Professional Documents
Culture Documents
Klasifikasi Hipokalemia
Hipokalemia
Ringan
Sedang
Berat
Etiologi
Intake kurang
GI loss (diare,
muntah)
Hiperinsulinemia
Cushing syndrome
Obat-obatan
Setelah olahraga
berat
Kelainan Genetik
Mual muntah
Gejala Klinis
Diare
Poliuria
Fatigue
Nyeri otot/kram
Kelemahan otototot skeletal
Tidak ada
gangguan dari
sensoris ataupun
kognitif
Gangguan jantung
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (elektrolit serum dan
urin)
Fungsi ginjal
Kadar glukosa darah
Hormon tiroid T3.T4 dan TSH
EKG dan EMG
Lebih sering
Paralitik
Serangan secara episodik,
bervariasi (fattique hingga
flaksid).
Serangan dicetuskan oleh
turunnya kadar K di serum.
Faktor pencetus utama :
berkeringat, makanan
tinggi CHO dan natrium,
tidur dan istirahat setelah
exercise
Sekitar 25% jatuh ke tipe
miopatik atau permanent
muscle weakness (PMW)
Serangan tidak
Miopatik
bervariasi
Kelemahan dirasakan
setelah aktivitas
berlebihan (pada
masa anak) dan
setelah usia
pertengahan jadi
permanent muscle
weakness (PMW).
Pasien tidak pernah
mengalami serangan
lumpuh yang episodik
Hipertiroid
Bagaimana mekanisme hipertiroid
menyebabkan hipokalmia periodic
paralysis belum sepenuhnya diketahui.
Hormon tiroid meningkatkan aktivitas NaK-ATP ase (yg cenderung memindahkan
kalium kedalam sel).
Kelebihan hormon tiroid dapat menjadi
predisposisi tejadinya paralisis secara
episodik, akibat pengaruh epinefrin dan
insulin.
Preventif
Pemberian preparat KCl oral 60 120
meq
Makanan yang mengandung K
seperti Pisang, semangka, dll
Menghindari aktivitas fisik yang
terlalu berat
Tatalaksana
Myasthenia Gravis
LMN Vs UMN
Lower Motor Neuron (LMN) Upper Motor Neuron (UMN)
weakness
weakness
Flaksid
Spastik
Hipotonus
Hipertonus
Atrofi
Fasikulasi (+)
atrophy
Fasikulasi (-)
otot
(-)
atau
disuse
Penyakit
Poliomyelitis
medula spinalis
Radiks medula
Sindroma Guillain-Barre
spinalis
Neuromuscular
Myasthenia Gravis
Junction
Saraf Perifer
Neuropati
Otot
Myopati
Myasthenia Gravis
Myasthenia gravis
suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh
suatu kelemahan abnormal dan progresif
pada otot rangka yang dipergunakan secara
terus-menerus dan disertai dengan
kelelahan saat beraktivitas
Manifestasi Klinis
Kelemahan pada otot ekstraokular atau ptosis
Kelemahan otot penderita semakin lama akan
semakin memburuk.
Manifestasi klinis
2. Otot-otot tungkai (85% sering ada
disebelah proksimal dan
asimetrik)
3. Refleks dan sensasi normal
4. Biasa mengenai hanya otot
ekstraokuler khususnya pada
orang tua
5. Kelemahan umum
6. Kelemahan otot pernapasan
Patofisiologi
Tingkatan
Kelas I
Adanya kelemahan otot-otot okular, kelemahan
pada saat menutup mata, dan kekuatan otot-otot
lain normal.
Kelas II
Terdapat kelemahan otot okular yang semakin
parah, serta adanya kelemahan ringan pada otototot lain selain otot okular.
Kelas III
Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan
otot-otot lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat
sedang.
Kelas IV
Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam
derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami
kelemahan dalam berbagai derajat.
Kelas V
Penderita terintubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.
Biasanya gejala-gejala myasthenia gravis seperti ptosis dan
strabismus tidak akan tampak pada waktu pagi hari. Di waktu sore
hari atau dalam cuaca panas, gejala-gejala itu akan tampak lebih
Diagnosis Differensial
1. Lambert-Eaton syndrome (autoantibody
terhadap pintu kanal kalsium di presinap
motor end plate) yang mengakibatkan
pelepasan asetilkolin yang sedikit. Sering
diasosiasikan deangan keganasan atau
idiopatik.
2. Neurastenia: kelemahan atau kelelahan
tanpa gangguan organic.
3. Penisilamin dapat menyebabkan
miastenia gravis: setelah menghentikan
pemakian obat ini gejala-gejala ini akan
menghilang dalam waktu minggu sampai
dengan bulan.
Pemeriksaan Penunjang
1.
2.
3.
4.
5.
Manajemen
Penatalaksanaan
Tiga penatalaksaan dasar adalah
1. pengobatan simptomatik
2. pengobatan dengan imunosupresif
3. pengobatan suportif
Pengobatan Simptomatik
Antikolinesterase
Piridostigmin 30 120 mg per oral tiap 3
jam atau Neostigmin bromide 15 45
mg per oral tiap 3 jam. Apabila
diperlukan, Neostigmin metilsulfat dapat
diberikan secara subkutan atau
intramuskularis (15 mg peroral sama
dengan 1 mg subkutan atau
intramuskular.
Pengobatan imunosupresif
Steroid: prednisolon dosis awal 10 mg
dan dapat dinaikkan secara bertahap 5
10 mg/minggu untuk menghindari
eksaserbasi
Timektomi
Plasmaferesis: penggantian plasma
sebanyak 3 8 kali dengan dosis 50
ml/kgBB.
Azatiopirin: dengan dosis 2,5 mg/kgBB
selama 8 minggu pertama
Intravena human gamma globulin
Pengobatan suportif
Intubasi
Trakeostomi
Nasogastric tube
PENDAHULUAN
Suatu sindroma klinis yang ditandai
adanya paralisis flasid
Autoimun, didahului infeksi
Saraf perifer, radiks, dan nervus
kranialis, kadang saraf sensoris,
otonom, maupun susunan
sarafpusat
Dapat terjadi pada segala usia dan
tidak bersifat herediter
Epidemiologi
0.6-1.9 per 100.000 populasi dan angka ini hampir sama di
semua negara.
SGB dapat dialami pada semua usia dan ras. Dengan usia
berkisar 30-50 tahun merupakan puncak insiden SGB,
jarang terjadi pada usia ekstrim (PERSI, 2012).
Insidensi SGB usia termuda yang pernah dilaporkan adalah
3 bulan dan paling tua usia 95 tahun.
Ras:
83 % penderita adalah kulit putih
7 % kulit hitam
5 % hispanis
1 % asia
4 % pada kelompok ras yang tidak spesifik (PERSI, 2012).
Klasifikasi
Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy
(AMSAN)
infeksi saluran cerna C.jejuni. Patologi yang ditemukan
adalah degenerasi akson dari serabut saraf sensorik dan
motorik yang berat dengan sedikir demielinisasi.
Acute pandysautonomia
Disfungsi dari sistem simpatis dan parasimpatis.
Tanpa sensorik dan motorik, jarang.
Patogenesis
Penegakan Diagnosis
Anamnesis
Parastesi
Kelemahan otot
disfagia, diplopia dan bicara tidak jelas
Gagal nafas
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan LCS
kenaikan kadar protein (1-1,5 g/dl) tanpa diikuti
kenaikan jumlah sel.
>> pasien jumlah sel pasien kurang dari 10/mm 3
dan disebut dengan istilah disosiasi albumin
sitologis .
Pemeriksaan EMG
mengkonfirmasi neuropati demielinisasi
Pemeriksaan MRI
gambaran cauda equina yang membesar
Diagnosis banding
Miastenia Gravis
Poiliomyelitis
Miositis Akut
Tatalaksana
Monitoring disfungsi jantung dan paru
- Elektrokardiografi, tekanan darah, pulse oximetry
untuk saturasi hemoglobin (Hb), kapasitas vital dan
kemampuan menelan harus dimonitor pada pasien
dengan gejala berat, setiap 2-4 jam, atau 6-12 jam
jika pasien stabil.
- Penanaman
pacemaker
jantung
sementara,
gunakan ventilator mekanik, dan pemasangan
tabung nasogastric (NGT).
Pencegahan emboli pulmo
- Pencegahan menggunakan heparin subkutan dan
kompresi pada pasien dewasa yang tidak bisa
berjalan.
Imunoterapi
- Terapi
imun
globulin
intravena
(IV)
atau
penggantian plasma.
- Pada pasien yang telah stabil atau membaik,
diobati dengan imunoterapi, tapi jangan diberikan
plasma jika sudah diterapi imun, atau sebaliknya.
Kesimpulan
Sindroma Guillain-Barre (SGB), merupakan suatu sindroma
klinis yang ditandai adanya paralisis flasid akut
berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya
adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis, dan
biasanya timbul setelah infeksi.
Gejala yang paling umum pada SGB adalah parastesi
(kesemutan), paralisis, dan dapat berakhir pada gagal
napas.
Untuk menegakkan diagnosis SGB diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan LCS, EMG, MRI.
Penatalaksanakan pada SBD antara lain adalah monitoring
fungsi jantung dan paru, dan terapi imunologis.