You are on page 1of 18

LAPORAN PRAKTIKUM

PATOLOGI ANATOMI
I. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami gambaran makroskopik dari kelainan-kelainan
hematologi berupa Leukemia, Kanker serviks, dan Tumor mesenkimal.
2. Mengetahui dan memahami gambaran histopatologi dari kelainan-kelainan
hematologi berupa Leukemia, Kanker serviks, dan Tumor mesenkimal.
II. Alat & Bahan
1. Mikroskop
2. Slide demo
3. Sediaan/preparat:
a. Acute Lymphoblastic Leukemia
(ALL)
b. Chronic lymphocytic Leukemia
c.
d.
e.
f.

(CLL)
Fibroadenoma mammae
Usual ductal hyperplasia
Atypical ductal hyperplasia
Karsinoma duktal In-situ

payudara
g. Karsinoma payudara
h. Limfadenitis kronik/sinus katar
(KGB tanpa metastasis)
i. Metastasis KGB
j. Displasia/CIN (cervical

1) CIN I (kondiloma)
2) CIN II
3) CIN III
k. Karsinoma In-Situ sel skuamosa
serviks
l. Karsinoma sel skuamosa berkeratin
serviks
m. Karsinoma sel skuamosa tidak
n.
o.
p.
q.
r.
s.

berkeratin serviks
Lipoma
Liposarkoma
Rabdomiosarkoma
Limfoma hodgkin
Limfoma non-hodgkin
Epiteliosis

intraepithelial neoplasia)

Kelompok 1 | Laporan Praktikum Patologi Anatomi Modul Hematologi


& Onkologi

t.
III.Cara Kerja
1. Mempersiapkan mikroskop yang akan digunakan untuk pengamatan.
2. Memasang preparat di bawah mikroskop.
3. Pengamatan pertama dilakukan dengan pembesaran kecil 10x10, lalu jika
struktur yang diinginkan telah didapat, dengan pembesaran yang lebih besar
10x40/10x100 dilakukan pengamatan lebih mendetail.
IV. Hasil
u. Praktikum 1: Leukemia
v.
1. Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL)

w.
x.

y. Sediaan biopsi menunjukkan keping-keping tulang dan jaringan sumsum


tulang yang hiperseluler. Seri megakariosit, eritrosit dan mieloid terdesak.
Tampak proliferasi sel limfoblas dengan ciri besar dari limfosit matur,
kromatin inti halus, nukleolus tidak ada atau tidak mencolok. Inti bulat/oval
atau convoluted. Sitoplasma sedikit dan tidak mengandung granul. Mitosis
banyak dijumpai.
z.
2. Chronic Lymphocytic Leukemia (CLL)

aa.
ab.

ac. Spesimen dari sumsum tulang terlihat hiperseluler terutama terdiri dari
limfosit matur. Sel berukuran kecil, bulat, tanpa anak inti. Sitoplasma sedikit,
tanpa anak inti. Lini/galur sel lainnya tertekan.
ad.
ae. Praktikum 2: Kanker Serviks
af.
A. Onkogenesis Karsinoma Mammae
1. Fibroadenoma Mammae (FAM)
ag.
ah.

ai.
aj.
ak.
al. Sediaan menunjukkan massa tumor
berbatas tegas atau bersimpai. Massa
tumor tersusun oleh proliferasi
asinus/duktulus yang sebagian
memanjang dengan lumen yang
sempit. Stroma umumnya
miksoid/fibrotik.
am.
2. Hiperplasia Intra Duktus
an. Usual Ductal Hyperplasia (UDH)

ao. Kelainan

ap.

ar. Atypical Ductal Hyperplasia (ADH)


at.

utama
yang
tampak
adalah
dominasi
dari pada
hiperplas
ia epitel
di dalam
duktus.
Sediaaan
menunju
kan selsel epitel
yang
berprolif
erasi di
dalam
lumen
duktus
yang
masih
berbatas
baik/berb
atas
tegas. Sel
penyusun
adalah
sel
miopelite
l dan sel
epitel
kuboid/
torak
rendah
yang
bertumpu
k atau
berprolif
erasi ke
dalam
duktus.
Sel epitel
ini dapat

membent
uk
struktur
padat,
kribiform
is dan

av.
3. Karsinoma Duktal In-Situ Payudara

aw.
ax.

ay. Karsinoma duktal insitu dapat merupakan keganasan yang berdiri sendiri atau
awal dari bentuk invasif. Sediaan menunjukan sel-sel tumor yang masih
terbatas dalam duktus, belum menembus membran basal. Sel penyusun
beragam bergantung kepada derajat diferensiasi dari berukuran kecil,
monoton, bulat uniform, sampai kepada sel berukuran besar,rasio inti dan
sitoplasma meningkat, inti bulat, hiperkromatik/vesikuler, kromatin kasar,
kadang dengan anak inti mencolok. Sel tumor dapat membentuk struktur
padat, kribiformis dan atau pola mikropapiler. Dapat ditemukan pula
gambaran tumor solid dengan nekrosis di tengahnya.
az.
ba.
bb.
bc.
bd.
be.
bf.
bg.
bh.
bi.
bj.

bk.
bl.
bm.
bn.
bo.
bp.
bq.
br.
bs.
bt.
bu.
bv.
bw.
bx.
by.
bz.
4. Karsinoma Payudara

1.
2.
3.
4.
5.
6.

ca. Karsinoma payudara invasif (infiltratif) mempunyai berbagai macam jenis,


yaitu:
Karsinoma duktus invasif
Karsinoma lobulus invasif
Karsinoma medularis
Karsinoma koloid (karsinoma musinosa)
Karsinoma tubulus
Tipe lain
cb. Dari semua jenis ini, karsinoma duktus invasif merupakan jenis tersering.
Karsinoma duktal, berasal dari sistem duktulus-duktulus dan karsinoma ini
mencapai 70-80% dari seluruh keganasan payudara. Karena biasanya
memiliki banyak stroma, karsinoma ini disebut juga sebgai scirrhous
carcinoma.
cc. Sebagian besar kersinoma duktus menimbulkan respon demosplastik, yang
menggantikan lemak payudara normal dan membentuk masa yang teraba
keras. Gambaran klinis karsinoma payudara mencakup kecenderungan untuk
melekat ke otot pektoralis atau fasia dalam di dinding dada sehingga terjadi
fiksasi lesi, serta melekat ke kulit di atasnya, yang menyebabkan retraksi dan
cekungan kulit atau putting. Keterlibatan jalur limfatik dapat menyebabkan
limfedema lokal, sehingga kulit mengalami penebalan di sekitar folikel
rambut, suatu keadaan yang dikenal sebagai peau dorange (kulit jeruk).

cd. Gambaran mikroskopik cukup heterogen, berkisar dari tumor dengan


pembentukan tubulus yang sempurna serta nukleus derajat rendah hingga
tumor yang terdiri atas lembaran-lembaran sel anaplastik. Tepi tumor biasanya
iregular. Terlihat masa tumor yang infiltratif, tersusun atas sel dengan inti
pleomorfik, hiperkromatik, anak inti mencolok. Sel tumor membentuk struktur
padat, sebagian tumbuh di antara jaringan ikat padat (skirus). Dapat pula
ditemukan gambaran tumor solid dengan nekrosis di tengahnya.
ce.
cf.
cg.
ch.
ci.

cj.
ck.
cl.
5. Limfadenitis Kronik/Sinus Katar (KGB Tanpa Metastasis)
cm.Pembesaran kelenjar getah
bening antara lain dapat
dijumpai pada radang dan
keganasan di organ
sekitarnya. Reaksi kronik
pada KGB sangat
bergantung kepada
penyebabnya. Hampir
seluruh infeksi kronik yang
disebabkan oleh organisme
yang dapat merangsang sel
B, akan menyebabkan
hiperplasia daerah
parakorteks. Pada
keganasan, pembesaran
KGB belum tentu merupakan akibat dari metastasis. Pembesaran KGB
regional dari area yang mengandung keganasan dapat berupa sinus katar, yaitu
sinus yang melebar berisi berbagai sel radang dan cairan plasma. Sinus katar
diduga sebagai reaksi akibat menampung metabolit sel ganas. Kelenjar limfe
biasanya membesar, perabaannya keras karena fibrosis. Tidak disertai nyeri
tekan.
cn. Gambaran mikroskopik tampak arsitektur kelenjar masih normal dengan
pelebaran sinus yang mencolok berisi proliferasi histiosit (histiositosis sinus).
co.
6. Metastasis KGB

cp. Metastasis
Ca
mamae
(karsinoma payudara) dapat
terjadi melalui saluran limfa
dan darah. Metastasis ke
KGB ditemukan sekitar 40%
kanker yang bermanifestasi
sebagai massa yang dapat
dipalpasi, tetapi pada kurang
dari 15% kasus yang
ditemukan
dengan
mamografi.
Lesi
yang
terletak
ditengah
atau
kuadran luar biasanya mulamula menyebar ke kelenjar
aksila. Tumor yang terletak
di kuadran dalam sering mengenai KGB di sepanjang arteri mamaria interna.
metastasis dapat berupa noduler dan merata. Metastasis mungkin timbul
bertahun-tahun setelah lesi primer tampaknya telah terkontrol oleh terapi,
kadang-kadang 15 tahun kemudian.
cq. Gambaran mikroskopik menunjukkan jaringan KGB, berkapsul, mengandung
massa tumor epitelial yang infiltratif, tersusun atas sel dengan inti pleomorfik,
hiperkromatik, anak inti mencolok. Sel tumor membentuk struktur yang sama
dengan tumor primernya.
cr.
cs.
B. Onkogenesis Karsinoma Sel Skuamosa Serviks
1. Displasia/Cervical Intraepithelial Neoplasia (CIN) I

ct.

Displasia
adalah lesi
prakanker
yang dapat
terjadi akibat
infeksi HPV
yang
berlanjut.
Displasia

diklasifikasikan menurut derajat maturasi sel epitel dan distribusi atipia


sitologis. Displasia ini dibagi menjadi ringan, sedang, berat (CIN/NIS I, II, III)
cu. CIN I (Kondiloma), bila maturasi sel pada 2/3 lapis superfisial. Di sertai atipia
ringan termasuk koilisitosis. Mitosis ada di sel basal.
cv. Displasia ringan dan sedang bersifat reversibel jika faktor etiologi
dihilangkan. Perubahan di epitel serviks pada CIN diawali oleh displasia
ringan yang disebut CIN I atau kondiloma datar. Lesi ini ditandai dengan
perubahan koilositotik, terutama di lapisan superfisial epitel. Koilositosis ini
terbentuk karena angulasi nukleus yang dikelilingi oleh vakuolisasi
perinukleus akibat efek sitoatik virus, dalam hal ini HPV.
cw.
2. Displasia/Cervical Intraepithelial Neoplasia (CIN) II
cx. CIN II, bila maturasi ada pada lapis superfisial disertai atipia yang lebih
nyata disertai koilositosis pada lapisan superfisial dan lapisan sel basal.
Mitosis ada di 2/3 basal, mungkin ada mitosis atipik.

cy. Pada CIN


II

displasianya lebih parah, mengenai sebagian besar lapisan epitel. Kelainan


berkaitan dengan variasi dalam ukuran sel dan nukleus serta mitosis normal di
atas lapisan basal. Perubahan ini umumnya dianggap sebagai displasia sedang
apabila terdapat maturasi epitel. Lapisan superfisial sel masih berdiferensiasi
baik, tetapi pada beberapa kasus lapisan ini memperlihatkan perubahan
koilositotik.
cz.
3. Displasia/Cervical Intraepithelial Neoplasia (CIN) III
da. CIN III, tidak ada maturasi sel
disertai atipia yang mencolok.
Mitosis mudah dijumpai pada
seluruh tebal epitel, dan bisa
mengandung banyak mitosis
atipik.
db. Pada CIN III, akan terlihat
gambaran khas dengan ukuran sel
dan nukleus yang lebih bervariasi,
kekacauan orientasi sel, dan
mitosis normal atau abnormal;
perubahan ini mengenai hampir
semua lapisan epitel dan ditandai
dengan hilangnya pematangan.
Diferensiasi sel permukaan dan
gambaran koilostitotik biasanya
telah lenyap
dc. Pada stadium selanjutnya, apabila
terjadi perluasan perubahan displastik menjadi lebih atipikal, adalah kanker
invasif. Namun, perkembangan dan timbulnya kanker invasif ini titdak selalu
terjadi.
dd.

4. Karsinoma In-Situ Sel Skuamosa Serviks


de. Displasia adalah lesi
pra-kanker yang
dapat terjadi akibat
infeksi Human
Papiloma Virus
(HPV) yang
berlanjut. Displasia
dibagi menjadi
ringan, sedang ,
berat menurut
Cervical
Intraepithelial
Neoplasia (CIN IIII). Resiko
berkembangnya CIN menjadi keganasan sesuai dengan derajat CIN/NIS,
tetapi laju progresifitas tidak sama. Karsinoma in-situ merupakan prekursor
karsinoma invasif, 70% wanita dengan karsinoma in-situ yang tidak diobati
akan berkembang menjadi karsinoma invasif. Sulit membedakan antara
displasia/CIN/ NIS III dengan karsinoma in-situ.
df. Pada kenampakan mikroskopik, sediaan menunjukkan hilangnya arsitektur
normal secara total. Sel-sel dengan atipia keras ditemukan pada seluruh
lapisan epitel dan tidak terdapat tanda-tanda pematangan di lapisan superfisial.
Mitosis ditemukan pada seluruh lapisan, dapat berjumlah banyak dan dapat
berupa mitosis atipik. Perhatikan bahwa belum terjadi penembusan pada
membran basal.
dg.
5. Karsinoma Sel Skuamosa Berkeratin Serviks

dh. Merupaka
n
keganasan
tersering
serviks.
Tumor ini
umumnya
tumbuh
ekosofitik.
di. Pada
sediaan

mikroskopik, menunjukkan massa tumor solid dengan sel pleomorfik,


hiperkromatik, dan sitoplasma eosinofilik. Tampak adanya Individual Cell
Dyskeratosi, dan pembentukan mutiara keratin yang merupakan ciri
karsinoma sel skuamosa berkeratin.
dj.
6. Karsinoma Sel Skuamosa Serviks Tidak Berkeratin Serviks

dk.
dl.

dm. Sediaan menunjukkan massa tumor solid tersusun atas sel dengan inti
pleomorfik, hiperkromatik, sitoplasma eosinofilik. Tampak adanya Individual
Cell Dyskeratosis tanpa ditemukan mutiara keratin.
dn.

do.
dp. Praktikum 3: Tumor Mesenkimal
dq.
1. Lipoma

dr.
ds.

dt. Lipoma adalah neoplasma mesenkimal tersering ditemukan. Tumor ini


bersimpai, tersusun atas sel lemak, sehingga gambaran makroskopiknya
adalah kuning. Dapat ditemukan di mana saja, paling sering ditemukan pada
daerah subkutis leher dan tubuh. Gambaran mikroskopiknya menunjukkan
massa tumor yang berlobus-lobus yang tersusun atas proliferasi sel lemak
matur. Lobus dipisahkan oleh septa jaringan ikat matur.
du.
2. Liposarkoma
dv. Liposarkoma
adalah
neoplasma
mesenkimal
ganas dari sel
lemak. Tumor
ini tidak
bersimpai
invasif, tersusun
atas sel-sel
lemak yang
atipik ganas.
Gambaran
makroskopiknya
kuning. Seperti
pada lipoma,
dapat ditemukan di mana saja, paling sering ditemukan pada daerah subkutis
leher dan tubuh. Gambaran mikroskopiknya menunjukkan massa tumor yang
berlobus- lobus/ bervakuol atipik (lipoblas maligna) yang tersusun atas

dw.
dx.
3. Rabdomiosarkoma
dy. Rabdomiosark
oma adalah
keganasan
yang berasal
dari sel otot
serat lintang.
Tumor ini
sering
ditemukan
pada anakanak dan
dibedakan
atas beberapa
subtipe.
Gambaran
yang
terpenting
untuk mendiagnosis sediaan ini adalah ditemukannya rabdomioblas, sel
spyderweb dan sel berbentuk tadpole. Keganasan ini tergolong pada sarkoma
derajat keganasan tinggi. Pada gambaran mikroskopiknya dapat dilihat massa
tumor seluler tersusun atas sel dengan inti pleomorfik, hiperkromatik, kadang
bizar. Inti sel tumor biasanya eksentrik dengan sitoplasma yang eusinofilik.
dz.
4. Limfoma Non Hodgkin

ea.
eb.

ec. Pada gambaran makroskopiknya dapat ditemukan mitosis dengan kesan kaki
tiga, pada kelenjar getah beningnya menunjukkan gambaran difus tersusun
oleh sel yang berukuran besar. Sel ini berbentuk bulat/oval, inti dengan
kromatin berbutir sebagian disertai nukleolus tunggal ditengah atau 2-3
nukleolus di dinding inti.Sitoplasma sedikit amfofilik. Mitosis mudah
ditemukan.
ed.
ee.
5. Limfoma Hodgkin

ef.

eg.

eh.

ei.

ej. Pada gambaran mikroskopik, tampak kelenjar getah bening yang berpola difus
disusun oleh sel limfosit kecil, sel plasma, eosinofil sebagai latar belakang dan
sel-sel berukuran lebih besar berinti tunggal atau ganda disertai nukleolus
nyata tersebar di antaranya. Dinding inti dapat ireguler. Mitosis mungkin dapat
ditemukan.
ek.
el.
em.
en.
eo.
ep.
eq.
er.

es.
et.
eu.
6. Epiteliosis
ev. Gambaran
mikroskopik
proliferasi
kelenjar kecil
dan bundar
yang
distribusinya
tidak teratur di
dalam jaringan
adiposa atau
jaringan ikat
padat. Sebagian
besar struktur
kelenjar
memiliki lumen
terbuka dengan
material
eosinofilik.
Tidak adanya lapisan mioepitelial terluar. Untuk membedakannya dengan
karsinoma tubular maka perlu dilakukan pewarnaan imunohistokimia kolagen
tipe IV dan pewarnaan antigen membran epitel.
ew.
ex.
V. Referensi
1. PSPD UNPAR. Buku panduan praktikum (BPP) modul hematologi dan onkologi.
Palangka Raya: PSPD UNPAR; 2013.
2. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi robbins. Ed. 7. Vol. 2. Dalam:
Hartanto H, Darmaniah N, Wulandari N, editor edisi bahasa Indonesia. Jakarta: EGC;
2007.
3. Nasar IM, Himawan S, Marwoto W. editors. Buku ajar patologi II (khusus). Ed. 1.

Jakarta: Sagung Seto; 2010.

You might also like