You are on page 1of 20
KERANGKA PERENCANAAN TATA GUNA DAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN D” pengertian ilmiah, Iahan biasanya didefinisikan sebagai entitas fisik permukaan bumi berupa topografi dan penyebaran spasial dalam kondisi lebih luas, mencakup pengertian sebagai sumber daya alam yang meliputi segala atribuc biosfer dekac di atas dan di bawah permukaan yang meliputi pula mikroklimat, topografi tanah, hidrologi permukaan (termasulketelaga,sungai, rawa, dan lebak),sedimencasi permukaan dan air tanah, vegetasi,tanaman, dan biota serta binatang, pola pemukiman penduduk, bekas fisik pengelolaan oleh manusia masa lalu dan sekarang (terasering, waduk penampungan/ panen air hujan), drainase, dan sarana dan prasarana ekonomi (FAO Agenda 21 1996). Komponen sumber daya lahan ini diorganisir dalam ekosistem dan kapasitas produksi dan lingkungan hidup. Sumber daya lahan dimanfsatkan untuk mengambil keuntungan berbagai komponen sumber daya lahan tersebut, Tanah merupakan entitas sifac kimia, fisik, dan biologi lahan. Lahan adalah sumber daya yang sangat terbatas (finite), sedangkan sumber daya alam yang didukung oleh tanah bervariasi setiap wakeu, tergantung pada kondisi pengelolaan ddan penggunaan. Kegiatan manusia, pertambahan penduduk, dan pembangunan ekonomi dapat menimbulkan tekanan penggunaan lahan, menimbulkan berbagai konflik, dan pemanfaatan lahan yang tidak optimal. Agar kebutuhan penduduk masa kini dan akan datang dapat dipenuhi secara berkelanjutan, berbagai konflik penggunaan sumber daya lahan, ais, dan sumber daya genetika tersebut harus diselesaikan secara efektif dan efisien. Integrasi fisik, perencanaan tata guna, dan pengelolaan lahan adalah cara terbaik yang perlu dilakukan. Analisis secara cermat penggunaan lahan terintegrasi berpeluang uuncuke mengatasi berbagai konflik, mengintegrasikan berbagai aspek pembangunan sosial-ekonomi, dan pelescarian sumber daya serta menjaga lingkungan hidup guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Esensinya adalah pendekatan terintegrasi berbagai kepentingan sektoral dan perencanaan pengelolaan sumber daya alam, schingga kesejahteraan berkeadilan dan berkelanjutan dapat terwujud. Lahan dapat digunakan untuk berbagai kepentingan. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan tata guna lahan yang mempertimbangkan berbagai aspek sumber daya lahan yang mencakup aspek sumber daya tanah, sumber daya genetika, sumber daya air, dan lingkungan hidup; yang kesemuanya ini harus ditumpangtindihkan (super imposed) dengan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup. Pendekatan secara terintegrasi dapat memfasilitasi berbagai konflik penggunaan lahan, schingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lahan ini. KERANGKA PERENCANAAN TATA GUNA DAN PENGELOLAAN LAMAN PERTANIAN ‘Akses tethadap lahan pertanian adalah kunci untuk meningkatkan kesejahteraan pedeszan. Sumber daya lahan merupakan faktor utama dalam mengembangkan kemandirian dan ketahanan pangan masyarakat pedesaan. Oleh sebab itu, pengelolaan sumber daya lahan oleh petani akan dapat mengembangkan kemampuan petani untuk menyediakan kebutuhan keluarganya berupa bahan makanan, energi, air, bahan obat- obat, sumber pendapatan, dan kebutuhan rumah tangga lainnya, Perkembangan ekonomi meningkatkan permintaan tethadap komoditas dan sumber daya lahan. Lahan diperlukan untuk pembangunan kawasan industri, pengembangan prasarana ekonomi, dan pemukiman penduduk, Perkembangan ini berpeluang menimbulkan berbagai konflik dalam penggunaan Iahan apabila tidak dilakukan perencanaan tata guna lahan secara terintegrasi dengan melibatkan berbagai pemangkcu kepentingan dalam perencanaan penggunaan lahan secara partsipasi aktif. Uncuk itu, perlu dilaksanakan inventarisasi yang komprehensif terhadap kualitas sumber daya lahan dan air serea sumber daya genetika untuk mengembangkan perencanaan pengelolaannya secara berkeadilan dan berkelanjutan. Makalah ini mencoba menganalisis kerangka dasar pengelolaan dan alokasi sumber daya lahan dan air uncuk sebesar-besarnya kesejahteraan dan tingkat kehidupan secara berkeadilan dan berkelanjutan, Pengelolaan Sumber Daya Lahan untuk Pembangunan Berkelanjutan Instrumen kebijaksanaan dalam pembangunan pertanian dan pedesaan berkelanjutan antara lain adalah: (a) reforma agraria, (b) diversfikasi sumber pendapatan, (c) konservasi sumber daya lahan, air, dan sumber daya genetika, dan (d) pengelolaan berimbang sarana produksi. Untuk itu, perlu dilakukan peninjauan ulang kebijaksanaan pengelolaan lahan agar akses pada sumber daya lahan, air, dan kehutanan berkeadilan dan terbuka, terutama difokuskan pada akses bagi wanita, petani gurem, tuna wisma, dan hak masyarakat adat! tanah ulayat (FAO 1996). Implementasi kebijaksanaan ini memengaruhi secara positif hak penguasaan sumber daya alam berkeadilan. Di samping itu, fragmentasi penguasaan lahan perlu dikendalikan pula. Sasaran akhir adalah memantapkan ketahanan dan kemanditian pangan serta kesejahteraan masyarakat pedesaan berkelanjutan. Pendekatan pengelolaan sumber daya alam harus dilakukan dengan pendekaran keterpaduan, mulai dari perencanaan dan pelaksanaan tata guna sumber daya alam. Dalam hubungannya dengan hak masyarakat adav/hak ulayat, perlu ditegaskan bahwa hhak pengelolaan dan kepemilikan sumber daya alam masyarakat adat baik secara individu maupun secara berkelompok yang secara tradisional mereka kuasai harus diakui. Schubungan dengan hal cersebut, perlu dilakukan pemetaan kepemilikan dan pengakuan hhak yang didokumentasikan secatasistematis. Dalam kerangka inventarisasi pengelolaan sumber daya tanah (lahan, air, dan biota) secara komprehensif, perlu dilakukan beberapa hal berikut ini (FAO 1996). 12 _KERANGKA PERENCANAAN TATA GUNA DAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN a) Formulasi perundang-undangan nasional untuk mengarahkan kebijaksanaan publik dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, penggunaan lahan pertanian, perumahan, industri, dan prasarana ekonomi secara terpadu. b) Kebijaksanaan yang memungkinkan akses sumber daya alam secara terbuka (level playing fied) dan berkeadilan. ©) Kebijakan fiskal yang dapat memberikan insentif dan disinsentif pengelolaan sumber daya berkelanjutan 4d) Memperkuat pengelolaan dan kontrol berbasis komunitas, termasuk perencanaan pengelolaan secara rasional dan pelestarian secara baik. ©) Mendorong kerja sama antara komunitas, publik, dan pihak swasta dalam pengelolaan dan alokasi sumber daya alam. 1) Menciptakan sistem penguasaan lahan (land tenure) yang terbuka dan mantap uncuk mampu mendorong pemanfaatan yang efisien dan optimal bagi semua pihak termasuk masyarakat adat/ulayat. 2) Menciptakan sistem pembiayaan yang terjangkau untuk mendapatkan hak kepemilikan ddan penggunaan sumber daya alam, h) Mengembangkan kebijaksanaan yang dapat mendorong implementasi peningkatan teknologi penggunaan lahan ramah lingkungan. i) Mempromosikan kerja sama antara berbagai kelembagaan pelayanan publik, sehingga ‘mampu mendorong pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan. Fokus Perundang-undangan Pertanahan Secara umum, pokok peraturan perundang-undangan pertanahan mencakup (FAO 2002: Law and Sustainable Development Since Rio: Legal Trends in Agriculeure and Natural Resources): a) Penguatan penguasaan tanah individu dan privat. b) Pengakuan penguasaan lahan oleh masyarakat/komunitas lokal, dan_pengaturan pengelolaan lahan secara rasional. ©) Memfasilicasi akses lahan bagi masyarakat miskin, cunakisma, dan wanita. Indonesia mempunyai UU PA No. 5 Tahun 1960. Undang-undang ini mengakui hak individu atas tanah yang antara lain dibagi dalam bentuk. 3) Hak Milks b) Hak Guna Usaha (HGU); ©) Hak Guna Bangunan; d) Hak Pakais 13 ve KERANGKA PERENCANAAN TATA GUNA DAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN. e) Hak Sewa; ) Hak Membuka Tanah; dan g) Hak memungut Hasil Hutan. UUPA mengakui hak masyarakat adat/ulayat selama hak tersebut masih berlaku di masyarakat, Namun, selama ini pengakuan tersebut belum ditindaklanjuti dengan registrasi dan pemetaan hak ulayat masyarakat lokal. Sewaktu pemerintah mengeluarkan HU karena tidal/belum ada registrasi dan pemetaan tanah ulayat, ering terjadi cumpang tindih, schingga timbul konflik. Dalam UUPA 1960, akses tethadap tanah tidak membatasi masalah gender, Semua warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki akses yang sama tethadap pengelolaan lahan pertanian, Masyarakat hukum adac juga memperoleh akses dan hak untuk pengelolaan sumber daya lahan dan air. ‘Terapi, pelepasan hak penguasaan tanah oleh negara dalam skala luas hanya diberikan kepada perusahaan atau program pemerintah seperti program transmigrasi. Masyarakat, baik secara perorangan ataupun berkelompok, tidak memperoleh hak misalnya dalam pengelolaan hutan produksi dan pelepasan lahan hutan produksi yang boleh dikonversi dan ini juga hanya diberikan kepada perusahaan, Dalam Undang-Undang Kehutanan No. 41 Tahun 1999, hak pengelolaan hutan oleh masyarakat hukum adac juga diakui keberadaannya, cetapi kawasan hutan masyarakat hhukum adat ini belum dipetakan dan diinventarisasi secara baik, Di samping itu, perorangan ddan koperasi juga diberi hak untuk mengelola dan memanfaatkan hasil hutan, namun sulit bagi perorangan yang ingin memanfaatkan hasil hutan dalam mengurus izinnya. Salah satu solusinya mungkin mengalokasi kawasan hutan eertentu untuk dimanfaatkan hasil hhutannya oleh masyarakat sekitar hutan, Dalam pemberian HGU untuk perkebunan, karena hutan hak ulayat hukum adat ini belum diinventarisasi dan dipetakan dengan seksama, pemberian HGU sering mengokupasi Jahan hak ulayat hukum adat. Di beberapa daerah di Jambi, Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur, lahan hak ulayat masyarakat hukum adat seperti masyarakat suku Anak Dalam dan suku Dayak diokupasi oleh perusahaan kelapa sawit karena HGU yang diberikan kepada mereka termasuk lahan hutan yang selama ini dimanfaatkan oleh suku Anak Dalam sebagai sumber kehidupan mereka, Pemberian HGU ini menimbulkan konflik berkepanjangan antara masyarakat adac dan perusahaan perkebunan. 14 KERANGKA PERENCANAAN TATA GUNA DAN PENGELOLAAN LAMAN PERTANIAN, Dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman dan Undang-Undang No 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan disebutkan bahwa pemerintah menetapkan dan mengatur wilayah pengembangan budi daya tanaman. Dalam ‘menetapkan wilayah pengembangan ini, Pemerintah harus memperhatikan kepentingan ‘masyarakat dan menciptakan kondisi yang menunjang peran serta masyarakat. Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No 12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budi daya Tanaman menyebutkan bahwa petani memiliki kebebasan untule menentukan pilihan jenis tanaman dan budi dayanya. Dalam ayat (3) dinyatakan apabila pilihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat terwujud karena ketentuan Pemerintah, Pemerintah berkewajiban untuk mengupayakan agar petani yang bersangkutan memperoleh jaminan penghasilan tertentu, Dalam undang-undang ini juga dijelaskan bahwa pengelolaan lahan pertanian harus memerhatikan keberlanjutan dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam pasal 3 UU Sistem Budi daya Tanaman dan Pasal 6 dan 7 UU Perkebunan disebutkan bahwa Pemerintah menyusun rencana pengembangan dan tata ruang komoditas pertanian yang dicakup dalam kedua undang-undang ini. Perencanaan rata ruang pengembangan komoditas pertanian ini harus memperhatikan kodisi agrockologi, sosial, dan budaya. Kedua undang-undang ini mengakui hak ulayat masyarakat adac. Apabila dalam pengembangan komoditas terdapac kawasan hak ulayat masyarakat hukum adat, harus dilakukan musyawarah dengan masyarakat mengenai pengembangan kawasan komoditas. Pasal 9 UU Perkebunan menyebutkan langkah yang harus dilakukan oleh perusahaan perkebunan dalam menyelesaikan hak ulayat masyarakat hukum adat. ‘Akan tetapi karena inventarisasi dan pemetaan kawasan hak ulayat masyarakat hukum adat tidak dilakukan, dalam pelaksanaan pengembangan komoditas pertanian, terutama perkebunan hak masyarakatini kurang mendapat pethatian. Masyarakat tidak mendapatkan informasi mengenai rencana pengembangan, dan mereka tidak mendaparkan kompensasi atas perampasan hak mereka oleh pengembang perusahaan perkebunan besar. ‘Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 Tencang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 29 menguraikan secara rinci kegiatan dan prosedur perlindungan lahan pertanian berkelanjutan. Selanjutnya, dalam PP No 1 Tahun 2011 Tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dirinci lebih lanjut tata cara penetapan dan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan. Rincian lebih lanjut harus dikeluarkan oleh menteri pertanian, yang sampai sekarang belum ada pengaturan lebih lanjue sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 10 dan pasal 24 PP No. 1 Tahun 2011. 15 ce KERANGKA PERENCANAAN TATA GUNA DAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN. Langkah yang Harus Dilakukan dalam Perencanaan Tata Guna Lahan Dalam Gambar 1 (FAO 1995, Planning for Sustainable Use of Land Resources) disajikan kerangka perencanaan penyusunan tata guna lahan pertanian. Pada tahap awal harus dilakukan inventarisasi potensi sumber daya lahan yang mencakup potensi fis keberagaman sumber daya genetika, iklim, biota, dan kandungan air. Selanjutnya juga diinvencarisasi jenis tanaman dan pola tanam serta pola usaha tani yang dilakukan oleh masyarakat. Dari segi sosioekonomi dilakukan inventarisasi struktur biaya produksi dan penggunaan sarana produksi pertanian, tingkat harga, dan upah tenaga kerja. Faktor selanjutnya yang perlu diselidiki adalah sasaran pengelolaan sumber daya Jahan oleh masyarakat, termasuk masalah hak ulayat hukum adat yang berlaku. Dalam kerangka perencanaan tata guna Iahan dilakukan pula penentuan unit pengelolaan sumber daya lahan dan air seperti kawasan daerah aliran sungai, kawasan dacrah irigasi, atau unit pengelolaan lainnya. Penentuan unit pengelolaan ini lebih banyak dipengaruhi olch bentang alam, hidrologi, dan agrockologi. Untuk setiap unit pengelolaan sumber daya lahan dan air sclanjutnya diinventarisasi berbagaialternatif pola produksi usaha tani dan polatanam, alternatif kelembagzan produksi, potensi produktivitas, asio masukan dan keluaran (“inputloutpue ratio”) tisiko, dan dampak lingkungan dari berbagai pola produksi usaha tani, Berdasarkan data tersebut, dilakukan inventarisasi berbagai pola pengelolaan lahan dan air yang mungkin dikembangkan dalam unit pengembangan/pengelolaan sumber daya lahan dan air yang telah disepakati betsama. Dalam pengembangan produktivitas usaha tani perlu pula diingat bahwa pada dasarnya teknologi bukan sebagai substitusi terhadap pengembangan pengelolaan lahan pertanian dalam upaya untuk peningkatan produksi pertanian berkelanjutan. Berbagai instrumen simulasi pola pengelolaan sumber daya sudah tersedia, seperti “Multiple Goal Programming” dan instrumen lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan sumber daya kelembagaan pengelola/pelayanan publik yang ada di wilayah. Hasil simulasi ini dibahas dengan semua pihake terkait (“Stakeholders”). Setiap langkah dilakukan secara partisipatif dan terbuka dalam kerangka penerapan “good governance”. 16 KERANGKA PERENCANAAN TATA GUNA DAN PENGELOLAAN EVALUASI POTENSI LAHAN. EVALUASI SOSIAL-EKONOM 1 1 ' Data Dasar B.Data Dasar : D.data Dasar ‘Sumber Daya Penggunaan Sosial Budaya satan | Goon Lomperapros || ose Aeris tanaman 2Harge produk |] 2Sumber daya 2 Iki 3. Faktor lain 2.Pola usaha Tani E.ldentifixas Unit Pengelolaan Lahan F.Untuk setiap unit pengelolaan lahan Jenis tanaman yang mungkin Jenis pola usaha tani yang mungkin Produktivitas usahatani Rasio input/output cousaha Dampak lingkungan KEMUNGKINAN PENGGUNAAN LAHAN G.Lakukan Simulasi Optimalisasi Penggunaan Lahan untuk memaksimumkan Kinerja Pembangunan Pertanian dan Pedesaan secara terpadu, PILIH PENGGUNAAN LAHAN ‘TERBAIK DAN BERKELANJUTAN Gambar 1 Kerangka penetapan tata guna lahan pertanian 7 KERANGKA PERENCANAAN TATA GUNA DAN PENGELOLAAN LAMAN PERTANIAN Hasil konsultasi ini menghasilkan pilihan terbaik pola tata guna sumber daya lahan dan air dengan sasaran pemanfaatan sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat sesuai dengan amanat UU D 1945, UU PA 1960, dan berbagai aturan perundang-undangan turunannya, Secara sedethana tahapan tersebut dapat dirinci sebagai berikut. a) Lakukan inventarisasi potensi fsik sumber daya lahan dari yang mencakup pemetaan sumber daya lahan dan air. b) Lakukan inventarisari penutupan lahannya berupa berbagai kasifikasi hutan, berbagai rupa pola produksi, pola tanam, dan pola usaha tani. ©) Tentukan unit pengelolaan sumber daya lahan dan air berdasarkan aspek bentang alam, hirdologi, dan agrockologi. 4) Untuk setiap unit pengelolaan sumber daya lahan dan air, diinvencarisasi berbagai alcernatif pola pemanfaatan dalam bentuk pola produksi, pola tanam, pola usaha tani, dan pola kelembagaan produksi yang diinginkan, ©) Lakukan penelitian sosioekonomi untuk mendapatkan data dan parameter sosioekonomi kawasan_ secara komprehensif, )Pelajari dan konsultasikan dengan masyarakat mengenai sasaran pengelolaan sumbet daya alam yang mereka kehendaki. 8) Pelajari berbagai kelembagaan pengelolaan sumber daya lahan dan air yang menjadi kearifan lokal masyarakat setempat. fh) Lakukan simulasi pola pemanfaatan sumber daya alam untuk mendapatkan pola pengelolaan yang optimal. Berbagai pola ini dikonsultasikan dengan masyarakat lokal ddan semua pemangku kepentingan yang ada, 4) Semua proses ini dilakukan secara terbuka dan partisipatif, dan selalu mengakomodasi hhak dan kearifan lokal masyarakat. j) Bila semua tahap ini dilaksanakan dengan baik dan partisipatif, konflik pengelolaan Jahan dan air dapat dihilangkan. 1k) Setiap perundangan yang ada sebenarnya telah mensyaratkan pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam ini secara terbuka dan dilakukan secara partisipatif, karena sasaran pemanfaatan sumber daya ini sesuai dengan amanat UD 1945 adalah untuk sebesar- besarnya kemakmuran masyarakat bukan orang perorangan ataupun golongan, 18 KERANGKA PERENCANAAN TATA GUNA DAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN Data yang Diperlukan untuk Perencanaan Tata Guna Lahan Pertanian Berdasarkan Gambar 1 sejumlah data dasar dipertukan untuk merumuskan tata guna pemanfaatan lahan secara cermat: 1, Data dasar potensi sumber daya lahan; mencakup data kimia dan fisika serta biologi Jahan, Data ini juga mencakup bentuk bentang alam, kemiringan dan data lain. 2. Data dasar iklim; data didapat dari Badan Meterologi dan Geofisika, dan stasiun pengamatan dilokasi 3. Data sumber daya air dalam wilayah/unit pengelolaan yang direncanakan. 4, Data penutupan tanah; mungkin didapatkan dari Kementerian Kehutanan yang secara periodik menganalisis data penginderaan jarak jauh melalui sacelit. 5. Data dasar mengenai biodiversicas dalam kawasan yang akan digunakan. 6. Data penggunaan lahan saat ini yang mencakup data pola tanam, pola usaha tani dan produksi komoditas pertanian, teknologi yang diterapkan petani. 7. Data dasar sosial budaya penduduk. 8. Data ekonomi kawasan termasuk data rasio masukan/keluaran dan data harga dan tingkat upah yang berlaku. Dalam Gambar 2 (FAO 1995, Planning for Sustainable Use of Land Resources) disé “Digitized Geographical Information System” (GIS) dati metoda perencanaan pengelolaan sumber daya lahan dan ait. Delineasi unit perencanaan tata guna lahan atau tata ruang dapat berupa daerah administrasi pemerintahan, dacrah aliran sungai, daerah irigasi (hidrologi), atau subdaerah aliran sungai, atau berdasarkan topografi/bentang alam suatu wilayah, Setiap satu unit pengelolaan ini dimasukan ke dalam kesatuan data dasar untuk perencanaan, Semua data dasar ini diintegrasikan untuk kebutuhan perencanaan dan pengambilan keputusan pengelolaan sumber daya lahan dan air. Dalam analisis digital GIS semua data tersebut saling ditumpangtindihkan (“overlaid’). Pengembangan data informasi sistem penataan lahan (“Land Information System” ILIS) dan informasi system geografi (“Geographical Information System’ IGIS) sangat menolong dalam perencanaan pengelolaan tata guna lahan atau tata ruang. Konstruksi LIS/GIS dalam perencanaan tata ruang ini dapat dilihat pada Gambar 2. Dalam pengembangan perencanaan pengelolaan sumber daya lahan harus dilakukan oleh satu kelompok kerja yang multi disiplin ilmu secara terpadu dan terkoordinasi dengan bik. 19 seve KERANGICA PERENCANAAN TATA GUNA DAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN. Data Sosio-Politik Data 7a 7 Ekonomi Data dasar sosial, politik, [eae 6 &Sarana ekonomi Data dasar Data Vegetasi & Budi Daya sumber daya : Data Sumber Daya Air Gambar 2 “Digitized Geographical Information System” (GIS) Beberapa masalah yang perlu diperhatikan dalam menggunakan analisis LIS/GIS ini adalah: (a) kelemahan analisis yang tidak mampu mengungkapkan keadaan sesungguhnya yang cerjadi karena begitu kompleksnya masalah yang dihadapi di lapangan, uncuke ini diperlukan analisis secara komprehensif setiap masalah yang dihadapi; (b) limitasi ketersediaan data yang dapat dipercaya akurasinya, terutama data menghendaki keadaan yang terjadi di lapangan mengenai penggunaan lahan dan semua aspek sosial, ekonomi, dan budi daya yang terlibat di dalamnya; (c) kesulitan mengkonsolidasi berbagai sumber data dasar dari berbagai kelembagaan; (d) komunikasi antara berbagai kelembagaan pelayanan yang kurang memadai; dan (c) tidak dilakukannya komunikasi secara terbuka dengan semua pihak terutama masyarakat lokal dan masyarakat hulum adat Dalam era komputerisasi modern GIS, setiap unit data dasar atau informasi yang disimpan di dalam daca dasar merupakan referensi geografi, yang artinya lokasi geografi yang pasti dimasukkkan ke dalam data dasar, baik sebagai ttik referensi atau merupakan poligon pemetaan dalam unit pengembangan tata ruang. GIS mampu menelusuri setiap informasi satu objek yang dikehendaki, dan kemudian menyajikannya dalam peta, ataupun peta tematik ertentu untuk dapat dilakukan overlaid atau ditumpangtindihkan. Dalam Gambar 3 disajikan peta penggunaan lahan di Provinsi Bali tahun 2008 (Planologi Kementerian Kehutanan 2008). Luas kawasan hutan 74.800 ha, yang terditi dari hutan lindung dan hutan konservasi seluas 72.400 dan hutan produksi hanya 2.400 + 20 KERANGKA PERENCANAAN TATA GUNA DAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN, hha saja. Luas areal pertanian sawah 120,000 ha, pertanian lahan kering 144.300 ha, perkebunan seluas 100.000 ha, semak belukar seluas 55.100 ha, dan pemukiman seluas 29,000 ha. Seluas 28,900 ha lahan pertanian berada dalam kawasan hutan. Seluas 26.600 ha tidak dapat diklasfikasikan sebab tertutup awan, Karena data ini berdasarkan citra satelit. Luas lahan kritis di provinsi Bali seluas 55.900 ha, yang 2/3-nya berada di kawasan percanian (warna merah pada Gambar 3). Gambar 3 Peta Penggunaan Lahan di Provinsi Bali Tahun 2008 (Planologi Kementerian Kehutanan 2008) Analisis Multiobjektif Pengelolaan Lahan Karena begitu banyak pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya lahan dan air dengan beragam objekifnya, dalam perencanaan dan penetapan pengelolaan sumber daya lahan dan air perlu dilakukan analisis multiobjektif pemanfaatan sumber daya ini, Objeltif terbaik setiap pemangku kepentingan dalam pengelolaan sumber daya lahan dan air harusdiinventarisasi dengan cermat untuk merumuskan penggunaan yang optimum. Setiap objektif pokok pemangku kepentingan harus didefinisikan dengan cermat. Secara sederhana, pemecahan masalah multiobjekcti pengelolaan lahan bisa dilakukan pada tingkat lokal dan usaha tani dengan melakukan peringkatan (“ranking”) berdasarkan prioritas berbagai objektif yang diinginkan petani dan masyarakat lokal. Prioritisasi ini dikomunikasikan dan dimusyawarahkan dengan masyarakat lokal. Uncuk tingkac lebih 21 KERANGKA PERENCANAAN TATA GUNA DAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN ‘tinggi, tingkatdaerah aliran sungai, daerah irigasi ataupun tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan nasional tersedia berbagai perangkat lunak seperti “Multiple Goal Programming” dan berbagai perangkat lunak metode matematik dan statistik. Apabila berbagai sasaran dan objektif pemerintah dan petani serta masyarakat lokal sudah dapat diinventarisasi, produkivitas berbagai komoditas, masukan, dan keluaran produk pertanian yang dihasilkan, harga dan tingkat upah telah diketahui, berbagai perangkat lunak “Multiple Goals Programming” dapat digunakan untuk menentukan pola penggunaan lahan yang optimum pada unit pengelolaan lahan yang telah dirumuskan bersama secara partisipatif, Dalam analisis ini perlu dilakukan berbagai simulasi dan setiap hasil simulasi dimusyawarahkan dengan semua pemangku kepentingan termasuk ‘masyarakat hukum adae. Instrumen Sosial, Ekonomi, dan Politik untuk Menyusun Pengeloaan Lahan Pengambilan keputusan dalam penataan ruang dan pengelolaan lahan tidak dibuat dalam alam bebas terisolasi. Pada umumnya, keputusan tentang pengelolan sumber daya Jahan dan air dilakukan dalam musyawarah antara berbagai pemangku kepentingan seperti pemerintah, pemerintahan daerah, pengusaha, dan masyarakat. Semua pemangku kepentingan mempunyai visi tersendiri tentang pengelolaan sumber daya alam. Konsensus harus dicapai dan kompromi dirundingkan untuk mendapatkan persetujuan bersama (FAO, 1995: Planning for Sustainable Use of Land Resources). Dalam kondisi demikian setiap pemangku kepentingan hendaknya memiliki: 1, pengetahuan dan pengertian yang sama mengenai teknike dan teknologi yang tersedia untuk lingkungan mereka; 2. pengertian dan penguasaan data dasar teknologi informasi mencakup potensi sumber daya lahan dan air, prasarana ekonomi, prasarana irigasi, vegetasi dan pola produksi usaha tani, pola tanam, dan informasi mengenai indikasi sasaran dan objektif setiap pemangku kepentingan; dan 3. program dan skenario pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya lahan dan air, dalam hal ini setiap pemangku kepentingan memiliki peta dasar yang sama dan juga ‘memiliki informasi mengenai GIS/LIS yang ada. Dalam pengumpulan data dan informasi mengenai potensi sumber daya dan semua aspek teknologi yang terkait, data dasar sosial-ckonomi dan budaya, data dasar sarana dan prasarana dilakukan dengan partisipasi semua pemangku kepentingan. Tanpa partisipasi maka proses pengumpulan data dasar ini dan simulasi analisis “Multiple goal” hanya berupa pekerjaan ilmiah saa. KERANGKA PERENCANAAN TATA GUNA DAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN Pada tahap pertama partisipasi para pemangku kepentingan terjadi pada keputusan aparat pelayanan publik tentang perencanaan tata ruang, dan memulai pendekatan secara terintegrasi perencanaan pengelolaan sumber daya lahan dan air. Pada tahap kedua partisipasi para pemangku kepentingan pada saat kontak antara perencana dan pemangku kepentingan selama proses pengumpulan informasi pengelolaan sumber daya lahan dan air yaitu saat survei, wawancara, dan sosialisasi program. Komunikasi intensifdilakukan pada saat sosialisasi hail analisis dan penetapan rencana tata guna lahan dan tata ruang harus dilakukan, Dalam tahap ini, semua potensi konflik ddimusyawarahkan bersama semua pemangku kepentingan. Konsensus hendaknya dicapai agar program tata guna dan pengelolaan sumber daya ini dapat memberikan manfaat sebesat-besarnya bagi semua pemangku kepentingan, Kelembagaan Pengelolaan Sumber Daya Lahan dan Air agaan Pengel vy Berbagai peraturan perundang-undangan tidak bermakna tanpa disertai_ oleh kemampuan kelembagaan pelaksananya. Dari beberapa pengalaman, bentuk kelembagaan dalam pengelolaan sumber daya alam dapat dikemukakan sebagai berikut (FAO, 1995: Planning for Sustainable Use of Land Resources): 1. Komisi Nasional Perencanaan Sumber Daya Alam Kelembagaan ini adalah antar-Kementerian/Departemen, merupakan kelembagaan, yang tetap bersifat teknis dan dipimpin olch pejabac publik senior yang memiliki integritas tinggi. Keputusan yang dihasilkan oleh komisi ini berupa rekomendasi ‘kepada sidang kabinet dan badan lainnya untuk dilaksanakan. Dengan demikian, komisi ini harus memiliki kemampuan teknis tinggi, akses terhadap sumber daya alam, dan otoritas yang tinggi. Di Indonesia ada Keputusan Presiden No. 4 Tahun 2009 ‘Tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN). Badan ini berada di bbawah dan bertanggung jawab kepada presiden. BKPRN bertugas menyusun kebijakan penataan ruang nasional, melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi berbagai kebijakan penataan ruang, melaksanaan pembinaan, dan meningkatkan kapasitas kelembagaan, pelaksana penataan ruang. BKPRN diketuai olch Menko Perekonomian, dengan wakil ketua Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Dalam Negeri, dan sckretaris Menteri Negara Perencanaan Nasional/Kepala BAPPENAS. Anggota terdiri dari ‘menteri menteri yang bertanggung jawab mengenai sumber daya alam dan air, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional. Untuk memperkuat BKPRN ini dibentuk pula Tim Pelaksana dengan ketua Menteri Pekerjaan Umum, dengan sekretaris Direktur Jenderal Penaraan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum, disertai anggota Direkcur Jenderal berbagai Kementerian yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan sumber daya alam, 24 KERANGKA PERENCANAAN TATA GUNA DAN PENGELOLAAN LAMAN PERTANIAN Salah satukelemahan kelembagaan BKPRN iniadalah karena paraanggotakelembagaan ini terdiri dari para menteri dan kepala badan dan direkrur jenderal, sehingga mereka tetap lebih mementingkan pekerjaan dalam kementeriannya. Efektivitas BKPRN selama ini belum jelas, karena masih selalu ada perbedaan kepentingan antara berbagai kementerian dalam pengelolaan sumber daya, misalnya masalah pertambangan dalam kkawasan hutan lindung, atau pengembangan perkebunan di hutan lindung, dan pengembangan perkebunan di hutan lindung, dan pengembangan perkebunan yang mengokupasi kawasan wilayah hukum adat. Seharusnya, keanggotaan BKPRN ini cerdiri dari enaga-tenaga profesional sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara profesional. Kelembagaan seperti BKPRN harus memiliki otoritas yang memadai. Di samping itu, anggota BKPRN ini juga dari unsur masyarakat. Komisi Konservasi Sumber Daya Alam Badan ini merupakan kelembagean yang independen dan memiliki kekuasaan (otoritas) dalam penegakan peraturan perundang-undangan mengenai konservasi sumber daya alam nasional, Di Indonesia, kelembagaan yang memiliki wewenang dan tanggung jawab mengenai pengendalian lingkungan hidup dan pengendalian pengelolaan pemanfaatan sumber daya alam dituangkan dalam Undang Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kelembagaan yang. memiliki wewenang dan tanggung jawab mengenai pelaksanaan undang-undang ini adalah Kementerian Lingkungan Hidup. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hhidup difokuskan pada pengendalian dan monizoring serta evaluasi pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Dengan demikian, pengelolzan sumber daya alam harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga tidak berdampak negatif pada lingkungan hidup dan dapat menjamin keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam ini, sedangkan pelaksanaan konservasi sumber daya alam dilaksanakan oleh sekcor terkait. Kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup adalah pada monitoring, evaluasi, dan pengendalian dampak lingkungan dari berbagai program pembangunan sekcor, sedangkan pelaksanaan konservasi sumber daya alam menjadi tanggung jawab dan wewenang Kementrian Sektoral. Konservasi di bidang kehutanan tetap menjadi tanggung jawab dan wewenang Kementerian Kehutanan, demikian juga dengan wewenang dan tanggung jawab konservasi lahan pertanian menjadi tanggung jawab dan wewenang Kementerian Pertanian, dan wewenang dan tanggung jawab konservasi sumber daya kelautan dan perikanan di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian dan Departemen yang Bertanggung Jawab pada Pengelolan Sumber Daya Dalam kerangka pengelolaan sumber daya alam dan penataan ruang, Kemen Scktoral bertanggung jawab dalam penyediaan informasi, memberikan rekomendasi, KERANGKA PERENCANAAN TATA GUNA DAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN dan mengimplementasi kebijaksanaan pengelolaan sumber daya secara berkelanjutan. Kelemahan koordinasi dan bias-sektoral menyebabkan efisensi rendah. Kementerian Kehutanan memiliki Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan yang bertanggung jawab dalam perencanaan tata guna dan tata ruang kehutanan, Kementerian Pekerjaan Umum memiliki Direktorat Jenderal Penataan Ruang. Pada Kementerian Pertanian tidak ada unit kerja yang bertanggung jawab dan memiliki kewenangan dalam penataan ruang pertanian. Di samping itu, ada Badan Pertanahan Nasional yang juga memiliki kewenangan dan mengelola informasi pertanahan dan memberikan izin pengelolaan lahan. 4, Kelembagaan tingkat Regional Dalam pengelolaan sumber daya dan tata ruang wilayah, fungsi kelembagaan penataan ruang dan pengelolaan sumber daya adalah mengidentifikasi priortas, mengalokasikan sumber daya, menyiapkan perencanaan tingkat subnasional atau regional/wilayah, melakukan monitoring pelaksanaan, dan menyiapkan perundang- undangan wilayah konsisten dengan perundang-undangan nasional. Kelembagaan wilayah juga bertanggung jawab dalam menyiapkan perencanaan jangka panjang dan pewilayahan penataan ruang dan pengelolaan sumber daya dalam wilayahnya. Ditingkacregional,tidakada badan koordinasi penataan ruang, Dalam pelaksanaannya, penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota diserahkan kepada pemerintahan, daerah provinsi dan pemerintahan kabupaten/kora untuk menetapkan kelembagaan yang bertanggung jawab dan berwenang menetapkan rencana tata ruang wilayah ‘masing-masing. Penetapan tersebut harus didasarkan pada standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Peran Masyarakat dalam Tata Ruang dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Pemerintah mengeluarkan PP No. 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara eran Masyarakat dalam Penataan Ruang. Peran masyarakat mencakup tahap perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Bentuk peran masyarakat dalam perencanaan mencakup memberikan masukan dalam. penyusunan kebijakan, memberikan masukan dalam inventarisasi porensi, dan perumusan konsepsi tata ruang. Dalam fase perencanaan ini, pemerintah harus melibatkan masyarakat secara aktif. eran masyarakat dalam pemanfaatan tata ruang mencakup memberikan masukan, ‘mengenai pemanfaatan, bekerja sama dengan pemerintah, pemerintah daerah, dan semua unsur pemangku kepentingan dalam penataan ruang. Kegiatan pemanfaatan ruang yang. sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Masyarakat juga berperan dalam meningkackan efektivitas dan efisiensi pemanfaatan ruang, 25 vee KERANGKA PERENCANAAN TATA GUNA DAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN Dalam PP ini juga diatur tata cara peran masyarakat dalam perencanaan penataan dan pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. PP ini jelas mengemukakan bbahwa peran masyarakat ini dimaksudkan dalam upaya pemanfaatan sumber daya alam bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat UUD 1945 dan UU PA 1960. Dalam PP ini juga diatur kewajiban, tugas, dan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah, Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan informasi dan menyediakan akses informasi mengenai proses dan penetapan penyusunan tata ruang dan pengelolaan sumber daya alam, melakukan sosialisasi, dan menyelenggarakan kegiatan untuk menerima masukan dari masyarakat. Apabila PP ini dilaksanakan dengan baik, setiap usaha penataan ruang dan pemanfaatan ruang harus dilakukan dengan partisipasi aktif masyarakat. Setiap pemanfaatan sumber daya alam harus diinformasikan kepada masyarakat, schingga mereka mendapatkan akses informasi potensi dan rencana pemanfaatan sumber daya alam. Dengan penyediaan informasi ini, masyarakat mendapat peluang yang sama dengan pemangku kepentingan Jainnya dalam upaya pemanfaatan ruang dan sumber daya alam. ada dasarnya, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur tata ruang dan pengelolaan sumber daya alam Indonesia diturunkan dari UUD 1945. Semuanya dengan jelas menyebutkan bahwa semua sumber daya alam Indonesia harus dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Tetapi, dalam pelaksanaannya di lapangan ‘mulai dari tingkat pemerintah, pemerintahan provinsi, dan pemerintahan kabupaten dan kota, terjadi sangat banyak penyimpangan. Masyarakat tidak diberi informasi dan tidak lagi diikutsertakan dalam pelaksanaan pembangunan. ‘Makna dari semua peraturan perundangan-undangan ini adalah dilaksanakannya keterbukaan dan memberikan akses yang sama (“level playing field’) yang merupakan kunci penataan pemerintahan yang baik dan terbuka (“good governance”). Selama ini, kelemahan pelaksanaan setiap peraturan perundang-undangan terletak pada tiadanya keterbukaan informasi bagi semua pemangku kepentingan. Yang selalu mendapatkan pelayanan adalah pial perusahaan swasta calon investor yang selalu mendapat informasi dan pelayanan yang baik bahkan diberikan beberapa keringanan usaha. Slama periode 1993-2003, lahan perkebunan kelapa sawit swasta meningkat seluas 2,04 juta hektar (Digjen Perkebuan 2011), sedangkan areal lahan kering rumah tangga pertanian seluruh Indonesia selama periode ini hanya bertambah seluas 760.000 hektar (BPS, Sensus Pertanian 1993 dan 2003). Data ini memperlihatkan tidak adanya “level playing field” dan “good governance” pengelolaan sumber daya lahan sebagaimana diamanatkan oleh UUPA 1960. KERANGKA PERENCANAAN TATA GUNA DAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN, Apabila dalam pembukaan perkebunan besar kelapa sawit yang saat ini mencapai lebih dari 4,5 jura hektar yang dikelola oleh beberapa perusahaan swasta besar dan asing dilakukan dengan pola PIR (80% untuk plasma, dan 20% untuk inti), Indonesia tidak perlu mengerahkan TKI/TKW keluar negeri. Mereka akan dapat bekerja di dalam negeri sebagai petani plasma. Tain HGU pada swasta besar dan asing diberikan dalam skala sangat luas, di mana satu perusahaan perkebunan kelapa sawit swasta asing ada yang mengelola 400.000~ 500,000 hhektar. Mereka mempekerjakan buruh, dengan upah sesuai atau di bawah UMR saja. ‘Apabila mereka bertindak sebagai petani plasma, pendapatan mereka akan naik tiga kali lipat. Karena pendapatan sebagai petani plasma akan terdiri dari nilai sewa lahan, nilai/ pendapatan sebagai pengelola kebun (manajemen), dan nilai pendapatan dari upah tenaga, kerja dalam keluarga, Pemberian HGU secara sangat luas kepada perusahaan swasta asing bertentangan dengan UUD 1945 dan UUPA 1960, di mana scharusnya pemanfaatan sumber daya Jahan dan air harus uncuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran masyarakat, bukan untuk kemakmuran segelintir orang, apalagi perusahaan asing, Untuk ini, mungkin diperlukan revolusi sosial agar mampu mengambil alih semua perusahaan swasta asing yang mengelola sumber daya alam Indonesia, dan membagikan aset perusahaan itu untuk dikelola oleh masyarakat kita senditisehingga tidak perlu jadi TKI/TKW yang sengsara dan. dijadikan budak di negeri orang atau kuli di negeri sendiri. Ini adalah refleksi partsipasi aktif masyarakat dalam tata ruang dan pemanfzatan sumber daya alam nasional. Penutup Perencanaan tata ruang penggunaan lahan memerlukan seperangkat data dasar yang mencakup: (a) karakceristk fisik, kimia, biologi, sumber daya genetika yang berada dalam lingkungan lahan, (b) budi daya dan sumber daya genetika yang berada di atas lahan saat ini, (c) kondisi sosial budaya masyarakat, (d) keberadaan hak ulayat masyarakat adat, (©) potensi ekonomi dan teknologi budi daya yang mungkin dikembangkan, (A) analisis masukan dan keluaran (“input/output ratio”), data sosial ekonomi budi daya pertanian saat ini dan alternatif pengembangan, dan (g) sosio-politik. Dalam upaya meningkatkan produksi guna kemandirian pangan_ berkelanjutan, pengembangan teknologi bukan sebagai subsitusi pengembangan lahan pertanian, akan tetapi merupakan komplemen. Tingkat penerapan teknologi oleh petani sudah dalam tingkat yang relatf tinggi. KERANGKA PERENCANAAN TATA GUNA DAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN. Beberapa hal yang menuncut perhatian dan hendaknya dilaksanakan adalah sebagai berikut. 1. Dilakukan pemetaan keberadaan hak ulayat masyarakac adat secara rinci dan diadministrasikan dengan baik. 2. Masyarakat adat harus diberi prioritas pemanfaatan lahan dan air yang secara turun- temurun telah mereka kelola sebagai sumber kchidupan, 3. Setiap pemangku kepentingan harus mempunyai informasi yang sama mengenai teknologi budi daya yang akan dikembangkan, 4, Setiap pemangku kepentingan harus mempunyai peluang/akses yang sama untuk dapat memanfaatkan sumber daya lahan (“level playing field”) yang ada. 5. Dalam perencanaan penataan ruang penggunaan lahan semua pemangku kepentingan hharus dilibatkan secara partisipatif dan aktif mulai tahap perencanaan, penetapan tata ruang, dan penetapan penggunaan sumber daya lahan dan air. 6. Semua peraturan perundangan mulai dari UUD 1945, UUPA 1960, dan berbagai undang-undang entangbudi dayadan kehutanan, serta UU Sumber Daya Airmengakeui hhak masyarakat hukum adat dan memberikan prioritas dalam memanfaatkannya, 7. Namun, dalam pelaksanaan pemberian berbagai Hak atas Tanah seperti HGU, misalnya, badan usaha/perusahaan mendapat prioritas dalam pemanfaatan lahan dan air. Dalam pemberian hak ini, karena kawasan hak ulayat hukum adat belum dipetakan, pemberian hak seperti HGU sering kali merampas hak masyarakat hukum adat. 8. Ada kecenderungan bahwa aparatur pemerintah melindungi pemegang HGU dan berusaha menggusur masyarakat hukum adat. Hal ini sering menyebabkan konflik. Misalnya hak masyarakat suku Anak Dalam di Jambi dan Riau diokupasi oleh pemegang HGU, sehingga masyarakat suku Anak Dalam ini kehilangan lingkungan hhidup mereka dan hidup terlantar. 9. Indonesia memiliki kelembagaan yang berperan menyinergikan dan mengoordinasikan berbagai sektor ekonomi dalam pemanfaatan sumber daya Iahan berupa Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) yang dibentuk dengan Keputusan Presiden No. 4 Tahun 2009. Akan tetapi, karena badan ini beranggotakan birokrasi pemerintahan dengan anggotanya yang terdiri dari para menteri baik di bidang ckonomi maupun hukum, dan dikecuai oleh Menteri Koordinator Perekonomian, cfektivitas kelembagaan ini sangat lemah. 10. Badan Koordinasi penataan ruang nasional ini sebaiknya beranggotakan para profesional multidisiplin ilmu yang berintegritas tinggi dan diberi kedudukan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden. + 28 KERANGKA PERENCANAAN TATA GUNA DAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN Daftar Pustaka BPS. 1994. Sensus Pertanian 1993: Analisis Profil Rumah Tangga Pertanian Indonesia Sensus Pertanian 1993 Seri H.0. Jakarta: BPS. BPS. 2004. Sensus Pertanian 2003. Angka Nasional Hasil Pendaftaran Rumah Tangga Sensus Pertanian 2003. Buku A3. Jakarta: BPS. Direktorat Jenderal Pertanian, Kemeterian Pertanian, Statistik Perkebunan Indonesia 2006 - 2008, dan 2009 - 2011. FAO, 2011. Data Base Online, FOODSTAT. FAO. 1995. Planning for Sustainable Use of Land Resources. FAO Rome. FAO. 1996. Guidelines For Land-Use Planning. FAO, Rome, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. 2008. Peta Tematik Kehutanan 2008. Kemeterian Pertanian Republik Indonesia. 2011. Data Dasar Pertanian (Online). Republik Indonesia, Undang-Undang No. 5 Tahun 1960, tentang Pokok Agraria 1960. + Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budi daya Pertanian, .»» Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, .» Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber daya Undang-Undang NO. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. .» Undang-Undang No. 26 Tahun 2006 tentang Penataan , Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan, . .» Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan ddan Pengelolaan Lingkungan Hidup. sss Peraturan Pemerintah NO 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional. +» Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Tata Ruang. _KERANGKA PERENCANAAN TATA GUNA DAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN. ++» Peraturan Pemerintah No. 68 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang. ---ssu» Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. , Kepurusan Presiden No, 4 Tahun 2004 tentang Badan al.

You might also like