You are on page 1of 13

BAB I

DEFINISI
1. Henti jantung adalah suatu keadaan ketika jantung dengan alasan apapun
tidak memompa dengan efektif atau bahkan tidak memompa sama sekali
disertai tidak adanya denyut nadi yang teraba
a. Hal ini dapat disebabkan karena adanya Fibrilasi Ventrikal, asistol atau
Pulseless Electrikel Activity (PEA)
b. Untuk memperoleh ahsil RJP efektif maka resusitasi harus dilakukan
sesegera mungkin (4-6 menit) setelah kejadian henti jantung
c. Jika pasien ditemukan tidak bernapas, tidak ada denyut jantung, pupil
midrasi maksimal, hal ini bukanlah henti janting dan tidak perlu dilakukan
resusitasi
2. Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah saalah satu rangkaian tindakan
penyelamatan nyawa untuk meningkatkan kelangsungan hidup pasien henti
janting mendadak. RJP dapat diberikan pada pasien yang tiba-tiba
terjatuh/tidak sadar, tidak bernapas atau bernapas tidak normal (gasping)
serta tidak ada tulisan DNR di status rekam medis
3. Tindakan Do Not Resuscitate (DNR) adalah suatu tindakan dimana
apabila pasien mengalami henti jantung dan atau henti napas para medis
tidak akan dipanggil dan tidak akan melakukan usaha tindakan resusitasi
jantung paru dasar maupun lanjut
a. Jika pasien mengalami henti jantung/henti napas lakukan segera
assesmen untuk mengidentifikasi penyebab, patensi jalan napas,
memeriksa kondisi pasien dan sebagainya. Tidak perlu melakukan usaha
tindakan resusitasi dasar dan lanjut
b. DNR tidak berarti semua tata laksana/penanganan aktif pasien
diberhentikan (misalnya pemberian terapi intervena, pemberian obatobatan) tetap dilakukan pada pasien dengan DNR
c. Semua perawatan mendasar tetap dilakukan tanpa kecuali
4. Fase/penyakit terminal adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera
penyakit yang menurut perkiraan dokter/tenaga medis lainnya tidak dapat
disembuhkan dan bersifat ireversibel dan pada akhirnya akan menyebabkan
kematian dalam rentang waktu yang singkat dan dimana pengaplikasian
terapi untuk memperpanjang/mempertahankan hidup hanya akan berefek
dalam memperlama proses penderitaan/sekarat pasien
Tujuan Pembuatan Panduan Do Not Resusitation (DNR) meliputi :
1. Untuk memastikan bahwa pengambilan keputusan Do Not Resusitation (DNR)
tidak disalahartikan/disalah interpretasikan
2. Utnuk memastikan terjadinya komunikasi, pencatatan, dan terstandarisasi
pengambilan keputusan Do Not Resusitation (DNR)

BAB II
RUANG LINGKUP
Lingkup Area
a. Panduan ini diterapkan kepada semua pasien rawat inap, pasien Instalasi
Gawat Darurat (IGD)
b. Pelaksana panduan ini adalah para tenaga kesehatan (medis, perawat,
farmasi, dan tenaga kesehatan lainnya), staf di ruang rawat yang bekerja
di rumah sakit

BAB III
TATA LAKSANA
A. PRINSIP
1. Harus tetap ada anggapan untuk tetap melakukan resusitasi kecuali sudah
ada keputusan baik lisan dan tulisan untuk tidak melakukan resusitasi
2. Keputusan tindakan DNR harus dicatat pada rekam medis pasien
3. Pasien harus diberi informasi sejelas-jelasnya tentang kondisi dan penyakit
serta kemungkinan terjadi henti napas/henti jantung dan kemungkinan
adanya tindakan DNR yang akan dilakukan
4. Informasi diberikan oleh dokter penanggung jawab pasien dengan
menggunakan teknik komunikasi yang baik
5. RJP sebaiknya tidak dilakukan apabila :
a. RJP dinilai tidak dapat mengembalikan fungsi jantung dan pernapasan
pasien
b. Pasien dewasa, yang kompeten secara mental dan memiliki kapasitas
untuk mengambil keputusan, menolak untuk dilakukan usaha RJP
c. Terdapat alasan yang valid, kuat dan dapat diterima mengenai
pengambilan keputusan untuk tidak melakukan tindakan RJP
d. Terdpaat perintah DNR sebelumnya yang valid lengkap dan dengan
alasan kuat
e. Pada
pasien-pasien
yang
berada
pada
fase
terminal
penyalitnya/sekarat dimana tindakan RJP tidak dapat menunda fase
termal/kondisi sekarat pasien dan tidak memberikan keuntungan
terapeutik (resiko/bahayanya melebihi keuntungannya)
6. Keputusan melakukan DNR harus merupakan langkah terbaik bagi pasien
dan sudah didiskusikan dengan keluarga pasien
7. Disatus rekam medis pasien harus tercantum data-data :
a. Tulisan ini pasien tidak dilakukan resusitasi
b. Tulis tanggal dan waktu pengambilan keputusan
c. Indikasi/alasan tindakan DNR
d. Batas waktu berlakunya instruksi DNR
e. Nama dokter penanggung jawab pasien
f.

Ditandantangani oleh
mengambil keputusan)

dokter

penanggung

jawab

pasien

(yang

8. Pada beberapa kasus tdiak terdapat batasan waktu pemberlakuan


instruksi DNR, misalnya : keganasan fase terminal
9. Pada pasien asing (luar negeri) dan populasi etnis minoritas dimana
terdapat kesulitan pemahaman bahasa harus terdapat layanan
penerjemah yang kompeten
10.DNR hanya berarti tidak dilakukan tindakan RJP. Penanganan dan tata
laksana pasien lainya tetap dilakukan dengan optimal

B. KEPUTUSAN DINI/AWAL
1. Terdapat kebijakan dari pihak rumah sakit mengenai keputusan dini akan
penolakan tindakan penyelamatan hidup/nyawa pasien
2. Dokter sebaiknya menghargai keputusan yang diambil oleh pasien
(autonomi)
3. Pasien dengan keputusan dini ini tetap diberikan terapi/penanganan
lainnya, seperti pemberian obat-obatan , cairan infus, dan lain-lain
4. Putuskanlah apakah diskusi mengenai keputusan DNR ini perlu dilakukan
5. Berikut adalah beberapa kondisi dimana perlu dilakukan diskusi dengan
pasien :
a. Pasien yang kompeten secara mental menyatakan bahwa mereka ingin
mendiskusikan tindakan DNR dengan dokternya
b. Usaha RJP dianggap memiliki harapan untuk berhasil tetapi dapat
megakibatkan kualitas hidup yang buruk bagi pasien
c. Hal yang mendasari keputusan DNR adalah tidak adanya keuntungan
dalam hal medis. Diskusi harus ditekankan untuk membuat pasien
menyadari, memahami, dan menerima kondisi penyakitnya serta
menerima hasil keputusan yang telah didiskusikan. Diskusi juga
membahas mengenai manajemen paliatif dan program secara
keseluruhan
6. Berikut adalah beberapa kondisi dimana tidak perlu dilakukan diskusi
dengan pasien
a. Jika resusitasi dianggap tidak ada gunanya/sia-sia
b. Diskusi berpengaruh buruk terhadap kesehatan pasien, misalnya
pasien menjadi depresi
c. Pasien yang kompeten secara mental menyatakan bahwa mereka tidak
ingin mendiskusikan hal tersebut
d. Pasien mengalami deteriorasi, misalnya pasein berada dalam fase
sekarat/terminal dari penyakitnya
e. Pasien dinilai tidak memiliki kapasitas yang adekuat untuk mengambil
keputusan
7. Pasien diperbolehkan untuk mengambil keputusan dini akan penolakan
tindakan penyelamatan hidup dengan memenuhi beberapa persyaratan
dibawah ini :
a. Usia pasien harus > 18 tahun
b. Pasien harus kompeten dan memiliki kapasitas yang baik secara
mental untuk mengambil keputusan
c. Keputusan ini harus tertulis yang berarti harus ditulis oleh pasien
sendiri atau keluarga/kerabat yang dipercaya oleh pasien, dan harus
dicatat di rekam medis

d. Harus ditandatangani oleh 2 orang yaitu 1 Penulis/pembuat keputusan


atau oleh orang lain atas nama pasien sambil diarahkan oleh dokter
(jika pasien tidak mampu menandatanganinya sendiri) 1 orang lain
sebagai saksi
e. Harus diverifikasi oleh pernyataan spesifik yang dilakukan oleh
pembuat keputusan, dapat dituliskan di dokumen lain/terpisah yang
menyatakan
bahwa keputusan
dini ini diaplikasikan untuk
tindakan/penanganan spesifik, bahkan jika terdapat risiko kematian
f.

Pernyataan keputusan dini di dokumen terpisah ini juga harus


ditandatangani dan disaksikan oleh 2 orang (salah satunya pasien)

8. Diskusi antara dokter dengan keluarga pasien mengenai keputusan ini


harus atas izin pasien
9. Jika pasien tidak kompeten secara mental, diskusi dapat dilakukan dengan
keluarga/wali sah pasien dengan mempertimbangkan kondisi dan
keinginan pasien. Jika tidak terdapat keluarga/wali yang sah, keputusan
dapat diambil oleh dokter penanggungjawab pasien
10.Jika terdapat situasi dimana pasien kehilangan kompetensinya untuk
mengambil keputusan tetapi telah membuat keputusan dini DNR
sebelumnya yang valid, keputusan ini haruslah dihargai
11.Dokter dapat tidak mengindahkan keputusan dini yang dibuat oleh pasien,
jika terdapat hal-hal berikut :
a. Pasien telah melakukan hal-hal yang tidak konsisten terhadap
keputusan dini/awal yang dibuat, yang mempengaruhi validitas
keputusan tersebut (misalnya, pasien pindah agama)
b. Terdapat situasi yang tidak diantisipasi oleh pasien dan situasi tersebut
dpat mempengaruhi keputusan pasien (misalnya, perkembangan
terkini dalam tatalaksana pasien yang secara drastis mengubah
prospek kondisi tertentu pasien)
c. Situasi/kondisi yang ada tidak jelas dan tidak dapat diprediksi
d. Terdapat perbedaan/perselisihan mengenai validitas
dini/awal dan kasus tersebut telah dibawa ke pengadilan

keputusan

12.Jika terdapat keraguan terhadap apa yang pasien inginkan/maksudkan,


paramedis harus bertindak sesuai dengan kepentingan/hal yang terbaik
untuk pasien. Dapat meminta saran dari dokter senior juga
13.Tatalaksana emergensi tidak boleh tertunda hanya karena mencari ada
tidaknya instruksi DNR pasien jika tidak terdapat indikasi jelas bahwa
instruksi tersebut ada
14.Pasien tidak diperbolehkan menolak perawatan dasar yang diberikan
15.Perawatan dasar ini didefinsikan sebagai pemberian tempat tidur yang
nyaman dan hangat, pengurang rasa sakit/analgesic, manejemen gejalagejala yang memicu stress fisik (seperti sesak napas, muntah,
inkontinensia), dan manajemen higene/kebersihan diri pasien
16.Jika pasien tetap menolak perawatan dasar, dokter yang bertugas
sebaiknya meminta saran dari dokter senior, dan masalah ini dapat juga
dibawa ke komisi etik
17.Rumah sakit sebaiknya membuat kerangka konsep dalam hal mengambil
keputusan DNR

C. KEPUTUSAN DNR PADA PASIEN DEWASA YANG AKAN DILAKUKAN ECT


1. Tindakan ECT dan anastesi turut berkontribusi dalam perubahan kondisi
medis pasien dengan keputusan DNR sebelumnya dikarenakan adanya
perubahan fisiologis yang dapat meningkatkan risiko pasien
2. Tindakan anastesi sendiri (baik regional ataupun umum), akan
menimbulkan instabilitas kardiopulmoner yang akan membutuhkan
dukungan/penanganan medis
3. Angka keberhasilan RJP di kamar operasi lebih tinggi secara signifikan
dibandingkan di ruang rawat inap (dimana keputusan DNR ini ditetapkan),
angka keberhasilan RJP di kamar operasi ini dapat mencapai 92%
4. Melihat dari hal-hal tersebut diatas, maka diperlukan peninjauan ulang
keputusan DNR sebelum melakukan prosedur anastesi dan pembedahan

5. Rekomendasi :
a. Pasien dengan keputusan DNR yang mungkin memerlukan prosedur
anastesi harus dikonsultasikan kepada anestesiologis
b. Lakukan peninjauan ulang keputusan DNR oleh anestesiologis dengan
pasien, wali, keluarga, atau dokter penanggungjawab pasien (jika
diindikasikan) sebelum melaukan prosedur anastesi
c. Tujuan peninjauan ulang ini adalah untuk memperoleh kesepakatan
mengenai penanganan apa saja yang akan boleh dilakukan salama
prosedur anastesi
d. Terdapat 3 pilihan dalam meninjau ulang keputusan DNR, yaitu :
1) Pilihan Pertama, keputusan DNR dibatalkan selama menjalani
anastesi, dan ditinjau ulang kembali saat pasien keluar dari ruang
pemulihan. Saat menjalani pembedahan dan anastesi, lakukan RJP
jika terdapat henti jantung/napas
2) Pilihan Kedua, keputusan DNR dimodifikasi, dengan menginzinkan
pemberian obat-obatan dan teknik anestesi yang sejalan/sesuai
dengan pemberian anestesi.
Hal ini termasuk

Monitor EKG, tekanan


intraoperative lainnya

Manipulasi sementara dalam menjaga jalan napas dan


pernapasan dengan intubasi dan ventilasi, jika diperlukan dan
dengan pemahaman bahwa pasien akan bernapas secara
spontan di akhir prosedur

Penggunaan vasopressor atau obat anti-aritmia untuk


mengkoreksi stabilitas kardiovaskular yang berhubungan dengan
pemberian anastesi dan pembedahan

darah,

oksigenasi,

dan

monitor

Penggunaan kardioversi atau defibrillator untuk megkoreksi aritmia


harus didiskusikan sebelumnya dengan pasien/wali sahnya. Lakukan
juga diskusi mengenai kompresi dada.

3) Pilihan Ketiga,
perubahan)

keputusan

DNR

tetap

berlaku

(tidak

ada

Pasien
dapat
menjalani
prosedur
mempertahankan keputusan DNR-nya

Anestesiologis harus berdiskusi dan membuat kesepakatan


dengan pasien/wali sah mengenai intervensi apa saja yang
diperbolehkan, seperti kanulasi intravena, sedasi, analgesic,
monitor, obat vasopressor, obat anti-aritmia, oksigenasi, atau
intervensi lainnya

ECT

dengan

tetap

e. Pilihan yang telah disepakati harus dicatat di rekam medis pasien


f.

Pilihan DNR ini harus dikomunikasikan kepada semua petugas medis


yang terlibat dalam perawatan pasien di dalam ruang ECT dan ruang
pemulihan

g. Secara hukum, yang berwenang utnuk membuat keputusan DNR ini


adalah :
1) Pasien dewasa yang kompeten secara mental
2) Wali sah pasien (jika pasien tidak kompeten secara mental)
3) Dokter penanggungjawab pasien, yang bertindak dengan
mempertimbangkan tindakan terbaik untuk pasien (jika belum ada
keputusan DNR dini/awal yang telah dibuat pasien/wali sahnya)
h. Jika setelah diskusi, masih belum terdapat kesepakatan megenai
pilihan DNR mana yang akan digunakan, pemegang keputusan
tetaplah diberikan ke pasien/wali sahnya
i.

Jika terdapat keraguan atau ketidakpastian mengenai siapa yang


berwenang untuk membuat keputusan DNR dini/awal, atau terdapat
keraguan mengenai tindakan apa yang terbaik untuk pasien, segeralah
mencari saran kepada komisi etik atau lembaga hukum setempat

j.

Dalam kondisi gawat darurat, dokter harus membuat keputusan yang


menurutnya terbaik untuk pasien dengan menggunakan semua
informasi yang tersedia

k. Pilihan keputusan DNR in harus diaplikasikan selama pasien berada di


ruang ECT dan ruang pemulihan
l.

Keputusan DNR ini haruslah ditinjau ulang saat pasien kembali ke


ruang rawat inap

6. Pada situasi emergensi :


a. Tidak selalu ada cukup waktu untuk melakukan peninjauan ulang
mengenai keputusan DNR sebelum melakukan anestesi, pembedahan
atau resusitasi
b. Akan tetapi, harus tetap dilakukan usaha untuk mengklarifikasi adanya
keputusan DNR dini/awal yang telah dibuat sebelumnya (jika
memungkinkan)
D. KEPUTUSAN DNR PADA PEDIATRIK
1. Pada pasien anak (usia <18 tahun) , diskusikan dengan orang tua pasien

2. Orang tua mendpatkan informasi selengkap-lengkapnya mengenai kondisi


dan penyakit pasien, prosedur RJP, rekomendasi mengenai RJP dan DNR
3. Pertimbangkan juga kondisi emosional dan tumbuh kembang pasien anak
4. Instruksi DNR harus diberitahukan kepada orang tua pasien, kecuali pada
kondisi :
Jika RJP dianggap membahayakan pasien atau bersifat nonterapeutik
5. Di rekam medis, harus tertulis hasil diskusi dokter dengan orang tua
pasien. Keputusan harus ditandatangani oleh dokter, perawat yang
terlibat, dan orang tua pasien
6. Pada kasus tertentu, dimana orang tua tetap meminta tetap dilakukan RJP
meskipun tim medis memberitahukan bahwa tindakan RJP ini
membahayakan pasien/bersifat non terapeutik, orang tua diperbolehkan
mencari pendapat ekspertise lainnya (second opinion) atau (orang tua
meminta) diperbolehkan melakuka transfer pasien jika kondisi pasien
memungkinkan untuk ditransfer
7. Jika masih belum ditemukan kesepakatan antara tim medis dengan orang
tua pasien, lakukanlah proses peninjauan ulang (review) oleh tim medis
tiap 24 jam sekali utnuk menentukan apakah DNR perlu dilakukan atau
tidak seperti tercantum dibawah ini :
a. Tim medis harus mengkonfirmasikan bahwa terdapat kesepakatan
diantara anggota timnya mengenai keputusan DNR pada pasien
b. Minta pendapat dokter lain di luar tim medis pasien (second opinion)
megenai
apakah
RJP
pada
pasien
ini
bersifat
nonterapetik/membahayakan
c. Jika second opinion ini mendukung keputusan DNR, salah seorang
anggota tim medis harus menghubungi Komisi Etik untuk
menjadwalkan konsultasi etik
d. Jika hasil dari konsultasi etik mendukung DNR. Salah seorang anggota
tim medis harus memberitahukan/melaporkannya kepada Kepala
Pelayanan Medis dan Lembaga Hukum
e. Jika Kepala Pelayanan Medis setuju dan Lembaga Hukum menyatakan
bahwa keterlibatan secara hukum tidak diperlukan, orang tua harus
diberitahu bahwa keputusan DNR akan dituliskan di rekam medis
pasien
f.

Jika orang tua masih tidak setuju dengan keputusan DNR ini, orang tua
sebaiknya diberikan kesempatan dan bantuan untuk mentransfer
pasien ke fasilitas lainnya yang bersedia untuk menerima pasien

g. Jika tidak memungkinkan untuk mentransfer pasien, instruksi DNR akan


dituliskan di rekam medis pasien
8. Re-asesmen wajib terhadap keputusan DNR sebelum menjalani prosedur
anestesi
a. Pasien dengan instruksi DNR biasanya sering menjalani prosedur
anestesi, terutama prosedur dengan tujuan memfasilitasi perawatan
atau mengurangi nyeri
b. Etilogi dan kejadian henti jantung selama anestesi berbeda secara
signifikan sehingga perlu dilakukan re-evaluasi mengenai instruksi DNR

c. Faktanya, angka keberhasilan resusitasi lebih tinggi selama anestesi


berlangsung
d. Pada beberapa kasus, pasien atau orang tua menginginkan adanya
pembatasan usaha resusitasi yang digunakan sepanjang periode
anestesi
e. Pemberian anestesi sendiri melibatkan beberapa prosedur yang dapat
dianggap sebagai salah satu bagian dari usaha resusitasi, misalnya
pemasangan kateter intravena, pemberian cairan dan obat-obatan
intravena, dan manajemen jalan napas, dan ventilasi pasien
f.

Anestesiologis harus berdiskusi dengan pasien dan atau orang tua,


menilai ulang status DNR sebelum dilakukan prosedur pembedahan,
dan mengkomunikasikan hasil diskusi ini kepada seluruh petugas
rumah sakit yang terlibat dengan perawatan pasien selama periode
intra-operatif dan pasca-operatif

g. Terdapat
3
pilihan
anestesi/pembedahan :

instruksi

DNR

sebelum

prosedur

1) Pilihan Pertama, Instruksi DNR dibatalkan untuk sementara (jika


terjadi henti napas/jantung, dilakukan usaha resusitasi sepenuhnya)
2) Pilihan Kedua, resusitasi terbatas (spesifik terhadap prosedur).
Pasien dilakukan usaha resusitasi sepenuhnya kecuali prosedur
spesifik, yaitu kompresi dada dan kardioversi
3) Pilihan Ketiga, resusitasi terbatas (spesifik terhadap tujuan).
Pasien dilakukan usaha resusitasi hanya jika efek samping yang
terjadi dianggap bersifat sementara dan reversible, berdasarkan
pertimbangan dokter bedah dan anestesiologis
h. Harus dicatat di rekam medis pasien
i.

Saat pasien keluar/dipindahkan dari


instruksi DNR ini harus ditinjau ulang

ruang

pemulihan/recovery,

j.

Jika pasien/orang tua meutuskan untuk tetap memberlakukan instruki


DNR selama menjalani prosedur anestesi/pembedahan, dokter boleh
menolak untuk berpartisipasi dalam kasus ini. Pasien/keluarga harus
mencari dokter lain yang bersedia untuk merawat pasien

BAB IV
DOKUMENTASI
1. Keputusan untuk tidak melakukan RJP harus dicatat di rekam medis pasien
di formulir Do Not Resusitation (DNR). Formulir DNR harus diisi dengan
lengkap dan disimpan di rekam medis pasien
2. Alasan diputuskannya tindakan DNR dan orang yang terlibat dalam
pengambilan keputusan harus dicatat di rekam medis pasien dan formulir
DNR. Keputusan harus dikomunikasikan kepada semua orang yang terlibat
dalam aspek perawatan pasien, termasuk dokter gigi dan sebagainya

3. Keputusan DNR harus diberitahukan saat pergantian petugas/pengoperan


pasien ke petugas/unit lainnya
4. Di rekam medis, harus dicatat juga mengenai hasil diskusi dengan pasien
dan keluarga mengenai keputusan untuk tidak melakukan resusitasi
5. Dokumentasi dan komunikasi yang efektif akan memastikan bahwa
petugas/unit lain mengetahui instruksi DNR ini (jika pasien ditransfer ke
unit lain)
6. Petugas Ambulans yang etrlibat dalam transfer juga harus mengetahui
akan instruksi ini
PENINJAUAN ULANG MENGENAI KEPUTUSAN DNR
1. Keputusan mengenai DNR ini harus ditinjau ulang secar teratur dan ruti
setiap 1 x 24 jam sekali, terutama jika terjadi perubahan apapun terhadap
kondisi dan keinginan pasien
2. Frekuensi peninjauan ulang ini harus ditentukan oleh dokter senior yang
saat itu sedang bertugas atau oleh konsultan penanggungjawab pasien
3. Biasanya peninjauan ulang ini dilakukan setiap 1x24 jam sekali, tetapi
dapat juga dilakukan setiap hari pada kasus-kasus tertentu
4. Peninjauan ulang ini dipengaruhi oleh diagnosis pasien, potensi perbaikan
kondisi, dan respons pasien terhadap terapi/pengobatan
PEMBATALAN KEPUTUSAN DNR
1. Jika instruksi DNR tidak berlaku lagi, bagian pembatalan di formulir DNR
harus dilengkapi/diisi. Dituliskan tanggal dan ditandatangani oleh dokter
senior yang saat itu sedang bertugas atau oleh konsultan
2. Pembatalan ini harus dengan jelas dicatat di dalam rekam medis pasien
KEPUTUSAN DNR DAN TRANSFER PASIEN
1. Jika pasien ditransfer ke rumah sakit lain dengan instruksi DNR, dokter
jaga yang saat itu sedang bertugas atau konsultan harus
bertanggungjawab untuk melakukan assesmen ulang dan mengambil
keputusan berdasarkan informasi yang didapat saat itu mengenai :
Apakah instruksi DNR masih berlakuk atau tidak?, sebelum asesmen
ulang tersebut dilakukan, pasien masih dianggap sebagai DNR
2. Jika pasien ditransfer ke pelayanan primer lain dengan instruksi DNR,
dokter umum di layanan primer tersebut bertanggungjawab melakukan
asesmen ulang dan pengambilan keputusan harus dikomunikasikan
dengan semua petugas yang terlibat dalam perawatan pasien. Sebelum
asesmen ulang tersebut dilakukan, pasien masih dianggap sebagai DNR
3. Saat melakukan transfer pasien, formulir DNR harus tetap disertakan
dalam rekam medis pasien. Formulis DNR tidak boleh difotokopi

BAB V
PENUTUP
Dengan ditetapkannya Panduan DNR Pasien maka setiap penyelenggara
kesehatan di RSJ. HB Saanin Padang dapat melaksanakan DNR sesuai dengan
kebijakan yang dibuat oleh rumah sakit

PANDUAN KANCING DNR


1. Kancing DNR /warna ungu merupakan salah satu
mengindentifikasi pasien yang memiliki instruksi DNR

metode

untuk

2. Kancing ini harus dipasang pada gelang identitas pasien. Jika pasien jiwa
maka pasien memakai baju dengan badge warna ungu dan kancing
diletakkan pada status pasien
3. Rumah sakit akan menyimpan salinan formulir instruksi DNR
4. Rumah sakait akan bertanggungjawab dalam :

a. Memberikan Kancing DNR kepada pasien, berdasarkan formulir tertulis


DNR yang ada
b. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai tujuan
dan maksud dari instruksi DNR ini. Menekankan bahwa instruksi DNR
ini hanya berlaku untuk usaha RJP, penanganan lainnya tetap dilakukan
5. Instruksi DNR dapat dibatalkan dengan cara menghitung kancing ungu
6. Pembatalan DNR ini harus dilaporkan kepada dokter pembuat formulir dan
rumah sakit tempat pasien berobat shingga dapat dicatat ke rekam medis
pasien

You might also like