You are on page 1of 30
39. Gambar 4.15. Permukaan bawah daun fertil Asplenium salignum Bl. memperlihatkan sorus (tanda panah) Asplenium thunbergii memiliki pertulangan daun yang menyirip berlobus dalam. Marga Asplenium banyak ditanam sebagai tanaman hias, terutama Asplenium nidus yang lebih dikenal orang dengan nama paku sarang burung. Campuran kelapa yang diparut dengan irisan daun-daun kecil Asplenium nidus digunakan untuk mencuci rambut, sedangkan ujung daun yang muda dimakan sebagai sayuran “'. Kedelapan jenis paku dari suku Aspleniaceae yang tertera pada pada tabel 4.1. umumnya memiliki sorus yang letaknya sejajar urat daun lateral, Jenis-jenis paku yang termasuk suku Polypodiaceae yang ditemukan baik sebagai paku terestrial maupun paku epifit adalah Behisia revoluta, Goniophlebium prainii dan Selliguea lima, Jenis paku yang hidup sebagai paku terestrial saja yaitu Goniophlebium subauriculatum, Microsorum musifolium dan M. hancockii, sedangkan yang tumbuh epifit adalah Goniophlebium verrucosum. G. prainii 40 umumnya tumbuh baik sebagai epifit di hutan pegunungan yang rindang dan biasanya berada di puncak pohon yang tinggi ©) G. subauriculatum selain tumbuh di tanah juga tumbuh di batuan berlumut yang basah. Daun muda G. verrucosum dengan pina terminal yang membentuk daun majemuk menyirip ganjil (imparipinatus) (gambar 4.16.), Pada daun fertiInya memperlihatkan sorus berbentuk bulat, letaknya dua baris sejajar tulang daun utama (gambar 4.17). Goniophlebium verrucosum tumbuh epifit antara lain pada Schefflera divaricata (Areliaceae), Engelhardia serrata (Suglandaceae), Manglietia glauca (Magnoliaceae) dan Schima wallichii (Theaceae). Gambar 4.16. Goniophlebium verrucosum (Hook) J.Sm. (Suku Polypodiaceae) 41 Gambar 4.17. a. Permukaan bawah daun fertil Goniophlebium verrucosum (Hook.) J.Sm. memperlihatkan sorus (tanda panah) b. Permukaan atas daun fertil Goniophlebium verrucosum (Hook.) J.Sm. Selliguea lima tumbuh sebagai epifit di hutan berlumut dengan sorus berbentuk garis pada permukaan bawah daun yang terbenam pada suatu cekungan. Permukaan bawah daun fertil Microsorum musifolium mempunyai sorus yang letaknya tersebar pada intervenium dan berbentuk bulat (gambar 4.18), sedangkan pada M. hancockii sorusnya menyebar sejajar urat daun lateral (gambar 4.19). Gambar 4.18, a. Permukaan bawah daun fertil Microsorum musifolium (B\.) Ching. memperlihatkan sorus (tanda panah) b, Permukaan atas daun fertil Microsorum musifolium (Bl.) Ching. Gambar 4.19. a, Permukaan bawah daun fertil Microsorum hancockii (Baker.) Ching. memperlihatkan sorus (tanda panah) b. Permukaan atas daun fertil Microsorum hancockii (Baker.) Ching. 43 41,3. Paku terestrial dan paku epifit disckitar rawa Ranca Upas Jumlah jenis paku teresirial dan paku epifit di sekitar rawa Ranca Upas ditemukan sebanyak 26 jenis dari 12 suku, terdiri dari 15 jenis dari 6 suku paku terestrial dan 13 jenis dari 7 suk paku epifit termasuk 2 jenis dari 1 suku tumbuh sebagai paku terestrial maupun paku epifit. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.1. Suku dengan jumlah jenis lebih banyak bila dibandingkan suku-suku lainnya yaitu Athyriaceae dengan 5 jenis, Hymenophyllaceae dengan 4 jenis dan Polypodiaceae 5 jenis. Jenis-jenis dari suku Athyriaceae yang ditemukan adalah Diplazium asperum, D. kunstlert, D. riparium, D. silvaticum dan D. subintegrum. D. asperum memiliki daun tripinatifida dengan tepi daun bergerigi dan tangkai daunnya bersisik. Sorus terdapat di permukaan bawah daun yang dilindungi oleh indusium, daun mudanya enak dimakan. Diplazium kunstleri memiliki daun majemuk bipinatus (gambar 4.20,). Urat daun lateral bercabang dua, dengan sorus yang berkembang hanya pada salah satu cabang urat daun lateral (gambar 4.21.), Daunnya yang agak tebal bila dihancurkan berbau seperti teh D. riparium memiliki lebih sedikit pasangan pinna yang tepinya rata, D. silvaticum berdaun pinnatus dengan ujung daun yang terbelah, sedangkan pada D. subintegrum tepi daunnya bergerigi dan bertangkai panjang. <> oe Gambar 4.20. Sebagian daun Diplazium kunstleri Holtt. (Suku Athyriaceae) Gambar 4.21. Permukaan bawah daun fertil Diplazium kmséleri memperlihatkan sorus (tanda panah) 45 Dari suku Hymenophyllaceae jenis-jenis yang ditemukan antara lain Hymenophyllum badium, H. polyanthos, H. productum dan H. serrulatum. H. badium memiliki daun yang panjang dan sempit serta tepinya bergerigi, sorusnya dilindungi oleh indusium Daun H. polyanthos \ebih pipih dari ketiga jenis lainnya dan tepi daunnya rata, H. productum daunnya juga pipih dan tepinya rata sedangkan H. serrulatum daunnya lebih panjang dan dibagian ujungnya terdapat sorus yang menonjol. Daun-daun paku Hymenophyllum sangat tipis, halus dan bersifat higroskopis. Hal ini sesuai dengan sebutan paku “filmy” untuk paku tersebut. Jenis-jenis paku yang termasuk suku Polypodiaceae ditemukan antara lain Belvisia revoluta, Goniophlebium prainii, Goniophlebium verrucosum, Microsorum hancockii dan Selliguea lima, Jenis-jenis yang ditemukan hanya sebagai paku terestrial saja adalah Blechnum indicum, Dicranopteris linearis, Hymenophyllum badium, H. polyanthos, H. productum, H. serrulatum, Lycopodium carinatum dan Microsorum hancockii, sedangkan yang tumbuh sebagai epifit saja adalah Adiantum capillus-veneris, Asplenium caudatum, A. nidus, A. pellucidum, Davallia trichomanoides, Humata vestita, Nephrolepis tuberosa, Oleandra pistillaris, Belvisia _revoluta, Goniophlebium verrucosum dan Antrophyum callifolium. Adapun yang dapat hidup baik sebagai paku terestrial maupun paku epifit adalah Goniophlebium prainii dan Selliguea lima. Blechnum indicum hanya ditemukan di daerah rawa ini. Paku ini mempunyai pinna yang koriaseus dengan sorus yang terletak sejajar tulang daun utama dan tidak meluas ke seluruh pinna (gambar 4.22). 46 Gambar 4.22. Blechnum indicum Burm. (Suku Blechnaceae) (tanda panah) 4.1.4, Perbandingan keanekaan jenis paku pada ketiga habitat Perbandingan keanekaan jenis paku pada ketiga habitat dapat dilihat pada tabel 4.1. Berdasarkan tabel 4.1. dapat dilihat bahwa ada jenis-jenis tertentu yang ditemukan pada ketiga habitat, tetapi ada juga yang ditemukan pada kedua habitat. Paku yang diamati bahkan ada yang dapat tumbuh baik sebagai paku terestrial ataupun sebagai paku epifit. Jenis-jenis paku yang ditemukan pada ketiga habitat yaitu Davallia trichomanoides, Humata vestita, Dicranopteris linearis, Nephrolepis tuberosa, Belvisia revoluta dan Selliguea lima. Hal ini diduga jenis-jenis 47 paku tersebut dapat beradaptasi baik pada ketiga habitat dan memiliki kisaran toleransi yang tinggi terhadap faktor-faktor lingkungan sehingga penyebarannya luas. Backer dan Posthumus juga menyatakan bahwa keenam jenis paku tersebut dapat tumbuh baik di hutan, sekitar rawa maupun sekitar kawah “. Banyak jenis paku yang ditemukan pada kedua habitat yaitu di hutan campuran dan sekitar rawa Ranca Upas adalah Adiantum capillus- veneris, Asplenium caudatum, A. nidus, A. pellucidum, Hymenophyllum polyanthos, Hymenophyllum serrulatum, Lycopodium carinatum, Oleandra pistillaris dan Antrophyum callifolium. Hal ini dapat disebabkan karena faktor-faktor lingkungan pada kedua habitat tersebut relatif sama. Sedangkan jenis-jenis yang dapat tumbuh baik sebagai paku terestrial maupun paku epifit pada kedua habitat tersebut misalnya Adiantum cuneatum, A, tenerum, Asplenium normale, A. thunbergii, Hymenophylium serrulatum, Trichomanes maximum, Elaphoglossum callifolium, Belvisia revoluta, Goniophlebium prainii, Selliguea feei dan Selliguea lima, Umumnya paku yang berbentuk herba sebagian besar berpotensi untuk tumbuh epifit pada pohon dengan syarat asalkan pada permukaan batang pohon tersebut tersedia cukup humus sebagai media tumbuhnya. Selain itu paku menyenangi pohon-pohon yang membentuk kanopi sehingga keteduhan tetap terjega (lampiran 2 8.d. 5). Pada penelitian ini dari marga Blechnum ditemukan 3 jenis yang menempati masing-masing habitat yang berbeda. Blechnum vestitum hanya ditemukan di sekitar kawah, Blechnum indicum di sekitar rawa dan Blehnum orientale di hutan campuran. Backer dan Posthumus juga menyatakan bahwa Blechnum vestitum sangat menyenangi habitat dengan kadar SO, yang tinggi, Blechnum orientale biasanya 48 dijumpai di kawasan hutan, sedangkan Blechnum indicum menyenangi kelembaban tanah yang tinggi Untuk membandingkan komunitas paku pada ketiga habitat, berdasarkan penghitungan indeks kesamaan jenis menurut Sorensen diperoleh dendrogram pada gambar 4.23 dan 4.24. Hutan campuran— sevitar Pada Putih Gunung Ranca Upas Rawa Ranca Upas Gambar 4.23. Dendrogram indeks kesamaan jenis paku terestrial di hutan, sekitar rawa dan sekitar kawah 49 Hutan campuran — covitar Rawa Kawah Putih Gunung Ranca Upas Ranca Patuha Tinas 58,54% 29,85% Gambar 4.24. Dendrogram indeks kesamaan jenis paku epifit di hutan, sekitar rawa dan sekitar kawah. Hasil perbandingan dua agregasi paku diantara ketiga habitat yaitu sekitar kawah, sekitar rawa dan hutan campuran berbeda. Indeks kesamaan jenis paku terestrial antara habitat hutan campuran dan sekitar rawa adalah 26,3% sedangkan antara habitat sekitar kawah dengan 50 habitat hutan campuran dan sekitar rawa adalah 9,73% seperti yang terlihat pada gambar 4.24. Jenis-jenis paku terestrial antara habitat hutan campuran dan sekitar rawa mempunyai kesamaan yang lebih besar bila dibandingkan dengan jenis-jenis paku terestrial di sekitar kawah. Hal ini disebabkan letak habitat hutan campuran dan sekitar rawa Ranca Upas berdampingan. Di samping itu faktor-faktor lingkungannya juga relatif sama, misalnya di hutan campuran dan di sekitar rawa Ranca Upas berturut-turut adalah pH 6,71 dan 6,75, suhu udara 16,06°C dan 15,88°C, kandungan tekstur tanah liat 42,5% dan 45,5%, kandungan N 0,9% dan 1,07%, kandungan P 1,19% dan 1,18% dan, kandungan Cu 0,55% dan 0,64% seperti yang terlihat pada tabel 4.2. Jenis-jenis paku epifit antara hutan campuran dan sekitar rawa mempunyai kesamaan lebih besar bila dibandingkan jenis-jenis paku epifit di sekitar kawah.. Indeks kesamaan jenis paku epifit antara habitat hutan campuran dan sekitar rawa adalah 58,54% sedangkan antara sekitar kawah dengan habitat hutan dan sekitar rawa adalah 29,85% seperti yang terlihat pada gambar 4.25. 4.2, Analisis kelompok (“Cluster Analysis”). Dari hasil analisis kelompok (“cluster analysis”) jenis-jenis paku dengan menggunakan indeks kesamaan Jaccard lewat UPGMA baik yang ditemukan di hutan, sekitar rawa maupun di sekitar kawah berdasarkan data fenetik dengan 58 OTU dan 58 karakter dapat dibuat 12 pengelompokan, seperti terlihat pada dendrogram gambar 4.23. (lampiran 8) : 51 w= 100% 8196-84% (VI) 3196-399 (XI) Cyathea tae brosa (Cyathea comma Davo solide Davee wichomaotdes 20%-25% (XIN) (Olena pists Gambar 4.25. Dondrogram perkerabatan antar jenis paku ketiga habiat 52 IJ = Indeks kesamaan Jaccard dimana: - IJ=75%- 100% mengelompok sangat nyata - IJ=50% - 74,99% mengelompok dengan nyata - IJ=25% - 49,99% mengelompok kurang nyata - W=0%-~-24,99% mengelompok tidak nyata Kelompok pertama terdiri dari A. caudatum, A. glaucophyllum, A. nidus, A. salignum dan A. thunbergii mengelompok dengan nyata dihubungkan oleh satu garis fenon (IJ = 97% - 100%). Ini disebabkan karena kelima jenis tersebut memiliki paling banyak kesamaan karakter. Ciri khas kelima jenis paku tersebut adalah adanya sorus yang terletak sejajar tepi tulang-tulang cabang. Kelompok kedua terdiri dari Cyathea borneensis, C. latebrosa dan C. recommutata mengelompok sangat nyata dihubungkan oleh satu garis fenon (IJ = 97% - 100%). Jenis-jenis paku tersebut merupakan paku pohon, sorusnya terletak pada vena yang dilindungi oleh indusium. Kelompok ketiga terdiri dari Asplenium pellucidum dan A. normale ditambah dengan anggota kelompok pertama. Ini berarti A. pellucidum dan A. normale agak jauh perkerabatannya dibandingkan dengan marga Asplenium dalam kelompok pertama, yaitu 4. caudatum, A. glaucophylium, A. nidus, A. salignum dan A. thunbergii. Hal ini disebabkan kedua jenis paku tersebut memiliki ciri khas yang berbeda dengan jenis-jenis paku pada kelompok pertama, dimana kedua jenis paku ini memiliki tepi daun berlekuk sangat dalam sampai ke tulang daun utama. Dilihat dari interval nilai indeks Jaccard = 88% - 91%, maka kelompok ketiga ini mengelompok sangat nyata sesuai dengan perkerabatan taksonominya yaitu ketujuh jenis tersebut dimasukkan dalam satu marga yaitu Asplenium. 53 Kelompok keempat terdiri dari Davallia solida dan D. trichomanoides dapat tumbuh sebagai epifit ataupun terestrial. Daunnya menyirip dan di bawah permukaan daunnya terlihat adanya sorus dekat tepi daun yang dilindungi oleh indusium dihubungkan oleh satu garis fenon mengelompok sangat nyata (IJ = 88% - 91%), Kelompok kelima mengelompokkan Blechnum indicum dan B. orientale ke dalam satu kelompok secara sangat nyata dihubungkan oleh satu garis fenon (IJ = 0,88% - 0,91%). Kedua jenis paku tersebut memiliki lebih banyak kesamaan morfologi bila dibandingkan dengan Blechmum vestitum. Kelompok keenam mengelompokkan Asplenium affine dengan kelompok pertama, kedua dan ketiga ke dalam satu kelompok secara sangat nyata dihubungkan oleh satu garis fenon (IJ = 81% — 84%). Paku ini tumbuh epifit pada batuan di pegunungan dengan tepi daun tripinatifidus. Kelompok ketujuh terdiri dari Blechnum vestitum dan kelompok kelima (IJ = 0,81% - 0,84%). Hal ini berarti pengelompokannya juga sangat nyata dihubungkan oleh satu garis fenon. Kelompok kedelapan mengelompokkan Oleandra pistillaris dengan kelompok keempat ke dalam satu kelompok dengan nyata dihubungkan oleh satu garis fenon (IJ = 56% - 59%). Salah satu kesamaan morfologinya adalah pada Oleandra pistillaris (Oleandraceae), Davallia solida dan D. trichomanoides (Davalliaceae) daun yang masih muda selalu menggulung. Batang dan tangkai daun tertutup oleh suatu lapisan rambut-rambut berbentuk sisik. Kelompok kesembilan mengelompokkan kelompok kedua dengan kelompok keenam ke dalam satu kelompok secara kurang nyata dihubungkan oleh satu garis fenon (IJ = 46% - 50%). Hal ini disebabkan 54 kelompok kedua termasuk suku Cyatheaceae sedangkan kelompok keenam termasuk suku Aspleniaceae, Jadi dari segi kedudukan taksonominya kedua kelompok tersebut memang cukup jauh, dimana Cyatheaceae termasuk suku kelima dan Aspleniaceae adalah suku ketigabelas dari bangsa Filicales (lampiran 9). Kelompok kesepuluh mengelompokkan Nephrolepis tuberosa dengan kelompok kedelapan ke dalam satu kelompok secara kurang nyata dihubungkan oleh satu garis fenon (IJ = 35% - 49,99%). Nephrolepis tuberosa termasuk suku Nephrolepidaceae yang merupakan suku ketujuhbelas dan jenis-jenis yang termasuk kelompok kedelapan seperti Davallia solida dan D. trichomanoides termasuk suku keduabelas dan Oleandraceae termasuk suku kedelapanbelas dari bangsa Filicales. Kelompok kesebelas mengelompokkan kelompok kesepuluh dengan kelompok kesembilan secara kurang nyata dihubungkan oleh satu garis fenon (IJ = 31% - 35%). Kelompok keduabelas mengelompokkan kelompok kesebelas dengan kelompok ketujuh secara kurang nyata (IJ = 22% - 25%). Blechnum indicum, B. orientale dan B. vestitum memiliki hubungan kerabat yang paling jauh bila dibandingkan dengan jenis-jenis dari marga lain berdasarkan kesamaan ciri-ciri morfologinya. Hal ini sesuai dengan klasifikasi paku menurut Duncan & Isaac (1986) seperti yang terdapat pada lampiran 9. 4, 3. Faktor Lingkungan Abiotik Faktor-faktor lingkungan yang diamati pada penelitian ini meliputi faktor-faktor fisika dan faktor-faktor kimia yang hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.2. 55 Tabel 4.2. Purata Hasil pengukuran parameter lingkungan pada masing-masing Habitat No. | — Parameter Hutan Rawa Kawah Lingkungan ‘Campuran Ranca Putih Ranca Upas Upas Gunung Patuha 1, | pH Tanah 67 675 6,63 2. Kelembaban Tanah 52,5 62,5 46,25 () 3, | Ketinggian Tempat (m 1701 1576 2166 1.) f 4, | Suhu Udara CC) 16,06 15,88 13,5 5. Kelembaban Udara (%) 88 94 88 Suhu udara pada ketiga habitat selama pengamatan dapat dilihat pada gambar 4.26, Suhu udara di hutan campuran berada pada kisaran 15,5°C - 18°C dengan suhu rata-rata 16,06°C. Suhu udara di sekitar rawa berada pada kisaran 14°C - 16°C dengan suhu rata-rata 15,88°C, sedangkan suhu udara di sekitar kawah berkisar antara 13°C - 14°C dengan suhu rata-rata 13,5°C. Subu yang paling rendah adalah di sekitar kawah sedangkan subu yang paling tinggi adalah di hutan campuran. Hal ini dapat dimengerti karena Kawah Putih terletak pada ketinggian dari permukean laut yang lebih tinggi dibandingkan dengan sekitar Ranca Upas. 56 CO Kawah Putih Gunung _Patuha Gambar 4,26. Perbandingan suhu udara pada ketiga habitat Kelembaban udara di hutan campuran Ranca Upas selama penelitian berada pada kisaran 87 - 100 % dengan kelembaban udara rata-rata 88%, di sekitar rawa Ranca Upas berada pada kisaran 77 - 100% dengan kelembaban udara rata-rata 94%, sedangkan di sekitar kawah berada pada kisaran 87% - 100% dengan kelembaban udara rata- rata 88% seperti terlihat pada gambar 4.27. Kelembaban udara yang paling tinggi adalah di sekitar rawa Ranca Upas. Hal ini dapat dimengerti karena di tanah rawa kandungan airnya cukup tinggi bila dibandingkan dengan sekitar Kawah Putih Gunung Patuha dan hutan campuran Ranca Upas. Di rawa terjadi proses evapotranspirasi yaitu proses berpindahnya sejumlah air yang berasal dari tumbuhan dan dari permukaan air rawa. Sedangkan di sekitar kawah dan hutan campuran umumnya kelembaban udara hanya disebabkan oleh transpirasi dari tumbuhannya saja. Kelembaban udara ditentukan oleh proses evaporasi 37 dan transpirasi, Evaporasi dan transpirasi sendiri ditentukan oleh persediaan air yang cukup, subu dan tumbubannya ©, % kelembaban Gambar 4.27. Perbandingan kelembaban udara pada ketiga habitat Daerah Ranca Upas dimana dilakukan pengambilan sampel dan pengamatan paku berada pada ketinggian antara 1400 - 1900 meter dpl., sedangkan untuk daerah sekitar Kawah Putih Gunung Patuha berkisar antara 2050 - 2340 m dpl. Daerah sekitar Rance Upas mempunyai kelembaban tanah tertinggi (62,5%) dibandingkan dengan kawasan Kawah Putih (46,25%) dan hutan campuran (52,5%) seperti terlihat pada gambar 4.28. Kelembaban tanah yang paling tinggi dijumpai pada habitat sekitar rawa Ranca Upas. Hal ini dapat dimengerti karena habitat sekitar rawa memiliki kandungan air yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan habitat hutan campuran Ranca Upas dan sekitar Kawah Putih Gunung Patuha. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarief - yang, 58 menyatakan bahwa bahwa kelembaban tanah ditentukan oleh perbandingan berat air terhadap berat tanah basah ©”, Kelembaban tanah yang paling tinggi dijumpai pada habitat sekitar rawa Ranca Upas. Hal ini dapat dimengerti karena habitat sekitar rawa memiliki kandungan air yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan habitat hutan campuran Ranca Upas dan sekitar Kawah Putih Gunung Patuha. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarief yang menyatakan bahwa bahwa kelembaban tanah ditentukan oleh perbandingan berat air terhadap berat tanah basah ca % kelembaban tf HutanCampuran Ranca Upas @ Rawa Ranca Upas Kawah Putih Gunung Patuha Habitat Gambar 4.28. Perbandingan kelembaban tanah pada ketiga habitat Untuk daerah hutan campuran Ranca Upas pH berkisar antara 6 sampai 7 dengan pH rata-rata 6,71. Derajat keasaman tanah daerah sekitar rawa Ranca Upas berkisar antara 6 — 7,1 dengan pH rata-rata 6,75, sedangkan derajat keasaman tanah daerah sekitar Kawah Putih Gunung Patuha berkisar antara 5 - 7 dengan pH rata-rata 6,63. Habitat sekitar Kawah Putih Gunung Patuha lebih asam bila dibandingkan 59 dengan habitat di sekitar rawa dan hutan campuran Ranca Upas. Hal ini dapat dimengerti karena di sekitar Kawah Putih Gunung Patuha mengandung senyawa SO, yang apabila berikatan dengan air dapat meningkatkan derajat keasaman. Keasaman tanah disebabkan oleh kandungan asam-asam organik sebagai hasil pembusukan tumbuhan dan hewan. Selain itu keasaman tanah juga dapat disebabkan oleh peningkatan kadar H,S akibat reduksi senyawa sulfat 7*??, Hasil pengukuran analisis tanah meliputi tekstur tanah dan kandungan organik dan anorganik tanah selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.3. I'g06 | si‘ez | #80} sz‘0} L'zs sz | ang yemey sedy coer | 7c} Bil} LOT} s‘sh woury « eMeY sedp eoury uemdues SL'vl | so‘eb | 611 | GO| SZ ven 3001 | 8001 | 8001 Au |} Au | Au | Aa | (%) | (% ad x d N | rT yeIOUT { yengeH yenqey Suiseur-Surseur eped yeury sisieue isey BEM “Ep [>4eL 61 Hutan Campuran Ranca Upas @ Rawa Ranca Upas O Kawah Putih Gunung Patuha Pasir Debu Liat Gambar 4.29. Perbandingan tekstur tanah pada ketiga habitat Tekstur tanah menyatakan perbandingan antara fraksi pasir, debu dan liat yang terkandung di dalam tanah. Di habitat hutan campuran Ranca Upas, tekstur tanahnya cenderung liat berpasir. Daerah sekitar rawa Ranca Upas liat berdebu, sedangkan untuk daerah sekitar Kawah Putih Gunung Patuha liat berpasir, seperti terlihat pada gambar 4.29. Sifat kimia tanah diantaranya adalah kandungan unsur-unsur hara seperti N, P, K, Fe, Mn, Cu, Zn, S dan Al. Hutan campuran Ranca Upas mengandung unsur hara terbanyak adalah Al yaitu 305 mg/100 gr tanah. Unsur hara yang paling sedikit adalah Cu yaitu 0,64 mg/100 gr tanah. Untuk daerah sekitar rawa Ranca Upas kandungan unsur hara terbanyak adalah Al yaitu 202,5 mg/100 gr tanah, sedangkan unsur hara yang paling sedikit adalah Cu yaitu 0,55 mg/100 gr tanah. Untuk daerah 62 sekitar Kawah Putih Gunung Patuha, unsur hara terbanyak adalah Al yaitu 303,5 mg/100 gr tanah, sedangkan unsur hara yang paling sedikit adalah Zn yaitu 0,02 mg/100 gr tanah. 4.4, Analisis Korelasi Hasil analisis korelasi antara kekayaan jenis paku terestrial dengan beberapa parameter lingkungan selama penelitian disajikan pada tabel 4.4. Tabel 4.4. Analisis Korelasi Kekayaan Jenis Paku Terestrial dengan Beberapa Parameter Lingkungan No. Parameter Lingkungan Habitat Koefisien Hutan campuran | Rawa Ranca Kawah Putih | korelasi Ranca Upas Upas Gunung @® Patuha (i. | pH Tanah | 671 615 6,63 0,499 2. | tH Tanah (%) 52,5 62,5 46,25 _| 0.200 \3. | Ketinggian tempat (m) 1701 1576 2166 -0,609 4, | Subu udara °C) 16,06 | 15,88 13,5 0,796 Kelembaban udara (%) 38 94 [83 0,668 6. | Pasir (%) 41,5 14 25 0,737 17. | Debu (%) 2 45,5 17,5 -0,075 8. | Liat %) 42,5 45,5 37,5 -0,86 9. (NM) 09 1,07 | 0,25 0,613 [70. P (mg/100 g) 1,19 118 0,84 on | £9 Lanjutan Tabel 4.4. No. T Parameter Lingkungan Habitat “Ty Koefisien Hutan campuran | Rawa Ranca Kawah Putih korelasi Ranca Upas Upas Gunung () Patuha 11. | K (mg/100 g) 43,95 92,2 23,15 0,108 12. | Fe (mg/kg) 14,75 439,2 903,1 -0,977 13. | Mn (mg/kg) 30,6 19,3 77 0,981 \ 14. | Cu (mg/kg) 0,64 0,55 1,07 -0,64 15 | Zn (mg/kg) 25 6,69 0,02 0,185 16. | S (mg/kg) 97,7 it 83,86 0,44 17. | Al (mg/kg) 305 202,5 303,5 0,202 18. | Kekayaan jenis 23 15 11 65 Tabel 4.5. Interpretasi nilai koefisien korelasi (r) [indeks korelasi(r) | __—‘Interpretasi. == 0,810 - 1,000 Tinggi 0,610 - 0,800 Cukup 0,410 - 0,600 | ‘Agak rendah 0,210 - 0,400 Rendah [0000-0200 | Sangat rendah (tak berkorelasi) | Korelasi antara pH tanah dengan kekayaan jenis paku adalah 0,499. Hal ini berarti korelasi antara pH tanah dengan kekayaan jenis paku agak rendah, artinya kekayaan jenis paku tidak selalu dipengaruhi oleh nilai pH tanah. Derajat keasaman (pH) tanah menciptakan kondisi keasaman yang mempengaruhi proses-proses penting di tanah, misalnya aktivitas mikroba seperti bakteri nitrifikasi. Pada pH yang rendah umumnya proses pembebasan nitrat berjalan lambat karena rendahnya aktivitas bakteri nitrifikasi. Nitrifikasi menyangkut proses nitritasi dan nitratasi. Dalam hal ini bakteri nitrifikasi membantu dalam pengubahan amoniak menjadi senyawa nitrat dalam tanah, sehingga membantu — menyuburkan tanah, Antara kelembaban tanah dengan kekayaan jenis paku berkorelasi rendah, yang ditunjukkan oleh indeks korelasi antara kelembaban tanah dengan kekayaan jenis paku, didapatkan nilai r = 0,2. Kekayaan jenis paku tidak selalu dipengaruhi oleh kelembaban tanah. Tanah yang kelembabannya tinggi berarti perbandingan antara berat air tethadap berat tanah basah tinggi, sehingga ada jenis-jenis tumbuhan tertentu yang menghendaki kelembaban tanah yang tinggi, tetapi adapula jenis-jenis yang tumbuh baik pada kelembaban tanah yang rendah. 66 Hubungan antara ketinggian tempat dan kekayaan jenis paku cukup berkorelasi, artinya semakin tinggi suatu tempat dari permukaan laut maka kekayaan jenis paku semakin rendah. Ini ditunjukkan oleh nilai_r = -0,609. Suhu udara dan kekayaan jenis paku cukup berkorelasi, yaitu peningkatan dari suhu udara akan meningkatkan kekayaan jenis paku. Ini ditunjukkan dengan nilai_r = 0,796 terhadap kekayaan jenis paku. Hal ini berarti apabila suhu udara meningkat, maka transpirasi maupun evaporasi juga mengalami peningkatan sehingga pada gilirannya akan meningkatkan kelembaban udara. Hubungan antara kelembaban udara dengan kekayaan jenis paku adalah cukup berkorelasi.. Hal ini juga berarti apabila kelembaban udara meningkat maka kekayaan jenis paku juga meningkat yang ditunjukkan oleh nilai_r = 0,668. Pada umumnya paku-pakuan menyenangi daerah lembab ©”, Tekstur pasir cukup memberikan pengaruh bagi kekayaan jenis paku. Ini ditunjukkan oleh nilai r = 0,737. Tekstur debu tak berkorelasi terhadap kekayaan jenis paku, hal ini ditunjukkan oleh r = -.0,075. Sedangkan untuk tekstur liat berkorelasi tinggi terhadap kekayaan jenis paku yang ditunjukkan oleh r = -0,86. Hal ini berarti bahwa paku terestrial umumnya menyenangi tekstur tanah berpasir dan tanah liat bila dibandingkan dengan tekstur tanah berdebu. Tekstur tanah mempengaruhi daya tahan dan laju perembesan air di dalam tanah. Pada tanah berpasir air merembes dengan cepat sedangkan pada tanah berdebu air dapat ditahan dengan jumlah yang banyak. Tekstur berkaitan erat dengan ruang pori tanah, penyediaan unsur hara dan kemampuan daya tembus akar di dalam tanah 7 *?”, Kandungan N dengan kekayaan jenis paku cukup berkorelasi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai r = 0,613. Hal ini berarti peningkatan N ikut menentukan kekayaan jenis paku. Nitrogen merupakan unsur hara penting bagi tumbuhan dan termasuk dalam 67 kelompok unsur makro. Nitrogen terutama sekali dibutuhkan oleh tumbuhan yang sedang tumbuh sehingga penting sekali untuk pertumbuhan vegetatif. Kandungan P dengan keanekaan jenis paku cukup berkorelasi, yang ditunjukkan oleh nilai r = 0,72. Hal ini berarti bila unsur P meningkat maka keanekaan jenis paku juga meningkat. Fosfor sangat diperlukan untuk pembentukan fosfolipid dan nukleoprotein. Selain itu terdapat pengaruh timbal-balik antara pengambilan fosfor dan nitrogen. Jika fosfat yang ada tersedia dalam tanah itu tidak cukup banyak, maka nitrogen akan berkurang. Fosfat lebih mudah diserap akar, jika nitrogen tersedia di dalam bentuk zat organik, misalnya urea. Fosfor mempercepat pendewasaan tumbuhan. Kandungan K dengan keanekaan jenis paku berkorelasi rendah yang ditunjukkan oleh nilai r = 0,108. Pada tumbuhan Spermatophyta unsur K dalam pembentukan protein, juga dalam penyusunan dan pembongkaran karbohidrat. Kurang K berakibat terhambatnya fotosintesis dan meningkatnya pemafasan “”, Namun pada penelitian ini korelasi antara keanekaan jenis paku dengan unsur K rendah. Kandungan K dalam tanah tidak berpengaruh terhadap keanekaan jenis paku.Hal ini berarti paku tidak begitu menyenangi kandungan unsur K yang tinggi. Antara unsur F dan keanekaan jenis paku berkorelasi tinggi. Korelasi antara kandungan Fe dengan keanekaan jenis paku menunjukkan nilai r = -0,977. Hal ini berarti meskipun besi tidak menjadi konstituen dari klorofil, namun sangat diperlukan oleh tumbuhan guna pembentukan klorofil. Kandungan Mn dan keanekaan jenis paku berkorelasi tinggi, artinya semakin banyak unsur Mn maka semakin tinggi keanekaan jenis pakunya. Analisis korelasi antara kandungan Mn dengan keanekaan jenis paku, didapatkan nilai r = 0,981. Mangan adalah mikroelemen yang mengaktifkan beberapa enzim seperti dehidrogenase dan karboksilase. 68 Kekurangan Mn menyebabkan klorosis. Hubungan antara unsur Cu dengan keanekaan jenis paku cukup berkorelasi. Unsur Cu bila dianalisis hubungannya dengan keanekaan jenis paku menunjukkan nilai r = -0,64. Kekurangan Cu menyebabkan mengerutnya ujung-ujung daun, yang akhirnya seluruh daun gugur. Kandungan Zn dengan kekayaan jenis paku berkorelasi rendah. Ini ditunjukkan oleh nilai korelasi r = 0,185. Zincum penting untuk mengaktifkan beberapa enzim dan dalam pembentukan asam indol asetat. Kekurangan unsur Zn menyebabkan pertumbuhan terhambat. Unsur S tidak selalu mempengaruhi keanekaan jenis paku. Hal ini dapat dilihat dari nilai r = 0,344. Belerang biasanya diserap akar sebagai ion-ion SO,,, akan tetapi dapat juga masuk melalui daun berupa SO. Unsur S berperan dalam penyusunan macam-macam asam amino, tiamin dan biotin. Unsur Al juga menunjukkan tidak selalu mempengaruhi keanekaan jenis paku. Hal ini dapat dilihat dari nilai r= 0,202, Unsur Al sebenarnya tidak termasuk unsur yang esensial, tetapi diperlukan juga oleh sebagian besar tumbuhan ©.

You might also like