Professional Documents
Culture Documents
A. PENDAHULUAN
Makhluk hidup terus mengembangkan struktur dan fungsinya yang kompleks, oleh
karena itu integrasi berbagai komponen dalam diri makhluk hidup menjadi penting sekali
bagi kelangsungan hidupnya. Integrasi ini dipengaruhi oleh dua sistem: (1) sistem saraf
pusat dan (2) sistem endokrin. Kedua sistem ini berhubungan secara embriologi
s,
anatomis, dan fungsional. Contohnya, banyak kelenjar endokrin juga berasal dar
i
neuroektodermal, yaitu lapisan embriologinal yang juga merupakan asal dari sistem saraf
pusat. Selain itu, terdapat hubungan anatomis antara sistem saraf pusat dan siste
m
endokrin, terutama melalui hipotalamus. Akibatnya, rangsangan yang mengganggu sistem
saraf pusat seringkali juga mengubah fungsi sistem endokrin. Sebaliknya, perubahan
fungsi sistem endokrin dapat berakibat pada fungsi SSP. Paduan kerja sama antara sistem
neuroendokrin membantu organisme memberikan reaksi maksimal terhadap rangsangan
internal dan eksternal.
Sistem
endokrin
terdiri
dari
kelenjar-kelenjar
yang
menyekresi
hormon
yan
g
membantu memelihara dan mengatur fungsi-fungsi vital seperti (1) respons terhadap stres
dan cedera, (2) pertumbuhan dan perkembangan, (3) reproduksi, (4) homeostasis ion, (5)
metabolisme energi, dan (6) respons kekebalan tubuh.
2.
3.
d
abnormal.
Selain itu, pasien yang memiliki penyakit sistemik dapat mengalami perubahan
metabolisme tiroksin dan fungsi tiroid.
Tiroksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam
sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tiroksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang
hiperaktif. Apapun sebabnya manifestasi klinisnya sama, karena efek ini disebabkan
ikatan T3 dengan reseptor T3-inti yang makin penuh. Rangsang oleh TSH atau TSH-like
substances (TSI,TSAb), autonomi intrinsik kelenjar menyebabkan tiroid meningkat,
terihat dari radioaktif neck-uptake turun. Sebaliknya pada destruksi kelenjar misalnya
karena radang, inflamasi, radiasi akan terjadi kerusakan sel hingga hormon ya
ng
tersimpan dalam folikel keluar masuk darah. Dapat pula karena pasien mengkonsumsi
hormon tiroid berlebihan.
yodium yang ditelan dalam bentuk iodida. Setelah ditelan per oral, iodida akan diabsorpsi
dari saluran cerna ke dalam darah. Seperlima dari iodida yang beredar di darah aka
n
digunakan oleh kelenjar tiroid sebagai bahan baku.
Tahap pertama pembuatan hormon tiroid dimulai disini, yakni pengangkutan iodida
dari darah ke dalam sel-sel dan folikel kelenjar tiroid. Iodida akan dipompakan secar
a
aktif oleh membran basal sel tiroid, kemampuan ini disebut iodide trapping. Pad
a
keadaan normal, kelenjar tiroid (pompa iodida) dapat memekatkan iodida 30 kali dari
konsentrasinya di dalam darah. Jika pompa menjadi sangat aktif, tingkat kepekatan dapat
meningkat menjadi 250 kali lipat. Faktor-faktor yang berperan pada kecepatan trapping
antara lain TSH (menaikkan kerja) dan hipofisektomi (mengurangi aktivitas pomp
a
iodida).
menyekresi molekul glikoprotein besar yang disebut tiroglobulin, dengan berat molekul
335.000, ke dalam folikel. Setiap molekul tiroglobulin mengandung 70 asam amin
o
tirosin, dan tiroglobulin merupakan substrat utama yang bergabung dengan iodida untuk
membentuk hormon tiroid. Hormon tiroksin dan triiodotironin dibentuk dari asam amino
tirosin, yang merupakan sisa bagian dari molekul tiroglobulin selama sintesis hormon
tiroid.
Oksidasi Ion Iodida. Awalnya, ion yodium berbentuk nascent iodine (I ) atau I3-.
Bentuk ion ini harus dioksidasi agar bisa berikatan dengan asam amino tirosin. Proses
oksidasi yodium tersebut ditingkatkan oleh enzim peroksidase dan penyertany
a
hidrogen peroksidase. Enzim peroksidase terletak di bagian apikal membran sel atau
melekat pada membran sel, sehinga menempatkan yodium yang teroksidasi tadi di
dalam sel tepat pada molekul tiroglobulin mula-mula dikeluarkan dari alat golgi dan
melalui membran sel masuk ke dalam tempat penyimpanan koloid kelenjar tiroid.
Iodinasi
Tirosin,
molekul
tiroglobulin
Organifikasi
disebut
Tiroglobulin .
Pengikatan
organifikasi tiroglobulin.
iodium
Iodium
yang
dengan
sudah
teroksidasi akan berikatan langsung, meskipun sangat lambat, dengan asam amino
tirosin. Di dalam sel-sel tiroid, iodium yang teroksidasi itu berasosiasi dengan enzim
iodinase yang menyebabkan proses di atas dapat berlangsung selama beberapa detik
hingga menit. Dengan kecepatan yang sama dengan pelpasan tiroglobulin da
ri
aparatus Golgi, iodium akan berikatan dengan seperenam bagian dari asam amino
tirosin yang ada pada molekul tiroglobulin. Tirosin mula-mula diiodisasi menjadi
monoiodotirosin
dan
selanjutnya
menadi
diiodotirosin.
Selama
beberapa
ha
ri
berikutnya, makin banyak sisa diiodotirosin yang saling bergandengan (coupling)
satu sama lainnya. Reaksi ini disebut coupling reaction.
Hasil penggabungan satu molekul monoiodotirosin dengan satu molekul diiodotirosin
membentuk 3,5,3-Triyodotironin (T3). Sementara, jika dua diiodotirosin bergabung,
terbentuklah Tiroksin (T4). 93% dari hormon tiroid yang diproduksi adalah tiroksin, 7%
lainnya adalah triiodotironin. Namun, di jaringan, tiroksin akan dideionisasi menjadi
triiodotironin, yakni hormon tiroid utama yang dipakai jaringan (35 mikrogram digunakan
per harinya).
Kira-kira hanya dari total hasil iodinasi tiroglobulin yang menjadi tiroksin da
n
triiodotironin, selebihnya tetap menjadi diiodotirosin dan monoiodotirosin.
Penyimpanan
a
dilepaskan ke sel. Iodin yang dilepaskan ini menjadi bahan baku tambahan bagi sel untuk
membuat hormon baru.
Pengangkutan ke Jaringan
Protein Plasma. 99% hormon tiroid berikatan dengan protein plasma yang disintesis
hati. Hormon-hormon tersebut terutama berikatan dengan globulin pengikat-tiroksin
(TBG), namun ada juga yang berikatan dengan albumin serta prealbumin pengikattiroksin (TBP).
Jaringan. Protein plasma memiliki afinitas yang sangat tinggi terhadap hormon
tiroid. Akibatnya, hormon tiroid, khususnya tiroksin, sangat lambat dilepas ke jaringan.
Setiap enam hari, setengah dari jumlah tiroksin di darah dilepaskan ke jaringan, sementara
triiodotironin cukup dalam 1 hari saja. Sewaktu memasuki sel, hormon tiroid berikatan
dengan protein intrasel, tiroksin sekali lagi berikatan lebih kuat daripada triiodotironin.
Hormon-hormon di atas memiliki onset yang lambat dan masa kerja yang lam
a.
Setelah penyuntikan dosis besar tiroksin, misalnya, efek metabolisme belum muncul
dalam 2-3 hari pertama. Namun, ketika tiroksin sudah beraktivitas, akan terj
adi
progresivitas yang sangat tinggi, dan mencapai puncak hingga 10-12 hari. Aktivita
s
hormon kemudian akan menurun setelah 15 hari, namun tetap bertahan selama kira-kira
1,5-2 bulan.
Triyodotironin lebih cepat berespon dibanding tirosin, dengan periode laten 6-12 jam
pertama penyuntikan. Aktivitas selular maksimum akan didapatkan pada 2-3 hari. Periode
laten ini terjadi akibat ikatan yang kuat antara hormon dengan protein intrasel.
Fungsi Fisiologis Hormon Tiroid
Transkripsi Gen. Hormon tiroid merangsang transkripsi inti sejumlah gen, sehingga
akan terjadi sintesis protein yang berpengaruh terhadap aktivitas fungsional tubu
h.
Namun, sebelum bekerja pada gen, kebanyakan tiroksin dikonversi terlebih dahul
u
menjadi triiodotironin. Reseptor hormon tiroid intrasel mempunyai afinitas yang tinggi
terhadap triiodotironin, sehingga lebih dari 90% molekul hormon tiroid yang aka
n
berikatan dengan reseptor adaah triiodotironin.
Aktivasi Reseptor Inti Sel. Reseptor hormon tiroid melekat pada DNA. Reseptor
ini biasanya membentuk heterodimer dengan reseptor retinoid X (RXR) atau elemen
respons
hormon
tiroid
yang
spesifik
pada
DNA.
Hal
ini
akan
menyebabk
an
peningkatan atau penurunan transkripsi gen yang menimbulkan pembentukan protein.
Sintesis
ke pertumbuhan,
perkembangan SS
P,
kardiovaskular (meningkatnya curah jantung, aliran darah, frekuensi, kekuatan jantung,
irama pernapasan), atau peningkatan metabolisme (meningkatnya kerja mitokondria,
+
penggunaan
makanan
sebagai
energi
juga
sangat
meningkat.
Dala
m
metabolisme
protein,
selain
meningkatkan
sintesis,
kecepatan
katabolisme
ju
ga
dipercepat. Selain itu, hormon ini juga berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuha,
eksitasi proses mental, bahkan aktivitas kelenjar endokrin lain.
Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid
TSH. TSH dari hipofisis anterior meningkatkan sekresi tiroid. Efeknya antara lain
meningkatkan
proteolisis
tiroglobulin,
meningkatkan
aktivitas
pompa
yodium,
meningkatkan iodinasi tirosin, meningkatkan ukuran dan aktivitas sekretorik sel-sel tiroid,
serta meningkatkan jumlah sel-sel tiroid. Namun, efek awal yang paling penting adalah
proteolisis tiroglobulin, sehingga, dengan dilepaskannya TSH, akan dilepaskan pula
tiroksin dan triodotironin ke aliran darah. Efek ini perlu waktu berjam-jam hingga berharihari.
Siklik
Adenosin
Monofosfat
dalam efek perangsangan TSH. Efek dari sistem cAMP ini adalah bervariasinya respons
sel-sel tiroid yang ditangsang TSH. Awalnya, terjadi pengikatan TSH dengan reseptor
spesifik TSH di basal membran sel. Ikatan ini mengaktifkan adenilil siklase ya
ng
meningkatkan pembentukan cAMP. Molekul tersebut kemudian mengaktifkan protein
kinase yang digunakan untuk fosforilasi di seluruh sel.
Pengaturan
Sekresi
yang mempengaruhi kelenjar hipofisis anterior untuk mengeluarkan TSH. Harus ada
aliran darah porta yang menghubungkan hipotalamus dengan hipofisis, jika tidak, TRH
tidak bisa sampai ke hipofisis untuk merangsang pengeluaran TSH.
Awalnya,
terjadi
pengikatan
TRH
di
dalam
membran
hipofisis.
Ikatan
ini
mengaktifkan sistem caraka kedua fosfolipase di hipofisis, sehingga terbentuk fosfolipase
C, diikuti dengan produksi caraka kedua lain seperti ion kalsium dan diasil gliserol.
Efek Umpan Balik. Umpan balik negatif untuk kontrol sekresi TSH adalah adanya
peningkatan konsentrasi hormon tiroid di cairan tubuh. Bila kecepatan sekresi tiroi
d
meningkat hingga 1,75 kali normal, kecepatan TSH dapat menurun hingga nol. Meskipun
hipofisis anterior dipisahkan dari hipotalamus, efek umpan balik negatif tetap bekerja.
Sehingga, selain berpengaruh terhadap sekresi TRH pada hipotalamus, efek umpan balik
negatif juga diperkirakan bekerja langsung ke hipofisis anterior.
C. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi hipertiroidisme pada praktek umum adalah 25 30 kasus dalam 10.000
wanita , sedangkan di rumah sakit didapatkan 3 kasus dalam 10.000 pasien. Di Amerika
Serikat 3 kasus dalam 10.000 wanita. Prevelensi hipertiroidisme 10 kali lebih sering pada
wanita dibanding pria.
D. ETIOLOGI
Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit graves, suatu penyakit
tiroid autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk menghasilkan hormon yang
berlebihan.
Penyebab hipertiroid lainnya yang jarang selain penyakit graves adalah:
1.
2.
3.
4.
Tumor sel benih, misal karsinoma (yang kadang dapat menghasilkan bahan
mirip-TSH) atau teratoma (yang mengandung jarian tiroid fungsional)
5.
Tiroiditis
(baik
tipe
subkutan
maupun
hashimato)
pat
berhubungan dengan hipertiroid sementara pada fase awal.
yang
keduanya
da
E. KLASIFIKASI
Terdapat 2 tipe hipertiroidisme spontan yang paling sering ditemukan,yakni :
Penyakit Graves
Pada tahun 1835, Robert Graves melaporkan pengamatannya pada suatu penyakit
yang ditandai dengan palpitasi yang lama dan hebat pada perempuan disert
ai
pembesaran
kelenjar
tiroid.
Penyakit
Graves
adalah
penyebab
tersering
Oftalmopati
infiltrative
yang
menyebabkan
eksoftalmos
terjadi
pada
hamper 40 % pasien.
o
Penyakit Graves timbul terutama pada orang dewasa muda, dengan insiden puncak
antara usia 20-40 tahun. Perempuan terkena tujuh kali lebih sering daripada laki-laki.
Peningkatan insiden penyakit graves sering ditemukan pada keluarga dari pasien
dengan angka concordance 50% pada kembar identik. Timbulnya penyakit i
ni
berkaitan dengan pewarisan antigen leukosit manusia (HLA)-DR3
Patogenesis Penyakit Graves adalah suatu penyakit otoimun yang biasanya ditandai
oleh produksi otoantibodi yang memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar tiroi
d.
Otoantibodi IgG ini, yang disebut immunooglobulin perangsang tiroid (thyroid
stimulating
immunoglobulin),
meningkatkan
pembentukan
HT,
tetapi
tidak
mengalami umpan balik negatif dari kadar HT yang tinggi. Kadar TSH dan TR
H
rendah karena keduanya berespons terhadap peningkatan kadar HT. Penyeba
b
penyakit Grave tidak diketahui, namun tampaknya terdapat predisposisi genetik
terhadap penyakit otoimun, Yang paling sering terkena adalah wanita berusia antara
20an sampai 40an. Terdapat predisposisi familial terhadap penyakit ini dan sering
berkaitan dengan bentuk-bentuk endokrinopati autoimun lainnya. Pada penyakit
graves terdapat 2 kelompok gambaran utama yakni tiroidal dan ekstratiroidal dan
keduanya mungkin tidak tampak.
proses metabolisme tubuh sehingga disertai oleh peningkatan TRH dan TSH. Apabila
kebutuhan akan hormon tiroid berkurang, ukuran kelenjar tiroid biasanya kembali ke
normal. Kadang-kadang terjadi perubahan yang ireversibel dan kelenjar tidak dapat
mengecil. Kelenjar yang membesar tersebut dapat, walaupun tidak selalu, teta
p
memproduksi HT dalm jumlah berlebihan. Apabila individu yang bersangkutan tetap
mengalami hipertiroidisme, maka keadaan ini disebut gondok nodular toksik. Dapat
terjadi adenoma, hipofisis sel-sel penghasil TSH atau penyakit hipotalamus,walaupun
jarang. Goiter Nodular toksik paling sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai
komplikasi goiter nodular kronik.
F. PATOGENESIS
Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pad
a
kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari
ukuran normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel
ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali dibandingkan
dengan pembesaran kelenjar. Juga,
setiap
a
beberapa kali lipat dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal.
Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yan
menyerupai TSH, Biasanya bahan bahan ini adalah antibodi immunoglobulin yang
disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor
membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan bahan terseb
ut
merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme.
Karena itu pada pasien hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi
TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar
tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam.
Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan
pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid dipaksa mensekresikan hormon hingga diluar
batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroi
d
membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk
akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme
tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang ini
,
Konsitusi
kulit
pasien
tiroksikosis
cenderung
lunak,hangat,
dan
kemerahan ; pasien sering tidak tahan panas dan banyak berkeringat. Peningkatan
aktivitas simpatis dan hipermetabolisme menyebabkan penurunan berat walaupun
nafsu makan meningkat.
Saluran cerna : stimulasi usus menyebabkan hipermotilitas, malabsorpsi dan diare
Jantung : palpitasi dan takikardi sering terjadi; pasien lanjut usia dapat mengalami
gagal jantung kongestif akibat bertambah parahnya penyakit jantung yang sudah
ada
Neuromuskular : pasien sering mengalami kecemasan, tremor, dan iritabilitas.
Hampir 50% mengalami kelemahan otot proksimal (miopati tiroid)
Manifestasi mata : tatapan yang lebar dan melotot serta kelopak mata membuka
akibat stimulasi berlebihan saraf simpatis terhadap otot levator palpebra superior.
Namun, oftalmopati tiroid sejati yang disertai dengan proptosis adalah gambaran
yang hanya ditemukan pada penyakit graves.
H. GAMBARAN KLINIS
H.1 Penyakit Graves
a.
Kebanyakan wanita
b.
c.
d.
Gemetar
e.
f.
g.
Kulit lembab
h.
b.
mudah lelah
c.
c.
d.
Aritmia
e.
Gagal jantung
Pemeriksaan fisis :
I.
a.
b.
c.
d.
DIAGNOSIS
Diagnosis Hipertiroidisme didasarkan pada gambaran klinis dan data laboratorium.
Pengukuran konsentrasi TSH dengan menggunakan pemeriksaan TSH yang sensitive
merupakan satu-satunya uji penapisan yang paling bermanfaat untuk hipertiroidisme
karena kadar TSH menurun, bahkan pada stadium paling awal, saat penyakit mungkin
masih
subklinis.
Pada
kasus
hipertiroidisme
terkait
hipofisis
atau
hypothalam
us
(sekunder) yang jarang, kadar TSH normal atau meningkat. Kadar TSH yang renda
h
biasanya dipastikan dengan pengukuran T4 bebas, yang diperkirakan meningkat. Kadang
ditemukan pasien yang hipertiroidismenya terutama disebabkan oleh peningkatan kadar
T3 dalam darah (toksikosis T3). Tanda-tanda vital (suhu, nadi, laju pernafasan, tekanan
darah) menunjukkan peningkatan denyut jantung. Tekanan darah sistolik bisa meningkat.
Pemeriksaan fisik bisa menunjukkan adanya pembesaran kelenjar tiroid atau gondok.
J.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
T3 atau FT3
TSH RAb
Kadar leukosit
Tiroid scan
Foto thorax
EKG
K. PENATALAKSANAAN
Konservatif
Tata laksana penyakit Graves
1.
Obat Anti-Tiroid. Obat ini menghambat produksi hormon tiroid. Jika dos
is
berlebih, pasien mengalami gejala hipotiroidisme.Pengobatan jangka panjang
dengan obat-obat antitiroid seperti PTU atau methimazol, yang diberikan paling
sedikit selama 1 tahun. Obat-obat ini menyekat sintesis dan pelepasan tiroksin.
2.
Penyekat
beta
seperti
propranolol
diberikan
bersamaan
dengan
obat-
obat
antitiroid. Karena manifestasi klinis hipertiroidisme adalah akibat dari pengaktifan
simpatis yang dirangsang oleh hormon tiroid, maka manifestasi klinis tersebut
akan berkurang dengan pemberian penyekat beta; penyekat beta manurunkan
takikardia,
kegelisahan
dan
berkeringat
yang
berlebihan.
Propranolol
jug
a
menghambat perubahan tiroksin perifer menjadi triiodotironin.
Indikasi :
1.
Mendapat remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien muda
dengan struma ringan sedang dan tiroktosikosis
2.
u
sesudah pengobatan yodium radioaktif
3.
3.
Persiapan tiroidektomi
4.
5.
Krisis tiroid
n
menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian anti tiroid. Propanolol dosis 40200 mg dalam 4 dosis pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-8 minggu.
Setelah eutiroid, pemantauan setiap 3-6 bulan sekali: memantau gejala dan tanda
klinis, serta Lab.FT4/T4/T3 dan TSHs. Setelah tercapai eutiroid, obat anti tiroid
dikurangi dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan
keadaan eutiroid selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan, dan
dinilai apakah tejadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun ob
at
antitiroid di hentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun kemudian
hari dapat tetap eutiroid atau terjadi kolaps. Lama terapi dengan obatobat
antitiroid pada penyakit Graves cukup bervariasi dan dapat berkisar dari 6 bulan
sampai
20
tahun.
Remisi
yang
dipertahankan
dapat
diramalkan
deng
an
karakteristik sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Jika kelenjar tiroid kembali secara normal bisa disupresi setelah pemberian
liotironin.
Surgical
Radioaktif iodine, Tindakan ini adalah untuk memusnahkan kelenjar tiroid
yang hiperaktif, kontraindikasi untuk anak-anak dan wanita hamil.
Indikasi : pasien berusia > 35 tahun, hipertiroidisme yang kambu setela
h
dioperasi, gagal mencapai remisi setelah pemberian obat antitiroid, tida
k
mampu atau ridak mau berbat antitiroid, adenoma toksik, strauma multinodosa
toksik.
ap
antitiroid, wanita hamil trimester kedua yang memerlukan obat dosis tinggi,
alergi terhadap obat antitiroid, dan tidak dapat menerima yodium radioaktif,
adenoma toksik, strauma multinodosa toksik, graves yang berhubungan dengan
satu atau lebih nodul.
L. KOMPLIKASI
M. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat = 10-15%
N. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Differential Diagnosis
Hipertiroidisme Primer
Manifestasi Klinis
Penyakit
ik,
graves,
Strauma
adenoma
toksik,
metastasis
multinodosa
karsinoma
toks
tir
oid
Tiroksikositosis
hipertiroidisme
Hipertiroidisme sekunder
n
Adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, syndrom
e
resistensi
esi
hormone
tiroid,
tumor
yang
mensekr
DAFTAR PUSTAKA
1.
.
2.
Sherwood, Lauralee. Sistem endokrin. Dalam : Fisiologi manusia dari sel ke siste
m
edisi 2. Jakarta : EGC. 2001. Hal 644.
3.
y,
Rianto. Nafrialdi. Farmakologi dan terapi edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit UI. 2008.
Hal 551-554.
4.
5.
Robbins. Buku ajar Patologi. Edisi ketujuh. Volume 2. Jakarta : EGC. Hal 811.
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Rosiah
Umur
: 30 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
Alamat
: Banjar Sari
Status Perkawinan
: Kawin
Tanggal Masuk RS
: 19 Maret 2014
Keluhan Utama
: Sesak napas
Keluhan Tambahan
Pemeriksaan fisik:
-
SS/ CM
2
BB = 42 kg; TB = 155cm; IMT = 17,5 kg/m
Tanda vital:
TD: 150/80 mmHg
N: 120x/menit P: 24x/menit
S:36,5 C
- Kepala
: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, bibir tidak
sianosis,
mata tampak exophtalmus (dirasakan sejak 2009)
-
Leher
menelan
dengan resistensi padat kenyal, dan terjadi sedikit pembesaran kelenjar.
JVP 5+3cm H2O
-
Thoraks
Inspeksi
Palpasi
:
: simetris kiri dan kanan, ikut gerak napas, bentuk normochest
: tidak ditemukan massa tumor dan nyeri tekan, vokal fremitus sa
ma
kanan dan kiri
Perkusi
: sonor kedua lapangan paru, batas paru hepar sela iga VI anterior
dextra.
Auskultasi
: bunyi pernapasan vesikuler, Rhonki (-) Wheezing (-)
-
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
:
: Ictus cordis tampak pada sela iga Vgaris midclavicula sinistra
: Ictus cords teraba pada sela iga V garis midclavicula sinistra
: Batas jantung atas : sela iga III garis sternal sinistra
Batas jantung kanan : sela iga IV garis parasternal dextra
Batas jantung kiri : sela iga V sebelah kanan garis axilla anterior
: Bunyi jantung I/II irreguler, murmur (-), gallop (+)
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
:
:
:
:
:
Ekstremitas :
Edema ekstremitas inferior +/+
Diagnosis Sementara:
-
ADHF
Suspek Hipertiroid
Penatalaksanaan Awal:
Rencana Pemeriksaan:
-
Pemeriksaan Laboratorium:
Tanggal 20 Maret 2014 :
Hb
: 10,3 gr/dl
GDS
: 100 mg/dl
LED
: 9 mm/jam
Natrium
: 138 mmo/L
Leukosit
: 5800/ul
Kalium
: 3,1 mmo/L
Calsium
: 7,2 mg/dl
Trombosit : 231.000/ul
Clorida
: 105 mmo/L
Ureum
: 8 mg/dl
Creatinin
: 0,4 mg/dl
Follow up
Tanggal
19/3/2014
Perjalanan Penyakit
Instruksi Dokter
Perawatan Hari I
-
bengkak (+)
N :120 x/m
O : SS/ CM
P : 28 x/m
S : 36,6 C
Kepala
Anemis
-/-,
ikterus -/-
eksoftalmus (+)
Thorax :
BP : Vesikuler, BT : Rh -/Wh -/-
IVFD RL
20tpm
- O2 2 ltr/menit
PTU 100mg 3x1
Captopril 6,25 mg
2x1
Furosemid 40 mg
1x1
- Propanolol 1x1
- Digoxin 2x1/2
datar
ikut
gerap
na
pas,
Peristaltik (+) kesan normal
Ext : edema ekstremitas inferior (+/
+)
Hasil EKG:
-
Atrial Fibrilasi
- VES
A : ADHF + susp. Hipertiroid ec
Grave disease
20/03/2014
Perawatan Hari II
S : jantung berdebar (+)
TD:130/70 mmHg
N :76 x/m
O : SP: SS/CM
Diet TKTP
IVFD NaCl 0,9%
20tpm
PTU 100mg 3x1
P : 24 x/m
S : 36,1o C
T3 : 7,4 mmol/l
Eksoftalmus (+)
Rh : -+-/---
Wh : -/-
S:T:120/80 mmHg
O : SP: SS/CM
N :76 x/m
P : 24 x/m
S : 36,4 C
Rh : -/-
Wh : -/-
Gallop (+)
A : ADHF + Graves Disease
IVFD RL
20tpm
PTU 100mg 3x1
Captopril 6,25 mg
2x1
Furosemid 40 mg
1x1
Propanolol 1x1
Digoxin 2x1/2
IVFD RL
20tpm
PTU 100mg 3x1
Captopril 6,25 mg
2x1
Furosemid 40 mg
1x1
Propanolol 1x1
Digoxin 2x1/2
RESUME
Seorang perempuan, 30 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan utama sesak napas. Sesak
napas dialami sejak 1 minggu SMRS, memberat 4 hari SMRS, diperberat oleh aktifitas.
Sesak napas biasanya berkurang dengan beristirahat. Pasien cepat merasa lelah, berdebardebar, tangan terasa gemetar, dan sering berkeringat. Sesak nafas disertai dengan nyeri dada
seperti ditimpa beban yang berat. Selain itu kedua kaki pasien juga dirasakan bengkak sejak
sakit ini. Keluarga pasien mengatakan pasien nampak mengalami penurunan berat badan.
Riwayat penyakit gondok racun (-), riwayat penyakit jantung (-), riwayat HT (-)
Pada pemeriksaan fisik, berdasarkan perhitungan index massa tubuh (IMT) pasien
digolongkan gizi kurang, exophtalmus (+) sejak 2009, didapatkan massa tumor di regio colli
anterior, ikut gerakan menelan dengan konsistensi padat kenyal, dan terjadi sedikit
pembesaran kelenjar. Pada fisis jantung ditemukan kardiomegali dengan CTR 62% juga suara
tambahan jantung gallop (+). Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis, dan hasil
laboratorium, pasien didiagnosis ADHF + susp. Hipertiroid ec Graves disease.
DISKUSI
Keluhan utama pasien diatas merupakan sesak napas sejak 1 minggu SMRS dan
memberat sejak 4 hari SMRS. Sesak napas disertai dengan nyeri dada terutama saat
beraktitas. Nyeri dada terasa seperti ditimpa beban berat dan berkurang bila beristirahat.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, didapatkan JVP meningkat. Pada perkusi, batas
jantung kiri bergeser ke ICS V sebelah kanan linea axilla anterior dan batas jantung kanan
berada pada ICS IV linea parasternalis dextra. Selain itu didapatkan suara tambahan gallop
pada auskultasi jantung. Kedua kaki pasien juga mengalami pitting oedem. Pada
pemeriksaan EKG didapatkan atrial fibrilasi. Dan Ro Thorax menunjukkan kardiomegali
dengan CTR 62%.
Selain itu pasien juga mengeluh jantungnya sering berdebar kencang meskipun
sedang tidak dalam keadaan kaget atau gugup, sering berkeringat dan merasa tubuhnya
panas, pasien mengaku banyak makan namun tidak merasakan berat badannya bertambah,
keluarga pasien mengatakan bahwa pasien terlihat mengalami penurunan berat badan.
Keluhan ini sudah dirasakan pasien kurang lebih 5 tahun SMRS. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan mata eksoftalmus (+/+). Dilakukan pemeriksaan T3, T4 dan TSH dengan hasil
patologis hipertiroid.
Penyebab
tersering
dari
hipertiroidisme
adalah
graves
disease,
suatu
penyak
it
autoimun, yakni tubuh secara berlebihan
membentuk thyroid-stimulating
immunoglobulin (TSI), suatu antibodi yang sasarannya adalah reseptor TSH di sel tiroid.
TSI merangsang sekresi dan pertumbuhan tiroid dengan cara yang serupa yang dilakukan
oleh TSH. Namun tidak seperti TSH, TSI tidak dipengaruhi oleh inhibisi umpan bali
k
negatif oleh hormon tiroid, sehingga sekresi dan pertumbuhan hormon tiroid ter
us
berlangsung. Graves disease ini paling banyak ditemukan pada wanita usia 20-30 tahun
karena epitope ekstra selular TSHR homolog dengan reseptor LH dan homolog dengan
fragmen pada reseptor FSH, maka terjadi modulasi respon imun estrogen.
Graves disease merupakan penyebab tersering kondisi hipertiroid, dimana
hipertiroid merupakan kondisi dimana hormon
T3 dan T4
diproduksi secara
berlebihan. Hormon-hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan
dan metabolisme energi. Ketika hormon tiroid diproduksi berlebih, maka laju
metabolisme
basal akan meningkat, menyebabkan pasien
merasa
cepat lelah
dan sering berkeringat. Selain meningkatkan laju metabolisme basal, kelebihan
hormon
tiroid juga akan
menyebabkan pengaktifan simpatis yang berlebihan,
yang mendasari keluhan pasien yaitu palpitasi dan gemetar. Pengaktifan simpatis yang
berlebih dan peningkatan laju metabolisme basal tentunya akan menyebabkan banyaknya
katabolisme
yang
terjadi,
sehingga
pasien juga mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis, yaitu 8 kg dalam 1
bulan terakhir.