You are on page 1of 4

Komunikasi Pemerintahan

Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin communicat(us) yang
berkaitan erat dengan kata communicare yang berarti make common yang juga berkaitan erat
dengan dengan kata community. Jadi, komunikasi bisa terjadi jika kegiatan itu bertolak dari
kondisi tertentu. Kegiatan komunikasi itu ditandai dengan dengan adanya hubungan/interaksi
antar pihak yang bersangkutan.
Definisi komunikasi pada perkembangan saat ini, berbeda dengan definisi komunikasi pada
masa lalu. Sejak lama definisi komunikasi dititikberatkan pada proses peyakinan atau usaha
untuk merubah tingkah laku orang lain. Namun Communication Theory Today (mulai 1995)
memberikan definisi yang berbeda mengenai komunikasi. Yang pertama, memberi penekanan
pada proses penyampaian berita berdasarkan teori Lasswell tentang komunikasi :who says
what in which channel to whom with what effect. Sedangkan yang kedua, memberi
penekanan pada proses pertukaran nilai atau proses pertukaran pikiran. Kemudian menurut
Littlejohn pentingnya suatu komunikasi adalah : sesuatu yang sehari-hari terlihat biasa,
berubah menjadi teka-teki besar bagi seseorang begitu ia bermaksud mencari
makna/pengertian yang tersembunyi di dalam sesuatu itu. Jadi, komunikasi bertujuan untuk
mencari makna.
Dari definisi di atas, komunikasi memang sangat penting dalam setiap aspek kehidupan kita
dalam rangka mencari makna. Hal tersebut tak terkecuali dalam bidang pemerintahan. Dalam
sistem pemerintahan, memang memungkinkan bagi hadirnya sistem-sistem lainnya. Dalam
hal ini terbentuk hubungan pemerintahan dan komunikasi antara pemerintahan dengan yang
diperintah. Inilah yang kemudian disebut dengan Komunikasi Pemerintahan.
Komunikasi pemerintahan kemudian membentuk hibrida-hibrida baru, antara lain seperti,
komunikas antar manusia, komunikasi publik, komunikasi politik, komunikasi
organisasional, yang kemudian menjadi konstruksi komunikasi pemerintahan. Khusus bagi
ilmu pemerintahan, komunikasi politik digunakan sebagai alat yang digunakan untuk
menjalankan fungsi-fungsi setiap sistem politik. Alat yang dapat digunakan oleh aktor-aktor
politik dalam berkomunikasi dan meyakinkan publik adalah simbol-simbol, bahasa, dan opini
publik dengan kepentingan sebagai muatannya (pesan/messages), melalui advokasi,
propaganda, iklan provokasi, dan retorika.
Hakikat komunikasi politik sebenarnya kembali kepada hakikat manusia yang selalu ingin
mengembangkan jalinan komunikasi dengan manusia lain yang berada dalam determinan geo
natur dan geo kultur yang berbeda. Hal ini mengandung makna bahwa komunikasi politik
harus mampu menembus ragam kepentingan, ragam pola keyakinan yang diarahkan kepada
terwujudnya kepentingan bersama tanpa ada satu negarapun yang merasa dirugikan.
Kemudian sumber komunikasi politik itu memang berasal dari individu, karena individuindividu memiliki ide-ide yang sangat berharga. Ataupun dapat bersumber pada elit politik
serta dapat pula berasal dari suatu faham, ideologi, pola keyakinan, seperangkat norma, kitab
suci atau dari dokumen-dokumen yang tersimpan dan terpelihara dan lain-lain. Namun pada
akhirnya, sumber-sumber tersebut, pada keberhasilannya proses komunikasi bermuara pada
kemampuan komunikator di dalam memotivasi komunikan untuik berbuat atau tidak berbuat
sesuatu sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.

Bagi komunikasi pemerintahan, terdapat bagian-bagian dari komunikai politik yang dapat
digunakan dalam mengkonstruksi komunikasi pemerintahan, yaitu, komunikasi pemerintahan
harus mampu mengidentifikasi pesan/muatan dan alat-alat atau cara-cara yang sejajar dengan
alat-alat yang digunakan oleh aktor-aktor politik, yang efektif untuk menumbuhkan dan
memelihara kepercayaan masyarakat. Pesan/muatan adalah fakta-fakta yang dapat
menunjukan penepatan variasi janji, pemenuhan berbagai kewajiban pemerintah dalam
kedudukannya sebagai pemerintah, dan pemikulan resiko tindakan yang diambil berdasarkan
pilihan bebas menurut hati nuraninya. Oleh karenanya, proses pemerintahan dijalankan
melalui hubungan antara pemerintah dengan yang diperintah.
Selanjutnya, dalam kajian komunikasi politik, sikap perilaku penguasa merupakan pokok
bahasan atau objek kajian utama, karena sikap perilaku penguasa merupakan warna dominan
dan tolak ukur untuk menentukan dalam sistem politik apa proses komunikasi itu
berlangsung. Sikap penguasa memberi dampak cukup berarti terhadap lalu lintas transformasi
pesan-pesa komunikasi baik yang berada dalam struktur formal maupun yang berkembang
dalam masyarakat. Terutama bagaimana sikap terhadap pendapat umum atau perlakuan
terhadap hak-hak berkomunikasi penghuni sistem apakah mendapat tempat utama atau
sebaliknya bahwa pendapat umum dan hak-hak berkomunikasi berada dalam ruang gerak
terbatas dan kaku. Oleh karenanya, komunikasi politik akan sangat efektif terjadi di negaranegara penganut sistem demokrasi, atau sistem terbuka. Seperti salah satu contohnya, di
negara kita, Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Telah di jelaskan di atas, bahwa proses pemerintahan mengatur hubungan antara yang
diperintah dan yang memerintah. Pertama-tama, kita sepakati bersama, bahwa yang
memerintah di sini menunjuk kepada pihak pemerintah atau elit penguasa/pemerintah.
Kemudian, yang diperintah menunjuk kepada rakyat sebagai pihak yang bergantung kepada
pemerintah. Kemudian proses komunikasi di antara keduanya lazim disebut dengan
komunikasi pemerintahan.
Taliziduhu Ndraha dalam kybernologi jilid 2, mendefinisikan komunikasi pemerintahan
merupakan proses timbal balik penyampaian informasi dan pesan antara pemerintah dengan
yang diperintah, pihak yang satu menggunakan frame of reference pihak yang lain pada
posisi dan peran tertentu, sehingga perilaku dan sikap yang lain terbentuk, berubah atau
terpelihara, berdasarkan kesaling mengertian dan saling kepercayaan antara kedua belah
pihak.
Dalam hal proses pemerintahan, faktor rakyat adalah faktor yang tidak bisa kita
kesampingkan. Sebuah negara ada karena adanya rakyat, begitupun dengan adanya tujuan
negara, adanya tujuan negara merupakan kristalisasi dari tujuan setiap individu rakyat. Oleh
karenanya, komunikasi pemerintahan menjadi sesuatu yang penting. Komunikasi antar
manusia, sebagai salah satu pembentuk konstruksi komunikasi pemerintahan, dimaksudkan
sebagai jalan untuk memahami interaksi antar manusia. Kemudian, dalam hubungan itu,
komunikasi dijadikan sebagai alat untuk mengontrol human behaviou. Jadi jika seseorang
hendak mencari dan menemukan makna suatu perilaku dan nilai aspirasi manusia, dalam hal
ini rakyat (yang diperintah), ia harus berkomunikasi dengan rakyat tersebut.
Namun dewasa ini, di Indonesia, proses komunikasi pemerintahan seakan tersendat. Rakyat
seakan sudah hilang kepercayaan terhadap pemerintah. Begitupun pemerintah yang seakan
tidak tanggap terhadap segala suara rakyat. Masalah ini bisa kita lihat dalam contoh kasus
pembuatan kebijakan publik. Terlalu banyak kebijakan pemerintah yang memang tidak pro
rakyat, bahkan tidak sesuai dengan keinginan rakyat. Padahal dalam hal pencapaian tujuan
negara, terdapat tujuan rakyat tiap individu. Para anggota dewan dan pemerintahan kita
seolah hanya bisa mengobral janji kepada rakyat. Memberi harapan begitu besar saat

kampanye, tapi toh kemudian ketika mereka telah mendapat jabatan, janji tinggal janji,
kesengsaraan rakyat semakin menjadi. Inilah kemudian uyang menjadi sorotan semua pihak,
termasuk di dalamnya para akademisi, pakar politik, pemerintaha gagal berkomunikasi
dengan baik dengan rakyat. Artinya komunikasi pemerintahan tidak berjalan dengan baik.
Kebijakan-kebijakan yang dibuat tidak sesuai dengan keinginan rakyat banyak.
Kebijakan publik meliputi semua kebijakan yang berasal dari pemerintah, seperti kebijakan
ekonomi, transportasi, komunikasi, pertahanan dan keamanan, serta fasilitas-fasilitas umum
lainnya. Menurut Dye, kebijakan publik didefinisikan sebagai whatever government choose
to do or not to do. Sedangkan menurut Young dan Quinn salah satu konsep kunci dari
kebijakan publik adalah sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata.
Kebijakan publik berupaya merespon masalah atau kebutuhan konkrit yang berkembang di
masyarakat. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kebijakan publik merupakan seperangkat tindakan
yang berorientasi pada tujuan. Kebijakan publik biasanya bukanlah sebuah keputusan
tunggal, melainkan terdiri dari beberapa pilihan tindakan atau strategi yang dibuat untuk
mencapai tujuan tertentu demi kepentingan orang banyak.
Dari konsep kunci yang diberikan oleh Young dan Quinn di atas, jelaslah bahwa kondisi
proses komunikasi pemerintahan di Indonesia saat ini dalam hal pembuatan kebijakan publik.
Karena secara eksplisit banyak dari kebijakan publik yang bertujuan sosial/berorientasi
masyarakat justruc sebaliknya sering sekali menimbulkan masalah baru di masyarakat.
Menurut Edi Suharto dalam Analisis Kebijakan Publik, salah satu produk kebijakan publik
adalah kebijakan sosial. Dalam konteks pembangunan sosial, kebijakan sosial merupakan
suatu perangkat, mekanisme dan sistem yang dapat mengarahkan dan menterjemahkan
tujuan-tujuan pembangunan. Kebijakan sosial senantiasa berorientasi kepada pencapaian
tujuan sosial/tujuan masyarakat. Tujuan sosial ini mengandung dua pengertian yang saling
terkait, yaitu memecahkan masalah sosial dan memenuhi kebutuhan sosial.
Tujuan pemecahan masalah mengandung arti mengusahakan atau mengadakan perbaikan
karena ada suatu keadaan yang tidak diharapkan (misalnya kemiskinan) atau kejadian yang
bersifat destruktif atau patologis yang mengganggu dan merusak tatanan masyarakat. Tujuan
pemenuhan kebutuhan mengandung arti menyediakan pelayanan-pelayanan sosial yang
diperlukan, baik dikarenakan adanya masalah maupun tidak ada masalah, dalam arti bersifat
pencegahan atau pengembangan.
Dari konsep kunci serta tujuan dari kebijakan sosial di atas, semakin jelaslah bagi kita bahwa
kebijakan-kebijakan publik yang dibuat pemerintah dewasa ini, tidaklah memperhatikan
keadaan sosial masyarakat kita. Kenikan harga BBM dengan skala besar, tarif dasar listrik
dan konversi minyak tanah kepada LPG, jelas kebijakan yang tidak melihat keadaan rakyat.
Ironis memang ketika masyarakat kita kesulitan dalam hal finansial dan ekonomi, namun
kebijakan pemerintah memang tidak menyentuh pada keinginan dan suara rakyat. Ada
kecurigaan akhirnya pada rakyat bahwa pemerintah dalam membuat kebijakan publik, lebih
mementingkan sekelompok orang saja.
Di sinilah kita bisa melihat, proses komunikasi pemerintahan saat ini tidak berjalan dengan
baik. Namun kita tidak bisa menyalahkan pihak pemerintah saja dalam hal ini. Karena dalam
negara demokrasi, partisipasi masyarakat merupakan suatu tuntutan dari sebuah konsekuensi
negara demokrasi seperti Indonesia saat ini.
Tentang pasrtitipasi politik ini menurut Almond, yang dikutip oleh Drs. Moechtar M dan
Colin, dalam perbandingan sistem politik, Almond membahasnya dengan lima hal yang telah
menyebabkan meluasnya partisipasi politik dalam dunia modern. Partisipasi itu bisa
berbentuk konvensional (vooting, diskusi politik, dsb.) maupun non-konvensional

(demonstrasi, tindak kekerasan, dsb.). Selanjutnya berpartisipasi politik menurut Almond


terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam berpartisipasi politilk, antara
lain ; pendidikan tinggi; status sosial ekonomis, keanggotaan dalam partai politik.
Dari pemaparan mengenai pertisipasi politik di atas, jelas bahwa kurang berjalan dengan
baiknya komunikasi pemerintahan tidak sepenuhnya kesalahan elit penguasa atau pemerintah
semata. Namun dalam komunikasi pemerintahan membutuhkan komunikasi dua arah,
pemerintah melempar dan rakyat merespon. Namun,dengan melihat faktor-faktor tadi, jelas
rakyat kita belum mencapai faktor pendukung tadi.
Yang pasti, masalah dalam hal komunikasi pemerintahan ini haruslah ada solusi. Solusi
dibutuhkan dalam rangka perbaikan di masa yang akan datang. Taliziduhu Ndraha
berpendapat, terdapat sembilan hal yang harus diperhatikan dalam kuatnya komunikasi
pemerintahan. Antara lain ; untuk komunikasi yang lebih efektif, sebaiknya pihak elit ada
yang berinisiatif turun ke bawah, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Floor
(bawah/rakyat) bisa berkomunikasi ke atas melalui wakil-wakilnya yang memiliki
kemampuan tawar menawar atau lobbying, dengan catatan, perilaku lembaga representatif ini
tetap berakar pada konstituennya dan tidak justru berubah begitu mereka terpilih menjadi
wakil rakyat.
Fokus perhatian masyarakat saat ini memang lebih tertuju pada hal tersebut. Karena pada
kenyataannya saat ini, sampai saat ini tidak ada pihak elit yang berinisiatif turun ke bawah,
melakukan pendekatan kualitatif. Juga, komitmen dari para wakil rakyat yang seharusnya
menjadi penyambung aspirasi rakyat, tidak berakar atau konsisten berakar pada kontituennya,
dalam hal ini rakyat sebagai pemilih mereka. Para wakil rakyat, malah lebih berakar pada
partainya, sehingga kepentingan partailah yang mereka dahulukan dalam membuat kebijakan
publik.
Oleh karenanya, ketika wakil rakyat berkomitmen tinggi pada rakyat sebagai konstituennya,
serta adanya wakil rakyat yang mau langsung turun ke bawah melakukan pendekatan
kualitatif terhadap rakyat, berkomunikasi dengan rakyat akan hal-hal apa saja yang mereka
butuhkan untuk memecahkan masalah juga dalam hal pemenuhan kebutuhan, komunikasi
pemerintahan akan berjalan dengan baik. Dengan demikian hakikat dari komunikasi
pemerintahan itu sendiri harus mampu menembus ragam kepentingan, ragam pola keyakinan
yang diarahkan kepada terwujudnya kepentingan bersama tanpa ada satu negarapun yang
merasa dirugikan, serta tetap terpeliharanya kepercayaan terhadap pemerintah guna menjaga
dukungan rakyat akan tercapai.
Daftar Pustaka
Suharto, Edi (2005). Analisis Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta
Masoed, Mochtar dan Colin McAndrews (1982). Perbandingan Sistem Politik.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Ndraha, Taliziduhu (2003). Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) jilid 2. Jakarta : PT.
Rineka Cipta
Harun, Rochajat dan Sumarno AP (2006). Komunikasi Politik Sebagai Suatu Pengantar.
Bandung : CV. Mandar Maju

You might also like