You are on page 1of 40

Rezki Ramadhan

1102013247
MENSTRUASI TIDAK TERATUR
LO.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Organ Reproduksi Wanita
1.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makroskopis Organ Reproduksi Wanita
Anatomi genitalia externa

Gambar 1. Anatomi eksterna wanita


Sumber : Faiz O, Moffat D.2004.At a glance: Anatomi.Jakarta:Penerbit Erlangga.
Mons pubis
Mons pubis atau mons veneris merupakan jaringan lemak subkutan berbentuk bulat yang
lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat di atas simfisis pubis. Mons pubis banyak
mengandung kelenjar sebasea (minyak) dan ditumbuhi rambut berwarna hitam, kasar, dan ikal
pada masa pubertas, yaitu sekitar satu sampai dua tahun sebelum awitan haid. Rata-rata
menarche (awitan haid) terjadi pada usia 13 tahun. Mons berperan dalam sensualitas dan
melindungi simfisis pubis selama koitus (hubungan seksual). Semakin bertambahnya usia,
jumlah jaringan lemak di tubuh wanita berkurang dan rambut pubis menipis.
Labia mayor
Labia mayor adalah dua lipatan kulit panjang melengkung yang menutupi lemak dan jaringan
ikat yang menyatu dengan mons pubis. Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah bawah
mengelilingi labia minor, berakhir di perineum pada garis tengah. Labia mayor memiliki
panjang 7-8 cm, lebar 2-3 cm, dan tebal 1-1,5 cm dan agak meruncing pada ujung bawah.
Labia mayor melindungi labia minor, meatus urinarius, dan introitus vagina (lubang vagina).
Pada wanita yang belum pernah melahirkan pervagina, kedua labia mayor terletak berdekatan
di garis tengah menutupi struktur-struktur di bawahnya. Setelah melahirkan anak dan

mengalami cedera pada vagina atau perineum, labia sedikit terpisah bahkan introitus vagina
terbuka. Penurunan produksi hormone menyebabkan atrofi labia mayor.
Pada permukaan arah lateral kulit labia yang tebal, biasanya memiliki pigmen lebih gelap
daripada jaringan sekitarnya dan ditutupi rambut yang kasar (sama dengan rambut di mons
pubis) dan semakin menipis kea rah luar perineum. Permukaan medial (arah dalam) labia
mayor licin, tebal, dan tidak ditumbuhi rambut. Bagian ini mengandung suplai kelenjar
sebasea dan banyak kelenjar keringat serta banyak mengandung pembuluh darah. Labia
mayor sensitive terhadap nyeri, sentuhan, dan suhu tinggi. Hal ini diakibatkan adanya jaringan
saraf yang menyebar luas, yang berfungsi sebagai rangsangan seksual.
Labia minor
Labia minor terletak di antara dua labia mayor dan merupakan lipatan kulit yang panjang,
sempit, dan tidak berambut, yang memanjang ke arah bawah dari bawah klitoris dab menyatu
dengan fourchette. Sementara bagian lateral dan anterior labia biasanya mengandung pigmen,
permukaan medial labia minor sama dengan mukosa vagina merah muda dan basah.
Pembuluh darah yang banyak membuat labia berwarna merah kemerahan dan memungkinkan
labia minor membengkak, bila ada stimulus emosional dan stimulus fisik. Kelenjar di labia
minor juga melumasi vulva. Suplai saraf yang banyak membuat labia minor menjadi sensitif.
Ruangan antara kedua labia minor disebut vestibulum.
Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil yang terletak di bawah arkus
pubis. Dalam keadaan tidak terangsang, bagian yang terlihat sekitar 66 mm atau kurang.
Ujung badan klitoris dinamakan glans dan lebih sensitive daripada badannya. Saat wanita
secara seksual terangsang, glands dan badan klitoris membesar.
Kelenjar sebasea klitoris mensekresi smegma, suatu substansi lemak seperti keju yang
memiliki aroma khas dan berfungsi sebagai feromon (senyawa organic yang memfasilitasi
komunikasi olfaktorius) dan anggota lain pada spesies yang sama untuk membangkitkan
respon tertentu, yang dalam hal ini adalah stimulasi erotis pada pria). Klitoris bearasal dari
kata dalam bahasa Yunani, yang berarti kunci karena klitoris dianggap sebagai kunci
seksualitas wanita. Jumlah pembuluh darah dan persarafan yang banyak membuat klitoris
sangat sensitive terhadap suhu, sentuhan, dan sensasi tekanan. Fungsi utama klitoris yaitu
untuk menstimulasi dan meningkatkan ketegangan seksual.
Prepusium klitoris
Dekat sambungan anterior, labia minor kanan dankiri terpisah menjadi bagian medial dan
lateral. Bagian lateral menyatu di bagian atas klitoris dan membentuk prepusium, penutup
yang berbentuk seperti kait. Bagian medial menyatu di bagian bawah klitoris untuk
membentuk frenulum. Terkadang prepusium menutupi klitoris. Akibatnya, daerah ini terlihat
seperti sebagai suatu muara, yaitu sebagai meatus uretra. Bila memasukkan kateter ke daerah
yang sensitive ini, maka dapat menimbulkan rasa yang sangat tidak nyaman.
Vestibulum

Vestibulum adalah suatu daerah yang berbentuk lonjong, terletak antara labia minora, klitoris,
dan fourchette. Vestibulum terdiri dari dua muara uretra, kelenjar parauretra (vetibulum
minus atau Skene), vagina, dan kelenjar paravagina (vestibulum mayus, vulvovagina, atau
Bartholin). Permukaan vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah teritasi oleh bahan
kimia (deodorant semprot, garam-garaman, busa sabun), panas, rabas, friksi (celana jins yang
ketat).
Meatus uretra juga merupakan bagian dari reproduksi karena letaknya dekat dan menyatu
dengan vulva. Meatus mempunyai muara dengan bentuk bervariasi dan berwarna merah muda
atau kemerahan, dan sering disertai tepi yang agak berkerut. Meatus menandai bagian
terminal atau distal uretra. Biasanya terletak sekitar 2,5 cm di bawah klitoris.
Kelenjar vestibulum minora adalah struktur tubular pendek yang terletak pada arah
posterolateral di dalam meatus uretra. Kelenjar ini memproduksi sejumlah kecil lender yang
berfungsi sebagai pelumas.
Hymen merupakan lipatan yang tertutup mukosa sebaigan, bersifat elastic, tetapi kuat, dan
terletak di sekitar introitus vagina. Pada wanita yang perawan, hymen dapat menjadi
penghalang pada pemeriksaan dalam, pada insersi tampon menstruasi atau koitus. Hymen ini
bersifat elastic sehingga memungkinkan distensi dan dapat mudah robek. Terkadang hymen
menutupi seluruh orifisum yang menyebabkan hymen tertutup secara abnormal dan
menghalangi pasase aliran cairan menstruasi, pemasangan alat (spekulum), atau koitus.
Setelah pemasangan alat, pemakaian tampon, atau melahirkan pervaginam, dapat terlihat sisa
robekan hymen (karunkulae hymen atau karunkula mirtiformis).
Kelenjar vestibulum mayor adalah gabungan dua kelenjar di dasar labia mayor masingmasing satu pada setiap sisi orifisium vagina. Beberapa duktus dengan panjang 1,5 cm,
menjadi saluran pengeluaran drain setiap kelenjar. Setiap duktus membuka ke lekukan antara
hymen dan labia minor. Kelenjar mensekresi sejumlah kecil lender yang jernih dan lengket,
terutama setelah koitus. Keasaman lender yang rendah (pH tinggi)
Fourchette
Merupakan lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak pada pertemuan ujung
bawah labia mayor dan minor di garis tengah bawah orifisium vagina. Suatu cekungan kecil
dan fosa navikularis terletak di antara fourchette dan hymen.
Perineum
Perineum merupakan daerah muscular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan anus.
Perineum membentuk dasar badan perineum.
http://genetaliaeksternadaninternapadawanita.blogspot.com/2011/03/anatomi-dan-fisiologisaluran.html
Anatomi Genitalia Interna

Gambar 2. Female Genitalia


Sumber : Atlas of human anatomy, Sobotta Vol 2

Gambar 3. Female Genitalia


Sumber : Atlas of human anatomy, Sobotta Vol 2

Gambar 4. Arteries of the female internal genitalia


Sumber : Atlas of human anatomy, Sobotta Vol 2

Gambar 5. Uterus dan Adneksa


Sumber
http://bedahunmuh.wordpress.com/2010/05/13/uterus-and-adnexa/

Gambar 6. Uterus dan Adneksa


Sumber : http://bedahunmuh.wordpress.com/2010/05/13/uterus-and-adnexa/

Gambar 7. Perdarahan Genitalia Interna


http://kelas-bidan.blogspot.com/2011/04/anatomi-fisiologi-organ-reproduksi.html?m=1
Organ genitalia interna pada wanita meliputi ovarium, tuba fallopii, uterus, dan
vagina. Berikut organ genitalia interna pada wanita:
Ovarium
Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah dan di belakang tuba fallopii. Dua
ligament mengikat ovarium pada tempatnya, yaitu bagian mesovarium ligament lebar uterus,
yang memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral setinggi Krista iliaka anterosuperior,
dan ligamentum ovarii proprium, yang mengikat ovarium ke uterus. pada palpasi overium
dapat digerakkan.
Ovarium memiliki asal yang sama (homolog) dengan testis pria. Ukuran dan bentuk setiap
ovarium menyerupai sebuah almon berukuran besar. Saat ovulasi, ukuran ovarium dapat
menjadi dua kali lipat untuk sementara. Ovarium yang berbentuk oval ini memiliki
konsistensi yang padat dan sedikit kenyal. Sebelum menarche, permukaan ovarium licin.
Setelah maturitas seksual, luka parut akibat ovulasi dan rupture folikel yang berulang
membuat permukaan nodular menjadi kasar.
Dua fungsi dari ovarium adalah untuk ovulasi dan mmemproduksi hormone. Saat lahir
ovarium wanita normal mengandung sangat banyak ovum primordial (primitif). Diantara
interval selama masa usia subur (umumnya setiap bulan), satu atau lebih ovum matur dan
mengalami ovulasi.
Ovarium juga merupakan tempat utama produksi hormone seks steroid (estrogen,
progesterone, dan adrogen) dalam jumlah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan,
perkembangan, dan fungsi wanita normal.
Tuba Fallopii

Sepasang tuba fallopii melekat pada fundus uterus. tuba ini memanjang ke arah lateral,
mencapai ujung bebas ligament lebar dan berlekuk-lekuk mengelilingi setiap ovarium.
Tuba memiliki panjang sekitar 10 cm dengan diameter 0,6 cm. Setiap tuba mempunyai lapisan
peritoneum bagian luar, lapisan otot tipis di bagian tengah, dan lapisan mukosa di bagian
dalam. Lapisan mukosa terdiri dari sel-sel kolumnar, ebberapa diantaranya bersilia dan
beberapa yang lain mengeluarkan secret. Lapisan mukosa paling tipis saat menstruasi. Setiap
tuba dan lapisan mukosanya menyatu dengan mukosa uterus dan vagina.
Terdapat 4 segmen yang berubah di sepanjang struktur tuba fallopii, diantaranya :
- Infundibulum
Merupakan bagian yang paling distal muaranya yang berbentuk seperti terompet
dikelilingi oleh fimbria. Fimbria menjadi bengkak dan hamper erektil saat ovulasi.
- Ampula
Ampula ini membangun segmen distal dan segmen tengah tuba. Sperma dan ovum
bersatu dan fertilisasi terjadi di ampula.
- Istmus
Istmus terletak proksimal terhadap ampula.
- Intersitital
Bagian ini melewati miometrium antara fundus dan korpus uteri dan mempunyai lumen
berukuran paling kecil berdiameter < 1 mm. Sebelum ovum yang dibuahi dapat melewati
lumen ini, ovum tersebut harus melepaskan sel-sel granulose yang membungkusnya.
Tuba fallopii merupakan jalan bagi ovum. Tonjolan-tonjolan infundibulum yang menyerupai
jari (fimbria) menarik ovum ke dalam tuba dengan gerakan seperti gelombang. Ovum
didorong disepanjang tuba, sebagian oleh silia, tetapi terutama oleh peristaltic lapisan otot.
Estrogen dan prostaglandin mempengaruhi gerakan peristaltic. Aktivitas peristaltic tuba
fallopii dan fungsi sekresi lapisan mukosa yang terbesar adalah pada saat ovulasi. Sel-sek
kolumnar mensekresi nutrient untuk menyokong ovum selama berada di dalam tuba.
Uterus
Uterus merupakan organ brdinding tebal, muscular, pipih, cekung yang mirip buah pir terbalik
yang terletak antara kandung kemih dan rectum pada pelvis wanita. Pada wanita yang belum
melahirkan, berat uterus matang sekitar 30-40 gr sedangkan pada wanita yang pernah
melahirkan, berat uterusnya adalah 75-100 gr. uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri
bila ditekan, licin, dan teraba padat. Derajat kepadatan tergantung dari beberapa factor,
diantaranya uterus lebih banyak mengandung rongga selama fase sekresi siklus menstruasi,
lebih lunak selama masa hamil, dan lebih padat setelah menopause.
Uterus diikat pada pelvis oleh tiga set ligamen jaringan ikat, yaitu :
1. Ligament rotundum
Ligament rotundum melekat ke kornu uterus pada bagian anterior insersi tuba fallopii.
Struktur yang menyerupai tali ini melewati pelvis, lalu memasuki cincin inguinal pada dua
sisi dan mengikat osteum dari tulang pelvis dengan kuat. Ligamin ini memberikan stabilitas
bagian atas uterus.

2. Ligament cardinal
Ligament ini menghubungkan uterus ke dinding abdomen anterior setinggi serviks.
3. Ligament uterosakral
Ligament uterosakral melekat pada uterus di bagian posterior setinggi serviks dan
behubungan dengan tulang sacrum.
Fungsi dari ligament cardinal dan uterosakral adalah sebagai penopang yang kuat pada dasar
pelvis wanita. Kerusakan-kerusakan pada ligament ini, termasuk akibat tegangan saat
melahirkan, dapat menyebabkan prolaps uterus dan dasar pelvis ke dalam vagina bahkan
melewati vagina dan mencapai vulva.
Berdasarkan fungsi dan anatomisnya, uterus dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Fundus
Merupakan tonjolan bulat di bagian atas yang terletak di atas insersi tuba fallopii.
2. Korpus
Korpus merupakan bagian utama yang mengelilingi kavum uteri.
3. Istmus
Merupakan bagian konstriksi yang menghubungkan korpus dengan serviks yang dikenal
sebagai segmen uterus bawah pada masa hamil.
Tiga fungsi dari uterus adalah siklus menstruasi dengan peremajaan endometrium, kehamilan,
dan persalinan.
Dinding uterus
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan, yaitu endometrium, miometrium, dan sebagian lapisan
luar peritoneum parietalis.
Endometrium yang banyak mengandung pembuluh darah adalah suatu lapisan membrane
mukosa yang terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan permukaan padat, lapisan tengah jaringan
ikat yang berongga, dan lapisan dalam padat yang menghubungkan endometrium dengan
miometrium. Selama menstruasi dan sesudah melahirkan, lapisan permukaan yang padat dan
lapisan tengah yang berongga tanggal. Segera setelah aliran menstruasi berkahir, tebal
endometrium 0,5 mm. Mendekati akhir siklus endometrium, sesaat sebelum menstruasi mulai
lagi, tebal endometrium menjadi 5 mm.
Miometrium yang tebal tersusun atas lapisan-lapisan serabut otot polos yang membentang ke
tiga arah (longitudinal, transversa, dan oblik). Miometrium paling tebal di fundus, semakin
menipis ke arah istmus, dan paling tipis di serviks.
Serabut longitudinal membentuk lapisan luar miometrium yang paling banyak ditemukan di
fundus, sehingga lapisan ini cocok untuk mendorong bayi pada persalinan. Pada lapisan
miometrium tengah yang tebal, terjadi kontraksi yang memicu kerja hemostatis. Sedangkan
pada lapisan dalam, kerja sfingter untuk mencegah regurgitasi darah menstruasi dari tuba

fallopii selama menstruasi. Kerja sfingter di sekitar ostium serviks interna membantu
mepertahankan isi uterus selama hamil. Cedera pada sfingter ini dapat memperlemah ostium
interna dan menyebabkan ostium interna serviks inkompeten.
Miometrium bekerja sebagau suatu kesatuan yang utuh. Struktur miometrium yang memberi
kekuatan dan elastisitas merupakan contoh adaptasi dari fungsi :
a Untuk menjadi lebih tipis, tertarik ke atas, membuka serviks, dan mendorong janin
ke luar uterus, fundus harus berkontraksi dengan dorongan paling besar.
b Kontraksi serabut otot polos yang saling menjalin dan mengelilingi pembuluh
darah ini mengontrol kehilangan darah setelah aborsi atau persalinan. Karena
kemampuannya untuk menutup (irigasi) pembuluh darah yang berada di antara
serabut tersebut, maak serabut otot polos disebut sebagai ikatan hidup.
Peritoneum parietalis, suatu membrane serosa yang melapisi seluruh korpus uteri, kecuali
seperempat permukaan anterior bagian bawah, dimana terdapat kandung kemih dan serviks.
Vagina
Vagina, suatu struktur tubular yang terletak di depan rectum dan di belakng kandung kemih
dan uretra yang memanjang dari introitus (muara eksterna di vestibulum di antara labia
minor / vulva) sampai serviks. Saat wanita berdiri, vagina condong ke arah belakang danke
atas.
Vagina merupakan suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu meregang
secara luas. Karena tonjolan serviks ke bagian atas vagina, panjang dinding anterior vagina
hanya sekitar 7,5 cm, sedangkan panjang dinding posterior sekitar 9 cm.
Cairan vagina berasal dari traktus genitalia atas dan bawah. Cairan sedikit asam. Interaksi
antara laktobasilus vagina dan glikogen memeprtahankan keasaman. Apabila pH naik > 5,
insiden infeksi vagina meningkat. Cairan yang terus mengalir dari vagina mempertahnakan
kebersihan relative vagina. Oleh karena itu, penyemporotan cairan ke vagina dalam lingkaran
normal tidak diperlukan dan tidak dianjurkan.
Sejumlah besar suplai darah ke vagina berasal dari cabang-cabang desenden arteri uterus,
arteri vaginalis, dan arteri pudenda interna. Vagina relative tidak sensitive, hal ini dikarenakan
persarafan pada vagina minimal dan tidak ada ujung saraf khusus. Vagina merupakan
sejumlah kecil sensasi ketika individu terangsang secara seksual dan melakukan koitus dan
hanya menimbulkan sedikit nyeri pada tahap kedua persalinan.
Daerah G (G-spot)adalah daerah di dinding vagina anterior di bawah uretra yang didefinisikan
oleh Graefenberg sebagai bagian analog dengan kelenjar prostat pria. Selama bangkitan
seksual, daerah G dapat distimulasi sampai timbul orgasme yang disretai ejakulasi cairan yang
sifatnya sama dengan cairan prostat ke dalam uretra. Fungsi dari vagina adalah sebagai organ
untuk koitus dan jalan lahir.

http://genetaliaeksternadaninternapadawanita.blogspot.com/2011/03/anatomi-dan-fisiologisaluran.html

Perdarahan
Perdarahan alat reproduksi wanita berasal dari A. iliaca interna cabang dari A. iliaca
communis. A. iliaca interna ini kemudian akan bercabang menjadi A. hipogastrica dan
selanjutnya akan bercabang ke organ-organ:
Uterus:
A. hipogastrica akan bercabang ke uterus menjadi A. uterina. A. uterine ini kemudian akan
berjalan kearah ovarium (A. uterine rr. Ovaiana) dan memperdarahi ovarium dan akan
memperdarahi tuba (A. uterina rr. Tuba)
Vagina
A. hipogastrica juga akan berjalan kea rah vagina dan memperdarahi vagina sebagai (A.
vaginalis)

1.2 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopis Organ Reproduksi Wanita


Ovarium

Ovarium dilapisi oleh satu lapis sel kuboid rendah atau gepeng yaitu epitel germinal, yang
bersambungan dengan mesotelium peritoneum viscerale. Dibawah epitel germinal adalah
jaringan ikat padat yang disebut tunia albuginea.
Ovarium memiliki korteks ditepi, dan medula ditengah, tempat ditemukannya banyak
pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe. Daerah korteks mengandung banyak folikel telur
yang masing-masing terdiri dari sebuah oosit yang diselaputi oleh sel-sel folikel. Sel-sel
folikel adalah oosit beserta sel granulose yang mengelilinginya. Selain folikel, korteks
mengandung fibrosit dengan serat olagen dal retikular. Medula adalah jaringan ikat padat
tidak teratur yang bersambungan dengan lugamentum mesovarium yang menggantungkan
ovarium. Pembuluh darah besar di medula membentuk pembuluh darah yang lebih kecil yang
menyebar diseluruh korteks ovarium.

Macam-macam folikel yaitu :


a

Folikel primordial : terdiri atas oosit primer yang berinti agak ke tepiyang dialapisi
sel folikel berbentuk pipih.

Folikel primer : terdiri oosit primer yang dilapisi sel folikel (sel granulose) berbentuk
kubus dan terjadi pembentukan zona pelusida yaitu suatu lapisan glikoprotein yang
terdapat diantara oosit dan sel-sel granulose.

Folikel sekunder : terdiri oosit primer yang dilapisi sel granulose berbentuk kubus
berlapis banyak atau disebut staratum granulose.

Folikel tersier : terdiri dari oosit primer, volume stratum granulosanya bertambah
besar. Terdapat beberap celah antrum diantara sel-sel granulose. Dan jaringan ikat
stroma di luar stratum granulose membentuk theca intern (mengandung banyak
pembuluh darah) dan theca extern (banyak mengandungserat kolagen).

Folikel Graff : disebut juga folikel matang. Pada folikel ini, oositsudah siap
diovulasikan dari ovarium. Oosit sekunder dilapisi oleh beberapa lapissel granulose
berada dalam suatu jorokan ke dalam stratum disebut cumulus ooforu. Sel-sel
granulose yang mengelilingi oosit disebut korona radiate. Antrum berisi liquor
follicul yang mengandung hormone esterogen.

Tuba Fallopii
Berdasar struktur histologi terdiri dari lapisan mukosa, lapisan otot, dan lapisan serosa.
o Lapisan mukosa : tersusun atas epitel selapis silindri dan terdapat 2 jenis sel :
Epitheliocytus ciliatus / epitel bersilia : berfungsi menciptakan arus ke arah uterus

yang menuntun oosit kedalam infundibulumtuba uterina.


Epitheluocytus tubarius angutus / epitel tidak bersilia : berfungsi sebagai sel

sekretori dengan menghasilkan bahan nutritif yang penting bagi ovum.


o Lapisan otot : berupa otot polos sirkular dalam, berfungsi untuk kontrasi peristaltik yang
menuntun ovum dan membuat fimbrae berdekatan dengan ovum untuk menangkap
ovum.
o Lapisan serosa

Uterus
Uterus manusia adalah organ berbentuk buah pir dengan dinding berotot tebal. Badan atau
korpus membentuk bagian uterus. Bagian atas uterus yang membulat dan terletak diatas pintu
masuk tuba uterina disebut fundus. Bagian bawah uterus yang lebih sempit dan terletak
dibawah korpus adalah serviks. Serviks menonjol dan bermuara ke dalam vagina.
Dinding uterus terdiri dari 3 lapisan :
1. Perimetrium : bagian luar yang dilapisi oleh serosa atau adventitia
2. Miometrium : terdapat 3 lapisan otot yang batas-batasnya kurang jelas. Tiga lapisan otot
tersebut adalah ;
Lapisan Sub vascular : serat-serat otot tersusun memanjang
Lapisan Vaskular : lapisan otot tengah tebal, serat tersusun melingkar dan serong

dengan banyak pembuluh darah.


Lapisan Supravaskular : lapisan otot luar memanjang tipis.

3. Endometrium : dilapisi oleh epitel selapis silindris yang turun kedalam lamina propia
untuk membentuk banyak kelenjar uterus. Umunya endometrium dibagi menjadi dua
lapisan fungsional, Stratum functionale di luminal, dan stratum basale di basal. Pada
wanita yang tidak hamil , stratum functionale superfisial dengan kelenjar uterus dan
pembuluh darah terlepas atau terkelupas selama menstruasi, meninggalkan stratum basale

yang utuh dengan sisa-sisa kelenjar uterus basal sebagai sumber untuk regenerasi
stratum functionale yang baru.
Arteri uterina di lugamentum latum membentuk arteri arkuata. Arteri ini menembus dan
berjalan melingkari miometrium uterus. Pembuluh darah aruata membentuk arteri rectae
(lurus) dan spiralis yang mendarahi endometrium.

Perubahan siklik uterus


1) Fase Proliferatif
Pada fase proliferatif daur haid dan
dibawah pengaruh estrogen ovarium,
stratum functionale semakin tebal
dan kelenjar uterus memanjang dan
berjalan lurus di permuaan. Arteri
spiralis memanjang dan berkelokkelok
2) Fase Sekretori
Fase sekretori daur haid dimulai setelah folkel matur. Perubahan di endometrium
disebaban oleh pengaruh estrogen dan progesteron yang disekresi oleh korpus luteum
fungsional. Akibatnya, stratum functionale dan stratum basale endomentrii menjadi lebih
tebal karena bertambahnya sekresi kelenjar dan edema laina propia, epitel kelenjar uterus
mengalami hipertrofi akibat adanya akumulasi sekretorik. Kelenjar uterus juga semakin
berelok-kelok, dan lumennya melebar oleh bahan sekretorik yang aya arbohidrat. Arteri

spiralis terus berjalan ke bagian atas


endometrium

dan

tampak

jelas

karena dindingnya tebal.


Selama

fase

functionale

sekretori,

stratum

endomentrii

ditandai

oleh perubahan epitel permukaan


silindris, kelenjar uterus, dan lamina propia. Stratum basale menunjukan perubahan
minimal.
3) Fase Menstruasi
Selama fase menstruasi, endometrium di
stratum functionale mengalami degenerasi
dan terlepas. Endometrium yang terlepas
mengandung kepingan-kepingan stroma
yang hancur, bekuan darah, dan kelenjar
uterus beserta produknya. Stratu, basal endomentrii tetap tidak terpengaruh selama fase
ini. Bagian distal arteri spiralis mengalami nekrosis, sedangkan bagian arteri yang lebih
dalam tetap utuh.
LO.2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita
Hormon-Hormon Reproduksi
1

Estrogen
Hormon estrogen merupakan salah satu hormon steroid kelamin, karena mempunyai
struktur kimia berintikan steroid yang secara fisiologik sebagian besar diproduksi oleh
kelenjar endokrin sistem reproduksi wanita. Pria juga memproduksi estrogen tetapi dalam
E
jumlah yang jauh lebih sedikit. Estrogen alamiah yang terpenting adalah estradiol ( 2
), estron (

E1

), dan estriol (

E3

). Secara biologis estradiol adalah yang paling aktif.

Sintesis estrogen
Terjadi di dalam sel-sel theka dan sel granulose ovarium, dimana kolesterol merupakan
zat pembakal dari hormon ini. LH diketahui berperan dalam sel theka untuk
meningkatkan aktivitas enzim pembelah rantai sisi kolesterol melalui pengaktifan ATP
menjadi cAMP, dan dengan melalui beberapa proses reaksi enzimatik terbentuklah
androstenedion, kemudian androstenedion yang dibentuk dalam sel theka berfungsi

kedalam sel granulose, selanjutnya melakukan aromatisasi membentuk estron dan


estradiol 17.
Transport dan metabolisme
Di dalam sirkulasi darah, estrogen terdapat dalam bentuk terikat dan tidak terikat,
sebagian besar estrogen terikat pada globulin (69%), sebuah carier protein yang
diketahui sebagai seks hormon binding globulin (SHBG), 30% bagian lainnya terikat
pada albumin dan sisanya sekitar 2-3% terlepas bebas. Estrogen di metabolisme di hepar
menjadi bentuk terkonjugasi dengan sulfat atau glukuronat, metabolit ini bersifat inaktif
di perifer. sekitar 70% metabolt estrogen diekskresikan melalui urine sedangkan sisanya
diekskresikan melalui feses.
Fungsi estrogen
Estrogen berguna untuk pembentukan ciri-ciri perkembangan seksual pada wanita yaitu
pembentukan payudara, lekuk tubuh, rambut kemaluan,dll. Estrogen juga berguna pada
siklus menstruasi dengan membentuk ketebalan endometrium, menjaga kualitas dan
kuantitas cairan cerviks dan vagina sehingga sesuai untuk penetrasi sperma.
Estrogen memegang peranan penting dalam perkembangan ciri-ciri kelamin sekunder dan
mempunyai pengaruh terhadap psikologi perkembangan kewanitaan. Efek utama
estrogen adalah pertumbuhan alat genital wanita dan kelenjar mamma. Vulva dan vagina
berkembang di bawah pengaruh estrogen. Hormone ini akan mempengaruhi jaringan
epitel, otot polos, dan merangsang pembuluh darah pada alat-alat tersebut. Estrogen juga
menyebabkan proliferasi epitel vagina, penimbunan glikogen dalam sel epitel yang oleh
basil doderlein diubah menjadi asam laktat sehingga menyebabkan pH vagina menjadi
rendah. (H. Wiknjosastro, 1984)
Disamping itu estrogen juga mempunyai fungsi sebagai berikut, yaitu :
a. Mempengaruhi hormone lain, seperti :
o Menekan produksi hormone FSH dan menyebabkan sekresi LH
o Merangsang pertumbuhan follikel didalam ovarium, sekalipun tidak ada FSH
b. Menimbulkan proliferasi dari endometrium baik kelenjarnya maupun stromanya
c. Mengubah uterus yang yang infantile menjadi mature
d. Merangsang pertumbuhan dan menambah aktifitas otot otot tuba fallopi
e. Cervix uteri menjadi lembek, ostium uteri terbuka disertai lendir yang bertambah
banyak, encer, alkalis dan aselluler dengan pH yang bertambah sehingga mudah
dilalui spermatozoa
2

Progesteron
Hormon ini diproduksi oleh korpus luteum. Progesterone mempertahankan ketebalan
endometrium sehingga dapat menerima implantasi zygot. Kadar progesterone terus
dipertahankan selama trimester awal kehamilan sampai plasenta dapat membentuk
hormon HCG.
Progesteron merupakan produk yang dihasilkan oleh korpus luteum. Fungsi dari
progesteron itu sendiri adalah:
1) Menyiapkan endometrium untuk implantasi blastokist

2)
3)
4)

Endometrium yang sudah dipengaruhi estrogen karena pengaruh progesteron


berubah menjadi desidua dengan timbunan glikogen yang makin bertambah yang
sangat penting sebagai bahan makanan dan menunjang ovum
Mencegah kontraksi otot-otot polos terutama uterus dan mencegah kontraktilitas
uterus secara spontan karena pengaruh oksitosin
Cervix uteri menjadi kenyal, ostium uteri tertutup disertai dengan lendir yang
kental, sedikit, lekat, seluler dan banyak mengandung lekosit sehingga sukar dilalui
spermatozoa
Mempengaruhi tuba fallopi, dengan cara :
Glikogen dan vitamin C tertimbun banyak di dalam mukosa tuba falopii
Memperlemah gerakan peristaltik

5) Bersifat termogen, yaitu menaikkan suhu basal


6) Merangsang pertumbuhan asini dan lobuli glandula mammae pada fase luteal,
sedangkan estrogen akan mempengaruhi epitel saluran
7) Merangsang natriuresis dan menambah produksi aldosteron
8) Merangsang pusat pernafasan (medulla oblongata) sehingga terjadi peningkatan
proses respirasi
(H. Wiknjosastro, 1984)
3

Gonadotropin Releasing Hormone


GnRH merupakan hormon yang diproduksi oleh hipotalamus diotak. GNRH akan
merangsang pelepasan FSH (folikel stimulating hormone) di hipofisis. Bila kadar
estrogen tinggi, maka estrogen akan memberikan umpanbalik ke hipotalamus sehingga
kadar GnRH akan menjadi rendah, begitupun sebaliknya.
Berikut ini merupakan fungsi dari GnRH :
o Menstimulasi produksi folikel stimulating hormone (FSH) dan leutinizing
hormone (LH)
o Mengatur pelepasan FSH dan LH oleh kelenjar hypophisis

FSH (folikel stimulating hormone) dan LH (luteinizing Hormone)


Kedua hormon ini dinamakan gonadotropoin hormon yang diproduksi oleh hipofisis
akibat rangsangan dari GNRH. FSH akan menyebabkan pematangan dari folikel. Dari
folikel yang matang akan dikeluarkan ovum. Kemudian folikel ini akan menjadi korpus
luteum dan dipertahankan untuk waktu tertentu oleh LH.
FSH diproduksi oleh sel gonadotropin pada kelenjar hypophiisis, pada lobus anterior
(adenohypophisis). Sel target dari FSH adalah testis (tubulus semineferus) pada laki-laki
dan ovarium pada perempuan. Fungsi dari FSH adalah :
Laki-laki: Menstimulasi produksi sperma dengan cara mempengaruhi reseptor
testosterone pada tubulus semineferus
Perempuan: Menstimulasi perumbuhan dan pematangan folikel dan Menstimulasi
produksi estrogen pada corpus luteum

LH (Luteinizing Hormone) / ICSH (Interstitial Cell Stimulating Hormone)


Diproduksi di sel-sel kromofob hipofisis anterior. Bersama FSH, LH berfungsi memicu
perkembangan folikel (sel-sel teka dan sel-sel granulosa) dan juga mencetuskan
terjadinya ovulasi di pertengahan siklus (LH-surge). Selama fase luteal siklus, LH
meningkatkan dan mempertahankan fungsi korpus luteum pascaovulasi dalam
menghasilkan progesteron. Pelepasannya juga periodik / pulsatif, kadarnya dalam darah
bervariasi setiap fase siklus, waktu paruh eliminasinya pendek (sekitar 1 jam). Kerja
sangat cepat dan singkat.

HCG (Human Chorionic Gonadotrophin)


Mulai diproduksi sejak usia kehamilan 3-4 minggu oleh jaringan trofoblas (plasenta).
Kadarnya makin meningkat sampai dengan kehamilan 10-12 minggu (sampai sekitar
100.000 mU/ml), kemudian turun pada trimester kedua (sekitar 1000 mU/ml), kemudian
naik kembali sampai akhir trimester ketiga (sekitar 10.000 mU/ml). Berfungsi
meningkatkan dan mempertahankan fungsi korpus luteum dan produksi hormon-hormon
steroid terutama pada masa-masa kehamilan awal. Mungkin juga memiliki fungsi
imunologik. Deteksi HCG pada darah atau urine dapat dijadikan sebagai tanda
kemungkinan adanya kehamilan (tes Galli Mainini, tes Pack, dsb).

LTH (Lactotrophic Hormone) / Prolactin


Diproduksi di hipofisis anterior, memiliki aktifitas memicu / meningkatkan produksi dan
sekresi air susu oleh kelenjar payudara. Di ovarium, prolaktin ikut mempengaruhi
pematangan sel telur dan mempengaruhi fungsi korpus luteum. Pada kehamilan, prolaktin
juga.

Fisiologi Menstruasi
Menstruasi adalah perdarahan periodik dari uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi
secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus. Siklus menstruasi merupakan
rangkaian peristiwa yang secara kompleks saling mempengaruhi dan terjadi secara simultan.
Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium
dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan sasaran pada saluran reproduksi normal,
ovarium memainkan peranan penting dalam proses ini, karena tampaknya bertanggung jawab
dalam pengaturan perubahan-perubahan siklik maupun lama siklus menstruasi. Ovarium
menghasilkan hormon steroid, terutama estrogen dan progesteron. Beberapa estrogen yang
berbeda dihasilkan oleh folikel ovarium, yang mengandung ovum yang sedang berkembang
dan oleh sel-sel yang mengelilinginya. Estrogen ovarium yang paling berpengaruh adalah
estradiol. Estrogen bertanggung jawab terhadap perkembangan dan pemeliharaan organ-organ
reproduktif wanita dan karakteristik seksual sekunder yang berkaitan dengan wanita dewasa.

Estrogen memainkan peranan penting dalam perkembangan payudara dan dalam perubahan
siklus bulanan dalam uterus. Progesteron juga penting dalam mengatur perubahan yang terjadi
dalam uterus selama siklus menstruasi. Progesteron merupakan hormon yang paling penting
untuk menyiapkan endometrium yang merupakan membran mukosa yang melapisi uterus untuk
implantasi ovum yang telah dibuahi. Jika terjadi kehamilan sekresi progesteron berperan
penting terhadap plasenta dan untuk mempertahankan kehamilan yang normal. Sedangkan
endrogen juga dihasilkan oleh ovarium, tetapi hanya dalam jumlah kecil. Hormon endrogen
terlibat dalam perkembangan dini folikel dan juga mempengaruhi libido wanita. Menstruasi
disertai ovulasi terjadi selang beberapa bulan sampai 2-3 tahun setelah menarche yang
berlangsung sekitar umur 17-18 tahun. Dengan memperhatikan komponen yang mengatur
menstruasi dapat dikemungkakan bahwa setiap penyimpangan system akan terjadi
penyimpangan pada patrum umun menstruasi. Pada umumnya menstruasi akan berlangsung
setiap 28 hari selama 7 hari. Lama perdarahannya sekitas 3-5 hari dengan jumlah darah yang
hilang sekitar 30-40 cc. Puncak pendarahannya hari ke-2 atau 3 hal ini dapat dilihat dari jumlah
pemakaian pembalut sekitar 2-3 buah. Diikuti fase proliferasi sekitar 6-8 hari.
Ada beberapa rangkaian dari siklus menstruasi, yaitu:

1 Siklus Endomentrium
Siklus endometrium terdiri dari empat fase, yaitu :
a. Fase menstruasi
Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai
pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale. Rata-rata fase ini
berlangsung selama lima hari (rentang 3-6 hari). Pada awal fase menstruasi kadar
estrogen, progesteron, LH (Lutenizing Hormon) menurun atau pada kadar
terendahnya selama siklus dan kadar FSH (Folikel Stimulating Hormon) baru
mulai meningkat.
b. Fase proliferasi
Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat yang berlangsung sejak
sekitar hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid, misalnya hari ke-10 siklus 24
hari, hari ke-15 siklus 28 hari, hari ke-18 siklus 32 hari. Permukaan endometrium
secara lengkap kembali normal sekitar empat hari atau menjelang perdarahan
berhenti. Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal 3,5 mm atau
sekitar 8-10 kali lipat dari semula, yang akan berakhir saat ovulasi. Fase
proliferasi tergantung pada stimulasi estrogen yang berasal dari folikel ovarium.

c. Fase sekresi/luteal
Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari sebelum
periode menstruasi berikutnya. Pada akhir fase sekresi, endometrium sekretorius
yang matang dengan sempurna mencapai ketebalan seperti beludru yang tebal dan
halus. Endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi kelenjar.
d. Fase iskemi/premenstrual
Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7 sampai 10 hari setelah
ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi, korpus luteum yang
mensekresi estrogen dan progesteron menyusut. Seiring penyusutan kadar
estrogen dan progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme, sehingga suplai
darah ke endometrium fungsional terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan fungsional
terpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai.
2 Siklus Ovulasi
Ovulasi merupakan peningkatan kadar estrogen yang menghambat pengeluaran FSH,
kemudian hipofise mengeluarkan LH (lutenizing hormon). Peningkatan kadar LH
merangsang pelepasan oosit sekunder dari folikel. Folikel primer primitif berisi oosit
yang tidak matur (sel primordial). Sebelum ovulasi, satu sampai 30 folikel mulai matur
didalam ovarium dibawah pengaruh FSH dan estrogen. Lonjakan LH sebelum terjadi
ovulasi mempengaruhi folikel yang terpilih. Di dalam folikel yang terpilih, oosit matur
dan terjadi ovulasi, folikel yang kosong memulai berformasi menjadi korpus luteum.
Korpus luteum mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari setelah ovulasi, dan
mensekresi baik hormon estrogen maupun progesteron. Apabila tidak terjadi implantasi,
korpus luteum berkurang dan kadar hormon menurun. Sehingga lapisan fungsional
endometrium tidak dapat bertahan dan akhirnya luruh.
3 Siklus Hipofisis-hipotalamus
Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan progesteron darah
menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam darah ini menstimulasi hipotalamus
untuk mensekresi gonadotropin realising hormone (Gn-RH). Sebaliknya, Gn-RH
menstimulasi sekresi folikel stimulating hormone (FSH). FSH menstimulasi
perkembangan folikel de graaf ovarium dan produksi estrogennya. Kadar estrogen mulai
menurun dan Gn-RH hipotalamus memicu hipofisis anterior untuk mengeluarkan
lutenizing hormone (LH). LH mencapai puncak pada sekitar hari ke-13 atau ke-14 dari
siklus 28 hari. Apabila tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum pada masa ini, korpus
luteum menyusut, oleh karena itu kadar estrogen dan progesteron menurun, maka terjadi
menstruasi.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24617/4/Chapter%20II.pdf
Gambar 8. Fisiologi menstruasi
SIKLUS OVARIUM

Fase Folikuler
1 Siklus fungsi ovarium dengan pematangan folikel-folikel, ovulasi, formasi corpus
luteum diatur oleh sistem kelenjar hypothalamo-hipofise seperti halnya dengan
mekanisme intraovarial.
2 Hypothalamus memproduksi gonadotropin-releasing hormones (GnRH)
3 GnRH dibawa melalui sistem vena portal menuju kelenjar hipofise anterior
4 GnRH menyatu pada reseptor spesifik yang menginduksi sekresi luteotropic hormone
(LH) dan follicle-stimulating hormone (FSH)
5 Pelepasan FSH dan LH bergantung pada GnRH dan terjadi setiap 90 menit (berkala)
6 Selanjutnya FSH menstimulasi pematangan folikel. Hanya satu folikel yang matang
sempurna.
Saat ovulasi
1 Selanjutnya folikel menghasilkan estrogen dan estrogen menekan produksi FSH
(negative feedback)
2 Akibatnya beberapa folikel selain satu folikel yang matur sempurna mengalami
atresia.
3 Meningkatnya kadar estrogen mensitmulasi sekresi LH sehingga kadar LH melonjak
di pertengahan siklus (positive feedback)
4 Kadar LH yang tinggi menyebabkan degenerasi kolagen folikel ovulasi setelah 1624 jam lonjakan LH
Fase luteal
- Setelah 7-8 hari ovulasi,sel granulosa membesar,bervakuola dan berpigmen kuning
(lutein) korpus luteum

Corpus luteum terhubung ke sirkulasi dan reseptor-reseptor low density lipoprotein(LDL)


terbentuk
Sebagai hasilnya sel-sel granulosa dapat menggunakan kolesterol yang ada untuk
biosintesis progesteron
Terdapat 2 sel di korpus luteum
o
Luteinized granulosa cells : meningkatkan sekresi Progesteron
o
Luteinized theca cells : meningkatkan sekresi Estrogen
Level maksimum serum progesteron 15 ng/ml 6 sampai 8 hari setelah ovulasi
Progesteron
o
Mempersiapkan rahim untuk kehalmilan (meningkatkan kelenjar sekretori uterus
dan menurunkan kontraksi uterus untuk mencegah expulsi pada ovum yang tertanam
o
Meningkatkan sekresi mukosa tuba falopii untuk nutrisi ovum
o
Meningkatkan perkembangan lobulus dan alveoli payudara
Estrogen:
o
Organ seks dan tubu keseluruhan:mendorong perkembangan folikel,berperan
dalalm karakteristik seks sekunder, merangsang pertubuhan uterus dan payudara
o
Tulang : mencegah aktivitas osteoklas,meningkatkan matriks tulang,merangsang
penutupan epifisial plate,meningkatkan deposit calsium
o
Berperan dalam penyimpanan lemak dan pengaturan produksi kolesterol oleh hati
sehingga menurunkan resiko atherosklerosis
o
Meningkatkan vaskularisasi pada kulit sehingga kulit halu dan lembut
o
Keseimbangan elektrolit: meningkatkan retensi Na dan air

SIKLUS ENDOMETRIUM
Pada siklus endometrium, terbagi jadi 3 fase, yaitu:
1 Masa menstruasi yang berlangsung selama 2-8 hari. Bila tidak terjadi pembuahan sampai
2 hari sebelum akhir dari siklus bulanan maka corpus luteum akan beregresi dan
terbentuk jaringan parut (corpus albicans ) dengan berkurangnya kapiler-kapiler dan
diikuti menurunnya sekresi estrogen dan progesteron (involusi endometrium sebesar 65%
) pembuluh darah endometrium melepaskan material vasokonstriksi (Prostaglandins,
sitokinin, dan growth factors seperti TNF-beta , dan makrofag) vasopspasme
menyebabkan penurunan nutrisi endometrium inisiasi nekrosis darah merembes ke
lapisan pertama endometrium pendarahan (hemoragik) meningkat cepat dalam 24-36
jam bagian nekrosis terpisah dari endometrium deskuamasi peningkatan
kontraksi uterus pengeluaran darah menstruasi + deskuamasi pendarahan berhenti 47 hari setelah menstruasi
Siklus haid yang normal berlangsung antara 21-35 hari, selama 2-8 hari dengan
jumlah darah haid sekitar 25-80 ml/hari
2

Masa proliferasi dari berhenti darah menstruasi sampai hari ke-14. Fae proliferasi ini
dapat berkisar 7-21 post ovulasi.Setelah menstruasi berakhir, dimulailah fase proliferasi
dimana terjadi pertumbuhan dari desidua fungsionalis untuk mempersiapkan rahim untuk
perlekatan janin. Pada fase ini endometrium tumbuh kembali. Antara hari ke-12 sampai
14 dapat terjadi pelepasan sel telur dari indung telur (disebut ovulasi)

Masa sekresi. Masa sekresi adalah masa sesudah terjadinya ovulasi. Fase sekresi biasanya
tetap yaitu 14 hari. Hormon progesteron dikeluarkan dan mempengaruhi pertumbuhan
endometrium untuk membuat kondisi rahim siap untuk implantasi (perlekatan janin ke
rahim)

Faktor-faktor yang Berperan dalam Siklus Menstruasi


beberapa faktor yang memegang peranan dalam siklus menstruasi antara lain:
1

Faktor enzim
Dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpannya enzim-enzim hidrolitik
dalam endometrium, serta merangsang pembentukan glikogen dan asam-asam
mukopolisakarida. Zat-zat yang terakhir ini ikut berperan dalam pembangunan
endometrium, khususnya dengan pembentukan stroma di bagian bawahnya. Pada
pertengahan fase luteal sintesis mukopolisakarida terhenti, yang berakibat mempertinggi
permeabilitas pembuluh-pembuluh darah yang sudah berkembang sejak permulaan fase
proliferasi. Dengan demikian lebih banyak zat-zat makanan mengalir ke stroma
endometrium sebagai persiapan untuk implantasi ovum apabila terjadi kehamilan. Jika
kehamilan tidak terjadi, maka dengan menurunnya kadar progesterone, enzim-enzim
hidrolitik dilepaskan, karena itu timbul gangguan dalam metabolisme endometrium yang
mengakibatkan regresi endomentrium dan perdarahan.

Faktor vaskuler
Mulai fase proliferasi terjadi pembentukan sistem vaskularisasi dalam lapisan fungsional
endometrium. Pada pertumbuhan endometrium ikut tumbuh pula arteri-arteri, vena-vena.
Dengan regresi endometrium timbul statis dalam vena serta saluran-saluran yang

menghubungkannya dengan arteri, dan akhirnya terjadi nekrosis dan perdarahan dengan
pembentukan hematom baik dari arteri maupun dari vena.
3

Faktor prostaglandin
Endometrium mengandung banyak prostaglandin E2 dan F2. dengan desintegrasi
endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan berkontraksinya miometrium
sebagai suatu faktor untuk membatasi perdarahan pada haid.

Hormon-Hormon lain yang Berperan dalam Siklus Menstruasi Normal


Sistem hormonal yang mempengaruhi siklus menstruasi adalah:
1 FSH-RH (follicle stimulating hormone releasing hormone) yang dikeluarkan hipotalamus
untuk merangsang hipofisis mengeluarkan FSH
2 LH-RH (luteinizing hormone releasing hormone) yang dikeluarkan hipotalamus untuk
merangsang hipofisis mengeluarkan LH
3 PIH (prolactine inhibiting hormone) yang menghambat hipofisis untuk mengeluarkan
prolactin

Perubahan Siklis Lain


Meskipun maksud dari perubahan hormon ovarium secara siklis adalah ditujukan pada traktus
genitalia, namun hormon-hormon tersebut juga dapat mempengaruhi sejumalh organ tubuh
lain.
1

Suhu badan basal


Terjadi kenaikan suhu badan basal kira-kira 1 0 F 0.50 C pada saat ovulasi dan kenaikan
suhu tersebut dipertahankan sampai menstruasi. Ini disebabkanb oleh efek termogenik
progesteron. Bila terjadi konsepsi, kenaikan suhu badan basal ini tetap bertahan sampai
selama kehamilan.

Perubahan pada payudara


Kelenjar mamma sangat sensitif terhadap estrogen dan progesteron. Pembengkakan
payudara seringkali merupakan tanda pubertas sebagai respon atas kenaikan estrogen
ovarium. Estrogen dan progesteron bekerja secara sinergistik terhadap payudara dan
selama siklus haid, pembengkakan payu dara terjadi pada fase luteal dimana kadar
progesteron sedang tinggi.

Perubahan psikologi
Beberapa wanita mengalami perubahan mood terkait dengan siklus haid. Terjadi
instabilitas emosional pada fase luteal. Perubahan ini disebabkan oleh penurunan
progesteron. Tidak dapat dipastikan apakah perubahan mood tersebut disebabkan oleh
siklus haid atau merupakan sindroma premenstrual.

LO.3 Memahami dan Menjelaskan Perdarahan Uterus Disfungsional


3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Perdarahan Uterus Disfungsional
Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD) merupakan perdarahan dari uterus yang tidak ada
hubungannya dengan sebab organik, kelainan sistemik (seperti kelainan faktor pembekuan
darah) maupun kehamilan. PUD adalah perdarahan pada endometrium dari rahim yang tidak
didalam siklus haid dan semata akibat dari gangguan fungsi endokrin pada salah satu bagian
dari sumbu hipotalamus hipofisis ovarium.
Perdarahan uterus disfungsional (dysfunctional uterine bleeding/DUB) merupakan diagnosis
yang dibuat setelah diagnosis lainnya disingkirkan (diagnosis eksklusi). Pemeriksaan
abdomen dan pelvis serta kuretase uterus yang adekuat, histeroskopi atau setidaknya biopsi
endometrium sangat penting untuk menyingkirkan penyakit organik pada uterus. Perdarahan
uterus disfungsional paling sering terjadi pada awal dan akhir masa menstruasi, tetapi dapat
terjadi pada usia manapun. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan akut dan banyak,
perdarahan ireguler, menoragia dan perdarahan akibat penggunaan kontrasepsi.
Berdasarkan gejala klinis perdarahan uterus disfungsional dibedakan dalam bentuk akut dan
kronis. Sedangkan secara kausal perdarahan uterus disfungsional mempunyai dasar ovulatorik
(10%) dan anovulatorik (70%).
Perdarahan uterus disfungsional akut umumnya dihubungkan dengan keadaan anovulatorik,
tetapi perdarahan uterus disfungsional kronis dapat terjadi pula pada siklus anovulatorik.

Walaupun ada ovulasi tetapi pada perdarahan uterus disfungsional anovulatorik ditemukan
umur korpus luteum yang memendek, memanjang atau insufisiensi. Pada perdarahan uterus
disfungsional anovulatorik, akibat tidak terbentuknya korpus luteum aktif maka kadar
progesteronnya rendah dan ini menjadi dasar bagi terjadinya perdarahan
3.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Perdarahan Uterus Disfungssional
Perdarahan uterus disfungsional biasanya disebabkan oleh gangguan fungsi ovarium primer
atau sekunder yang disebabkan adanya kelainan pada salah satu tempat pada sistem sumbu
hipotalamus hipofisis ovarium dan jarang akibat dari gangguan fungsi korteks ginjal dan
kelenjar tiroid. Perdarahan uterus disfungsional umumnya merupakan keadaan anovulator
tetapi dapat juga terjadi pada keadaan ovulatoir bila ada defek pada fase folikular atau fase
luteal.
Penyebab Perdarahan Uterus Abnormal Berdasaran Kelompok Usia
Kelompok Usia
Prapubertas

Penyebab
Pubertas prekoks (kelainan hipotalamus,

Remaja
Usia subur

hipofisis, atau ovarium)


Siklus Anovulatorik
Penyulit Kehamilan (abortus,

penyakit

Perimenopause

trofoblastik, kehamilan ektopik)


Siklus anovulatorik, pelepasan

irregular

Pascamenopause
Buku Ajar Patologi, Robins.2004

endometrium, lesi organik


Lesi organik, atrofi endometrium

3.3 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi & Patogenesis Perdarahan Uterus


Disfungsional
o Anovulatorik
Kegagalan Ovulasi. Siklus anovulatorik sangat sering terjadi di kedua ujung usia subur;
pada setiap disfungsi sumbu hipotalamus-hipofiisis-ovumn adrenal, atau tiroid; pada lesi
ovarium fungsional yang menghasilkan esterogen berlebihan; pada malnutrisi, obesitas,
atau peyakit berat; pada stress fisik atau emosi berat. Pada banyak kasus penyebab
kegagalan ovulasi tidak diketahui, tetapi apapun sebabnya, hal ini menyebabkan kelebihan
estrogen relatif terhadap progesteron. Oleh karena itu, endometrium mengalami fase
proliferatif yang tidak diikuti oleh fase sekretorik yang normal. Kelenjar endometrium
mungkin mengalami perubahan kistik ringan atau di tempat lain mungkin tampak kacau

dengan

stroma

yang

relatif

sedikit,

yang

memerlukan

progesteron

untuk

mempertahankannya. Endometrium yang kurang ditopang ini mengalami kolaps secara


parsial, disertai ruptur arteri spiral dan perdarahan.
o Ovulatorik
Fase luteal tidak adekuat. Korpus luteum mungkin gagal mengalami pematangan secara
normal atau mengalami rgresi secara prematur sehingga terjadi kekurangan relatif
progesteron. Endometrium dibawah kondisi ini mengalami perlambatan terbentuknya pase
sekretorik.
3.4

Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Perdarahan Uterus Disfungsional

3.5

Keluhan dan Gejala


Nyeri Pelvik
Mual, Peningkatan frekuensi berkemih
Peningkatan berat badan, fatigue,

Masalah
Abortus, Kehamilan ektopik
Hamil
Hipotiroid

gangguan toleransi terhadap dingin


Penurunan berat badan, banyak Hipertiroid
keringat, palpitasi
Riwayat konsumsi antikoagulan
Koagulopati
Gangguan pembekuan darah
Riwayat hepatitis, ikterik
Penyakit hati
Hirsustisme, acne, akantosis nigricans, Sindron Ovarium Polikistik
obesitas
Pendarahan pasca coitus
Displasia serviks, polip, endoserviks
Galaktorea, sakit kepala, gangguan Tumor hipofisis
lapang pandang
Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Perdarahan Uterus
Disfungsional
Anamnesis
Pada pasien yang mengalami perdarahan uterus disfungsional, anamnesis perlu dilakukan
untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding.
Riwayat detail menstruasi :

Jumlah hari mestruasi


Jumlah pembalut yang digunakan per hari
Dampak terhadap kehidupan sehari-hari
Riwayat pendarahan pada gusi, mudah memar, dan perdarahan yang panjang akibat luka

ringan
Gejala penambahan berat badan, konstipasi, rambut rontok, kelelahan

Galaktorea
Riwayat seksual dan penggunaan kontrasepsi

Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan hemodinamik ,
selanjutnya dilakukan pemeriksaan untuk :
o Menilai
Indeks Massa Tubuh (IMT > 27 termasuk obesitas)
Tanda-tanda Hiperandrogen
Pembesaran kelenjar thyroid atau manofestasi hiper atau hypothyroid
Galaktorea
Gangguan Lapang Pandang (karena adenoma hypofisis)
Faktor resiko keganasan (obesitas, hipertensi, DM, dll)
o Menyingkirkan
Kehamilan, kehamilan ektopik, abortus, penyakit trofoblas
Servisitis, endometritis
Polip dan mioma uteri
Keganasan serviks dan uterus
Hiperplasia endometrium
Gangguan pembekuan darah
Pemeriksaan Ginekologi
Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan pap smear, dan
harus disingkirkan adanya mioma uteri, polip, hiperplasia endometrium, atau keganasan.

Laboratorium

Pemeriksaan

USG

Penunjang

Penilaian
Endometrium

Primer
-Hb
-Tes kehamilan
-urin

Sekunder
Tersier
-Darah lengkap -Prolaktin
-Tiroid
(TSH,
hemostatis (BTFT4)
CT,
lainnya
-Hemostasis
sesuai fasilitas)
(PT, aPTT,dll)
-USG
-USG
transabdominal
-USG

Transabdominal
-USG

transvaginal
SIS

transvaginal
-SIS
-Doppler
-Mikrokuret/

-Mikrokuret
-D&K

D&K
-Histeroskopi

-Endometrial
Penilaian
serviks bila ada

-IVA

-Pap smear

sampling
-Pap smear
-Kolposkopi

patologi
Langkah diagnostik PUD

4.6 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Perdarahan Uterus Disfungsional

Terapi
Tujuan terapi
o
o
o
o
o

mengontrol perdarahan
mencegah perdarahan berulang
mencegah komplikasi
mengembalikan kekurangan zat besi dalam tubuh
menjaga kesuburan.
Tatalaksana awal dari perdarahan akut adalah pemulihan kondisi hemodinamik

dari ibu. Pemberian estrogen dosis tinggi adalah tatalaksana yang sering dilakukan.
Regimen estrogen tersebut efektif di dalam menghentikan episode perdarahan.
Bagaimanapun juga penyebab perdarahan harus dicari dan dihentikan. Apabila pasien
memiliki kontraindikasi untuk terapi estrogen, maka penggunaan progesteron
dianjurkan.
Untuk perdarahan disfungsional yang berlangsung dalam jangka waktu lama,
terapi yang diberikan tergantung dari status ovulasi pasien, usia, risiko kesehatan, dan
pilihan kontrasepsi. Kontrasepsi oral kombinasi dapat digunakan untuk terapinya.
Pasien yang menerima terapi hormonal sebaiknya dievaluasi 3 bulan setelah terapi
diberikan, dan kemudian 6 bulan untuk reevaluasi efek yang terjadi. Terapi operasi
dapat disarankan untuk kasus yang resisten terhadap terapi obat-obatan. Secara
singkat langkah-langkah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Perbaikan Keadaan Umum
Pada perdarahan yang banyak sering ditemukan keadaan umum yang buruk. Pada
perdarahan uterus disfungsional akut, anemia (Hb <8 g/dL) yang terjadi harus
segera diatasi dengan transfusi darah. Pada perdarahan uterus disfungsional kronis
keadaan anemia ringan seringkali dapat diatasi dengan diberikan sediaan besi,
sedangkan anemia berat membutuhkan transfusi darah
2. Penghentian Pendarahan
Hormon Steroid Seks
o Estrogen
Dipakai pada

perdarahan

uterus

disfungsional untuk

menghentikan

perdarahan karena memiliki berbagai khasiat yaitu healing effect,


pembentukan mukopolisakarida pada dinding pembuluh darah, vasokonstriksi

(karena merangsang prostaglandin), meningkatkan pembentukan thrombin


dan fibrin. Dosis pemberian estrogen pada perdarahan uterus disfungsional
adalah 25 mg IV setiap 4-6 jam untuk 24 jam diikuti dengan oral terapi yaitu
1 tablet perhari selama 5-7 hari (untuk semua produk estrogen dengan
kandungan 35 mg ethynil estradiol).
o Progestin
Berbagai jenis progestin sintetik telah dilaporkan dapat menghentikan
perdarahan. Beberapa sedian tersebut antara lain noretisteron, MPA,
megestrol asetat, dihidrogesteron dan linestrenol. Noretisteron dapat
menghentikan perdarahan setelah 24-48 jam dengan dosis 20-30 mg/hari,
medroksiprogesteron asetat dengan dosis 10-20 mg/hari selama 10 hari,
megestrol asetat dengan didrogesteron dengan dosis 10-20 mg/hari selama 10
hari, serta linestrenol dengan dosis 15 mg/hari selama 10 hari.
o Androgen
Merupakan pilihan lain bagi penderita yang tak cocok dengan estrogen dan
progesteron. Sediaan yang dapat dipakai antara lain adalah isoksasol
(danazol) dan metil testosteron (danazol merupakan suatu turunan 17--etiniltestosteron). Dosis yang diberikan adalah 200 mg/hari selama 12 minggu.
Perlu diingat bahwa pemakaian jangka panjang sediaan androgen akan
berakibat maskulinisasi.
Penghambat sintesis prostaglandin.
Pada peristiwa perdarahan, prostaglandin penting peranannya pada vaskularisasi
endometrium. Dalam hal ini PgE2 dan PgF2 meningkat secara bermakna. Dengan dasar
itu, penghambat sintesis prostaglandin atau obat anti inflamasi non steroid telah dipakai
untuk pengobatan perdarahan uterus disfungsional, terutama perdarahan uterus
disfungsional anovulatorik. Untuk itu asam mefenamat dan naproksen seringkali dipakai
dosis 3 x 500 mg/hari selama 3-5 hari atau ethamsylate 500 mg 4 kali sehari terbukti
mampu mengurangi perdarahan.
Antifibrinolitik

Sistem pembekuan darah juga ikut berperan secara lokal pada perdarahan uterus
disfungsional. Peran ini tampil melalui aktivitas fibrinolitik yang diakibatkan oleh kerja
enzimatik. Proses ini berfungsi sebagai mekanisme pertahanan dasar untuk mengatasi
penumpukan fibrin. Unsur utama pada system fibrinolitik itu adalah plasminogen, yang
bila diaktifkan akan mengeluarkan protease plasmin. Enzim tersebut akan menghambat
aktivasi palsminogen menjadi plasmin, sehingga proses fibrinolisis akhirnya akan
terhambat pula. Sediaan yang ada untuk keperluan ini adalah asam amino kaproat (dosis
yang diberikan adalah 4 x 1-1,5 gr/hari selama 4-7 hari)
Operatif
Jenis pengobatan ini mencakup: dilatasi dan kuretase, ablasi laser dan histerektomi.
Dilatasi dan kuretase merupakan tahap yang ringan dari jenis pengobatan operatif pada
perdarahan uterus disfungsional. Tujuan pokok dari kuretase pada perdarahan uterus
disfungsional adalah untuk diagnostik, terutama pada umur diatas 35 tahun atau
perimenopause. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya frekuensi keganasan pada
usia tersebut. Tindakan ini dapat menghentikan perdarahan karena menghilangkan daerah
nekrotik pada endometrium. Ternyata dengan cara tersebut perdarahan akut berhasil
dihentikan pada 40-60% kasus. Namun demikian tindakan kuretase pada perdarahan
uterus disfungsional masih diperdebatkan, karena yang diselesaikan hanyalah masalah
pada organ sasaran tanpa menghilangkan kausa. Oleh karena itu kemungkinan
kambuhnya cukup tinggi (30-40%) sehingga acapkali diperlukan kuretase berulang.
Beberapa ahli bahkan tidak menganjurkan kuretase sebagai pilihan utama untuk
menghentikan perdarahan pada perdarahan uterus disfungsional, kecuali jika pengobatan
hormonal gagal menghentikan perdarahan.
Pada ablasi endometrium dengan laser ketiga lapisan endometrium diablasikan dengan
cara vaporasi neodymium YAG laser. Endometrium akan hilang permanen, sehingga
penderita akan mengalami henti haid yang permanen pula. Cara ini dipilih untuk
penderita yang punya kontraindikasi pembedahan dan tampak cukup efektif sebagai
pilihan lain dari histerektomi, tetapi bukan sebagai pengganti histerektomi
Tindakan

histerektomi

pada

penderita

perdarahan

uterus

disfungsional

harus

memperhatikan usia dan paritas penderita. Pada penderita muda tindakan ini merupakan

pilihan terakhir. Sebaliknya pada penderita perimenopause atau menopause, histerektomi


harus dipertimbangkan bagi semua kasus perdarahan yang menetap atau berulang. Selain
itu histerektomi juga dilakukan untuk perdarahan uterus disfungsional dengan gambaran
histologis endometrium hiperplasia atipik dan kegagalan pengobatan hormonal maupun
dilatasi dan kuretase. Histerektomi mempunyai tingkat mortalitas 6/ 10.000 operasi. Satu
penelitian menemukan bahwa histerektomi berhubungan dengan tingkat morbiditas dan
membutuhkan waktu penyembuhan yang lebih lama dibanding ablasi endometrium.
Beberapa studi sebelumnya menemukan bahwa fungsi seksual meningkat setelah
histerektomi dimana terdapat peningkatan aktifitas seksual. Histerektomi merupakan
metode popular untuk mengatasi perdarahan uterus disfungsional, terutama di negaranegara industri
3. Mengembalikan keseimbangan fungsi hormon reproduksi
Usaha ini meliputi pengembalian siklus haid abnormal menjadi normal, pengubahan
siklus anovulatorik menjadi ovulatorik atau perbaikan suasana sehingga terpenuhi
persyaratan untuk pemicuan ovulasi.
o Siklus ovulatorik
Perdarahan uterus disfungsional ovulatorik secara klinis tampil sebagai
polimenorea, oligomenorea, menoragia dan perdarahan pertengahan siklus,
perdarahan bercak prahaid atau pasca haid. Perdarahan pertengahan siklus diatasi
dengan estrogen konjugasi 0,625-1,25 mg/hari atau etinilestradiol 50 mikrogram/
hari dari hari ke 10 hingga hari ke 15. Perdarahan bercak prahaid diobati dengan
progesteron (medroksi progestron asetat atau didrogestron) dengan dosis 10
mg/hari dari hari ke 17 hingga hari ke 26. Beberapa penulis menggunakan
progesteron dan estrogen pada polimenorea dan menoragia dengan dosis yang
sesuai dengan kontrasepsi oral, mulai hari ke 5 hingga hari ke 25 siklus haid
o Siklus anovulatorik
Perdarahan uterus disfungsional anovulatorik mempunyai dasar kelainan
kekurangan progesteron. Oleh karena itu pengobatan untuk mengembalikan fungsi
hormon reproduksi dilakukan dengan pemberian progesteron, seperti medroksi
progesterone asetat dengan dosis 10-20 mg/hari mulai hari ke 16-25 siklus haid.
Dapat pula digunakan didrogesteron dengan dosis 10-20 mg/hari dari hari 16-25

siklus haid, linestrenol dengan dosis 5-15 mg/hari selama 10 hari mulai hari hari
ke 16-25 siklus haid. Pengobatan hormonal ini diberikan untuk 3 siklus haid. Jika
gagal setelah pemberian 3 siklus dan ovulasi tetap tak terjadi, dilakukan pemicuan
ovulasi. Pada penderita yang tidak menginginkan anak keadaan ini diatur dengan
penambahan estrogen dosis 0,625-1,25 mg/hari atau kontrasepsi oral selama 10
hari, dari hari ke 5 sampai hari ke 25.8
Penanganan terapi berdasarkan usia
PUD pada Usia Perimenarche
Pada usia perimenarche (rata-rata 11 tahun ) hingga memasuki usia reproduksi ,
berlangsung sampai 3- 5 tahun setelah menarche dan ditandai dengan siklus yang tidak
teratur baik lama maupun jumlah darahnya.
Pada keadaan yang tidak akut dapat diberikan antiprostaglandin, antiinflamasi
nonsteroid (NSAID), atau asam traneksamat.Pemberian tablet estrogen
progesteron kombinasi, atau tablet progesterone saja maupun analog GnRH

(agonis atau antagonis) hanya bila tidak ada perbaikan.


Pada keadaan akut, dimana Hb sampai <8 gr%, maka pasien harus :
o Dirawat dan diberikan transfusi darah.
o Untuk mengurangi perdarahan diberikan sediaan :
Estrogen- progesterone kombinasi, misalnya 17 estradiol 2x2 mg, atau
Estrogen equin konjugasi 2x1.25 mg, atau
Estropipete 1x 1,25 mg dikombinasikan dengan noretisteron asetat 2x5

mg ;atau
Medroksiprogesteron asetat (MPA) 2x10 mg, atau juga dapat diberikan
normegestrol asetat 2x5 mg dan cukup diberikan selama 3 hari

Bila perdarahan akut telah berkurang atau selesai , lakukan pengaturan siklus, dengan
pemberian tablet progesterone pada hari 16-25 selama 3 bulan. MPA atau didrogesterone
(10mg/ hari) sedangnkan noretisterone 5mg/ hari.
PUD pada Usia Reproduksi
Pada usia ini dapat terjadi siklus yang berovulasi (65%) dan terdapat siklus yang tidak
berovulasi. Pada keadaan akut penanganan sama seperti PUD pada usia perimenarche .
Pada PUD dengan siklus yang berovulasi umumnya lebih ringan dan jarang
hingga akut. PUD yang terjadi paling sering berupa perdarahan bercak (spotting)
pada pertengahan siklus. Pengobatan dapat diberikan berupa :

o 17- estradiol 1x2 mg, atau estrogen equin konjugasi 1x1,25 mg, atau
estropipete 1x1,25 mg, dari hari ke 10-15 siklus haid
o Pada perdarahan bercak prahaid dapat diberikan MPA 1x10 mg, atau
didrogesteron 1x10 mg, atau Noretisteron asetat 1x5 mg; atau juga
Normegestrol asetat 1x5 mg yang diberikan mulai hari 16-25 siklus.
o Pada perdarahban bercak pascahaid dapat diberikan 17- estradiol 1x
2mg, atau estrogen equin konjugasi 1x 1,25 mg, atau estropipete 1x 1,25
mg yang diberikan mulai hari 2- 8 siklus haid.
o
PUD pada usia perimenopause
Perimenopause atau usia antara masa pramenopause dan pascamenopause, yaitu sekitar
menopause (usia 40-50 tahun). PUD ini hampir 95% terjadi siklus yang tidak berovulasi
(folikel persisten). Sehingga setiap perdarahan atau gangguan haid yang terjadi pada usia
perimenopause harus dipikirkan adanaya keganasan pada endometrium.
Pada keadaan tidak akut pasien dipersiapkan untuk dilakukan tindakan D & C (Dilatasi
dan kuretase). Perubahan pada endometrium juga dapat dilihat dengan USG. Bila
ditemukan ketebalan endometrium lebih dari 5 mm berarti telah terjadi hiperplasia
endometrium.
Jika hasil pemeriksaan patologi anatomi menggambarkan suatu hiperplasia kistikm atau
hiperplasia adenomatosa, maka pertama kali dapat dicoba pemberian progesteron seperti
MPA dengan dosis 3x10 mg / hari selama 6 bulan, atau dapat juga diberikan depo
medroksiprogesterone asetat (DPMA)
Bila ketebalan endometrium kurang dari 6 mm dapat langsung diberikan kombinasi
estrogen- progesteron, seperti estrogen equin konyugasi 1x0,3 mg , atau 17- estradiol
1x2 mg + MPA 1x10 mg yang dibekian secara berkelanjutan selama 6 bulan. Bila tidak
ada perbaikan, maka perlu dilakukan tindakan D&C . dan pengobatan selanjutnya
bergantung pada hasil patologi anatomi yang diperoleh. Namun pasien dengan faktor
risiko kanker endometrium seperti kegemukan, DM, dan hipertensi sebaiknya tetap
dilakukak D&C , meskipun ketebalan endometrium <5 mm.
Berdasarkan banyaknya perdarahan

Jika Perdarahan Uterus Disfungsional telah ditegakkan dan perdarahannya tidak banyak
serta tidak terdapat diskrasia perdarahan, dapat dilakukan observasi tanpa melakukan
intervensi terlebih dahulu.
Apabila pasien mengalami perdarahan sedang , pasien dapat diberikan :
o Kontrasepsi Oral Estrogen dosis tinggi selama 3 minggu atau
o Regimen 3-4 pil kontrasepsi oral dosis rendah per hari selama 1 minggu
kemudian diikuti dengan penurunan ke dosis lazim sampai 3 minggu.
Apabila pasien mengalami perdarahan berat :
o Pasien perlu dirawat di rumah sakit, tirah baring.
o Diberikan suntikan estradiol valerate (10mg) dan hydroxyprogesterone
caproate (500 mg) intramuskular ; atau
o Conjugated estrogens (25 mg) intravena atau intramuskular.
o Berikan preparat besi untuk mencegah anemia
Untuk mencegah kekambuhan perlu diberikan kontrasepsi oral siklik selama 2-3
bulan atau dapat dilakukan induksi mentruasi setiap 2-3 bulan dengan 10 mg
hydroxyprogesterone acetate oral, 1-2 kali per hari selama 10 hari .
Jika pemberian terapi hormon gagal mengontrol perdarahan uterus, perlu
dilakukan evaluasi dan pemeriksaan biopsi endometrium, histeroskopi, atau dilatasi dan
kuretase untuk diagnosis lebih lanjut dan terapi.
1.7 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Perdarahan Uterus Disfungsional
Perdarahan uterus disfungsional yang lama dan berat dapat menyebabkan anemia
defisiensi besi pada 30% individu. Ketidakseimbangan hormonal yang berkelanjutan
yang mungkin menghambat ovulasi dapat menyebabkan infertilitas. Pada 1-2% individu
dengan ketidakseimbangan estrogen dan progesteron yang kronik, akan meningkatkan
resiko terjadinya kanker endometrium
1.8 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Perdarahan Uterus Disfungsional
Pada dasarnya keseimbangan hormonal akan dicapai dengan pengobatan yang tepat.
Meskipun terapi medikal digunakan pertama kali, lebih dari setengah wanita dengan
menoragia akan melakukan histerektomi dalam waktu 5 tahun di ginekologist. Beberapa
pasien yang menggunakan kontrasepsi transvaginal sebagai manajemen perdarahan
uterus disfungsional dapat mengalami 89-95% perbaikan. Jika kehamilan diinginkan,
infertilitas dapat diatasi dengan obat fertilitas. Sebaliknya, bila kehamilan tidak

diinginkan dan penatalaksanaan konserfatif tidak efektif, ablasi endometrial dapat


mengurangi perdarahan uterus yang berlebihan sampai 88%. Ablasi endometrial efektif
untuk jangka pendek, dan 48 bulan setelah ablasi ,29% individu memerlukan prosedur
lain.
LO.4 Memahami Dan Menjelaskan Perbedaan Haid Dan Istihadhah Serta BatasanBatasan Beribadah
DARAH WANITA

Haid :Keluar dalam keadaan sehat,


Nifas:Keluar setelah melahirkan
Istihadlah:Keluar tidak pada hari haid dan nifas; dalam keadaan sakit (darah penyakit).

Akibat Hukum Datangnya Haid


o Seorang wanita dianggap telah balig, menjadi mukallaf, dianggap telah cukup cakap
o
o
o
o

bertindak hukum.
Pertanda wanita tersebut tidak hamil,
Dijadikan sebagai batas penghitungan masa iddah bagi wanita subur.
Menjadikannya wajib mandi saat haidnya berhenti.
Haram melakukan hubungan badan pada masa tersebut. Ulama berbeda pendapat tentang
saksi (kaffarat) yang melanggarnya (wajib dan tidak wajib).

Datang atau Berhentinya Haid Saat Waktu Shalat atau Puasa


Jika haid datang pada waktu shalat dan dia belum shalat, dia berhutang shalat.
Jika berhenti haid, maka harus segera mandi dan shalat, jika tidak, maka termasuk
mengabaikan shalat.
DALAM KEADAAN HAID DAN NIFAS DIPERBOLEHKAN
1
2
3
4

Berdzikir, berdoa, dll.


Membaca Al-Quran dan memegang mushaf Al Quran (Khilafiah).
Bermesraan dengan suami, sepanjang tidak coitus.
Melakukan berbagai aktivitas yang baik, selain yang terlarang atas wanita yang dalam
keadaan haid /nifas

ISTIHADHAH
Darah yang mengalir dari kemaluan wanita bukan pada waktunya dan keluarnya dari
urat. (An-Nawawi).

Darah segar yang di luar kebiasaan seorang wanita disebabkan urat yang terputus (AlQurthubi).
Darah yang terus menerus keluar dari seorang wanita dan tidak terputus selamanya atau
terputus sehari dua hari dalam sebulan (Al-Utsaimin)
Tidak wajib, hanya mesti wudhu (Jumhur ulama).
Mandi setiap shalat = sunnah (Empat Imam Mazhab)
Perbedaan antara Darah Istihadlah dengan Darah Haid
Warna
o Haid umumnya hitam, sedangkanIstihadlah umumnya merah segar.
Kelunakan dan Kerasnya
o Haid sifatnya keras dan Istihadlah lunak.
Kekentalan
o Haid kental sedangkan Istihadlah sebaliknya.
Aroma
o Haid beraroma tidak sedap atau busuk.
Batasan Shalat bagi penderita Istihadhah
Dalam Batasan Umum:
Salat wajib dikerjakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan syarak, namun
dalam keadaan khusus, seperti tidak adanya kemampuan karena sakit dan lainnya, misalnya,
tidak mampu ditunaikan dengan berdiri, boleh dilakukan dengan berdiri sambil bersandar, dan
seterusnya sesuai dengan kadar kemampuannya.
Penggunaan Obat utk Mencegah Haid
o Niat, untuk kesempurnaan ibadah haji = mubah.
o Niat,puasa Ramadhan sebulan penuh = makruh, tetapi bagi wanita yang sulit
mengqadhanya pada hari lain = mubah.
o Selain dua alasan di atas, hukumnya tergantung pada niatnya. Bila untuk perbuatan yang
menjurus pada pelanggaran hukum agama = Haram.
FATWA MUI TENTANG PENGGUNAAN PIL PENUNDA HAID
Penggunaan pil anti haid untuk kesempurnaan ibadah haji hukumnya mubah.
Pengunaan pil anti haid dengan maksud agar dapat mencukupi puasa Ramadhan sebulan
penuh, hukumnya makruh, tetapi bagi wanita yang sukar mengqadha puasanya pada hari

lain, hukumnya mubah.


Penggunaan pil anti haid selain dua hal di atas, hukumnya tergantung pada niatnya. Bila
untuk perbuatan yang menjurus pada pelanggaran hukum agama, hukumnya haram
DAFTAR PUSTAKA

Eroschenko, V.P. 2008. Atlas Histologi Difiore. Ed. 11. EGC: Jakarta
Guyton, A.C. 1976. Textbook of Medical Physiology. WB Saunders Company: Philadelphia.
London
Hopkins, Michael P, dkk. 2006. Abnormal Uterine Bleeding. In Glass Office Gynecology. 6th
edition. Lippincott Williams & Wilkins Company
Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Ed 2. EGC: Jakarta
Sofwan, Achmad. 2012. Sistem Reproduksi. Jakarta: Bagian Anatomi Universitas YARSI Jakarta.
Novak ER, Jones GS, Jones HW. Abnormal Uterine Bleeding. In: Novaks Texbook of
Gynecology 14th edition. Baltimore: The Williams & Wilkins Company; 2007.
Price and Willson. 2005. Patofisiologi. 6th . Jakarta: EGC.
Zuhroni. 2010. Pandangan Islam Terhadap Masalah Kedokteran dan Kesehatan.Jakarta: Bagian
John

Agama Universitas YARSI Jakarta.


M
Goldenring
(2007-02-01).

"All

About

Menstruation".

WebMD.

http://www.webmd.com/a-to-z-guides/all-about-menstruation. Retrieved on 2009-10-05Speroff,


MD and Marc A Fritz, MD: (2004) Clinical Gynecologic Endocrinology and Fertility, 7 th ed.
Baltimore, Williams & Wilkins, 2004

You might also like