You are on page 1of 23

13

BAB III
DASAR TEORI

3.1 Manajemen Proyek Konstruksi


Manajemen proyek terdiri dari dua kata yaitu manajemen dan proyek.
Manajemen merupakan keahlian manusia untuk menganalisa, merencanakan,
memotivasi, menilai, dan mengawasi sumber daya manusia secara efektif untuk
mencapai suatu tujuan (Alma, 2001). Wijayanti (2008) mendefinisikan
manajemen sebagai suatu seni dalam menyelesaikan suatu pekerjaan melalui
orang lain. Sedangkan proyek adalah suatu usaha yang diorganisasikan untuk
mencapai tujuan, sasaran, dan harapan-harapan penting dengan menggunakan
anggaran dana serta sumber daya yang tersedia, yang harus diselesaikan dalam
jangka waktu tertentu (Dipohusodo, 1996). Menurut Husen (2009) proyek
merupakan gabungan dari sumber daya yang terdiri dari manusia, material,
peralatan, dan modal yang dihimpun dalam suatu wadah organisasi sementara
untuk mencapai sasaran dan tujuan tertentu.
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen proyek
adalah

penerapan

keahlian

manusia

untuk

menganalisa,

merencanakan,

mengarahkan, dan mengatur sumber daya seperti manusia, material, peralatan, dan
modal yang dihimpun dalam suatu wadah organisasi untuk mencapai suatu tujuan
dalam jangka waktu yang telah tertentu.
3.2 Proyek Konstuksi
Proyek konstruksi adalah suatu proyek yang berkaitan dengan upaya
membangun suatu bangunan infrastruktur, yang umumnya mencakup pekerjaan
pokok yang termasuk dalam bidang teknik sipil dan arsitektur (Dipohusodo,
1996). Dalam suatu proyek konstruksi terdapat tiga hal penting yang harus
diperhatikan yaitu waktu, biaya dan mutu (Kerzner, 2006). Pada umumnya, mutu
konstruksi merupakan elemen dasar yang harus dijaga untuk senantiasa sesuai
dengan perencanaan. Namun demikian, pada kenyataannya sering terjadi
pembengkakan biaya sekaligus keterlambatan waktu pelaksanaan (Proboyo,

Universitas Sriwijaya

14

Universitas Sriwijaya

15

1999). Dengan demikian, seringkali efisiensi dan efektivitas kerja yang


diharapkan tidak tercapai. Hal itu mengakibatkan pengembang akan kehilangan
nilai kompetitif dan peluang pasar (Mora dan Li, 2001).
Karakteristik proyek konstruksi dapat dipandang dalam tiga dimensi yaitu
unik, membutuhkan sumber daya, dan membutuhkan organisasi (Ervianto, 2005).
Proyek konstruksi dikatakan unik karena tidak ada proyek yang identik, yang ada
adalah proyek sejenis. Proyek konstruksi membutuhkan sumber daya yang berupa
pekerja (men), uang (money), mesin (manchines), metode (methods) dan bahan
(materials). Dalam proyek konstruksi dibutuhkan organisasi karena terdapat
beragam tujuan yang melibatkan sejumlah individu dengan keahlian yang
berbeda, perbedaan ketertarikan, dan perbedaan kepribadian.
Rangkaian kegiatan yang dilakukan pada proyek konstruksi dapat dibedakan
atas dua jenis, yaitu kegiatan rutin dan kegiatan proyek. Kegiatan rutin adalah
suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan terus menerus dan berulang dalam waktu
yang lama, sedangkan kegiatan proyek adalah rangkaian kegiatan yang hanya satu
kali dilaksanakan dan umumnya berlangsung dalam jangka waktu yang pendek
dengan jangka waktu yang relatif pasti. Oleh karena itu, suatu kegiatan proyek
mempunyai awal dan akhir yang jelas serta hasil kegiatan yang bersifat unik
(Ervianto, 2005).
3.3 Struktur Organisasi Proyek
Struktur organisasi dapat diartikan sebagai kerangka kerja formal organisasi
dimana dengan kerangka kerja tersebut pekerjaan dapat dikelompokkan dan
dikoordinasikan

(Robbins

dan

Coulter,

2007).

Struktur

organisasi

menggambarkan tipe organisasi, departemen organisasi, kedudukan dan jenis


wewenang pejabat, bidang dan hubungan pekerjaan, garis perintah dan tanggung
jawab, rentang kendali dan sistem pimpinan organisasi (Hasibuan, 2004). Dapat
disimpulkan bahwa struktur organisasi menggambarkan kerangka dan susunan
hubungan fungsi, posisi, menunjukkan hierarki organisasi dan struktur sebagai
wadah untuk menjalankan wewenang, tanggung jawab dan sistem pelaporan
terhadap atasan, serta memberikan stabilitas dan kontinuitas yang memungkinkan
organisasi tetap hidup.

Universitas Sriwijaya

16

3.4 Jenis Kontrak dalam Proyek Konstruksi


Menurut Asiyanto (2004) secara umum kontrak konstruksi dapat dibagi
menjadi dua jenis kontrak jika dilihat dari cara perhitungan, yaitu kontrak dengan
harga tetap (fixed price contract) dan kontrak dengan harga satuan tidak tetap
(prime cost contract).
Kontrak harga tetap (fixed price contract) adalah total harga seluruh
pekerjaan atau harga satuan tiap pekerjaan yang telah ditetapkan dari awal.
Apabila terjadi penyimpangan atas harga yang telah disepakati maka akan
menjadi tanggung jawab kontraktor sepenuhnya. Kontrak ini dibagi menjadi dua
jenis yaitu lump sum contract dan unit price contract. Menurut Asiyanto (2004)
lump sum contract adalah jenis kontrak dimana kontaktor melaksanakan semua
pekerjaan yang ditawarkan oleh pemilik pekerjaan sesuai dengan persyaratan yang
telah disepakati sebelumnya. Sedangkan unit price contract merupakan jenis
kontrak dimana kontaktor setuju untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan
quantity yang dikerjakan selama masa konstruksi sesuai dengan persyaratan yang
telah dibuat.
Selain kontrak harga tetap terdapat pula kontrak harga satuan tidak tetap.
Kontrak ini terbagi menjadi lima jenis, yaitu cost plus fixed percentagei, cost plus
fixed fee, cost plus variable percent, target estimate, dan guaranteed maximum
cost.
3.5 Pengertian Pondasi
Pondasi adalah bagian struktur paling bawah dari suatu bangunan yang
tertanam di dalam lapisan tanah yang kuat dan stabil (solid) serta berfungsi
sebagai penopang bangunan (Budi, 2011). Pondasi harus diperhitungkan untuk
dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap beratnya sendiri, beban bangunan,
gaya luar seperti, tekanan angin, gempa bumi, dan lain-lain. Disamping itu, tidak
boleh terjadi penurunan level melebihi yang diijinkan. Hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan jenis pondasi, antara lain:
(1)
Fungsi bangunan atas (upper structure).
(2)
Keadaan tanah pendukung.
(3)
Beban konstruksi di atasnya.
(4)
Batasan kontruksi dan keadaan di sekelilingnya.
(5)
Waktu dan biaya pengerjaan.

Universitas Sriwijaya

17

3.6 Pondasi Tiang Pancang


Tiang pancang adalah bagian pondasi yang dibuat dari kayu, beton, atau
baja yang digunakan untuk menyalurkan beban permukaan ke tingkat permukaan
yang lebih rendah dalam massa tanah (Bowles, 1993). Pondasi tiang pancang
dipergunakan untuk pondasi suatu bangunan apabila tanah dasar dibawah
bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup
untuk memikul berat bangunan dan bebannya, atau apabila tanah keras yang
mempunyai daya dukung cukup untuk memikul berat bangunan dan beban
letaknya sangat dalam. Pondasi tiang pancang melayani pelimpahan beban dari
atas kepala sekelompok tiang pancang di bawahnya, yang kemudian diteruskan
kepada tanah pendukung melalui gesekan permukaan atau tumpuan ujung tiang.
Tiang pancang umumnya digunakan:
(1) Untuk membawa beban konstruksi di atas tanah, ke dalam lapisan tanah.
(2) Menahan gaya desakan ke atas, atau gaya guling seperti untuk telapak
ruangan bawah tanah di bawah bidang batas jenuh atau untuk menopang kakikaki menara terhadap guling.
(3) Memampatkan endapan tak berkohesi yang bebas lepas melalui kombinasi
perpindahan isi tiang pancang dan getaran dorongan. Tiang ini dapat ditarik
kemudian.
(4) Mengontrol penurunan bila kaki-kaki yang terbesar atau telapak berada pada
tanah tepi atau didasarkan oleh sebuah lapisan yang kemampatannya tinggi.
(5) Membuat tanah di bawah pondasi mesin menjadi kaku untuk mengontrol
amplitude getaran dan frekuensi alamiah dari sistem tersebut.
(6) Sebagai faktor keamanan tambahan di bawah tumpuan jembatan atau tiang,
khususnya jika erosi merupakan persoalan yang potensial.
(7) Dalam konstruksi lepas pantai untuk meneruskan beban-beban di atas
permukaan air melalui air dan ke dalam tanah yang mendasari air tersebut.
Hal seperti ini adalah mengenai tiang pancang yang ditanamkan sebagian dan
yang terpengaruh baik oleh beban vertikal dan tekuk maupun beban lateral.
Pada umumnya tiang dipancang tegak lurus ke dalam tanah. Akan tetapi,
apabila tiang pancang diperlukan untuk menahan gaya-gaya horisontal maka tiang
pancang dapat dipancangkan miring (batter pile). Sudut kemiringan yang dapat
dicapai oleh tiang pancang tergantung dari alat pancang yang digunakan serta

Universitas Sriwijaya

18

disesuaikan pula dengan perencanaannya. Tiang pancang sebagai pondasi dapat


dianggap sebagai tanah yang diperkuat oleh tulangan sehingga dapat
meningkatkan daya dukungnya dan merubah kekakuan perubahan bentuknya,
hampir sama dengan beton yang diperkuat oleh baja pada struktur bertulang dan
beton pratekan.
3.7 Penggolongan Tiang Pancang berdasarkan Bahan
Menurut Bowles (1993) tiang pancang dapat digolongkan berdasarkan
bahan. Tiang pancang tersebut adalah tiang pancang kayu, tiang pancang beton,
tiang pancang baja, dan tiang pancang komposit.
3.7.1. Tiang Pancang Kayu (Timber Pile)
Pemakaian tiang pancang kayu adalah cara tertua dalam penggunaan tiang
pancang sebagai pondasi. Tiang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk
apabila tiang kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh di bawah muka
air tanah.
Tiang pancang kayu dibuat dari batang pohon yang cabangnya telah
dipotong dan biasanya diberi bahan pengawet dan didorong dengan ujungnya
yang kecil sebagai bagian yang runcing. Ujung yang besar didorong untuk
maksud khusus, seperti dalam tanah yang sangat lembek di mana tanah tersebut
akan bergerak kembali melawan poros dan dengan ujung tebal terletak pada
lapisan yang keras untuk dukungan yang diperbesar. Titik ujung runcing dapat
dilengkapi dengan sebuah sepatu pemancangan logam bila tiang pancang harus
menembus tanah keras atau tanah berkerikil, jika tidak maka ujung runcing
tersebut dapat dipotong dalam bentuk persegi atau dengan ujung runcing.
Tiang pancang dari kayu akan lebih cepat rusak atau busuk apabila dalam
keadaan kering dan basah yang selalu berganti-ganti. Sedangkan pengawetan serta
pemakaian pengawet untuk kayu hanya akan menunda atau memperlambat
kerusakan daripada kayu, akan tetapi tidak akan dapat melindungi untuk
seterusnya. Oleh karena itu, pemakaian pondasi untuk bangunan permanen yang
didukung oleh tiang pancang kayu harus selalu lebih rendah daripada ketinggian
muka air tanah terendah. Pada pemakaian tiang pancang kayu biasanya tidak
diizinkan untuk menahan muatan lebih tinggi dari 25-30 ton untuk setiap tiang.
3.7.2

Tiang Pancang Beton (Concrete Pile)

Universitas Sriwijaya

19

Tiang pancang beton merupakan perbaikan dari tiang pancang kayu yang
terbuat dari bahan beton. Beton merupakan campuran agregat halus (pasir) dan
agregat kasar (batu pecah) dengan semen Portland yang dicampur dengan air
dalam perbandingan tertentu. Beton yang baik mempunyai kuat tarik, kuat tekan,
kuat lekat yang tinggi, kedap air, tahan cuaca, tahan zat kimia, susutan
pengerasannya kecil, dan elastisitas tinggi. Berdasarkan proses pembentukannya,
tiang pancang beton dibagi menjadi:
(1) Tiang pancang beton pracetak (precast concrete pile)
Tiang pancang ini dibentuk di tempat pengecoran sentral sesuai dengan
panjang tiang pancang yang sudah ditentukan, dan kemudian dikirimkan ke
tempat konstruksi. Jika ruangan tersedia dan jumlah yang diperlukan sudah
mencukupi, maka halaman pencoran dapat disediakan di proyek untuk
mengurangi biaya transportasi. Tiang pancang pracetak dapat dibuat dengan
menggunakan penguatan biasa atau dengan menggunakan tiang pancang
prategang. Tiang pancang pracetak dengan penguatan biasa, dibuat untuk
tegangan lentur selama waktu pengambilan (pick up) dan pengangkutan ke tempat
proyek, untuk momen lentur dari beban lateral, serta untuk penyediaan tahanan
yang mencukupi terhadap beban vertical dan terhadap setiap gaya tegangan yang
timbul selama pemancangan.
(2) Tiang pancang yang dicor langsung di tempat (cast in place pile)
Tiang pancang yang dicor langsung di tempat, dibentuk dengan membuat
sebuah lubang dalam tanah dan mengisinya dengan beton. Lubang tersebut dapat
dibor tapi lebih sering dibentuk dengan memancangkan sebuah sel (shell) ke
dalam tanah tempat pondasi tersebut diperuntukkan. Cetakan (casing) tersebut
dapat diisi dengan sebuah paksi (mandreal) dengan kondisi pada penarikan balik
paksi akan mengosongkan cetakan. Cetakan dapat dipancang dengan kondisi pelat
kulit kerang (shell) yang siap terisi beton, atau corong ke dalam tanah. Cetakan
lain dapat berupa corong dengan ujung terbuka, di mana tanah di dalam cetakan
dapat dikeluarkan setelah pemancangan.
(3) Tiang pancang beton prategang (precast prestressed concrete pile)
Tiang pancang ini dibentuk dengan menekan baja berkekuatan tinggi, yaitu
baja yang mempunyai kekuatan maksimal fyult sebesar 1725-1860 MPa dengan

Universitas Sriwijaya

20

mempertegangkan kabel ke suatu nilai pada orde 0,5 sampai 0,7 f ult. Bila beton
mengeras, maka kabel-kabel pra-tegang itu dipotong dengan gaya tegangan di
dalam kabel yang menghasilkan tegangan tekan dalam tiang pancang beton
sewaktu baja tersebut mencoba kembali ke panjang tak teregang (unstrectched
length). Beberapa rayapan (creep) dan kehilangan lain termasuk kehilangan yang
disebabkan oleh pemendekan aksial dari tiang pancang karena beban tekan dalam
tiang pancang disebabkan oleh gaya yang terjadi pada kabel prategang.
Kehilangan-kehilangan ini, tanpa memperhitungkan yang diperbaiki, diambil
sebesar 240 MPa, ini tidak termasuk kehilangan pemendekan aksial yang
disebabkan oleh beban-beban perancangan yang digunakan.
3.7.3

Tiang Pancang Baja (Steel Pile)


Pada saat ini sering digunakan tiang pancang baja sebab tiang pancang baja

sangat baik karena tidak mudah mengalami bahaya tekuk. Tiang baja yang dikenal
ada dua macam, yaitu:
(1) H pile
Kebanyakan penampang tiang pancang baja berbentuk profil H. Karena
terbuat dari baja, maka kekuatan dari tiang ini sendiri sangat besar sehingga dalam
pengangkutan dan pemancangan tidak menimbulakn bahaya patah sebagaimana
halnya yang sering terjadi pada tiang pancang beton precast.
Tiang pancang H memiliki perpindahan volume yang kecil karena daerah
penampangnya tidak terlalu besar. Jadi pemakaian tiang pancang baja ini sangat
bermanfaat bila kita memerlukan tiang pancang yang panjang dengan tahanan
ujung yang besar. Kelemahan dari tiang pancang baja ini, mudah mengalami karat
(korosi).
(2) Pipa baja (steel pipe)
Tiang ini dibuat dengan memancangkan pipa pada kedalaman yang
diinginkan, kemudian diisi dengan beton. Pipa ini dapat dipancangkan dengan
bagian atas tertutup atau terbuka, dan pada bagian bawah pipa terbuka. Pipa ini
dipancangkan sampai kedalaman yang diinginkan, kemudian tanah dikeluarkan
dari dalam pipa dengan menggunakan tekanan udara atau kombinasi antara air dan
tekanan udara lalu cor-an beton dimasukkan ke dalam pipa.
Keuntungan pemakaian tiang pancang pipa baja,

yaitu

mudah

dipancangkan, penyambungan dan pemotongan tiang tidak terlalu sulit. serta

Universitas Sriwijaya

21

pengangkutan dan pemancangan tidak menimbulkan resiko patah. Disamping


memiliki keuntungan, tiang pancang pipa baja juga memiliki kelemahan yaitu
mempunyai sifat yang korosif, baik oleh air maupun zat korosi lainnya.
3.7.4

Tiang pancang komposit


Tiang pancang komposit adalah tiang pancang yang terbuat dari campuran

dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama dalam menahan gaya aksial,
lateral, maupun gaya luar. Tiang pancang ini dapat bervariasi dari campuran bahan
baton dan kayu atau beton dan baja.
3.8 Penggolongan Tiang Pancang berdasarkan Cara Tiang Meneruskan
Beban
Menurut Suryolelono (1994) tipe tiang dapat dibedakan terhadap cara tiang
meneruskan beban yang diterimanya ke tanah dasar pondasi. Hal ini tergantung
juga pada jenis tanah dasar pondasi yang akan menerima beban yang bekerja. Tipe
tiang pancang pancang berdasarkan cara tiang meneruskan beban dapat terlihat
pada Gambar 3.1.
Tiang end bearing pile terjadi apabila ujung tiang mencapai tanah keras
atau tanah baik dengan kuat dukung tinggi, sehingga beban yang diterima tiang
akan diteruskan ke tanah dasar pondasi melalui ujung tiang. Bila tiang dipancang
pada tanah dengan nilai kuat gesek tinggi (jenis tanah pasir), maka beban yang
diterima oleh tiang akan ditahan berdasarkan gesekan antara tiang dan tanah di
sekeliling tiang. Jenis tiang ini disebut friction pile. Jika tiang dipancang pada
tanah dasar pondasi yang mempunyai nilai kohesi tinggi, maka beban yang
diterima oleh tiang akan ditahan oleh pelekatan antara tanah sekitar permukaan
tiang. Jenis tiang ini disebut adhesive pile.

Universitas Sriwijaya

22

Gambar 3.1 Tipe tiang berdasarkan cara tiang meneruskan beban ke tanah
(Suryolelono, 1994)

Pada umumnya di lapangan dijumpai tipe tiang yang merupakan kombinasi


dari ketiga hal tersebut. Keadaan ini disebabkan karena jenis tanah merupakan
campuran atau kombinasi tanah berbutir kasar, tanah berbutir halus dan kadangkadang merupakan tanah yang kompak, sehingga cara tiang meneruskan beban ke
tanah dasar pondasi, merupakan kombinasinya.
3.8 Penggolongan Tiang Pancang berdasarkan Teknik Pemancangan
Pada proses pemancangan tiang pancang ada 2 metode umum yang sering
digunakan di lapangan diproyek, yakni metode jack-in pile dan metode hammer.
Pertama

metode

jack-In

pile adalah

metode

pemancangan

dengan

menggunakan mesin pancang hydraulic dimana proses pemancang tiang pancang


dengan memberikan tekanan beban secara statis pada tiang pancang. Alat
pemancang dengan metode jack-in pile dapat terlihat pada Gambar 3.2.
Penekanan dan pemancangan tiang akan berhenti bila tiang telah mencapai
tanah keras aktual. Pada pemancangan dengan metode jack-in pile, gaya tekan
langsung dapat dibaca melalui manometer sehingga gaya tekan tiang dapat
diketahui setiap mencapai kedalaman tertentu.
Metode kedua yakni dengan metode pukulan dimana proses pemancang
tiang pancang dengan memberikan tekanan beban secara dinamik pada bagian
ujung tiang dengan cara menjatuhkan beban ke tiang pancang seperti dipukul
secara berulang ulang hingga penetrasi tiang pancang sudah maksimum. Alat
pemukul berupa palu (hammer) yang beratnya disesuaikan dengan tiangnya. Palu
tiang pancang adalah alat yang digunakan untuk memberi energi yang cukup
kepada tiang pancang untuk menembus tanah. Biasanya dalam pelaksanaan
diperlukan alat bantu berupa tripod atau menara (crane). Mobil crane dapat
dijalankan di atas rel yang disediakan atau berupa roda lantai dan bila tanah sangat
lemah roda diganti dengan rakit baja atau beton.

Universitas Sriwijaya

23

Gambar 3.2 Alat pemancangan hydraulic jack-in pile


Metode jack-In pile memiliki beberapa kelebihan dibanding metode hammer
antara lain:
(1)

Menghasilkan daya dukung gesek tanah yang


lebih baik karena metode hydraulic jack-in merupakan metode penetrasi
tekan statis sehingga tanah yang tadinya terdorong ke samping akibat
penetrasi tiang, dalam beberapa jam tanah yang terdorong akan kembali

menjepit tiang dan memberikan daya dukung tambahan.


(2)
Tidak menghasilkan suara bising seperti pada
hammer. Umumnya menggunakan silent genset sebagai main power untuk
aktifitas mesin hydraulic jack-in pile sehingga tidak menghasilkan polusi asap
yang banyak.
(3)
(4)

Produtifitas kerjanya lebih baik daripada hammer.


Tidak menimbulkan getaran disekeliling sehingga
aman untuk bangunan di dekatnya (minim retak struktural pada bangunan
sekelilingnya).

(5)

Tidak diperlukan loading test beban aksial, karena


mesin hydraulic jack-in dilengkapi dengan pressure gauge sehingga beban
aksial aktual dapat diketahui dari pembacaan tekanan pada pressure gauge di
instrument mesin.

Universitas Sriwijaya

24

Selain memiliki kelebihan, hydrolic jack-in pile memiliki beberapa


kekurangan, diantaranya sebagai berikut:
(1)

Tidak

maksimal

pengerjaannya jika terjadi hujan karena bila tiang diperlukan welding atau
pengelasan sambungan, maka proses penyambungan tiang pancang butuh
waktu lama.
(2)

Penggunaan

mesin

hydraulic jack in robot membutuhkan waktu yang relatif lama untuk


berpindah dari satu titik ke titik pemancangan yang lain, sedangkan jika
menggunakan mesin Hydraulic Jack In dengan roda Crawler dibutuhkan
waktu yang cepat untuk berpindah dari satu titik ke titik pemancangan yang
lain, akan tetapi tidak terlalu baik dalam pressure pemancangan dan kurang
(3)

siku. Hal ini tergantung permukaan tanah yang menjadi landasan.


Tidak cocok untuk lokasi
yang tanahnya sempit karena jarak bebas alat ke tembok harus 2,5 m 5,0 m.

3.8 Kriteria Perencanaan Pondasi


Pondasi tiang hendaknya direncanakan sehingga gaya luar yang bekerja
pada kepala tiang tidak melebihi daya dukung tiang yang diizinkan. Daya dukung
tiang pancang meliputi aspek daya dukung tanah yang diizinkan, tegangan pada
tiang pancang yang diizinkan, dan perpindahan kepala tiang pancang yang
diizinkan.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah kemungkinann adanya geser
negatif (negative skin friction) dan gaya-gaya lain seperti perbedaan tekanan tanah
aktif dan pasif. Perhitungan dan pengevaluasisan tersebut tidak saja dilaksanakan
tehadap tiang secara individu tetapi juga harus dilaksanakn terhadap tiang-tiang
dalam kelompok (Canonica, 1987). Perencanaan pondasi biasanya

dilakukan

sesuai dengan prosedur di bawah ini:


(1) Pada langkah awal dilakukan penyelidikan tanah di bawah permukaaan, di
sekelililing dan penyelidikan di sekitarnya. Penyelidikan ini sangat penting
dalam hal penentuan konstruksi tiang.
(2) Melakukan perhitungan daya dukung

(bearing capacity) yang diizinkan

untuk satu tiang. Daya dukung yang diizinkan didapat dengan memperhatikan

Universitas Sriwijaya

25

ketiga macam cara arah gaya tekan atau gaya tarik pada arah tegak dan arah
mendatar.
(3) Setelah daya dukung satu tiang sudah didapatakan maka daya dukung tiang
kelompok perlu diperhitungkan juga. Harga akhir akibat gabungan tiang ini
atau gaya gesekan dinding tiang merupakan daya dukung yang diizinkan
untuk pondasi tiang.
(4) Menghitung reaksi yang didistribusikan ke setiap kepala tiang dan
menentukan jumlah tiang yang dibutuhkan secara tepat.
(5) Setelah reaksi pada kepala tiang dihitung, maka pembagian momen lentur
atau gaya geser tiang dalam vertikal dapat dicari. Untuk tiang yang terbuat
dari pipa baja, perlu dihitung ketebalan pelatnya, dan untuk tiang pancang
yang terbuat dari beton, banyaknya beton yang diperlukan perlu dihitung
secara cermat.
Dalam mengatur letak tiang hendaknya diperhitungkan agar masing-masing
tiang dapat menerima beban yang sama. Untuk pelaksanaannya perlu diperhatikan
faktor kekakuan poer dan distribusi bebannya. Walaupun tiang menumpu pada
lapisan tanah yang cukup baik, namun dasar pembagian yang sama untuk setiap
tiang harus tetap dipegang, agar dapat diihindari hal yang tidak diperkirakan
sebelumnya akibat penurunan yang tidak sama.
3.9 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang
3.9.1

Kapasitas Dukung Satu Tiang Metode Statis


Untuk menentukan kapasitas dukung satu tiang digunakan metode

pendekatan analitis dari hasil pengujian karakteristik fisik dan mekanik tanah di
laboratorium dan kemudian didekati dengan formula klasik dan metode empiris
dengan mengandalkan hasil pengujian lapangan.
Adapun metode tersebut adalah metode statik yaitu hasil interpretasi dari
diagram penetrasi yang didapat dari hasil penetrometer, metode dinamis yaitu
menggunakan rumus pancang, dan hasil uji beban langsung.
Kekuatan bahan tiang pancang juga harus diperhatikan dalam mendesain
suatu pondasi tiang pancang. Kekuatan bahan tiang harus disesuaikan dengan

Universitas Sriwijaya

26

keadaan tanah di proyek tersebut serta beban yang akan dipukul tiang pancang
tersebut.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung kekuatan bahan tiang
pancang adalah:
(3.1)

dimana :

= kekuatan yang diizinkan pada tiang pancang (ton)


= tegangan tekan bahan tiang (ton/m2)
= tegangan tekan izin bahan (ton/m2)

Atiang

= luas penampang tiang pancang (m2)

(1) Mengunakan metode statis analisis


Penentuan daya dukung tiang pancang dengan metode statis berdasarkan
data hasil pengujian tanah di laboratorium. Pengujian di laboratorium berupa uji
triaxial. Hasil yang diperoleh dari pengujian triaxial adalah nilai kohesi (C) dan
sudut geser tanah ( ). Terdapat beberapa persamaan yang mengacu pada metode
ini diantaranya adalah menurut Terzaghi, Mayerhof, dan Tomlinson
Menurut Terzaghi kapasitas dukung pondasi dapat dihitung dengan
menggunakan Persamaan 3.2. Pada persamaan tersebut, data parameter tanah
yang diperlukan untuk mngitung kapasitas dukunf pondasi antara lain adalah
ukuran pondasi, nilai kohesi, berat volume, dan sudut geser tanah. Di samping itu,
diperlukan juga data faktor daya dukung pondasi yang mengacu pada nilai sudut
geser pondasi. Hubungan sudut geser tanah dan faktor daya dukung pondasi dapat
dilihat dari Tabel 3.1.
Qu = (Ap(1,3C .Nc+ q Nq+.B.N.a)+(ad.Cu.As)

(3.2)

Menurut Mayerhof persamaan menghitung kapasitas dukung pondasi tiang


dapat disajikan pada Persamaan 3.3.
Qu = (Ap(C .N`c+n. q Nq)+(As.Xm.N)

(3.3)

Universitas Sriwijaya

27

Persamaan untuk mencari kapasitas dukung pondasi tiang menurut


Tomlinson dapat dilihat pada Persamaan 3.4.
Qu = (Ap(C .Nc+ q Nq)+(.Cn.As+0,5K q tan()As)

(3.4)

dimana :
Qu

= kapasitas dukung tiang (ton)

Ap

= luas penampang tiang (m2)

As

= luas selimut tiang (m2)

= kohesi pada tanah (kg/m2)

Nc, Nq, N

= faktor daya dukung

= faktor penampang
= faktor adhesi
= koefisien tekanan tanah lateral
= sudut geser efektif antara tanah dan tiang pancang

= berat volume tanah (Kg/m3)


Untuk mempermudah perhitungan, terdapat tabel yang menyajikan

hubungan nilai sudut geser tanah

dan nilai faktor daya dukung tanah yang

terdiri dari Nc, Nq, dan N. Hubungan nilai sudut geser tanah

, Nc, Nq, dan

N ditunjukkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Nilai Nc,Nq,N (Hardiyatmo, 1996)

Universitas Sriwijaya

28

, degree

Nc

Nq

5
10
15
20
25
30
34
35
40
45
48
50

7,3
9,6
12,9
17,7
52,6
37,2
52,6
57,8
95,7
172,3
258,3
347,5

1,6
2,7
4,4
7,4
12,7
22,5
36,5
41,4
81,3
173,3
287,9
415,1

0,5
1,2
2,5
5,0
9,7
19,7
36,0
42,4
100,4
297,5
780,1
1153,2

(2) Mengunakan metode statis empiris


Perbedaan metode statis analisis dan statis empiris terletak pada korelasi
yang digunakan. Pada metode analisis, korelasi yang digunakan adalah hasil dari
penyelidikan laboratorium sedangkan analisis empiris menguunakan korelasi
berupa hasil pembacaan penetrasi dari suatu alat penetrometer. Alat penetrometer
yang biasa digunakan pada metode statis empiris yaitu Cone Penetration Test
yang biasa dikenal dengan istilah CPT dan Standard Penetration Test (SPT).
Metode statis empiris yang paling dikenal adalah metode yang dikembangkan
oleh Meyerhof (1956) baik untuk SPT maupun CPT. Rumus yang digunakan
adalah:
a. Kapasitas dukung tiang dari pengujian sondir (cone penetration test)
Kapasitas daya dukung tiang dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan Meyerhof (1956):
(3.5)

dimana:
QAll

= Daya dukung tiang tunggal (kg)

NK

= Nilai konus rata-rata pada ujung tiang (kg/cm2)

= Luas penampang tiang (cm2)

= Keliling tiang (cm)

JHP

= Jumlah hambatan pelekat rata-rata (kg/cm)

3&5

= Faktor Keamanan

Universitas Sriwijaya

29

b.

Kapasitas dukung tiang dari pengujian SPT


Kapasitas daya dukung tiang dari pengujian SPT dapat dihitung

menggunakan Persamaan 3.6 untuk tiang berpenampang bundar dan Persamaan


3.7 untuk tiang berpenampang H atau I.

(3.6)

(3.7)

Sedangkan untuk korelasi nilai N tanah pasir halus terendam air dapat
ditampilkan pada Persamaan 3.8.
N = 15 + (N 15)

(3.8)

dimana:
Pu = daya dukung maksimum (ton)
= nilai standar penetrasi pada ujung tiang
= nilai rata-rata standar penetrasi sepanjang tiang
= luas penampang ujung tiang (m2)
= luas selimut tiang (m2)
N = N yang terukur di lapangan
3.9.2 Kapasitas Dukung Tiang Pancang dengan Metode Loading Test
Pengujian tiang pancang berdasarkan loading test didasarkan pada
pemberian beban terhadap tiang pancang baik secara loading maupun unloading
dengan tujuan mengetahui dan menentukan kapasitas dukung tiang rencana
tersebut. Loading test dilakukan apabila hasil peneyelidikan tanah meragukan, dan
agar didapat nilai proyek yang ekonomis.

Universitas Sriwijaya

30

Pengujian pembebanan pada tiang pancang dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu konvensional dan dengan menggunakan alat pile driving analyzer yang
dikenal dengan nama tes PDA.
PDA test (Pile Driving Analyzer) adalah pengujian kapasitas dukung tiang
pancang dengan cara mengukur regangan dengan cara memasang alat di bagian
atas tiang. Regangan dan percepatan gelombang akibat tumbukan alat pancang
diukur dengan menggunakan strain transducer dan accelerometer. Dua buah
strain transducer dan dua buah accelerometer dipasang pada bagian atas tiang
dengan jarak minimum 1,5 diameter dari kepala tiang (Bowles, 1986). Tujuan
pemasangan dua buah instrumen adalah untuk mendapatkan data yang lebih baik
dan mempunyai perbandingan rata-rata disamping sebagai faktor keamanan
apabila salah satu instrumen tidak bekerja dengan baik. Hasil pengukuran
dianalisis dengan cara yang dikenal dengan nama Case Method, berdasarkan teori
gelombang satu dimensi (one dimensional wave theory).
3.9.3 Kapasitas Daya Dukung Kelompok Tiang
Pada umumnya tiang digunakan dalam bentuk kelompok untuk meneruskan
beban struktural ke tanah. Pilecap dibuat hingga meliputi seluruh tiang. Oleh
sebab itu, persamaan kapasitas dukung tiang kelompok sebagai berikut (Sardjono,
1987):
Qg = QALL x x n

(3.9)

dimana :
Qg
= daya dukung kelompok tiang (ton)
QALL = daya dukung tiang tunggal dalam kelompok (ton)

= faktor efisiensi
n
= jumlah tiang dalam satu baris
Persamaan untuk menghitung efisiensi kelompok tiang menurut Feld (1943)
adalah sebagai berikut:
(n 1)m (m 1)n

90mn

(3.10)

dimana:
= efisiensi kelompok tiang
m = jumlah baris tiang
n = jumlah tiang dalam satu baris
= arc tan (d/s) dalam derajat

Universitas Sriwijaya

31

s
d

= jarak antar tiang (as ke as)


= diameter tiang

3.10 Perhitungan Beban Pada Tiang Pancang


Beban pada tiap tiang pancang dihitung untuk mencari momen yang akan
digunakan pada perhitungan tulangan pile cap. Berikut adalah persamaan untuk
mencari beban pada tiap tiang pancang:
V=

(3.11)

dimana:
Pkolom = reaksi maksimum yang dipikul kolom (ton)
My
= momen maksimum arah y (ton.m)
Mx
= momen maksimum arah x (ton.m)
x
= jarak titik berat kelompok tiang ke titik berat tiang pancang arah x
y

(meter)
= jarak titik berat kelompok tiang ke titik berat tiang pancang arah y

x2

(meter)
= jumlah kuadrat jarak titik berat kelompok tiang ke titik berat tiang

pancang arah x (m2)


= jumlah kuadrat jarak titik berat kelompok tiang ke titik berat tiang
pancang arah y (m2)
Beban pada tiang pancang berasal dari beban tetap dan beban darurat. Beban

tetap yang dipikul oleh tiang pancang didapat dari kombinasi pembebanan dead
load dan live load. Sedangkan beban darurat dari tiang pancang didapat dari
beban maksimum yang berasal dari 10 kombinasi pembebanan menurut tata cara
perhitungan struktur beton untuk bangunan.
3.11 Pile Cap
3.9.1 Gambaran Umum Pile Cap
Pile cap adalah elemen struktur yang berfungsi untuk menerima beban dari
kolom yang kemudian diteruskan ke tiang pancang dan untuk menyatukan
kelompok tiang pancang . Dalam perhitungan-perhitungan pile cap dianggap atau
dibuat kaku sempurna sehingga:

Universitas Sriwijaya

32

(1) Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang pancang tersebut
menimbulkan penurunan maka setelah penurunan bidang pile cap tetap akan
merupakan bidang datar.
(2) Gaya-gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan tiangtiang tersebut.
3.9.2 Perhitungan Tulangan Pile Cap
Di atas pondasi tiang, terutama jika menggunakan kelompok tiang diberi
pengikat yang diberi nama pile cap. Tulangan pile cap ini diperhitungkan dengan
memperhatikan tegangan geser. Tahapan menghitung tulangan pile cap adalah
sebagai berikut:
(1) Perhitungan tegangan geser pile cap
=

Tegangan geser izin ( izin )

Panjang area geser (sv)

fc ,
6

(3.12)

= s + ( h - hb )

Luas area geser (Av)

= 4 s v ( h - hb )

Tegangan Geser ( bpu )

= Pmax/Av

(3.13)
(3.14)
(3.15)

dimana:
Pmax

= beban yang terjadi di kolom

= Diameter tiang pancang atau diameter kolom

= Tinggi pile cap

Hb

= Tinggi efektif pile cap

Sv

= Panjang area geser

Av

= Luas area geser

(2) Perhitungangan momen maksimum pada pile cap


Pada Gambar 3.3, Gambar 3.4, dan Gambar 3.5 dapat ditampilkan gambar
detail dan potongan pile cap yang dijadikan acuan untuk menggitung momen
maksimum.

Universitas Sriwijaya

33

Gambar 3.3 Detail pile cap

Gambar 3.4 Potongan I-I pile cap


Momen maksimum yang terjadi pad potongan I-I dapat dirumuskan sebagai
berikut:
MuI = W1(X3) + W2(X3) + W3(X3) V2(X2)

(3.16)

dimana:
V = Daya dukung tiang pancang (ton)
X = Jarak beban ke momen (meter)

Universitas Sriwijaya

34

Gambar 3.4 Potongan II-II pile cap


Momen maksimum yang terjadi pad potongan II-II dapat dirumuskan
sebagai berikut:
MuII = W1(Y1) + W2(Y1) + W3(Y1) V2(Y2) (3.17)

(3.17)

dimana :
V = Daya dukung tiang pancang (ton)
Y = Jarak beban ke momen (m)
(3) Perhitungan tulangan pokok pile cap
Setelah didapat momen maksimum, dilanjutkan dengan mencari tulangan
pokok pile cap. Pada perencanaan pile cap diambil momen maksimum sebagai
nilai Mu. Kemudian dilajutkan dengan mencari jarak dari serat tepi tekan terluar
terhadap titik berat tulangan tarik (d).
d = h - (tebal selimut beton + 0,5 diameter tulangan utama)

(3.18)

Selanjutnya dilakukan perhitungan mencari luas tulangan tekan atau yang dikenal
dengan tulangan pokok dan tulangan susut (Dipohusodo, 1999).
Rn

Mu
b d2

fy
0,85fc

(3.19)

(3.20)

Universitas Sriwijaya

35

1
2mRn
1 1

m
fy

min

1,4
fy

min

(3.21)

(3.22)

maks

Persamaan 3.23 menampilkan rumus untuk mencari tulangan tekan atau tulangan
utama pada pile cap. Rumus 3.24 menampilkan persamaan untuk mencari
tulangan susut atau tulangan tarik.
As b d

(3.23)

As = diambil 30 % dari tulangan utama

(3.24)

Dari luas tulangan yang didapat akan diperoleh rencana tulangan melalui tabel
hubungan antara luas penampang tulangan dengan diameter tulangan.
dimana:
Mu = momen terfaktor pada penampang pile cap
b

= lebar pile cap

= tinggi efektif pilecap

fy

= tegangan luluh baja

fc

= kuat tekan beton

= Rasio penulangan

As = Luas penampang tulangan baja tarik


As = Luas penampang baja tekan

Universitas Sriwijaya

You might also like