You are on page 1of 7

Anugrah dkk.

: Kehamilan dengan Psoriasis Pustulosa Generalisata

Kehamilan dengan Psoriasis Pustulosa Generalisata


Pregnancy with Generalized Pustular Psoriasis
A Anugrah RSA,1 Erry Gumilar Dachlan,1 Saut Sahat Pohan2
1
Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi
2
Departemen/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo Surabaya
ABSTRACT
This article reports a case of pregnancy with generalized pustular psoriasis. The case, Mrs NR, 25, was handled at
dermatology and venereology ward. Anatomic pathology laboratory examination was performed, revealing pustular
psoriasis with typical clinical symptoms, where there were erythematous macule, on top of which pustules were
dispersed. The diagnosis was, therefore, the pustular psoriasis. There was repeated recurrence, particularly during
pregnancy. The patient was therapied with topical corticosteroid and, with consideration that there was flare several
days after therapy and pregnancy age of 38 weeks, the pregnancy was terminated with caesarean section, and a male
infant of 3100 grams was born. After delivery, the condition of the mother and the baby was improved and they were
discharged on day 5. In this case, topical corticosteroid therapy was given, and apparently during the course of the
disease, there was relapse due to the absence of general down-regulation from the immune system by pregnancy
hormones, particularly the corticosteroid.
Keywords: generalized pustular psoriasis, pregnancy
Correspondence: A Anugrah RSA, Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo
Surabaya
PENDAHULUAN
Psoriasis Pustulosa Generalisata (tipe von Zumbusch)
dengan Sindroma Lupus Eritematosus (SLE) menurut
literatur merupakan kasus yang jarang terjadi. Pada
laporan kasus ini penulis laporkan tentang penderita
psoriasis pustulosa generalisata yang kemudian hamil.
Angka kejadian kehamilan yang disertai dengan
psoriasis pustulosa generalisata tidak diketahui dengan
pasti. Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit bersifat
kronik residif, khas ditandai dominasi erupsi pustula
yang disertai dengan gejala sistemik seperti demam yang
berlangsung beberapa hari. Pustulanya bersifat steril
dengan ukuran 23 mm, tersebar pada batang tubuh dan
ekstremitas, jarang mengenai luka. Kulit sekitar
pustulosa biasanya eritematus. Pada awalnya kelainan
kulit berupa bercak dengan sejumlah pustula yang
kemudian menyatu (konfluen) membentuk gambaran
danau (lake of pus).
Kehamilan dapat mempengaruhi penyakit autoimun,
sehingga kehamilan dapat memperberat penyakit
psoriasis, sedangkan penyakit autoimun juga dapat
mempengaruhi kehamilan. Pada psoriasis dapat
menyebabkan terjadinya abortus spontan, lahir mati
(stillbirth), dan kelahiran prematur. Pada kasus ini
penulis dapatkan ibu hamil yang menderita psoriasis,
sehingga
perlu
dilakukan
pemeriksaan
fisik,
laboratorium, dan penunjang lainnya untuk menentukan
diagnosis secara pasti. Setelah diagnosis dapat

ditegakkan
diperlukan
penatalaksanaan
secara
komprehensif antara bagian Obstetri dan bagian Kulit
dan Kelamin. Disamping itu juga perlu dimonitor
keadaan janin selama di dalam kandungan, karena
psoriasis dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan janin selama di dalam kandungan.
Penderita akhirnya ditangani dengan pemberian obatobatan untuk psoriasis. Kehamilan pada penderita ini
akhirnya diakhiri pada usia kehamilan 3839 minggu
dengan operasi caesar. Keadaan ibu setelah operasi
membaik. Pada bayi dilakukan pengawasan dan ternyata
tidak didapatkan gejala penyakit psoriasis dan SLE.
Akhirnya ibu dan bayi dipulangkan dalam keadaan baik.
Psoriasis adalah suatu penyakit peradangan kulit, bersifat
kronik residif, khas ditandai adanya bagian kulit yang
menebal, eritematus, dan berbatas tegas. Bagian atasnya
tertutup skuama putih seperti perak, sering terdapat pada
daerah tubuh yang sering terkena trauma kulit, yaitu
kepala, bagian ekstensor dari ekstremitas, dan region
sakralis. Luas kelainan kulit sangat bervariasi dari lesi
yang lokalisata dan terpisah sampai tersebar mengenai
seluruh kulit.1-3
Psoriasis merupakan penyakit universal dengan insidensi
bervariasi di berbagai negara. Psoriasis sering dijumpai
pada orang kulit putih, mengenai 13% populasi dunia. 3
Di Amerika mengenai sekitar 23 juta penduduk atau 1%
populasi, pulau Faroe 2,8%, Denmark 2,9%, Inggris 2%,
dan Cina 0,3%. Prevalensi wanita adalah sama dengan

47

Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 17 No. 1 Januari - April 2009 : 47 - 53

pria. Penyakit ini dapat muncul pada segala usia, namun


jarang ditemukan pada usia dibawah 10 tahun.
Umumnya pertama kali timbul usia 1530 tahun.
Insidensi penyakit kemudian berkurang secara perlahan
dengan bertambahnya usia, walaupun juga didapatkan
pada usia 5760 tahun.4 Psoriasis dapat digolongkan
menjadi dua tipe berdasarkan awitan, riwayat keluarga,
dan keparahan penyakit. Psoriasis tipe 1 timbul sebelum
usia 40 tahun dan tipe 2 timbul setelah usia 40 tahun.5,6
Tabel 1. Karakteristik psoriasis tipe 1 dan 26
Karakteristik
Puncak usia awitan
Riwayat keluarga
Asosiasi HLA
Perjalanan penyakit

Tipe 1
20-an
sering
Cw-6 (pasti)
B13 & B17 (mungkin)
cenderung generalisata, parah,
dan refrakter

Tipe 2
60-an
jarang
jarang
ringan

Beberapa tahun terakhir ini pandangan tentang


patogenesis psoriasis mengalami banyak perubahan.
Pada awalnya, psoriasis dianggap sebagai kelainan kulit
akibat gangguan hiperproliferasi keratinosit disertai
diferensiasi abnormal epidermis.2,3,7 Kerusakan sel target
pada psoriasis terdiri dari beberapa sel, termasuk
keratinosit, namun secara histopatologik menunjukkan
tiga faktor patogenik utama, yaitu diferensiasi
abnormalitas keratinosit, hiperproliferasi keratinosit, dan
infiltrasi komponen sel radang. 5 Secara singkat terlihat
adanya siklus sel yang memendek sekitar 1,5 hari pada
proliferasi keratinosit psoriasis, fase maturasi, dan
pelepasan keratinosit memerlukan waktu sekitar 4 hari
sehingga keratinosit sel basal memperbanyak diri 10 kali
lebih cepat dibandingkan orang normal.6 Selain itu
beberapa para ahli menyetujui bahwa psoriasis dapat
dicetuskan melalui mutasi beberapa gen bersama-sama
(multigenik).
Penelitian
oleh
Marius
(1993)
menyimpulkan bahwa jika kedua orang tua terkena
penyakit ini, maka kemungkinan anaknya menderita
penyakit yang sama sebesar 50%, jika hanya satu orang
tua yang terkena maka kemungkinannya sebesar 16,4%.
Jika kedua orang tua tidak menderita penyakit tersebut
kemungkinannya sebesar 7,8%. Jika ada saudara yang
terjangkit maka kemungkinannya sebesar 7%, dan jika
ada riwayat keluarga generasi kedua yang terjangkit
maka kemungkinannya sebesar 4%, dan jika ada riwayat
keluarga
generasi
ketiga
terjangkit
maka
kemungkinannya adalah 2%.6 Telah diketahui adanya
hubungan yang bermakna antara HLA (human leucocyte
antigen) dan psoriasis. Hubungan antara psoriasis
dengan frekuensi antigen kelas I HLA-B57, -B13, -Cw6,
dan -Cw7, terutama HLA-Cw6 mempunyai risiko
psoriasis paling tinggi. Pada individu yang memiliki
HLA-B17 atau -B13, didapatkan kemungkinan
menderita psoriasis 5 kali dari yang lain. Pada psoriasis
pustulosa didapatkan peningkatan HLA-B27, dan
peningkatan HLA-B13 serta HLA-B17 pada psoriasis
gutata dan psoriasis eritroderma.3,6 Analisis HLA yang
spesifik dalam 1 populasi didapatkan kerentanan
terhadap psoriasis terletak pada ujung distal kromosom

17, dan disebut sebagai psoriasis susceptibility (Psor


gene). Penemuan ini menunjukkan suatu lokus mayor
Psor1 berdekatan dengan HLA-C pada kromosom 6p21,
dan gen Psors lain seperti Psors2 pada kromosom 17q24q25, dan Psors3 pada kromosom 4q. 5,6 Selain itu terdapat
faktor pencetus yang berperan dalam menginduksi atau
mengeksaserbasi psoriasis pada individu yang secara
genetik memiliki predisposisi untuk psoriasis. 3,5,7
Beberapa faktor pencetus tersebut antara lain (1) trauma
fisik pada kulit, misalnya abrasi superfisial, laserasi atau
insisi, luka bakar, dan reaksi fototoksik, (2) aktivasi
imunitas selular setempat, misalnya kontak alergen dan
infeksi pada kulit, (3) aktivasi atau penyimpangan
imunologik sistemik, misalnya hipersensitivitas obat atau
antigen lainnya, infeksi streptokokus grupA, dan infeksi
HIV, (4) obat sistemik, misalnya kortikosteroid, litium
karbonat, antimalaria (klorokuin, hidroksiklorokuin),
antihipertensi (betabloker, angiotensin converting
enzyme inhibitor), dan antiinflamasi nonsteroid, serta (5)
stres emosional. Penelitian klinis menunjukkan bahwa
psoriasis bertambah buruk dengan adanya stres
emosional, didapatkan pada sekitar 3040% kasus.
Namun hubungan sebab akibat antara eksaserbasi
psoriasis dan stres emosional ini masih belum jelas.
Saat ini banyak publikasi yang menyatakan bahwa
imunopatogenesis
mendasari
kelainan
psoriasis.
Penelitian menggunakan mencit yang menerima tandur
kulit sehat penderita psoriasis, suntikan sel T autologus
penderita pada mencit menunjukkan penularan
penyakitnya. Telah diketahui bahwa pertahanan sistem
imun secara normal di kulit diperankan oleh limfosit T.
Sel T yang teraktivasi dan berdiferensiasi menjadi sel T
helper-1 akan mengekskresi berbagai jenis sitokin yang
mampu merangsang berbagai sel di dekatnya, kemudian
mensekresi sitokin tambahan yang mengakibatkan
umpan balik positif dalam mempertahankan keadaan
peradangan menahun. Hal ini melengkapi bukti bahwa
sel T yang teraktivasi berperan dalam psoriasis.
Beberapa peneliti menduga bahwa proinflamatori atau
profil sitokin T helper-1 (IL-1, IL-2, IFN, TNF)
mendominasi respons psoriatik sel T. Beberapa peneliti
melaporkan peningkatan produksi IFN pada plak
psoriasis. Pelepasan IFN akan menginduksi TNF dan
sitokin lainnya untuk memproduksi protein inflamasi
oleh keratinosit. Selain itu keratinosit yang teraktivasi
tersebut juga akan melepaskan kemokin dan berbagai
macam growth factor yang akan menstimulasi influks
netrofil,
perubahan
vaskuler,
dan
hiperplasia
keratinosit.8-10
Gejala klinis psoriasis, dari keadaan umum penderita
biasanya tidak berpengaruh, dari data subjektif penderita
didapatkan kebanyakan lesi biasanya tanpa gejala,
keluhan gatal kadang-kadang bisa muncul atau tidak, dan
jika gejala tersebut muncul biasanya berhubungan
dengan likenifikasi pada plakat psoriasis dan terjadi pada
20% penderita psoriasis, nyeri pada sendi kecil tangan
dan kaki yang merupakan manifestasi awal psoriasis

48

Anugrah dkk. : Kehamilan dengan Psoriasis Pustulosa Generalisata

artritis, serta gejala toksisitas, panas, dan malaise yang


dapat muncul pada jenis psoriasis pustulosa generalisata.
Dari data objektif penderita didapatkan lesi psoriasis
khas berupa plak eritematosa yang berbatas tegas dengan
permukaan tertutup skuama tebal, transparan, dan
berwarna perak. Warna plak bervariasi dari merah
dengan skuama yang sedikit sampai dengan warna putih
keabu-abuan dengan skuama tebal dan rekat.3,5 Adanya
Auspitz sign merupakan tanda yang mempunyai nilai
diagnostik yang membedakan dengan kelainan kulit
lainnya.
3.
Pada psoriasis vulgaris terdapat 3 fenomena yang khas
yaitu fenomena tetesan lilin ialah bila lesi yang
berbentuk skuama apabila dikerok maka skuamanya
menjadi putih yang disebabkan olah karena perubahan
indeks bias, Auspitz sign, yaitu bila kerokan tadi
dihentikan maka akan timbul bintik-bintik perdarahan
yang disebabkan papilomatosis tetapi bila kerokan
diteruskan maka akan tampak perdarahan yang merata,
serta Kobner phenomenon ialah bila kulit penderita
psoriasis terkena trauma maka akan muncul kelainan
psoriasis yang sama. Hal ini berhubungan dengan
patogenesis psoriasis dengan adanya infiltrasi sel radang
yang merupakan peristiwa primer dan hiperplasia
epidermis yang merupakan reaksi sekunder.
Gambaran klinis psoriasis dibedakan menjadi 3, yaitu:
1. Psoriasis vulgaris (psoriasis tipe plak)
Psoriasis bentuk ini paling sering dijumpai.
Gambaran lesinya khas, yaitu terdiri dari plak
eritematoskuamosa yang berbatas tegas. Ukuran lesi
sangat bervariasi dari sebesar koin hingga telapak
tangan, lesi dapat teratur atau tidak teratur, dan
distribusi lesi biasanya simetris. Bila lesi ukuran
koin disebut psoriasis numular, dan bila ukuran lesi
lebih besar dari telapak tangan disebut psoriasis
geografika.3,7 Predileksi kelainan ini adalah kedua
siku dan lutut, kulit kepala berambut, terutama
daerah retroaurikuler, lumbal, dan umbilikus.
Karakteristik lesi psoriasis terdiri atas skuama,
eritema, dan indurasi (penebalan). Pertama, batas
lesi sangat jelas. Woronoff pertama kali menemukan
gambaran cincin putih kepucatan di sekitar lesi
psoriasis. Kedua, permukaan lesi terdiri atas skuama
putih keperakan yang nonkoheren, bila digores akan
terlihat fenomena seperti menggores pada lilin
(signe de la tache de bougie).5 Apabila dikerok
berulang akan tampak fenomena Auspitz, yaitu
munculnya bintik-bintik perdarahan saat lapisan
terakhir dihilangkan. Ketiga, kulit di bawah skuama
eritematosa adalah mengkilat dan homogen.3
2. Psoriasis gutata
Bentuk ini sering dijumpai pada dewasa muda atau
anak yang sebelumnya terdapat riwayat infeksi
saluran napas atas oleh kuman streptokokus.
Beberapa faktor lain dapat menginduksi timbulnya
psoriasis gutata, misalnya stres emosional, infeksi
virus, obat-obatan (steroid yang dihentikan secara

4.

5.

cepat). Gambaran klinisnya berupa papula atau plak


eritematosa, tertutup skuama berwarna perak,
diameter lesi 0,5 sampai dengan 1,5 cm yang
tersebar menyerupai gambaran tetesan pada
permukaan tubuh. Batang tubuh merupakan bagian
yang paling sering terkena penyakit. Umumnya
tidak mengenai telapak tangan dan telapak kaki. Bila
telah terbukti adanya infeksi streptokokus maka
pemberian antibiotika yang sesuai dapat membantu
memperbaiki lesi psoriasis. Bentuk ini sangat
responsif terhadap fototerapi.5,7
Psoriasis pustulosa
Dibagi menjadi dua bentuk, yaitu psoriasis pustulosa
generalisata dan psoriasis pustulosa lokalisata.
Artritis psoriatik
Kelainan ini diderita oleh 10% penderita psoriasis,
dan sekitar 35% penderita psoriasis akan mengeluh
nyeri sendi walaupun tidak disertai dengan artritis
psoriatik.11
Eritroderma psoriatik
Kelainan ini merupakan bentuk psoriasis yang berat,
dimana hampir seluruh kulit termasuk kulit muka
menjadi eritematosa disertai pembentukan skuama
halus, terdapat gejala sistemik seperti demam,
menggigil, malaise, dan letih, serta pembesaran
kelenjar getah bening. Eritema dan pembentukan
skuama yang luas dapat menyebabkan kehilangan
panas dan gangguan elektrolit. Kelainan bentuk ini
sering terjadi setelah penghentian mendadak
kortikosteroid sistemik maupun topikal, infeksi, dan
sunburn pada fototerapi.5,7

Psoriasis pustulosa generalisata dibagi tiga, antara lain:


a. Psoriasis pustulosa tipe von Zumbusch
Psoriasis bentuk ini didominasi oleh erupsi pustula
milier yang disertai dengan gejala sistemik seperti
demam yang berlangsung beberapa hari. Pustulanya
bersifat steril dengan ukuran 23mm, tersebar pada
batang tubuh dan ekstremitas, jarang mengenai
muka. Kulit sekitar pustulosa biasanya eritematosa.
Pada awalnya kelainan kulit berupa bercak dengan
sejumlah pustula yang kemudian menyatu
(konfluen) membentuk gambaran danau (lake of
pus).3,5,12 Psoriasis pustulosa von Zumbusch
merupakan komplikasi psoriasis setelah penghentian
mendadak kortikosteroid topikal atau sistemik, dapat
juga karena obat topikal yang iritatif, iodida, dan
litium.
b. Psoriasis pustulosa anular
Bentuk ini jarang ditemukan. Lesi kulit berupa
sejumlah pustula berbentuk anular atau sirsinar yang
eritematosa. Umumnya bentuk ini terlihat pada awal
psoriasis pustulosa. Kelainan ini juga dapat timbul
pada perjalanan psoriasis pustulosa generalisata.5
c. Impetigo herpetiformis
Bentuk kelainan ini merupakan bentuk psoriasis
yang berkaitan dengan kehamilan.7
Psoriasis pustulosa lokalisata, pada bentuk ini, kelainan

49

Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 17 No. 1 Januari - April 2009 : 47 - 53

kulit berupa pustula yang terbatas pada jari tangan,


telapak tangan, dan telapak kaki. Tidak didapatkan gejala
sistemik. Terdapat dua bentuk psoriasis pustulosa
lokalisata, yaitu psoriasis pustulosa palmaris et plantaris
dan akrodermatitis kontinua Hallopeau.5,7
Evaluasi psoriasis dilakukan dengan cara pencatatan dan
pengukuran. Kedua cara tersebut yang efektif terhadap
perkembangan psoriasis penting sekali dilakukan karena
merupakan patokan penilaian derajat keparahan penyakit
dan pengobatan yang tepat. Derajat keparahan psoriasis
dinilai dari luas permukaan tubuh yang terkena lesi
psoriasis. Bila permukaan tubuh yang terkena kurang
dari 5% dianggap psoriasis derajat ringan, psoriasis
derajat sedang bila mengenai 515% permukaan tubuh
dan psoriasis derajat berat bila luas lesi lebih dari 15
20%. Evaluasi psoriasis dapat menggunakan beberapa
metode, misalnya individual disease parameters, DGA
(dermatologist global assesment), pencatatan PASI
(psoriasis area severity index), PSS (psoriasis severity
score), fotografi (image analysis), dan evaluasi oleh
penderita.
Gambaran histopatologis psoriasis vulgaris terdiri atas
hot spots dan cold spots.7 Umumnya tepi plak
menunjukkan hot spots dengan densitas yang tinggi dan
menggambarkan bentuk psoriasis yang lebih spesifik dan
lebih akut, sehingga sebaiknya biopsi lesi psoriasis
diambil dari daerah tepi plak atau dari papula psoriatik
yang dini. Sedangkan gambaran histopatologis cold
spots serupa dengan gambaran dermatitis yang nonspesifik, terdiri dari akantosis epidermal, parakeratosis,
dan infiltrasi sel mononuklear yang luas. Gambaran
histopatologis lesi psoriasis yang aktif sangat khas,
antara lain pemanjangan rete ridges disertai penebalan
pada bagian bawahnya, pemanjangan papila dermis,
edematosa dan berbentuk club, penipisan bagian
suprapapiler, lapisan granular menghilang setempat,
parakeratosis fokal, mikropustula dari Kogoj, dan
mikroabses dari Munro. Pada epidermis psoriasis
ditemukan elongasi rete ridges disertai peningkatan
jumlah mitosis yang tidak terbatas pada lapisan sel basal
tetapi juga sel suprabasal. Perubahan pada stratum
korneum dengan pola lebih fokal baik horisontal maupun
vertikal, serta eksositosis lekosit polimorfonuklear ke
dalam epidermis, dan disebut sebagai mikropustul
Kogoj. Pustula-pustula tersebut berbentuk spongiformis,
menyerang sampai ke stratum korneum, dan membentuk
mikroabses Munro. Mikroabses ini khas dengan sisa-sisa
lekosit polimorfonuklear. Kedua gambaran tersebut
sangat khas pada psoriasis, walaupun agak jarang
ditemukan. Pada dermis psoriasis didapatkan elongasi
papila dermis yang mengandung pembuluh darah
berkelok-kelok. Kapiler tersebut memanjang sampai di
bawah stratum korneum, sehingga stratum korneum di
atasnya menyempit. Di dalam dermis terdapat sebukan
sel radang juga seperti limfosit T, monosit, dan
makrofag.7,11 Jika gambaran klinis lesi psoriasis jelas
maka diagnosis akan mudah ditegakkan, bahkan pada

beberapa kasus diagnostik pasti ditegakkan jika


ditemukan adanya fenomena bercak lilin dan fenomena
Auspitz. Gambaran histopatologi juga dapat membantu
menegakkan diagnosis psoriasis vulgaris. Dua gambaran
histopatologis yang sangat penting dalam mendiagnosis
psoriasis vulgaris adalah adanya netrofil pada puncak
tumpukan parakeratosis (Munros microabses) dan
micropustules of Kogoj pada lapisan atas stratum
spinosum.
Diagnosis banding psoriasis adalah dermatitis seboroik,
pitiriasis rosea, penyakit eksematus pada tangan dan
kaki, pitiriasis rubra pilaris, dermatitis eksfoliatif,
likenoid dermatitis, infeksi amiloid dan dermatophyta,
tinea korporis, sifilis sekunder atau tersier, sindroma
Reiter, dan mikosis fungoides.
Psoriasis pustulosa pada kehamilan merupakan istilah
baru untuk impetigo herpetiformis. Istilah psoriasis
pustulosa lebih menggambarkan penyakit dan
meniadakan keberadaan dari infeksi viral dan bakterial
yang tidak berperan pada penyakit tersebut. Masih
menjadi perdebatan apakah psoriasis pustulosa dalam
kehamilan merupakan kondisi yang benar-benar spesifik
dalam kehamilan.13-15 Dikatakan jelas berhubungan
berdasarkan kenyataan bahwa penderita hamil tersebut
jarang yang memiliki riwayat psoriasis sebelumnya dan
erupsi membaik pada saat post partum.15 Psoriasis
pustulosa pada kehamilan sangat jarang terjadi. Terdapat
hanya sekitar 350 kasus dalam literatur di Eropa dan
AS.16 Penyakit dapat terjadi kapan saja selama
kehamilan. Lesi dimulai dari plak eritematous dengan
cincin pustula. Plak kemudian meluas dari perifer
sedangkan pusat lesi mengalami erosi dan berkrusta.
Terdapat cincin pustula yang konsentrik. Kuku dapat
mengalami lisis (pelepasan nail plate dari nail bed).13,14
Lesi sering pertama kali bermanifes pada regio lipatan.
Tubuh dan ekstremitas dapat dipengaruhi, biasanya
menyebar pada tangan, kaki, dan wajah, meski lesi yang
tunggal telah dilaporkan pada satu kasus.17 Dapat terjadi
erosi pada oral dan esofagus. Psoriasis pustulosa pada
kehamilan tidak bersifat gatal (pruritik). Namun
penderita merasa gejala seperti malaise, anoreksia, mual,
muntah, diare, demam, dan menggigil.13,14 Pigmentasi
pasca inflamasi terjadi saat plak dan pustula membaik,
tanpa terjadi jaringan parut. Psoriasis pustulosa pada
kehamilan biasanya mengalami remisi secara cepat saat
post partum, tetapi dapat juga mengalami flare saat
persalinan.17,18 Terjadi kekambuhan pada kehamilan
berikutnya dan dapat juga kambuh saat menstruasi atau
penggunaan tablet kontraseptif oral. Penyakit cenderung
menjadi lebih berat dan mengalami onset yang lebih
awal pada kehamilan berikutnya. 13,14,19 Insufisiensi
plasenta dengan akibat seperti abortus dan lahir mati
juga dapat terjadi.20 Pada pemeriksaan laboratorium,
lekositosis dan peningkatan laju sedimentasi eritrosit
biasa terjadi. Hipokalsemia dapat terjadi, kemungkinan
berhubungan dengan hipoparatiroidisme, dan dapat
menyebabkan
tetani,
delirium,
serta
kejang.

50

Anugrah dkk. : Kehamilan dengan Psoriasis Pustulosa Generalisata

Albuminuria, pyuria, dan hematuria kadang terjadi.


Pustula bersifat steril. Patologi psoriasis pustulosa pada
kehamilan sama dengan psoriasis pustulosa pada
penderita tidak hamil. Pustula spongiform dengan
netrofil
terdapat
pada
epidermis.
Hiperplasia
psoriasiform dan kemungkinan parakeratosis juga
terjadi.13,14 Etiologinya masih belum jelas, dapat terkait
dengan perubahan hormonal dari kehamilan terutama
progesteron. Hipokalsemia dan hipoparatiroidisme dapat
juga merupakan faktor pencetus.14 Etiologi pustula yang
bersifat infeksius seperti kandidiasis dan impetigo harus
dikesampingkan dengan kultur yang tepat. Dermatosis
pustulosa subkorneal, dermatitis herpetiformis, dan
erupsi obat pustulosa (pustulosis eksantematus
generalisata akut) merupakan erupsi vesikuler atau
pustulosa yang tidak terkait dengan kehamilan yang
harus juga dipertimbangkan. Folikulitis pruritik pada
kehamilan merupakan perifolikuler yang nyata dan
pruritik yang bukan merupakan psoriasis pustulosa pada
kehamilan. Pemfigoid gestasionis dapat terjadi dengan
cincin vesikel atau pustula tetapi histopatologinya
berbeda.13,14 Kortikosteroid adalah terapi farmakologik
pilihan. Pemberian steroid sistemik dosis tinggi seperti
prednisolon (80 mg per hari) memberikan respons yang
nyata. Pada satu laporan kasus, psoriasis pustulosa pada
kehamilan berhasil diterapi dengan etretinat 20 dan
siklosporin.21 Hipokalsemia harus juga dikoreksi bila
ditemukan, dan keseimbangan elektrolit serta cairan
harus dipertahankan. Penderita tersebut kadang
membutuhkan persalinan lebih awal.13,14
Perubahan hormonal pada kehamilan mempengaruhi
derajat keparahan psoriasis. Sekitar 75% wanita
mengalami perubahan bermakna pada psoriasis yang
dideritanya
selama
kehamilan,
dengan
60%
menunjukkan perbaikan dan 15% kekambuhan, 80% dari
mereka akan mengalami flare pasca persalinan, biasanya
dalam 4 bulan pasca persalinan. Kehamilan dapat pula
menjadi faktor risiko artritis psoriatik. Kemungkinan
regulasi-menurun general dari sistem imun oleh hormon
kehamilan memberikan perbaikan pada psoriasis.22,23
Seperti penyakit lainnya yang menyebabkan hipotermi,
psoriasis yang menyebabkan demam tinggi pada wanita
hamil (> 39C) dapat menginduksi terjadinya kelainan
(kardiak, abnormalitas sistem saraf pusat), abortus
spontan, lahir mati, dan persalinan prematur. Oleh karena
itu terapi harus meliputi terapi penurunan demam dengan
parasetamol dan cara fisik lain.24
KASUS
Ny. N, usia 25 tahun, datang pertama kali di Poli Kulit
dan Kelamin RSU Dr. Soetomo pada tanggal 1
September 2005 dengan keluhan adanya bercak merah
terasa panas yang dirasakan sejak 1 bulan yang lalu,
bercak tersebut sering kambuh sejak 10 tahun ini.
Awalnya bercak hanya terdapat pada perut kemudian
meluas dan semakin melebar disertai rasa meriang dan

tidak enak badan. Bercak meluas pada kedua tangan dan


kaki, pantat dan punggung, serta kepala disertai sisik
yang tebal. Terdapat rasa gatal ringan. Penderita juga
memiliki riwayat sakit telinga dengan keluar cairan dan
berbau serta pendengaran agak menurun, sudah dibawa
berobat ke poli THT serta mendapat terapi, dan saat ini
sudah membaik. Tidak didapatkan riwayat sakit
tenggorokan, batuk, pilek, sakit gigi, dan gangguan BAB
maupun BAK.
TATALAKSANA KASUS
Pengobatan psoriasis dapat dibagi menjadi tiga langkah,
yaitu:25
1. Terapi topikal (kortikosteroid, tar kayu/batu bara,
ichtammol (ichtyol), kalsipotrien (kalsipotriol),
antralin, tazaroten, emolien, dan keratolitik). Untuk
psoriasis ringan dengan PASI < 8 atau luas lesi <
10% permukaan tubuh.
2. Fototerapi (ultraviolet B atau UVB, psoralen, dan
sinar UVA atau PUVA, rendam PUVA). Dipakai
untuk psoriasis sedang sampai berat (PASI > 8),
yang tidak merespons terhadap terapi topikal atau
psoriasis yang terlalu luas untuk terapi topikal.
3. Terapi sistemik (metotreksat, siklosporin, acitretin).
Disediakan khusus untuk psoriasis sedang sampai
dengan berat atau artritis psoriatika berat. Juga
dipakai untuk psoriatik eritroderma atau psoriasis
pustulosa. Salah satu resimen terapi sistemik dalam
penatalaksanaan psoriasis sedang dan berat adalah
metotreksat (MTX). Sejak tahun 1950, MTX
diperkenalkan
sebagai
resimen
pengobatan
psoriasis, dan sampai saat ini MTX masih dianggap
efektif terutama untuk psoriasis dan artritis
psoriasis.
Saat ini penderita sedang hamil 8 bulan. Hari pertama
haid terakhir 16 Januari 2005 dan taksiran persalinan 13
Januari 2005. Penderita memiliki riwayat sakit yang
sama sejak 10 tahun yang lalu, kontrol ke poli Kulit dan
Kelamin bila kambuh dan mendapat obat oles serta obat
minum. Riwayat MRS 1 kali karena penyakit yang sama
dan mendapat terapi Metotrexat 2 x 2,5 mg selama 1
minggu (dirawat tanggal 10 Agustus 2003 sampai 4
September 2003) dengan hasil pemeriksaan PA tanggal
18 Agustus 2003 yaitu psoriasis pustulosa. Tidak
ditemukan hipertensi maupun diabetes mellitus. Terdapat
riwayat alergi obat amoksisilin dan eritromisin. Tidak
ditemukan riwayat penyakit keluarga dengan sakit yang
sama. Pada pemeriksaan status lokalis, pada batang
tubuh, ekstremitas superior dan inferior, ditemukan
makula eritematosa berbatas tegas dengan diameter 510
cm, sebagian koalesens, tertutup skuama tebal, dan di
atasnya tersebar pustula berdiameter 0,10,2 cm, tidak
ada erosi. Di kulit kepala terdapat makula eritematosa
berbatas tidak tegas yang tertutup skuama tipis sampai
tebal, di kuku terdapat pitting nail digiti III dekstra.

51

Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 17 No. 1 Januari - April 2009 : 47 - 53

Diagnosis kerja penderita ini adalah psoriasis pustulosa.


Kemudian dilakukan pemeriksaan PA dengan hasil
psoriasis pustulosa. Selanjutnya dilakukan pula
pemeriksaan darah lengkap, fungsi hepar, dan fungsi
ginjal yang semuanya berada dalam batas normal. Untuk
sementara penderita mendapatkan terapi HG cream,
biocream, dan asam folat.
Karena penderita juga memiliki riwayat sakit telinga
dengan keluar cairan dan berbau serta pendengaran agak
menurun, penderita dikonsultasikan ke poli THT, dan
didapatkan OMK eksaserbasi akut dekstra dengan
perforasi kering membran timpani sinistra. Disarankan
pemberian H2O2 3% untuk cuci telinga. Saat penderita
dikonsultasikan ke bagian Obsgyn, didapatkan G IIP1-1
34/35 minggu, tidak inpartu, dan psoriasis pustulosa.
TBJ 2100. Disarankan bila kondisi akut telah teratasi
(pus) penderita akan direncanakan pengawasan
kesejahteraan janin (USG/NST), serta menghindari obatobatan teratogenik. Hasil USG menunjukkan letak
kepala dengan janin tunggal, hidup, BPD 95 mm, FL
73,7 mm sesuai 39/40 minggu, plasenta korpus
belakang/II, cairan ketuban cukup, a. Umbilikalis, PI
1,14, dan RI 0,69.
Setelah 13 hari dirawat di ruangan, timbul bercak-bercak
baru pada perut dan punggung dengan kecenderungan
meluas. Penderita kemudian dikonsultasikan pada dr.
Soenarko, Sp.KK (K) dengan psoriasis unknown dan
unpredictable, tidak didapatkan indikasi dari ibu untuk
terminasi kehamilan, induksi kehamilan dapat
menyebabkan nyeri berlebihan yang menyebabkan stres
pada penderita dan bisa menjadi faktor pencetus
psoriasis, MTX bukanlah terapi kausatif dan bukan satusatunya terapi, saat ini hanya diperlukan terapi topikal.
Penderita juga dikonsultasikan pada dr. Erry Gumilar D,
Sp.OG (K) dengan hasil bila usia kehamilan 40 minggu
tidak inpartu, pro SC.
Saat perawatan hari ke-25 terjadi ketuban pecah pukul
23.00, terdapat sedikit bercak-bercak baru pada tangan,
namun bercak pada badan banyak berkurang. Dari status
obstetri, pada pemeriksaan VT ditemukan pembukaan 1
jari, effacement 25%, presentasi kepala, denominator uuk
melintang, Hodge I, dengan UPD normal. Diagnosis
kerja adalah psoriasis pustulosa dengan G IIP1-1 37/38
minggu, tunggal hidup + KPP. TBJ 3000 g. Penderita
mendapatkan terapi Daivobet, asam folat, ketokonazol
2% SS, Mebhidrolin napadisilat 3 x 1 prn, dan bila
dalam 12 jam tidak inpartu pro cito SC. Keesokan
harinya pukul 14.45 lahir bayi dengan SC di GBPT, lakilaki/3100/49/AS 78. Penderita kemudian meminta
dialih rawat di GRIU dan mendapatkan terapi asam folat
3 x 1, ketokonazol SS, serta multivitamin 1 x 1. Selama
5 hari perawatan akhirnya penderita dipulangkan dengan
kondisi membaik, kondisi bayinya juga baik.

PEMBAHASAN
Diagnosis kehamilan dengan psoriasis pustulosa mudah
ditegakkan jika gambaran klinis lesi psoriasis jelas,
bahkan pada beberapa kasus diagnosis pasti ditegakkan
bila ditemukan adanya fenomena bercak lilin dan
fenomena Auspitz. Gambaran histopatologi juga dapat
membantu menegakkan diagnosis psoriasis. Pada
penderita ini gejala klinis yang mendukung psoriasis
pustulosa jelas tampak, ditemukan lesi menyebar berupa
makula eritematosa yang diatasnya tersebar pustula yang
timbul sejak 10 tahun yang lalu dan kambuh saat
kehamilan pertama (5 tahun yang lalu), 2 tahun
kemudian kambuh lagi, kemudian terakhir kambuh 1,5
tahun yang lalu (saat kehamilan kedua). Diagnosis
kemudian ditegakkan dengan pemeriksaan PA dengan
hasil psoriasis pustulosa.
Pengaruh kehamilan pada psoriasis pustulosa adalah
perubahan
hormonal
pada
kehamilan
yang
mempengaruhi derajat keparahan psoriasis. Sekitar 75%
wanita mengalamai perubahan bermakna pada psoriasis
yang dideritanya selama kehamilan, dengan 60%
menunjukkan perbaikan dan 15% kekambuhan, 80% dari
mereka akan mengalami flare pasca persalinan, biasanya
dalam 4 bulan pasca persalinan. Kehamilan dapat pula
menjadi faktor risiko artritis psoriatik. Kemungkinan
regulasi menurun secara umum dari sistem imun oleh
hormon kehamilan memberikan perbaikan pada
psoriasis.22,23,26
Pengaruh psoriasis pustulosa pada kehamilan adalah
seperti penyakit lainnya yang menyebabkan hipotermi,
psoriasis yang menyebabkan demam tinggi pada wanita
hamil (> 39C) dapat menginduksi terjadinya kelainan
(kardiak, abnormalitas sistem saraf pusat), abortus
spontan, lahir mati, dan persalinan prematur. Oleh karena
itu terapi harus meliputi terapi penurunan demam dengan
parasetamol dan cara fisik lain.24
Kortikosteroid adalah terapi farmakologik pilihan untuk
kehamilan dengan psoriasis pustulosa. Pemberian steroid
sistemik dosis tinggi seperti prednisolon (80 mg per hari)
memberikan respons yang nyata. Dalam satu laporan
kasus, psoriasis pustulosa pada kehamilan berhasil
diterapi dengan siklosporin21 dan etretinat.20 Bila
ditemukan hipokalsemia juga harus dikoreksi,
keseimbangan elektrolit dan cairan harus dipertahankan.
Penderita tersebut kadang membutuhkan persalinan lebih
awal.13,14,16
Proses persalinan pada penderita ini memang diperlukan
tindakan bedah cesar untuk melahirkan bayinya oleh
karena dengan terapi yang sudah diberikan didapatkan
kecenderungan untuk membaik tetapi beberapa hari
kemudian tampak psoriasis pustula yang baru (flare) dan
usia kehamilan sudah menginjak 38 minggu namun
belum didapatkan tanda-tanda inpartu dimana terminasi
dengan drip oksitosin akan menimbulkan stres (nyeri)

52

Anugrah dkk. : Kehamilan dengan Psoriasis Pustulosa Generalisata

yang akan memperberat psoriasisnya, sehingga


diputuskan dilakukan bedah cesar dengan perawatan
luka operasi yang lebih intensif. Perubahan hormonal
pada kehamilan mempengaruhi derajat keparahan
psoriasis. Sekitar 75% wanita mengalamai perubahan
bermakna pada psoriasis yang dideritanya selama
kehamilan. Kehamilan dapat pula menjadi faktor risiko
artritis psoriatik. Kemungkinan regulasi menurun secara
umum dari sistem imun oleh hormon kehamilan
memberikan perbaikan pada psoriasis.22,23,26
KESIMPULAN
Selama kehamilan terjadi perubahan yang cukup
bermakna pada kondisi hormonal dimana diketahui
bahwa faktor hormonal berhubungan dengan terjadinya
psoriasis pustulosa, sehingga kehamilan dapat
mempengaruhi psoriasis pustulosa. Kehamilan dapat
memperburuk psoriasis pustulosa. Sedangkan psoriasis
pustulosa sendiri dapat mempengaruhi kehamilan,
disamping itu psoriasis pustulosa dapat mempengaruhi
janin yang dikandung ibu yang menderita psoriasis
pustulosa.
DAFTAR PUSTAKA
1. Van de Kerkhof PCM. Clinical features. In: Peter Van de
Kerkhof, ed. Textbook of psoriasis. Oxford: Blackwell
Publishing; 1999. p.324.
2. Andrews, Richard BO, William DJ, ed. Disease of the skin.
Clinical dermatology. 9th ed. Philadelphia: WB Saunders
Company; 2000. p.21835.
3. Christopers E, Morowietz U. Psoriasis vulgaris. In:
Freedberg IM, Ersen AZ, Wolf K, Austen KF, Goldsmith
LA. Fitzpatrick TB, ed. Fitzpatricks dermatology in general
medicine. 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2003. p.40727.
4. Korneilli T, Lowe NJ, Yamauchi PS. Psoriasis:
immunopathogenesis and evolving immunomodulators and
systemic therapies. US experiences. Br J Dermatol. 2004;
151(1):315.
5. Kerkhof PCM. Pathogenesis. In: Peter Van de Kerkhof, ed.
Textbook of psoriasis. Oxford: Blackwell Publishing; 1999.
p.79.
6. Ferrandiz C, Pujol RM, Gracia-Palos V, Bordas X, et al.
Psoriasis of early and late onset: a clinical and
epidemiologic study from Spain. J Am Acad Dermatol.
2002; 46:86773.
7. Lui H. Psoriasis, plaque. eMedicine [posted 2004 Feb 13].
8. Krueger JG. The immunologic basis for the treatment of
psoriasis with new biologic agents. J Am Acad Dermatol.

2002; 46:123.
9. Wijaya WS, Wiryadi BE, Wisnu IM. Imunoterapi pada
psoriasis. MDVI. 2003; 30(4):18593.
10.Nickoloff BJ, Nestle FO. Recent insights into the
immunopathogenesis of psoriasis provide new therapeutic
opportunities. J Clin Invest. 2004; 113(12):166475.
11.Elder D, Elenitas R, Jaworsky C, Johnson B ed. Levers
histopathologic of the skin. London: WB Saunders; 1997.
12.Trozak DJ. Histologic grading system for psoriasis vulgaris.
Int J Dermatol. 1994; 33:3801.
13.Bellman B, Berman B. Skin diseases seriously affecting
fetal outcome and maternal health. In: Harahap K, Wallach
RC, ed. Skin changes and diseases in pregnancy. New York:
Marcel Dekker Inc; 1996. p.129.
14.Charles-Holmes R. Skin diseases specifically associated
with pregnancy. In: Harahap K, Wallach RC, ed. Skin
changes and diseases in pregnancy. New York: Marcel
Dekker Inc; 1996. p.55.
15.Chang SE, Kim HH, Choi JH, et al. Impetigo herpetiformis
followed by generalized pustular psoriasis: more evidence
of same disease entity. Int J Dermatol. 2003; 42:754.
16.Henson TH, Tuli M, Bushore D, Talanin NY. Recurrent
pustular rash in a pregnant woman. Arch Dermatol. 2000;
136:1055.
17.Breier-Maly J, Ortel B, Breier F, et al. Generalized pustular
psoriasis of pregnancy (impetigo herpetiformis).
Dermatology. 1999; 198:61.
18.Arslanpence I, Dede FS, Gokcu M, Gelisen O. Impetigo
herpetiformis unresponsive to therapy in a pregnant
adolescent. J Pediatr Adolesc Gynecol. 2003; 16:129.
19.Sahin HG, Sahin HA, Metin A, et al. Recurrent impetigo
herpetiformis in a pregnant adolescent: case report. Eur J
Obstet Gynecol Reprod Biol. 2002; 101:201.
20.Bukhari IA. Impetigo herpetiformis in a primigravida:
successful treatment with etretinate. J Drugs Dermatol.
2004; 3:449.
21.Imai N, Watanabe R, Fujiwara H, et al. Successful treatment
of impetigo herpetiformis with oral cyclosporine during
pregnancy. Arch Dermatol. 2002; 138:128.
22.Winton GB. Skin diseases aggravated by pregnancy. J Am
Acad Dermatol. 1989; 20:113.
23.Jones SV, Black MM. Effect of pregnancy on others skin
disorders. In: Black M, McKay M, Braude P, Jones V,
Margesson L, ed. Obstetric and gynecologic dermatology.
2nd ed. London: Mosby Int; 2002. p.5163.
24.Tikkanen J, Heinonen OP. Maternal hyperthermia during
pregnancy and cardiovascular malformations in the
offspring. Eur J Epidemiol. 1991; 7:62835.
25.Linden KG, Weinstein GD. Use of methotrexate in
psoriasis. Dermatology Therapy. 1999; 11: 529.
26.Lawley TJ, Yancey KB. Skin changes and diseases in
pregnancy. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen
KF, Goldsmith LA, Katz SI, ed. Fitzpatricks dermatology
in general medicine. 6th ed. New York: McGraw-Hill Inc;
2003. p.13616.

53

You might also like