ketegangan
otot-otot tubuh.
Pada orang yang sedang sakit atau mengalami luka, kondisi yang
dialaminya menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dan terasa mengganggu
dirinya. Terkadang perasaan seperti ini menjadi sesuatu yang disadari, namun
ketika ketidaknyaman tersebut muncul tanpa disadari dan terasa sangat
mengganggu tanpa diketahui penyebab pastinya serta terjadi terus menerus, hal
inilah yang menjadi sebuah bentuk kecemasan (Meares, 1963).
Motor Accidents Authority of NSW (2003) menyebutkan bahwa penyebab
kecemasan bisa karena ketakutan akibat memikirkan sesuatu yang tidak jelas atau
tidak pasti, kekhawatiran karena penilaian tentang sesuatu yang akan datang atau
di kemudian hari, atau persepsi tentang sesuatu yang sudah lalu, seperti tentang
pengalaman kecelakaan yang pernah dialaminya, bertanya-tanya dalam diri
sendiri, mengapa dan kenapa hal itu bisa terjadi, siapa yang salah dan penyebab
utama dari kecelakaan tersebut. Motor Accidents Authority of NSW (2003)
126
komponen
otonomik
perasaan-perasaan
itu.
Jacobson
yang
tidak
menyenangkan,
seseorang
dapat
merubah
127
128
melalui pengisian
129
tingkat
kecemasannya
sedang
dan
36-63
130
Prosedur Intervensi
Intervensi dilakukan dengan mengunjungi penyintas di rumahnya. Setelah
peneliti memperkenalkan diri serta menyampaikan maksud dan tujuan
kedatangannya dan menjelaskan bahwa peneliti mengetahui data penyintas dari
rumah sakit, peneliti meminta penyintas untuk mengisi Beck Anxiety Inventory
(BAI) sebagai alat untuk mengukur level gejala kecemasan. Apabila skor
kecemasan penyintas di atas skor 22-35 (sedang) atau 36-66 (tinggi), maka
peneliti akan melakukan intervensi kepada penyintas dengan terlebih dahulu
menanyakan kesediaannya untuk menjadi partisipan penelitian. Bila skor
kecemasan penyintas hanya 21 atau di bawahnya (rendah), peneliti tidak akan
memberikan intervensi, namun hanya memberikan psikoedukasi. Penyintas
dengan level kecemasan tinggi atau sedang yang bersedia untuk menjadi
partisipan penelitian, akan menjalani empat sesi pertemuan selama empat hari
berturut-turut, dimana setiap sesinya akan berlangsung selama 90 menit.
Di sesi pertemuan pertama intervensi, peneliti lebih banyak melakukan
komunikasi yang sifatnya membangun raport dengan partisipan. Peneliti
memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud dan tujuan kedatangaan peneliti
menemui penyintas. Peneliti menggali informasi dengan menanyakan hal-hal
yang berkaitan dengan rasa aman dan kenyamanan partisipan selama beristirahat
di rumah atau selama menjalani rawat jalan. Peneliti juga mengkomunikasikan
apakah partisipan mengalami kesulitan atau hambatan dalam proses pemulihan.
Di sesi pertemuan kedua dengan partisipan, peneliti memberikan
intervensi dengan membantu penyintas untuk mengungkapkan perasaan, pikiran
serta reaksi fisik dan perilaku yang partisipan alami pasca mengalami kecelakaan.
Dalam sesi ini diharapkan apa yang diungkapkan partisipan kepada peneliti bisa
menjadi ventilasi untuk mengekspresikan emosi-emosi negatif yang dirasakan
partisipan. Peneliti juga membantu penyintas untuk lebih mengenal coping positif
dan dukungan psikososial yang dapat membantu penyintas dalam mempercepat
proses pemulihan psikologisnya.
131
132
Hasil Penelitian
Secara ringkas hasil penelitian dapat peneliti paparkan dalam tabel di
bawah ini :
Y
Laki-laki berumur 15
tahun, keluarga sangat
sejahtera, setiap hari
pergi ke sekolah dan
melakukan aktivitas lain
di luar rumah dengan
mengendarai motor
sendiri.
DP
Perempuan berumur 16
tahun, keluarga sangat
sederhana, setiap hari
pergi ke sekolah dan
melakukan aktivitas lain
di luar rumah dengan
mengendarai motor
sendiri.
Pikiran
Bertanya-tanya pada
diri sendiri tentang
bagaimana komentar
teman-teman dengan
gigi saya yang patah 2.
Perasaan
Gambaran
Umum
Kehidupan
Partisipan
Fisik
Perilaku
Takut mengendarai
motor sendiri di jalan
raya.
D
Perempuan berumur 20
tahun, keluarga
menengah ke atas,
setiap hari pergi ke
kampus dan melakukan
aktivitas lain di luar
rumah dengan
mengendarai motor
sendiri.
Bertanya-tanya pada diri
sendiri kenapa saya bisa
jatuh lagi, teringat
tentang kecelakaan yang
dialami, sulit
berkonsentrasi.
Takut, cemas, was-was,
merasa tidak enak
karena merepotkan
orang lain, kecelakaan
merupakan kesalahan
sendiri.
Otot-otot tubuh tegang
dan kaku, sulit tidur,
tubuh lemas, kurang
bersemangat.
Jadi sering menyendiri di
kamar.
Strategi Coping
Bercerita/ngobrol dengan
anggota keluarga atau
teman, mendengarkan
musik, nonton tv, menulis
diary
Dukungan
Psikososial
Anggota keluarga di
rumah, saudara, teman
sekolah.
Teman kampus.
Hambatan
dalam
pemulihan
psikologis
133
Hikmah Positif
dari Kecelakaan
yang Dialami.
Ketika mengendarai
motor tidak boleh buruburu dan dalam keadaan
marah atau kesal, jadi
lebih dekat dengan
teman, tidak selalu
menyalahkan lingkungan,
diri sendiri yang sangat
berperan dalam
menyebabkan
kecelakaan yang dialami.
Penilaian
Terhadap
Intervensi
Bermanfaat, membantu
pemulihan psikologis,
ada teman
berkomunikasi,
mendapat manfaat dari
relaksasi dan rileks.
progresif yaitu menjadi
lebih tenang
Bermanfaat, membantu
pemulihan psikologis,
membuat lebih tenang,
nyaman dan dikuatkan
(coping DP didukung
atau dinilai baik oleh
peneliti)
Membantu pemulihan
psikologis, membantu
dalam menemukan
hikmah positif.
Perubahan
penghayatan
gejala
kecemasan.
Perubahan/Pen
urunan Skor
Gejala
Kecemasan
Sebelum dan
Sesudah
Intervensi
Dari 36 menjadi 18
(turun 18 poin)
dengan
sangat
dalam,
sehingga
menimbulkan
gejala-gejala
134
135
kecelakaan sebanyak dua kali dalam sebulan menjadikan stres yang dialami D
seolah terakumulasi, sehingga faktor inilah yang menyebabkan skor gejala
kecemasannya hampir berada pada tingkat yang tinggi (34). Namun diantara
ketiga partisipan dalam penelitian ini, D mempunyai penurunan skor gejala
kecemasan yang paling besar. Walaupun D tidak mendapatkan dukungan
psikososial dari keluarga, namun peneliti berkeyakinan bahwa faktor yang
membuat skor gejala kecemasannya menurun paling besar adalah karena D lebih
banyak memaknai secara positif dan mendapatkan hikmah dari kecelakaan yang
dialaminya. D sangat merasakan manfaat intervensi dari hal-hal yang berusaha
menggali lebih dalam pemaknaan partisipan tentang peristiwa yang dialaminya,
serta mengajak partisipan menemukan hikmah positif dari kecelakaan yang baru
dialaminya.
Diskusi
PFA menjadi intervensi yang efektif dalam mengurangi gejala kecemasan
yang dialami penyintas dalam beberapa hari pasca mengalami kecelakaan
dikarenakan PFA membantu penyintas untuk mengungkapkan perasaan dan
pikiran yang tidak menyenangkan, sehingga beban atau tekanan yang dialami
penyintas juga menjadi berkurang. Menguatkan dan meningkatkan coping positif
serta dukungan psikososial yang dimiliki penyintas juga menjadi bagian utama
intervensi. Penyintas juga diajak untuk menemukan hikmah dan memaknai secara
positif kecelakaan yang dialaminya, sehingga dapat mengimbangi atau
mengurangi emosi-emosi negatif yang hadir akibat persepsi penyintas tentang
peristiwa yang dialaminya.
Peneliti menemukan bahwa tidak tersedianya data lengkap tentang
penyintas kecelakaan kendaraan bermotor yang ditangani di instalasi gawat
darurat (IGD) di kedua rumah sakit tempat peneliti mencari data penelitian.
Penyintas yang diperbolehkan langsung pulang setelah mendapatkan penanganan
di IGD, menyebabkan data lengkap mengenai identitas serta alamat penyintas
menjadi tidak begitu penting untuk menjadi bagian catatan atau dokumen
pelayanan di rumah sakit. Fenomena seperti ini juga didukung oleh faktor bahwa,
136
137
baik (rileks, tenang, nyaman, lebih dapat berkonsentrasi dan tidur lebih mudah),
selama menjalani proses intervensi.
Saran
Intervensi yang peneliti lakukan kepada partisipan dalam penelitian ini
terbatas hanya dalam empat sesi pertemuan dalam empat hari berturut-turut. Oleh
karena itu, pelaku PFA sebaiknya melakukan monitoring terhadap penyintas,
untuk melihat apakah skor dan penghayatan gejala kecemasan penyintas semakin
menurun, meningkat atau tetap, selama satu sampai dua minggu pasca melakukan
intervensi. Ketika ditemukan adanya gejala-gejala kecemasan ataupun perubahan
perilaku yang berlanjut pada partisipan, sebaiknya dilakukan tindak lanjut, baik
dengan melakukan pendampingan psikologis maupun merujuk ke profesional
kesehatan mental.
Dukungan psikologis awal seharusnya dapat dilakukan ketika peyintas
kecelakaan berada di instalasi gawat darurat (IGD). Sebelum penyintas pulang
setelah mendapatkan penanganan di IGD, perawat atau petugas dapat melakukan
komunikasi atau memberikan informasi yang dapat membantu mengurangi
kecemasan yang dirasakan penyintas, sekaligus mencari infomasi lengkap
identitas penyintas. Petugas pencatat identitas dapat memberikan informasi
tentang reaksi-reaksi apa yang biasanya muncul pada orang yang mengalami
kecelakaan kendaraan bermotor dan reaksi tersebut merupakan reaksi yang
normal.
Untuk di Bali sendiri, dengan sistem organisasi kemasyarakatannya yang
sangat kuat dan mengikat, pelatihan PFA dapat dilakukan kepada ibu-ibu PKK
atau pengurus banjar setempat, sehingga promosi dan penerapan PFA dapat
menjangkau sampai ke lapisan masyarakat paling bawah, termasuk ketika ada
salah satu anggota banjar yang mengalami kecelakaan. Pelatihan PFA juga harus
melibatkan anggota STT (seka teruna teruni/karang taruna), yang sekaligus
disisipkan dengan materi bagaimana perilaku berkendara yang baik di jalan,
disamping meningkatkan pengetahuan mereka tentang pentingnya dukungan
psikososial dan menjaga kesejahteraan psikologis itu sendiri.
138
Benight, C.C., Cielsak, R., Molton, I.R., & Johnson, L.E. (2008). Self-Evaluative
Appraisals of Coping Capability and Posttraumatic Distress Following
Motor Vehicle Accidents. Journal of Consulting and Clinical Psychology.
Vol. 76. No. 4, 677-685.
Boege, K., & Gehrke, A. (2005). Preventing Posttraumatic Stress-Psychological
First Aid at the Workplace, Safety Science Monitor. Vol 9, Issue 1, Short
Communication 1, Dresden.
Bryant, R.A., Moulds, M.L., & Guthrie, R.M. (2000). Accute Stress Disorder
Scale: A Self-Report Measure of Acute Stress Disorder, Psychological
Assesment, Vol. 12, No. 1, 61-68.
Carll, E.K. (2000). Trauma Psychology, Issues in Violence, Disaster, Health, and
Illness, Volume 2 : Health and Illness. USA : Praeger.
139
Delahanty, D.L. (1997). Acute and Chronic Distress and Posttraumatic Stress
Disorder as a Function of Responsibility for Serious Motor Vehicle
Accidents. Journal of Consulting and Clinical Psychology. Vol. 165. No.
4, 560-567.
Everly, G.S., Phillips, S.B., Kane, D., & Feldman, D. (2006). Introduction to and
overview of Group Psychological First Aid. Oxford University Press.
Feist, J & Feist, G.J. Theories and Personality (Yudi Santosa, Penerjemah).
Jakarta: Pustaka Pelajar.
Harrison, W.A. (1999). Psychological Disorders as Consequences of Involvement
in Motor Vehicle Accidents : A Discussion and Recommendations for A
Research Program. Monash University Accident Research Centre. Report
No. 153.
Kumar, R. (1996). Research Methodology A Step-By-Step Guide For Beginners.
London : Sage Publications.
Meares, A. (1963). The Management of The Anxious Patient. London: W. B.
Saunders Company.
Motor Accidents Authority of NSW. (2003). Guidelines for the Management of
Anxiety Following Motor Vehicle Accidents. Sydney NSW.
Papalia, D.E., Old, S.W., & Feldman, R.D. (2009). Human Development
Perkembangan Manusia, Jakarta: Salemba Humanika.
Peurifoy, R.Z. (2005). Anxiety, Phobias, & Panic. New York: Warner Books.
Poerwandari, E.,K. (2009). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku
Manusia. Cetakan Ketiga. Depok: LPSP3 UI.
Reyes, G., & Jacobs, G.A. (2006). Handbook of International Disaster
Psychology. Volume II Practices and Programs. USA: Praeger Publisher.
Kartikasari, A. D. (2009). Pelatihan Teknik Relaksasi Untuk Menurunkan
Kecemasan pada Primary Caregiver Penderita Kanker Payudara.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Tesis.
Soewondo, S. (2009). Panduan dan Instruksi Latihan Relaksasi Progresif. (CD)
Depok: LPSP3 UI.
140
Uhernik, J.A., & Husson, M.A. (2009). Psychological First Aid : An Evidence
Informed Approach for acute Disaster Behavioral Health Response.
American Counseling Association. North Carolina: Charlotte.
Vernberg, E.M., et al. (2008). Innovation in Disaster Mental Health :
Psychological First Aid, APA, Vol.39, No. 4, 381 388.
Yehuda, R. (2002). Treating Trauma Survivors With PTSD. Washington:
American Psychiatric Publishing.
141
ABSTRACT
There are re-branding policy from Magnum Ice Cream to give Brand
Equity Value to customer, so that the consumer will have the will to buy.
With AISAS model, it found out that the customers decision to buy the
product increase, the proves are the following: 1. According to score
interpretation criteria, the 88% score on attention point are categorized as
very high, the 85% score on interest point are categorized as very
high, the 71% score on search point as high, the 89% score on action
score are categorized very high, the 71% score on share point are
categorized as moderate high.
Key Words: Re-Branding Policy, AISAS Model, Brand Equity Value
PENDAHULUAN
Komunikasi merupakan dasar bagi keberhasilan strategi promosi
secara umum yang dapat dilakukan oleh perusahaaan.Banyak hal yang dapat
dikomunikasikan kepada pelanggan, tapi ada hal utama yang harus di
komunikasikan pada pelanggan adalah keberadaan tentang merek.Utami
(2010) menyatakan bahwa merek suatu nama atau simbol pembeda, seperti
misalnya logo yang mengidentifikasi produk atau jasa itu dari atau dengan
penawaran pesaing.
Merek dapat memberikan nilai kepada pelanggan, dan sekaligus dapat
menyampaikan informasi kepada konsumen tentang sifat dan pengalaman
142
produksi
yang
semakin tinggi.
Kementerian
Perindustrian
dilakukan
oleh
pihak
Unilever
mengenai re-
143
144
biasa
menarik.
Seperti
terjadinya
perang
harga
sehingga
145
146
147
pada tahun 1989 dan pertama kali diproduksi oleh Frisko di Denmark.Magnum
yang asli (yang kemudian diganti namanya menjadi Magnum Classic) berbentuk
seperti sebuah bar tebal es krim vanilla, ditutupi dengan coklat putih atau gelap,
dengan berat 86 gram (120 ml). Perusahaan mulai menjual Magnum es krim pada
tahun 1994 dan Sandwich es krim pada tahun 2002.
Mulai tahun 1992 Perusahaan menambah Magnum Mint, Double Chocolate, dan
rasa lainnya. Pada tahun 2002 Magnum bercabang menjadi yogurt beku dengan
buah raspberry swirl mereka tercakup dalam coklat susu. Di Australia dan
Selandia Baru, produk yang dijual di bawah nama merek Streets Ice Cream. Pada
tahun 2003. mengeluarkan seri edisi terbatas es krim dikenal sebagai Sembilan
nama Sixties terkait enam puluhan menampilkan: John Lemon, Kayu Choc, Jami
Hendrix, ChocWork Orange, Perdamaian Mangga, Cinnaman di Bulan, Cherry
Guevara, Candy Warhol dan Jambu Lampu. Konsumen yang mengumpulkan
sembilan dari stik es krim ini bisa mengirim mereka mendapatkan Magnum
gratis T-Shirt.Popularitas ekstrim dari Orange ChocWork mengakibatkan Streets
menjualnya sebagai Chocolate Orange Magnum untuk beberapa waktu setelah
sisa rentang dihentikan.Demikian pula, Envy Peppermint rentang Tujuh Dosa
Mematikan menjadi Peppermint dan masih tersedia di Australia hari ini. Di
Yunani dan Rumania, nama merek Magnum dimiliki oleh Delta / Nestl,
sehingga es krim Unilever menggunakan nama Magic. Pada tahun 2008 Magnum
telah membawa keluar varian baru di Inggris Mystica Maya yang merupakan es
krim Magnum coklat dicampur dengan kayu manis, pala dan rasa madu, dan
Magnum Minis tersedia dalam berbagai rasa. Eva Longoria adalah wajah dari
Magnum pada 2008.Juga di tahun 2008, Josh Holloway, dari televisi Lost, terpilih
sebagai juru bicara laki-laki pertama Magnum di Turki. Benicio del Toro dan
Caroline Correa membintangi iklan televisi untuk Magnum Emas, disutradarai
oleh Bryan Singer. Pada tahun 2009 mereka memperkenalkan Magnum Mini
Moments. Mereka datang dalam 3 jenis coklat: susu, putih dan gelap semua
148
dengan 5 rasa yang berbeda, termasuk almond, truffle dll Di Cina nama Magnum
masih dipertahankan, namun ada varietas yang lebih sedikit; sebagai tahun 2009
hanya ada vanila, cappuccino, dan renyah. Mint dan coklat ganda diperkenalkan
pada tahun 2006 / 2007 namun ditarik dari pasar pada tahun 2008 (atau mungkin
sebelumnya).
2. Perbedaan Es Krim Magnum Sebelum Dan Sesudah Re-Branding
Berikut perbedaan-perbedaan es krim Magnum sebelum di re-branding dan
sesudah di-rebranding:
1. Kemasan
Secara umum perbedaan mendasar yang membedakan es krim Magnum
sebelum dan sesudahre-branding adalah bentuk kemasan yang mencolok
dalam
Gambar 1.1
Sebelum re-brandingdan sesudah re-branding es krim Magnum
149
2. Varian Rasa
Setelah lebih dari satu dekade es krim Magnum hadir di Indonesia dengan
hanya satu varian rasa saja yaitu rasa vanila berlapis coklat, tapi
sekarang
setelah melakukan
perkenalan
ulang (re-branding) es
krim
Sedangkan
Magnum
Black
dibalut
dengan
rasa
kopi
150
Magnum Gold
Es krim vanila lembut dengan saus sea salt caramel yang dilapisi cokelat
Belgia berlapis emas yang tebal dan renyah.
151
h. Magnum Infinity
Es krim cokelat lembut dengan saus caramel, dan balutan cokelat istimewa
Tanzania yang tebal dan renyah serta taburan biji cokelat asli.
i.
Magnum Mini
Magnum Mini merupakan produk terbaru Magnum yang tersedia dalam tiga
varian yang sama dengan pendahulunya, yakni Magnum Classic, Almond, dan
Gold
3. Komunikasi Pemasaran
Pencitraan es krim Magnum sebelum di re-branding di mata konsumen
dinilai biasa saja, bahkan tak jarang masyarakat yang belum atau tidak begitu
mengenal es krim Magnum. Namun setelah dilakukan re-branding, dengan
melakukan aktifitas marketing dan promosi melalui media iklan, media
sosial,
mereka. Es krim Magnum tidak hanya semakin lebih dikenal dan dicari oleh
para pecinta es krim, tapi juga selalu dinanti mengenai kabar-kabar terbaru
yang menyangkut es krim premium ini.
3. Hasil Penelitian
1. Data Responden
Data responden berdasarkan jenis kelamin dan usia dari 30 responden.
a. Pembagian Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin bagian terbesar (57%) dari 30
responden adalah perempuan
b. Jika dilihat berdasarkan usia, maka pembagian jumlah responden
berdasarkan usianya sebagian besar (18%) dari 30 responden adalah
berumur 20 dan 22 tahun. Untuk range usia responden, bervariasi dari
usia 19 tahun 45 tahun.
c. Kuesioner Penelitian
1) Pernah Melihat Iklan Televisi Magnum Gold
152
No
Dimensi
Yes
Kuesioner
Jumlah
No
%
Jumlah
1
2
24
27
80%
90%
6
3
20%
10%
26
87%
13%
17
57%
13
43%
25
83%
17%
22
73%
27%
18
60%
12
40%
80%
20%
25
83%
17%
10
21
70%
30%
11
12
40%
18
60%
12
13
22
16
73%
53%
8
14
27%
47%
15
50%
15
50%
Attention
Interest
14
Search
televisi
Magnum
yang
153
ditampilkan
15
20%
24
80%
16
23
77%
23%
83%
77%
5
7
17%
23%
17
Action
18
25
23
19
19
63%
11
37%
20
10%
27
90%
16
53%
14
47%
21
Share
154
155
SIMPULAN
1. Adanya kebijakan re-branding dari es krim Magnum dapat memberikan nilai
equitas merek terhadap pelanggan, sehingga konsumen kembali memiliki
keinginan untuk melakukan pembelian.
2. Melalui model AISAS dapat diketahui bahwa keputusan untuk membeli dari
pelanggan mengalami kenaikan ini terbukti; Berdasarkan kriteria interpretasi
skor, angka 88% pada unsur attention digolongkan sebagai kategori sangat tinggi,
angka 85% pada unsur interest digolongkan sebagai kategori sangat tinggi, angka
71% pada unsur search digolongkan sebagai kategori tinggi, angka 89% pada
unsur actiondigolongkan sebagai kategori sangat tinggi, angka 71% pada unsur
share digolongkan sebagai kategori cukup tinggi
156
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana. I Wayan, 2012.Marginalization in Small Retailer As a Consequence of the
Growth of
Minimarket in Denpasar City, E- Journal of Cultural Studies ISSN 2338-2449
Volume 6.
157
ilmu
biologi
atau
yang
berdekatan
dengan
bidang
ilmu
diberikan
memiliki
tingkat
kedalaman
yang
berbeda.
Terlebih
sebagian
teknologi
pangan
dan
berbagai
penerapan
baru
sangat
melimpah
di
Indonesia,
namun
sebagai
pakan
159
kekurangan
pakan
yang
biasanya
terjadi
pada
musim
ruminansia,
diperlukan
bioteknologi
fermentasi,
yang
dapat
untuk
pertumbuhan ternak.
mengolah
jerami
padi,
juga
dapat
mempercepat
160
ruminansia.
1.4 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan yang telah dikemukakan di
atas, maka dapat dirumuskan hipotesis bahwa terjadi peningkatan kandungan
protein pada jerami padi (Oryza sativaL.) pada proses fermentasi dengan
larutan Bio CASuntuk pakan ternak ruminansia.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun
secara praktis, yaitu:
1.5.1 Manfaat teoritis
a. Secara teoritis,
penelitian
ini dapat
mengungkapkan pengaruh
161
peserta
didik,
pembahasan
materi
bioteknologi
dengan
Bio
CASdapat
mengembangkan
dapat
dengan
melibatkan mikroorganisme.
c. Bagi masyarakat khususnya petani dan peternak ruminansia dapat
menjadikan alternatif cara pengolahan limbah hasil pertanian yang
dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia.
d. Bagi peneliti dapat menambah wawasan dan rasa ingin tahu dengan
berpikir kreatif untuk mengembangkan sikap ilmiah, yang nantinya
dapat digunakan oleh peneliti lain sebagai bahan perbandingan dalam
bidang penelitian yang sejenis.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
termasuk
penelitian
eksperimen
terapan
(murni).
162
semprot) kecil.Bahanyang
diperlukan, seperti: air (aquades), urea, jerami padi, probiotik Bio CAS, dan
molasis (tetes gula tebu)/gula merah.
2.2 Pembuatan Larutan Bio CAS
Pembuatan larutan Bio CAS tergantung pada banyaknya bahan (jerami
padi) yang akan diolah. Penelitian ini terdiri dari 5 perlakuan Bio CAS
ditambah perlakuan kontrol (tanpa Bio CAS) yang diulang masing-masing
sebanyak 3 kali. Setiap perlakuan berisi 1 kg jerami padi, sehingga dibutuhkan
18 kg jerami padi, sedangkan larutan Bio CAS diperoleh dari BPTP Bali.
1. Pembuatan konsentrasi larutan probiotik Bio CAS 1% dengan volume
100 ml yaitu: 1 ml Bio CAS + 5 g gula merah + 0,5 g urea + air sehingga
volumenya mencapai 100
163
pengamatan sehingga tidak akan terjadi interaksi antara sesama unit. Dengan
demikian letak dan posisi masing-masing unit tidak akan mempengaruhi hasilhasil percobaan. Atas dasar kondisi lingkungan yang homogen ini maka setiap
unit percobaan secara keseluruhannya merupakan suatu randomisasi yang
berarti setiap perlakuan pada setiap ulangan mempunyai peluang yang sama
besar menempati kotak-kotak percobaan sehingga randomisasi menurut RAL
dilakukan secara lengkap (Gomez dan Gomez, 1996).
164
Kelompok Perlakuan
P0a
P3c
P4a
P2b
P1c
P5a
II
P5c
P0b
P2c
P1b
P4c
P3a
III
P3b
P1a
P4b
P2a
P0c
P5b
165
166
paling banyak terhadap bau a. Agak harum adalah 10 orang. Hal ini
menunjukkan 100% pada P 3 , termasuk juga kandungan proteinnya lebih tinggi
yaitu: 6,0571%, sehingga responden menyatakan bahwa hasil fermentasi
menunjukan warna kuning agak kecoklatan yang paling baik pada hasil
fermentasi adalah perlakuan P 3 .Hasil perhitungan kandungan protein pada
fermentasi jerami padi dimasukan ke dalam tabel sidik ragam yang disajikan
pada Tabel 01.
Berdasarkan taraf signifikan 5% dan 1% dengan db perlakuan = 5, db
acak = 12 diperoleh harga batas penolakan hipotesis nol (H 0 ) dalam Tabel 10
untuk taraf signifikan 5% = 3,11 dan taraf segnifikan 1% = 5,06. ini berarti F
hitung
DB
JK
KT
F hitung
Perlakuan
7,2271
1,4550
20,61
Acak
12
0,8479
0,0706
Total
17
8,075
1,5256
F Tabel
5%
1%
3,11
5,06
penolakan. Ini berarti hipotesis nol (H 0 ) yang menyatakan: bahwa tidak ada
pengaruh penggunaan larutan Bio CAS terhadap kandungan protei pada
fermentasi jerami padi (Oryza sativa L.) sebagai pakan ternak ditolak, dan
hipotesis alternatif (H 1 ) yang menyatakan: bahwa ada pengaruh penggunaan
larutan Bio CAS terhadap kandungan protei pada fermentasi jerami padi (Oryza
sativaL.) sebagai pakan ternak diterima.
Untuk menentukan hubungan antar perlakuan dilanjutkan dengan Uji
Lanjut (Uji Duncant) pada taraf signifikan 5%. Hasil penghitungan dengan Uji
Duncant diperoleh hasil bahwa perlakuan P0 tidak berbeda nyata berarti
senyawa aktif belum efektif dalam perombakan senyawa dalam jerami padi (P
> 0,05). Perlakuan P0, dengan P1, P2, P3, P4, dan P5 berbeda nyata (P<0,05)
namun antar perlakuan P1, P2, P4, dan P5 tidak berbeda nyata dan antar P1,
P2, P4, dan P5 dengan perlakuan P3 berbeda nyata, dapat dilihat pada Tabel
02.
Tabel 02
Rata-Rata Kandungan Protein pada Fermentasi Jerami Padi
Kelompok
4,00 + 0,17
A
5,46 + 0,24
P1
B
5,61 + 0,30
P2
B
6,06 + 0,35
P3
C
5,46 + 0,27
P4
B
5,36 + 0,22
P5
B
Keterangan: Huruf yang sama di bawah nilai rata-rata dan menunjukkan
perbedaan tidak nyata
pada taraf signifikan 5% dengan uji Duncant.
P0
168
7
6,0571
6
5,4601
5,6141
5,4648
5,3619
5
4,0020
4
3
protein %
2
1
0
0%
1%
1,5%
2%
2,5%
3%
Konsentrasi %
169
(P5 ) = 5,3619. Hasil tersebut menandakan kandungan Bio CAS pada perlakuan
(P3 ) yang optimal untuk memecah senyawa yang terkandung dalam jerami padi
dengan fermentasi selama 14 hari dapat dilihat pada Tabel 01.
Pemanfaatan Bio CAS yang merupakan campuran berbagai spesies
mikroorganisme, terutama mikroorganisme yang mampu memecah komponen
serat
(cellulolytic
microorganism)
melalui
pakan
dapat
meningkatkan
Ada
beberapa
pengolahan
yang
dapat
dilakukan
untuk
fisik
berupa
pemotongan,
penggilingan,
peleting,
Proses
kimiawi
pencernaan
limbah-limbah
pertanian
dapat
ditingkatkan dengan penambahan alkali dan asam (Pigden dan Bender, 1978).
Walker dan Kohler (1978) menyatakan bahwa perlakuan kimia yang telah
dicoba diteliti antara lain terdiri atas perlakuan Naoh, KOH, Ca (OH), dan
urea. Hal ini berkaitan dengan meningkatnya kecepatan cerna serat pada awal
proses pencernaan sehingga mempengaruhi ketersediaan energi Adenosine
Triphospate (ATP) yang diperlukan dalam proliferasi mikroba rumen
(Haryanto dkk., 1998). Manipulasi rumen dapat diarahkan untuk meningkatkan
efisiensi pemanfaatan pakan melalui maksimalisasi kecernaan nutrien maupun
sintesis protein mikroba rumen. Manipulasi ini dapat digunakan melalui
penggunaan antibiotik maupun penggunaan probiotik. Penelitian pemafaatan
170
probiotik dalam pakan telah dilakukan di Bali Ternak dengan hasil yang
menunjukkan adanya pengaruh positif terhadap peningkatan kecernaan
komponen serat pakan maupun terhadap produktivitas ternak (Haryanto dkk.,
1998).
Hal ini memberikan indikasi bahwa starter mikroba yang mengandung
mikroba proteolitik yang menghasilkan enzim protease dapat merombak
protein
menjadi
polipeptida
yang
selanjutnya
menjadi
peptida
ikatan
lignin dan
hemiselulosa.
Lignin
jaringan
tanaman
dan
lignin
berikatan
erat
dengan
pakan ternak ruminansia. Penggunaan Bio CAS paling optimal terjadi pada
konsentrasi 2% (P3) yaitu sebanyak 6,0571%.
171
4.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan yang sudah dipaparkan di
atas maka dapat dikemukakan beberapa saran yaitu:
1. Bagi para pendidik khususnya guru biologi atau IPA diharapkan dapat
menggali informasi lewat penelitian ini sehingga dapat menambah
pemahaman tentang bioteknologi fermentasi dan peranan mikroorganisme
serta kandungan protein pada jerami padi, sehingga dapat menularkan
kepadapeserta didik untuk mengembangkan sikap ilmiah melalui kegiatan
penelitian.
2. Bagi peserta didik yang mendapat materi pelajaran bioteknologi khususnya
topik
fermentasi
dapat
memberikan
inspirasi
dan
mengembangkan
at;
Januari
172
173
Pendidikan
Pengalaman Jabatan
1. Dosen PNS Kopertis Wilayah VIII dpk pada Jurusan Pend. Biologi FPMIPA IKIP
PGRI Bali, tahun 1991 sekarang.
2. Ketua Jurusan Pend. Biologi FPMIPA IKIP PGRI Bali, tahun 1994 1999
3. PD III FPMIPA IKIP PGRI Bali, tahun 1999 2004.
4. Ketua Jurusan Pend. Biologi FPMIPA IKIP PGRI Bali, tahun 2004 2011
5. Dekan FPMIPA IKIP PGRI Bali, 1 April 2011 1 April 2015
6. Ketua Badan Penjamin Mutu (BPM) IKIP PGRI Bali, 1 April 2015 sekarang
CURRICULUM VITAE
Nama
NIP
NUPTK
Pangkat / Golongan
Jabatan
Tempat / Tgl lahir
Agama
Alamat Rumah
HP. 08123974024
Tempat Kerja
Guru
Alamat Kantor
Selatan
Tlp/Fax (0361) 8951021
Pendidikan
tahun 1996
174
PROGRAM INTERVENSI
UNTUK MENINGKATKAN PERCAYA DIRI SISWA
Kadek Suhardita (IKIP PGRI Bali)
Email: suhardita_kadek@yahoo.com
ABSTRACT
Basic consideration, on the application of guidance and counseling programs
in schools not only lies in the presence or absence of a legal basis (law) or the
provisions of the above, but more important is the awareness or commitment to
facilitate the students to be able to develop her potential or achieve development tasks
(involving the physical, emotional, intellectual, social, and moral-spiritual). High
School is an educational institution that is responsible for facilitating learners to
develop in accordance with its potential, and optilamisasi developmental tasks.
Problems and risky occur at the high school students including problems in the field
of academic, social, personal, and in their career field. Intervention program designed
research is a personal matter at high school students concerning the confidence of
students approach taken using a combination of group counseling with the game.
Through the technique of the game to increase the confidence of students is designed
as a form guide, especially at the High School contents of the program to be
discussed is about; rational, vision, mission, a description of the needs, objectives,
program components, systems support, intervention targets, operational plans, the
development of the theme, the development of the service unit, the evaluation.
Key words: Intervention Program, Confidence
PENDAHULUAN
Dasar pertimbangan atau pemikiran tentang penerapan program bimbingan
dan konseling di sekolah bukan hanya terletak pada ada atau tidak adanya landasan
hokum (perundang-undangan) atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting
adalah adanya kesadaran atau komitmen untuk memfasilitasi siswa agar mampu
mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya
(menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual). Sekolah
Menengah Atas (SMA) merupakan institusi pendidikan yang bertanggung jawab
dalam memfasilitasi peserta didik untuk berkembang sesuai dengan potensinya, dan
175
176
peran-peran pemimpin dan pengikut yang semuanya merupakan komponenkomponen penting dalam bersosialisasi.
Berdasarkan hasil kuesioner yang disebar sebagai bentuk pre tes pada siswa
kelas XI yang berjumlah 138 siswa, diantaranyanya kelas XI IPA2, XI IPA3, XI
IPS2, dan XI IPS3. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa secara umum siswa
kurang percaya diri. Berikut merupakan profil percaya diri siswa dilihat dari aspek
dan masing-masing indikatornya; 1) Pada aspek Percaya diri dalam bertingkahlaku
dengan sub aspek; keyakinan diri, sikap penerimaan, dan sikap optimis pada setiap
indikatornya; (a) melakukan sesuatu secara maksimal, (b) mendapat bantuan dari
orang lain, dan (c) mampu menghadapi segala kendala berada pada prosentase yang
rendah 2) Pada aspek Percaya diri dalam emosi dengan sub aspek; penilaian diri,
ekspresi emosi, penghargaan positif serta sikap positif, dan masing-masing
indikatornya; (a) memahami perasaan sendiri, (b) mengungkapkan perasaan sendiri,
(c) memperoleh kasih sayang, dan perhatian disaat mengalami kesulitan, (d)
memahami manfaat apa yang dapat disumbangkan kepada orang lain berada pada
prosentase yang rendah; 3) Pada aspek Percaya diri dalam spiritual dengan sub
aspek; meyakini takdir Tuhan, dintaranya indikator; (a) memahami bahwa alam
semesta adalah sebuah misteri, (b) meyakini takdir Tuhan, (c) dan mengagungkan
Tuhan juga berada pada kategori rendah. Berdasarkan data yang di dapat berupa
permasalahan siswa di kelas secara umum siswa yang bersangkutan mengalami
masalah dalam prestasi belajar, baik kebiasaan belajar, motivasi, serta cara belajar
yang kurang diketahui siswa oleh siswa. Perilaku siswa dalam belajar juga
menunjukkan adanya suatu hambatan dalam keseharian di kelas. hal ini dapat
diketahui setelah mengadakan pendekatan dengan guru bimbingan dan konseling
yang memegang di kelas yang bersangkutan mengatakan bahwa. Memang sulit untuk
menumbuhkan kemandirian siswa dalam belajar kalau memang siswa tersebut sudah
sangat ketergantungan dengan teman temannya terutama cara belajar yang kurang
baik. Salah satunya kebanyak siswa mengerjakan PR di sekolah, siswa kurang aktif di
177
kelas. Sehingga pada saat pelajaran berlangsung siswa tersebut sulit sekali menerima
materi yang di sampaikan oleh guru di kelas yang akan berdampak pada motivasi
belajar kurang.
Berdasarkan data yang diperoleh dari masing-masing indikataor tersebut
menunjukkan bahwa secara umum siswa kelas XI berada dalam rentang percaya diri
yang rendah. Dalam pelaksanaan pretes ini sudah tentunya mendapatkan persetujuan
dari pihak sekolah, baik dari kepala sekolah selaku orang yang memegang peranan
penting di sekolah SMA, guru BK bahkan dari pihak wali kelas. Program penggunaan
teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan percaya diri siswa
SMA ini dikembangkan berdasarkan hasil kajian konsep teori percaya diri dan
permainan dalam bentuk kelompok, hasil studi pendahuluan yang relevan, dan
analisis kebutuhan terhadap pentingnya bimbingan kelompok dalam upaya
meningkatkan percaya diri siswa SMA. Oleh karena itu besar harapan dari peneliti
program yang telah dirancang ini dapat dijadikan sebagai acuan serta treatmen pada
siswa terutama yang ada di SMA baik pada masa sekarang serta tahun yang akan
datang terkait dengan percaya diri maupun bentuk yang lain untuk lebih memberikan
motivasi pada siswa dalam belajar mereka.
KAJIAN TEORITIK
A. Visi dan Misi
1. Visi dan Misi Program Bimbingan dan Konseling SMA N 1 Pupuan
Visi program : Mengunggulkan siswa melalui optimalisasi potensi siswa.
Misi program :
a) Memfasilitasi potensi siswa melalui suasana bimbingan yang edukatif, kreatif, dan
menyenangkan
b) Mengembangkan jiwa enterpreuner/ daya saing siswa sejak dini
c) Memfasilitasi siswa untuk menghargai apa (potensi) yang dimiliki siswa melalui
pembiasaan diri
d) Memberikan pelayanan bantuan yang diberikan kepada siswa agar dapat
menjalani kehidupan sehari-hari secara efektif dan mandiri,
178
Merencanakan masa depan, berbudi pekerti luhur, serta beriman dan bertakwa
kepada Tuhan.
masalah
yang
akan
menghambat
perkembangannya,
dan
memudahkan
siswa
mengembangkan
seluruh
aspek
secara
optimal
dan
memandirikan
siswa
untuk
dapat
179
180
1. Percaya diri dalam Bertingkahlaku pada penelitian ini adalah bagaimana ekspresi
seseorang terhadap lingkungan. Terdapat tiga indikator pada tingkahlaku ini
diantaranya; a) melakukan sesuatu secara maksimal dalam belajar serta
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, b) mampu bersikap positif terhadap
orang lain yang diekspresikan melalui keyakinan atau sikap percaya kepada orang
lain, c) mampu menghadapi segala kendala. Maksudnya yaitu seberapa kuat
seseorang tersebut dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya, pada
penelitian ini dapat dijabarkan berupa suatu usaha yang dilakukan baik terutama
untuk diri sendiri untuk menjadi lebih mandiri dalam menghadapi persoalan yang
ada di lingkungan sekitar terkait dengan pematangan diri dalam belajar.
2. Percaya diri dalam emosi maksudnya yaitu bagaimana sikap seseorang tersebut
dalam menuangkan perasaan, diantaranya; a) mengetahui perasaan sendiri baik itu
kelebihan serta kekurangan yang ada pada dirnya, b) mengungkapkan perasaan
sendiri. Pada indikator yang dijabarkan berupa perasaan saat ini baik sedih serta
bahagai dalam melakukan interaksi dengan teman ketika seseorang mampu
bergaul dengan teman sekitar atau sebaliknya ketika ditolak oleh lingkungan
sosialnya, c) memperoleh kasih sayang, pengertian dan perhatian disaat
mengalami kesulitan yang. Pada indikator yang diekspresikan melalui bagaimana
seseorang diperlakukan oleh orang lain, begitu juga sebaliknya bagaimana
seseorang tersebut memperlakukan orang lain sehingga memunculkan untuk
saling membantu, d) mengetahui manfaat apa yang dapat disumbangkan kepada
orang lain. Pada indikator yang dijabarkan artinya hal apa yang bisa dilakukan
untuk menunjukkan diri sebagai pribadi yang mandiri.
3. Percaya diri dalam spiritual maksudnya yaitu bagaimana seseorang tersebut
mensyukuri apa yang dimiliki serta kekurangan yang ada pada dirinya. Pada
indikator ini dapat dijabarkan berupa; a) memahami bahwa alam semesta adalah
misteri artinya suatu bentuk kepercayaan yang dimiliki seseorang terhadap
kehidupan di dunia ini, b) meyakini takdir tuhan dapat diekspresikan melalui
181
bahwa semua manusia pada akhirnya akan mati, dan perubahan pada dunia
beserta isinya itu nyata dan pasti ada, sehingga ia mampu menerima apa yang dia
miliki baik berupa kelebihan serta kekurangan yang ada pada dirnya, c)
mengagungkan Tuhan, pada indikator ini maksudnya yaitu bentuk syukur yang
dipanjatkan kepada Tuhan atas kebesaran beliau.
C. Tujuan
Tujuan umum yang hendak dicapai melalui program efektivitas penggunaan
teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan percaya diri siswa
kelas XI SMA ini adalah membantu siswa untuk mampu lebih percaya diri. Adapun
tujuan khususnya agar siswa dapat:
a. Memiliki
orang lain, serta memiliki sikap optimis untuk mencapai sukses terutama
dalam bidang sosial pribadinya.
b. Penerimaan diri, mengekspresikan emosi, penghargaan positif, serta sikap
positif, sehingga mampu melakukan interaksi sosial dengan baik.
c. Meyakini takdir dari Tuhan dengan melihat kekurangan serta kelebihan yang
ada pada diri siswa itu sendiri agar mampu tampil lebih baik lagi.
D. Komponen Program
Program intervendi penggunaan teknik permainan dalam bimbingan
kelompok akan berangkat dari program bimbingan dan konseling perkembangan
yang komprehensif memiliki empat komponen program yaitu;
1. Layanan Dasar Bimbingan
a. Pengertian
Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh
siswa melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau
kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan
perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan
(yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan
182
Fokus Pengembangan
Pelaksanaan kegiatan layanan dasar bimbingan ini strategi yang dipilih adalah
bimbingan klasikal yang dilakukan di dalam kelas yang disajikan dalam bentuk
layanan informasi. Adapun tema yang akan dikembangkan dalam layanan dasar
akan berpatokan pada bagian b tentang tujuan dari layanan dasar yaitu tentang:
1) percaya diri dalam bertingkahlaku. Pada aspek yang ini dijabarkan tentang
pentingnya memiliki keyakinan diri, sikap penerimaan, serta sikap optimis dalam
melakukan sesuatu, 2) percaya diri dalam emosi pada siswa. Tema yang akan
dikembangkan pada aspek ke dua ini berupa kematngan emosi yang di dalamnya
terdapat;
penialain
terhadap
diri
sendiri,
kemampuan
siswa
dalam
183
Tujuan
pelayanan
responsif
adalah
membantu
siswa
memenuhi
184
185
Kepala Sekolah.
Adapun bentuk keterlibatan kepala sekolah dalam mendukung kegiatan
perealisasian intervensi ini, yaitu :
1) Sebagai penanggungjawab umum dalam pelaksanaan intervensi yang
dilakukan oleh peneliti.
186
keterlibatan
koordinator
BK dalam
mendukung
kegiatan
187
d. Wali Kelas.
Bentuk keterlibatan Wali Kelas dalam mendukung kegiatan perealisasian
intervensi ini, yaitu :
1) Memberikan ijin kepada peneliti untuk merealisasikan program intervensi
pada siswa yang diampunya.
2) Mengidentifikasi perkembangan siswa dengan melakukan diskusi di kelas
(terintegrasi dalam proses pembelajaran), yang mendiskusikan pengalaman
siswa setelah mengikuti intervensi untuk meningkatkan percaya diri siswa.
3) Peneliti melakukan koordinasi dengan wali kelas untuk mengetahui
gambaran umum kondisi siswa di kelas setelah diberikan intervensi pada
masing-masing sesi.
e. Guru mata pelajaran
Bentuk keterlibatan guru mata pelajaran dalam mendukung kegiatan
perealisasian intervensi ini, yaitu : Peneliti berkoordinasi dengan guru mata
pelajaran
dalam
upaya
mengetahui
kondisi
siswa
dalam
interaksi
188
dirinya rendah atau dengan kata lain membutuhkan layanan segera, serta pemberian
secara individual kalau memang penanganan siswa tersebut lebih serius yaitu dengan
memberikan konseling individual. Pada penelitian terhadap penggunaan teknik
permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan percaya diri siswa
adalah: 1) meningkatkan percaya diri dengan penggunaan teknik permainan, dan 2)
meningkatkan percaya diri siswa pada setiap aspek yang perlu untuk ditingkaykan.
F. Rencana Operasional (Action Plan)
Rencana kegiatan (action plan) diperlukan untuk menjamin pelaksanaan program
bimbingan dan konseling dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Rencana
kegiatan adalah uraian detail dari program yang menggambarkan isi komponen
program, baik kegiatan disekolah maupun diluar sekolah, untuk memfasilitasi siswa
mencapai tugas perkembangan tertentu.
Berangkat dari deskripsi kebutuhan di atas, langkah yang dilakukan peneliti
untuk melaksanakan penggunaan teknik permainan dalam bimbingan kelompok
untuk meningkatkan percaya diri siswa yaitu berupa jadwal pelaksanaan kegiatan.
Ssetelah melakukan pendekatan dengan guru bimbingan dan konseling di sekolah
SMA jadwal untuk intervensi yang diberikan kepada peneliti yaitu setiap hari senin,
rabu, dan kamis sebagai pengganti jam bimbingan dan konseling. Peneliti merancang
program penggunaan teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk
meningkatkan percaya diri siswa sebanyak 11 kali pertemuan dan pemberian
intervensi disesuaikan dengan aspek yang ada.
G. Strategi Layanan
Strategi layanan yang dilakukan untuk mengetahui gambaran tingkat percaya diri
siswa dimuali dari penyebaran angket berupa kuesioner tentang percaya diri,
dilanjutkan dengan pemberian treatmen tentang penggunaan teknik permainan dalam
bimbingan kelompok dengan tujuan meningkatkan percaya diri siswa, dan diakhiri
dengan memberikan angket kembali berupa posttes tentang percaya diri. Adapun
bentuk strategi yang digunakan untuk meningkatkan percaya diri siswa yaitu
189
Storming
Konselor melakukan penanganan-penanganan konflik-konflik internal.
b) Norming
Konselor melakukan re-konsolidasi dan re-strukturisasi kelompok dengan
melakuan pembagian tugas dan kontrak.
3. Tahap kerja (performing stage) yang meliputi :
a) Eksperientasi (experience)
Konselor melaksanakan bimbingan berdasarkan skenario yang telah dibuat
sesuai dengan teknik yang dipergunakan.
b) Identifikasi (identify)
Konselor melaksanakan refleksi tahap satu dengan cara mengidentifikasi polapola respon konseli dalam menerima stimulasi dari konselor.
c) Analisis (analyze).
Konselor melaksanakan tahap refleksi dengan cara mengajak konseli untuk
menganalisis dan memikirkan makna bagi penyelesaian masalahnya.
d) Generalisasi (generalization)
190
Refleksi umum
Konselor mengajak konseli untuk melakukan review atas proses konseling yang telah
dilakukan.
b)
Tindak lanjut
Konselor
perbaikannya.
melakukan
permainan
dalam
bimbingan
kelompok,
peneliti
2.
3.
4.
5.
6.
7.
191
8.
9.
Fantasi dengan tema permainan jika aku menjadi tujuannya yaitu, a) membantu
para siswa untuk mensyukuri kehidupan yang dialaminya saat ini, b)
menciptakan pola pikir untuk lebih menumbuhkan sikap semangat dalam
menghadapi hidup
Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan tujuan mengukur pelaksanaan dan keberhasilan
percaya
diri
siswa.
Evaluasi
menjadi
umpan
balik
secara
2) Prosentase hasil post-test menjadi lebih tinggi daripada hasil pre-test yang
menunjukkan percaya diri siswa berhasil ditingkatkan melalui peningkatan
prosentase percaya diri siswa. Jurnal Harian Pelaksanaan Intervensi Penilaian
kelompok tergantung pada jurnal yang diisi oleh siswa itu sendiri, mengenai
192
perubahan yang telah dirasakan oleh siswa selama mengikuti permainan melalui
kelompok. penggunaan jurnal harian digunakan sebagai hasil observasi selama
siswa mengikuti kegiatan permainan dalam bimbingan kelompok. Tujuannya
adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat perubahan tentang percaya diri yang
dialami siswa setelah diberikan teknik permainan dalam bimbingan kelompok
pada masing-masing indikator percaya diri.
Tabel 1.1 Waktu Pelaksanaan Kegiatan
Mei
Sub Aspek
Aspek
1 2
1. Percaya
diri
dalam tingkah
laku.
2. Percaya
diri
dalam
emosional
1.1 Keyakinan
Diri
1.2 Sikap
Penerimaan
1.3 Sikap
Optimis
2.1 Penilaian
Diri
2.2 Ekspresi
Emosi
2.3Penghargaan
Positif
2.4 Sikap Positif
3. Percaya
spiritual.
diri
3.1...Keyakinan
Terhadap
Hal yang
Tak
terbatas
3.2 Kebenaran
Juni
Indikator
3 4 1
193
Aspek
1. Percaya
diri dalam
tingkah
laku.
Percaya
Diri
2. Percaya
diri dalam
emosional
3. Percaya
diri
spiritual.
Jenis Permainan
Teknik Permainan
Tempat
- Komunikasi satu
arah dan dua arah
Dalam
kelas
- Cacabucaca
- Gerak (movement)
Luar kelas
- Kelereng
bergelinding
- Gerak (movement)
Luar kelas
- Evakuasi
- Gerak (movement),
dan sentuhan
(a) menulis (written),
(b) gerak (movement),
(c) rounds(melingkar),
(d) Umpan balik
- Fantasi
Luar kelas
- Memahami
kekuatan dan
kelemahan diri
- Jika aku menjadi
siswa yang tidak
punya
Luar kelas
Luar kelas
REFERENSI
Ahman, (1998). Bermain Peran Sebagai Model Bimbingan Dalam Mengembangkan
Keterampilan Sosial Anak Berkemampuan Unggul. (hasil penelitian), Bandung:
IKIP
Angelis, B. D. (2005). Confidence : percaya diri sumber sukses dan kemandirian.
Bandura, Albert, 1997. Self-Efficacy The Exercise of Control. New York: W.H.
Freeman and Company
194
Badudu. J.S dan Sutan Muhamad Zain, 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Creswell John W, 2005. Eucational Research. University of Nebraska: Person
Education.
Hidayat Rahman (2008). Efektivitas Terapi Bermain Kelompok dalam Meningkatkan
Kepercayaan Diri Pada Remaja Awal Panti Asuhan Muhammadiyah
Malang_Skripsi: Fakultas Psikolgi Muhammadiyah Malang
Hudi Rahmad . (2009). Permeblajaran Melalui Diskusi Kelompok dalam Upaya
Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika. Skipsi. Surakarta: FKIP
Muhammadiah Surakarta
http://myshandy.multiply.com/journal. (06 Agustus 2010)
Juntika Achmad, 2006. Bimbingan dan Konseling. Bandung: Refika Aditama.
Lositosari Dwi. (2007). Keefektivan Bimbingan Kelompok Untuk Meningkatkan
Kepercayaan diri Siswa Yang Tidak Naik Kelas. Skipsi. Malang: FIP UNM
Natawidjaja Rochman, 1987. Pendekatan-pendekatan dalam Penyluhan Kelompok I.
Bandung: Diponegoro
Natawidjaja Rochman. (1997). Penelitian Tindakan. Himpunan tulisan. Bandung:
IKIP
Nurhidayat. (2009). Permeblajaran Melalui Diskusi Kelompok dalam Upaya
Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika. Skipsi. Surakarta: FKIP
Muhammadiah Surakarta
Permana Ediya (2009)..Program Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Halaqah
(Mentoring) Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri
Prayitno.2003. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Padang: Ghalia
Indonesia
Ridwan Rustianti, 2008. Program Bimbingan Kelompok Untuk Meningkatkan
Kemampuan Interpersonal Siswa. Tesis: SPS BK UPI Bandung.
Rusmana, Nandang. (2009). Permainan (Game & Play). Bandung : Rizki.
195
itu
sendiri
merupakan
media
pembekalan
pengetahuan,
198
199
(bersama-sama) dengan tujuan kerja yang spesifik. Salah satu model pembelajaran
yang dapat dijadikan alternatif dalam pengoptimalan motivasi dan prestasi belajar
adalah dengan menggunakan model Collaborative Teamwork Learning (MCTL)
dalam pembelajarannya. MCTL merupakan suatu model pembelajaran yang
memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuan bekerja secara kolaboratif
dalam tim.
MCTL mengacu pada model pengajaran di mana siswa bekerja bersama
dalam satu team yang saling membantu dalam belajar. Konsep teamwork yang
dimaksud adalah siswa yang bekerja dalam satu kelompok bersama-sama belajar dan
memecahkan suatu permasalahan di mana semua siswa saling menyumbangkan
pemikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar secara kelompok
maupun individu serta memberi suatu ikatan kekompakan (Anderson, 2008). MCTL
memiliki beberapa tahapan menurut (Colvin, 2007; Frances, 2008), yaitu 1) Forming,
kegiatan pembentukan team, menetapkan tujuan dan tanggung jawab masing-masing
anggota dalam tim serta mendiskusikan dan merumuskan permasalahan yang
diberikan oleh guru. 2) Stroming, mencakup kegiatan pengungkapan hipotesis dari
siswa terkait dengan permasalahan yang diberikan. Siswa dalam hal ini mengajukan
suatu hipotesis terkait permasalahan yang diberikan. 3) Norming, menentukan
sumber-sumber yang berkaitan untuk memecahkan permasalahan yang dibahas dalam
LKS. Selain sumber dari buku-buku yang terkait, siswa juga dapat melakukan suatu
penyelidikan sebagai sumber lain dalam pemecahan masalah. 4) Perfoming,
mengkomunikasikan hasil pemecahan masalah melalui kegiatan presentasi tim.
Kegiatan ini, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan hasil
penyelidikannya. 5) Adjourning, mencakup kegiatan pengkolaborasian pemahaman
berdasarkan persentasi yang telah dilakukan.
Sesuai dengan penelitian Kapp (2009) menyatakan bahwa MCTL dapat
meningkatkan motivasi, menambahkan ketekunan pada siswa ketika menghadapi
kesulitan dan siswa dapat lebih mudah mentransfer pengetahuan dan keterampilan
200
201
Data
motivasi belajar siswa dianalisis secara deskriptif berdasarkan skor rata-rata motivasi
belajar, mean ideal (MI), dan standar deviasi ideal (SDI). Tanggapan siswa terhadap
penerapan MCTL dikumpulkan dengan kuisioner atau angket tanggapan siswa.
Angket yang digunakan yaitu model skala Likert dengan pilihan sangat setuju (SS),
setuju (S), ragu-ragu (R), kurang setuju (KS) dan tidak setuju (TS).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Siklus I
Tabel 4.1 Deskripsi Nilai Prestasi Belajar Fisika Siswa pada Akhir Siklus I
Deskripsi
Rata-Rata
77
Standar Deviasi
3,22
Nilai Terendah
68
Nilai Tertinggi
83
Berdasarkan Tabel 4.1, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata prestasi belajar
fisika siswa untuk aspek kognitif pada siklus I adalah sebesar 77.
Secara klasikal nilai rata-rata prestasi belajar fisika siswa berkategori baik.
Karena memakai rentangan nilai pada kurikulum 2013, nilai B bervariasi ada yang
mendapat B+, B-, dan B, namun masih tetap dikatakan berkategori baik. Jika nilai
rata-rata ini dibandingkan dengan nilai rata-rata prestasi belajar fisika siswa sebelum
tindakan siklus I, di mana untuk nilai rata-rata sebelum tindakan siklus 1 adalah
202
sebesar 76 maka di ketahui adanya peningkatan nilai rata-rata prestasi belajar fisika
siswa.
Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh skor rata-rata motivasi siswa
sebesar 70 yang tergolong kategori tinggi.
Hasil Siklus I
Tabel 4.2 Deskripsi Nilai Prestasi Belajar Fisika Siswa pada Siklus I dan
Siklus II
Deskripsi
Kognitif Siswa
Siklus I
Siklus II
Rata-Rata
77
79
Standar Deviasi
3,22
3,71
Nilai Terendah
68
71
Nilai Tertinggi
83
86
Berdasarkan Tabel 4.2, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata prestasi belajar
fisika siswa untuk aspek kognitif pada siklus II adalah sebesar 79. Secara klasikal
nilai rata-rata prestasi belajar fisika siswa berkategori baik, meskipun ada yang
mendapat B, maupun B+. Jika nilai rata-rata ini dibandingkan dengan nilai rata-rata
prestasi belajar fisika siswa pada siklus I, maka diketahui adanya peningkatan nilai
rata-rata prestasi belajar fisika siswa.
Skor motivasi siswa yang paling banyak adalah berkategori tinggi yang
berjumlah 32 orang. Skor rata-rata motivasi siswa pada siklus II lebih besar daripada
siklus I.
Hasil analisis data skor tanggapan siswa, maka diperoleh skor rata-rata
tanggapan sebesar 57 yang berada pada kategori positif. Sebagian besar siswa merasa
senang selama mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan model Collaborative
Teamwork Learning.
203
Pembahasan
Berdasarkan analisis terhadap proses pelaksanaan implementasi model
Collaborative Teamwork Learning (MCTL) pada siklus I dan siklus II, terungkap
bahwa pembelajaran pada siklus I terlihat belum optimal. Hal ini ditunjukkan dari
adanya beberapa kemampuan dan perilaku siswa yang belum sesuai dengan harapan.
Terdapat siswa yang belum berani mengemukakan pendapatnya dan tampak
canggung ketika menanggapi pertanyaan ataupun pada saat bertanya. Kegiatan
diskusi dalam setiap kelompok juga tampak belum optimal. Hal ini dapat dimaklumi
karena siswa belum terbiasa dengan model MCTL ini.
Hasil penelitian siklus I menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan prestasi
belajar. Nilai rata-rata prestasi belajar pada siklus I juga sudah mencapai kategori
baik. Peningkatan prestasi belajar fisika siswa sebelum siklus sampai akhir siklus I,
yaitu dari 76
ketuntasan klaksikal.
Hal ini disebabkan siswa belum terbiasa dengan model yang diterapkan.
Untuk Skor motivasi pada siklus I sebesar 70 yang berkategori tinggi. Berarti siswa
sudah memiliki motivasi yang tinggi dalam mengikuti pelajaran Fisika. Sebelum
diterapkan MCTL, siswa sedikit minatnya untuk belajar Fisika, motivasi siswa rendah
dalam mengikuti pelajaaran Fisika. Secara umum terjadi peningkatan secara klasikal
baik dari motivasi maupun pestasi belajar fisika siswa. Namun peningkatan tersebut
belum optimal, ketidakoptimalan yang terjadi pada siklus I ini kemudian dijadikan
bahan refleksi siklus I. Hasil refleksi siklus I tersebut kemudian dijadikan pijakan
untuk proses pembelajaran pada siklus II.
Pada pelaksanaan siklus II, kegiatan pembelajaran telah lebih dioptimalkan
sesuai dengan hasil refleksi siklus I. Secara ringkas, keseluruhan hasil refleksi pada
siklus I tersebut, yaitu 1) mengoptimalkan kerjasama kelompok yang heterogen, 2)
meminimalkan dominasi beberapa individu atau kelompok, 3) meningkatkan
motivasi belajar, 4) meminimalkan kadar pemberian tuntunan, 5) meningkatkan
204
kepercayaan diri siswa dalam melakukan presentasi, 6) merancang RPP agar sesuai
dengan alokasi waktu yang tersedia. Semua hasil refleksi tersebut nantinya akan
bermuara pada pelaksanaan pembelajaran pada siklus II yang diharapkan lebih baik
dari siklus I.
Upaya perbaikan yang dilakukan pada siklus II menunjukkan hasil yang
positif. Berdasarkan hasil penelitian pada siklus II, terungkap bahwa terjadi
peningkatan prestasi belajar fisika siswa dari siklus I. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa skor rata-rata prestasi belajar siswa dari siklus I sampai siklus II, yaitu dari 77
menjadi 79 yang berkategori baik. Pada siklus II ada beberapa siswa yang belum
tuntas, namun kelas sudah dapat dikatakan tuntas karena sudah mencapai ketuntasan
klaksikal sebesar 86% berarti lebih besar dari 85%. Untuk skor motivasi juga
mengalami peningkatan, yaitu dari skor 70 menjadi 72 yang berkategorikan tinggi.
Secara umum, peningkatan prestasi belajar fisika dan motivasi belajar siswa
di kelas XI IPA 4 telah tercapai. Namun, masih terdapat beberapa kemampuan siswa
dalam menganalisis khususnya permasalahan yang ada di LKS. Hal ini menyebabkan
tingginya tingkat tuntunan guru dalam menuntun siswa, dalam
memberikan
penjelasan. Namun, permasalahan tersebut sudah mulai diatasi pada siklus II,
pengurangan tuntunan dalam upaya meningkatkan kemandirian siswa dalam proses
pembelajaran bertujuan untuk menciptakan pembelajaran yang lebih efektif yang
berpusat pada siswa. Selain itu, skor rata-rata motivasi belajar siswa berada pada
kategori tinggi. Namun, jika dilihat sebaran skor motivasi siswa, maka diketahui
jumlah siswa yang memiliki tingkat motivasi sangat tinggi mengalami penurunan.
Selain itu, juga terjadi peningkatan jumlah siswa yang memiliki motivasi tinggi dan
penurunan jumlah siswa dengan tingkat motivasi cukup tinggi. Hal ini disebabkan
oleh materi yang dibahas cukup mudah dimengerti dan sedikit persamaan-persamaan,
sehingga siswa kurang tertantang dalam belajar.
Sesuai dengan pandangan kontruktivis, dalam pelaksanaan MCTL ini, siswa
merupakan pusat kegiatan belajar yang mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
205
206
optimal dan juga pemberian tuntunan ini pada dasarnya tidak dapat menggantikan
fungsi buku sebagai bahan ajar yang lebih lengkap.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
Pertama, implementasi model Collaborative Teamwork Learning dalam
pembelajaran fisika dapat meningkatkan prestasi belajar fisika siswa kelas XI MIPA
4 SMA Negeri 1 Tampaksiring tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini dapat dilihat
berdasarkan nilai rata-rata prestasi belajar fisika siswa pada siklus I dan siklus II.
Kedua, implementasi model Collaborative Teamwork Learning dalam
pembelajaran fisika dapat meningkatkan motivasi belajar fisika siswa kelas XI MIPA
4 SMA Negeri 1 Tampaksiring tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini dapat dilihat
berdasarkan skor rata-rata prestasi belajar fisika siswa pada siklus I dan siklus II.
Ketiga, tanggapan siswa terhadap implementasi model Collaborative
Teamwork Learning dalam pembelajaran fisika di kelas XI MIPA 4 SMA Negeri 1
Tampaksiring tahun pelajaran 2014/2015 dalam pembelajaran fisika berada pada
kategori positif dengan skor rata-rata sebesar 57.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian tindakan kelas
ini, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut.
Pertama, model Collaborative Teamwork Learning dapat digunakan guru
fisika sebagai salah satu alternatif dalam upaya meningkatkan prestasi belajar fisika
siswa di kelas-kelas yang memiliki masalah yang sama dengan yang teridentifikasi
oleh peneliti di kelas XI MIPA 4 SMA Negeri 1 Tampaksiring tahun pelajaran
2014/2015.
Kedua, bagi praktisi pendidikan yang ingin melaksanakan penelitian tindakan
kelas dengan model Collaborative Teamwork Learning diharapkan memperhatikan
207
hasil refleksi dalam penelitian tindakan kelas ini, yang meliputi 1) penyesuaian
kegiatan belajar dengan alokasi waktu yang tersedia, dan 2) perancangan pelaksanaan
kegiatan belajar dan perangkat pembelajaran yang baik sehingga pembelajaran
menjadi efektif.
Ketiga, model pembelajaran Collaborative Teamwork Learning cocok
diterapkan dalam pembelajaran fisika karena sesuai dengan tuntutan Kurikulum 13
yang menekankan proses pendidikan pada pendekatan saintifik.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson. 2008. High perfomance cooperative learning. Artikel. Tersedia pada
http://www.anderson.ucla.edu/smith/htm. Diakses pada tanggal 9 September
2014.
Colvin, A. C. 2007. Managing innovation: how collaborative design visualitation can
facilitate teamwork. International conference on engineering and product
design education. 1-6. Tersedia pada http://www. a.colvin@dundee.ac.uk.pdf.
Diakses pada tanggal 6 September 2014.
Frances, M. 2008. Stages of group development-A PCP approach. Personal construct
theory
and
practice.
8.
10-18.
Terdapat
pada
http://www.pcp-
of
college
teaching.
57
(3).
139-143.
Terdapat
pada
http://heldref.metapress.com/openurl.asp?genre=article&id=doi:10.3200/CTC
H.57.3.139-143. Diakses pada tanggal 16 September 2014.
Mulyasa. 2006. Kurikulum tingkat satuan pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
208
Pendahuluan
Permasalahan yang masih perlu diatasi dalam penyelenggaraan pendidikan
nasional adalah rendahnya kualitas hasil pendidikan. Tudingan pun diarahkan pada
Guru sebagai penyebabnya, pertama mengingat peran strategis guru sebagai ujung
tombak pelaksanaan pembelajaran. Rendahnya pencapaian hasil pendidikan
dipengaruhi kinerja guru yang rendah, dan kinerja itu sendiri dipengaruhi oleh
pemilikan kompetensi guru rendah pula. Sebagai penjabaran tuntutan profesionalisme
kerja, pemerintah kemudian mengeluarkan peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 16 Tahun 2007 yang memuat tentang Standar Minimal kualifikasi dan
kompetensi guru.
209
dengan
perolehan
sertifikasi
pendidik,
melainkan
disertai upaya
pengembangan diri terus menerus dan pembinaan yang tidak henti-hentinya dari
berbagai pihak yang terkait. Untuk meningkatkan kompetensi dan professional guru
dalam menyelesaikan masalah pembelajaran yang dihadapi saat menjalankan
tugasnya, salah satunya dapat dilakukan melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK),
baik secara mandiri oleh guru yang bersangkutan maupun secara berkolaboratif
(sesama guru). Hal ini sejalan dengan pendapat, Sudarwan Danim (2011), yang
mengatakan untuk meningkatkan kompetensi dan professionalism guru bisa ditempuh
melalui
program
penelitian
untuk
menguji
dan
mengakses
kemampuan
profesionalnya.
Melalui PTK, masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran dapat dikaji,
ditingkatkan dan dituntaskan sehingga proses pendidikan dan pembelajaran yang
inovatif dan hasil belajar yang optimal dapat diwujudkan secacra sistematis. PTK
menawarkan peluang sebagai strategi pengembangan kinerja melalui pemecahan
masalah pembelajaran. Sebab pendekatan penelitian ini menempatkan guru sebagai
peneliti sekaligus sebagai agen perubahan (Masnur Muslich, 2009:6).
Dengan cara demikian, para guru tidak lagi dianggap sekedar sebagai
penerima pembaharuan yang diturunkan dari atas, tetapi guru bertanggung jawab dan
210
Pembahasan
213
Dalam
menentukan
bentuk
tindakan
yang
dipilih
perlu
214
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL (JIAK ADA)
DAFTAR GAMBAR (JIKA ADA)
DAFTAR LAMPIRAN
Bagian Pokok
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Perumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.2. Temuan Hasil Penelitian Relevan
2.3. Kerangka Berpikir
2.4. Hipotesis Tindakan
b) Tindakan
c) Pengamatan
d) Refleksi
4.2 Hasil Penelitian Siklus II
a) Perencanaa
b) Tindakan
c) Pengamatan
d) Refleksi
4.3. Hasil Penelitian Siklus III
a) Perencanaa
b) Tindakan
c) Pengamatan
d) Refleksi
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian
BAB V : SIMPULAN
5.1 Simpulan
5.2 Saran
Bagian Akhir
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
meningkatkan
kompetensi
dan
keprofesionalan
guru,
melalui
DAFTAR PUSTAKA
Asef Uniar Fakhruddin. 2010. Menjadi Guru Favorit. Yogyakart: Penerbit Diva Press.
Iskandar Agung. 2014. Mengembangkan Profesionalitas Guru. Jakarta: Penerbit Bee
Media Pustaka.
Mahmud Khalifah. 2009. Menjadi Guru Yang Dirindu. Surakarta: Ziyad Visi Media.
Masnur Muslich. 2009. Melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Nasional Education Association.1948. Division of Field Service. Dalam Institute on
Professional and Publik Relation. Washington DC: The Association.
Raka Joni, T. 1988. Konsep Dasar Peneltian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research). Jakarta: Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah
Depdikbud.
Sarwiji Suwandi. 2010. Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Karya Ilmiah.
Surakarta: Yuma Pustaka.
Soetjipta. 2009. Profesi Keguruan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
219
Sudarwan Danim. 2011. Pengembangan Profesi Guru Dari Pra Jabatan, Induksi ke
Profesional Madani. Jakarta: Kencana.
Suharsini Arikunto. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Susilo. 2009. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher.
220
221
Abstrak
Bali punya nama spesifik dalam pergaulan dunia yang disebut dengan
pulau Dewata orang bilang bali adalah pulau Surga( The Paradise Island ) yang
digambarkan oleh Novelis Hickman Powel oleh Nehru ,bali juga dijuluki pulau
seribu yang penduduknya mayoritasberagama Hindu dengan keindahan pulau bali
banyak orang asing yang memburunya bahkan sempat kesenian kita diakui oleh
orang luar disinilah perlu sebuah benteng yang nantinya bisa menjaga kesenian
tersebut ,dengan keindahan alam dan keunikan kebudayaan yang meliputi tujuh
unsure (1) sistem religi (2) sistem dan organisasi kemasyarakatan (3)
sistempengetahuan (4) bahasa (5) kesenian (6) Sistem mata pencaharian (7) sistem
teknologi dan peralatan .Kehidupan seni budaya hampir tidak ada satupun upacara
keagamaan di Bali tanpa ikut serta pertunjukan tari ,gerak merupakan salah satu
unsure utama yang difungsikan sebagai media komonikasi dengan segala bentuk
dan variasi namun tetap menunjukan corak serta identitas kesenian bali yang
berbau religius . Untuk mendapat hasil yang memadai perlu adanya pembahasan
(1) pengertian tari joged bungbung (2) Bentuk seni pertunjukan Tari jogged
bungbung (3) Busana tari joged bungbung (4) iringan musiknya (5) fungsi seni
pertunjukan
222
Bab I Pendahuluan
Bali punya nama spesifik dalam pergaulan dunia yang disebut dengan
pulau Dewata dimana mempunyai nilai universal apalagi orang bilang Bali adalah
pulau Surga ( The Paradise Island ) sebagaimana yang digambarkan Novelis
Hickman powel oleh Nehru.Bali Juga dijuluki Pulau Seribu Pura karena
penduduknya yang mayoritas beragama Hindu oleh sebab itulah orang asing
memburu kesenian kita dengan banyak keindahanya.Sebagai penerus harus
mempertahankan kebudayaan yang dimiliki terutama kesenianya yang memiliki
nilai kesakralan ,jangan sampai jatuh ketangan orang asing disinilah perlu adanya
sebuah benteng yang nantinya bisa menjaga kesenian tersebut. Pulau Bali dikenal
oleh hamper seluruh pelosok dunia karena keindahan alam dan keunikan
kebudayaanya yang meliputi beberapa unsure kebudayaan antara lain seni
rupa,seni sastra,seni suara dan seni tari.perkembangan seni dan budaya di Bali
meliputi berbagai unsure kebudayaan .Ada tujuh unsur-unsur kebudayaan (1) sisti
religi dan upacara (2) system dan organisasi kemasyarakatan (3) system
pengetahuan (4) bahasa (5) kesenian (6) Sistem mata pencaharian hindu (7)
system teknologi dan peralatan. Ketujuh unsure ini tidak dapat dipisahkan .Tari
merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa bersumber pada akar tradisi yang
dapat menumbuhkan sikap dasar terhadap penanaman nilai dan norma-norma
akan kecintaan seni budaya bangsa .Nilai keberadaan seni tari dari zaman dahulu
hingga sekarang merupakan imajinasi kreativitas manusia melalui pengembangan
akal budi dan pemikiran yang pada akhirnya menjadi bagian penting dari
kehidupan masyarakat Bali yang difungsikan sebagai media persembahan ,sarana
pelengkap upacara ,pengikat solidaritas dan komonitas maupun sekedar sebagai
hiburan semata.
Kehidupan seni budaya ini didukung oleh kenyataan yang ada yaitu
hampir tidak ada satupun upacara keagamaan di Bali tanpa ikut serta pertunjukan
tari ,gerak merupakan salah satu
unsur utama yang difungsikan sebagai media komonikasi dengan segala bentuk
banyak variasi sesuai dengan ungkapan dan selera masyarakat pendukungnya
namun tetap menunjukan corak serta identitas kesenian Bali yang berbau religius
223
224
Bab II Pembahasan
legong atau lakon lain , di jaman sekarang ini bebas menggunakan panggung
bahkan sampai turun panggung .begitulah perkembangan jogged di jaman
sekarang ini.
2.2.1.Busana adapun busana yang dipergunakan dalam jogged bungbung
sangat sederhana ,meliputi kain batik baju kebaya dan selendang ,gelungan yang
dipakai oleh jogged bungbung juga sangat sederhana berupa petitis (dahi)yang
bagian belakangnya dihiasi dengan bunga-bunga cempaka yang sangat indah
,bagian muka gelungan jogged bungbung serupa dengan gelungan yang dipakai
oleh lakon sita dalam sendratari Ramayana .
2.2.2 Iringan ( musiknya ) diiringi dengan gambelan tabung bamboo
sebuah istilah untuk member nama seperangkat gambelan joged
225
226
227
DAFTAR PUSTAKA
Arini,AA Ayu Kusuma .2006.Tari Legong Kraton Peliatan.Tari Kekebyaran ciptaan I
Nyoman Kaler
Arini,NI Ketut.2012.Teknik Tari Bali.Denpasar.
Bandem,I Made.1992. Sakral Dan Sekurel Tari Bali Dalam Transisinya .Denpasar : STSI
Denpasar
Bandem,I Made dan Fredrik Eugene deBoer.Kaja dan Kelod Tarian Bali dalam Transisi.
Bandem.I Made . 1989 .Ensklopedi Tari Bali.
Dibia ,I wayan dalam Seminar tari 29 April 2015.
Dibia,I wayan .2009.Taksu Dalam Seni Dan Kehidupan Bali.
Djelantik ,A.A.M.1999.Estetika Sebuah Pengantar .Bandung : Masyarakata Seni
Pertunjukan Bandung .
228
229
B. Landasan Teori
Metode Inquiri merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan guru untuk
mengajar di depan kelas. Adapun pelaksanaanya sebagai berikut: guru membagi
tugas meneliti sesuatu masalah ke kelas. Siswa dibagi menjadi beberapa
kelompok, dan masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus
dikerjakan.Kemudian mereka mempelajari, meneliti atau membahas tugasnya di
dalam kelompok. Setelah hasil kerja mereka dalam kelompok didiskusikan,
kemudian dibuat laporan yang tersusun dengan baik
Prestasi belajar adalah perubahan perilaku individuakan memperoleh perilaku
yang baru, menetap, fungsional, positif, disadari dan sebagainya. Perubahan
perilaku sebagai hasil pembelajaran atau prestasi belajar ialah prilaku secara
230
C. Metode Penelitian
Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencernatan terhadap kegiatan
pembelajaran berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi
dalam sebuah kelas secara bersamaan (Arikunto,2006:2-3). Penelitian Tindakan
Kelas untuk membantu seseorang dalam mengatasi secara praktis persoalan yang
dihadapi dalam situasi darurat dan membantu pencapaian tujuan ilmu sosial dan
ilmu pendidikan dengan kerjasama dalam kerangka etika yang disepakati
bersama (Wiraatmadja,2007:11)
D. Hasil Penelitian
a. Rencana Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian tindakan ini dapat berupa kelas maupun sekelompok orang
yang bekerja di industri lembaga sosial lain yang berusaha menigkatkan
kinerja(Sukardi,2011:2Berdasarkan penelitian diatas maka dalam penelitian ini
yang menjadi subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII E SMPN 9
Denpasar tahun pelajara 2012/2013.
2. Objek Penelitian
Yang menjadi objek dalam penelitian adalah proses belajar mengajar yang
berlangsung selama dua siklus, di kelas VIII E SMPN 9 Denpasar Tahun
Pelajaran 2012/2013, metode pembelajaran inkuiri dengan aktivitas belajar
diskusi kelompok.
231
233
hakikatnya
merupakan
cara
pengumpulan
data
dengan
e. Kriteria Keberhasilan
Untuk mengetahui berhasil tidaknya tindakan yang dilaksanakan dengan
berdasarkan pada rencana tindakan yang ditetapkan, maka kriteria yang digunakan
adalah sumber dari tujuan dilakukannya tindakan.
236
kompetensi
dalam
mata
pelajaran
IPS
melalui
Metode
Pembelajaran Inkuiri pada siswa kelas VIII E SMPN 9 Denpasar. Kriteria yang
dijadikan tolak ukur keberhasilan adalah 75% dengan nilai rata-rata 75% sesuai
dengan kompetensi yang ditetapkan
E. Penutup
a. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka
dapat diambil simpulan sebagai berikut :
1.
2.
Pada siklus II siswa yang berhasil sebanyak 40 orang siswa 79,50 dan daya serap
siswa mencapai 79,50%. Dari siklus I hingga siklus II diperoleh data bahwa
ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan sebesar 6,87 yakni dari 72,63
pada siklus I menjadi 79,50 pada siklus II. Jadi penelitian dihentikan pada siklus
II karena sudah mampu memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang
ditetapkan sekolah.
b. Saran
237
F. DAFTAR PUSTAKA
Euis Karwati
&
Alfabetta
H.
Martinis
Yamin,
2013.Strategi
&
Metode
dalam
Model
239
240
CIPPEvaluationModelInPracticeImplementationExperience(PPL) Students
ProdiEconomic Education/Teachers' Training
CollegeCooperativeFPIPSPGRIBaliin 2014
The aim of the study is to examine the implementation of practical field
experience (PPL) Students Prodi Economic Education / Teachers' Training College
Cooperative FPIPS PGRI Bali 2014 seen from CIPP evaluation model. This study
evaluated the program by analyzing each factor in accordance with the model CIPP
(context, input, process and product). The population in this study were all implementers
and program participants practice field experience (PPL) Prodi Economic Education /
Teachers' Training College Cooperative FPIPS PGRI Bali Year 2014. Subject taken in
this study was 79 people consisting of 45 students, 10 Supervisor, 11 principals, 11
teachers Pamong, and 2 of UPT PPL.
To get the data, then collected using questionnaires as the primary method. The
data analysis used is quantitative descriptive analysis using the following steps:
determining descriptive categories, raw scores were transformed into T-scores were then
verified in Quadrant Glickman.
Having evaluated the model of CIPP then the results of the analysis found that
the implementation of the practice field experience (PPL) Students Prodi Economic
240
PENDAHULUAN
Dunia pendidikan merupakan salah satu cara yang digunakan untuk
memajukan suatu negara terlihat dengan majunya pola pikir generasinya, maka
dari dunia pendidikan inilah dapat memotivasi generasi agar mampu
bertanggung jawab terhadap bangsanya, untuk mencapai tujuan tersebut dunia
pendidikan tidak terlepas dari campur tangan seorang pendidik yaitu Guru, Guru
adalah faktor penentu keberhasilan proses pembelajaran yang berkualitas
sehingga berhasil tidaknya pendidikan mencapai tujuan selalu dihubungkan
dengan kiprah para guru. Guru merupakan sosok motivator yang memberi
semangat dan dapat membangkitkan gaya hidup modern, dengan intelektualitas
yang berlandaskan norma, moral bangsa serta agama. Sosok guru sangat
mendapat perhatian, baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat pada
umumnya dan oleh para ahli pendidikan pada khususnya.Guru yang berkualitas
diantaranya adalah mengetahui dan mengerti peran dan fungsinya dalam proses
pembelajaran.
Tujuan menghasilkan calon pendidik yang memiliki wawasan dan
professional serta pengalaman dalam menjalankan keahliannya di bidang
pendidikan, setiap lembaga LPTK seperti IKIP PGRI Bali mewajibkan
mahasiswanya untuk melaksanakan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) yang
merupakan program mata kuliah yang wajib dilaksanakan oleh setiap
mahasiswa.
Pada kesempatan ini Program Praktek Pengalaman Lapangan (PPL)
akan memperkenalkan kepada mahasiswa atau calon guru untuk mengenal
lingkungan yang akan menjadi profesinya. Dalam pelaksanaan PPL ini, calon
guru dapat menerapkan segala teori pengetahuan keterampilan dan wawasan
yang telah diperoleh melalui berbagai mata kuliah kedalam kelas yang
sesungguhnya.
Berdasarkan cetusan Undang-undang profesi yang disahkan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tanggal 6 Desember tahun 2005 guru
ditetapkan sebagai profesi. Guru harus mempunyai kompetensi yang dapat
diandalkan. Standar kompetensi PPL dirumuskan dengan mengacu pada
tuntutan empat kompetensi guru baik dalam konteks pembelajaran maupun
dalam konteks kehidupan guru sebagai anggota dalam masyarakat. Empat
kompetensi guru yang dimaksud adalah kompetensi paedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi profesional, dankompetensi sosial.Kompetensi tersebut
dirumuskan sesuai dengan amanat Undang - Undang Guru dan Dosen Nomor 14
Tahun 2005 Bab IV Pasal 10. Di samping itu, rumusan standar kompetensi PPL
juga mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Pendidikan Nasional khususnya yang terkait dengan BAB V Pasal 26
241
LANDASAN TEORI
Program dapat dipahami dalam dua pengertian yaitu secara umum dan
khusus. Secara umum, program dapat diartikan dengan rencana atau rancangan
kegiatan yang akan dilakukan oleh seseorang dikemudian hari. Sedangkan
pengertian khusus dari program biasanya jika dikaitkan dengan evaluasi yang
bermakna suatu unit atau kesatuan kegiatan, berlangsung dalam proses
berkesinambungan dan terjadi dalam satu organisasi yang melibatkan
sekelompok orang. Menilik pengertian secara khusus ini, maka sebuah program
adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan secara
waktu pelaksanaannya biasanya panjang. Selain itu, sebuah program juga tidak
hanya terdiri dari satu kegiatan melainkan rangkaian kegiatan yang membentuk
242
243
METODELOGI PENELITIAN
Penelitian ini termasuk penelitian evaluatif kuantitatif, menganalisis
efektivitas dengan menganalisis peran masing-masing faktor sesuai dengan
model CIPP (konteks, input, proses dan produk). Subjek dalam penelitian ini
adalah 79 orang dengan tehnik cluster random samplingyang terdiri dari 45 orang
mahasiswa, 10 orang dosen pembimbing, 11 orang Kepala Sekolah, 11 Guru
Pamong, dan 2 orang dari UPT PPL . Data dikumpulkan dengan menggunakan
kuesioner sebagai metode utama. Data dianalisis dengan analisis deskriptif
kuantitatif menggunakan langkah sebagai berikut: menentukan katagori deskriptif
menggunakan Analisis Univariat, skor mentah ditransformasikan ke dalam T-skor
kemudian diverifikasi ke dalam Kuadran Glickman.
244
245
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi).
Jakarta: Bumi Aksara
--------. 2004. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta. Penerbit Bumi Aksara
246
Buku Panduan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (IKIP) PGRI Bali Tahun 2013.
Gede Agung, Prof.Dr. 2014. Metodologi Penlitian Pendidikan. Yogyakarta: Aditya
Media Publishing.
Hamalik, Oemar. 2005. Evaluasi Kurikulum. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Koyan, Wayan. 2009. Statistika Terapan (Teknis Analisis Data Kuantitatif).
Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Marhaeni, Agung. 2012. Evaluasi Program Pendidikan. Singaraja
Mendiknas. 2005. P.P. R.I No.19 Tahun 2005 tentang Standard Nasional
Pendidikan. Jakarta : C.M. Cemerlang.
Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Wadi, Andi. 2006. Evaluasi Implementasi Program MBS sebagai Upaya Kualitas
Peningkatan Lulusan pada SMK I Sukasada Undiksha Singaraja.(Tesis
tidak dipublikasikan).
247
ABSTRAK
Komunikasi adalah hal yang penting dalam kehidupan manusia dan pentingnya
komunikasi untuk manusia tidak bisa dipungkiri bagi organisasi. Dengan komunikasi yang
baik dalam organisasi, organisasi dapat berjalan dengan baik dan sukses. Dan keberhasilan
komunikasi dalam organisasi dapat berpengaruh pada motivasi karyawan. Penelitian ini akan
menganalisis Pengaruh Komunikasi dari Karyawan ke Supervisor (Komunikasi ke atas)
untuk Motivasi Karyawan. Dan Biro Administrasi Kesejahteraan Rakyat Provinsi Bali akan
menjadi tempat bagi peneliti untuk melakukan penelitian. Jenis penelitian ini adalah
kuantitatif penjelasan dengan menggunakan metode regresi linier sederhana untuk
menganalisis data. Hasil penelitian ini menunjukkan jika komunikasi dari karyawan kepada
atasan memiliki pengaruh positif terhadap motivasi karyawan di Biro Administrasi
Kesejahteraan
Rakyat
Provinsi
Bali.
Kata kunci:
Komunikasi organisasi , komunikasi dari Karyawan ke Atasan (komunikasi ke atas),
Motivasi Kerja
ABSTRACT
Communication is the important thing in human life and the important of
communication to human cant be denied for the organization. With the good communication
in organization the organization can walk with good and success. And the success of
communication in organization can be influent the employee motivation. The research will be
analyzed The Influence of Communication from Employee to Supervisor (Upward
Communication) to Employee Motivation. And the Biro Administration Welfare of Bali
province will be the place for researcher to do the research. This kind of research is
quantitatif explanation with using simple linier regresion method to analyze the data. The
result of this research show if the communication from employee to supervisor have the
positive influence to employee motivation in People Welfare Administration .
Key Word :
Communication Organization, Communication from Employee to Supervisor (Upward
Communication), Work Motivation
248
1.PENDAHULUAN
a.
a.
b.
c.
d.
Koordinasi pelaksanaan tugas dan fungsi dinas daerah dan lembaga teknis daerah;
e.
Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari latar belakang permasalahan yang diungkapkan diatas, maka tujuan
penelitian yang diajukan adalah :
Untuk mengetahui apakah komunikasi dari bawahan kepada atasan (upward communication)
mempengaruhi motivasi kerja bawahan di Biro Administrasi Kesejahteraan Rakyat Provinsi
Bali.
d.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, sebagai berikut :
i.
Manfaat Teoritis
250
Menjadi bahan kepustakaan bagi Jurusan Ilmu Komunikasi dan literatur bagi para mahasiswa
untuk melakukan penelitian yang sejenis, yaitu penelitian mengenai pengaruh komunikasi
dari bawahan kepada atasan terhadap motivasi kerja.
ii.
Manfaat Praktis
2. KERANGKA TEORI
2.1. Komunikasi Organisasi
Ada bermacam-macam persepsi mengenai komunikasi organisasi dari beberapa ahli, yaitu
(Muhammad, 2005, p.65-66) :
Meskipun terdapat persepsi dari para ahli mengenai komunikasi organisasi ini tapi
dari semuanya itu ada beberapa hal yang umum yang dapat disimpulkan yaitu (Muhammad,
2005, p.67) :
a. Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu sistem terbuka yang kompleks yang
dipengarui oleh lingkungannya sendiri baik internal maupun eksternal.
b. Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arusnya, tujuan, arah dan media.
c. Komunikasi organisasi meliputi orang dan sikapnya, perasaannya, hubungannya dan
keterampilan atau skillnya.
2.2. Komunikasi ke Atas (Upward Communication)
Yang dimaksud dengan komunikasi keatas adalah pesan yang mengalir dari bawahan kepada
atasan atau dari tingkat yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih tinggi. Semua karyawan
dalam suatu organisasi kecuali yang berada pada tingkatan yang paling atas mugkin
berkomunikasi ke atas. Tujuan dari komunkasi ini adalah untuk memberikan balikan,
memberikan saran dan mengajukan pertanyaan. Komuniksai ini mempunyai efek pada
penyempurnaan moral dn sikap karyawan, tipe pesan adalah integrasi dan pembaruan
(Muhammad, 2004, p.116-117).
Komunikasi ke atas mempunyai beberapa fungsi atau nilai tertentu. Menurut Pace (1989)
fungsinya adalah sebagai berikut :
1. Dengan adanya komunikasi ke atas supervisor dapat mengetahui kapan bawahannya
siap untuk diberi informasi dari mereka dan bagimana baiknya mereka menerima apa
yang disampaikan karyawan.
2. Arus komunikasi ke atas memberikan informasi yang berharga bagi pembuatan
keputusan
3. Komunikasi ke atas memperkuat apresiasi dan loyalitas karyawan terhadap organisasi
dengan jalan memberikan kesempatan untuk menanyakan pertanyaan, mengajukan
ide-ide dan saran-saran tentang jalannya organisasi.
251
3.
METODE PENELITIAN
3.1.
Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian deskriptif dengan
pendekatan kuantitatif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi secara
253
sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu
(Kriyantono, 2006, p. 57)
Pendekatan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif
adalah riset yang menggambarkan atau mejelaskan suatu masalah yang hasilnya dapat
digeneralisasikan. Dengan demikian tidak terlalu mementingkan kedalaman data atau analisa
( Kriyantono, 2006, p. 57).
Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah metode survei. Survei adalah
metode riset dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen sebagai pengumpulan
datanya. Tujuannya untuk memperoleh informasi tentang sejumlah responden yang dianggap
mewakili populasi tertentu ( Kriyantono, 2006, p.60).
3.2.
Definisi Operasional
Definisi operasional dan pengukuran variabel dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Variabel bebas (X) Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah upward
communication. Indikator pengukuran variabel ini dilihat melalui fungsi komunikasi keatas
menurut Pace (1989), yaitu :
a. Pimpinan dapat mengetahui kapan bawahan siap diberi informasi
b. Memberikan informasi yang berharga untuk pembuatan keputusan
c. Memperkuat apresiasi dan loyalitas karyawan dengan jalan memberi kesempatan
untuk mengajukan pertanyaan, mengajukan ide-ide, dan saran-saran tentang jalannya
organisasi
d. Membolehkan dan mendorong desas desus muncul
e. Pimpinan dapat megetahui apakah bawahan menangkap arti yang dia maksudkan dari
arus informasi kebawah
f. Membantu karyawan mengatasi masalah-masalah pekerjaan mereka dan memperkuat
keterlibatan mereka dalam tugas-tugasnya dan organisasi
2.
Variabel terikat (Y) yaitu variabel yang dipengaruhi atau disebabkan oleh variabel
bebas (Bungin, 2001, p.80). Dalam penelitian ini yang menjadi variable terikat adalah
motivasi kerja. Adapun variable ini berdasarkan kajian motivasi oleh Arep dan Tanjung
(2004, p.156) meliputi dimensi :
a.
b.
c.
d.
e.
3.3.
Disiplin
Inisiatif
Loyalitas
Kinerja
Pengawasan
Populasi dan Sampel
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Biro Administrasi Kesejahteraan Rakyat. Karena diambil seluruh unsur populasi
maka tidak menggunakan teknik pengambilan sampel.
254
Demikian pula dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti memperoleh data dengan
mengadakan peninjauan secara langsung ke Biro Administrasi Kesejahteraan Rakyat Propinsi
Bali dengan menggunakan metode dan prosedur sebagai berikut :
a. Kuisioner
b. Wawancara
c. Dokumentasi
1.
Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu
mengukur apa yang ingin diukur (Singarimbun dan Effendi, 1995, p.124). Karena dalam
penelitian ini menggunakan kuisioner sebagai alat pengukur utama.
2.
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas menunjuk pada pengertian sejauh mana suatu alat pengukur dapat
dipercaya atau dapat diandalkan dan konsisten dari waktu ke waktu (Singarimbun dan
Effendi, 1995, p. 140). Cara untuk menguji reliabilitas adalah dengan memasukkannya
kedalam rumus koefisien reliabilitas Alpha Cronbach :
3.6.
Menurut Singarimbun (1995, p.263), analisis data adalah proses penyederhanaan data
ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam hal ini, teknik analisa
yang digunakan adalah teknik korelasi yang tujuannya adalah untuk mengetahui apakah di
antara dua variable atau lebih terdapat hubungan, dan jika ada hubungan, bagaimana arah
hubungan dan seberapa besar hubungan tersebut (Santoso, 2002, p.149).
3.6.1. Uji Regresi
Pada percobaan selalu ada dua atau lebih variabel sehingga diperlukan hubungan
fungsional diatas variabel dan analisis korelasi yang digunakan untuk menetapkan derajat
255
korelasi atau variabel. Analisis regresi digunakan untuk menetapkan hubungan fungsional
antara variabel bebas dan variabel tak bebas, namun tidak dapat digunakan untuk
menjelaskan mengapa terjadi perubahan. (Suharto, Girisuta, Miryanti, 2004, p.181)
Dalam analisa regresi dipikirkan bahwa hubungan antara variabel independen dan
variabel dependen adalah dalam bentuk linier. Analisis regresi linear digunakan sebagai
metode untuk menyusun hubungan fungsional antara dua variabel. Cara melakukan uji
regresi linear adalah dengan memasukkannya dalam rumus :
Y:a+bX
Keterangan :
Y
Variabel bebas
Nilai intercept
4. PEMBAHASAN
4.1. Struktur organisasi Biro Administrasi Kesejahteraan Rakyat
Struktur organisasi tersebut dapat digambarkan tugas pokok dan fungsi masingmasing , antara lain :
a.
b.
c.
d.
Demikian dengan uji reliabilitas menunjukkan nilai alpha cronbach seluruh variabel
mempunyai nilai lebih besar dari 0,6 dengan demikian kuesioner untuk seluruh variabel
mempunyai konsistensi atau kestabilan yang baik.
4.3.
Pengolahan Data
arti seperti yang dia maksudkan dari arus informasi ke bawah. Sehingga melalui upward
communication para atasan di Biro Administrasi Kesejahteraan Rakyat dapat mengetahui apa
yang dikerjakan oleh bawahannya dan bagiamana hasil pekerjaan mereka, apakah mereka
mengerjakan sesui yang atasan minta, dll. Dengan adanya upward communication ini para
bawahan banyak yang memilih setuju dan sangat setuju mengenai melalui upward
communication ini atasan dapat mengetahui yang dikerjakan mereka dan hasil pekerjaan
mereka.
Di lain pihak sebagian besar karyawan menyatakan setuju dan sangat setuju apabila
atasan memperhatikan apakah perintah atau tugas yang diberikan dimengerti dengan jelas.
Jumlah responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju ada 1(1,7 %) dan 33 (56,9 %).
Sedangkan yang menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju bahwa atasan
memperhatikan apakah perintah atau tugas yang diberikan dimengerti dengan jelas ada
19(32,8 %) dan yang menjawab sangat tidak setuju ada 5 orang. Dari data diatas, komunikasi
keatas berjalan sesuai dengan tujuannnya sebagai balikan bagi atasan mengenai tugas yang
diberikan oleh mereka kepada karyawan dapat dimengerti oleh karyawan. Karena tujuan
komunikasi keatasan sebagai umpan balik, dalam hal ini atasan dapat melihat apa
pekerjaan/informasi mereka dimengerti atau dapat dikerjakan dengan lebih baik oleh
karyawan melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan karyawan, atau bagaimana sikap
karyawan dalam menanggapi informasi dari atasan sesuai dengan pendapat Smith
(Goldhaber, 1986) komunikasi keatas berfungsi sebagai balikan bagi pimpinan, memberikan
petunjuk tentang keberhasilan suatu pesan yang disampaikan olehnya
Di samping itu sebagian besar karyawan menyatakan setuju dan sangat setuju apabila
atasan memberikan waktu atau kesempatan untuk memahami maksud yang diinginkan
atasan. Jumlah responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju ada 35 (60,3 %) dan 1
(1,7 %). Sedangkan yang menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju bahwa atasan
memberikan waktu atau kesempatan untuk memahami maksud yang diinginkan atasan 17
(29,3 %) dan 5 (8,6 %). Berdasarkan jawaban diatas, dapat dilihat bahwa fungsi komunikasi
keatas berjalan dengan baik. Hal ini bisa dilihat dari jawaban responden 35 orang dan 1 orang
menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa melalui komunikasi keatas mereka dapat
bertanya apabila ada dalam pekerjaan yang diberikan atasan yang tidak dimengerti oleh
mereka. Hal ini sesuai dengan salah satu fungsi dari komunikasi keatas yaitu komunikasi
keatas membantu karyawan negoisasi masalah-masalah pekerjaan mereka dan memperkuat
keterlibatan mereka dalam tugas-tugasnya dan organisasi.
Hasil survey juga menunjukkan sebagian besar karyawan menyatakan setuju bahwa
melalui komunikasi ke atasan mengetahui apakah bawahan menangkap arti seperti maksud
atasan. Jumlah responden yang menyatakan setuju ada 35 (60,3 %) dan yang menyatakan
sangat setuju ada 3 (5,2 %). Sedangkan yang menyatakan tidak setuju bahwa melalui
komunikasi ke atasan mengetahui apakah bawahan menangkap arti seperti maksud atasan ada
20 34,2 %) dan yang menyatakan sangat tidak setuju tidak ada. Arni Muhammad (2001)
mengatakan bahwa melalui komunikasi ke atas atasan dapat megetahui apakah bawahan
menangkap arti atau pesan yang dimaksudkan atasan. Hal ini dapat diketahui dari apa yang
dilakukan karyawan, pekerjaannya, hasil yang didapatnya, dan kemajuan mereka. Melalui
kuesioner yang disebarkan kepada responden,dapat diketahui bahwa melalui komunikasi ke
atas, atasan dapat mengetahui apakah bawahan menangkap arti seperti yang dimaksudkan
258
atasan, hal ini didukung dengan jawaban responden sebanyak 35 dan 3 orang yang menjawab
setuju dan sangat setuju.
Disiplin
Inisiatif
Loyalitas
kedua hal tersebut dipenuhi, maka karyawan akan secara awal betah tinggal di pemerintah.
Karyawan Biro Administrasi Kesejahteraan Rakyat dapat dibilang memiliki tingkat loyalitas
yang tinggi, dilihat dari jawaban mereka, 35 orang senang dan betah bekerja di Biro
Administrasi Kesejahteraan Rakyat.
Sedangkan indikator loyalitas kedua menunjukkan sebagian besar karyawan
menyatakan setuju pada pernyataan bangga bekerja di pemerintah. Jumlah responden yang
menyatakan setuju ada 31 (53,4%) dan yang menyatakan sangat setuju ada 3 (5,2 %).
Sedangkan yang menyatakan tidak setuju bahwa pada pernyataan bangga bekerja di
pemerintah, ada 24 (41,4 %) dan yang menyatakan sangat tidak setuju ada 1 (1,7 %). Dari
hasil wawancara dengan responden yang bernama Widyanti, mengatakan alasan mengapa dia
bangga bekerja di Biro Administrasi Kesejahteraan Rakyat karena Biro Administrasi
Kesejahteraan Rakyat merupakan pemerintah dan juga memberikan rasa gengsi tersendiri.
Indikator loyalitas ketiga menunjukkan sebagian besar karyawan menyatakan setuju
pada pernyataan merasa ikut memiliki pemerintah tempat bekerja. Jumlah responden yang
menyatakan setuju ada 37 (63,8 %) dan yang menyatakan sangat setuju ada 20(34,5%).
Sedangkan yang menyatakan tidak setuju bahwa pada pernyataan merasa ikut memiliki
pemerintah tempat bekerja, ada 1 (1,7 %) dan yang menyatakan sangat tidak setuju tidak ada.
Menurut Arep & Tanjung (2004) bawahan yang termotivasi memiliki sifat loyalitas terhadap
pemerintah, karena sifat loyalitas tersebut maka mendorong bawahan mempunyai rasa ikut
memiliki pemerintah tempatnya bekerja.
Indikator loyalitas keempat menunjukkan jawaban hampir berimbang antara yang
menjawab sangat setuju, setuju dan sangat tidak setuju, tidak setuju. Karyawan yang
menyatakan setuju pada pernyataan tetap bekerja dalam jangka waktu minimal 20 tahun ke
depan ada 36 (62,1 %) dan yang menyatakan sangat setuju ada 19 (33,8 %). Sedangkan yang
menyatakan tidak setuju bahwa pada pernyataan tetap bekerja dalam jangka waktu minimal
20 tahun ke depan, ada 1 (1,7 %) dan yang menyatakan sangat tidak setuju ada 2 (3,4 %).
Berdasarkan dari hasil wawancara dengan Pak Made, mengatakan setuju untuk tetap bekerja
dalam jangka waktu 20 tahun ke depan karena memiliki anak dan istri untuk dibiayai.
Indikator loyalitas kelima menunjukkan jawaban hampir berimbang antara yang
menjawab sangat setuju, setuju dan sangat tidak setuju, tidak setuju. Karyawan yang
menyatakan tidak setuju pada pernyataan bersedia kerja lembur jika diperlukan tanpa gaji
tambahan, ada 34 (58,6 %) dan yang menyatakan sangat tidak setuju ada 8 (13,8 %).
Sedangkan yang menyatakan setuju bahwa pada pernyataan bersedia kerja lembur jika
diperlukan tanpa gaji tambahan, ada 34 (58,6 %) dan yang menyatakan sangat setuju ada 5
(8,6 %). Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 34 orang tidak setuju untuk
bekerja lembur tanpa gaji tambahan. Hal ini sesuai dengan teori kebutuhan Maslow yaitu
kebutuhan akan dihargai, dalam hal ini mereka akan dihargai dengan gaji tambahan untuk
setiap kali mereka bekerja lembur.
Indikator loyalitas keenam menunjukkan sebagian besar karyawan menyatakan setuju
pada pernyataan mengabdikan diri sepenuhnya untuk pemerintah. Jumlah responden yang
menyatakan setuju ada 35 (60,3 %) dan yang menyatakan sangat setuju ada 15 (25,9 %).
Sedangkan yang menyatakan tidak setuju bahwa pada pernyataan mengabdikan diri
sepenuhnya untuk pemerintah, ada 7 (12,1 %) dan yang menyatakan sangat tidak setuju ada 1
262
(1,7 %). Menurut Arep & Tanjung (2004) karyawan yang memiliki loyalitas tinggi berkaitan
erat dengan komitmen dan kesetiaan para pegawai terhadap organisasinya sehingga
mendorong mereka untuk mengabdikan diri sepenuhnya untuk pemerintah.
Indikator loyalitas ketujuh menunjukkan sebagian besar karyawan menyatakan setuju
pada pernyataan merekomendasikan pemerintah pada teman - teman. Jumlah responden yang
menyatakan setuju ada 35 (60,3 %) dan yang menyatakan sangat setuju ada 3 (5,2 %).
Sedangkan yang menyatakan tidak setuju bahwa pada pernyataan merekomendasikan
pemerintah pada teman - teman, ada 17 (29,3 %) dan yang menyatakan sangat tidak setuju
ada 3 (5,2 %). Hal ini menunjukkan bahwa bawahan sering merekomendasikan Biro
Administrasi Kesejahteraan Rakyat kepada teman-teman mereka yang belum mendapat
pekerjaan atau mencari pekerjaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Suci mengatakan
bahwa dirinya merekomendasikan pemerintah kepada temannya karena temannya sedang
mencari pekerjaan, dan juga karena merasa bangga terhadap Biro Administrasi Kesejahteraan
Rakyat.
Sedangkan indikator loyalitas terakhir menunjukkan sebagian besar karyawan
menyatakan setuju pada pernyataan jika pemerintah mengalami masa krisis, akan berusaha
keras membantu. Jumlah responden yang menyatakan setuju ada 28 (48,3 %) dan yang
menyatakan sangat setuju ada 30 (51,7 %). Sedangkan yang menyatakan tidak setuju bahwa
pada pernyataan jika pemerintah mengalami masa krisis, akan berusaha keras membantu, dan
yang menyatakan sangat tidak setuju tidak ada. Menurut Arep & Tanjung (2004) loyalitas
berkaitan erat dengan komitmen dan kesetiaan pegawai terhadap organisasinya. Mereka
termotivasi untuk membantu pemerintah dalam melewati masa krisis. Dari perhitungan diatas
menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan Biro Administrasi Kesejahteraan Rakyat
termotivasi cukup tinggi karena mereka mau membantu jika pemerintah mengalami krisis.
4.4.2.4.
Kinerja
Pengawasan
responden yang menyatakan setuju ada 34 (58,6 %) dan yang menyatakan sangat setuju ada
9 (15,5%). Sedangkan yang menyatakan tidak setuju bahwa pada pernyataan atasan merasa
karyawan dapat mengelola waktu secara efektif, ada 14 (24,1 %) dan yang menyatakan
sangat tidak setuju ada 1 (1,7 %). Menurut Arep & Tanjung (2004) orang yang termotivasi
dalam bekerja akan selalu menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan standar yang benar dan
dalam skala waktu yang telah ditentukan. Bawahan Biro Administrasi Kesejahteraan Rakyat
menunjukkan motivasi yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kinerjanya yang selalu dapat
mengelola waktu secara efektif dan menyelesaikan pekerjaannya sesuai waktunya.
Indikator pengawasan tersebut menunjukkan sebagian besar karyawan menyatakan
tidak setuju terhadap pernyataan karyawan tidak membutuhkan banyak pengawasan dalam
melaksanakan tugas yang diberikan. Jumlah responden yang menyatakan tidak setuju ada 11
(19 %) dan yang menyatakan sangat tidak setuju ada 3 (5,2 %). Sedangkan yang menyatakan
setuju bahwa pada pernyataan karyawan tidak membutuhkan banyak pengawasan dalam
melaksanakan tugas yang diberikan. Orang yang termotivasi dalam bekerja tidak akan
membutuhkan terlalu banyak pengawasan karena kinerjanya sudah baik (Arep & Tanjung:
2004). Kinerja karyawan Biro Administrasi Kesejahteraan Rakyat sudah baik maka mereka
tidak memerlukan pengawasan dari atasan mereka.
Indikator juga menunjukkan sebagian besar karyawan menyatakan tidak setuju
terhadap pernyataan tidak mendapatkan kebebasan untuk menggunakan fasilitas kantor dalam
menyelesaikan tugas/tanggungjawab yang diberikan. Jumlah responden yang menyatakan
tidak setuju ada 34 (58,6 %) dan yang menyatakan sangat tidak setuju ada 8 (13,8 %).
Sedangkan yang menyatakan setuju bahwa pada pernyataan tidak mendapatkan kebebasan
untuk menggunakan fasilitas kantor dalam menyelesaikan tugas/tanggungjawab yang
diberikan, ada 11 (19%) dan yang menyatakan sangat setuju ada 5 (8,6 %). Menurut hasil
wawancara dengan Budi, dia tidak setuju dengan pernyataan diatas karena dia selalu
mendapatkan kebebasan untuk mendapatkan fasilitas kantor dalam menyelesaikan tugas atau
tanggung jawabnya.
Sedangkan pada indikator lain menunjukkan sebagian besar karyawan menyatakan
tidak setuju terhadap pernyataan tidak mendapatkan kebebasan untuk berinovasi dan
berkreasi dalam melakukan pekerjaan. Jumlah responden yang menyatakan tidak setuju ada
23 (39,7 %) dan yang menyatakan sangat tidak setuju ada 3 (5,2 %). Sedangkan yang
menyatakan setuju bahwa pada pernyataan tidak mendapatkan kebebasan untuk berinovasi
dan berkreasi dalam melakukan pekerjaan, ada 32 (55,2 %). Hal ini menunjukkan bahwa
karyawan Biro Administrasi Kesejahteraan Rakyat selalu mendapatkan kebebasan untuk
berinovasi dan berkreasi dalam melakukan pekerjaan guna untuk mengaktualisasikan diri
mereka sesuai dengan kebutuhan mereka untuk mengapresiasikan kebutuhan mereka (Arep &
Tanjung: 2004).
Adapula indikator yang menunjukkan sebagian besar karyawan menyatakan setuju
terhadap pernyataan mendapatkan kebebasan untuk bekerjasama atau saling membantu
dengan rekan kerja dalam menjalankan tugas. Jumlah responden yang menyatakan setuju ada
34 (58,6 %) dan yang menyatakan sangat setuju ada 6 (10,3 %). Sedangkan yang menyatakan
tidak setuju bahwa pada pernyataan mendapatkan kebebasan untuk bekerjasama atau saling
membantu dengan rekan kerja dalam menjalankan tugas, ada 16 (27,6 %) dan yang
menyatakan sangat tidak setuju ada 2 (3,4 %). Berdasarkan hasil wawancara dengan Ita dan
265
Indah yang berada dalam satu departemen mengatakan bahwa atasan memberikan kebebasan
untuk bekerjasama karena pekerjaan yang harus diselesaikan membutuhkan kerjasama tim.
4.4.
Baik aspek komunikasi bawahan pada atasan dan motivasi kerja selanjutnya
dihubungkan dengan identitas responden baik usia, jenis kelamin dan lama kerja. Untuk
menghubungkan variable tersebut dilakukan tabulasi silang seperti dijabarkan di bawah ini:
Hasil penelitian juga menunjukkan ada tidak ada perbedaan yang spesifik antara
responden laki laki dan perempuan dalam berkomunikasi dengan atasan. Namun responden
laki laki cenderung melakukan komunikasi pada kategori rendah dan tinggi, sedangkan
perempuan cenderung berkomunikasi pada kategori sedang. Sebagian besar responden
dengan jenis kelamin laki-laki melakukan komunikasi upward dalam kategori sedang. Dilihat
dari identitas responden hal ini karena jumlah pegawai pria lebih banyak dibandingkan
wanita, dan juga karena ketidak lancarnya arus komunikasi dari bawahan kepada atasan
sehingga arus komunikasi di Biro Administrasi Kesejahteraan Rakyat berada pada tingkat
sedang (Berdasarkan hasil wawancara dengan pimpinan). Dari wawancara yang dilakukan
kepada seorang pegawai (tidak mau namanya disebutkan) diketahui bahwa atasannya selalu
cenderung cuek atau tidak memperhatikan apa yang dikomunikasikan-nya, sehingga dia
memilih untuk diam atau malas melakukan komunikasi dengan atasannya. Sehingga wajar
kalau komunikasi yang dilakukan dari bawahan kepada atasan berada pada tingkat sedang
Berdasarkan kategori lama kerja, responden yang bekerja selama 6 10 tahun
merupakan kelompok lama kerja yang mempunyai komunikasi kategori rendah (6,1 %),
sedangkan yang termasuk pada kelompok komunikasi kategori sedang dilakukan oleh semua
kelompok lama kerja. Dan yang memiliki kemampuan komunikasi kategori tinggi adalah
responden yang bekerja selama 6 10 tahun. Berdasarkan dari perhitungan di atas, hal ini
dikarenakan karyawan dengan lama kerja 1-5 tahun, mereka sudah mengetahui kebiasaan
atau bagaimana alur komunikasi di pemerintah. Dan mengapa berada pada tingkatan sedang
karena arus upward communication di Biro Administrasi Kesejahteraan Rakyat tidak berjalan
lancar dan apa yang dikatakan pimpinan melalui wawancara itu benar, sehingga wajar jika
hasil olahan data diperoleh jawaban sedang.
Sedangkan hasil penelitian pada kategori motivasi kerja rendah dilakukan oleh
responden yang berusia lebih dari 21 30 tahun, sedangkan motivasi kerja pada kategori
sedang dimiliki pada kelompok usia > 31 tahun. Sedangkan yang mempunyai motivasi pada
kategori tinggi dilakukan pada kategori usia 21 30 tahun. Menurut Hurlock (1996)
seseorang pada usia 18 tahun keatas telah memiliki pengetahuan yang cukup baik dalam
menerima informasi sehingga keinginan untuk merealisasikan pesan yang ditangkap dalam
tindakan nyata begitu besar. Melalui dari hasil jawaban pada kuesioner yang sudah diolah
diketahui bahwa ada pengaruh antara komunikasi ke atas terhadap motivasi kerja, sehingga
wajar saja jika tingkat motivasi kerja para karyawan diBiro Administrasi Kesejahteraan
Rakyat termasuk dalam ketegori sedang, karena tingkat upward communication juga sedang
Ditemukan pula tidak ada perbedaan yang spesifik antara responden laki laki dan
perempuan dalam motivasi kerja. Responden laki laki cenderung mempunyai motivasi pada
kategori rendah (14,7 % dibandingkan wanita yang sebesar 0 %) namun laki laki juga
mempunyai motivasi kerja yang tinggi dengan persentase 17,5 % dibandingkan wanita yang
senilai 0 %. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat motivasi kerja pegawai pria adalah
sedang, hal ini wajar saja karena tingkat komunikasi keatas juga berada ditingkat sedang,
karena komunikasi keatas mempengaruhi motivasi kerja. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Frantz yang mengaitkan pengaruh komunikasi terhadap teori hierarki kebutuhan Maslow,
yaitu bahwa komunikasi antar individu dalam suatu organisasi (bisa upward atau downward)
sangat berpengaruh pada motivasi akan kebutuhan rasa memiliki, penghargaan, dan aktivasi
diri. Bila dilihat lebih lanjut, semua hal diatas seperti aktivasi diri, penghargaan, kebijakan
267
organisasi, dan lain-lain, tentu saja dilakukan dengan komunikasi sehingga dalam hal ini bisa
dilihat pengaruh komunikasi dalam organisasi terhadap motivasi kerja karyawan (Pace, 2006,
p.114-116).
Berdasarkan kategori lama kerja, responden yang bekerja kurang dari 1 tahun
merupakan persentase yang paling banyak untuk motivasi kerja kategori rendah. Sedangkan
yang sudah bekerja selama 1 5 tahun, 11 15 tahun dan 16 20 tahun memiliki motivasi
kategori sedang (masing masing 100 % ) dan yang memiliki motivasi kategori tinggi adalah
responden yang bekerja selama 6 10 tahun. Karena kumunikasi keatas mempengaruhi
motivasi kerja maka hasil data yang diperoleh dapat dilihat bahwa tingkat motivasi kerja
karyawan berada pada tingkat sedang karena komunikasi ke atas juga berada pada tingkat
sedang.
4.6.
Jika seluruh variabel konstan maka motivasi kerja akan bernilai sebesar 1,290
komunikasi bawahan pada atasan. Sedangkan sisanya yaitu 70,9 % disebabkan oleh variabel
lain yang tidak diteliti.
5. PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis deskriptif data, peneliti perlu memberikan
beberapa masukan sebagai bahan perbaikan dalam meningkatkan komunikasi dari bawahan
kepada atasan (upward communication) untuk lebih meningkatkan motivasi kerja bawahan.
Adapun beberapa masukan atau saran dari peneliti yaitu:
1.
Atasan harus memberikan informasi yang jelas dan mendetail kepada bawahan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik, seperti: aktivitas perusahaan; kebijakan, tujuan,
sasaran, perencanaan, dan arah perusahaan; serta isu negatif, sensitif dan kontroversial.
Contohnya seperti : saat atasan memberikan tugas kepada bawahan atasan harus memberikan
informassi yang jelas tentang apa tugas tersebut, bagaimana menjalankannya, kapan
dijalankannya, kapan tugas tersebut diserahkan kembali, dll.
2.
Menciptakan komunikasi tatap muka secara intensif melalui pertemuan tatap muka
secara berkala baik interpersonal maupun kelompok terhadap apa yang bawahan kerjakan,
karena bawahan terkadang tidak paham instruksi dan tidak berani untuk bertanya. Pelihara
hubungan interpersonal yang baik dengan para bawahan.
3.
Menciptakan jalur komunikasi dua arah secara lisan seperti memberikan kesempatan
kepada karyawan untuk mengeluarkan ide-idenya dengan cara mendorong kaeryawan atau
meminta pendapat karyawan secara langsung, mengajukan pertanyaan, mengeluarkan
pendapatnya, dll. Sehingga komunikasi yang terjadi tidak hanya berasal dari satu arah saja
(dari atasan saja) tetapi bawahan mempunyai kesempatan juga untuk melakukan komunikasi
sehingga tercipta komunikasi dua arah.
269
4.
Atasan harus melibatkan seluruh bawahan dalam mengambil keputusan ataupun suatu
kebijakan baru.
Dari masukan-masukan yang telah peneliti ajukan diatas, diharapkan dapat membantu
perusahaan dalam meningkatkan motivasi kerja bawahan yang meliputi disiplin, inisiatif,
loyalitas, kinerja dan pengawasan.
DAFTAR REFERENSI
Arep, Ishak & Hendri Tanjung. (2003). Manajemen motivasi. Jakarta: Grasindo.
Bungin, Burhan. (2001). Metodologi penelitian sosial. Surabaya: Airlangga University Press.
Deddy Mulyana. (2001). Komunikasi Organisasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Terjemahan.
Effendy, Onong Uchjana. (2001). Ilmu komunikasi, teori dan praktek. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Goldhaber, Geral M. (1986). Organizational Communication. Iowa Wm. Brown Publisher.
Katz, Daniel., dan Kahn, Robert L. (1978). The Social Psychology of Organization. New
York : John Willey & Sons.
Kriyantono, Rachmat. (2006). Teknik Praktis; Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada
Group
Lewis, Philip V. (1987). Organizational Communication : The Essence of Effective
Management. New York : John Willey & Sons.
Liliweri, Alo. (2004). Wacana komunikasi organisasi. Bandung: PT. Mandar Maju.
Muhammad, Arni. (2004). Komunikasi organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Mukhlis. (24 Agustus 2007), Personal Interview
Nawawi, H. Hadari. (2003). Kepemimpinan mengefektifkan organisasi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Onong Uchjana Effendy. (2001). Ilmu Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Pace, R. Wayne & Faules, Don. F. (2006). Komunikasi organisasi: strategi meningkatkan
kinerja perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Panuju, Redi. (2001). Komunikasi organisasi dari konseptual teoritis ke empirik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Reeding, W. Charles. (1972). Communication Within the Organization. New York: Industrial
Communication Council, Inc.
Santoso, Singgih. (2002). Buku latihan SPSS statistik parametrik. Jakarta:
Media Komputindo (Kelompok Gramedia).
270
PT. Elex
PT.
Singarimbun, Masri & Sofian Effendi. (1995). Metode penelitian survei: edisi revisi. Jakarta:
Erlangga.
Umar, Husein. (2002). Metode riset komunikasi organisasi. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
271
PT.
272
ring tanpa awalan, dengan satuan ukur adalah nilai banyaknya bola yang masuk
ke ring. Data yang diperoleh dianalisis dengan metode analisis statistik dengan
teknik t-tes yang formulasinya adalah sebagai berikut:
t=
X1 - X 2
SD 2
N (N - 1)
Berdasarkan analisa data, diperoleh hasil pada ekperimen pertama, ttesnya = 3,008, sedangkan t-tabelnya = 2,093, dengan tarf signifikansi 5% dan db
= 19. Ekperimen kedua, t-tesnya = 2,405, sedangkan t-tabelnya = 2,093, dengan
tarf signifikansi 5% dan db = 19. Perbedaan eksperimen pertama dan kedua, ttesnya = 0,987, sedangkan t-tabelnya = 2,021, dengan taraf signifikansi 5% db =
38.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pada eksperimen pertama
dan eksperimen kedua ada pengaruh yang signifikan, sehingga hipotesis nolnya
ditolak dan hipotesis alternatifnya diterima. Sedangkan perbedaan pengaruh
eksperimen pertama dan eksperimen kedua, hipotesis nolnya diterima dan
hipotesis alternatifnya ditolak. Hal ini berarti tidak ada perbedaan pengaruh antara
eksperimen pertama dan eksperimen kedua terhadap ketepatan jump shoot dari
jarak 4,6 meter di depan ring siswa putra peserta ekstrakurikuler bola basket SMA
Tunas Daud tahun pelajaran 2012/2013. Karena tidak ada pengaruh dari hasil
yang diperoleh maka dalam peningkatan ketepatan jump shoot agar
memberi pelatihan pelatihan jump shoot dengan awalan passing atau awalan
drible 10 repetisi 5 set dari jarak 4,6 meter di depan ring.
Kata kunci: Jump Shoot Dengan Awalan Passing Atau Awalan Drible 10
Repetisi 5 Set Dari Jarak 4,6 Meter Di Depan Ring, Ketepatan Jump
Shoot.
Bola basket berasal dari Amerika Serikat. Permainan ini diciptakan oleh
James A Naismith pada tahun 1891. Ternyata, permainan bola basket berkembang
pesat ke seluruh dunia. Pada tahun 1924, bola basket pertama kali
didemontrasikan pada Olimpiade di Paris. Pada tanggal 21 Juni 1932 atas prakarsa
Dr. Elmer Beny, direktur sekolah olahraga di Jenewa, diadakan konferensi bola
basket. Dalam konferensi tersebut terbentuklah federasi bola basket internasional
274
menghasilkan shoot yang akurat pula. Dalam melakukan lay up maka akan
semakin mudah jika lompatan kita tinggi. Dalam defense, kemampuan
lompatan yang tinggi akan memudahkan pemaian dalam mematahkan
shooting lawan.
Dewasa ini banyak pola pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan
akurasi tembakan saat melompat atau jump shoot seorang pemain bola
basket baik yang mempergunakan alat bantuan maupun tanpa alat bantuan.
Dari sekian banyak pola latihan tidak semua memberikan pengaruh yang
positif terhadap peningkatan kemampuan jump shoot dari pemain tersebut
karena masing-masing pemain memiliki karakter dan kemampuan fisik yang
berbeda. Ketepatan jump shoot seorang pemain dipengaruhi juga oleh teknik
dasar shooting yang dimiliki pemain tersebut.
Berdasarkan observasi penulis di lapangan bahwa, SMA Tunas Daud
memiliki tim basket putra yang baik dan kompak. Namun ketepatan jump
shoot dalam bermain bola basket dari masing-masing pemain sangat rendah.
Hal ini menyebabkan dalam pertandingan tim putra SMA Tunas Daud
selalu kesulitan dalam mencetak angka terutama saat melakukan jump shoot.
Sehingga tidak jarang tim bola basket putra SMA Tunas Daud kalah dalam
pertandingan karena faktor ketepatan jump shoot yang kurang maksimal.
Salah satu alasan para pemain basket SMA Tunas Daud putra kurang
maksimal dalam melakukan jump shoot karena kurangnya pelatihan yang
bertujuan untuk meningkatkan ketepatan jump shoot para pemain. Beberapa
pelatih beranggapan bahwa jump shoot merupakan hal yang tidak terlalu
penting dalam bermain bola basket. Menurut pandangan mereka stamina
276
yang baik adalah faktor terpenting dalam suatu pertandingan bola basket.
Stamina yang baik sangat membantu dalam melakukan segala gerakan
dalam permainan bola basket namun ketepatan jump shoot juga memberikan
peranan yang tak kalah penting dalam menentukan menang kalahnya suatu
tim dalam pertandingan bola basket.
METODE
Metode adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam
pengumpulan data atau informasi guna memecahkan permasalahan dan menguji
hipotesis penelitian.
Jenis Penelitian
Suatu penelitian dilakukan jelas berdasarkan suatu masalah yang sangat
signifikan terasa ingin dipecahkan oleh peneliti pada waktu mengadakan
penelitian dapat menggunakan beberapa jenis penelitian dan rancangannya.
Berdasarkan cara pendekatan yang akan digunakan, jenis penelitian yang dipakai
serta strategi yang dianggap paling efektif akan menentukan suatu rancangan
penelitian yang paling akhir serta menentukan kategori penelitian yang akan
dilakukan. Sehubungan dengan penelitian ini, maka jenis penelitian yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Karena
penelitian ini menggunakan dua kelompok eksperimen dengan dua kondisi
perlakuan yang berbeda.
POPULASI PENELITIAN
Populasi adalah sekelompok individu yang memiliki satu atau lebih
karakteristik umum yang menjadi pusat penelitian dan keseluruhan individu yang
277
X1 - X 2
SD
N(N - 1)
Keterangan :
X1
X2
278
SD
= Jumlah Sampel
279
dan tes akhir diberikan sehari setelah pelatihan selesai dilakukan. Data tes kedua
kelompok dapat dilihat pada tabel berikut dibawah ini:
Data Tes Awal Dan Tes Akhir Ketepatan Jump Shoot Dengan Awalan
Passing Dari Jarak 4,6 Meter Di Depan Ring Siswa Putra Peserta
Ekstrakurikuler Bola Basket SMA Tunas Daud Tahun Pelajaran 2012/2013
(Kelompok Eksperimen I)
No.
Nama Siswa
(1)
(2)
Tes Akhir
(Nilai)
(3)
Tes Awal
(Nilai)
(4)
Beda
(Nilai)
(5)
Lewis Cornellius
Aryo
Victor Wu
Kiki
Kevin Utomo
Kevin Andrea
Ricky Kartika
Christian
-1
10
Jyotis Putra
11
Andre
12
Henokh
13
Stefan Munthe
14
Krisnu Wangsa
15
Gunadi Taslim
16
Radit
17
Alex
-2
18
19
Ricko Neys
20
Dony Andreanto
Jumlah
74
54
20
Rata-rata
3,7
2,7
280
Data Tes Awal Dan Tes Akhir Ketepatan Jump Shoot Dengan Awalan
Drible Dari Jarak 4,6 Meter Di Depan Ring Siswa Putra Peserta
Ekstrakurikuler Bola Basket SMA Tunas Daud Tahun Pelajaran 2012/2013
(Kelompok Eksperimen II)
No.
Nama Siswa
(1)
(2)
Tes Akhir
(Nilai)
(3)
Tes Awal
(Nilai)
(4)
Beda
(Nilai)
(5)
Peter
Renaldi
Jeriel
Brandan
Ivan Setio
Jordan Dylan
Jojo
-1
Leonard S.W
10
Alvin Lee
11
Oliver
12
Rama
13
Billy
-1
14
Devlon
15
Haryadi
-2
16
Michael
17
Jody
18
Andrew Lee
19
Warren
20
Robby Gunawan
Jumlah
75
46
29
3,75
2,3
1,45
Rata-rata
281
X1
X2
SD
SD2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
-1
-1
-2
10
-1
11
-1
12
13
-1
14
-1
15
16
17
-2
-3
18
19
20
-1
282
74
54
20
42
3,7
2,7
2,1
Keterangan:
X1
X2
= Defference (Perbedaan)
SD
SD2
MD
=
=1
SD2 = 42
Setelah mendapatkan komponen-komponen tersebut diatas, maka dapatlah
dicari nilai t sebagai berikut:
t=
X X
SD
N(N 1)
283
3,7 2,7
42
20(20 1)
1
42
20.19
1
42
380
1
0,110526315
1
0,332454981
= 3,007926057
= 3,008
Tabel Kerja Kelompok Eksperimen Kedua
Untuk mencari t-tes tentang pengaruh pelatihan jump shoot dengan
awalan drible 10 repetisi 5 set terhadap ketepatan jump shoot dari jarak 4,6
meter di depan ring siswa putra peserta ekstrakurikuler bola basket SMA Tunas
Daud tahun pelajaran 2012/2013, maka disusunlah tabel kerja seperti berikut
ini:
No
X1
X2
SD
SD2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
1,75
3,00625
-0,25
0,0625
284
-0,25
0,0625
0,75
0,5625
-0,25
0,0625
1,75
3,00625
-1,25
1,5625
-1
-2,25
5,0625
-0,25
0,0625
10
-0,25
0,0625
11
0,75
0,5625
12
1,75
3,00625
13
-1
-2,25
5,0625
14
-0,25
0,0625
15
-2
-3,25
10,5625
16
1,75
3,00625
17
1,75
3,00625
18
0,75
0,5625
19
0,75
0,5625
20
2,75
7,5625
75
46
29
47,46875
3,75
2,3
1,45
0,2
2,3734375
Keterangan:
X1
X2
= Defference (Perbedaan)
SD
SD2
285
MD
=
= 1,25
SD2 = 47,46875
Setelah mendapatkan komponen-komponen tersebut diatas, maka dapatlah
dicari nilai t sebagai berikut:
X X
t=
=
=
SD
N(N 1)
2,3 1,45
47,46875
20(20 1)
0,85
47,46875
20.19
0,85
47,46875
380
0,85
0,124917763
0,85
0,35343707
= 2,404954296
= ,
286
X1
X2
SD
SD2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
-1
-1,45
2,1025
-1
-1,45
2,1025
-0,45
0,2025
-0,45
0,2025
-0,45
0,2025
2,55
6,5025
-1
-1,45
2,1025
-1
-2
-2,45
6,0025
-1
1,55
2,4025
10
0,55
0,3025
11
1,55
2,4025
12
0,55
0,3025
13
-1
-1
-1,45
2,1025
14
0,55
0,3025
15
-2
-3
-3,45
11,9025
16
0,55
0,3025
17
-2
4,55
20,7025
18
-0,45
0,2025
19
-2
-2,45
6,0025
20
3,55
12,6025
29
20
78,95
1,45
0,45
3,9475
Keterangan:
X1
X2
287
= Defference (Perbedaan)
SD
SD2
MD
=
= 0,45
SD2 = 78,95
Setelah mendapatkan nilai-nilai tersebut diatas, maka dapatlah dicari nilai t
sebagai berikut:
t=
X X
SD
N(N 1)
1,45 1
78,95
20(20 1)
0,45
78,95
20.19
0,45
78,95
380
0,45
0,207763157
288
0,45
0,455810439
= 0,98725251
= ,
Rekapitulasi Perhitungan Hasil Analisis Statistik Kedua Kelompok dan
Perbedaan Antara Kelompok Eksperimen I dan II
Kelompok
Db
(N-1)
Eksperimen I
19
t-tabel taraf
signifikansi
5%
2,093
t-test
Keterangan
Eksperimen II
19
2,093
2,405
Dtolak
Diterima
Beda I dan II
38
2,021
0,987
Diterima
Ditolak
3,008
H0
Ditolak
Ha
Diterima
Keterangan :
Kelompok Eksperimen I
Kelompok Eksperimen II
289
pelajaran 2012/2013. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil pengolahan data
secara statistik diperoleh t-hitung sebesar 3,008. Angka ini lebih besar dari
angka batas penolakan hipotesis nol dalam tabel nilai t sebesar 2,093 dengan taraf
signifikansi 5%, Db = 19.
2. Ada pengaruh yang signifikan pelatihan jump shoot dengan awalan drible
10 repetisi 5 set terhadap ketepatan jump shoot dari jarak 4,6 meter di depan
ring siswa putra peserta ekstrakurikuler bola basket SMA Tunas Daud tahun
pelajaran 2012/2013. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil pengolahan data
secara statistik diperoleh t-hitung sebesar 2,405. Angka ini lebih besar dari
angka batas penolakan hipotesis nol dalam tabel nilai t sebesar 2,093 dengan taraf
signifikansi 5%, Db = 19.
3. Tidak ada perbedaan pengaruh yang signifikan pelatihan jump shoot dengan
awalan passing dan awalan drible 10 repetisi 5 set terhadap ketepatan jump
shoot dari jarak 4,6 meter di depan ring siswa putra peserta ekstrakurikuler
bola basket SMA Tunas Daud tahun pelajaran 2012/2013. Hal ini dapat
dibuktikan dari hasil pengolahan data secara statistik diperoleh t-hitung
sebesar 0,987. Angka ini lebih kecil dari angka batas penolakan hipotesis nol
dalam tabel nilai t sebesar 2,021 dengan taraf signifikansi 5%, Db = 38.
Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan diatas dapat disampaikan saran-saran sebagai
berkut:
1. Disarankan kepada guru, pembina dan pelatih olahraga dalam meningkatkan
ketepatan jump shoot dari jarak 4,6 meter di depan ring agar memberikan
290
pelatihan jump shoot dengan awalan passing atau awalan drible 10 repetisi
5 set. Karena bentuk pelatihan ini sama-sama memberikan hasil yang baik
dalam peningkatan ketepatan jump shoot dari jarak 4,6 meter di depan ring
siswa putra peserta ekstrakurikuler bola basket SMA Tunas Daud tahun pelajaran
2012/2013.
2.
291
DAFTAR RUJUKAN
Adnyana, Manuaba. 1997. Pendekatan Ilmiah Dalam Olah Raga. Denpasar:
Yayasan Ilmu Faal Widya Laksana.
Dantes, Nyoman. 1983. Variasi 6 Pos Penelitian dan Perumusan Hipotesis.
Singaraja: FKIP UNUD.
Kosasih, Engkos. 1993. Olagraga Tehnik dan Program pelatihan Akademika.
Jakarta: Pressindo.
Hadi, Sutrisno. 1990. Metodelogi Risearch. Yogyakarta: Andi Offset.
Karna. 1986. Otot dan Gerakan Dalam Olah Raga. Denpasar: Yayasan Ilmu Faal
Widya Laksana.
Nala. 1986. Kesegaran Jasmani. Denpasar: Yayasan Ilmu Faal Widya Laksana.
Poerwadarminta. 1990. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Sajoto. 1986. Peningkatan dan Pembinaan Kekuatan Fisik Dalam Olahraga.
Jakarta: KONI Pusat
Soekarman. 1987. Dasar Olahraga Untuk Pembina dan Atlet. Jakarta: PT. Inti
Idayu Prees.
Soepeno. 1997. Statistik Terapan. Jakarta: Renika Cipta.
Sumosarjono, Sadoso. 1986. Pengetahuan Praktis dalam Olah Raga. Jakarta: PT.
Gramedia.
Bompa. 2003. Pedoman dan Prinsif-prinsif Pelatihan. Jakarta: PASI.
292
Hasnan, Said. 2003. Manusia Energik dan Produktif. Jakarta: Dirjen Olahraga
dan Pemuda Depdikbud
293