Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Epilepsi
2.1.1. Definisi
Epilepsi merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling umum
terjadi dan mengenai sekitar 50 juta orang di dunia. Epilepsi berupa suatu kondisi
yang berbeda-beda ditandai dengan kejang yang tiba-tiba dan berulang. Tidak ada
perbedaan usia, jenis kelamin, atau ras, meskipun kejadian kejang epilepsi yang
pertama mempunyai dua pembagian, dengan puncaknya pada saat masa kanakkanak dan setelah usia 60 tahun (WHO, 2012).
Kata epilepsi berasal dari kata Yunani dan Latin untuk kejang dan
mengambil alih (WHO, 2005). Epilepsi berasal dari kata Yunani, epilambanmein,
yang berarti serangan. Masyarakat percaya bahwa epilepsi disebabkan oleh roh
jahat dan juga dipercaya bahwa epilepsi merupakan penyakit yang bersifat suci.
Hal ini yang melatarbelakangi adanya mitos dan rasa takut terhadap epilepsi.
Mitos tersebut mewarnai sikap masyarakat dan menyulitkan upaya penanganan
penderita epilepsi dalam kehidupan normal.
Kejang berasal dari bahasa Latin, sacire, yang berarti untuk mengambil
alih. Kejang adalah suatu kejadian tiba-tiba yang disebabkan oleh lepasnya
agregat dari sel-sel saraf di sistem saraf pusat yang abnormal dan berlebihan
(Lowenstein, 2010).
Epilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai
etiologi, dengan gejala tunggal yang khas, yakni kejang berulang akibat lepasnya
muatan listrik neuron otak secara berlebihan dan paroksimal. Epilepsi ditetapkan
sebagai kejang epileptik berulang (dua atau lebih), yang tidak dipicu oleh
penyebab yang akut (Markand, 2009).
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa yang
berlebihan dan abnormal, berlangsung secara mendadak dan sementara, dengan
2.1.2. Epidemiologi
WHO melaporkan sebanyak sekitar 43 juta orang dengan epilepsi berasal
dari 108 negara yang mencakup 85,4% dari populasi dunia. Angka rata-rata orang
dengan epilepsi per 1000 populasi adalah 8,93 dari 105 negara. Angka rata-rata
orang dengan epilepsi per 1000 populasi bervariasi di seluruh wilayah. Amerika
mempunyai angka rata-rata 12,59, 11,29 di Afrika, 9,4 di Mediterania Timur, 8,23
di Eropa, dan 3,66 di Pasifik Barat. Sementara itu, Asia Tenggara memiliki angka
rata-rata sebanyak 9,97 (WHO, 2005).
Prevalensi epilepsi aktif dalam sejumlah besar studi membuktikan
keseragaman pada angka 4-10 per 1000 penduduk. Insidensi epilepsi di negara
maju adalah 24-53 per 100.000 populasi. Terdapat beberapa studi kejadian
epilepsi di negara berkembang, tetapi tidak ada yang cukup prospektif. Mereka
menunjukkan 49,3-190 per 100.000 populasi. Tingkat insidensi tinggi di negara
berkembang yang dianggap sebagai akibat dari infeksi parasit terutama
neurosistiserkosis, HIV, trauma, dan morbiditas perinatal sulit untuk ditafsirkan
karena masalah metodologis, terutama kurangnya penyesuaian usia, yang penting
karena epilepsi memiliki dua bimodal terkait usia. Sedangkan di negara maju,
insidensi di kalangan orang tua meningkat dan menurun di kalangan anak-anak.
Hal ini diakibatkan karena meningkatnya risiko penyakit serebrovaskular.
Sebaliknya, perawatan obstetrik yang lebih baik dan pengendalian infeksi dapat
mengurangi angka kejadian pada anak-anak. Tingkat insidensi di dunia lebih
besar pada pria dibandingkan wanita (WHO, 2005).
2.1.3. Etiologi
Penyebab epilepsi pada berbagai kelompok usia:
1. Neonatal
Kelainan kongenital, kelainan saat persalinan, anoksia, kelainan metabolik
(hipokalsemia, hipoglisemia, defisiensi vitamin B6, defisiensi biotinidase,
fenilketonuria).
2. Bayi (1-6 bulan)
Kelainan kongenital, kelainan
saat
persalinan,
anoksia,
kelainan
Gambar 2.1. Distribusi penyebab utama kejang di berbagai usia (diadaptasi dari
berbagai sumber termasuk Hauser dan Annegers serta Engel dan Pedley)
Sumber: (Ropper dan Brown, 2005)
2.1.4. Klasifikasi
Klasifikasi bangkitan epilepsi menurut International League Against
Epilepsi (1981):
A. Bangkitan parsial
a.
b.
Motorik
2.
Sensorik
3.
Otonom
4.
Psikis
2.
c.
2.
3.
B. Bangkitan umum
a.
Absans (lena)
b.
Mioklonik
c.
Klonik
d.
Tonik
e.
Tonik-klonik
f.
Atonik
C. Tak tergolongkan
Idiopatik (primer)
1.
b.
2.
3.
Simtomatik (sekunder)
1.
c.
2.
3.
4.
5.
Kriptogenik
B. Umum
a.
b.
c.
Idiopatik (primer)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
2.
3.
4.
Simtomatik
1.
2.
b.
Kejang neonatal
2.
3.
Sindroma Taissinare
4.
Kejang demam
b.
c.
d.
Eklamsi
e.
2.1.5. Patofisiologi
Telah diketahui bahwa neuron memiliki potensial membran, hal ini terjadi
karena adanya perbedaan muatan ion-ion yang terdapat di dalam dan di luar
neuron. Perbedaan jumlah muatan ion-ion ini menimbulkan polarisasi pada
membran dengan bagian intraneuron yang lebih negatif. Neuron bersinaps dengan
neuron lain melalui akson dan dendrit. Suatu masukan melalui sinapsis yang
bersifat eksitasi akan menyebabkan terjadinya depolarisasi membran yang
berlangsung singkat, kemudian inhibisi akan menyebabkan hiperpolarisasi
membran. Bila eksitasi cukup besar dan inhibisi kecil, akson mulai terangsang,
suatu potensial aksi akan dikirim sepanjang akson, untuk merangsang atau
menghambat neuron lain.
Patofisiologi utama terjadinya epilepsi meliputi mekanisme yang terlibat
dalam munculnya kejang (iktogenesis), dan juga mekanisme yang terlibat dalam
perubahan otak yang normal menjadi otak yang mudah-kejang (epileptogenesis).
1. Mekanisme iktogenesis
Hipereksitasi adalah faktor utama terjadinya iktogenesis. Eksitasi yang
berlebihan dapat berasal dari neuron itu sendiri, lingkungan neuron, atau
jaringan neuron.
-
Sifat eksitasi dari neuron sendiri dapat timbul akibat adanya perubahan
fungsional dan struktural pada membran postsinaptik; perubahan pada
tipe, jumlah, dan distribusi kanal ion gerbang-voltase dan gerbangligan; atau perubahan biokimiawi pada reseptor yang meningkatkan
permeabilitas terhadap Ca2+, mendukung perkembangan depolarisasi
berkepanjangan yang mengawali kejang.
Sifat eksitasi yang timbul dari lingkungan neuron dapat berasal dari
perubahan fisiologis dan struktural. Perubahan fisiologis meliputi
perubahan
konsentrasi
ion,
perubahan
metabolik,
dan
kadar
yang
mendahului
perubahan
pada
K2+.
konsentasi
2. Mekanisme epileptogenesis
-
Mekanisme nonsinaptik
Perubahan konsentrasi ion terlihat selama hipereksitasi, peningkatan
kadar K2+ ekstrasel atau penurunan kadar Ca2+ ekstrasel. Kegagalan
pompa Na+-K+ akibat hipoksia atau iskemia diketahui menyebabkan
epileptogenesis, dan keikutsertaan angkutan Cl--K+, yang mengatur
kadar Cl- intrasel dan aliran Cl- inhibisi yang diaktivasi oleh GABA,
dapat menimbulkan peningkatan eksitasi. Sifat eksitasi dari ujung
sinaps
bergantung
pada
lamanya
depolarisasi
dan
jumlah
Mekanisme sinaptik
Patofisiologi sinaptik utama dari epilepsi melibatkan penurunan
inhibisi GABAergik dan peningkatan eksitasi glutamatergik.
o GABA
Kadar GABA yang menunjukkan penurunan pada CSS (cairan
serebrospinal) pasien dengan jenis epilepsi tertentu, dan pada
potongan jaringan epileptik dari pasien dengan epilepsi yang
resisten
terhadap
obat,
memperkirakan
bahwa
pasien
ini
Ciri khas
Kejang parsial
Parsial sederhana
Parsial kompleks
Kejang umum
Tonik-klonik
Absans
Atonik
Tonik
Klonik
Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci, dan menyeluruh karena
e. Faktor pencetus
f. Ada tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
g. Usia saat serangan pertama
h. Riwayat kehamilan, persalinan, dan perkembangan
i. Riwayat penyakit, penyebab, dan terapi sebelumnya
j. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
2.
meningeal, atau bukti adanya trauma kepala. Pemeriksaan fisikk harus menepis
sebab-sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit
sebagai pegangan. Pada anak-anak, pemeriksa harus memperhatikan adanya
keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota
tubuh yang dapat menunjukkan awal gangguan pertumubuhan otak unilateral.
Pemeriksaan neurologis lengkap dan rinci adalah penting, khususnya untuk
mencari tanda-tanda fokal atau lateral.
3.
Pemeriksaan penunjang
a. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan
merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk
menegakkan diagnosis epilepsi dan tipe kejang lainnya yang tepat dan
bahkan sindrom epilepsi (Markand, 2009). EEG juga dapat membantu
pemilihan obat anti epilepsi dan prediksi prognosis pasien (Smith, 2005).
Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi
struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG
menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik.
Pemeriksaan EEG rutin sebaiknya dilakukan perekaman pada waktu sadar
dalam keadaan istirahat dan pada waktu tidur (Sunaryo, 2006). Gambaran
EEG pasien epilepsi menunjukkan gambaran epileptiform, misalnya
gelombang tajam (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang
lambat yang timbul secara paroksismal.
b. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan
yang
dikenal
dengan
istilah
pencitraan
otak
2.1.8. Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah membuat orang dengan epilepsi
(ODE) terbebas dari serangan epilepsinya, terutama terbebas dari serangan kejang
sedini mungkin. Setiap kali terjadi serangan kejang yang berlangsung sampai
beberapa menit maka akan menimbulkan kerusakan sampai kematian sejumlah
sel-sel otak. Apabila hal ini terus-menerus terjadi, maka dapat mengakibatkan
menurunnya kemampuan intelegensi penderita. Pengobatan epilepsi dinilai
berhasil dan ODE dikatakan sembuh apabila serangan epilepsi dapat dicegah atau
penyakit ini menjadi terkontrol dengan obat-obatan.
Penatalaksanaan untuk semua jenis epilepsi dapat dibagi menjadi 4 bagian:
penggunaan obat antiepilepsi (OAE), pembedahan fokus epilepsi, penghilangan
faktor penyebab dan faktor pencetus, serta pengaturan aktivitas fisik dan mental.
Tapi secara umum, penatalaksanaan epilepsi dibagi menjadi dua, yaitu:
1.
Terapi medikamentosa
Terapi medikamentosa adalah terapi lini pertama yang dipilih dalam
Lini pertama
Lini kedua
Parsial sederhana,
Carbamazepine
Acetazolamide
Parsial kompleks,
Lamotrigine
Clonazepam
Umum sekunder
Levetiracetam
Gabapentin
Oxcarbazepine
Phenobarbitone
Topiramate
Phenytoin
Kejang parsial
Valproate
Kejang umum
Tonik-klonik,
Carbamazepine
Acetazolamide
Klonik
Lamotrigine
Levetiracetam
Topiramate
Phenobarbitone
Valproate
Phenytoin
Ethosuximide
Acetazolamide
Lamotrigine
Clonazepam
Absans
Valproate
Absans atipikal,
Valproate
Acetazolamide
Atonik,
Clonazepam
Tonik
Lamotrigine
Phenytoin
Topiramate
Mioklonik
Valproate
Acetazolamide
Clonazepam
Lamotrigine
Levetiracetam
Phenobarbitone
Piracetam
Sumber: (Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy, 2010)
2.
2.2.
Perilaku
Perilaku
adalah
suatu
kegiatan
atau
aktivitas
organisme
yang
dan
minuman,
serta
lingkungan.
Perilaku
kesehatan
dapat
Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dapat
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2.
Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
harus
dapat
menjelaskan,
menyebutkan
contoh,
menyimpulkan,
Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4.
Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis
ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan,
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5.
Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6.
Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden (Notoatmodjo, 2012).
2.
3.
Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek).
2.
Merespons (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu
usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,
terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang
menerima ide tersebut.
3.
Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4.
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh merupakan indikator tindakan tingkat pertama.
2.
Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah
mencapai tindakan tingkat kedua.
3.
Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan