You are on page 1of 21

PEMODELAN STRUKTUR KECEPATAN GELOMBANG P

DI BAWAH GUNUNG GUNTUR DENGAN


METODA SIMULATED ANNEALING

TUGAS AKHIR
Disusun untuk memenuhi syarat kurikuler
Program Sarjana Geofisika

Oleh :
JOKO PRIHANTONO
10401016

PROGRAM STUDI GEOFISIKA


DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS ILMU KEBUMIAN DAN TEKNOLOGI MINERAL
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2005

PEMODELAN STRUKTUR KECEPATAN GELOMBANG P


DI BAWAH GUNUNG GUNTUR DENGAN
METODA SIMULATED ANNEALING

Oleh :
Joko Prihantono
10401016

Program Studi Geofisika


Departemen Geofisika dan Meteorologi
Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral
Institut Teknologi Bandung

Menyetujui
Tim Pembimbing
Bandung, September 2005

Pembimbing I

Pembimbing II

Sri Widiyantoro, Ph.D

Dr. Hendra Grandis

PEMODELAN STRUKTUR KECEPATAN GELOMBANG P DI BAWAH GUNUNG GUNTUR


DENGAN METODA SIMULATED ANNEALING
Joko Prihantono
104 01 016
ABSTRAK
Nilai kecepatan gelombang seismik dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik bawah
permukaan. Data gelombang seismik yang digunakan dalam penelitian ini hanya gelombang P karena
objek penelitian merupakan gunungapi yang sulit ditentukan waktu tiba gelombang S-nya. Metoda
yang biasa dipakai untuk menentukan struktur kecepatan di bawah gunung antara lain adalah metoda
leastsquare. Metoda ini belum bisa merepresentasikan struktur kecepatan di bawah permukaan
dengan baik karena tidak dapat memodelkan lapisan dengan kecepatan rendah (low velocity layer).
Data yang digunakan untuk menentukan struktur kecepatan rambat gelombang dalam tugas
akhir ini adalah koordinat hiposenter, koordinat seismograf, dan waktu tempuh gelombang P di
Gunung Guntur. Dalam proses penentuan distribusi kecepatan dilakukan ray tracing dengan metoda
bending untuk menghitung waktu tempuh kalkulasi (tcal) dari sumber gempa ke seismograf. Penentuan
distribusi kecepatan gelombang P dilakukan hanya sampai kedalaman 13 km dari puncak gunung (2
km di atas permukaan laut) dengan grid 2 km, karena distribusi gempa hanya sampai pada kedalaman
13 km dari puncak gunung (2 km di atas permukaan laut). Metoda yang digunakan adalah inversi
simulated annealing yaitu dengan mencari nilai kecepatan pada lapisan tertentu secara acak dari suatu
ruang model sehingga didapatkan selisih waktu tempuh kalkulasi (t cal) dengan waktu tempuh
observasi (tobs) minimum.
Dalam simulated annealing diperlukan konstrain untuk membatasi ruang model yang akan
dicari. Konstrain yang diperlukan dapat diperoleh dari data a priori yaitu struktur kecepatan
gelombang P yang pernah dibuat pada penelitian sebelumnya. Hasil inversi data lapangan
menunjukkan selisih waktu tempuh kalkulasi dan waktu tempuh observasi yang minimum dan
menunjukkan adanya anomali negatif pada kedalaman 6-10 km dari titik nol (4 km di atas permukaan
laut) yang kemungkinan merepresentasikan pusat magma.
Kata kunci : Gunung Guntur, Simulated annealing, Struktur kecepatan gelombang P

P WAVE VELOCITY STRUCTURE MODELLING BENEATH GUNTUR VOLCANO USING


THE SIMULATED ANNEALING METHOD
Joko Prihantono
10401016
ABSTRACT
Seismic wave velocity values can be used to determine subsurface characteristics. Seismic wave
data used in this research are only P wave because the object of this study is a volcano, in which it is
difficult to measure S-wave arrival times. The method usually used to determine velocity structure
beneath a volcano is the leastsquare method, but this method cannot represent well the velocity
structure beneath the volcano, because of it cannot detect a low velocity layer.
Data used in this research are hypocenter coordinates, seismograph coordinates, and travel
times of P wave data from the Guntur volcano. In the process of determining the velocity distribution,
ray tracing with a Bending method is used to calculate travel time (t cal) from source to seismograph.
The model of P wave velocity beneath the Guntur volcano is down to 13 km from the peak of volcano
(2 km above mean sea level) with a 2 km grid, because of the deepest source of earthquake is 13 km
from the summit. The simulated annealing inversion method is used for searching a velocity in
specific layer randomly from the sample model to get minimum residual time i.e. the difference of
travel time calculated (tcal) with travel time observed (tobs).
Simulated annealing inversions need a constrain for limiting the sample model. The constraint
comes from a priori data, it is P wave velocity structure that was made in the previous research. The
result of field data inversion shows a minimum residual time and a negative anomaly velocity in depth
6 10 km from zero point (4 km above MSL), that may represent the center of magmas.
Key words: Guntur volcano, Simulated annealing, P wave velocity structure

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam yang telah
memberikan kemudahan kepada hamba-Nya dalam segala urusan. Sholawat dan salam semoga
tercurah kepada Rasulullah SAW.
Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi persyaratan kurikuler Strata-1 pada Program Studi
Geofisika, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Teknologi Bandung.
Tugas akhir ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dan dukungan dari semua pihak, oleh karena
itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu :

Bapak Sri Widiyantoro, Ph.D. dan Bapak Dr. Hendra Grandis selaku dosen pembimbing
dalam tugas akhir ini, atas segala saran, bimbingan, dan nasehatnya selama melakukan tugas
akhir.
Bapak Sonny Winardhie, Ph.D. selaku dosen wali akademik penulis selama menempuh
pendidikan di Departemen Geofisika dan Meteorologi.
Bapak Afnimar, Bapak Wahyu Triyoso, Bapak Nanang T. Puspito, Bapak Muhamad Ahmad,
Bapak Awali Priyono, Bapak Gunawan Ibrahim, dan semua dosen GM maupun dosen ITB
yang telah memberikan ilmunya serta membantu kelancaran proses pendidikan penulis.
Bapak Tedi Yudistira, Bapak Wandono, dan Kang Andri atas semua diskusi-diskusi, masukan,
dan sarannya selama penulis melakukan tugas akhir.
Seluruh staf dan karyawan Departemen Geofisika dan Meteorologi, terutama Pak Maman,
Pak Adang, dan Pak Ii.
Kedua orang tua penulis yang telah banyak memberikan dukungan selama penulis kuliah di
ITB.
Seluruh rekan-rekan di laboratorium Geofisika Terapan, dan laboratorium Geodinamika atas
diskusi-diskusi, dan bantuannya selama penulisan tugas akhir ini.
Teman-teman seperjuangan yang juga mengerjakan tugas akhir : Tepy, Sunawar, dan Fahdi
terima kasih atas saran, dan diskusi-diskusinya.
Teman-teman angkatan HMGF 2001 yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada
penulis selama tugas akhir.
Kawan-kawan HMGM
Teman-Teman di Regol yang telah memberikan motivasi, dan bantuannya selama penulis
menyelesaikan tugas akhir ini

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis meminta maaf
atas segala kekurangan dan mengharapkan kritik serta saran yang membangun untuk kemajuan ilmu
di bidang ini. Penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bandung, September 2005


Penulis,

PENDAHULUAN

GELOMBANG SEISMIK

Gunung Guntur adalah salah satu dari 17


gunungapi di Jawa Barat. Gunungapi andesitik
yang bertipe strato ini terletak 35 Km di
sebelah Tenggara kota Bandung atau lebih
tepatnya terletak di kota Garut. Puncak
Gunung Guntur terletak pada koordinat 7 o 8
52.8 LS dan
107o 50 34.8 BT dengan
ketinggiannya adalah 2249 m di atas
permukaan laut. Gunung Guntur merupakan
kompleks besar gunungapi yang dibentuk oleh
beberapa kerucut, kawah, dan kaldera
(Matahelemual, 1989). Berdasarkan sejarah
letusannya Gunung Guntur pertama meletus
pada tahun 1690 dan letusan terakhir pada
tahun 1847. Letusan Gunung Guntur yang
terbesar terjadi pada tahun 1840 dimana lava
yang keluar mengalir hingga Cipanas yang
berjarak 3 Km dari kawah Gunung Guntur
(Kusumadinata,1979).
Untuk
memantau
aktivitas seismik di Gunung Guntur, Direktorat
Vulkanologi bekerja sama dengan Sakurajima
Volcano Research Center Jepang telah
memasang lima stasiun pengamat gempa
(seismograf) di sekitar kawah Gunung Guntur.

Gelombang seismik antara lain terdiri dari


gelombang tubuh atau gelombang bodi yaitu
gelombang yang merambat di dalam medium
yang kontinyu. Gelombang bodi dibagi
menjadi :

Salah satu studi yang dilakukan untuk


mengetahui karakteristik Gunung Guntur
adalah membuat model kecepatan 1D
gelombang seismik yang merambat di bawah
Gunung Guntur. Metoda yang pernah
digunakan untuk memodelkan kecepatan 1D di
bawah Gunung Guntur adalah metoda
leastsquare (misal : Nugraha, 2005), akan
tetapi metoda ini belum bisa menunjukkan
adanya anomali kecepatan rendah di suatu
lapisan. Karena itu tujuan dari tugas akhir ini
adalah membuat struktur kecepatan 1D di
bawah Gunung Guntur dengan metode
simulated annealing yang diharapkan dapat
lebih merepresentasikan karakteristik bawah
permukaan Gunung Guntur.
Dalam tugas akhir ini pemodelan yang
dilakukan hanya pemodelan kecepatan
gelombang P karena objek studi adalah
gunungapi, dimana sulit untuk menentukan
waktu tiba gelombang S-nya. Asumsi yang
digunakan dalam pemodelan adalah lapisan
bersifat homogen isotropi untuk tiap-tiap
lapisan.

a. Gelombang P
Gelombang P dapat dicirikan sebagai
gelombang yang mempunyai waktu tiba paling
awal jika tercatat pada seismogram.
Gelombang P adalah gelombang yang bersifat
kompresi
dan
merupakan
gelombang
longitudinal dimana arah pergerakan partikel
yang dilewati energi gempa bergerak searah
dengan arah rambat gelombang. Persamaan
kecepatan gelombang P adalah sebagai berikut:

Vp

s 4 / 3
2

Dimana :
- s adalah modulus bulk medium yang
dilewati gelombang seismik
- adalah modulus geser medium yang
dilewati gelombang seismik
- adalah densitas medium yang
dilewati gelombang seismik.
b. Gelombang S
Gelombang S adalah gelombang yang tiba
setelah gelombang P jika terekam dalam
seismogram. Hal ini karena kecepatan
gelombang S lebih lambat. Gelombang S
merupakan gelombang transversal dimana arah
pergerakan partikelnya tegak lurus terhadap
arah penjalaran gelombangnya sehingga
gelombang S dibagi menjadi gelombang S
vertikal dan gelombang S horisontal. Berikut
adalah persamaan gelombang S :
Vs

Dimana :
- adalah modulus geser medium yang
dilewati gelombang seismik
- adalah densitas medium yang
dilewati gelombang seismik
Dari persamaan kecepatan gelombang P dan
kecepatan gelombang S di atas maka terlihat

kecepatan gelombang seismik dipengaruhi


oleh karakteristik dari medium yang dilewati
oleh gelombang seismik tersebut. Faktor yang
mempengaruhi kecepatan gelombang seismik
secara fisik adalah :
- Tekanan dalam medium yaitu jika nilai
tekanan dalam medium tinggi maka nilai
kecepatan
gelombang
seismik
akan
meningkat hal ini berhubungan dengan nilai
modulus bulk dalam medium tersebut.
- Temperatur dalam medium yaitu jika
temperatur dalam medium tinggi maka nilai
kecepatan
gelombang
seismik
akan
menurun.
- Keberadaan fluida (gas, cair), dan mineral
leleh akan mengakibatkan kecepatan
gelombang P menurun dan membuat nilai
gelombang S mendekati nol. Hal ini
berhubungan dengan nilai modulus geser
dari medium yang menurun atau kecil.
RAY TRACING
Ray tracing adalah penjejakan sinar
gelombang seismik di dalam suatu medium
dari sumber gempa menuju ke penerima
(seismograf). Dalam tugas akhir ini ray
tracing yang digunakan adalah ray tracing
metoda bending untuk menghitung waktu
tempuh kalkulasi (tcal) dari sumber gempa
menuju
seismograf.
Metoda
bending
merupakan penerapan dari prinsip Fermat yaitu
lintasan sinar dari sumber ke penerima akan
melewati lintasan yang mempunyai waktu
tempuh paling sedikit. Metoda bending tidak
secara langsung memecahkan persamaan sinar
gelombang, akan tetapi sebagai penggantinya
digunakan minimisasi secara langsung waktu
tempuh dengan memberikan gangguan kecil
secara bertahap pada lintasan sinar gelombang
(Um dan Thurber, 1987). Contoh penerapan
metoda bending yang digunakan dalam tugas
akhir ini dapat dilihat pada gambar 1. Metoda
ini dipilih karena dengan metoda ini sinar dari
sumber pasti akan mengenai penerima dengan
tepat, selain itu adalah untuk efisiensi waktu
komputasi.
SIMULATED ANNEALING
Simulated annealing adalah salah satu metoda
inversi non linier yang menggunakan
pendekatan global, yaitu dengan cara mencari
solusi model secara acak dari ruang model
sehingga diharapkan solusi tidak terjebak
dalam minimum lokal. Metoda inversi ini

mengadopsi dari proses termodinamika


pembentukan substansi atau kristal dengan
penurunan temperatur yang perlahan sehingga
didapatkan bentuk kristal yang homogen
(Grandis, 2003). Simulated annealing tidak
hanya menerima perubahan fungsi obyektif
yang turun akan tetapi juga menerima
beberapa perubahan fungsi obyektif yang naik
(Busetti, 2005), penerimaan perubahan fungsi
obyektif ini ditentukan oleh persamaan sebagai
berikut :
P=exp(-dE/T)
dimana :
- P
-

dE

: adalah
probabilitas
penerimaan perubahan fungsi
obyektif
: adalah
perubahan
fungsi
obyektif
: adalah analogi Temperatur
dalam pembentukan substansi
yang digunakan sebagai fungsi
kontrol
dalam
simulated
annealing.

Sehingga dengan simulated annealing


didapatkan fungsi objektif yang semakin kecil
atau menurun. Dalam simulated annealing
Temperatur
merupakan
faktor
yang
berfungsi sebagai faktor pengontrol diterima
atau ditolaknya model. Pada saat nilai
temperatur tinggi maka peluang model untuk
diterima semakin besar akan tetapi ketika
temperatur menurun atau bernilai kecil maka
model akan banyak yang ditolak. Flow chart
algoritma simulated annealing secara umum
untuk semua penyelesaian masalah optimasi
dapat dilihat pada gambar 2.
DATA
Data yang digunakan dalam tugas akhir ini
adalah data gempa vulkanik di Gunung Guntur
pada tahun 2002 2004 ada sebanyak 119
sumber gempa, 7 seismograf (gambar 3), dan
449 waktu tempuh gelombang P. Sumber
gempa yang paling dalam adalah 13 km dari
puncak Gunung Guntur (2 km di atas
permukaan laut) sehingga pemodelan struktur
kecepatan gelombang P yang akan dibuat
hanya sampai pada kedalaman 13 km dari
puncak gunung (2 km di atas permukaan laut)
dengan grid 2 km. Selain data di atas
digunakan juga data a priori untuk membatasi
ruang model supaya ambiguitas dalam inversi

menjadi lebih kecil, data a priori tersebut


adalah model kecepatan 1D gelombang P di
bawah Gunung Guntur yang dikerjakan dengan
metoda leastsquare oleh Nugraha (2005).
INVERSI DATA SINTETIK
Inversi data sintetik dimaksudkan untuk
mengetahui kemampuan teknik inversi
(simulated annealing) untuk merekonstruksi
anomali atau kecepatan model sintetik yang
dibuat. Parameter yang digunakan dalam
inversi data sintetik adalah sebagai berikut :
Waktu tempuh observasi yang digunakan
adalah waktu tempuh yang diperoleh dari
forward modelling (ray tracing) nilai
kecepatan model sintetik.
Batas minimum dan maksimum bilangan
random adalah 20 % dari model a priori
(model kecepatan 1D oleh Nugraha, 2005)
Temperatur awal adalah 1
Iterasi dilakukan sampai 1000 atau
temperatur akhir < 10-4
Penurunan Temperatur dilakukan dengan
formula Ti+1=0.99*Ti, dimana i adalah iterasi.
Algoritma
simulated
annealing
untuk
pemodelan kecepatan yang digunakan dalam
tugas akhir ini terlampir.
Hasil inversi data sintetik dengan simulated
annealing menunjukkan hasil yang mendekati
dengan
model
sintetik,
begitu
juga
menghasilkan selisih waktu tempuh observasi
dengan waktu tempuh kalkulasi yang
minimum dengan error RMS adalah 6,2.10-3
detik, hal ini dapat dilihat di gambar 4.
INVERSI DATA LAPANGAN
Inversi data lapangan dilakukan dengan
menggunakan koordinat sumber gempa,
koordinat seismograf, dan juga digunakan
batas minimum dan maksimum pencarian
bilangan random yang sama dengan model
sintetik, akan tetapi data waktu tempuh
observasi yang dipakai dalam inversi data
lapangan adalah data waktu tempuh
gelombang P di Gunung Guntur. Parameter
lain yang digunakan dalam inversi data
lapangan sama dengan parameter yang
digunakan dalam inversi data sintetik. Hasil
yang diperoleh adalah selisih waktu tempuh
observasi dengan waktu tempuh kalkulasi yang
mempunyai nilai minimum dan error RMS

adalah 0.314 detik. Hasil terlampir pada


gambar 5.
ANALISIS HASIL PEMODELAN
Analisis Waktu Tempuh Residual
Hasil inversi dengan simulated annealing
memberikan waktu residual (tobs-tcal) yang
minimum, begitu juga dengan error RMS yang
dihasilkan. Error RMS yang dihasilkan dengan
menggunakan metoda simulated annealing
lebih minimum, misal jika dibandingkan
dengan model 1D yang dibuat dengan metoda
leastsquare (gambar 6).
Perbandingan dengan Tomogram Seismik
Hasil
pemodelah
struktur
kecepatan
gelombang P di bawah Gunung Guntur
menggunakan metoda simulated annealing
menunjukkan
adanya
penurunan
nilai
kecepatan atau anomali negatif pada
kedalaman 6 10 km dari titik nol (4 km di
atas permukaan laut), hal ini mungkin
disebabkan oleh adanya konsentrasi magma
pada kedalaman tersebut. Hasil inversi dengan
simulated
annealing
ini
kemudian
dibandingkan dengan tomogram seismik
gelombang P yang pernah dibuat pada
penelitian sebelumnya oleh Nugraha pada
tahun 2005. Dari interpretasi tomogram yang
dilakukan oleh Nugraha pada tahun 2005
anomali negatif rata-rata terjadi pada
kedalaman 6 10 dari titik nol (4 km di atas
permukaan laut) sehingga dapat dikatakan
pemodelan struktur kecepatan gelombang P di
bawah Gunung Guntur sesuai dengan
tomogram seismik gelombang P yang pernah
dibuat pada studi sebelumnya (gambar 8).
KESIMPULAN
- Penentuan struktur kecepatan 1D dibawah
Gunung Guntur dengan menggunakan
metoda simulated annealing menghasilkan
waktu residual yang lebih minimum jika
dibandingkan dengan hasil model 1D dengan
metoda leastsquare hasil studi sebelumnya..
- Pemodelan struktur kecepatan gelombang P
di bawah Gunung Guntur dengan metoda
simulated annealing menunjukkan adanya
anomali negatif atau penurunan kecepatan
pada kedalaman 6 10 km dari titik nol (4
km di atas permukaan laut), hal ini mungkin

disebabkan oleh adanya konsentrasi magma


pada kedalaman tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

5.

1. Busetti, F., 2005, Simulated annealing


overview,. http://www.geocities.com /
francorbusetti /saweb.pdf.
2. Grandis, H., 2003, Inversi Geofisika (GF345), Diktat, Edisi ke-1, Institut Teknologi
Bandung, Bandung.
3. Iguci, M., Ishihara, K., Suantika, G.,
Suganda, O.K., 1997, Hypocentral
Distribution and Focal Mecanism of
Volcanic Earthquakes around Guntur
Volcano West Java Indonesia, Annual
Report of the Disaster Prevention Research
Institute, Kyoto University.
4. Kusumadinata, K., 1979, Catalogue of
References on Indonesian Volcanoes with

6.
7.

8.

Eruptions
in
Historical
Time,
Volcanological Survey of Indonesia, hal.
190-200.
Lay, T., Wallace, T.C., 1995, Modern
Global Seismologi, Academic Press, USA
Matahelemual, J., 1989, Gunung Guntur,
Berita Berkala Vulkanologi Edisi Khusus,
Direktorat Vulkanologi, Bandung.
Nugraha, A.D., 2005, Studi Tomografi 3-D
Non Linier untuk Gunung Guntur dengan
Menggunakan Waktu Tiba Gelombang P
dan S, Tesis Magister, Departemen
Geofisika dan Meteorologi, Institut
Teknologi Bandung, Bandung.
Um, J. dan Thurber, C., 1987, Fast
Algorithm for Two-Point Seismic Ray
Tracing, Bulletin of The Seismological
Society of America, Vol. 77, No. 3, hal.
972-966.

Lapisan I
Lapisan II
Lapisan III
Lapisan IV
Lapisan V
Lapisan VI

Kecepatan Kecepatan per


per lapisan lapisan hasil
Data Sintetik
inversi
(km/detik)
Simulated
Annealing
(km/detik)
3,1
3,0954
3,3
3,3425
3,5
3,4509
2,9
2,7968
3,1
3,3646
3,5
3,3885

TABEL 1 : Perbandingan nilai kecepatan gelombang P per lapisan antara data sintetik yang dibuat
dengan hasil inversi metoda simulated annealing.

Lapisan I
Lapisan II
Lapisan III
Lapisan IV
Lapisan V
Lapisan VI

Kecepatan Kecepatan per


per lapisan
lapisan
Model 1D
Simulated
least
Annealing
square
(km/detik)
(km/detik)
3,05
3,1057
3,14
3,3587
3,23
3,2885
3,32
3,0841
3,41
3,2716
3,50
3,5177

TABEL 2 : Perbandingan nilai kecepatan gelombang P di bawah Gunung Guntur antara


model 1D leastsquare dengan model 1D simulated annealing.

(
a)

(b)
GAMBAR 1 : (a) Ray tracing metoda bending dalam medium dengan anomali negatif, tampak
bahwa sinar menjauhi medium berkecepatan rendah (Nugraha, 2005).
(b) Ray tracing metoda bending dalam medium dengan anomali positif, tampak
bahwa sinar melewati medium berkecepatan tinggi (Nugraha, 2005).

Flow Chart Algoritma Simulated Annealing

Temperatur awal (T)

Model awal (m0)


Eawal = f(m0)
Model baru (mbaru)
Ebaru=f(mbaru)

dE 0

P = exp (-dE/T)
Tidak

ya

P>
random[0,1
]

Model diterima ( m0 = mbaru)


Ti+1=Ti

Model ditolak
Tidak

ya

dE=Ebaru-Eawal

T < 10-4
Tidak

stop

m0 = m0

ya

GAMBAR 2: Diagram alir algoritma simulated annealing secara umum untuk semua penyelesaian
masalah optimasi, dimana adalah konstanta penurunan temperatur dan i adalah
indeks iterasi (Busetti, 2005).

Data

Puncak Gunung
Puncak Gunung

MS
L

(a)

MS
L

(a)

(b)

(b)

Puncak Gunung
MSL

(c)
GAMBAR 3 : (a) Data koordinat sumber gempa dan seismograf.
(b) Model kecepatan 1D leastsquare (Nugraha, 2005) yang digunakan sebagai data
a priori.
(c) Ray tracing dengan sumber gempa dan seismograf data lapangan serta
kecepatan model 1D leastsquare.

Hasil Inversi Data Sintetik

(a)

(b)

(c)
(d)

GAMBAR 4 : (a) Kurva penurunan temperatur (fungsi kontrol) simulated annealing.


(b) Hasil inversi model sintetik dengan simulated annealing (merah), model sintetik
(biru), model 1D leastsquare (hitam), batas bilangan random untuk tiap lapisan
(hijau).
(c) Histogram waktu residual (tcal-tobs) dengan nilai yang mendekati nol.
(d) Plot error RMS tiap iterasi.

Hasil Inversi Data Lapangan

(a)

(b)

(c)

(d)

GAMBAR 5 : (a) Kurva penurunan temperatur (fungsi kontrol) dalam simulated annealing.
(b) Hasil inversi simulated annealing data lapangan (merah), model 1D
leastsquare (biru), batas bilangan random per lapisan (hijau).
(c) Histogram waktu residual (tobs-tcal) dengan nilai nol sebagai nilai dominan.
(d) Nilai RMS tiap iterasi dengan iterasi terakhir adalah 0.134 detik.

Perbandingan Waktu Residual data lapangan antara hasil Simulated Annealing dengan model 1D
leastsquare

(a)

(a)
(b)
GAMBAR 6 : (a) Histogram waktu residual hasil simulated annealing.
(b) Histogram waktu residual dari model 1D leastsquare (Nugraha, 2005).

Hasil Inversi dengan Simulated Annealing Data Lapangan.

Puncak Gunung
MSL

GAMBAR 7 : Struktur kecepatan gelombang P hasil inversi data lapangan (merah), model 1D
leastsquare (biru).

Perbandingan Tomogram Seismik dengan Hasil Inversi Simulated Annealing

Puncak Gunung

MSL

(a)
(a)
Puncak Gunung
MSL

(b)
GAMBAR 8 : (a) Tomogram Vp arah barat timur melalui Gandapura-Picung. (Nugraha, 2005).
(b) Struktur kecepatan gelombang P dengan simulated annealing (merah), model 1D
leastsquare (biru).

LAMPIRAN
Algoritma simulated annealing yang digunakan untuk pemodelan kecepatan di
dalam tugas akhir ini.

Algoritma Simulated annealing untuk inversi data sintetik/lapangan


1. Tentukan Temperatur awal (T).
2. Ray tracing dari model kecepatan awal (V 0_current) menghasilkan waktu tiba kalkulasi
(t_cal_current).
3. Dihitung Error RMS dari waktu tiba teoritis (t_cal_current) .
Rumus Error RMS =

1
N

(tcal (i) tobs(i))

i 1

4. Ray tracing dari model kecepatan (V 0_next) yang berasal dari bilangan random dengan intercal
antara vmin dan vmax sehingga menghasilkan waktu tiba kalkulasi (t_cal_next).
5. Dihitung nilai Error RMS dari t_cal_next tersebut (Erms_next).
6. Hitung nilai selisih antara Error RMS t_cal_current dengan t_cal_next.
dE= Erms_next - Erms_current.
7. Jika dE <= 0 maka model kecepatan yang baru (V 0_next) diterima, jika tidak maka dihitung
dengan acceptance probabilistic P=exp(-dE/T), jika nilai acceptance Probabilistic (P) tersebut
lebih besar daripada bilangan random antara nol sampai satu [0,1] maka model tersebut diterima.
8. Menentukan Temperatur baru Ti+1=Ti*0.99. dimana i adalah iterasi.
9. Langkah di atas diulangi hingga iterasi tertentu ketika temperatur bernilai mendekati nol.

Diagram Alir Algoritma Pemodelan Kecepatan dengan Simulated Annealing

START
T, tobs, vmin, vmax,
V0_current,
t_cal_current,
Erms_current
V0_next(random[vmin,vmax]
T_cal_next, Erms_next
dE= Erms_next - Erms_current
Tidak
P=exp(-dE/T)

dE <=
0

Ya

V0_current=V0_next (model diterima)


Ti+1=Ti*0.99
Ya

T < 10-

Tidak
P > random
[0,1]

Model ditolak

Ya

V0_current = V0_current

STOP

Diagram alir algoritma simulated annealing yang digunakan dalam inversi data sintetik dan data
lapangan dalam tugas akhir ini, dimana i adalah indeks iterasi.

You might also like