You are on page 1of 3

Apollo dan Daphne (Yunani )

http://kumpulan-cerita-rakyat-dunia.blogspot.co.id/2013/06/apollo-dan-daphne-yunani.html

Inilah nukilan pertama dari buku The Myth of Mithology, Apollo dan Daphne, kisah cinta yang
menyedihkan karena ulah Si Jahat Cupid.

Daphne adalah cinta pertama Apollo. Apollo jatuh cinta bukan tidak disengaja, tetapi sengaja
dibuat secara kejam oleh Cupid, Putra Venus. Apollo melihat seorang anak yang bermain
dengan busur dan panah; dan karena Apollo masih mabuk kepayang atas kemenangannya
atas Python, dia berkata kepadanya, Apa yang kau lakukan dengan senjata perang, saucy
boy? Berikan kepada mereka yang pantas. Lihatlah aku yang telah mengalahkan ular
raksasa yang badannya telah meracuni banyak dataran!

Putra Venus mendengar kata-kata Apollo dan membalas, Apollo, panahmu sanggup
menhancurkan semua yang ada di bumi, tetapi panahku dapat menghancurkan dirimu.
Sambil bicara dia berdiri di atas batu Parnassus, dan diambilnya dua anak panah yang
berbeda, panah pertama terbuat dari emas dengan ujung yang tajam yang dapat membuat
seseorang jatuh cinta dan yang satu lagi ujungnya berbentuk panah tumpul yang terbuat
dari timah yang dapat membuat orang membenci orang yang mencintainya.

Panah dengan panah timah dipanahkan ke Daphne, putri dari dewa sungai Peneus, dan
dengan panah emas untuk Apollo, tepat di hatinya.

Daphne bermuka cantik, banyak laki-laki yang datang melamar tetapi dia mencampakkan
semua harapan mereka. Ayah Daphne sering berkata bahwa Daphne berhutang kepadanya
seorang menantu dan cucu. Tetapi Daphne membenci pernikahan dan memandangnya

sebagai kejahatan. Daphne meminta ayahnya untuk mengabulkan permintaannya supaya


seumur hidupnya dia tidak menikah. Ayahanya memberi ijin tetapi berkata, Wajahmu yang
cantik akan menginkarinya.

Apollo sangat mencintainya dan tergila-gila. Apollo melihat rambut Daphne tergerai tidak
teratur di bahu putihnya, dan berkata, Jika yang tidak teratur saja begitu menggoda, apalagi
yang telah ditata? Dia melihat matanya seperti bintang; dia melihat bibirnya, dan tidak puas
dengan hanya melihat mereka. Apollo terkagum-kagum dengan tangan dan lengan yang
telajang sampai bahu, dan membanyangkan apa yang tersembunyi dibalik sutra pasti lebih
indah.

Apollo lari mendekat; Daphne lari menjauh selembut angin semilir ketika melihat bayangan
Apollo. Tunggu, kata Apollo, putri dari Peneus; Aku bukan seorang penjahat. Jangan takut
daku seperti domba takut serigala, atau merpati kepada elang. Demi cinta aku mengejar
kau. Kau membuatku menderita, takut kau jatuh dan menyakiti dirimu, dan aku lah yang
harus disalahkan. Berlarilah lebih lambat dan aku akan mengikutimu dengan lambat. Aku
bukan badut, bukan juga petani kasar. Jupiter ayahku, dan aku adalah tuan dari Delphos
dan Tenedos, dan mengetahui semua hal, masa kini dan masa depan. Aku adalah dewa
nyanyian dan lyre. Panahku selalu mengenai sasaran; tetapi, alas! panah yang lebih
dashyat dari panahku menghujam ke hatiku! Aku adalah dewa obat-obatan, dan mengetahu
semua tanaman penyembuh. Alas! Aku menderita penyakit yang tidak ada obat yang dapat
menyembuhkan!

Daphne terus belari menghindar. Bahkan ketika berlari dalam ketakutan, Daphne tetap
memikat Apollo. Angin meniup selendang bajunya, dan membuat rambutnya tergerai ke
belakang.

Pengejaran semakin sengit dan Daphne mulai merasakan tenaganya mulai meninggalkan

tubuhnya sedangkan Apollo semakin mendekat. Dia merasakan hembusan nafas Apollo di
rambutnya. Akhirnya dia benar-benar tenggelam dalam lautan keletihan, dengan sisa tenaga
dan waktu dia memanggil ayahnya, dewa sungai: Tolonglah aku, Peneus! Buka tanah ini
dan tutupi aku, atau ganti bentuk tubuh dan mukaku yang telah membuatku jatuh dalam
keadaan yang membahayakan diriku saat ini! Dengan sangat ketakutan dia berbicara,
seketika juga kekakuan mulai merambat ke seluruh bagian tubuhnya; dadanya mulai
tertutup oleh kulit kayu yang lunak; rambutnya menjadi dedaunan; lengannya menjadi
cabang-cabang; kakinya terbenam ke bumi dan menjadi akar; mukanya menjadi bagian
batang pohon yang paling atas, menghilangkan semua yang dimiliki olehnya kecuali
kecantikannya. Apollo terkejut. Dia mententuh batang pohon, dan merasakan daging yang
masih bergetar di bawah kulit pohon yang masih baru. Dia memeluk cabang-cabangnya dan
mendaratkan banyak ciuman ke batang wood. Karena kau tidak dapat menjadi istriku,
katanya, kau tetap akan menjadi pohonku. Aku akan mengenakan kau sebagai mahkotaku;
Aku akan menjadikan kamu sebagai harpaku dan tempat anak panahku; dan ketika para
penakluk Roman membawa kemenangan ke Capitol, kau akan dirangkai menjadi rangkaian
bunga sebagai mahkota mereka. Dan seperti keabadianku, kau akan selalu hijau, dan daundaunmu tidak akan gugur. Daphne berubah menjadi pohon Laurel (Salam),
membungkukkan kepalanya sebagai ucapan terimakasih kepada Apollo.

You might also like