You are on page 1of 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini lingkungan pendidikan yang sangat kompetitif akan memiliki dampak seperti
tuntutan untuk selalu membangun keunggulan kompetitif, pemutakhirkan peta perjalanan
(roadmap) organisasi secara berkelanjutan, penentuan langkah-langkah strategik ke depan,
pengerahkan, pemusatkan kapabilitas dan komitmen seluruh staf dalam mewujudkan masa
depan organisasi. Dan kecenderungan umum, pendidikan saat ini hanya mengandalkan
anggaran tahunan sebagai alat perencana masa depan organisasi, sehingga menjadi tidak
koheren antara Visi dan Misi, Tujuan organisasi, Rencana Jangka Pendek dan Jangka
Panjang, Implementasi.
Sebagian besar organisasi hanya mengandalkan manajemen puncak untuk menyusun
perencanaan strategik, sementara manajemen menengah sampai karyawan hvanya melakukan
implementasi rencana jangka panjang dan pendek. Sistem ini hanya pas untuk lingkungan
yang stabil yang di dalamnya prediksi masih dapat diandalkan untuk memperkirakan masa
depan organisasi. Dalam pengembangan aktivitas, perguruan tinggi harus melibatkan seluruh
unit kerja dan personel didalamnya dalam perencanaan strategiknya untuk mengubah mode
operasi organisasi dari plan and control menjadi sense and respond. Dengan mekanisme baru
ini, diharapkan akan dapat terlihat dan terukur seluruh kinerja organisasi dalam berbagai
level.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah pada makalah ini adalah:
a.

Hakekat strategi perumusan visi, misi, tujuan, sasaran dan kegiatan organisasi pendidikan

b. Langkah-langkah penyusunan visi, misi, tujuan, sasaran dan kegiatan organisasi pendidikan
c.

Analisis peluang dan tantangan sistem pendidikan nasional

d. Tujuan dan Manfaat Penulisan


C. Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah:
a. Mengetahui strategi perumusan visi, misi, tujuan, sasaran dan kegiatan organisasi pendidikan

b. Mengetahui langkah-langkah strategi perumusan visi, misi, tujuan, sasaran dan kegiatan
organisasi pendidikan
c. Memberikan gambaran analisis peluang dan tantangan sistem pendidikan nasional

BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakekat Strategi Perumusan Visi, Misi, Tujuan, Sasaran dan Kegiatan Organisasi Pendidikan
1. Visi
Visi adalah wawasan yang menjadi sumber arahan bagi sekolah dan digunakan untuk
memandu perumusan visi sekolah. Dengan kata lain, visi adalah pandangan jauh ke depan
kemana sekolah akan dibawa. Visi adalah gambaran masa depan yang diinginkan oleh
sekolah, agar sekolah yang bersangkutan dapat menjamin kelangsungan hidup dan
perkembangannya.
Gambaran tersebut tentunya harus didasarkan pada landasan yuridis, yaitu undang-undang
pendidikan dan sejumlah peraturan pemerintahnya, khususnya jumlah pendidikan nasional
sesuai jenjang dan jenis sekolahnya dan juga sesuai dengan profil sekolah yang bersangkutan.
Dengan kata lain, visi sekolah harus tetap dalam koridor kebijakan pendidikan nasional tetapi
sesuai dengan kebutuhan anak dan masyarakat yang dilayani. Tujuan pendidikan nasional
sama tetapi profil sekolah khususnya potensi dan kebutuhan masyarakat yang dilayani
sekolah tidak selalu sama. Oleh karena itu dimungkinkan sekolah memiliki visi yang tidak
sma dengan sekolah lain, asalkan tidak keluar dari koridor nasional yaitu tujuan pendidikan
nasional. Visi juga dapat dilihat sebagai pandangan kedepan dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a. Berorientasi kemasa depan yang lebih baik , bukan status quo
b. Antisipasi tentang kecenderungan perkembangan sejarah , budaya dan nilai-nilai yang dianut
organisasi
c. Keunikan (kekhasan) dan kompetensi yang ditonjolkan
d. Standart keunggulan, mewujudkan cita-cita yang tinggi dan ambisi yang kuat
e. Rangsangan insprisasi, antusiasme, dan komitmen
f.

Kejalan atau sebagai arah untuk ,mencapai tujuan.

2. Misi
Misi adalah tindakan untuk mewujudkan/merealisasikan visi tersebut. Karena visi harus
mengakomodasi semua semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah, maka
misi dapat juga diartikan sebagai tindakan untuk memnuhi kepentingan masing-masing

kelompok yang terkait dengan sekolah. Dalam merumuskan misi, harus mempertimbangkan
tugas pokok sekolah dan kelompok-kelompok kepenting yang terkait dengaan sekolah.
Dengan kata lain, misi adalah bentuk layanan untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan
dalam visi dengan berbagai indikatornya.
3. Sasaran
Bertolak dari visi dan misi, selanjutnya sekolah merumuskan tujuan. Tujuan merupakan
apa yang akan dicapai/dihasilkan oleh sekolah yang bersangkutan dan kapan tujuan akan
dicapai. Jika misi dan misi terkait dengan jangka waktu yang panjang, maka tujuan dikaitkan
dengan jangka waktu 3-5 tahun. Dengan demikian tujuan pada dasarnya merupakan tahapan
wujud sekolah menuju visi yang telah dicanangkan.
Jika visi merupakan gambaran sekolah di masa depan secara utuh (ideal), maka tujuan yang
ingin dicapai dalam jangka waktu 3 tahun mungkin belum se ideal visi atau belum selengkap
visi. Dengan kata lain, tujuan merupakan tahapan untuk mencapai visi.
4. Sasaran / Tujuan Situasional
Setelah tujuan sekolah (tujuan jangka menengah) dirumuskan, maka langkah selanjutnya
adalah memetapkan sasaran /target/ tujuan situasional/ tujuan jangka pendek. Sasaran adalah
penjabaran yaitu sesuatu yang akan dihasilkan/dicapai oleh sekolah dalam jangka waktu lebih
singkat dibandingkan tujuan sekolah. Rumusan sasaran harus selalu mengandung
peningkatan, baik peningkatan kualitas, efektifitas, produktivitas, maupun efisiensi (bisa
salah satu atau kombinasi). Agar sasaran dapat dicapai dengan efektif, maka sasaran harus
dibuat spesifik, terukur, jelas kriterianya, dan disertai indikator-indikator yang rinci.
Meskipun sasaran bersumber dari tujuan namun dalam penentuan sasaran yang mana dan
berapa besar kecilnya sasaran, tetap harus didasarkan atas tantangan nyata yang dihadapi oleh
sekolah.
a. Mengindentifikasi Tantangan Nyata Sekolah
Pada tahap ini, sekolah melakukan analisis output sekolah yang hasilnya berupa identifikasi
tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah. Tantangan adalah selisih (ketidak sesuaian)
antara output sekolah saat ini dan output sekolah yang diharapkan di masa yang akan datang
(tujuan sekolah). Output sekolah saat ini dapat dengan mudah diidentifikasi, karena tersedia
datanya. Akan tetapi bagaimanakah caranya mengindetifikasi output sekolah yang
diharapkan, sehingga output yang diharapkan tersebut cukup realistis? Caranya, perlu

dilakukan analisis prakiraan (forecasting) lengkap dengan asumsi-asumsinya untuk


menemukan

kecenderungan-kecenderungan

yang

diharapkan

di

masa

depan.

Pada umumnya, tantangan sekolah bersumber dari output sekolah yang dapat dikategorikan
menjadi empat yaitu kualitas, produktivitas, efektivitas, dan efesiensi. Kualitas adalah
gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa, yang menunjukan
kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau tersirat. Dalam konteks
pendidikan, kualitas yang dimaksud adalah kualitas output sekolah yang bersifat akademik
(misal; NEM dan LKIR) dan non akademik (misal; olah raga dan kesenian). Mutu output
sekolah dipengaruhi oleh tingkat kesiapan input dan proses persekolahan.
Produktivitas adalah perbandingan antara output sekolah dibanding input sekolah. Baik
output maupun input sekolah adalah dalam bentuk kuantitas. Kuantitas input sekolah,
misalnya jumlah guru, model sekolah, bahan, dan energi. Kuantitas output sekolah, misalnya;
jumlah siswa yang lulus sekolah setiap tahunnya. Contoh produktivitas, misalnya, jika tahun
ini sebuah sekolah lebih banyak meluluskan siswanya dari pada tahun lalu dengan input yang
sama (jumlah guru, fasilitas, dsb.), maka dapat dikatakan bahwa tahun ini sekolah tersebut
lebih produktif dara pada tahun sebelumnya. Efektifitas adalah ukuran yang menyatakan
sejauhmana tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah dicapai. Dalam bentuk persamaan,
efektivitas sama dengan hasil nyata dibagi hasil yang diharapkan. Efisiensi dapat
diklarifikasikan menjadi dua yaitu efisiensi internal dan efesiensi eksternal. Efisiensi internal
menunjuk kepada hubungan antara output sekolah (pencapaian prestasi belajar) dan input
(sumberdaya) yang digunakan untuk memproses/menghasilkan output sekolah. Efesiensi
internal biasanya diukur dengan biaya efektivitas. Setiap penilaian biaya-efektifitas selalu
memerlukan dua hal, yaitu penilaian ekonomik untuk mengukur biaya masukan (input) dan
penilaian hasil pembelajaran (prestasi belajar, lama belajar, angka putus sekolah).
b. Merumuskan Sasaran (tujuan situasional)
Berdasarkan tantangan nyata yang dihadapi sekolah, maka dirumuskanlah sasaran/ tujuan
situasional yang akan dicapai oleh sekolah. Meskipun sasaran dirumuskan berdasarkan atas
tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah, namun perumusan sasaran tersebut harus tetap
mengacu pada visi, misi dan tujuan sekolah merupakan sumber pengertian (sumber referensi)
bagi perumusan sasaran sekolah. Karena itu, sebelum merumuskan sasaran sekolah yang
akan dicapai, setiap sekolah harus memiliki visi, misi dan tujuan sekolah.

c. Mengindentifikasi

Fungsi-fungsi

yang

Diperlukan

untuk

Mencapai

sasaran

Setelah sasaran dipilih, maka langkah berikutnya adalah menindentifikasi fungsi-fungsi yang
perlu dilibatkan untuk mencapai sasaran dan yang masih perlu diteliti tingkat kesiapannya.
Fungsi-fungsi yang dimaksud, misalnya, fungsi proses belajar mengajar beserta fungsi-fungsi
pendukungnya yaitu fungsi pengembangan kurikulum, fungsi perencanaan dan evaluasi,
fungsi ketenagaan, fungsi keuangan, fungsi pelayanan kesiswaan, fungsi pengembangan
iklim akademik sekolah, fungsi hubungan sekolah masyarakat, dan fungsi pengembangan
fasilitas.
d. Melakukan Analisis SWOT
Setelah fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai sasaran diidentifikasi, maka
langkah berikutnya adalah menentukan tingkat kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya
melalui analisis SWOT (Strength, Weakness, opportunity, and Threat) Analisis SWOT
dilakukan dengan maksud untuk mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan
fungsi sekolah yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
e. Alternatif Langkah Pemecahan Persoalan
Dari hasil analisis SWOT, maka langkah berikutnya adalah memilih langkah- langkah
pemecahan (peniadaan) persoalan, yakni tindakan yang diperlukan untuk mengubah fungsi
yang tidak siap menjadi fungsi yang siap. Selama masih ada persoalan, yang sama artinya
dengan ada ketidak siapan fungsi, maka sasaran yang telah ditetapkan tidak akan tercapai.
Oleh karena itu, agar sasaran tercapai, perlu dilakukan tindakan-tindakan yang mengubah
ketidak siapan menjadi kesiapan fungsi. Tindakan yang dimaksud lazimnya disebut langkahlangkah pemecahan persoalan, yang hakekatnya merupakan tindakan mengatasi makna
kelemahan dan/atau ancaman, agar menjadi kekuatan dan/atau peluang, yakni dengan
memanfaatkan adanya satu/lebih faktor yang bermakna kekuatan dan/atau peluang.
f. Menyusun Rencana dan Program Peningkatan Mutu
Berdasarkan langkah-langkah pemecahan persoalan tersebut, sekolah bersama-sama dengan
semua unsur-unsurnya membuat rencana untuk jangka pendek, menengah, dan jangka
panjang, beserta program-programnya untuk merealisasikan rencana tersebut. Sekolah tidak
selalu memiliki sumberdaya yang cukup untuk memenuhi semua kebutuhan bagi pelaksanaan
MPMBS, sehingga perlu dibuat skala prioritas untuk jangka pendek, menengah, dan panjang.
g. Melaksanakan Rencana Peningkatan Mutu

Dalam melaksanakan rencana peningkatan mutu pendidikan yang telah disetujui bersama
antara sekolah, orang tua siswa, dan masyarakat, maka sekolah perlu mengambil langkah
proaktif untuk mewujudkan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Kepala sekolah dan guru
hendaknya mendayagunakan sumberdaya pendidikan yang tersedia semaksimal mungkin,
menggunakan pengalaman- pengalaman masa lalu yang dianggap efektif, dan menggunakan
teori-teori yang terbukti mampu meningkatkan kualitas pembelajaran. Kepala sekolah dan
guru bebas mengambil inisiatif dan kreatif dalam menjalankan program-program yang
diproyeksikan dapat mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Karena itu, sekolah
harus dapat membebaskan diri dari keterikatan-keterikatan birokrastis yang biasanya banyak
menghambat penyelenggaraan pendidikan.
h. Melakukan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program, sekolah perlu mengadakan evaluasi
pelaksanan program, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Evaluasi jangka pendek
dilakukan setiap akhir caturwulan untuk mengetahui keberhasilan program secara bertahap.
Bilamana pada pada satu catur wulan dinilai adanya faktor-faktor yang tidak mendukung,
maka sekolah harus dapat memperbaiki pelaksanaan program peningkatan mutu pada catur
wulan berikutnya. Evaluasi jangka menengah dilakukan pada setiap akhir tahun, untuk
mengetahui seberapa jauh program peningkatan mutu telah mencapai sasaran-sasaran mutu
yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan evaluasi ini akan diketahui kekuatan dan
kelemahan program untuk diperbaiki pada tahun-tahun berikutnya.
i. Merumuskan Sasaran Mutu Baru
Sebagaimana dikemukakan terdahulu, terdahulu hasil evaluasi berguna untuk dijadikan alat
bagi perbaikan kinerja program yang akan datang. Namun yang tidak kalah pentingnya, hasil
evaluasi merupakan masukan bagi sekolah dan orang tua peserta didik untuk merumuskan
sasaran mutu baru untuk tahun yang akan datang.
B. Manajemen Pendidikan Nasional
H.A.R. Tilaar mengemukakan tentang keberhasilan pembangunan pendidikan nasional,
Kalau etape pertama berkenaan dengan berbagai target kuantitatif dalam pembangunan,
yang kedua berkaitan dengan kepengaturan sistem pendidikan nasional. Pernyataan tersebut
menegaskan kepada kita tentang pentingnya manajemen pendidikan sebagai bagian dari
manajemen pembangunan nasional.

Manajemen pendidikan nasional sangat penting karena bukan saja pendidikan itu merupakan
kebutuhan dasar manusia Indonesia, akan tetapi merupakan salah satu dinamisator
pembangunan. Oleh karena itu manajemen pendidikan haruslah merupakan subsistem dri
sistem manajemen pembangunan nasional.

Seperti apa dan bagaimana

manajemen

pendidikan nasional? Di dalam tulisan ini penulis mengartkan manajemen pendidikan


sebagai suatu kegiatan anggota mengimplikasikan adanya perencanaan atau rencana
pendidikan

serta

kegiatan

implementasinya.

Ditegaskan oleh HAR. Tilaar bahwa pada dekade 90-an ini dunia menyaksikan suatu
perubahan besar dalam tata kehidupan manusia dengan runtuhnya tatanan kehidupan sosial,
politik dan ekonomi yang tidak berakar pada nilai-nilai kemanusiaan yang hakiki.
Kecenderungan itu adalah humanisasi dri proses pembangunan, globalisasi dari masalah yang
dihadapi

umat

manusia

serta

proses

demokratisasi.

Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan dalam bab ini adalah dalam rangka
mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang keempat, yaitu membangun
kesejahteraan rakyat, meningkatkan kualitas kehidupan beragama, dan ketahanan budaya.
Pada awal abad XXI ini, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar.
Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut untuk dapat
mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai. Kedua, untuk
mengantisipasi era global dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya
manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga, sejalan
dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem
pendidikan nasional sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis,
memperhatikan keberagaman kebutuhan/keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong
peningkatan partisipasi masyarakat.
Pada saat ini pendidikan nasional juga masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang
menonjol (1) masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan; (2) masih rendahnya
kualitas dan relevansi pendidikan; dan (3) masih lemahnya manajemen pendidikan, di
samping belum terwujudnya kemandirian dan keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi di
kalangan akademisi. Ketimpangan pemerataan pendidikan juga terjadi antarwilayah geografis
yaitu antara perkotaan dan perdesaan, serta antara kawasan timur Indonesia (KTI) dan
kawasan barat Indonesia (KBI), dan antartingkat pendapatan penduduk ataupun antargender.

Kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Hal tersebut tercermin,


antara lain, dari hasil studi kemampuan membaca untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) yang
dilaksanakan

oleh

organisasi

International

Educational Achievement

(IEA)

yang

menunjukkan bahwa siswa SD di Indonesia berada pada urutan ke-38 dari 39 negara peserta
studi. Sementara untuk tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), studi untuk
kemampuan matematika siswa SLTP di Indonesia hanya berada pada urutan ke-39 dari 42
negara, dan untuk kemampuan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) hanya berada pada urutan ke40 dari 42 negara peserta.
Manajemen pendidikan nasional secara keseluruhan masih bersifat sentralistis sehingga
kurang mendorong terjadinya demokratisasi dan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan.
Manajemen pendidikan yang sentralistis tersebut telah menyebabkan kebijakan yang seragam
yang tidak dapat mengakomodasi perbedaan keragaman/kepentingan daerah/sekolah/pesertadidik, mematikan partisipasi masyarakat dalam proses pendidikan, serta mendorong
terjadinya pemborosan dan kebocoran alokasi anggaran pendidikan.
Sementara itu, penyebaran sumber daya manusia penelitian dengan berbagai macam dan
tingkatan belum sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi. Selain itu, masih
dirasakan kurangnya budaya berpikir kritis, penghargaan karya cipta (HAKI) yang belum
memadai, kurang efektifnya sistem kelembagaan dan perangkat perundang-undangan serta
sertifikasi profesi ilmiah.
Secara teoritis seperti diungkapkan oleh Tilaar ada beberapa alasan mengenai pendidikan di
Indonesia. Pertama, Masyarakat dan bangsa kita dalam ancang-ancang memasuki tahap
pembangunan nasional yang penting yaitu pembangunan nasional jangka panjang kedua.
Untuk itu diperlukan pemikiran-pemikiran mengenai kebijakan yang perlu dirumuskan dalam
berbagai bidang, termasuk bidang pedidikan, yang teramat strategis dan vital. Menurutnya
pada tahap pembangaunan nasional jangka pajang kedua akan menitik beratkan pada
peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia, yang tidak lain akan bertumpu pada
pendidikan.
Alasan. Kedua, Tilaar konsen pada pendidikan saat ini ialah pengamatan dia mengenai
perkembangan dunia pendidikan nsional dewasa ini yang semakin membutuhkan suatu
manajemen atau npengelolaan yang semakin baik. Dikatakan krisis pendidikan yang kita
hadapi dewasa ini berkisar kepada krisis manajemen.

Menurutnya manajemen pendidikan dirumuskan sebagai mobilisasi segala sumber daya


pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan, maka apa yang kita hadapi
ialah berbagai hambatan yang menghadang pencapaian tujuan tersebut. Misalnya masalah
pembiayaan pendidikan, masalah tenaga kependidikan khususnya guru SD, dualisme
pengelolaan SD, masalah penggauran lulusan perguruan tinggi dan menengah. Masalah
perguruan swasta, dan sebagai kulminasi dari keseluruhan masalah manajemen tersebut di
atas ialah rendahnya kulaitas pendidikan kita.
Masalah manajemen pendidikan menyangkut efisiensi dalam pemanfaatan sumber yang ada.
Masih lembahnya manajemen pendidikan kita menunjukkan sisem pdnidikan nasional masih
belum efisien. Hal itu bisa ditunjukkan bahwa pengembangan sistem pendidikan nasional
kita bukan hanya memerlukan konsep-konsep manajemen pendidikan yang mantap, tetapi
juga mmerlukan pengetahuan dan pengalaman manajemen pendidikan secara sistematis yang
dikembangkan dan diterapkan dalam situasi dan kondisi sosial ekonomi negara kita yang
beraneka ragam tersebut. Sejalan dengan itu kebutuhan manajer-manajer pendidikan yang
profesional sudah merupakan keharusan
1. Globalisasi, Humanisasi dan Demokratisasi.
Pada awal dua dasawarsa terakhir abad kedua puluh, kita menemukan diri kita berada dalam
suatu krisis global yang serius, yaitu suatu krisis kompleks dan multidemensional yang segiseginya menyentuh setiap aspek kehidupan kesehatan dan mata pencaharian, kualitas
lingkungan dan hubungan sosial, ekonomi, teknologi, dan politik. Krisis ini merupakan krisis
dalm dimensi-dimensi intelektual, moral dan spriritual, suatu krisis yang belum pernah terjadi
sebelumnya dalam catatan sejarah manusia. Untuk pertama kalinya kita dihadapkan pada
ancaman kepunahan ras manusia yang nyata dan bentuk kehidupan di palanet ini. (Fritjof
Capra,1981).
Kehidupan manusia memang sedang dihadapkan pada gejala globalisasi, dimana globalisasi
ini akan menerjang siapa saja. Kalau Gelombang Tsunami menerjang mereka yang hidup di
pantai dan sekitarnya maka globalisasi tidak padang bulu baik di pantai maupun
dipegunungan semua akan dibabat habis. Sebetulnya apa sebenarnya globalisasi ini. Beberapa
pengertian globalisasi akan memberikan pemahaman kepada kita, apa sebenarnya globalisasi
ini. Menurut Engking Suwarman (2005), dalam perkuliahaan beliau menjelaskan beberapa
definisi globalisasi yaitu Proses mendunia sarat dengan perubahan yang cepat dan radikal

diberbagai aspek kehidupan manusia. Proses meningkatkan tingkatan kesejahteraan


masyarakat dari negara berkembang setara dengan yang ada dinegara maju. Proses
menciptakan

ketergantungan

negara

bekembang

dri

negara

maju.

Bahasan serupa seperti diungkapkan oleh Marta Tilaar. Proses informastisasi yang cepat
karerna kemajuaan teknologi semakin membuat horison kehidpan di planet dunia ini
semakin meluas dan sekaligus dunia semakin mengerut. Menurutnya hal ini berarti berbagai
masalah kehidupan manusia menjadi masalah global atau setidak-tidaknya tidak dapat
dilepaskan dari perangaruh kejadian di belahan bumi lain, baik maslah politik, ekonomi,
maupun sosial. Pendidikan bertugas untukmengembangkan kesadaran atas tanggung jawab
setiap warga negara terhadap kelanjutan hidupnya, bukan saja terhadap lingkungan
masyarakatnya, dan negara, juga terhadap kehidupan manusia. Dalam konstalasi global ini
pendidikan berperan sangat dominan. Karena pendidikan ini akan meningkatkan taraf
kecerdasan manusia. Hanya manusia yang cerdaslah yang mampu menghadapi tantangan
globalisasi ini.
Tantangan lain yang mewarnai kehidupan manusai dewasa ini adalah kearah dunia yang lebih
mementingkan nilai-nilai kemanusiaan, baik dalam usahanya untuk pengaturan kehidupan
politik maupun sosial ekonomi. Hancurnya sistem pemerintahan yang mementingkan
kekuasaan atau otoriter merupakan wujud keinginan manusia utnuk menuntuk kehidupan
kemerdekaan sejati. Dalam bidang kesejahteraan misalnya The World Summit for Children
di PBB menunjukkan kepedulian pemerintah terhadap penyelamatan generasi muda terutama
nasim anak-anak sebagai generasi penerus abab 21. Usaha yang mementingkan nilai-nilai
kemanusiaan dalam pendidikan telah melahirkan kembali pendekatan pendidikan yang
mementingkan pengembangan kreativitas dalam kepribadian anak. Inilah disebut gerakan
humanisasi dalam proses pendidikan. Gerakan humnaisasi ini meminta reformasi yang
mendasar dalam pendidikan dalam metodologi belajr sampai dengan manajemen dan
perencanaan pendidikan. Disinyalir masih banyak negara yang belum siap untuk menghadapi
perubahan global, hal ini menuntut reformasi pendidikan yang meminta pendekatan baru
mengenai makna kehidupan, restrukturisasi pendidikan nasional, penyesuaian peranan
pendidikan dalam dunia yang berkembang. Semua pemikiran ini meminta penilaian kembali
terhdap tujuan pendidikan, kurikulum, proses pendidikan, serta restrukturisasi manajemen
pendidikan.

Humanisasi kehidupan manusia berkaitan erat dengan demokratisasi kehidupan manusia.


Demokrasi

adalah

penghormatan

kepda

nilai-nilai

kemanusiaan.

Demorasi

ini

memungkinkan kreativitas manusia dalam peningkatan kehidupannya. Demokratisasi


pendidikan mempunyai dampak yang sangat besar dalam proses perencanaan dan manajemen
pendidikan. Dalam hal ini menuntut perubahan dari sistem perencanaan dan manajemen
pendidikan yang birokratik menjadi sistem perencanaan dan manajemen yang terbuka.
Kenyataanya di Indonesia masih kental dengan sistem manajemen pendidikan yang
sentralistik dan birokratik. Di masa globalisasi ini sistem manajemen yang demikian sudah
tidak sesuai lagi. Sistem perencanaan dan manajemen pendidikan nasional harus bersifa
terbuka dan fleksibel. Oleh karenanya menuntut perubahan dari yang birokratik yang
cenderung kental dengan kekuasaan berubah menjadi terbuka dan cenderung partisipatoris,
artinya perencanaan dan manajemen harus melibatkan semua pihak. Dengan demikian
pendidikan akan disesuaikan dengan kebutuhan riil manusia atau masyarakat.
2. Manajemen sistem pendidikan sebagai kebutuhan masa depan.
Berbicara manajemen sistem pendidikan, maka perhatian kita arahkan pada SISMENAS,
yang merupakan suatu perpaduan dari tata nilai, struktur dan proses yang merupakan
himpunan usah untuk mencapai kehematan, daya guna dan hasil guna sebesar mu ngkin
dalam menggunakan sjmber dana dan daya guna nasional dalam rangka mewujudkan tujuan
nasional. Ada 3 faktor dalam sistem tersebut : yaitu manajemen sebagai faktor upaya,
organisasi sebagai faktor sarana, dan administrasi sebagai faktor karsa. Ketiga faktor ini
memberikan arah dan perpaduan dalam merumuskan, mengendalikan pelaksanaan,
mengawasi serta menilai pelaksanaan kebijakan-kebijakan dalam usaha mencapai tujuan
nasional.
Didalam SISMENAS tersusun dalam beberapa setting yang disebut tatanan dalam, yaitu Tata
Laksana Pemerintahan (TLP), Tata Administrasi Negara (TAN).
SISMENAS sendiri merupakan proses pengambilan keputusan berkewenangan (TPKB), hal
ini terjadi pada TAN dan TLP. TPKB bisa terlaksana diperlukan arus masuk yaitu dari Tata
Kehidupan Masyarakat (TKM), dan melewati Tata Politi Nasional (TPN). SISMENAS
secara fungsional mempunyai fungsi: yaitu pembuatan aturan, penerapan aturan dan
penghakiman aturan. Selanjutnya unsur-unsur sistem dalam manajemen pendidikan nasional
itu akan menjadi pedoman pelaksanaan sistem pendidikan nasional kita.

Memperhatikan begitu pentingnya manajemen sistem pendidikan dalam pelaksanaan


pendidikan nasional serta menunjukkan perhatian aspek kehidupan manusia ini merupakan
kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan manusia itu. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa manajemen sistem pendidikan merupakan satu kebutuhan bagi manusia di
masa

mendatang.

Salah satu tuntutan pembangunan nasional adalah tersedianya tenaga-tenaga yagn cakap dan
terampil dalam jumlah yang memadai, maka SISDIKNAS tidak dapt melepaskan diri dari
kebutuhan masyarakat terhadap tenaga-tenaga tersebut. Selanjutnya untuk memenuhi
tuntutuan tersebut upaya-upaya yang dilakukan antara lain melalui penekanan pada konsepkonsep sebagai berikut :
a. Konsep pendidikan berkelanjutan
Ketentuan pemerintah mengenai jalur penyelenggaraan pendidikan yaitu jalur pendidikan
sekolah dan pendidikan luar sekolah. Dua jalur tersebut dalam pelaksanaanya memiliki
karakteristik yang berbeda. Pendidikan berkelajutan ini termasuk dalam jalur pendidikan luar
sekolah, jalur pendidikan berkelanjutan tidak terbatas pada usia dan ruang sekolah secara
formal. Pendidikan berkelanjutan adalah konsep pendidikan yang berlangsung sepanjang
hayat, termasuk dalam konsep ini adalah bentuk pelatihan yang mempunyai ciri sebagai
berikut :
1. Pelatihan mengasumsikan adanya dasar pendidikan formal. Pelatihan mempunyai konotasi
keterampilan tertentu.
2. Modalitas pendidikan dan pelatihan berbeda.
3. Dimensi pengembangan perilaku berbeda.
4. Pendidikan dan Pelatihan
Tinjauan teoritik di atas menunjukkan bahwa pembedaan antara pendidikan (formal) dan
pelatihan adalah artifisial. Keduanya saling mengisi dalam rangka pengembangan manusia
Indonesia

seutuhnya

sebagai

pelaksana

pembangunan.

Memperhatikan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen pendidikan sebagai
kebutuhan nasional artinya bahwa manajemen pendidikan harus memperhatikan kebutuhan
manusia dalam konstalasi pembangunan nasional, dimana ditemukan konsep pendidikan
berkelanjutan, yaitu konsep pendidikan yang tidak mengenal batas usia dan ruang secara
formal, dan merupakan konsep pendidikan sepanjang hayat.

3. Perencanaan Manajemen Pendidikan Nasional


Perencanaan Pendidikan Nasional pada hakekatnya adalah bagian dari SISMENAS, Rencana
manajemen pendidikan nasional merupakan subsistem dari SISMENAS. RENMENDIKNAS
sebagi sub sistem SISMENAS pelaksanaannya dapat dikemukakan dalam fungsi-fungsi
sebagai berikut:
a. TKM sebagai arus masukan SISDIKNAS; Tata kehidupan masyarakat Indonesia pada
umumnya dipengaruhi oleh arus globalisasi. Pengaruh-pengaruh tersebut harus disaring agar
dapat memberikan dampak positif dalam pembinaan SISDIkNAS. Ada dua hal yang perlu
diperhatikan dalam membendung pengaruh tersebut, pertama dari perlu dibina ketahan sistem
itu sendiri, kedua ketahanan yang dimaksud adalah adalah ketahanan nasional yang berpijak
pada kebudayaan nasional dan tujuan nasional.
b. Fungsi-fungsi TKPB untuk mewujudkan kepentingan rakyat melalui SISDIKNAS. Fungsi ini
dipergunakan untukmewujudkan kepentingan masyarakat, dalam hal ii kepentingan rakyat
untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas. TKPB sendiri mempunyai fungsi
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian pelaksanaan, dan evaluasi pelaksanaan.
c. Administrasi SISDIKNAS; Administrasi sebagai sebagai faktor karsa dri SISMENAS
meliputi dua hal :
1) Pengaturan partisipasi perorangan dan kelompok
2) Pengaturan kekuasaan dan kewenangan.
3) Manajemen SISDIKNAS; Manajemen Sisdiknas merupakan suatu proses sosial yang
direkayasa untuk mencapai tujuan sisdiknas secara efisien, dan efektif dengan
mengikutsertakan kerjasama, serta partisipasi seluruh masyarakat. Ada tiga hal yang penting
yaitu :
a) Manajemen SISDIKNAS sebagai sutu proses sosial.
b) Rekayasa utnuk mencapai tujuan SISDIKNAS
c) Pengikutsertaan (partisipasi) masyarakat.

BAB III
PEMBAHASAN

A. Strategi Pendidikan Nasional


Untuk mengantisipasi permasalahan pada pembangunan jangka panjang kedua ini pemerintah
melalui kebijakan pembangunan pendidikan antara lain :
1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang
bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia
berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti.
2. Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan
kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara
optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat
mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan.
3. Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa
diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum
yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis
pendidikan secara profesional.
4. Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat
pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan
masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai.
5. Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip
desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen.
6. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat
maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam
menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
7. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan
menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar
generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan
lindungan sesuai dengan potensinya.
8. Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil,

menengah, dan koperasi guna meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumber daya
lokal.
Kemudian kebijakan tersebut dituangkan ke dalam program-program pembagunan antara lain
:
1. Program Pendidikan Dasar dan Prasekolah
2. Program Pendidikan Menengah
3. Program Pendidikan Tinggi
4. Program Pembinaan Pendidikan Luar Sekolah
5. Program Sinkronisasi dan Koordinasi Pembangunan Pendidikan Nasional
6. Program Penelitian, Peningkatan Kapasitas, dan Pengembangan Kemampuan Sumber Daya
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
7. Program

Peningkatan

Kemandirian

dan

Keunggulan

Iptek

Sedangkan untuk Manajemen pendidikan nasional sebagaimana diuraikan di atas Tilaar


dalam bukunya membagi ke dalam 4 bagian, yaitu : Pertama, membahas masalah pokok
pengembangan Sistem Pendidikan Nasional, yang mengacu kepada UU No. 2 tahun 1989
tentang Sisdiknas. Menurutnya Sisdiknas perlu dikelola sebagai suatu sub sistem dari sistem
manajemen pembangunan nasional. Dalam hal ini Tilaar mengusulkan gagasan untuk
menyusun suatu sistem pendidikan dan pelatihan nasional terpadu (Sisdiklatnas), alasannya
adalah karena masalah tenaga kerja terampil telah dan akan merupakan masalah serius yang
perlu segera ditanggulangi dalam Raencana Pembangunan Jangka Panjang kedua. Pada bab
ini dimuat secara ekstensif dan analitik mengenai manajemen pendidikan dasar.
Kedua, bagian ini dikemukakan tiga kasus manajemen pendidikan yang manyangkut fungsi
dan peran pendidikan swasta, pendidikan tinggi dan pendidikan didaerah terpencil;
Mengenai pendidikan swasta mengambilk kasus lembaga pendidikan yang diselenggarakan
oleh PGRI, yaitu dibahas mengenai kemitraan pendidikan swasta dalam Sisdiknas dalam
usaha mencari jati diri dari lembaga-lembaga pendidikan itu. Menurut Tilaar kebijakan
pengembangan dan pengelolaan pendidikan swasta dewasa ini cenderung menuju
konformisme yang berarti mematikan jatdiri pendidikan swasta sendiri. Konformisme akan
mematikan kreativitas, inovasi yang justru mrupakan pupuk bagi suatu kehidupan yang
dinamis. Mengenai pendidikan tinggi mmerlukan oreientasi kelembagaan dan program
secara terus menerus kepada dinamika masyarakat Indonesia. Oleh karena itu diperlukan

manajemen yang sesuai dengan dan tentunya manajer-manajer pendidikan yang profesional.
Dan mengenai pendidkan daerah terpencil berkisar pada masalah pemerataan pembangunan
dan penanggulangan kemiskinan.
Ketiga, Tilaar menjelaskan pertama tentang hasil manajemen pendidikan, yaitu kesenjangan
mutu pendidikan dan tenaga pendidika yang menjalankan dan mengelola sisdiknas,
khususnya tenaga guru pada jenjang SD. Kedua, tentang pendidikan dalam globalisasi,
dimana Tilaar menghimbau negara-negara berkembang tentang perlunya terobosan baru
dalam strategi pendidikan guru. Diantaranya dikemukakan tetang pendidikan guru yang
profesional untuk menghadapi masyarakat teknologi dan informasi, serta profesi guru
sebagai

manajer

pendidikan

untuk

mempersiapkan

masyarakat

masa

depan.

Keempat, bagian ini Tilaar mengembukakan pemikirannya tentang fungsi dan peran
Sisdiknas sebagai bagian dari strategi pembangunan nasional jangka panjang kedua, untuk
mempersiapkan masyarakat Indonesia memasukai dan menghadapi masyarakat industri
modern. Dalam hal ini Tilaar mengemukakan sepuluh kecendrungan (megatrends) dari
Sisdiknas. Yang salah satunya adalah menenagi manajemen pendidikan yang rasiona, terpadu,
serta dikelola para manajer pendidikan yang profesional.
Salah satu masalah pendidikan yang kita hadapi dewasa ini adalah rendahnya mutu
pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan khususnya pendidikan dasar dan
menengah. Berbagai usaha telah dilakukan, antara lain memlalui berbagai pelatihan dan
peningkatan kualifikasi guru, penyediaan dan perbaikan sarana/prasarana pendidikan, serta
peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan
belum menunjukkan peningkatan yang merata. Sebagaian sekolah, terutama di kota-kota,
menunjukkan peningkatan mutu yang cukup menggembirakan, namun Sebagian lainnya
masih memprihatinkan. Dari berbagai pengamatan dan analisis, sedikitnya ada tiga faktor
yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata.
Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan
educational production function yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini
melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipilih
semua input (masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini
akan menghasilkan output yang dikehendaki. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang
diharapkan tidak terjadi, mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan

education production function terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang
memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan
output pendidikan.
Kedua, penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik, sehingga sekolah sebagai
penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi, yang kadang-kadang
kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Dengan demikian
sekolah kehilangan kemandirian, motivasi, dan inisiatif untuk mengembangkan dan
memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan
pendidikan

nasional.

Ketiga, peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan
pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi masyarakat pada umumnya selama ini lebih
banyak bersifat dukungan dana, bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan,
monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas). Berkaitan dengan akunfabilitas, sekolah tidak
mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada
masyarakat, khususnya orang tua siswa, sebagai salah satu pihak utama yang berkepentingan
dengan pendidikan.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan, salah
satunya yang sekarang sedang dikembangkan adalah reorientasi penyelenggaraan pendidikan,
melalui manajemen sekolah (School Based Management).
Manajemen berbasis sekolah atau School Based Management dapat didefinisikan dan
penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan
semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses
pengembilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai
tujuan mutu sekolah dalam pendidikan nasional.
Esensi dari MBS adalah otonomi dan pengambilan keputusan partisipasi untuk mencapai
sasaran mutu sekolah. Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan (kemandirian) yaitu
kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri. Jadi, otonomi sekolah adalah
kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah sesuai
dengan dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku.
Kemandirian yang-dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan

untuk mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan


pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan memilih cara pelaksanaan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan
sekolah melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan sumber daya untuk meningkatkan
mutu sekolah. Dengan demikian, secara bertahap akan terbentuk sekolah yang memiliki
kemandirian tinggi.
C. Tantangan

dan

Solusi

Mengatasi

Masalah

Pendidikan

Nasional

Pembangunan Pendidikan Nasional Indonesia mendapat roh baru dalam pelaksanaanya sejak
disahkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Selaras dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional maka Visi pembangunan
pendidikan nasional adalah Terwujudnya Manusia Indonesia Yang Cerdas, Produktif dan
Berakhlak Mulia . Beberapa indikator yang menjadi tolak ukur keberhasilan dalam
pembangunan pendidikan nasional :
1. Sistem pendidikan yang efektif, efisien.
2. Pendidikan Nasional yang merata dan bermutu.
3. Peran serta masyarakat dalam pendidikan.
Permasalahan klasik di dunia pendidikan dan sampai saat ini belum ada langkah-langkah
strategis dari pemerintah untuk mengatasinya antara lain;
a.

Kurangnya Pemerataan kesempatan pendidikan. Sebagian besar masyarakat merasa hanya


memperoleh kesempatan pendidikan masih terbatas di tingkat sekolah dasar.

b.

Rendahnya tingkat relevansi pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja. Hal ini dapat dilihat
dari jumlah angka pengangguran yang semakin meningkat di Indonesia, yang kenyataanya
tidak hanya dipengaruhi oleh terbatasnya lapangan kerja. Namun adanya perbedaan yang
cukup besar antara hasil pendidikan dan kebutuhan kerja.

c.

Rendahnya mutu pendidikan. Untuk indikator rendahnya mutu pendidikan dapat dilihat dari
tingkat prestasi siswa. Semisal kemampuan membaca, pelajaran IPA dan Matematika. Studi
The Third International Mathematic and Science Study Repeat TIMSS-R pada tahun 1999
menyebutkan bahwa diantara 38 negara prestasi siswa SMP Indonesia berada pada urutan 32
untuk IPA dan 34 untuk Matematika.
D. Guru Dan Kualitas Pendidikan.

Guru merupakan faktor penentu tinggi rendahnya kualitas hasil pendidikan. Namun
demikian, posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat
dipengaruhi oleh kemampuan profesional, faktor kesejahteraannya, dll. Dewasa ini persoalan
guru masih ada muncul yaitu dengan jumlah kekurangan guru yang cukup besar khususnya di
daerah-daerah terpencil maka kita juga tidak dapat berharap akan terciptanya kualitas
pendidikan. Disamping itu masalah distribusi guru juga tidak merata, baik dari sisi daerah
maupun dari sisi sekolah. Dalam banyak kasus, ada SD yang hanya memiliki tiga hingga
empat orang guru sehingga mereka harus mengajar secara paralel dan simultan.
Belum lagi hal yang berkaitan dengan prasyarat akademis, baik itu menyangkut pendidikan
minimal maupun kesesuaian latar belakang bidang studi dengan pelajaran yang harus
diberikan. Semisal, masih cukup banyak guru SMA/SMK yang belum berkualifikasi
pendidikan sarjana atau strata satu. Seperti yang bersyaratkan dalam UU Guru dan Dasar.
Sejak awal pembahasan UU Guru dan Dosen, pertanyaan yang banyak muncul di masyarakat
luas adalah : Untuk siapa UU Guru dan Dosen tersebut ? hal ini mengemuka karena ada
kekhawatiran UU tersebut tidak dapat memayungi seluruh guru. Dengan kata lain ditakutkan
adanya proses diskriminasi antara guru PNS dan guru swasta. Khusus posisi guru swasta
selama ini memang seolah-olah tidak dipayungi oleh UU yang ada meskipun secara eksplisit
sudah tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas). Dari sudut UU kepegawaian jelas tidak menkhususkan untuk guru, karena yang
diatur adalah pegawai pemerintah (PNS) sedangkan dari sudut UU Ketenagakerjaan juga
akan sangat sulit karena penyelenggara pendidikan adalah yayasan. Sehingga guru tidak
dapat dikatagorikan sebagai tenaga kerja atau buruh. Bisa dikatakan sebelum UU Guru dan
Dosen disahkan, guru-guru tidak mempunyai payung hukum yang jelas. Yang memang
mengatur segala sesuatu secara khusus yang menyangkut guru, seperti halnya dengan UU
Tenaga Kerja dan UU Kepegawaian.
UU Guru dan Dosen mendapatkan sambutan yang hangat, terutama dari kalangan pendidik.
UU ini dianggap bisa menjadi payung hukum unuk guru dan dosen tanpa adanya perlakuan
yang berbeda antara guru negeri dan swasta. Meskipun di beberapa bagian masih sangat
hangat diperbincangkan dan menjadi perdebatan yang sangat seru. UU Guru dan Dosen
secara gamblang dan jelas mengatur secara detail aspek-aspek yang selama ini belum diatur
secara rinci. Semisal, kedudukan, fungsi dan tujuan dari guru, hak dan kewajiban guru,

kompetensi dll. Yang perlu digaris bawahi dan mendapat sambutan positif dari masyarakat
terhadap UU Guru dan Dosen adalah hal-hal yang menyangkut :
a. Kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi.
b. Hak dan kewajiban.
c. Pembinaan dan pengembangan.
d. Penghargaan,
e. Perlindungan
f. Organisasi profesi dan kode etik.
Ada beberapa hal dalam UU Guru dan Dosen yang sampai saat ini masih hangat dibicarakan,
hal-hal tersebut adalah :
1. Standardisasi.
a. Standardisasi penyelenggaraan pendidikan.
Sampai saat ini cukup banyak penyelenggara pendidikan (yayasan-yayasan) yang tidak jelas
keberadaannya. Dalam pelaksanaanya banyak lembaga pendidikan yang belum memenuhi
standar mutu pelayanan pendidikan dan standart mutu pendidikan yang diharapkan. Hal ini
disebabkan yayasan-yayasan tersebut terkesan memaksakan diri untuk mendirikan lembaga
pendidikan, sehingga banyak lembaga pendidikan yang tidak layak, karena sarana dan
prasarana pendidikan yang jauh dari memadai, guru yang tidak kompeten, organisasi yang
tidak dikelola dengan baik dll. Penyelenggara pendidikan seperti diatas jumlahnya cukup
besar di indonesia. Dengan lahirnya UU Guru dan Dosen diharapkan dapat menjadi acuan
untuk memperbaiki kualitas mutu pelayanan pendidikan di masyarakat baik itu negeri
maupun swasta.
b. Standardisasi kompetensi guru.
Hal ini akan tercantum pada pasal 8 UU Guru dan Dosen yang menjelaskan tentang Sertifikat
Profesi Pendidik. Pasal 8 menyebutkan : Guru wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Banyak pihak mengkhawatirkan program
sertifikasi ini (yang diselenggarakan oleh LPTK) nantinya akan menimbulkan masalah baru
di dunia pendidikan, terutama yang mengarah pada terciptanya lembaga yang menjadi sarang
kolusi dan korupsi baru. Yang pada akhirnya akan memperburuk kondisi pendidikan bangsa.
Sedang semangat dari pasal ini adalah untuk meningkatkan kompetensi pendidik itu sendiri,

serta berusaha lebih menghargai profesi pendidik. Dengan sertifikasi diharapkan lebih
menghargai profesi guru, dan meningkatkan mutu guru di Indonesia. Hal ini dilakukan
sebagai langkah menjadikan guru sebagai tenaga profesional.
c. Kesejahteraan atau Tunjangan.
11 item Hak Guru yang tercantum pada pasal 14 UU Guru dan Dosen adalah bentuk
penghargaan pemerintah dan masyarakat kepada guru. Untuk indikator penghasilan guru PNS
sudah diatur Pasal 15 ayat 1. Guru berhak untuk mendapatkan tunjangan, yaitu :
1. Tunjangan profesi.
2. Tunjangan Fungsional.
3. Tunjangan Khusus.
Tiga jenis tunjangan diatas diatur dalam pasal 16,17 dan 18 UU Guru dan Dosen. Tunjangan
profesi diberikan kepada guru baik guru PNS ataupun guru swasta yang telah memiliki
sertifikat pendidik.
Disamping tunjangan diatas, guru juga berhak untuk memperoleh maslahat tambahan yang
tercantum dalam pasal 19 UU Guru dan Dosen. Maslahat Tambahan tersebut meliputi :
1. Tunjangan pendidikan.
2. Asuransi pendidikan.
3. Beasiswa.
4. Penghargaan bagi guru.
5. Kemudahan bagi putra-putri guru untuk memperoleh pendidikan.
6. Pelayangan kesehatan.
7. Bentuk kesejahteraan lain.
UU Guru dan Dosen mungkin masih harus di perdebatkan dalam rangka memperbaikinya di
masa yang akan datang. Apalagi ada beberapa hal memang tidak serta merta dapat
dilaksanakan. Pemberian tunjangan kepada seluruh guru, akan sangat terganturng anggaran
pemerintah. Sehingga pada saat anggaran pendidikan belum mencapai 20% dari APBN maka
akan sangat sulit dilaksanakan. Demikian pula dengan program sertifikasi dll, masih
memerlukan proses untuk pelaksanaan dan mencapai tujuan yang diharapkan. Namun
diharapkan dengan adanya 2 (dua) undang-undang yaitu Undang-Undang No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Guru dan Dosen diharapkan akan memperbaiki

mutu

pendidikan

nasional

secara

keseluruhan.

BAB IV
KESIMPULAN

Tantangan globalisasi yang melanda setiap bangsa memerlukan penyikapan yang bijak.
Bangsa Indonesia sebagai bagian dari bangsa yang akan menerima konsekuensi tantang
global tersebut, mengahadapinya dengan mempersiapkan sistem pendidikan yang terintegrasi.
Sistem pendidikan yang mampu menghadapi tantangan globalisasi memerlukan satu
pengelolaan yang serius. Manajemen Pendidikan Nasional menjadi salah satu alternatif dalam
megatasi

persoalan

pendidikan

nasional

yang

amat

strategis

dan

komplek.

Manajemen Pendidikan nasional pada hakekatnya merupakan keterpaduan dari proses dan
sistem manajemen pendidikan secara menyeluruh dalam mencapai tunjuan pendidikan dan
pembangunan nasional. Kebijakan pemerintah dan bergai upaya diusulkan oleh para ahli
dalam

mengatasi

persoalan

manajemen

pendidikan

nasional.

Seiring dengan bergulirnya era otonomi daerah, terbukalah peluang untuk melakukan
reorientasi paradigma pendidikan menuju ke arah desentralisasi pengelolaan pendidikan.
Peluang tersebut semakin tampak nyata setelah dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi
pendidikan melaJui strategi pemberlakuan manajemen berbasis sekolah (MBS bukan sekedar
mengubah pendekatan pengelolaan sekolah dari yang sentralistis ke desentralistis, tetapi lebih
dari itu melalui MBS diyakini akan muncul kemandirian sekolah.
DAFTAR PUSTAKA

Capra, Fritjof 91981), Titik Balik Peradaban, Sains, Masyarakat dan Kebangkitan
Kebudayaan, Bentang, Yogyakarta.
Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000 2004 Pembangunan Pendidikan,
Departemen Pendidikan Nasional Indonesia
Tilaar (2003), Manajemen

Pendidikan Nasional, Remadja Rosdakarya, Bandung.

Umaedi, (1999), Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis sekolah Sebuah pendekatan baru
dalam pengelolaan sekolah untuk peningkatan mutu, Debdiknas.

Suwarman H, Engking (2005), Mata Kuliah Pengelolaan Program Pendidikan Luar Sekolah,
PLS UPI, Bandung.
Tadjudin, M.K., 2002. Asesmen Institusi untuk Penentuan Kelayakan Perolehan Status
Lembaga yang Mengakreditasi Diri bagi Perguruan Tinggi: Dari Akreditasi Program Studi ke
Audit Lembaga Perguruan Tinggi. Jakarta: BAN-PT.

ERENCANAAN PENDIDIKAN
DAN PELATIHAN YANG EFEKTIF DAN EFISIEN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada haketnya Perencanaan merupakan suatu rangkaian proses kegiatan menyiapkan keputusan
mengenai apa yang diharapkan terjadi sperti (peristiwa, keadaan, suasana), dan sebagainya.
Perencanaan bukanlah masalah kira-kira, manipulasi atau teoritis tanpa fakta atau data yang
kongkrit. Dan persiapan perencanaan harus dinilai. Bangsa lain yang terkenal perencanaannya
adalah bangsa Amerika Serikat. Perencanaan sangat menentukan keberhasilan dari suatu
program sehingga bangsa Amerika dan bangsa Jepang akan berlama-lama dalam membahas
perencanaan daripada aplikasinya.
Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama boleh dikatakan telah berhasil meletakkan landasan
yang kuat bagi pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua. Adapun tujuan Pembangunan
Jangka Panjang II (PJP II), adalah mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri, sejahtera lahir
batin dalam rangka mewujudkan masyarakat adil makmur dalm Negara kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD-1945. Rumusan yang luas tersebut dapat kita sebut
tujuan normatif atau visi normative dari pembangunan nasional. Dalam rangka pencapaian
tujuan normative PJP II tersebut di rumuskan pula sebagai sasaran umum ialah terciptanya
kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri.
Hasil yang dicapai selama Pembangunan Jangka Panjang I (PJP I), merupakan pula perwujudan dari
suatu rencana pendidikan dan pelatihan selama PJP I sesuai dengan kondisi bangsa dan
masyarakat Indonesia pada waktu itu. Masyarakat semakin berkembang, semakin cerdas, dan
semakin luas pula horison pilihannya, sebagai hasil sumber daya manusia Indonesia.
Menghadapi Pembangunan Jangka Panjang II (PJP II) banyak hal yang perlu di perhitungkan
untuk lebih mengarahkan tujuan Pembangunan Jangka Panjang Kedua, demikian pula sasaran
umum yang akan dicapainya harus lebih rinci agar perkembangannya tidak melebar atau
melenceng tanpa arah yang jelas. Dalam kerangka ini perlu dirumuskan suatu tujuan dan
sasaran yang strategisnyang saya sebut sebagai visi strategis dan rencana strategis pembangunan

pendidikan dan pelatihan menapak abad 21. Dalam alur pikiran inilah penulis menyajikan suatu
konsep atau pemikiran mengenai perencanaan pendidikan dan pelatihan yang efektif dan efisien.
Sebagai unsur di dalam pertama di dalam program pengembangan SDM Indonesia mencapai tujuan
Pembangunan Jangka Panjang II, pendidikan dan pelatihan haruslah berpijak pada dua prinsip
pokok, yaitu sifatnya yang komprehensif, dan dinamik. Sifat yang komprehensif disebabkan
karena seluruh program pembangunan nasional yang pada hakekatnya dilaksanakan oleh
manusiaIndonesia yang mampu untuk melaksanakannya. Manusia Indonesia tersebut adalah
manusia hasil binaan pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan tuntutan pasar atau
tuntutan pembangunan nasional. Untuk menjadi bangsa yang mandiri, pada dasarnya tidak ada
satupun sector kehidupan bangsa atau sektor pembangunan nasional yang tidak dijamah oleh
Sumber Daya Manusia Indonesia. Apabila Sumber Daya Manusia Indonesia tidak dipersiapkan,
maka sector-sektor tersebut akan diisi oleh tenaga-tenaga asing sesuai dengan dinamisme
kehidupan dunia dewasa ini yaitu dunia terbuka. Dunia yang terbuka memungkinkan
persaingan antar manusia dan antar bangsa. Hanya bangsa dan manusia yang terampil,
bermutu, akan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa yang lain dalam era globalisasi.
Perencanaan pendidikan dan pelatihan yang komprehensif berarti bahwa bahwa perencanaan
tersebut haruslah sejalan dan seiring dengan strategi pembangunan serta prioritas nasional.
Sesuai dengan arah dan sasaran Pembangunan Jangka Panjang II (PJP II), maka perencanaan
pendidikan dan pelatihan nasional haruslah dinamis sesuai dengan dinamika yang hidup di
dalam masyarakat Indonesia yang sdemakin tinggi mutu kehidupannya dan tingkat pemikiran
rakyatnya. Dinamika masyarakat yang semakin meningkat menuntut partisipasi masyarakat
luas,

untuk

memberdayakan

masyarakat

yang

dikenal

sebagai

rass

root

planning,

mengikutsertakan dinamika masyarakat berarti pula proses perencanaan harus rentan pada
perubahan yang hidup di dalam kehidupan yang nyata dan bukan merupakan rekayasa dari atas
atau pemerintah pusat. Meskipun tidak seluruhnya rekayasa pemerintah bersifat negative, tetapi
dinamika menuntut suatu adonan yang serasi antara tuntutan pemerintah pusat dengan
keikutsertaan masyarakat banyak. Kebutuhan pasar, kebutuhan rakyat banyak mencerminkan
meningkatkan

kehidupan

demokrasi

juga

merupakan

hasil

suatu

proses

perencanaan

pendidikan dan pelatihan yangsemakin dekat dengan kebutuhan masyarakat.


Perencanaan

pendidikan

dan

pelatihan

yang

dibutuhkan

masyarakat

masa depan

adalah

perencanaan yang didorong oleh mekanisme pasar. Yang berarti tujuan pembangunan nasional
akan lebih dekat dan mendapat support dari masyarakat secara utuh. Dan selanjutnya dunia
masa depan, dunia abad 21 sebagai abad informasi dan kemajuan ilmu pengetahuan serta
teknologi (IPTEK), telah dan akan mengubah gaya hidup masyarakat Indonesia yang sedang
menapak kea rah kearah masyarakat industri. Transformasi masyarakat masa depan menuntut
suatu fisi pendidikan dan pelatihan yang jelas, yang mengakomodasikan dinamika transformasi

social-ekonomi masyarakat yang akan terjadi. Era teknologi komunikasi akan lebih mendekatkan
manusia satu dengan yang lain, sehingga dinamika tersebut harus ditampung untuk lebih
mensukseskan tercapainya tujuan pembangunan nasional. Visi strategis tersebut harus dapat
mengarahkan proses perencanaan pendidikan dan pelatihan nasional, sehingga dengan demikian
program-program pembangunan nasional yang diprioritaskan pada bidang ekonomi dalam PJP II,
akan di support oleh adanya Sumber Daya Manusia Indonesia yang cerdas dan terampil sesuai
dengan kebutuhan masyarakat global.
Transformasi sosial-ekonomi masyarakat Indonesia masa depan dalam era globalaisasi abad 21
menuntut suatu proses perencanaan pendidikan dan pelatihan berdasarkan paradikmaparadigma baru bukan saja untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia, tetapi juga
untuk mewujudkan Shared values masyarakat dunia.

B. Definisi Perencanaan Pendidikan


Dari berbagai pendapat atau definisi yang dikemukakan oleh para pakar manajemen, antara lain :
a. Menurut, Prof. Dr. Yusuf Enoch
Perencanaan Pendidikan, adalah suatu proses yang yang mempersiapkan seperangkat alternative
keputusan bagi kegiatan masa depan yang diarahkan kepadanpencapaian tujuan dengan
usaha yang optimal dan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada di bidang
ekonomi, sosial budaya serta menyeluruh suatu Negara.
b. Beeby, C.E.
Perencanaan Pendidikan adalah suatu usaha melihat ke masa depan ke masa depan dalam hal
menentukan kebijaksanaan prioritas, dan biaya pendidikan yang mempertimbangkan
kenyataan

kegiatan

yang

ada

dalam

bidang

ekonomi,

social,

dan

politik

untuk

mengembangkan potensi system pendidikan nasioanal memenuhi kebutuhan bangsa dan


anak didik yang dilayani oleh system tersebut.
c. Menurut Guruge (1972)
Perencanaan Pendidikan adalah proses mempersiapkan kegiatan di masa depan dalam bidang
pembangunan pendidikan.
d. Menurut Albert Waterson (Don Adam 1975)

Perencanaan Pendidikan adala investasi pendidikan yang dapat dijalankan oleh kegiatankegiatan pembangunan lain yang di dasarkan atas pertimbangan ekonomi dan biaya
sertakeuntungan sosial.
e.

Menurut Coombs (1982)


Perencanaan pendidikan suatu penerapan yang rasional dianalisis sistematis proses
perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien
danefisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan masyarakat.

f.

Menurut Y. Dror (1975)


Perencanaan Pendidikan adalah suatu proses mempersiapkan seperangkat keputusan untuk
kegiatan-kegiatan di masa depan yang di arahkan untuk mencapai tujuan-tujuan dengan
cara-cara optimal untuk pembangunan ekonomi dan social secara menyeluruh dari suatu
Negara.
Jadi, definisi perencanaan pendidikan apabila disimpulkan dari beberapa pendapat tersebut,

adalah suatu proses intelektual yang berkesinambungan dalam menganalisis, merumuskan, dan
menimbang serta memutuskan dengan keputusan yang diambil harus mempunyai konsistensi
(taat asas) internal yang berhubungan secara sistematis dengan keputusan-keputusan lain, baik
dalam bidang-bidang itu sendiri maupun dalam bidang-bidang lain dalam pembangunan, dan
tidak ada batas waktu untuk satu jenis kegiatan, serta tidak harus selalu satu kegiatan
mendahului dan didahului oleh kegiatan lain.
Secara konsepsional, bahwa perencanaan pendidikan itu sangat ditentukan oleh cara, sifat,
dan proses pengambilan keputusan, sehingga nampaknya dalam hal ini terdapat banyak
komponen yang ikut memproses di dalamnya. Adapun komponen-komponen yang ikut serta
dalam proses ini adalah :
1. Tujuan pembangunan nasional bangsa yang akan mengambil keputusan dalam rangka
kebijaksanaan nasional dalam rangka kebijaksanaan nasional dalam bidang pendidikan.
2. Masalah strategi adalah termasuk penanganan kebijakan (policy) secara operasional yang akan
mewarnai proses pelaksanaan dari perencanaan pendidikan. Maka ketepatan pelaksanaan
dari perencanaan pendidikan.
Dalam penentuan kebijakan sampai kepada palaksanaan perencanaan pendidikan ada beberapa
hal yang harus diperhatikan, yaitu : siapa yang memegang kekuasaan, siapa yang menentukan
keputusan, dan faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan.

Terutama

dalam

hal

pemegang

kekuasaan

sebagai

sumber

lahirnya

keputusan,

perlu

memperoleh perhatian, misalnya mengenai system kenegaraan yang merupakan bentuk dan
system manajemennya, bagaimana dan siapa atau kepada siapa dibebankan tugas-tugas yang
terkandung dalam kebijakan itu. Juga masalah bobot u ntuk jaminan dapat terlaksananya
perencanaan pendidikan. Hal ini dapat diketahui melalui output atau hasil system dari
pelaksanaan perencanaan pendidikan itu sendiri, yaitu dokumen rencana pendidikan.
Dari beberapa rumusan tentang perencanaan pendidikan tadi dapat dimaklumi bahwa masalah
yang menonjol adalah suatu proses untuk menyiapkan suatu konsep keputusan yang akan
dilaksanakan di masa depan. Dengan demikian, perencanaan pendidikan dalam pelaksanaan
tidak dapat diukur dan dinilai secara cepat, tapi memerlukan waktu yang cukup lama,
khususnya dalam kegiatan atau bidang pendidikan yang bersifat kualitatif, apalagi dari sudut
kepentingan nasional.

C. Tujuan, Fungsi dan Proses Perencanaan


1. Tujuan Perencanaan
Pada dasarnya tujuan perencanaan adalah sebagai pedoman untuk mencapai sasaran yang
telah ditetapkan. Sebagai suatu alat ukur di dalam membandingkan antara hasil yang
dicapai dengan harapan. Dilihat dari pengambilan keputusan tujuan perencanaan adalah :
1. Penyajian rancangan keputusan-keputusan atasan untuk disetujui pejabat tingkat
nasional yang berwenang.
2. Menyediakan pola kegiatan-kegiatan secara matang bagi berbagai bidang/satuan kerja
yang bertanggung jawab untuk melakukan kebijaksanaan.

2. Fungsi Perencanaan
Fungsi perencanaan adalah sebagai pedoman pelaksanaan dan pengendalian,
sebagai alat bagi pengembangan quality assurance, menghindari pemborosan sumber daya,
menghindari

pemborosan

sumber

daya,

dan

sebagai

upaya

untuk

memenuhi accountabilitykelembagaan. Jadi yang terpenting di dalam menyusun suatu


rencana, adalah berhubungan dengan masa depan, seperangkat kegiatan, proses yang
sistematis,

dan

3.
Perencanaan

hasil

serta

tujuan

Proses
merupakan

siklus

tertentu

tertentu.

Perencanaan
dan dan

melalui

siklus

tersebut

suatu

perencanaan bias dievaluasi sejak awal persiapan sampai pelaksanaan dan penyelesaian

perencanaan. Dan secara umum, ada beberapa langkah penting yang perlu diperhatikan di
dalam perencanaan yang baik, yaitu:
1. Perencanaan yang efektif dimulai dengan tujuan secara lengkap dan jelas.
2. Adanya rumusan kebijaksanaan, yaitu memperhatikan dan menyesuaikan tindakantindakan yang akan dilakukan dengan factor-faktor lingkungan apabila tujuan itu
tercapai.
3. Analisis dan penetapan cara dan sarana untuk mencapai tujuan dalam kerangka
kebijaksanaan yang telah dirumuskan.
4. Penunjukan orang - orang yang akan menerima tanggung jawab pelaksanaan (pimpinan)
termasuk juga orang yang akan mengadakan pengawasan.
5. Penentuan system pengendalian yang memungkinkan pengukuran dan pembandingan
apa yang harus dicapai, dengan apa ya ng telah tercapai, berdasarkan criteria yang
telah ditetapkan.
Dengan demikian, beerdasarkan unsure-unsur dan langkah-langkah dalam perencanaan,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa proses perencanaan merupakan suatu proses yang
diakui dan perlu dijalani secara sistematik dan berurutan karena keteraturan itu merupakan
proses rasional sebagai salah satu property perencanaan pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Perencanaan Pendidikan dan Pelatihan yang Efektif
danEfisien
Perencanaan pada hakekatnya merupakan suatu proses yang mengarahkan sebagai usaha untuk
mencapai suatu tujuan. Perencanaan pembangunan nasional merupakan suatu proses yang
mengarahkan keseluruhan usaha yang melibatkan kemampuan serta pemanfaatan sumbersumber daya dan dana untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Pendidikan dan
pelatihan sebagai proses sumber daya manusia yang akan melaksanakan dan menikmati hasil
pembangunan nasional haruslah sejalan dengan proses untuk mencapai tujuan pembangunan
nasional.

Perencanaan pendidikan dan pelatihan nasional harus diarahkan kepada pencapaian tujuan dan visi
normatif

pembangunan

nasional

sebagaimana

kekuatan

internal

serta

kecenderungan-

kecenderungan global yang mempengaruhi arah pembangunan nasional dalam PJP II, maka kita
dapat merumuskan visi strategis mengenai pembangunan nasional kita. Dalam rangka untuk
mewujudkan visi strategis pembangunan nasional, maka perencanaan pendidikan dan pelatihan
yang sejalan dengan itu perlu dirumuskan. Perencanaan pendidikan dan pelatihan tersebut tidak
lain yaitu suatu proses perencanaan yang efektif dan efisien yang mengandung 3 unsur pokok,
yaitu : a) system, b) materi pembelajaran dan pelatihan, c) proses pembelajaran dan pelatihan.
Dengan proses perencanaan pendidikan dan pelatihan nasional yang demikian bukanlah sematamata pencapaian target kuantitatif tetapi juga bahkan terlebih berkenan dengan pembenahan
system agar supaya lebih efektif dan efisien, meningkatkan mutu proses pembelajaran dan
pelatihan, serta materi yang disampaikan di dalam proses. Tersebut bukan hanya mempunyai
kualitas yang tinggi tetapi juga relevan dengan tuntutan pembangunan nasional.

B. Perencanaan Pendidikan dan Pelatihan yang Efektif


Rencana yang efektif adalah rencana yang yang menunjang pencapaian tujuan PJP II, khususnya
tujuan strategis PJP II yang telah dijadwalkan pada periode Repelita. Seperti yang dirumuskan,
tujuan strategis dari pembangunan PJP II yaitu : menyiapkan masyarakat industri maju. Suatu
masyarakat industri maju memiliki ciri-ciri yang khusus yaitu masyarakat yang mengenal
disiplin. Tanpa disiplin tidak mungkin industri maju yang menggunakan unsur-unsur posisi
tinggi berjalan tanpa disiplin. Disiplin dalam pekerjaan, di dalam produksi dan di dalam
kehidupan. Tidak ada suatu negara industri maju tanpa kedisiplinan warganya. Oleh karena itu,
perencanaan

pendidikan

dan

pelatihan

haruslah

diarahkan

kepada

tumbuhnya

suatu

masyarakat yang berdisiplin.


Rencana

yang

telah

disepakati

haruslah

dilaksanakan

sesuai

dengan

kesepakatan,

menyampingkan tujuan-tujuan tambahan dan memfokuskan kepada rencana yang telah


ditentukan. Bukan berarti bahwa rencana yang telah disepakati tidak dapat ditawar-tawar lagi.
Penyesuaian suatu rencana hanya dapat terjadi apabila kondisi meminta untuk perbaikanperbaikan selama pelaksanaan. Keterbatasan dana, ketidakmampuan pelaksana, kurang
koordinasi di lapangan dapat menyebabkan penyesuaian pelaksanaan.
Perencanaan pendidikan dan pelatihan diarahkan pada pengembangan dan penguasaan IPTEK
serta penerapannya. Berikutnya keterampilan yang diprogramkan adalah keterampilan yang
dibutuhkan di dalam pasar kerja oleh dunia industri atau oleh kesempatan-kesenmpatan yang
muncul karena kemajuan ilmu dan teknologi kemudian perencanaan yang disajikan merupakan
suatu rencana yang melahirkan inisiatif.

Demikianlah

proses

perencanaan

pendidikan

dan

pelatihan

yang

efektif

harus

dapat

menumbuhkan suatu system pendidikan dan perencanaan yang mengakomodasikan lahirnya


kemampuan-kemampuan yang diperlukan oleh suatu masyarakat industri. Sistemnya haruslah
efektif, artinya tidak ada duplikasi serta program tanpa arah. Seluruh sistem diberdayakan agar
secara cepat dan tepat menunjang pencapaian tujuan PJP II. Hal ini berarti perencanaan
Ppendidikan dan pelatihan haruslah komprehensif, sebab sumber daya manusia yang aka n
dibutuhkan oleh semua sector pembangunan.
Selama PJP II tujuan ini belum sepenuhnya dapat dilaksanakan sehingga terjadi berbagai
pemborosan dan bermuara kepada angka pengangguran yang semakin besar. Pengangguran
menandakan bukan hanya oleh factor-faktor ekonomi, melainkan juga sebagai variable
ketidakefektifan proses perencanaan pendidikan dan pelatihan dalam membangun suatu system
yang efektif.
Suatu proses perencanaan pendidikan dan pelatihan yang efektif juga berkenaan dengan proses
pembelajaran. Era informasi dengan cyber learning akan mengubah seluruh proses belajar baik
di dalam system pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Oleh karena itu, cyber
learning harus direncanakan dan dimanfaatkan seoptimal mungkin dalam rencana pendidikan
dan pelatihan masa depan.

C. Perencanaan Pendidikan dan Pelatihan yang Efisien


Efisien artinya penggunaan sumber-sumber secara tepat guna dalam rangka pencapaian suatu
tujuan. Dalam hubungan ini, proses perencanaan yang efisien adalah proses perencanaan yang
mempunyai karakteristik, antara lain : efisiensi berimplikasi tanpa duplikasi berarti intensifikasi.
Tetapi apabila duplikasi tanpa kerjasama, maka hal itu dapat dikatakan pemborosan.
Dengan demikian proses perencanaan pendidikan dan pelatihan akan dangkal sifatnya atau akan
melenceng dari tujuan nasional karena tidak memperhitungkan kepentingan sector-sektor
lainnya. Oleh sebab itu, kerjasama intern, instansi antar lembaga, antar departemen di dalam
proses perencanaan pendidikan dan pelatihan merupakan syarat mutlak. Proses kerjasama ini
sudah dapat diperlancar dengan adanya teknologi komunikasi yang canggih. Maka dari itu, dapat
dirumuskan secara lebih efisien serta lebih tepat dan cepat program-program nasional yang
mempunyai dimensi antar sektoral.

D. Keseimbangan antara Pendidikan dan Program Pelatihan


Kita telah merencanakan program pendidikan terpisah dari program pelatihan. Namun di dalam
era informasi di mana pendidikan merupakan pendidikan seumur hidup, maka porsi umur yang
diperuntukkan bagi program pendidikan sekolah ialah singkat dibandingkan dengan porsi umur

yang diberikan kepada program pelatihan yang berjalan seumur hidup. Apabila karakteristik
pekerjaan masa depan yang dinamis akan memberikan relevansi yang tinggi terhadap program
pelatihan. Oleh karena itu, di dalam proses pendidikan dan pelatihan masa depan yang efisien
harus lebih memperhatikan kepada pengembangan program pelatihan nasional.

E. Tenaga-tenaga Perencana yang professional


Perencanaan pendidikan dan pelatihan masa depan yang efektif dan efisien tentunya meminta
tenaga-tenaga yang professional tersebut, yaitu para perencana harus merupakan suatu tim
multi-disipliner. Dan mereka bukan hanya ahli-ahli dalam bidang pendidikan dan pelatihan
melainkan juga dari disiplin-disiplin dari luar pendidikan, seperti teknik, ekonomi, antropologi,
filsafat, dan bidang-bidang lainnya yang relevan. Tentunya yang ideal adalah adalah ahli-ahli
pendidikan yang menguasai disiplin-disiplin lainnya.
Dalam transformasi IKIP menjadi Universitas, maka tenaga-tenaga perencana yang professional
akan lebih terbuka. Para akademisi dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan akan dapat didik
sebagai tenaga-tenaga perencana pendidikan dan pelatihan yang lebih mantap dan professional.
Tim perencana yang multi-disipliner, yang menghayati masalah-masalah pendidikan, akan dapat
menghayati dan membangun suatu system pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan tujuan
strategis dan misi strategis pembangunan serta dapat mengembangkan materi yang akan
disampaikan di dalam proses pembelajaran dan pelatihan, serta menguasai tehnik proses
pembelajaran itu sendiri.
Proses perencanaan pendidikan dan pelatihan yang efektif dan efisien secara mutlak harus
ditopang oleh peneliti (riset). Riset yang dibutuhkan adalah dalam dua bidang, yaitu bidang
kebijakan dan dalam bidang intern pendidikan. Pelaksanaan riset kebijakan pendidikan dapat
dilaksanakan oleh badan pemerintah tetapi juga oleh lembaga-lembaga swasta yang independent
agar supaya dapat dirumuskan kebijakan-kebijakan dari berbagai arah serta tidak berpihak.
Demikian juga pelaksanaan riset mengenai masalah-masalah pendidikan an sich perlu
dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pemerintah, misalnya di lingkungan universitas dan
lembaga-lembaga riset masyarakat mengenai mengenai pendidikan. Dewasa ini dirasakan suatu
kelemahan di dalam pengembangan pendidikan dan pelatihan nasional karena ketiadaan data
riset

mengenai

masalah-masalah

pendidikan

san

pelatihan

yang

dibutuhkan

oleh

masyarakat Indonesia sendiri yang sedang berkembang me nuju masyarakat industri.


Dari berbagai konsep pendidikan dan pelatihan berasal dari pinjaman atau limpahan pemikiranpemikiran barat mengenai perkembangan yang sebenarnya dari Indonesia sampai dewasa di
dalam lingkungan kebudayaan Indonesia.

F. Kurikulum Nasional yang Ramping


Perencanaan yang efisien dalam sector pendidikan dan pelatihan juga diarahkan kepada
terwujudnya suatu kurikulum yang ramping. Kita mengetahui bahwa dewasa ini, kurikulum
sudah sangat berat dengan pengetahuan yang kurang relevan dengan kehidupan nyata. Era
reformasi bukan berarti menghafal dan penguasai semua informasi dan data yang ada, tetapi
bagaimana mengelola informasi yang ada agar supaya bermanfaat bagi kehidupan.
Dengan demikian perencanaan pendidikan dan pelatihan yang efisien menuntut lebih banyak
pemanfaatan pendidikan umum sebagaimana diproyeksikan oleh Negara-negara Uni Eropa
dewasa ini. Oleh karena itu, apabila dewasa ini kita mengenal Kurikulum Nasional dan
Kurikulum Lokal di mana seolah-olah yang penting adalah Kurikulum, maka dalam menjalani
abad 21 justru yang penting adalah Kurikulum Lokal yang merupakan kurikulum Kurikulum
Inti. Sedangkan Kurikulum Nasional merupakan lapisan plasma dari kurikulum itu sendiri.
Tentunya Kurikulum Lokal yang merupakan inti memerlukan persiapan yang berat dan matang
di daerah-daerah.

BAB III
PENUTUP
Dari berbagai uraian di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Perencanaan pendidikan dan pelatihan dalam PJP II merupakan proses untuk mengembangkan
sumber daya manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan visi strategis untuk menanpung
dinamika masyarakat dan kekuatan serta tantangan global dalam era informasi abad 21.
2.

Perencanaan pendidikan dan pelatihan yang efektif mendorong


masyarakat Indonesiayang
penguasaan

dan

maju

yang

pengembangan

memungkinkan

serta

penerapan

pengembangan
IPTEK,

mewujudkan
kemampuan

menguasai

yang

otak,

relevan

mengembangkan jiwa wiraswasta.


3. Perencanaan pendidikan dan pelatihan dalam PJP merupakan proses untuk mengembangkan
sumber daya manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan visi strategis menghadapi pasar
bebas serta kemajuan IPTEK dalam rangka mewujudkan masyarakat.
4. Perencanaan Pendidikan yang efektif dan efisien meminta suatu keseimbangan antara program
pendidikan dan program pelatihan. Program-program pelatihan akan semakin ditonjolkan
relevansinya. Sedangkan program pendidikan yang bersifat umum dengan dibebani berbagai
keterampilan dasar yang diperlukan dalam kehidupan nyata.

5. Perencanaan pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan masyarakat masa depan adalah
perencanaan yang didorong oleh mekanisme pasar.
6. perencanaan pendidikan dan pelatihan yang efektif dan efisien secara mutlak harus ditopang oleh
peneliti (riset). Riset yang dibutuhkan adalah dalam dua bidang, yaitu bidang kebijakan dan
dalam bidang intern pendidikan.
7. Perencanaan pendidikan dan pelatihan yang efisien menghindari duplikasi yang tidak perlu. Oleh
karena itu diperlukan networking antar
8. Lembaga, antar departemen, mengoptimalkan peran serta masyarakat, khususnya masyarakat
industri, serta kurikulum yang ramping. Kurikululum local dijadikan sebagai kurikulum inti,
Dan Kurikulum Nasional dijadikan sebagai Kurikulum Plasma.

DAFTAR PUSTAKA
Ace. Pendidikan,

Suryadi,

Investasi

SDM,

dan

Pengembangan:

Isu.Teori

dan

Aplikasi. Pusat

Informatika Balitbang Dikbud. Jakarta.1997


Tilaar, H.A.R., Peta Permasalahan Pendidikan Dewa Ini, Perlunya Visi dan Rencana Strategi Pendidikan
dan pelatihan Nasional berorientasi Masa Depan, Seminar Ilmiah ISKA, November 1997.
Tilaar, H.A.R., Pengembangan Sumber Daya manusia dalam Era Globalisasi, Grasindo, Jakarta, 1997.
Haddad, Wadi D., The Dynamich of Education Policymaking. The World Bank, Washington, D.C.
Tilaar, H.A.R., Pengembangan SDM Indonesia Unggul Menghadapi masyarakat Kompetitif Era
Globalisasi, Pidato Ilmiah pada Acara Wisuda Tinggi Manajemen Bandung, 26 Agustus 1997.
Tilaar, H.A.R., Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era Globalisasi, Grasindo, Jakarta, 1997.
Tilaar, H.A.R., In Search of New Paradigms in Educational Management and Leadership based on
Indigenous Culture: The Indonesian Case, Keynote speech, First Asean/ASEAN Symposium on
Educational Manajemen and Leadership, Genting Highlands, Kuala Lumpur, 27-29 Agust, 1997.
Tilaar,

H.A.R., Beberapa

Agenda

Reformasi

Pendidikan

Nasional:

Dalam

Perspektif

Abad

21. IndonesiaTera, Jakarta 1998.


Bontang,

21

Maret

Penyusun

2008

Renggani, S.Pd.SH.

You might also like