You are on page 1of 3

INGAT mati termasuk salah satu akhlak terpuji dan perilaku luhur lagi mulia.

Bagaimana
tidak, mengingat kematian bukan sekadar ingat dan tidak lupa, namun lebih dari itu
mengingat kematian berarti mempersiapkan bekal sebelum ajal datang.
Diriwayatkan dari Kumail bin Yizad, bahwa ia keluar dengan Ali Abi Thalib
radhiyallahu`anhu (ra.). Dalam perjalanan itu Ali menoleh ke kuburan lalu berkata, Wahai
penghuni tempat yang menyeramkan, wahai penghuni tempat penuh bala`, bagaimana kabar
kalian saat ini? Maukah kalian kuberitahu kabar dari kami: harta-harta kalian telah dibagibagi, anak-anak kalian telah menjadi yatim, dan istri kalian telah dinikahi oleh orang lain.
Kini, maukah kalian memberi tahu tentang kabar yang kalian miliki?
Kemudian Ali menoleh pada Kumail dan berkata, Wahai Kumail, seandainya mereka
diizinkan menjawab mereka akan mengatakan, Sebaik-baik bekal adalah takwa.
Ali menangis. Lantas, kembali berkata, Wahai Kumail, kuburan itu adalah kotak amal, dan
di kala kematian, kabar dari isi kotak amal itu akan menghampirimu. (Al Hasan bin Bisyr
Al-Aamidiy, Kanzul `Ummaal, Juz III, hal.697, Maktabah Syamilah).
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dun-ya dengan sanad dari Anas bin Malik, Rasulullah Shallahu
`alaihi wa sallam (SAW) bersabda: Perbanyaklah mengingat kematian, sebab ia mampu
membersihkan dosa-dosa, dan menjauhkan diri dari kesenangan duniawi.
Rasulullah SAW pernah ditanya oleh para sahabat tentang siapa orang-orang yang
beruntung. Maka Rasul menjawab, Orang yang paling banyak ingat mati, paling baik
dalam persiapan menyambut kematian. Merekalah orang-orang yang beruntung, dimana
mereka pergi (meninggal) dengan membawa kemuliaan di dunia dan akhirat. (HR. Ibnu
Majah (4259)
Sehebat apapun seseorang, segesit bagaimanapun ia berlari, tidak ada yang bisa lepas dari
jaring kematian. Di manapun, kapanpun, dan dalam keadaan bagaimanapun, kematian itu
pasti akan datang menyergap, baik dalam keadaan kita siap atau tidak, baik dalam keadaan
baik atau buruk, kematian adalah suatu kepastian.
Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa ta`la (SWT) berfirman,
Katakanlah: Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka Sesungguhnya
kematian itu akan menemui kamu. (QS. Al-Jumu`ah [62]: 08)
Cara Mengingat Mati
Ada banyak cara dan kiat untuk membuat kita selalu ingat mati. Beberapa di antaranya:
Pertama, berusaha sekuat tenang untuk mengingat kematian yang menimpa orang lain, entah
itu saudara, keluarga, atau siapa saja di antara manusia yang telah mendahului kita. Misalnya,
saat kita berjalan kemudian berpapasan dengan rombongan yang memanggul keranda
jenazah, di saat itulah kita berusaha mengingat kematian.
Atau saat tetangga kanan-kiri kita ada yang meninggal, kita juga berusaha mengingat
kematian dengan mengatakan dalam diri kita, Hari ini tetanggaku telah meninggal, mungkin
esok, lusa, atau beberapa hari lagi aku yang akan dipanggil oleh Allah SWT.

Hal demikian jika kita lakukan dengan sungguh-sungguh, akan membuat kita terhindar dari
pembicaraan yang tidak berguna kala bertakziah kepada keluaraga yang ditinggal mati
kerabatnya seperti yang sering kita perhatikan atau bahkan kita sendiri melakukannya.
Padahal Rasul pernah menegur beberapa orang yang berbicara tanpa guna. Beliau
mengatakan, Andaikata kalian banyak mengingat pemotong kenikmatan niscaya kalian
tidak banyak berbicara seperti ini, perbanyaklah mengingat pemotong kenikmatan. (HR.
Turmudzi (2648))
Kedua, setelah kita mengingat kematian itu sendiri, cobalah kita membayangkan bagaimana
sepi dan sunyinya alam kubur itu, tidak ada yang menemani di hari-hari yang dilalui. Suami
atau istri yang paling cinta sekalipun tidak ada yang sanggup menemani jika kita telah wafat,
terkubur dalam tumpukan debu dan tanah.
Diceritakan dari Abu Bakar Al-Isma`ili dengan sanandnya dari Usman bin Affan, bahwa
apabila mendengar cerita neraka, ia tidak menangis. Bila mendengar cerita kiamat, ia tidak
menangis. Namun, apabila mendengar cerita kubur, ia menangis.
Mengapa demikian, wahai Amirul Mukminin, tanya seseorang kepada beliau. Usman
menjawab, Apabila aku berada di neraka, aku tinggal bersama orang lain, pada hari kiamat
aku bersama orang lain, namun bila aku berada di kubur, aku hanya seorang diri. (Syeikh
Muhammad bin Abu Bakar Al-`Ushfuri, Syarh Al-Mawaa`idz Al-`Ushfuuriyyah, Jakarta: Dar
Al-Kutub Al-Islamiyah, hal. 28)
Kesendirian dan sepi senyapnya alam kubur dapat berubah menjadi kebahagiaan atau
kesengsaraan, tergantung amal kita selama hidup di dunia. Kuburan dapat menjadi lumbung
kebahagiaan atau menjadi sumber siksa dan sengsara. Kubur itu bisa merupakan salah satu
kebun surga atau salah satu parit neraka, sabda Nabi SAW. (HR. Turmudzi (2460))
Ketiga, termasuk hal sangat dianjurkan dalam upaya kita mengingat mati adalah berziarah ke
kubur. Ziara kubur merupakah perkara yang disunnahkan dan sangat direkomendasikan oleh
rasul.
Lewat kegiatan ziarah, kita mengambil pelajaran dan hikmah tentang keadaan alam kubur,
dan apa yang terjadi di dalamnya, serta kehidupan yang akan dilewati usai dari alam kubur
nantinya.
Dalam sebuah hadits, nabi berpesan, Aku pernah melarang kalian untuk berziarah kubur,
namun sekarang berziaralah sebab ia dapat mengingatkan akan kehidupan akhirat dan
menjauhi kemewahan dunia. (HR. Muslim (977))
Saat ini, musibah terjadi di mana-mana setiap saat. Sementara di sisi lain, banyak manusia
tidak sadar bahwa detak jantung, denyut nadi mereka bisa saja berhentik berdetak sewaktuwaktu. Entah karena tabrakan, karena kecelakaan, karena banjir, tsunami atau bahkanya saat
mereka sedang bersendau gurau dengan sana-keluarga. Sesungguhnya kematian merupakan
langkah yang sudah pasti, kita hanyalah menunggu gilirannya.
Dan ketika nyawa telah dicabut bahkan ketika kita sedang bergembira sekalipun apa
yang telah kita siapkan untuk menghadap Nya?

Penulis adalah pengajar di Pesantren Darut Tauhid, Malang

You might also like