You are on page 1of 11

Case Report Session

TETANUS

Disusun oleh:

Preseptor:

Bagian Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin
Bandung
2013

KETERANGAN UMUM
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Pekerjaan
Status Perkawinan
Agama
Tanggal Masuk RS
Tanggal Pemeriksaan

: Tn. E
: 52 tahun
: Laki-laki
: Majalaya
: Tukang bangunan
: Menikah
: Islam
: 26 Januari 2013
: 29 Januari 2013

ANAMNESIS
Keluhan Utama : Tegang di perut
Anamnesa Khusus :
Sejak 5 hari SMRS pasien merasakan nyeri di perutnya. Nyeri pertama
kali dirasakan pada perut bagian bawah tengah lalu menyebar ke perut bagian
atas. Nyeri dirasakan seperti diperas yang dirasakan terus-menerus sepanjang
hari. 3 hari SMRS nyeri dirasakan semakin parah. Keluhan dirasa semakin
berat saat posisi duduk dan lebih berkurang saat posisi berbaring. Riwayat
tersedak ataupun sulit menelan makan dan minum disangkal. Sejak 1 hari
SMRS, pasien merasakan tegang pada perutnya dan kaku pada anggota
geraknya.
Setelah masuk rumah sakit, pada saat pasien batuk, pasien merasakan
kedua anggota gerak atasnya menjadi kaku. Kaku dirasakan selama + 3 menit.
Keluhan dirasakan dalam sehari bisa terjadi lebih dari 10 kali serangan kaku.
Pasien sadar dan tidak ada lidah tergigit, ataupun mulut terbuka. Keluhan sulit
membuka mulut disngkal. Keluhan disertai dengan sulit BAB sejak 5 hari
SMRS dan tidak bisa buang angin. Riwayat demam, mual, muntah, nyeri
kepala disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat trauma benda tajam/ luka terbuka/ luka tertutup maupun luka
bakar diakui namun luka sudah sembuh. Riwayat suntik vaksin ATS/TT
disangkal. Riwayat keluar cairan dari telinga tidak ada. Riwayat memiliki gigi
berlubang diakui, yaitu pada gigi graham pasien. Riwayat penyakit asma
diakui pasien. Riwayat memiliki darah tinggi, kolesterol, jantung,asam urat,
ginjal disangkal. Riwayat lemah setengah tubuh, bicara rero, mulut mencong
tidak ada, namun keluhan baal diakui pada kedua tangan diakui 13 tahun yang
lalu namun pasien tidak berobat.
PEMERIKSAAN FISIK
KEADAAN UMUM
Kesadaran
: Compos Mentis
Tensi
: 120/80 mmHg
Nadi
: 80 x/menit = HR, regular, equal, isi cukup
Pernafasan
: 22 x/menit
Suhu
: 36,8C
Gizi
: Cukup

STATUS INTERNA
Kepala : Normochepal
Mata
Konjungtiva : anemis - / Sklera
: ikterik - / Leher : pembesaran KGB tidak teraba
Thoraks
: bentuk dan gerak simetris
Jantung
: bunyi jantung murni regular, murmur (-)
Paru-paru
: VBS kiri = kanan
Ronkhi - / -, Wheezing - / Abdomen
:Datar, tegang
Hepar/Lien tidak teraba
Ruang Traube kosong
Bising usus (+) Normal
Ekstremitas : sianosis - / -, edema - / a/r tungkai Sinistra nyeri dan lemah
STATUS NEUROLOGIS
A. Pemeriksaan Umum
Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
Kepala
: Normocephal
Trismus (-) Diameter antara gigi 3 jari
Rhisus sardonikus (+)
Leher
: Spasme otot leher (kuduk kaku)
Abdomen
: Datar tegang (seperti papan)
Episthotonus (+)
B. Tanda Rangsang Meningen dan Iritasi Radikal Spinal:
Kaku Kuduk
: Sulit dinilai
Laseque
: sulit dinilai / Kernig
: sulit dinilai / Brudzinski I/II/III
: sulit dinilai
C. Sistem Motorik :
Anggota badan atas :
Kekuatan otot 4+/4+, tonus meningkat, atrofi -, fasikulasi Anggota badan bawah:
Kekuatan otot 5/ sulit dinilai, tonus meningkat, atrofi -, fasikulasi Gerakan involunter : (-)
D. Sistem Sensorik :
Perabaan :
anggota gerak atas
ki>ka, anggota
gerak bawah ka>ki
Reflex
Kanan/Kiri
Panas: tidak
dilakukan
Biseps
+/+
Nyeri:tidak
dilakukan
E. Refleks
Triseps
++/+
Refleks
fisiologis
Brachioradialis
+/+
Patella

++/+

Achilles

+/+

Abdomen
-Epigastrium
-Paragastrium
-Hipogastrium

Sulit dinilai

Refleks patologis
Reflex

Kanan / kiri

Babinski

-/-

Chaddock

-/-

Oppenheim

-/-

Gordon

-/-

Scheiffer

-/-

Mendel Bechterew

-/-

Rossolimo

-/-

Hoffmann Tromner

+/+

Refleks Primitif
Reflex

Kanan / kiri

Glabella

-/-

Snout

-/-

Grasp

-/-

Palmomental

-/-

F. Saraf Otak
N I
NII
N III/IV/VI

N V

N VII

: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Ptosis : -/Pupil : bulat isokor ODS 2mm
Refleks cahaya (D/I) : +/+
Posisi mata : di tengah
Gerakan bola mata : N/N
: Refleks kornea: Normal
Sensorik - Oftalmikus
: Kanan lebih dari kiri
- Maksilaris
: Kanan lebih dari kiri
- Mandibularis
: Kanan lebih dari kiri
Motorik : Kanan dan kiri normal
Jaw reflex : : Angkat alis mata
: Kanan dan kiri normal
Memejamkan mata : Kanan dan kiri normal
Plika nasolabialis : Kiri lebih datar
Gerakan wajah
: Simetris

N VIII
N IX/X
N XI
NXII

: Pendengaran
: Baik
Keseimbangan
: Tidak dilakukan
: Suara/bicara
: Baik
Kontraksi palatum : Baik
: Menengok kanan kiri: Normal
: Gerakan lidah
: deviasi ke kanan
Atrofi
: (-)
Fasikulasi
: (-)

USUL PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan darah rutin, elektrolit
Ureum, Kreatinin,
EKG
USG appendix
DIAGNOSA KERJA
Tetanus grade I + Sequale Stroke
Peritonitis akut e.c appendisitis perforasi + Sequale Stroke
PENATALAKSANAAN
Umum
Edukasi untuk menghindari tindakanyang bersifat merangsang : suara, cahaya
Bed rest
Diet 3500-4500 kalori/ hari dengan 150gr Protein
Khusus
(24 jam pertama)
Anti Tetanus Serum 10.000 U I.M (skin test)
Tetanus toxoid 0.5 ml I.M
Metronidazol 3x500 mg / NGT
Diazepam 3 x 5 mg /NGT
Setiap kejang bolus diazepam 1 ampul/ iv perlahan 3-5 menit diulang setiap 15
menit maks 3 kali jika tidak berhasil, rawat ICU
PROGNOSA
Quo ad vitam
Quo ad functionam

: ad bonam
: ad bonam

PEMBAHASAN
1. Kenapa pasien didiagnosis Tetanus grade I ?
DEFINISI :
Tetanus adalah penyakit pada susunan saraf yang ditandai dengan spasme
tonik persisten disertai dengan serangan yang jelas dan keras akibat infeksi
C. tetani..
Karakteristik: hipertonus akut, kontraksi otot yang nyeri, spasme umum.
ETIOLOGI
Clostridium tetani :

bakteri anaerob, basil gram (+), kapsul (-), spora (+)


terdapat di tanah, usus binatang, feses

PATOGENESIS PATOFISIOLOGI
C.tetani masuk tubuh melalui luka dan melepaskan tetanospasmin
Toxin bekerja pada sistem saraf termasuk motor end plate perifer, medula
spinalis, otak dan sistem saraf otonom. Selain itu toxin juga menyebar melalui
peredaran darah & limph. Tetanospasmin menghambat pelepasan
neurotransmitter GABA dan glisin yang berfungsi mengatur kontraksi otot
dengan efek inhibisi refleks motoris. Karena itu otot akan berkontraksi secara
tidak terkontrol dan menyebabkan spasme.
GEJALA KLINIS
Kekakuan otot atau rigiditas
- otot masseter trismus atau lockjaw
- otot-otot wajah risus sardonicus
- otot-otot leher retraksi pada kepala dan tekanan occiput pada tempat
tidur.
- otot-otot faring dysphagia
- otot dada, termasuk m.intercostal gangguan pernafasan
- otot-otot abdomen board like rigidity
- otot-otot punggung opisthotonus
Spasme Otot
- Spasme atau kejang ditandai oleh refleks yang berlebihan akibat kontraksi
tonik dari otot-otot yang kaku.
- Spasme biasanya dirangsang oleh sentuhan, rangsangan auditory, visual dan
emosi.
- Biasanya berlangsung dalam beberapa detik, tiba-tiba dan nyeri.
Gangguan Sistem Otonom
- Melibatkan sistem simpatis dan parasimpatis.
- Peningkatan aktivitas simpatis :
Sinus takikardi
Berkeringat (tidak berhubungan dengan fluktuasi suhu tubuh)
Peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik
Transient supraventricular arrhytmia
- Peningkatan aktivitas parasimpatis :
Salivasi yang berlebihan. Spasme otot faring menyebabkan saliva tidak
tertelan akumulasi saliva sering teraspirasi ke dalam paru
komplikasi sistem pernafasan

GRADING

Grading (Patel Joag)


Kriteria 1 : rahang kaku, spasme terbatas, disfagia dan kekakuan otot tulang
belakang.
Kriteria 2 : spasme saja tanpa melihat frekuensi dan derajatnya
Kriteria 3 : inkubasi antara 7 hari atau kurang
Kriteria 4 : waktu onset adalah 48 jam atau kurang
Kriteria 5 : kenaikan suhu rektal sampai 100 F
Berdasarkan kriteria diatas dibuat suatu gradasi penyakit untuk menilai berat
ringannya penyakit, yaitu :
Derajat 1 : ringan, minimal 1 kriteria (Kl atau K2), mortalitas 0 %
Derajat 2 : sedang, minimal 2 kriteria (K1+K2) dengan masa inkubasi > 7 hari
dan onset > 2 hari
mortalitas 10%.
Derajat 3 : berat, minimal 3 kriteria, biasanya inkubasi < 7 hari, onset < 2 hari
mortalitas 32%
Derajat 4 : sangat berat, minimal 4 kriteria
mortalitas 60%.
Derajat 5 : bila terdapat 5 kriteria, termasuk tetanus neonatorum maupun
tetanus puerperium
mortalitas 84%.
Grading (Ablett)
Grade I
Trismus ringan dan sedang, spastisitas umum, tidak ada gangguan respirasi,
tidak ada kejang, tidak ada gangguan menelan.
Grade II
Trismus sedang, rigiditas yang jelas, spasme ringan sampai sedang yang
berlangsung singkat, gangguan respirasi sedang dengan takipneu lebih dari 3035 x/mnt, disfagi ringan.
Grade III
Trismus berat, spastisitas umum, kejang spontan dan berlangsung lama,
gangguan respirasi dengan takipneu lebih dari 40x/m, kadang apneu, disfagi
berat, takikardi biasanya lebih dari 120 x/mnt, peningkatan aktifitas saraf
otonom yang sedang dan menetap.
Grade IV
Merupakan gambaran grade III dengan gangguan otonom yang sangat hebat
disebut juga autonomic storm yang melibatkan sistem kardiovaskuler
termasuk hipertensi berat dan takikardi yang silih berganti dengan hipotensi
relatif dan bradikardi.
Pada pasien :
Anamnesis didapatkan :
-Faktor risiko :
*pekerjaan sebagai tukang bangunan
*Gigi berlubang
- Keluhan pasien :
* Perut tegang (perut papan)

* Kaku anggota gerak


*Tidak ada disfagia
*Sering spasme setelah batuk (> 10 kali sehari)
*Sulit BAB
- Riwayat Penyakit Dahulu :
*Riwayat trauma benda tajam diakui. Tapi sudah sembuh
*Riwayat penyakit asma diakui pasien.
*Riwayat memiliki darah tinggi, kolesterol, jantung,asam urat, ginjal
disangkal.
*Riwayat lemah setengah tubuh, bicara rero, mulut mencong tidak ada,
namun keluhan baal diakui pada kedua tangan diakui 13 tahun yang lalu
namun pasien tidak berobat.
Pemeriksaan fisik :
Keadaaan Umum :
Kesadaran : Compos Mentis
Tensi
: 120/80 mmHg
Nadi
: 80 x/menit = HR, regular, equal, isi cukup
Pernafasan
: 22 x/menit
Suhu
: 36,8C
STATUS NEUROLOGIS
Kepala :Trismus
:(-) Diameter antara gigi 3 jari
Rhisus sardonikus
:(+)
Leher
: Spasme otot leher (kuduk kaku)
Abdomen
: Datar tegang (seperti papan)
Punggung : Episthotonus
:(+)
Sistem Motorik :
Anggota badan atas
:
Kekuatan otot 4+/4+, tonus meningkat, atrofi -, fasikulasi Anggota badan bawah
:
Kekuatan otot 5/ sulit dinilai, tonus meningkat, atrofi -, fasikulasi Sistem Sensorik :
Perabaan : anggota gerak atas ki>ka, anggota gerak bawah ka>ki
Refleks
* Refleks fisiologis trisep dan patella meningkat di sisi kanan
* Refleks patologis Hoffmann Tromner +/+
Pemeriksaan saraf otak
CN V
: sensorik wajah kanan> kiri
CN VII
: Plika nasolabialis : Kiri lebih datar
CN XII
: Gerakan lidah
: deviasi ke kanan

Dikatakan Grade II (Patel Joag) karena


memenuhi kriteria :
1. Di mana terdapat kekakuan otot tulang belakang

2. Terdapat spasme (setiap kali pasien batuk)


Grading menurut Abblet memenuhi kriteria Grade II karena :
Terdapat rigiditas yang jelas yaitu pada anggota gerak atas dan bawah
serta punggung dan wajah, spasme muncul setiap kali pasien batuk,
walaupun tidak terdapat trismus

2. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien ?


Menurut Thwaites (2002) penatalaksanaan tetanus berupa
1. Eradikasi bakteri kausatif
Dapat diberikan Metronidazol 500 mg per oral atau intravena selama
setiap 6 jam selama 7-10 hari.
Atau dapat menggunakan Penisilin 100.000-200.000 IU/kg/ hari
Tujuannya untuk membunuh bakteri anaerob yang berkembang dari luka
yang merupakan port of entry dan untuk membunuh C. Tetani.
2. Netralisasi toksin yang belum terikat
Tetanospasmin akan terikat secara irreversibel dengan jaringan dan hanya
toksin yang tidak terikat yang dapat dinetralisir. Imunisasi pasif dengan
Human Tetanus Immune Globulin (HTIG) akan memperpendek perjalanan
penyakit tetanus dan meningkatkan angka keselamatan (survival rate).
Dosis yang direkomendasikan adalah 500 U HTIG secara IM segera
setelah diagnosis tetanus ditegakan.
Bagian saraf RSHS masih menggunakan pemberian ATS (Anti Tetanus
Serum) dengan dosis 10.000 IU diberikan intramuskular. Pemberian
diberikan saat pasien pertama didiagnosis tetanus. Meskipun dapat
menimbulkan reaksi alergi berupa demam, arthralgia, hingga shock
anafilaktik pada 1% kasus, namun karena masalah ekonomi
3. Manajemen luka
Luka dapat digolongkan menjadi 2, luka rentan tetanus dan luka yang tidak
rentan tetanus.
Luka rentan tetanus
Luka yang tidak rentan tetanus
>6- 8 jam
< 6 jam
Kedalaman >1 cm
Superfisial (<1 cm)
Terkontaminasi
Bersih
Bentuk stelat, avulsi, atau hancur
Bentuk linear, tepi tajam
(irregular)
Denervasi, iskemik
Neurovaskuler intak
Terinfeksi (purulen, jaringan
Tidak terinfeksi
nekrotik)
Rekomendasi untuk manajemen luka traumatik
1. Semua luka harus dibersihkan dan debridement sebaikanya dilakukan
jika perlu.
2. Dapatkan riwayat imunisasi tetanus jika mungkin
3. Tetanus Toxoid (Tt) harus diberikan jika riwayat booster terakhir lebih
dari 10 tahun. Jika riwayat imunisasi tidak diketahui Tt dapat
diberikan.
4. Jika riwayat imunisasi terakhir lebih dari 10 tahun yang lalu, maka
Tetanus Immune Globulin (TIG) harus diberikan. Keparahan luka
bukan penentuk pemberian TIG

Dosis Tt
Usia > 7 tahun : 0.5 ml (5IU) i.m
Usia < 7 tahun : gunakan DTP atau DtaP sebagai pengganti Tt. Jika
kontraindikasi terhadap pertusis, berikan DT, dosis 0,5 ml i.m
Dosis TIG:
Profilasksis dewasa : 250-500 U i.m pada ekstrimitas kontralateral lokasi
penyuntikan Tt
Profilaksis untuk anak : 250 U i.m pada ekstrimitas kontralateral lokasi
penyuntikan Tt
4. Rehabilitasi
5. Imunisasi

Terapi supportif selama fase akut :


1. Kekakukan otot dan rigiditas/spasme otot
Pada pasien tetanus kelainan yang paling menonjol adalah adanya
kekakuan otot atau rigiditas yang menyebabkan nyeri. Pasien
direkomendasikan untuk menghindari stimulasi yang tidak perlu. Terapi utama
untuk spasme otot ini adalah benzodiazepin. Benzodiazepin akan
memperbesar GABAagonist dengan cara menghambat inhibitor endogen di
reseptor GABA. Diazepam memiliki efektivitas yang baik dengan efek depresi
napas yang rendah dibandingkan golongan barbiturat. Diazepam juga memiliki
efek antikonvulsi dan muscle relaxan, sedatif, dan anxiolytic.
Dosis
- Spasme ringan : 5 20 mg p.o setiap 8 jam bila perlu
- Spasme sedang : 5- 10 mg i.v bila perlu, maksimal 80-120 mg dalam 24 jam
atau dalam bentuk drip.
- Spasme berat : 50-100 mg dalam 500 cc D5 % dan diinfuskan dengan
kecepatan 10-15 mg/ jam diberikan dalam 24 jam
2. Kontrol disfungsi otonom
Disinhibisi otonom dapat diatasi baik dengan cara nonfarmakologis dan
farmakologis. Pemberian cairan 8 liter per hari (fluid loading) disertai dengan
pemberian sedasi. Benzodiazepin, antikonvulsan, dan khusunya morfin dapat
dijadikan pilihan. Morfin dapat dimanfaatkan karena efeknya pada stabilitas
kardiovaskular. Dosisnya antara 20-180 mg per hari, diduga bermanfaat
melalui mekanisme pengganti opoid endogen, mengurangi refleks simpatis,
dan melepaskan histamin.
Propanolol digunakan untuk mengontrol hipertensi dan takiakrdia dosis
5-10 mg dapat dinaikkan hingga 40 mg 3 kali sehari.
Atropin hingga dosis 100 mg per hari dapat diberikan pada kasus
diaforesis, bradiaritmia, dan hipersekresi, takiaritmia ( > 190x / menit)
Clonidine dapat digunakan secara oral atau parenteral untuk
mengurangi efek simpatis sehingga mengurangi tekanan arterial, denyut
jantung, dan pelepasan katekolamin. Dosis 2 i / kg i.v diberikan 3 kali sehari.
MgSO4 dapat digunakan untuk pasien tetanus yang menggunakan
ventilator untuk diambil manfaat antispasmenya.
3. Komplikasi respirasi
Komplikasi ini sering terjadi dan penting dalam mempengaruhi angka
morbiditas dan mortalitas. Hipoksia dan gagal nafas sering terjadi pada tetanus

yang berat. Rigiditas otot dan spasme dinding dada, diafragma, dan perut
menyebabkan restriksi nafas. Penurunan kemampuan batuk akibat rigiditas,
spasme, dan sedasi menyebabkan ateletaksis dan peningkatan risiko
pneumonia.
Ketidakmampuan untuk menelan saliva, sekresi saliva yang masif,
spasme faring, peningkatan tekanan intraabdominal, dan statis gaster secara
keseluruhan meningkatkan risiko aspirasi.
Terjadi ketidaksesuaian antara ventilasi dan perfusi akibatnya terjaid
hipoksia. Hiperventilasi terjadi akibat rasa takut, gangguan otonom, atau
perubahan fungsi batang otak. Untuk mengatasi risiko, pasien dapat dirawat di
ruang ICU dengan bantuan alat ventilator, dan pada pasien tetanus derajat 3
atau 4 dilakukan trakeostomi kurang dari 24 jam untuk mengurangi angka
kematian.
4. Miokarditis dan gangguan kardiovaskular lain
Miokarditis ditandai dengan pemanjangan segmen QTc pada
pemeriksaan EKG didapatkan nilai >0.46. Miokarditis merupakan respon
infeksi terhadap otot jantung yang dapat menyebabkan kerusakan otot jantung
yang dapat menyebabkan dilated cardiomyopathy. Gejala klinisnya berupa
mudah fatigue, demam, dyspneu on effort, takikardi, takipneu, dll.
5. Gangguan gastrointestinal
Sering terjadi pendarahan lambung dapat diatasi dengan pemberian
Antasida secara teratur pada semua pasien tetanus berat. Ranitidin 150mg
setiap 8 jam. Sebaiknya tidak dilakukan puasa jika keparahan lambung tidak
terlalu berat.
6. Gangguan renal dan elektrolit
Pada pasien tetanus sering terjadi kondisi hipovolemia dan kehilangan
darah yang dapat dikoreksi dengan infus intravena atau transfusi darah.
Gangguan elektrolit yang mungkin terjadi adalah hipokalemi yang
dikoreksi dengan pemberian KCL 20-80 mEg yang diberikan dengan infus
lambat dalam 24 jam. Hipernatremia dikoreksi dengan pemberian normal salin
atau restriksi cairan dan menghindari pemberian diuretik
3. Bagaimana prognosis pasien ?
Quo ad vitam : ad bonam
Derejat tetanus pada pasien ini adalah grade I, dimana tingkat mortalitasnya
adalah 10%. Kondisi pasien tidak mengancam jiwa, dilihat dari tanda-tanda
vital dalam batas normal.
Quo ad functionam : ad bonam
Penanganan pasien ini dilakukan dengan cepat, dan kondisi pasien membaik.
Fungsi sistem saraf dapat kembali sempurna.

You might also like