You are on page 1of 18

BAB 1

PENDAHULUAN
Otitis media akut (OMA) merupakan peradangan pada sebagian atau seluruh
mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid yang
berlangsung mendadak yang disebabkan oleh invasi bakteri maupun virus ke dalam
telinga tengah baik langsung maupun secara tidak langsung sebagai akibat dari infeksi.
Prevalensi kejadian OMA banyak diderita oleh anak-anak maupun bayi
dibandingkan pada orang dewasa tua maupun dewasa muda. Pada anak-anak makin
sering menderita infeksi saluran nafas atas, makin besar pula kemungkinan terjadinya
OMA disamping oleh karena sistem imunitas anak yang belum berkembang secara
sempurna. Pada penelitian terhadap 112 pasien ISPA (6-35 bulan), didapatkan 30%
mengalami otitis media akut dan 8% sinusitis. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya
otitis media pada usia 1 tahun sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar
83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis
media sebelum usia 3 tahun dan hamper setengah dari mereka mengalaminya tiga kali
atau lebih. Di Inggris setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum
usia 10 tahun.
Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh yang terganggu,
sumbatan dan obstruksi pada tuba eustachius merupakan faktor penyebab utama dari
otitis media sehingga invasi kuman ke dalam telinga tengah juga gampang terjadi yang
pada akhirnya menyebabkan perubahan mukosa telinga tengah sampai dengan terjadinya
peradangan berat.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Telinga
2.1.1. Anatomi Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari aurikula dan kanalis auditorius eksternus dan dipisahkan
dari telinga tengah oleh membrana timpani. Aurikula berfungsi untuk membantu
pengumpulan gelombang suara. Gelombang suara tersebut akan dihantarkan ke telinga
bagian tengah melalui kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius
eksternus terdapat sendi temporal mandibular. 1,2
Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral
mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat tempat kulit melekat. Dua pertiga
medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir
pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula
seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen. Serumen
mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit. 2
2.1.2. Anatomi Telinga Tengah
Bagian atas membrana timpani disebut pars flaksida, sedangkan bagian bawah
pars tensa. Pars flaksida mempunyai dua lapisan, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran napas. Menurut Sherwood, pars tensa mempunyai satu lapisan lagi di tengah,
yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara
radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam. 2,3
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari
luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran di dalam telinga
tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membrana timpani,
maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap
oval yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran
merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah menghubungkan
daerah nasofaring dengan telinga tengah. 2,3

2.1.3. Anatomi Telinga Dalam


Koklea bagian tulang dibagi menjadi dua lapisan oleh suatu sekat. Bagian dalam
sekat ini adalah lamina spiralis ossea dan bagian luarnya adalah lamina spiralis
membranasea.Ruang yang mengandung perilimfe terbagi dua, yaitu skala vestibuli dan
skala timpani. Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea yang disebut helikotrema. 2
Skala vestibuli berawal pada foramen ovale dan skala timpani berakhir pada
foramen rotundum. Pertemuan antara lamina spiralis ossea dan membranasea kearah
perifer membentuk suatu membrana yang tipis yang disebut membrana Reissner yang
memisahkan skala vestibuli dengan skala media (duktus koklearis). Duktus koklearis
berbentuk segitiga, dihubungkan dengan labirin tulang oleh jaringan ikat penyambung
periosteal dan mengandung end organ dari nervus koklearis dan organ Corti. Duktus
koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan perantaraan duktus Reuniens. 4
Organ Corti terletak di atas membrana basilaris yang mengandung organelorganel yang penting untuk mekenisma saraf perifer pendengaran. Organ Corti terdiri
dari satu baris sel rambut dalam yang berisi kira-kira 3000 sel dan tiga baris sel rambut
luar yang berisi kira-kira 12.000 sel. Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan
horisontal dari suatu jungkat-jangkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf
aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel rambut
terdapat strereosilia yang melekat pada suatu selubung yang cenderung datar yang
dikenal sebagai membrana tektoria. Membrana tektoria disekresi dan disokong oleh
limbus.2,4

Gambar 2.1. Anatomi Telinga


2.2. Fisiologi Pendengaran
Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang diteruskan ke liang telinga dan
mengenai membrana timpani sehingga membrana timpani bergetar. Getaran ini
diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya,
stapes menggerakkan foramen ovale yang juga menggerakkan perilimfe dalam skala
vestibuli. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfe dan
membrana basalis ke arah bawah. Perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga
foramen rotundum terdorong ke arah luar.2,4
Pada waktu istirahat, ujung sel rambut Corti berkelok dan dengan terdorongnya
membrana basal, ujung sel rambut itu menjadi lurus. Rangsangan fisik ini berubah
menjadi rangsangan listrik akibat adanya perbedaan ion Natrium dan Kalium yang
diteruskan ke cabang-cabang nervus vestibulokoklearis. Kemudian meneruskan
rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran di otak melalui saraf pusat yang ada di
lobus temporalis.2,3

2.3. Otitis Media Akut


2.3.1. Definisi
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan
tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik
dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual,
muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada
pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah. Terjadinya efusi telinga tengah
atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan membengkak pada membran timpani atau
bulging, mobilitas yang terhad pada membran timpani, terdapat cairan di belakang
membran timpani, dan otore. Paling sering otitis media akut dipertimbangkan sebagai
spektrum berkelanjutan dari otitis media yang mempengaruhi anak pada usia muda,
dengan hasil akhir lainnya menjadi otitis media dengan efusi. 2,3,5
2.3.2. Epidemiologi
Bayi dan anak mempunyai resiko paling tinggi untuk mendapatkan otitis media.
Insidensinya sebesar 15-20 % dengan puncaknya terjadi antara umur 6-36 bulan dan 4-6
tahun. Insiden penyakit ini mempunyai kecenderungan untuk menurun sesuai fungsi
umur setelah usia 6 tahun. Insiden tertinggi dijumpai pada laki-laki, kelompok social
ekonomi rendah, anak-anak dengan celah pada langit-langit serta anomali kraniofasial
lain dan pada musim dingin atau hujan.5
Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran nafas atas makin besar
kemungkinan terjadinya otitis media akut. Pada bayi terjadinya otitis media akut
dipermudah oleh karena tuba eustachius pendek, lebar, dan agak horizontal.2,6
2.3.3. Etiologi
Etiologi dari OMA adalah:
1. Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian, 65-75%
kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap
kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai non-patogenik
karena tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis

media tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus


influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai
patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A beta-hemolytic),
Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan
organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat
inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis
mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada
anak-anak.5
2. Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau bersamaan
dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada anak-anak,
yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 3040%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus
akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun
lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan
menganggu mekanisme farmakokinetiknya. Dengan menggunakan teknik polymerase
chain reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA),
virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita OMA
pada 75% kasus.5
2.3.4. Patogenesis
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan
faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam
telinga tengah oleh silia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibody. Karena ada sesuatu
yang mengganggu tuba eustachius, maka fungsinya akan terganggu, sehingga
pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu, akibatnya kuman
masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan.1,2,5,6
Infeksi pertama hanya mengenai lapisan mukosa dan submukosa kavum timpani,
tidak mengenai tulang. Pada anak-anak infeksi dapat mengenai kedua telinga. Akibat
infeksi, mukosa menjadi edem, silia paralise dan tuba eustachius tertutup. Udara dalam

kavum timpani diabsorpsi, hingga menyebabkan tekanan negatif dalam kavum timpani.
Hal ini menyebabkan retraksi membran timpani dan mengiritasi membran mukosa untuk
memproduksi cairan eksudat.5,6
Bila volume eksudat bertambah banyak akan menaikkan tekanan cairan dalam
kavum timpani dan menyebabkan bertambahnya rasa sakit. Absorpsi toksin menyebabkan
pireksia dan malaise. Bertambahnya tekanan dalam kavum timpani akan menyebabkan
gangguan peredaran darah ke membrane timpani. Bagian dari membrane timpani yang
mendapat tekanan yang terbesar akan menjadi nekrosis, trombosis kapiler dan akhirnya
pecah. Nanah yang bercampur darah keluar dari telinga, sakit segera hilang, suhu kembali
normal.1,2
Jika organisme yang menyebabkan otitis media sangat virulen atau pasien dalam
keadaan lemah, infeksi akan berlanjut terus, ketulian akan bertambah. Cairan akan
berubah lebih kuning dan berbau. Perubahan ini oleh karena pressure necrosis dalam
sel-sel mastoid yang menyebabkan destruksi dinding sel.5,6
2.3.5. Stadium Otitis Media Akut
OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung pada
perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius, stadium
hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium
resolusi.1,2

Gambar 2.2. Membran Timpani Normal

1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius


Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi
membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah,
dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi malleus
menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba
Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadangkadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi
mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan
tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam
pada stadium ini.1,2
2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi
Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang
ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret
eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang
berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi
berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan
tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh
dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan,
tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara
yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai
dengan satu hari. 1,2

Gambar 2.3. Membran Timpani Hiperemis


8

3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah
di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga
tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat
yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging
ke arah liang telinga luar.1,2
Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta
rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak.
Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat
disertai muntah dan kejang. 1,2
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan
submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di
kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler
membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih
lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot. 1,2
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah
kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah
akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran
timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi
lebih sulit menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak menutup kembali jikanya
tidak utuh lagi. 1,2

Gambar 2.4. Membran Timpani Bulging dengan Pus Purulen

4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa
nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar.
Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering
disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman.1,4
Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan
dapat tertidur nyenyak. Jika membran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret
atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis
media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih
satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif
kronik. 1,4

Gambar 2.5. Membran Timpani Peforasi


5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya
dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal
hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang
dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun
tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan
virulensi kuman rendah. 1,2
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media
supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap,
dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul. 1,2
10

O
titis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis
media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi
membran timpani.1,2
2.3.6. Gejala Klinis
Gejala klinis otitis media akut tergantung pada umur dan stadium penyakit. Pada
anak-anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga,
keluhan disamping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek
sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa,disamping rasa nyeri
terdapat juga gangguan pendengaran berupa rasa perih di telinga atau rasa kurang dengar.
Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5 0C
(pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur,
diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit.7
OMA dapat dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai
OMA. Efusi telinga tengah (middle ear effusion) merupakan tanda yang ada pada OMA
dan otitis media dengan efusi. Efusi telinga tengah dapat menimbulkan gangguan
pendengaran dengan 0-50 decibels hearing loss. 7,11
Tabel 1. Perbedaan Gejala dan Tanda Antara OMA dan Otitis Media dengan
Efusi13,14
Gejala dan tanda

Otitis Media dengan

Otitis Media Akut

Efusi

Nyeri telinga (otalgia), menarik telinga

(tugging)
Inflamasi akut, demam
Efusi telinga tengah
Membran timpani membengkak

+
+
+/-

+
-

(bulging), rasa penuh di telinga


Gerakan membran timpani berkurang

atau tidak ada


Warna membran timpani abnormal

seperti menjadi putih, kuning, dan biru

11

Gangguan pendengaran
Otore purulen akut
Kemerahan membran timpani,

+
+
+

+
-

erythema
2.3.7. Diagnosis
Diagnosis

otitis

media

akut

dapat

ditegakkan

berdasarkan

anamnesis,

pemeriksaan fisik dan dibantu dengan pemeriksaan penunjang.


Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal
berikut, yaitu:8,9,11
1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.
2. Ditemukan adanya tanda efusi.
Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan
adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti menggembungnya membran timpani
atau bulging, terbatas atau tidak ada gerakan pada membran timpani, terdapat
bayangan cairan di belakang membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari
telinga.
3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya
salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau erythema pada membran
timpani, nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.
Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua kategori, yaitu
ringan-sedang, dan berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di
telinga tengah, mobilitas membran timpani yang menurun, terdapat bayangan cairan di
belakang membran timpani, membengkak pada membran timpani, dan otore yang
purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga tengah, seperti
demam, otalgia, gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan kemerahan pada membran
timpani. Tahap berat meliputi semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai dengan
demam melebihi 39,0C, dan disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat.13
Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan
gendang telinga dengan jelas). Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga
yang menggembung, perpeubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak

12

kuning dan suram, serta cairan di liang telinga. Jika konfirmasi diperlukan, umumnya
dilakukan dengan otoskopi pneumatic (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk
melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk menilai respon
gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara). Gerakan gendang telinga yang
berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan dini. Pemeriksaan
ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat
ditegakkan dengan otoskop biasa. Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan
timpanosentesis (penusukan terhadap gendang telinga). Namun timpanosentesis tidak
dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis antara lain adalah
OMA pada bayi di bawah usia enam minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah
sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi respon pada
beberapa pemberian antibiotic, atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi. 13
2.3.8. Penatalaksanaan
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. 8,9,11
1. Pengobatan
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada
stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian
antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis
media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin
terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi
membran timpani, dan memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik.
Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba
Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung
HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun atau HCl
efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas 12 tahun pada orang
dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik.
Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan
analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau ampisilin. Jika terjadi
resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk
terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah

13

sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa
dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap
penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari
yang terbagi dalam empat dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 40
mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis.
Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk
melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang
dan tidak terjadi ruptur.
Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara
berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3 sampai
dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan
hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10 hari.
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak
ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di
liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan
sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berlanjut, mungkin telah terjadi mastoiditis.
2. Pembedahan
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren, seperti
miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi.
a. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya
terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus
dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani
dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila
terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika
terdapat pus di telinga tengah.
Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam,
komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem
saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami

14

kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan
miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang
memuaskan terhadap terapi second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui
kultur.12
b. Timpanosintesis
Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani, dengan analgesia
lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis
adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru
lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah. Pipa timpanostomi dapat menurunkan
morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara
signifikan dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial
yang telah dijalankan.13
c. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi
dan OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba
timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA
rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi,
kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren.12,13
2.3.9. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi melalui perluasan infeksi secara anatomis. Hal-hal yang dapat
terjadi antara lain:
1.

Mastoiditis. Biasanya terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka yang


menelantarkan otitis media akut yang dideritanyaa.

2.

Paralisis saraf fasialis. Saraf terkena akibat kontak langsung dengan materi
purulen.

3.

Labirinitis. Terjadi akibat perluasan infeksi ke dalam perilimfatik, keadaan ini


akan menyebabkan ketulian dan adanya vertigo.

15

4.

Petrosis. Hampir semua tulang temporal memiliki sel-sel udara dalam apeks
petrosa. Sel-sel ini menjadi terinfeksi melalui perluasan langsung dari infeksi
telinga tengah dan mastoid.

5.

Komplikasi lain ke susunan saraf pusat. Antara lain: meningitis, abses otak, dan
hidrosefalus otitis.14

2.3.10. Prognosis
Prognosis untuk otitis media akut sangat baik bila ditangani dengan tepat dan cepat.
Namun, bila terjadi penumpukan cairan dalam rongga telinga dalam waktu yang lama
maka ada kemungkian otitis media yang diderita akan berubah menjadi kronis.15

BAB 3
KESIMPULAN
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan
tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik
dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual,
muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani.
Adanya suatu gangguan pada tuba eustachius merupakan faktor penyebab utama
timbulnya otitis media. Mula-mula mukosa menjadi edema, silia paralise dan tuba
eustachius tertutup. Udara dalam kavum timpani diabsorpsi, hingga menyebabkan
tekanan negatif dalam kavum timpani. Hal ini menyebabkan retraksi membran timpani
dan mengiritasi membran mukosa untuk memproduksi cairan eksudat. Kenaikan volume
eksudat akan menaikkan tekanan cairan dalam kavum timpani dan menyebabkan
bertambahnya rasa sakit dan gangguan terhadap peredaran darah di membran timpani

16

sehingga menjadi nekrosis, trombosis kapiler dan akhirnya pecah. Absorpsi toksin
menyebabkan pireksia dan malaise.
Gejala klinis dan patologi penyakit berdasarkan umur dan stadium penyakit. Pada
bayi dan anak biasanya disertai gejala prodromal, sedangkan pada dewasa jarang disertai
gejala prodromal. Perjalanan penyakit terdiri dari 5 stadium yaitu stadium oklusi tuba
eustachius, stadium hiperemis, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium resolusi.
Dimana penatalaksanaannya sedikit berbeda pada setiap stadium.
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada
stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian
antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis
media adalah untuk menghindari komplikasi intracranial dan ekstrakranial yang mungkin
terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi
membran timpani dan memperbaiki sistem imun local dan sistemik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar, Z.A. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, ed. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok. Edisi ke-6. Jakarta. Gaya baru-FK
UI. 2010; 64-77
2. Adams, G.L, Boies, L.R., Hilger, P.A. Alih bahasa Wijaya, Caroline. Buku Ajar
Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi ke 6. Jakarta. EGC. 1994
3. John, J.B. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher. Edisi ke 13
jilid 2. 101-110
4. Keith, L.M. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan. Jakarta. EGC. 1993
5. Nelson, W.E., et. al. Ilmu Kesehatan Anak-Nelson. Edisi ke 12. Bagian ke 2. Jakarta.
EGC. 1993
6. Mansjoer A, et. al. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Edisi 3, Media Aesculapius, FK
UI, Jakarta. 2001. 79-81

17

7. Otitis Media Akut. Available at: http://www.medicastore.com/med/detail/


8. Acute Otitis Media: Part II. Treatment in an Era of Incredasing Antibiotic Resistance.
Available at: http: www.aafp.org.afp/20000415.2410.html
9. Journal

of

Otitis

Media

Acute

by

Barley

MK,

available

at

URL:

http://www.oncologychannel.com.Headneck.nasaleavity.html
10. American academy of pediatrics. Diagnosis and Management of Acute Otitis Media.
Available at: http://pediatrics.aapublications.org/content/113/5/1451.full
11. Acute Otitis Media Author: John D Donaldson, MD. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/85931
12. Acute Otitis Media: overview and risk factors by: physicians committee for
responsible medicine. Available at: http://www.tcolincampbell.org/resources/article
13.

Otitis

Media

Akut.

Available

at:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25640/Chapter2.pdf
14. Guidelines and Protocols Advisory Committee. Acute otitis media and Otitis media
with effusion. Available at: www.beguidelines.ca/pdf/otitis.pdf
15.

Clinical

Practice

Guidelines.

Acute

otitis

media

available

at:

http://www.rch.org.au/clinicalguide.pdf

18

You might also like