You are on page 1of 7

1.

Pathogenesis
Patogenesis adalah mekanisme infeksi dan mekanisme perkembangan penyakit. Infeksi adalah
invasi inang oleh mikroba yang memperbanyak dan berasosiasi dengan jaringan inang. Infeksi
berbeda dengan penyakit. Kapasitas bakteri menyebabkan penyakit tergantung pada
patogenitasnya. Dengan kriteria ini, bakteri dikelompokan menjadi 3, yaitu agen penyebab
penyakit, patogen oportunistik, nonpatogen
Patogenesis infeksi bakteri mencakup inisiasi dari proses infeksi dan mekanisme yang
menyebabkan pemunculan tanda-tanda dan simtom penyakit. Ciri khas bakteri patogen antara
lain kemampuan transmisi, perlekatan pada sel inang, invasi sel dan jaringan inang, toksigenitas,
dan kemampuan untuk menghindari sistem imun inang.
Manisfestasi klinik dari penyakit (misalnya, diare, batuk, secret genital) yang dihasilkan oleh
mikroorganisme seringkali mengakibatkan penularan bakteri. Contoh sindroma klinik dan
bagaimana hal ini meningkatkan penularan bakteri penyebab adalah sebagai berikut: Vibrio
cholerae dapat menyebabkan diare hebat yang dapat mengkontaminasi garam dan air segar; air
minum atau makanan laut seperti tiram dan kepiting yang terkontaminasi; minum air atau makan
makanan laut yang terkontaminasi dapat infeksi dan penyakit
Pintu masuk bakteri patogen ke dalam tubuh yang paling sering adalah tempat dimana selaput
mukosa bertemu dengan kulit: saluran pernafasan (jalan nafas atas dan bawah), saluran
pencernaan (terutama mulut), saluran kelamin, saluran kemih. Daerah abnormal selaput mukosa
dan kulit (misalnya, luka potong, luka bakar, dan luka lainnya) juga sering menjadi tempat
masuk. Kulit dan selaput mukosa normal memberikan pertahanan primer terhadap infeksi. Untuk
menimbulkan penyakit, patogen harus menembus pertahanan.
Sekali masuk ke dalam tubuh, bakteri harus menempel atau melekat pada sel inang, biasanya sel
epitel. Setelah bakteri menetap pada tempat infeksi pertama, bakteri berkembang biak dan
menyebar langsung melalui jaringan atau lewat sistem getah bening menuju aliran darah. Infeksi
ini (bakteremia) dapat bersifat sementara atau menetap. Bakteremia memungkinkan bakteri
untuk menyebar luas dalam tubuh dan mencapai jaringan yang cocok bagi
perkembangbiakannya.
Proses infeksi pada kolera meliputi pemakanan Vibrio cholerae, penarikan kemotaktik bakteri ke
epitel usus, pergerakan bakteri dengan flagel kutub tunggal, dan penetrasi lapisan mukosa pada
permukaan intestinal. V. cholera melekat pada permukaan sel epitel diperantarai oleh pili dan
mungkin oleh pelekat lain. Produksi toksin kolera mengakibatkan klorida dan air ke dalam lumen
usus, menyebabkan diare dan ketidakseimbangan elektrolit.
a. Vibrio cholera

Pada penderita penyakit kolera ada beberapa hal tanda dan gejala yang ditampakkan,
antaralainialah :

Diare yang encer dan berlimpah tanpa didahului oleh rasa mulas atau tenesmus.
Feaces atau kotoran (tinja) yang semula berwarna dan berbau berubah menjadi cairan
putih keruh (seperti air cucian beras) tanpa bau busuk ataupun amis, tetapi seperti
manis yang menusuk.
Feaces (cairan) yang menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan akan
mengeluarkan gumpalan-gumpalan putih.

Diare terjadi berkali-kali dan dalam jumlah yang cukup banyak.

Terjadinya muntah setelah didahului dengan diare yang terjadi, penderita tidaklah
merasakan mual sebelumnya.

Kejang otot perut bisa juga dirasakan dengan disertai nyeri yang hebat.

Banyaknya cairan yang keluar akan menyebabkan terjadinya dehidrasi dengan


tanda- tandanya seperti ; detak jantung cepat, mulut kering, lemah fisik, mata cekung,
hypotensi dan lain-lain yang bila tidak segera mendapatkan penangan pengganti
cairan tubuh yang hilang dapat mengakibatkan kematian.
Kolera dapat menyebar sebagai penyakit yang endemik, epidemik, atau pandemik. Bakteri vibrio
cholerae berkembang biak dan menybar melalui feces (kotoran) manusia, bila kotoran yang
mengandung bakteri ini mengkontaminasi air sungai dan sebagainya maka orang lain yang
terjadi kontak dengan air tersebut beresiko terkena penyakit kolera itu juga.
Vibrio parahaemolyticus
Masa inkubasi: 8-72 jam
Gejala utama: sakit perut, diare, mual, dan muntah
Disertai sedikit demam & rasa kedinginan
Sembuh dalam waktu 2-5 hari
Tidak disebabkan toksin
Penularannya Dengan mengkonsumsi makananan laut yang sudah terkontaminasi

Vibrio vulnficus

Masa inkubasi: biasanya 12 72 jam sesudah mengkonsumsi seafood mentah atau setengah
matang,
Masa penularan: dianggap tidak terjadi penularan dari orang ke orang baik langsung
atau melalui makanan yang terkontaminasi kecuali pada keadaan tertentu.
Penularan terjadi diantara mereka yang mempunyai risiko tinggi, yaitu orang-orang yang
immunocompromised atau mereka yang mempunyai penyakit hati kronis, infeksi terjadi
karena mengkonsumsi seafood mentah atau setengah matang. Sebaliknya, pada hospes normal
yang imunokompeten, infeksi pada luka biasanya terjadi sesudah terpajan dengan air payau
(misalnya kecelakaan ketika mengendarai perahu/boat) atau dari luka akibat kecelakaan kerja
(pengupas tiram, nelayan).

2. Factor virulensa
Virulensi adalah ukuran patogenitas organisme. Tingkat virulensi berbanding lurus dengan
kemampuan organisme menyebabkan penyakit. Tingkat virulensi dipengaruhi oleh jumlah
bakteri, jalur masuk ke tubuh inang, mekanisme pertahanan inang, dan faktor virulensi bakteri.
Secara eksperimental virulensi diukur dengan menentukan jumlah bakteri yang menyebabkan
kematian, sakit, atau lesi dalam waktu yang ditentukan setelah introduksi

faktor virulensi seringkali didefenisikan sebagai sifat bakteri yang berhubungan dengan
kemampuan untuk menimbulkan penyakit, terutama jika faktor yang di maksud dapat digunakan
sebagai target vaksin atau terapi.
Faktor Kolonisasi dan Perlekatan
Sel-sel epitel mukosa biasanya mengeluarkan mukus untuk membersihkan permukaan
mukosa secara teratur. Sel-sel epitel mukosa hanya memerlukan waktu 48 jam untuk
meregenerasi sel-sel yang rusak. Untuk menginfeksi, kebanyakan bakteri harus melekatkan diri
dan memperbanyak diri di permukaan mukosa sebelum mukus dan silia sel epitel membuannya.
Untuk itu, bakteri memiliki pili atau fimbria yang dapat dipakai sebagai alat perlekatan ke
permukaan mukosa. Faktor kolonisasi juga memerankan peranan penting dalam perlekatan
bakteri ke permukaan mukosa. Salah satu bakteri yang menghasilkan faktor kolonisasi adalah V.
cholerae,
Toksin

Faktor virulensi utama dihasilkan oleh Vibrio cholerae merupakan enterotoksin ekstraseluler
yang kuat yang berperan pada sel usus kecil. Enterotoksin tersebut merupakan toksin yang
pertama kali ditemukan serupa dan berhubungan sangat dekat toksin pada E. coli,dalam struktur
dan fungsinya.
V. cholerae menimbulkan epidemi penyakit diare (kolera) di berbagai bagian dunia dan
merupakan penyakit akibat toksin yang sifatnya penting. Setelah memasuki inang lewat makanan
atai minuman yang tercemar, V. cholerae menembus lendir usus dan melekat pada mikrovili
pada brush border sel epitel usus. V. cholerae O1 dan O139
Toksin Cholera (CT), atau choleragen, merupakan suatu molekul protein kompleks dengan
berat molekul sekitar 84.000 Da. Disusun oleh dua subunit utama, subunit A yang melakukan
respon untuk aktivitas biologi dan subunit B, yang melakukan respon pengikatan seluler toksin.
Subunit A terdiri dari dua polipeptida yang diikat bersama oleh suatu ikatan disulfida tunggal.
Aktifitas toksik ditempatkan pada A1, sedangkan A2 tersedia sebagai pengikat subunit B.
Subunit B terdiri dari lima peptida identik dengan masing-masing berat molekul 11.500 Da.
Subunit B berikatan sangat cepat dan irreversibel kepada molekul monosialogangliosid GM1
dari sel usus kecil.Subunit A selanjutnya terlepas dari subunit B dan menembus membran seluler.
Aktifasi A1 terjadi dengan reduksi ikatan disulfida. A1 yang teraktifkan secara enzimatik, dengan
mentransfer adenosin difosfat ribosa dari nikotinamid adenin dinukleotida (NAD) menjadi
protein pengikat-GTP (guanosintrifosfat) yang mengatur aktifitas adenylcyclase. Aksi tersebut
menghambat mekanisme turnoff GTP dari aktivitas adenilsiklase dan meningkatkan aktivitas
adenilsiklase. Peningkatan aktivitas adenilsiklase tersebut menyebabkan peningkatan level
cAMP intraseluler (cyclic AMP) yang menyebabkan meningkatnya sekresi
elektrolit ke dalam lumen usus. Hilangnya elektrolit layaknya peningkatan sekresi klorida
tergantung-natrium dan mencegah penyerapan Na dan Cl melintasi membrane oleh mekanisme
kotranspor NaCl. Pembentukan sekresi merupakan suatu cairan isotonis dengan konsentrasi
bikarbonat dua kali dari plasma normal dan Kalium 4-8 kali plasma normal. Pengeluaran cairan
dapat mencapai 1 liter per jam, dan pengaruhnya dapat dilihat pada pasien penderita.

3. Uji lab.
Vibrio cholera terdapat dalam dua biotipe atau galur: biotipe klasik dan biotipe El Tor.
Dinamakan El Tor karena organism tersebut diisolasi di pos karantina El Tor di Teluk Suez pada
thun 1905.

Uji

Klasik

Uji Voges-Proskauer untuk


asetilmetilkarbinol

Produksi Indol
+
Pencairan gelatin
+
Produksi H2S

Fermentasi glukosa
+
Fermentasi laktosa
Lambat
Hemolisis butir darah merah
domba atau kambing

Hemaglutinasi butir darah merah ayam

Vibrio parahemol

El Tor

+
+
+

+
Lambat
+
+

vibrio cholera

You might also like