You are on page 1of 6

Analisis Kasus Sengketa KPK Vs POLRI Berdasarkan Teori Good

Governance Principles

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sudah menjadi pengetahuan umum, hubungan 2 institusi penegak hukum
yaitu KPK dan POLRI selama ini tak pernah harmonis. Ketidakharmonisan
hubungan KPK dan POLRI itu tidak hanya terjadi di level atas, namun juga
menjalar sampai ke pegawai level bawah. Hubungan KPK POLRI yang
kurang harmonis itu bahkan terjadi sejak awal dibentuknya KPK,
khususnya ketika nama KPK mulai naik daun. Bila kita telaah dan
analisis secara mendalam, ada beberapa hal yg menyebabkan hubungan
KPK dan POLRI selama ini tak pernah harmonis. Hal-hal yg menjadi pemicu
ketidakharmonisasn tersebut menyangkut banyak aspek, seperti soal
kewenangan, citra institusi, dan kesejahteraan. Oleh karena itu, disini
saya akan mencoba menganalisis Kasus Sengketa KPK Vs POLRI
Berdasarakan Teori Good Governance Principles dengan harapan bisa
memperbaiki sistem pemerintahan di Indonesia untuk kedepannya.
Rumusan Masalah
Bagaimana konflik yang terjadi pada Kasus Sengketa KPK Vs POLRI
Berdasarkan Teori Good
Governance Principles ?
Tujuan
Mengetahui cara penerapan Teori Good Governance Principles terkait
Kasus Sengketa KPK Vs POLRI.
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Kasus Posisi

KRONOLOGI CICAK VERSUS BUAYA


JILID TIGA
TERLEPAS DARI PROSES HUKUM
YANG SEDANG BERLANGSUNG,
PERSETERUAN TERBARU KPK DAN
POLRI BERMULA DARI PENETAPAN
CALON KAPOLRI BUDI GUNAWAN
SEBAGAI TERSANGKA KASUS
KORUPSI.

Sejak menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka, Komisi


Pemberantasan Korupsi menuai badai politik. PDI-P yang ngotot menempatkan
Gunawan sebagai orang nomer satu di Trunojoyo bergabung dengan Mabes Polri
menyerang KPK. Inilah kronologi eskalasi konflik antara dua lembaga negara
tersebut.
10 Januari 2015
Dari sembilan nama yang diajukan, Presiden Joko Widodo memilih Komisaris
Jendral Budi Gunawan sebagai calon kepala kepolisian RI yang baru untuk
menggantikan Komjen Sutarman. Dugaan menguat bahwa pilihan tersebut
dibuat atas desakan Partai PDI-P dan ketua umumnya Megawati Sukarnoputri.
Gunawan dulu dikenal dekat dengan Istana Negara saat Megawati menjadi
Presiden.
13 Januari 2015
Komisi Pemberantasan Korupsi secara resmi menetapkan Komjen Budi
Gunawan sebagai tersangka kasus korupsi. Gunawan menjadi tersangka kasus
Tipikor saat menduduki kepala biro kepala pembinaan karir, kata Ketua KPK
Abraham Samad.
Samad mengklaim, KPK telah melakukan penyidikan setengah tahun lebih
terhadap kasus transaksi mencurigakan, yang melibatkan Budi Gunawan.
Penetapannya sebagai tersangka oleh KPK berdasarkan dua alat bukti.
14 Januari 2015
Markas besar kepolisian RI mengirimkan 60 anggota Sabhara dan Intel untuk
menggeruduk kantor pusat KPK. Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri
Komisaris Besar Rikwanto berdalih langkah itu diambil dengan koordinasi
lembaga anti rasuah itu untuk melindungi KPK. Sejumlah anggota kepolisian juga
disiagakan di kediaman empat pemimpin KPK. Berikut ini adalah Salah satu
contoh daftar tangkapan kakap KPK
Djoko Susilo
Kasus bekas kepala korps lalu lintas Polri ini banyak dikutip setelah calon Kapolri
Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka. Serupa dengan Gunawan, Irjen Pol.
Djoko Susilo yang terjerembab lantaran kasus korupsi proyek simulator ujian

surat izin mengemudi itu sempat melawan KPK yang kemudian memicu perang
Cicak versus Buaya jilid pertama. Djoko Susilo divonis hukuman penjara selama
18 tahun.
Sementara itu Komisi III DPR secara aklamasi menerima Budi Gunawan sebagai
calon kepala kepolisian RI setelah dinyatakan lolos dalam uji kelayakan dan
kepatutan. Terima kasih atas kepercayaan diputuskan. Amanat yang sangat
berat dan saya bertekad memegang amanah tersebut sebaik-baiknya, kata Budi
Gunawan menanggapi keputusan Komisi III DPR. Saat yang bersamaan salah
seorang pemimpin KPK, Abraham Samad, diterjang isu tak sedap ihwal
kedekatannya dengan Putri Indonesia 2014, Elvira Devinamira. Sebuah foto
beredar di jejaring sosial menampilkan Samad sedang berciuman dengan Elvira
(photo hasil rekayasa).
15 Januari 2015
Dalam sidang paripurna, Dewan Perwakilan Raykat mengamini usulan Komisi III
buat menunda pemilihan pemimpin KPK untuk menggantikan Busyro Muqoddas.
Kursi ke-lima di pucuk pimpinan KPK itu akan diisi bersamaan dengan pergantian
empat pemimpin yang lain pada akhir 2015 mendatang.
19 Januari 2015
Markas besar kepolisian RI mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan
tersangka Komisaris Jendral Budi Gunawan oleh KPK. Gugatan tersebut
dilayangkan oleh divisi hukum polri kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Beberapa pihak menuding, langkah hukum tersebut dibuat oleh Polri
untuk memaksa KPK menunjukkan alat bukti dalam kasus Budi Gunawan.
21 Januari 2015
Kuasa hukum Budi Gunawan, Egi Sudjana, melaporkan pimpinan KPK ke
Kejaksaan Agung lantaran dinilai menyalahi prosedur saat menetapkan Budi
Gunawan sebagai tersangka. Surat penetapan KPK dikatakan cuma
ditandatangani oleh empat pemimpin, dari yang seharusnya lima.
22 Januari 2015
Pimpinan KPK lagi-lagi dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri oleh
kuasa hukum Budi Gunawan. Lembaga anti rasuah itu dituding membocorkan
rahasia negara berupa laporan penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK ) terhadap rekening Budi Gunawan dan keluarganya.
Egi Sudjana cs. juga mengajukan tuduhan pencemaran nama baik.
Saat yang bersamaan Pelaksana Tugas Sekretaris Jendral PDIP, Hasto Kristiyanto,
melancarkan tudingan lain ke arah Abraham Samad. Pemimpin KPK itu menurut
kesaksiannya menaruh dendam pribadi kepada Budi Gunawan. Kata Kristiyanto,
upaya Samad menjadi calon wakil presiden diganjal oleh Budi Gunawan.
23 Januari 2015
Badan Reserse Kriminal Mabes Polri mengirimkan selusin pasukan bersenjata
lengkap buat menangkap Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto. Bambang
diborgol sesaat setelah mengantarkan anaknya ke sekolah. Penangkapan itu
didasarkan pada pengaduan bekas anggota legislatif dari fraksi PDI-P, Sugianto
Sabran, dengan tudingan mendalangi kesaksian palsu dalam sengketa pilkada
Kotawaringin, Kalimantan Tengah, 2010 silam.
Terlapor diduga memberikan keterangan palsu di bawah sumpah, ujar
Rikwanto, dari Divisi Humas Mabes Polri. Bambang terjerat Pasal 242 juncto Pasal
55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana karena menyuruh memberikan
keterangan palsu dalam pengadilan. Dia terancam hukuman pidana

7 tahun.Pada hari yang sama Presiden Joko Widodo menyatakan tidak akan
mencampuri perseteruan dua lembaga. Setelah menerima pimpinan Polri dan
KPK, Istana Negara cuma mengimbau kedua lembaga agar bersikap obyektif.
24 Januari 2015
Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja diadukan ke Badan Reserse Kriminal Mabes
Polri atas dugaan pemalsuan surat notaris dan penghilangan saham PT Desy
Timber.
25 Januari 2015
Presiden Joko Widodo membentuk tim tujuh buat mengurai kericuhan antara Polri
dan KPK. Tim tersebut beranggotakan antara lain bekas Wakapolri, Oegroseno,
Jimmly Asshidique, mantan Ketua Umum Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif,
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, dan
mantan Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas.
26 Januari 2015
Setelah Adnan Pandu, kini gilirian Wakil Ketua KPK Zulkarnaen yang diadukan ke
kepolisian. Ia terjerat dugaan korupsi dana hibah Program Penanganan Sosial
Ekonomi Masyarakat (P2SEM) Jawa Timur pada 2008. Serupa dengan kasus lain
yang menjerat pimpinan KPK, tudingan terhadap Zulkarnaen beraroma politis.
2.2 Analisis dan Pembahasan
Menjawab dari persoalan yang terjadi, bagaimana Good Governance diterapkan
di dalam pelaksaan pemerintahan. Ada beberapa aspek yang paling fundamental
dalam
Lembaga
Administrasi
Negara (LAN) dalam
mengwujudkan Good
Governance
yang
berkenaan
dengan
masalah
diatas, yaitu
Partisipasi (participation), Penegakan
hukum (Ruleof
law),Transparansi (Transparency), Responsif (Responsiveness) Orentasi
Kesepakatan (Consensus
Orientation), Keadilan(Eguity), Efektivitas
dan
Efesiensi (Effectivinees
And
Efficiency), Akuntabilitas (Accountability), Visi
Strategis (Strategic Vision).
Berikut ini adalah penjelasannya :
Partisipasi (Participation)
Partisipasi yang ditekankan dalam kasus ini lebih ke partisipasi
masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam memberikan dukungan kepada KPK,
terkait penangkapan Bambang Widjojanto, tentunya menjadi sesuatu hal yang
menarik. Tingginya partisipasi masyarakat yang ingin menyelamatkan KPK dari
serbuan aktor-aktor praktek korupsi, seperti partai-partai politik, kepolisian, elit
politik dan lainnnya, tentunya patut diapresiasi. KPK, sebagai lembaga
pemberantasan korupsi, memang tidak boleh dilemahkan atau bahkan dikebiri
oleh kepentingan politik apapun, termasuk kepentingan penguasa. Namun,
memberikan dukungan kepada KPK, untuk meneruskan agenda pemberantasan
korupsi, tentunya belum cukup. Apalagi mengingat KPK juga memiliki catatan
buruk.
Untuk itu, partisipasi masyarakat dalam memberikan dukungan ke KPK untuk
meneruskan agenda pemberantasan korupsi seharusnya lebih dipertajam lagi.
Perebutan alat-alat kekuasaan untuk menjamin berjalannya agenda
pemberantasan korupsi menjadi sangat penting. Dengan keterlibatan berbagai
partai politik dalam praktek korupsi, tentunya menjadi sangat susah bagi kita
untuk mempercayai mereka.

Berikut ini adalah contoh sikap yang tepat dalam perwujudan partisipasi
masyarakat terhadap kasus tersebut.
Mendukung sepenuhnya agenda pemberantasan korupsi, yang selama ini
menjerat pejabat publik, partai politik hingga pemilik modal;
Bangun kekuatan politik alternatif dengan membangun partai politik untuk
memastikan agenda pemberantasan korupsi dapat dijalankan, dan menelurkan
kebijakan yang menyejahterakan rakyat.
Bangun persatuan dan solidaritas seluruh elemen rakyat untuk mewujudkan
kedaulatan, kemandirian dan kesejahteraan sejati bagi rakyat Indonesia.
Penegakan Hukum (Rule Of Law)
Perseturuan KPK Vs Polri sejatinya perseteruan kewenangan dua lembaga dalam
proses penegakan hukum terkait dengan kasus-kasus korupsi.Kedua lembaga ini
sampai sekarang belum menemukan mekanisme yang elegan untuk saling
bersinergi dalam pemberantasan korupsi.
Ketidaksinergisan antara ke dua lembaga KPK dan Polri ini, kedepan harus mulai
dipikirkan pemerintah Jokowi-JK untuk digagas adanya Lembaga Rekonsiliasi
atau sejenisnya untuk menjembatani konflik kewenangan antara Polri Vs KPK.
Lembaga rekonsiliasi nanti hendaknya diatur dengan Undang-Undang dan tidak
sekadar tunjukan presiden seperti Tim 8 yang pernah dibentuk pemerintahan
SBY ketika menyikpai kasus Cicak Vs Buaya jilid I. Terlebih, keberadaan KPK
adhoc yang harus sinergis dengan aparat penegak hukum benar-benar bisa
sembuh dari sakit dan mampu membersihkan diri sendiri dari perilaku korup.
Transparansi (Transparency)
Transparansi yang dimaksudkan disini adalah keterbukaan semua orang bisa
mengakses informasi yang terkait dengan perseturuan antara KPK dengan POLRI
tersebut. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat mengetahui sejauh mana
perkembangan upaya penyelesaian kasus tersebut.
Responsif (Responsiveness)
Pemerintah yang peka dan cepat tanggap terhadap persoalan-persoalan
masyarakat adalah sebuah impian dari good governance. Misalnya, Presiden Joko
Widodo (Jokowi) membentuk tim khusus untuk menyelesaikan konflik KPK dan
Polri. Tim independen tersebut terdiri dari para tokoh dan pengamat di bidang
hukum dan kepolisian.
Orientasi Kesepakatan (Consensus Orientation)
Consensus adalah sebuah bentuk yang mempunyai asas keadilan dalam
mengambil keputusan secara bermusyawarah dan memaksimal mungkin
berdasarkan kesepakatan bersama.
Sejalan dengan penanganan masalah ini, maka kabinet Jokowi dalam berbagai
bidang di Kementerian, juga sekaligus melakukan pembenahan dan kebijakankebijakan baru. Pembenahan dan penetapan kebijakan baru ini tentu
membutuhkan waktu untuk sosialisasi penerapannya.
Demikian banyak kebijakan yang terpaksa harus berubah, untuk menyelaraskan
antara Visi-Misi, serta sasaran Jokowi-JK saat kampanye, dengan sistem
pemerintahan yang sudah ada sebelumnya. Sehingga pasti membutuhkan waktu
dan gerakan penyesuaian, di masing-masing bidang kementerian, maupun
lembaga-lembaga pemerintahan lainnya. Dengan demikian, diharapkan bisa
meminimalisir konflik yang akan terjadi, termasuk perseteruan KPK vs POLRI.
Keadilan (Eguity)

Keadilan merupakan salah satu tujuan diberlakukannya hukum. Dengan


menganalisa lebih lanjut mengenai kasus sengketa yang terjadi diantara KPK dan
POLRI tersebut, diharapkan keadilan segera bisa ditegakkan. Karena memang hal
ini sudah meresahkan banyak pihak.
Efektivitas dan Efisiensi (Effectivinees And Efficiency)
Efektivitas dan Efisiensi di tengah-tengah kasus sengketa KPK Vs POLRI dirasa
menurun. Seperti kita ketahui, dengan adanya sengketa tersebut juga
meresahkan masyarakat dimana kepentingan masyarakat ataupun kebutuhan
masyarakat yang berkenaan dengan hukum juga ikut terhambat. Hal ini perlu
diperbaiki kembali seperti keadaan semula.
Akuntabilitas (Accountability)
Dengan mengacu pada asas ini, harus ada pertanggung jawaban pejabat publik
yang terkait dengan kasus tersebut dimana kasusnya juga telah memiliki danpak
yang begitu dirasa disemua lapisan masyarakat.
Visi Strategis (Strategic Vision)
Dalam asas ini, lebih mengedepankan bagaimana cara agar kasus
sengketa yang terjadi diantara KPK Vs POLRI bisa cepat diatasi. Selain itu, perlu
dipertimbangkan juga cara-cara untuk menghadapi persoalan yang kemungkinan
hari terjadi lagi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peninjauan suatu konflik yang terjadi dalam suatu negara terutama yang
berkaitan dengan pejabat publik negara, maka perlu ditinjau dari sisi Tata
Pemerintahannya. Dengan mengacu pada Prinsip Tata Pemerintahan Yang Baik
(Good Governance Principles), maka dapat diketahui apasaja kelemahan yang
selama ini dialami oleh para pejabat publik negara dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya hingga menimbulkan konflik. Selain itu, dengan berpegang prinsip
pada Good Governance maka diharapkan para pejabat publik negara bisa
melaksanakan apa yang telah menjadi tugas dan wewenangnya dengan baik
tanpa mudah memicu terjadinya koflik.
Dengan demikian, dengan diterapkannya Good Governance Principles pada
kasus sengketa KPK Vs POLRI tersebut diharapkan bisa menjadi jalan keluar
permasalahan dan bisa menjadi sebagai salah satu upaya preventif untuk
kedepannya.

You might also like