You are on page 1of 33

LAPORAN KASUS

KELAINAN REFRAKSI

Pembimbing:
dr. Agah Gadjali, SpM
dr. Hermansyah, SpM
dr. Gartati Ismail, SpM
dr. Mustafa K. Shahab, SpM
dr. Henry A. W, SpM

Disusun oleh:
Asri Paramytha S
1102010039

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. 1 RADEN SAID SUKANTO
PERIODE 12 OKTOBER 13 NOVEMBER 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

BAB I

I.

II.

IDENTITAS PASIEN
a. Nama
:Tn. T
b. No. RM
: 73 91 40
c. Jenis kelamin : Laki laki
d. Umur
: 55 tahun
e. Bangsa
: Indonesia
f. Agama
: Islam
g. Pekerjaan
:Wiraswasta
h. Alamat
:Rajawali, Kalibata
ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 19 Oktober 2015 pukul 10.00 WIB
di Poliklinik Mata RS POLRI.
Keluhan Utama
Pandangan kabur dikedua mata sejak 3 bulan SMRS.
Keluhan Tambahan
Kacamata lama sudah tidak nyaman digunakan. Mata pegal jika kelamaan

memakai kacamata, sakit kepala.


Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli mata RS POLRI dengan keluhan pandangan kabur
sejak 3 bulan SMRS, pasien mengatakan pandangan kabur dirasakan pada saat
melihat jauh maupun dekat.
Pasien juga mengeluhkan mata terasa pegal. Selain itu pasien mengeluh
saat melihat jauh pasien sulit untuk memfokuskan penglihatan karena menglihat
benda tersebut terlihat buram. Kacamata yang digunakan pasien saat ini dirasakan
sudah tidak nyaman sejak 3 bulan SMRS. Pasien juga mengeluhkan adanya sakit
kepala. Mata merah atau berair juga disangkal. Penglihatan berkabut juga
disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
2

Pasien pernah memakai kacamata sebelumnya selama 2 tahun. Tidak ada


riwayat trauma, mendapat tindakan operasi maupun dirawat di RS karena sakit
tertentu. Riwayat alergi obat obatan dan makanan, hipertensi, diabetes dan
penyakit mata sebelumnya disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat alergi obat obatan dan makanan, hipertensi, diabetes dan
penyakit mata sebelumnya pada keluarga disangkal.
Riwayat Kebiasaan
Pasien mengaku memiliki kebiasaan buruk membaca sambil berbaring.

III.

IV.

PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum
b. Kesadaran
c. Tanda Vital
I. TD
II. Nadi
III. Suhu
IV. Pernafasan
d. Kepala
e. Mata
f. THT
I. Telinga
II. Hidung
III. Tenggorokan
g. Mulut
h. Leher
i. Thoraks
I. Jantung
II. Paru
j. Abdomen
k. Ekstremitas
I. Atas
II. Bawah

: tidak tampak sakit


: Compos Mentis
: 120/80 mmHg
: 86 x/menit
: Afebris
: 18x/menit
: Normocephali
: Status Oftalmologi
:Normotia, secret -/-, serumen -/: Deviasi septum (-), secret -/: Faring tidak hiperemis
: Lidah kotor (-), tonsil tidak hiperemis T1 T1
: Pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba membesar
: S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
: Suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
: Nyeri tekan (-), bising usus (+)
: Akral hangat (+), oedem (-)
: Akral hangat (+), oedem (-)

STATUS OFTALMOLOGIS

Visus
Kedudukan Bola Mata

OD
5/15

OS
5/20

Posisi
Pergerakan Bola Mata

Palpebra
Edema
Luka robek
Benjolan
Konjungtiva
Warna Jernih
Anemis
Penebalan
Injeksi
Pigmen
Benda asing
Sekret
Kornea
Jernih
Benda asing
Infiltrat
Sikatrik
Arcus sinilis
COA
Volume
Iris
Warna
Kripta
Pupil
Bentuk
Ukuran
Isokoria
RCL
RCTL
Lensa
Kejernihan
Tekanan Intra Okuler
Palpasi
Tonometer Schiotz

V.

Orthoforia

Orthoforia

+
-

+
+

+
+

Normal

Normal

Coklat
+

Coklat
+

Bulat
3 mm
Isokor
+
+

Bulat
3 mm
Isokor
+
+

Jernih

Jernih

Normal
Tidak dilakukan

Normal
Tidak dilakukan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dengan menggunakan kartu Snellen, ditemukan:
VOD: 5/15F
VOS: 5/20F
Hasil setelah dikoreksi:
OD: 5/15S +1,00 C + 0,50 X 1100 5/5 F
OS: 5/20 S +1,25 C + 0,50 X 700 5/5 F
4

Add : S +2,25 J
VI.

RESUME
Pasien laki laki usia 55 tahun datang dengan keluhan pandangan kabur
sejak 3 bulan SMRS saat melihat jauh dan saat melihat dekat. Saat melihat jauh
sulit memfokuskan penglihatan karena terlihat ganda.
Pada pemeriksaan fisik, status generalis dalam batas normal. Pada
pemeriksaan oftalmologi didapatkan: Visus OD 5/15 dan OS 5/20.

Visus

membaik saat dikoreksi dengan menggunakan lensa spheris dan cylindris.


OD: 5/15S +1,00 C + 0,50 X 1100 5/5 F
OS: 5/20 S +1,25 C + 0,50 X 700 5/5 F
Add : S +2,25 J
VII.
VIII.

DIAGNOSA KERJA
Astigmatisma tipe Hypermetrop dengan Presbiop ODS
PENATALAKSANAAN
ODS
Penggunaan kacamata:
OD: 5/15S +1,00 C + 0,50 X 1100 5/5 F
OS: 5/20 S +1,25 C + 0,50 X 700 5/5 F
Add : S +2,25 J
Edukasi:
Pasien diberikan informasi bahwa pasien harus melakukan tes
penglihatan untuk menilai kondisi penglihatan mata setiap 1 tahun
sekali.
Pasien harus diberi informasi untuk selalu menjaga agar mata
mendapatkan istirahat yang cukup. Jika melakukan suatu aktivitas
yang mengaharuskan mata melakukan fokus secara kuat (seperti
mengemudi, membaca atau melakukan aktivitas yang dilakukan
dengan posisi mata dekat dengan objek), maka mata harus
diistirahatkan dari aktivitas setiap sekitar 30-60 menit.

IX. PROGNOSIS
ODS: Ad Vitam: bonam
Ad Functionam: dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada
orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata
demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan
dibiaskan tepat di daerah makula lutea.
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada
retina (macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik
pada mata sehingga menghasilkan bayangan kabur.
Analisis statistik distribusi anomali/kelainan refraksi yang terjadi di masyarakat
dalam populasi penelitian menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara jarijari kurvatura kornea, kedalaman bilik mata depan, kekuatan refraksi dari lensa,
panjang sumbu bola mata dengan anomali/ kelainan refraksi.
Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti Punctum Proksimum k
terdekat di mana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Punctum Remotum
adalah titik terjauh di mana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik ini
merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata
istirahat
2.1.1 Emetropia
Pada mata ini daya bias mata adalah normal, di mana sinar jauh difokuskan
sempurna di makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar sejajar tidak
difokuskan pada makula lutea disebut ametropia. Mata emetropia akan
mempunyai penglihatan normal atau 6/6 atau 100%. Bila media penglihatan
seperti kornea, lensa, dan badan kaca keruh maka sinar tidak dapat diteruskan di
makula lutea. Pada keadaan media penglihatan keruh maka penglihatan tidak akan
100% atau 6/6.
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan
dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. kornea mempunyai daya
pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan
6

membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat
benda yang dekat. Panjang bola mata seseorang berbede-beda. Bila terdapat
kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya
perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka sinar normal
tidak dapat jatuh ke makula. Keadaan ini disebut ametropia/anomali refraksi yang
dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma. Kelainan lain pada mata
normal adalah gangguan perubahan kencembungan lensa yang dapat berkurang
akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi.
Gangguan akomodasi dapat terlihat pada usia lanjut sehingga terlihat keadaan
yang disebut presbiopia.
Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat
kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi, daya pembiasan lensa bertambah kuat.
Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat
benda makin kuat mata harus berakomodasi (mencembung). Kekuatan akomodasi
diatur oleh refleks akomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat
kabur dan pada waktu konvergensi atau melihat dekat. Dengan bertambahnya
usia, maka akan berkurang pula daya akomodasi akibat berkurangnya elastisitas
lensa sehingga lensa sukar mencembung. Keadaan berkurangnya daya akomodasi
pada usia lanjut disebut presbiopia.
2.1.2 Ametropia
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan
dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya
pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan
membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda
dekat.
Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan
sinar oleh kornea (mendatar atau mencembung) atau adanya perubahan panjang
(lebih panjang atau lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak akan terfokus
pada makula. Atau dengan kata lain sinar datang sejajar sumbu utama bola mata,
tanpa akomodasi yang dibiaskan oleh media refraksi, jatuh tidak tepat di retina.
Keadaan ini disebut ametropia (anomali refraksi) yang dapat berupa miopia,
hipermetropia, atau astigmatisme.
Ada tiga keadaan yang dapat menyebabkan ametropia, yaitu:
1. Miopia
7

2. Hipermetropia (disebut juga hiperopia)


3. Astigmat
Pada astigmat atau silinder, sinar-sinar yang masuk ke mata tidak dapat
difokuskan pada satu titik di retina akibat perbedaan kelengkungan kornea atau lensa.
Presbiopia adalah perkembangan normal yang berhubungan dengan usia, dimana
akomodasi yang diperlukan untuk melihat dekat perlahan-lahan berkurang. Pada usia di
atas 40 tahun umumnya seseorang akan membutuhkan kacamata baca. Keadaan ini akibat
telah terjadinya presbiopia.
Pada keadaan tidak terfokusnya sinar pada retina, hal yang dapat dilakukan adalah
memperlemah pembiasaan sinar seperti pada myopia dipergunakan lensa negatif untuk
memindahkan focus sinar ke belakang. Bila sinar dibiaskan di belakang retina seperti
pada hipermetropia maka diperlukan lensa positif untuk menggeser sinar ke depan
sehingga melihat jelas. Lensa positif atau lensa negatif dapat dipergunakan dalam bentuk
kacamata ataupun dalam bentuk lensa kontak. Penggeseran bayangan sinar dapat pula
dilakukan denan tindakan bedah yang dinamakan bedah refraktif.

ANATOMI
Terdapat empat struktur bola mata yang berperan dalam proses perjalanan cahaya dari
luar menuju retina, yaitu:
A. Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding dengan Kristal
sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sclera di limbus, lekuk melingkar pada
persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54
mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm. Dari anterior ke
posterior kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel, lapisan
Bowman, stroma, membran Descemet, dan lapisan endotel. Lapisan epitel mempunyai
lima atau enam lapis sel sedangkan endotel hanya satu lapis. Lapisan Bowman
merupakan lapisan jernih aseluler, yang merupakan bagian stroma yang berubah.
Membran Descemet merupakan suatu membran elastik yang jernih yang tampak amorf
pada pemeriksaan mikroskop elekron dan merupakan membran basalis dari endotel
kornea. Stroma kornea mencakup sekitar 90% dari ketebalan lensa. Bagian ini tersusun
dari lamella fibril-fibril kolagen dengan lebar sekitar 1m yang salin menjalin yang
hampir mencakup seluruh diameter kornea. Lamella ini berjalan sejajar dengan
8

permukaan kornea dan karena ukuran dan periodiditasnya secara optic menjadi jernih.
Lamella terletak di dalam suatu zat dasar proteoglikan hidrat bersama dengan keratosit
yang menghasilkan kolagen dan zat dasar.
Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humor
aqueus, dan air mata. Kornea superficial juga mendapat oksigen sebagian besar dari
atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari percabangan pertama (oftalmika) dari
nervus kranialis V (trigeminus).
Kornea mempunyai indeksi bias 1,38. Kelengkungan kornea mempunyai kekuatan yang
sebanding dengan lensa hingga 40 dioptri. Pemeriksaan kelengkungan kornea ditentukan
dengan keratometer. Keratometri diperlukan untuk:
Melihat kecembungan yang teratur
Melihat kecembungan berbeda pada meridian berbeda sehingga diketahui mata tersebut
mempunyai kelainan refraksi astigmat/silinder
Menyesuaikan kelengkungan lensa kontak yang dapat di steep (cembung kuat), flat
(permukaan yang rata) dan normal
Melihat kemungkinan terdapat permukaan kornea yang tidak teratur atau astigmat ireguler
B. Humor aquaeus
Humor aqueus diproduksi oleh korpus siliaris. Setelah memasuki kamera okuli posterior,
humor aqueus melalui pupil masuk ke kamera okuli anterior dan kemudian ke perifer
menuju sudut kamera okuli anterior.
C. Lensa
Lensa yang berkembang dengan sempurna berbentuk bikonveks dan tidak berwarna
sehingga hampir transparan sempurna. Permukaan posteriornya lebih konveks dari
permukaan anteriornya. Pada orang dewasa, tebalnya sekitar 4 mm dengan diameter 9
mm. Berat suatu lensa bertambah lima kali lipat berbanding berat lensa saat lahir. Lensa
pada orang dewasa diperkirakan seberat 220 gm. Lensa terletak bilik mata belakang yaitu
antara bagian posterior dari iris dan bagian anterior dari corpus vitreous yang dinamakan
fossa hialoid. Terdapat serabut-serabut yang dinamakan zonulla zinni (zonula fibres) di
sekitar ekuator lensa yang berfungsi untuk mengikat lensa dengan corpus siliaris. Serabutserabut ini memegang lensa pada posisinya dan akan berkontraksi atau mengendur saat
otot siliaris berkontraksi atau berdilatasi saat proses akomodasi.
Lensa merupakan salah satu media refraksi yang penting. Kekuatan dioptri seluruh bola
mata adalah sekitar 58 dioptri. Lensa mempunyai kekuatan dioptri sekitar 15 dioptri.
Tetapi kekuatan dioptri ini tidak menetap seperti pada kornea (43 dioptri). Kekuatan
9

dioptri lensa berubah dengan meningkatnya umur, yaitu menjadi sekitar 8 dioptri pada
umur 40 tahun dan menjadi 1 atau 2 dioptri pada umur 60 tahun.
Lensa terbentuk dari kapsul yang elastis, epitel yang terbatas pada permukaan anterior
lensa dan serabut-serabut lensa yang dibagi lagi menjadi nukleus dan korteks.
Kapsul lensa merupakan suatu membran elastis yang membungkus seluruh permukaan
lensa. Kapsul bagian anterior (20m) lebih tebal berbanding kapsul bagian posterior
(3m). Di bawah mikroskop electron, kapsul lensa terdiri dari lamela yang mengandung
kolagen tipe 4. Pada bagian ekuator lensa, terdapat zonula zinnia yang mengikat lensa
pada prosessus ciliaris. Kapsul lensa berfungsi sebagai diffusion barier dan permeabel
terhadap komponen dengan berat molekul rendah. Fungsi utama kapsul lensa adalah
untuk membentuk lensa sebagai respon dari penarikan serabut-serabut zonula saat proses
akomodasi.
Epitel lensa berbentuk kuboid dan terletak di bawah kapsul bagian anterior. Di bagian
ekuator, sel-sel ini memanjang dan membentuk kolumnar. Di bagian ekuator ini juga sel
epitel lensa berubah membentuk serabut-serabut lensa karena di bagian ini aktivitas
mitotik berada pada puncaknya. Fungsi sel epitel lensa adalah untuk berdiferensiasi
membentuk serabut lensa dan terlibat dalam transportasi antara humor aquous dengan
bagian dalamnya dan sekresi material kapsul.
Seperti yang telah diketahui, serabut-serabut lensa terbentuk dari multiplikasi dan
diferensiasi dari sel epitel lensa di bagian ekuator. Oleh karena pertumbuhan normal dari
lensa bermula dari permukaan ke arah dalam, maka serabut yang terbentuk terlebih
dahulu dinamakan nukleus lensa dan serabut yang baru terbentuk dinamakan korteks.
Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 15 % protein, dan sedikit sekali
mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa
daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah dan persarafan di
lensa.
D. Korpus Vitreus
Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskuler yang membentuk duapertiga
dari volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan yang dibatasi oleh kornea, retina
dan diskus optikus. Permukaan luar vitreus (membrane hiloid) normalnya kontak dengan
struktur-struktur seperti kapsul lensa posterior, serat-serat zonula pars plana lapisan epitel,
10

retina, dan caput nervi optici. Basis vitreus mempertahankan penempelan yang kuat
sepanjang hidup ke lapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora serata
Perlekatan ke kapsul lensa dan nervus optikus kuat pada awal kehidupan tetapi segera
hilang. Vitreus berisi air sekitar 99%. Sisanya 1% meliputi dua komponen, kolagen dan
asam hialuronat, yang memberikan bentuk dan konsistensi mirip gel pada vitreus karena
kemampuannya mengikat banyak air.
Selain keempat struktur bola mata di atas, terdapat satu struktur lagi yang penting
pada proses masuknya cahaya ke retina, yaitu pupil. Pupil merupakan lubang bundar di
tengah iris yang sesuai dengan bukaan lensa pada sebuah kamera. Pupil mengendalikan
banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran pupil pada prinsipnya diatur oleh
keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatik yang dihantarkan melalui
nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatik. Pada proses
miosis (konstriksi), otot sfingter pupil mengecilkan pupil. Hal ini terjadi pada kondisi
lingkungan yang terang dan selama proses akomodasi. Miosis merupakan aktivitas saraf
parasimpatis. Pada proses midriasis (dilatasi), otot dilator pupil melebarkan pupil. Hal ini
terjadi pada kondisi lingkungan yang gelap. Midriasis merupakan aktivitas saraf simpatis.
Secara fisiologik besarnya pupil didapatkan :
Perempuan > laki-laki
Myopia > hipermetropia
Mata biru > mata coklat
Dewasa > anak anak atau orang tua
Inspirasi > ekspirasi
III. REFRAKSI
Mata dapat dianggap sebagai kamera diamana sistem refraksinya menghasilkan
bayangan kecil dan terbalik di retina. Rangsangan ini diterima oleh sel batang dan kerucut
di retina, yang diteruskan melalui N.II ke korteks serebri pusat penglihatan, yang
kemudian tampak sebagai bayangan yang tegak. Supaya bayangan tak kabur, kelebihan
cahaya diserap oleh lapisan epitel pigmen di retina. Bila intensitas cahaya terlalu tinggi,
pupil akan mengecil untuk menguranginya. Alat-alat refraksi mata terdiri dari permukaan
kornea, humor aqueus, lensa, dan korpus vitreus. Daya refraksi kornea hampir sama
dengan humor aqueus, sedangkan daya refraksi lensa hampir sama dengan korpus vitreus.
Keseluruhan sistem refraksi mata ini membentuk lensa yang cembung dengan vokus 23
mm. dengan demikian pada mata yang emetrop, dalam keadaan istirahat, sinar yang
sejajar yang datang di mata akan dibiaskan tepat di fovea sentralis di retina. Fovea
11

sentralis merupakan posterior principal focus dari sistem refraksi mata ini dimana cahaya
yang datangnya sejajar, setelah melalui sistem refraksi ini bertemu. Fovea sentralis
letaknya 23 mm di belakang kornea, tepat dibagian dalam macula lutea. Pembiasan yang
terbesar terdapat pada permukaan anterior dari kornea, ditambah dengan permukaan
anterior dan posterior dari lensa.

Gambar 1. Refraksi pada mata emetrop


IV. AKOMODASI
Akomodasi adalah kesanggupan mata untuk memperbesar daya pembiasannya.
Akomodasi dipengaruhi oleh serat-serat sirkuler mm.siliaris. Fungsi serat-serat sirkuler
adalah mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula yang berorigo di lembah-lembah di
antara prosesus siliaris. Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa
dapat mempunyai berbagai focus baik untuk objek dekat maupun yang berjarak jauh
dalam lapangan pandang.
Ada beberapa teori mengenai mekanisme akomodasi, antara lain:
a. Teori Helmholtz. Jika mm.siliaris berkontraksi maka iris dan korpus siliaris digerakkan ke
depan bawah, sehingga zonulla Zinnii menjadi kendor, lensa menjadi cembung.
b. Teori Schoen. Terjadi akibat mm.siliaris pada bola karet yang dipegang dengan kedua
tangan dengan jari akan mengakibatkan pencembungan bola di bagian tengah.
c. Teori dari Tichering. Jika mm.siliaris berkontraksi maka iris dan korpus siliaris digerakkan
ke belakang atas/luar, sehingga zonulla Zinnii menjadi tegang, bagian perifer lensa juga
menjadi tegang, sedangkan bagian tengahnya didorong ke sentral dan menjadi cembung.

12

Gambar 2. Skema terjadinya akomodasi mata


Punctum remotum (R) adalah titik terjauh yang dapat dilihat dengan nyata tanpa
akomodasi. Pada emetrop letak R adalah tak terhingga. Punctum proksimum (P) adalah
titik terdekat yang dapat dilihat dengan akomodasi maksimal. Daerah akomodasi adalah
daerah di antara titik R dan titik P. Lebar akomodasi (A) adalah tenaga yang dibutuhkan
untuk melihat daerah akomodasi. Lebar akomodasi dinyatakan dengan dioptri, besarnya
sama dengan kekuatan lensa konfeks yang harus diletakkan di depan mata yang
menggantikan akomodasi untuk punctum proksimum.
A = 1/P 1/R
Kekuatan akomodasi makin berkurang dengan bertambahnya umur dan punctum
proksimumnya (P) semakin menjauh. Hal ini disebabkan oleh karena berkurangnya
elastisitas dari lensa dan berkurangnya kekuatan otot siliarnya.
V. PRESBIOPIA
Presbiopia merupakan keadaan refraksi mata dimana punctum proksimum (titik
terdekat yang dapat dilihat dengan akomodasi yang maksimal) telah begitu jauh sehingga
pekerjaan dekat yang halus seperti membaca, menjahit sukar dilakukan.
Pada presbiopia terjadi gangguan akomodasi pada usia lanjut. Presbiopia biasanya
mulai muncul pada usia 40 tahun. Dengan bertambahnya usia maka semakin kurang
kemampuan mata untuk melihat dekat. Presbiopia terjadi akibat lensa makin keras,
sehingga elastisitasnya berkurang. Demikian pula dengan otot akomodasinya, daya
kontraksinya berkurang sehingga tidak terdapat pengenduran zonula Zinnii yang
sempurna. Orang yang lemah dengan keadaan umum yang kurang baik sering lebih cepat
membutuhkan kacamata baca akibat presbiopia daripada orang sehat dan kuat.
Gejala dan tanda
Keluahan muncul pada saat membaca dekat. Semua pekerjaan dekat sukar dilakukan
karena penglihatan kabur. Bila dipaksakan akan muncul keluhan lain yaitu berupa mata
13

lelah, berair, dan sering terasa pedas. Penderita presbiopia memposisikan membaca
dengan menjauhkan kertas yang dibaca, sukar melakukan pekerjaan dengan melihat dekat
terutama di malam hari, sering memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca.
Koreksi mata
Untuk membantu kekurangan daya akomodasi pada presbiopia maka dapat
dipergunakan lensa positif untuk menambah kekuatan lensa yang berkurang sesuai usia.
Pada pasien presbiopia ini diperlukan kacamata baca atau adisi untuk membaca dekat
yang berkekuatan tertentu, biasanya :
+1,0 D untuk usia 40 tahun
+1,5D untuk usia 45 tahun
+ 2,0 D untuk usia 50 tahun
+ 2,5 D untuk usia 55 tahun
+ 3,0 D untul usia 60 tahun
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3,0 dioptri adalah lensa positif
terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini mata tidak melakukan
akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda yang dibaca terletak pada titik
api lensa + 3,0 dioptri sehingga sinar yang keluar akan sejajar. Kekuatan lensa kacamata
baca sering disesuaikan dengan kebutuhannya. Seperti seorang ahli music yang
membutuhkan jarak dekat 50 cm untuk membaca not-not sehingga dia membutuhkan
kacamata dengan kekuatan lensa yang lebih kecil.
VI. Miopia
Disebut sebagai rabun jauh akibat berkurangnya kemampuan untuk melihat jauh
akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Miopia adalah salah satu bentuk
kelainan refraksi dimana sinar yang datang sejajar dari jarak yang tak berhingga
difokuskan di depan retina saat mata tidak berakomodasi. Pasien dengan myopia akan
menyatakan melihat lebih jelas bila dekat sedangkan melihat jauh kabur atau pasien
adalah rabun jauh. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang masih
dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang
akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap
maka penderita akan terlihat juling ke luar atau eksotropia.

14

Gambar 3.
Derajat myopia pasien dapat ringan (1-3 dioptri), sedang (3-6 dioptri), atau berat
(lebih dari -10 dioptri). Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada
fundus okuli seperti degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer,dengan myopik
kresen pada papil saraf optik. Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan
memberikan kaca mata sferis negative terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan
maksimal.
Klasifikasi Etiologi
1. Axial miopi:
Terjadi karena pertambahan panjang diameter antero-posterior bola mata, ini
penyebab yang paling banyak.
2. Kurvatural miopi
Karena peningkatan kelengkungan kornea dan atau lensa.
3. Positional miopi
Terjadi karena pergeseran lensa ke bagian anterior.
4. Index myopia
Tipe ini terjadi karena peningkatan index refraksi lensa, missal pada nuclear
sclerosis.
5. Miopi yang berhubungan dengan akomodasi yang berlebihan.
Variasi Klinis miopi:
1. Miopia Kongenital
Miopi yang sudah terjadi sejak lahir,namun biasanya didiagnosa saat usia 2-3
tahun, kebanyakan unilateral dan bermanifestasi anisometropia. Jarang terjadi
bilateral.
Miopi kongenital sering berhubungan dengan kelainan congenital lain seperti
katarak congenital, mikrophtalmus, aniridia, megalokornea. Miopi congenital
sangat perlu dikoreksi lebih awal.
2. Miopi simplek

15

Jenis miopi ini paling banyak terjadi, jenis ini berkaiatan dengan gangguan
fisiologi, tidak berhubungan dengan penyakit mata lainnya. Miopi ini meningkat
2 % pada usia 5 tahun sampai 14 % pada usia 15 tahun. Kerena banyak ditemukan
pada anak usia sekolah maka disebut juga dengan school Myopia.
Etiologi
Suatu

variasi biologi normal dari perkembangan mata, yang mana bisa

berhubungan maupun tidak berhubungan dengan genetik.


a. Tipe axial
Variasi fisiologis dari perkembangan bola mata atau dapat berhubungan
dengan neurologi prekok pada masa anak-anak.
b. Tipe kurvatural
Terjadi karena variasi perkembangan bola mata. Hal ini dikarenakan
kebiasaan diet pada masa anak-anak ada dilaporkan tanpa kesimpulan yang
belum terbukti.
c. Genetik
Genetik berperan dalam variasi biologis pada pertumbuhan bola mata, dengan
faktor resiko;
- Jika kedua orang tua miopi prevalensi terjadinya miopi pada anaknya sekitar
20 %
- Jika salah satu dari orang tua menderita miopi maka prevalensi anaknya
menderita miopi sekitar 10%.
- Jika salah satu orang tua tidak ada menderita miopi,prevalensi miopi pada
anak sekitar 5 %.
d. Teori bekerja dengan penglihatan yang sangat dekat.
Teori ini mengatakan bahwa, miopi dapat terjadi karena kebiasaan kerja
dengan pandangan yang sangat dekat, namun pada kenyataannya teori ini
belum terbukti secara pasti.
Gejala Klinis
Gejala Subjektif:
-

Penglihatan jauh kabur merupakan gejala utama.


16

Gejala astenopia pada pasien miopi derajat ringan

Anak sering menyipitkan mata,merupakan hal yang sering dikeluhkan oleh


orang tua.

Gejala Objektif:
-

bola mata yang besar danmenonjol.

Kamera okuli anterior lebih dalam dari normal.

Fundus Normal, namun miopi kresen temporal jaran terjadi.

Biasanya terjadi saat usia 5 10 tahun dan meningkat sampai usia 18-20
tahun. Dengan rata rata 0.5 0.3 per tahun.

( Khurana A K. 2007. Chapter 3 Optics and Refraction,Comprehensive


ophtamology, fourth edition. New Age international, New Delhi)
3. Miopi patologis/ degeneratif
Miopi yang ter jadi karena kelainan pada bagian mata lain seperti, adanya
pendarahan pada badan kaca, pigmentasi pada retina dan peripapil. Miopi patologi
sudah terjadi saat usia 5 10 tahun, yang berefek saat usia dewasa muda yang
mana hal ini berhubungan dengan perubahan degenerasi pada mata.
Miopi patologis suatu hasil dari pertumbuhan yang cepat dari panjang axial bola
mata. Untuk menerangkan terjadinya kelainan aksial bola mata banyak teori
yang dikemukakan, namun belum ada hipotesis memuaskan yang bisa
menerangkan terjadinya patologi itu. Namun demikian patologi ini
berhubungan dengan herediter dan pertumbuhan bola mata

VII. HIPERMETROPIA
Hipermetrop merupakan keadaan dimana kekuatan pembiasan sinar pada mata tidak
cukup kuat untuk memfokuskan sinar pada bintik kuning (macula lutea), sehingga mata
menfokuskan sinar di belakang retina. Hipermetropia merupakan kelainan refraksi
17

dimana dalam keadaan mata istirahat semua sinar sejajar yang datang dari benda-benda
pada jarak tak terhingga dibiaskan dibelakang retina, dan sinar-sinar divergen yang
datang dari benda-benda yang jaraknya dekat dibiaskan lebih jauh lagi di belakang retina.
Hipermetropia dikenal juga dengan istilah hiperopia atau rabun dekat. Pasien denga
hipermetrop mendapat kesukaran untuk melihat dekat akibat sukarnya berakomodasi.
Keluhan akan bertambah dengan bertambahnya umur yang diakibatkan melemahnya otot
siliar untuk akomodasi dan berkurangnya kekenyalan lensa.
Penyebab utama hipermetropia adalah panjangnya bola mata yang lebih pendek.
Akibat bola mata yang lebih pendek, bayangan benda akan difokuskan di belakang retina
atau selaput jala.
Berdasarkan penyebabnya, hipermetrop dibedakan atas 3 jenis, yaitu:
1. Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan kelainan refraksi akibat bola
mata pendek atau sumbu anteroposterior yang pendek.
2. Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga
bayangan difokuskan di belakang retina.
3. Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang pada sistem optic
mata, misalnya pada usia lanjut lensa mempunyai indeks refraksi yang berkurang.

Gambar 4. Refraksi pada mata hipermetrop

Gambar 5. Penggunaan lensa positif pada hipermetrop


18

Bentuk hipermetropia
Klasifikasi
Berdasarkan kemampuan akomodasi, dibagi:
a. Hipermetropia manifes adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan
kacamata positif maksimal yang dapat memberikan tajam penglihatan normal.
Hipermetropia ini terdiri atas:
- Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan
akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya
-

hipermetropia laten berakhir dengan hipermetropia ini.


Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi

dengan akomodasi ataupun kacamata positif.


b. Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia diimbangi
seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila
diberikan sikloplegia.
Hipermetropia total adalah hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan
sikloplegia.
Patofisiologi
-

hipermetropia aksial karena sumbu aksial mata lebih pendek dari normal
hipermetropia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih lemah dari normal
hipermetropia indeks karena indeks mata lebih rendah dari normal 1

Gejala Klinis
a. Gejala Subyektif
- Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih,
-

hipermeropia pada orang tua dimana amplitudo akomodasi menurun


Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan kurang

terang atau penerangan kurang


Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata yang

lama dan membaca dekat


Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain) terutama bila
melihat pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka

waktu yang lama, misalnya menonton TV, dll


Mata sensitif terhadap sinar
Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia
Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti

konvergensi yang berlebihan pula 4


b. Gejala Obyektif
19

Karena akomodasi yang terus menerus, akan terjadi hipertrofi dari otototot

akomodasi di corpus ciliare.


Akomodasi, miosis dan konvergensi adalah suatu trias dari saraf parasympatik N

III.
Karena seorang hipermetrop selalu berakomodasi, maka pupilnya kecil (miosis).
Karena akomodasi yang terus menerus, juga timbul hiperraemi dari mata. Mata
kelihatan terus merah. Juga fundus okuli, terutama N II kelihatan merah, hingga
memeberi kesan adanya radang dari N II. Karena ini bukan radang yang
sebenarnya, maka kemerahan N II juga dinamakan pseudo-neuritis optica atau
pseudo-papillitis.

Pada hipermetropia, untuk melihat benda yang terletak pada jarak jauh sampai tak
terhingga (6m atau lebih) dengan baik, mata penderita harus berakomodasi supaya
bayangan benda yang difokuskan di belakang retina dapat dipindahkan tepat di retina.
Untuk melihat benda yang lebih dekat dengan jelas, akomodasi lebih banyak dibutuhkan,
karena bayangannya jatuh lebih jauh lagi di belakang retina. Dengan demikian untuk
mendapatkan ketajaman penglihatan sebaik-baiknya penderita hipermetropia harus selalu
berakomodasi, baik untuk penglihatan jauh, apalagi untuk penglihatan dekat.
Penderita hipermetropia sukar untuk melihat dekat dan tidak sukar melihat jauh.
Penglihatan jauh dapat terganggu bila hipermetropianya tinggi melebihi daya akomodasi,
jadi merupakan hipermetropia manifes absolut. Dengan bertambahnya usia maka
kemampuan mata berakomodasi untuk mengatasi hipermetropia ringan berkurang. Pasien
hipermetropia hingga + 2,00 D dengan usia 20 tahun masih dapat melihat jauh dan dekat
tanpa kaca mata dengan tidak mendapatkan kesukaran. Tidak demikian bila sudah
berumur 60 tahun.
Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena matanya
masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan jelas. Pada pasien
yang banyak membaca atau mempergunakan matanya, terutama pada usia yang lanjut
akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca. Selain itu sering terasa sakit
kepala, mata terasa pedas, dan tertekan. Pada usia lanjut seluruh titik focus akan berada di
belakang retina karena berkurangnya daya akomodasi mata dan penglihatan akan
berkurang.
Pada hipermetropia terjadi akomodasi terus-menerus sehingga timbul hipertrofi otot
siliaris, yang disertai terdorongnya iris ke depan, sehingga bilik mata depan menjadi
dangkal. Karena selalu berakomodasi, pupil menjadi miosis.
Penyulit pada hipermetropia
20

Mata dengan hipermetropia sering akan memperlihatkan ambliopia akibat mata tanpa
akomodasi tidak pernah melihat obyek dengan baik dan jelas. Bila terdapat perbedaan
kekuatan hipermetropia antara kedua mata maka akan terjadi ambliopia pada salah satu
mata. Mata ambliopia sering menggulir kearah temporal. Penyulit lain adalah esotropia
dan glaucoma. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya
menggunakan akomodasi. Glaucoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada
badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata.
Koreksi mata
Untuk memperbaiki kelainan refraksi adalah dengan mengubah sistem pembiasan
dalam mata. Pada hipermetropia diperlukan lensa cembung atau konveks untuk
mematahkan sinar lebih kuat ke dalam lensa. Pengobatan hipermetropia adalah diberikan
koreksi hipermetropia manifes dimana tanpa siklopegia didapatkan ukuran lensa positif
maksimal yang memberiakn tajam penglihatan normal.
Pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata sferis positif terkuat
atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal. Bila
pasien datang dengan + 3,00 D ataupun dengan + 3,25 D dan memberikan ketajaman
penglihatan normal, maka diberikan kacamata + 3,25 D. Hal ini untuk memberikan
istirahat pada mata akibat hipermetropia fakultatifnya diistirahatkan dengan lensa positif.
Pada pasien di mana akomodasi masih sangat kuat atau pada anak-anak, maka
sebaiknya dilakukan dengan memberikan siklopegik atau melumpuhkan otot akomodasi.
Dengan melumpuhkan otot akomodasi, maka pasien akan mendapatkan koreksi
kacamatanya dengan mata yang istirahat.
Pada pasien hipermetropia aksial memerlukan kekuatan lensa yang lebih tinggi untuk
menggeser sinar ke macula lutea dibanding dengan hipermetropia lain.
Pada setiap kekuatan lensa +1 dioptri akan terjadi pembesaran benda yang dilihat
sebesar 2%. Penderita yang memakai kacamata positif akan terlihat seolah-olah matanya
menjadi besar. Dengan kacamata positif tebal akan terjadi kesukaran melihat seperti
gangguan penglihatan tepi dan aberasi sferis.
Lensa kontak dapat mengurangi masalah dalam hal koreksi visus penderita
hipermetropia akan tetapi perlu diperhatikan kebersihan dan ketelitian pemakaiannya.
Selain itu, perlu diperhatikan juga masalah lama pemakaian, infeksi, dan alergi terhadap
bahan yang dipakai.
VIII. ASTIGMATISMA
21

Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa
pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan
pada satu titik. 11
Astigmat merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong
bentuk kornea makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan umumnya setiap orang
memiliki astigmat yang ringan.11
2.4.2 Etiologi
Astigmat biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir, dan biasanya berjalan
bersama dengan myopia dan hipermetropia dan tidak banyak terjadi perubahan selama
hidup. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang
di dalam perkembangnnya terjadi keadaan yang disebut astigmatism with the rule
(astigmat lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertical bertambah
atau lebih kuat atau-jari-jarinya lebih pendek disbanding jari-jari kelengkungan
kornea di bidang horizontal. 10,11
Astigmatisma dapat disebabkan oleh kelainan pada kurvatur, aksis, atau indeks
refraksi.2
Astigmatisma kurvatur pada derajat yang tinggi, merupakan yang tersering pada kornea.
anomali ini bersifat kongenital, dan penilaian oftalmometrik menunujukkan. Kebanyakan
kelainan yang terjadi dimana sumbu vertical lebih besar dari sumbu horizontal (sekitar
0,25 D). ini dikenal dengan astigmatisme direk dan diterima sebagai keadaan yang
fisiologis. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis tipe
astigmatisma ini di dapatkan pada 68 % anak-anak pada usia 4 tahun dan 95% pada usia 7
tahun.
3 Jenis Astigmatisma
1

Astigmatisma Reguler
Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang memperlihatkan kekuatan
pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu
meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi dengan bentuk yang
teratur dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.10,11
Astigmatisma reguler dapat diklasifikasikan sebagai berikut:11
a.

Simple astigmatism, dimana satu dari titk fokus di retina. Fokus lain dapat
jatuh di dapan atau dibelakang dari retina, jadi satu meridian adalah
emetropik dan yang lainnya hipermetropi atau miop. Yang kemudian ini

22

dapat di rumuskan sebagai Simple hypermetropic astigmatism dan Simple


myopic astigmatism.

Gambar 6. Simple myopic astigmatism

Gambar 7. Simple hypermetropic astigmatism

23

b. Compound astigmatism, dimana tidak ada dari dua focus yang jatuh tepat
di retina tetapi keduanya terletak di depan atau dibelakang retina. Bentuk
refraksi kemudian hipermetropi atau miop. Bentuk ini dikenal dengan
compound hypermetropic astigmatism dan compound miopic astigmatism.

Gambar 8. Compound miopic astigmatism


c.

Mixed Astigmatism, dimana salah satu focus berada didepan retina dan
yang lainnya berda dibelakang retina, jadi refraksi berbentuk hipermetrop
pada satu arah dan miop pada yang lainnya.11

Gambar 9. Mixed Astigmatism

24

Apabila meridian-meridian utamanya saling tegak lurus dan sumbu-sumbunya


terletak di dalam 20 derajat horizontal dan vertical, maka astigmatisme ini dibagi menjadi
astigmatism with the rule (astigmatisme direk), dengan daya bias yang lebih besar terletak
di meridian vertical, dan astigmatism against the rule (astigmatisma inversi) dengan daya
bias yang lebih besar terletak dimeridian horizontal. Astigmatisme lazim lebih sering
ditemukan pada pasien berusia muda dan astigmatisme tidak lazim sering pada orang
tua.11
2

Astigmatisma irregular
Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling tegak lurus. Astigmat
ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama
berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Pada keadaan ini daya atau orientasi
meridian utamanya berubah sepanjang bukaan pupil.10,11
Astigmatisma ireguler bisa terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau
akibat kelainan pembiasan.11

2.4.4 Gejala Klinis


Seseorang dengan astigmatisma akan memberikan keluhan: 10,11,12
1

Melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik

Melihat ganda dengan satu atau kedua mata

Penglihatan akan kabur untuk jauh atau pun dekat

Bentuk benda yang dilihat berubah (distorsi)

Mengecilkan celah kelopak jika ingin melihat

Sakit kepala

Mata tegang dan pegal

Mata dan fisik lelah

Astigmat tinggi (4-8 D) yang selalu melihat kabur sering mengakibatkan


ambliopia.

2.4.5 Diagnosis
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pasien akan
datang dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas. Pada pemeriksaan fisik,
terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu snellen. Periksa
kelainan

refraksi

miopia

atau

hipermetropia

yang

ada,

tentukan

tajam

penglihatan.2,10,11

25

Dengan menggunakan juring atau kipas astigmat, garis berwarna hitam yang disusun
radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang putih merupakan pemeriksaan
subyektif untuk menilai ada dan besarnya derajat astigmat.2,11
Keadaan dari astigmatisma irregular pada kornea dapat dengan mudah di temukan
dengan melakukan observasi adanya distorsi bayangan pada kornea. Cara ini dapat
dilakukan dengan menggunakan Placidos Disc di depan mata. Bayangan yang terlihat
melalui lubang di tengah piringan akan tampak mengalami perubahan bentuk.2,11
Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan
mempergunakan keratometer, derajat astigmat dapat diketahui, sehingga pada saat
dikoreksi untuk mendapatkan tajam penglihatan terbaik hanya dibutuhkan lensa sferis
saja.11

Gambar

10. Kipas Astigmat

Gambar 11..Gambaran Kornea normal dan kornea astigmat dengan tes Plasido
2.4.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
Astigmat ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman penglihataan (0,5 D atau
kurang) tidak perlu dilakukan koreksi. Pada astigmat yang berat dipergunakan
kacamata silinder, lensa kontak atau pembedahan.10
1. Kacamata Silinder

26

Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif dilakukan
dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan selinder positif dengan
sumbu horizontal (30 150 derajat). Sedangkan pada astigmatism with the rule
diperlukan koreksi silinder negatif dengan sumbu horizontal (30-150 derajat) atau
bila dikoreksi dengan silinder positif sumbu vertikal (60-120 derajat).10,11
Pada koreksi astigmat dengan hasil keratometri dipergunakan hukum Jawal,
yaitu :
a. Berikan kacamata koreksi astigmat pada astigmatism with the rule dengan
selinder minus 180 derajat, dengan astigmat hasil keratometri yang ditemukan
ditambahkan dengan nilainya dan dikurangi dengan 0,5 D.
b. Berikan kacamata koreksi astigmat pada astigmatism againts the rule dengan
selinder minus 90 derajat, dengan astigmat hasil keratometri yang ditemukan
ditambahkan dengan nilainya dan ditambah dengan 0,5 D.10,11
2. Lensa Kontak
Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat menetralisasi
astigmat yang terjadi di permukaan kornea.2,11
3. Pembedahan
Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau khusus atau
dengan laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler atau anormal. Ada bebrapa
prosedur pembedahan yang dapat dilakukan, diantaranya : 11
a. Photorefractife Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk membentuk
kurvatur kornea.
b. Laser in Situ Keratomileusis (lasik), laser digunakan untuk merubah
kurvatur kornea dengan membuat flap (potongan laser) pada kedua sisi
kornea.
c. Radial keratotomy, insisi kecil dibuat secara dalam dikornea.
2.5 PRESBIOPIA
2.5.1 Definisi
Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin
meningkatnya umur.3 Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan
perubahan kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya
elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi. 1
Berikut ini gambar ilustrasi pembentukan bayangan pada penderita presbiopia.
27

Gambar 12. Presbiop


Diterangkan bahwa: terjadi kekakuan lensa seiring dengan bertambahnya usia,
sehingga kemampuan lensa untuk memfokuskan bayangan saat melihat dekat. Hal
tersebut menyebabkan pandangan kabur saat melihat dekat. 1
2.5.2 Etiologi
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat:
-

Kelemahan otot akomodasi


Lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa
1

2.5.3 Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata
karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul
sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi
lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung,
dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang. 1
2.5.4Gejala Klinis
o Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan
memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering
terasa pedas.
o Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin menjauh dan pada
awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil.
o Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung menegakkan
punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya sehingga mencapai titik
dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca lebih jelas.
o Presbiopia timbul pada umur 45 tahun untuk ras Kaukasia dan 35 tahun untuk ras
lainnya. 1
2.5.5 Pemeriksaan
a. Alat
28

- Kartu Snellen
- Kartu baca dekat
- Seuah set lensa coba
- Bingkai percobaan4
b. Teknik
- Penderita yang akan diperiksa penglihatan sentral untuk jauh dan diberikan
-

kacamata jauh sesuai yang diperlukan (dapat poitif, negatif ataupun astigmatismat)
Ditaruh kartu baca dekat pada jarak 30-40 cm (jarak baca)
Penderita disuruh membaca huruf terkecil pada kartu baca dekat
Diberikan lensa positif mulai S +1 yang dinaikkan perlahan-lahan sampai terbaca

huruf terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini ditentukan
- Dilakukan pemeriksaan mata satu per satu4
c. Nilai
Ukuran lensa yang memberikan ketajaman penglihatan sempurna merupakan
ukuran lensa yang diperlukan untuk adisi kacamata baca. Hubungan lensa adisi dan
umur biasanya:1,4 40 sampai 45 tahun 1.0 dioptri
45 sampai 50 tahun 1.5 dioptri
50 sampai 55 tahun 2.0 dioptri
55 sampai 60 tahun 2.5 dioptri
60 tahun 3.0 dioptri
2.5.6 Penatalaksanaan
Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu umur 40
tahun (umur rata rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5 tahun
diatasnya ditambahkan lagi sferis + 0.50
Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara:
1. kacamata baca untuk melihat dekat saja
2. kacamata bifokal untuk sekaligus mengoreksi kelainan yang lain
3. kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di segmen atas, penglihatan
sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di segmen bawah
kacamata progressive mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh, tetapi dengan
perubahan daya lensa yang progresif dan bukan bertingkat.

29

BAB III
ANALISA KASUS

1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan data medis pasien diatas, ditemukan beberapa permasalahan.
Adapun permasalahan medis yang terdapat pada pasien adalah:
Subjective
a. Penglihatan kedua mata pasien kabur jika melihat jauh dan dekat
b. Riwayat menggunakan kacamata karena pandangan kedua mata pasien kabur
sejak 2 tahun terakhir dengan dengan lensa sferis untuk mata kanan dan mata kiri.
c. Mata terasa pegal jika memakai kacamata terlalu lama dan sakit kepala.
Objective
Dari hasil pemeriksaan visus pasien pasien ditemukan bahwa
PEMERIKSAAN
Visus

OD
5/15

Koreksi

5/15

OS
5/20

+,100

C 5/20 S +1,25

+0,50 x 110o 5/5 DE C+0,50 x 70o


Addisi

(-)
S + 2,25 J1

5/5 DE (-)
S + 2,25 J1

2. Analisa Kasus
Berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis pasien telah memiliki riwayat
penggunaan kacamata sejak 2 tahun tahun yang lalu. Berdasarkan riwayat
penggunaan kacamata ini dapat diperkirakan bahwa pasien kemungkinan mengalami
gangguan refraksi mata. Gangguan refraksi ini dipertegas juga dengan adanya
perbaikan visus pasien pada mata kanan, yang semula 5/15 menjadi 5/5 ketika
dikoreksi dengan lensa sferis dan silindris, selain itu gangguan refraksi juga didukung
dengan tidak adanya temuan yang menunjukkan gangguan pada bilik mata depan dan
lensa. Kelainan refraksi atau ametropia merupakan kelainan pembiasan sinar pada
mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning (macula lutea),
tetapi dapat di depan atau di belakang bintik kuning dan mungkin tidak terletak pada
30

satu titik yang fokus. Hal ini menyebabkan cahaya tidak dibiaskan sebagaimana
mestinya sehingga gambaran yang terbentuk pada retina dan dipersepsikan oleh otak
terlihat kabur. Hal inilah yang kemungkinan menyebabkan pandangan kedua mata
pasien menjadi kabur. Gangguan refraksi atau ametropia yang dialami pasien dapat
berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisme. Pada pasien ini kelainan yang
didapat adalah hipermetrop, astigmatisma serta presbiopia.
Pasien didiagnosa dengan hypermetrop karena pasien mengeluh melihat buram
baik dekat maupun jauh. Pengobatan pasien dengan hypermetrop adalah dengan
memberikan kaca mata sferis positif, sama seperti yang dipergunakan oleh pasien
untuk kedua mata pasien. Pada pasien ditemukan penggunaan kacamata silinder pada
mata kanan, penggunaan kacamata ini adalah untuk menatalaksanai kondisi gangguan
refraksi astigmatisma, sehingga kemungkinan besar pasien mengalami astigmatisma.
Pada pasien dari hasil pemeriksaan visus koreksi dengan kacamata, didapatkan bahwa
dengan pemberian kacamata silinder +0,50 D x 110o untuk mata kanan serta +0,50 x 70o
pada mata kiri

dapat mengembalikan visus kedua mata pasien menjadi 5/5.

Berdasarkan hasil pemeriksaan ini, dapat disimpulkan pada akhirnya bahwa pasien
mengalami astigmatisma tipe hipermetrop simplek ODS dengan presbiop, karena pasien
menggunakan kacamata koreksi dengan kaca silinder konkaf (silinder negatif) dan
mengingat usia pasien yang sudah menginjak 55 tahun. Maka setelah dilakukan penilaian
tajam penglihatan dan dilakukan koreksi kelainan refraksi, dilakukan pemeriksaan
presbiopia dengan adisi ADD : S+1,75 berdasarkan adisi rata-rata menurut usia, sebagai
berikut :
- 40 tahun : + 1.00 D
- 45 tahun : + 1.50 D
- 50 tahun : + 2.00 D
- 55 tahun : + 2.50 D
- 60 tahun : + 3.00 D

31

Pada pasien dengan astigmatisma biasanya ditemukan manifestasi klinis berupa:


1. Pengelihatan kabur atau terjadi distorsi
2. Pengelihatan mendua atau berbayang - bayang
3. Nyeri kepala
4. Nyeri pada mata

Pada pasien ditemukan adanya pandangan kabur saat melihat jauh maupun
ketika melihat jarak dekat. Gangguan refraksi pada mata pasien menyebabkan
pasien harus melakukan akomodasi kuat, karena dengan proses akomodasi ini
akan membatu pembiasan lensa mata sehingga memungkinkan pasien untuk
melihat dengan lebih baik. Akomodasi untuk membantu penglihatan ini dibantu
oleh kinerja dari otot siliaris pada mata. Pada saat proses akomodasi otot siliaris
akan mengalami kontraksi. Pada gangguan refraksi atau ketika pandangan mata
menjadi kabur, diperlukan akomodasi yang kuat, dan jika seseorang melakukan
aktivitas yang membutuhkan daya penglihatan kuat seperti menggunakan
komputer waktu lama dengan kondisi mengalami gangguan refraksi, maka otot
siliaris akan dipaksa untuk berkontraksi dalam waktu yang lama untuk
mendukung akomodasi, sehingga otot siliaris akan mengalami fatigue ketika
sudah mencapai ambang batas pemakaian. Kelelahan atau respon nyeri yang
dialami oleh otot siliaris ini juga akan merangsang terjadinya refleks nyeri kepala
pada pasien. Hal ini belum terjadi pada pasien, dimungkinkan karena adanya
mekanisme kompensasi oleh pasien.

32

DAFTAR PUSTAKA
1. Wilson F. Practical ophthalmology. 5th ed. Singapore: American Academy of
ophthalmology. 2005. 65-6, 90-2
2. Ilyas S. Kelainan refraksi dan kacamata. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2006. 114, 35-48
3. Eva RP. Anatomi dan embriologi mata. In: Vaughan DG, Asbury T, Eva RP, editors.
Oftalmologi umum. 14th ed. Jakarta: Penerbit Widya Medika. 2000. 7-15
4. Lang GK. Ophthalmology a short textbook. Stuttgart: Thieme. 2000. 117-9
5. Snell RS, Lemp MA. Clinical anatomy of the eye. 2nd ed. Oxford: Blackwell
Publishing. 2006. 143-9, 171, 197-207
6. Rabbets RB, Mallen EE. Accomodation and near vision the inadequate-stimulus
myopias. In: Rabbets RB, editor. Clinical visual optics. 4th ed. Edinburgh: Elsevier. 2007.
129-31
7. American Academy of Ophthalmology. Optics, refraction, and contact lenses. Section
3. American Academy of Ophthalmology. 2003. 118-9, 50
8. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket atlas of ophthalmology. 2006. 135-7
9. Scheie HG, Albert DM. Textbook of ophthalmology. 9th ed. Philadelphia: WB
Saunders Company. 269-70, 72-73
10. Twa M, Moreira S. Astigmatism and toric contact lenses. In: Mannils MJ, Zadnik K,
Ghanem CC, Jose NK, editors. Contact lenses in ophthalmic practice. New York:
Springer. 2004. 90-3
11. Olver J, Cassidy L. Ophthalmology at a glance. Massachusetts: Blackwell Science.
2005 22-4

33

You might also like