Professional Documents
Culture Documents
TELAAH PUSTAKA
1.
Geologi Regional
A.
Fisiografi Regional
Aktifitas geologi Jawa Barat menghasilkan beberapa zona fisiografi yang satu
sama lain dapat dibedakan berdasarkan morfologi, petrologi, dan struktur
geologinya. Van Bemmelen (1949), membagi daerah Jawa Barat ke dalam 4 besar
zona fisiografi, masing-masing dari utara ke selatan adalah Zona Dataran Pantai
Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan.
1. Zona Dataran Pantai Jakarta
Zona Dataran Pantai Jakarta menempati bagian utara Jawa membentang barattimur mulai dari Serang, Jakarta, Subang, Indramayu, hingga Cirebon. Daerah
ini bermorfologi dataran dengan batuan penyusun terdiri atas aluvium
sungai/pantai dan endapan gunungapi muda.
2. Zona Bogor
Zona Bogor terletak di sebelah selatan Zona Dataran Pantai Jakarta,
membentang mulai dari Tangerang, Bogor, Purwakarta, Sumedang, Majalengka,
dan Kuningan. Zona Bogor umumnya bermorfologi
perbukitan yang
maupun ekstrusif. Morfologi perbukitan terjal disusun oleh batuan beku intrusif,
seperti yang ditemukan di Komplek Pegunungan Sanggabuana, Purwakarta.
Van Bemmelen (1949), menamakan morfologi perbukitannya sebagai
antiklinorium kuat yang disertai oleh pensesaran.
3. Zona Bandung
Zoba Bandung yang letaknya di bagian selatan Zona Bogor, memiliki lebar
antara 20 km hingga 40 km, membentang mulai dari Pelabuhanratu, menerus ke
timur melalui Cianjur, Bandung hingga Kuningan. Sebagian besar Zona
Bandung bermorfologi perbukitan curam yang dipisahkan oleh beberapa lembah
yang cukup luas. Van Bemmelen (1949) menamakan lembah tersebut sebagai
depresi di antara gunung yang prosesnya diakibatkan oleh tektonik
(intermontane depression). Batuan penyusun di dalam zona ini terdiri atas
batuan sedimen berumur Neogen yang ditindih secara tidak selaras oleh batuan
vulkanik berumur Kuarter. Akibat tektonik yang kuat, batuan tersebut
membentuk struktur lipatan besar yang disertai oleh pensesaran. Zona Bandung
merupakan puncak dari Geantiklin Jawa Barat yang kemudian runtuh setelah
proses pengangkatan berakhir (van Bemmelen, 1949).
4. Zona Pegunungan Selatan
Zona Pegunungan Selatan terletak di bagian selatan Zona Bandung. Pannekoek
(1946) menyatakan bahwa batas antara kedua zona fisiografi tersebut dapat
diamati di Lembah Cimandiri, Sukabumi. Perbukitan bergelombang di Lembah
Cimandiri yang merupakan bagian dari Zona Bandung berbatasan langsung
dengan dataran tinggi (plateau) Zona Pegunungan Selatan. Morfologi dataran
tinggi atau plateau ini, oleh Pannekoek (1946) dinamakan sebagai Plateau
Jampang.
Berdasarkan pembagian fisiografi di atas, daerah penelitian termasuk ke
dalam Zona Bogor (Van Bemmelen, 1949) yang mana daerah ini didominasi oleh
bentukan morfologi perbukitan.
SHISIL FITRIANA_H1012013
B.
Stratigrafi Regional
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Cirebon (P.H. Silitonga, M. Masria dan N.
Suwarna, 1996) terdapat beberapa formasi batuan yang berumur Tersier hingga
Kuarter (tua ke muda) yang terdiri dari beberapa satuan batuan yaitu :
1. Formasi Pemali (Tmp)
Formasi Pemali (Tmp) terdiri atas Batulempung, kelabu kebiruan, kompak,
dengan bidang perlapisan yang kurang jelas, mengandung fosil foraminifera
kecil; tersingkap secara sempit. Di Lembar Majenang, napal globigerina
berwarna biru dan hijau keabuan, berlapis jelek sampai baik dengan sisipan
batupasir tufan, dan juga batugamping pasiran berwarna biru keabuan,
menyusun formasi ini: dengan tebal lebih kurang 900 m (Kastowo dan Suwana
1996). Umur diperkirakan Miosen Awal.
2. Anggota Gununghurip Formasi Halang (Tmhg)
Anggota Gununghurip Formasi Halang (Tmhg) terdiri atas turbidit, yang terdiri
dari breksi sedimen gunungapi dan konglomerat bersusun andesit dan basal,
bersisipan batupasir, serpih dan batulempung pasiran ; umumnya kelabu, belapis
baik. Struktur sedimen perlapisan sejajar dan bersusun sangat umum. Kumpulan
fosil plankton di dalam batulempung pasiran yang tersingkap di lembar
Tasikmalaya (Budhitrisna,1987) menunjukkan umur Miosen Tengah. Tebal
satuan mencapai 150m.
3. Formasi Halang (Tmph)
Formasi Halang (Tmph) teridir atas runtunan turbidit; bagian atasnya dikuasi
oleh lapisan batulmpung dan napal ; bagian tengah banyak mengandung sisipan
ataupun berselingan dengan batupasir wake gampingan mengandung hornblenda
feldspar, kuarsa, dan kalsit. Pada bagian bawah formasi, batuan tersebut di atas
bersisipan dengan lapisan batugamping dan lensa- lensa batugampung berukuran
bongkah yang mengandung fosil foraminifera besar serta moluska. Umumnya,
satuan berwarna kelabu kehijauan dan kelabu tua. Lensa lensa breksi dan
konglomerat
SHISIL FITRIANA_H1012013
SHISIL FITRIANA_H1012013
satuan batuan ini menjemari dengan Formasi Cijolang, Formasi Kalibiuk dan
bagian bawah formasi tapak berumur pliosen tengah (?).
10.
Hasil Gunungapi Tua Careme (QTvr) teridiri atas lahar, batupasir tufan dan
konglomerat tersisipi beberapa lapisan lava, breksi aliran dan tuf. Batuan ini
membentuk morfologi yang lebih menonjol daripada morfologi batuan guungapi
muda yang mengelilinginya dan menunjukkan gejala- gejala pengerosian yang
lebih matang. Singkapan yang jelas sulit ditemukan pengenalnya di lapangan
berdasarkan pada singkapan batuan beku andesit dan basal, yang bersembulan
dari tanah penutup berwarna kuning kecoklatan atau kehitaman.
12.
Endapan Lahar Slamet (Qls) terdiri atas lahar dengan beberapa lapisan lava
bagian bawah. Setengah mengeras, membentuk topografi hampir rata dan
punggungan tajam sepanjang tepi sungai.
13.
Hasil Gunungapi Muda Careme (Qvr) terdiri atas lahar breksi dan batupasir
tufaan. Singkapan breksi umumnya masih padu, sedangkan batupasir tufan dan
lahar telah melapuk dan berbah menjadi pasir dan pecahan- pecahan lepas batuan
beku. Pelapukan yang telah berlanjut menghasilkan tanah penutup berwarna
kuning kemerahan atau kecoklatan.
SHISIL FITRIANA_H1012013
14.
Endapan Pantai (Qac) terdiri atas lumpur hasil endapan rawa, lanau serta
lempung kelabu yang mengandung cangkang kerang hasil pengendapan di
sekitar pantau. Tebal mencapai beberapa meter.
15.
Endapan Aluvium (Qa) terdiri atas kerikil, pasir dan lempung yang berwarna
kelabu. Terendapkan sepanjang dataran banjir sungan. Tebal kurang lebih 5 m.
Daerah
Penelitian
Gambar 2. Kolom stratigrafi regional daerah penelitian berdasarkan pada Peta Geologi Lembar
Cirebon (P.H. Silitonga, M. Masria dan N. Suwarna, 1996
SHISIL FITRIANA_H1012013
Gambar 3. Peta Geologi Regional daerah penelitian Peta Geologi Lembar Cirebon (P.H. Silitonga,
M. Masria dan N. Suwarna, 1996)
SHISIL FITRIANA_H1012013
C.
Struktur Regional
Di daerah Jawa Barat terdapat banyak pola kelurusan bentang alam yang
diduga merupakan hasil proses pensesaran. Jalur sesar tersebut umumnya berarah
barat-timur, utara-selatan, timurlaut-baratdaya, dan baratlaut-tenggara. Secara
regional, struktur sesar berarah timurlaut-baratdaya dikelompokkan sebagai Pola
Meratus, sesar berarah utara-selatan dikelompokkan sebagai Pola Sunda, dan sesar
berarah barat-timur dikelompokkan sebagai Pola Jawa. Struktur sesar dengan arah
barat-timur umumnya berjenis sesar naik, sedangkan struktur sesar dengan arah
lainnya berupa sesar mendatar. Sesar normal umum terjadi dengan arah bervariasi.
Dari sekian banyak struktur sesar yang berkembang di Jawa Barat, ada tiga
struktur regional yang memegang peranan penting, yaitu Sesar Cimandiri, Sesar
Baribis, dan Sesar Lembang. Ketiga sesar tersebut untuk pertama kalinya
diperkenalkan oleh van Bemmelen (1949) dan diduga ketiganya masih aktif hingga
sekarang.
A.
B.
Sesar Baribis yang letaknya di bagian utara Jawa merupakan sesar naik
dengan arah relatif barat-timur, membentang mulai dari Purwakarta hingga
SHISIL FITRIANA_H1012013
Jawa
Barat
menerus
ke
timur
memotong
daerah
SHISIL FITRIANA_H1012013
SHISIL FITRIANA_H1012013
ekstensi cekungan hampir tegak lurus dengan zona subduksi saat ini, dan kedua,
kerak benua yang tebal terlihat dalam pembentukan struktur rift cekungan tersebut.
SHISIL FITRIANA_H1012013