You are on page 1of 7
Jurnal Penelitian Enjiniring ISSN: 1411-6243 Vol. 12, No. 2, Tahun 2009 hal. 190-198 Arsitek Arsitektur Tradisional Bugis Syarif Beddu Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Hasanuddin Makassar JL. Perintis Kemerdekaan KM.10 Tamalanrea Makassar Telp. (0411) 586265, Fax. (0411) 587707 ‘e-mail: syarifoeddu @ yahoo co.id Abstrak: Arsitektur tradisional sebagai produk budaya yang diwyjudkan dalam bentuk fisik bangunan, ‘merupakan hasil karya para “panrita bola/sanro bola” melatui proses perenungan dengan ‘mengaitkan/menghubungkan antara alam semesta dan sang pencipta. Oleh sebab itu arsitektur tradisional bersifat spiritual dan sekaligus keduniaan yang dibuat oleh manusia, baik sebagai suatu kelompok di datam ‘masyarakat maupun sebagai individu di dalam masyarakat. Hasilnya sebagai suatu produk pengetahwan tersembunyi (tacit knowledge) yang harus dikuti dan ditaati, walaupun kesemuanya itu sesuatu yang berifat tidak teraga (intangible). Lokasi penelitian di fokuskan pada pusat-pusat konsentrasi penvukiman suku Bugis, dengan sasaran obyek adalah rumah-rumah tradisional yang disertai oleh pelaku ketatalaksanaan yaitu “panrita bola’sanro bola”. Penelitan ini menggunakan metode pendekatan kualitaif(naturalictic inquiry) dan berorientasi dengan pendekatan "fenomenologis”. Kata kunci: arsitektur tradisional, panrita bola/sanro bola, tacit knowledge, intangible, fenomenotogis. 1. PENDAHULUAN Model dan bentuk bangunan (rumah) yang telah dibangun dan dimiliki oleh berbagai suku bangsa di ‘muka bumi, masing-masing memiliki nilai sera keunikan dalam corak yang khas sebagai cermin budaya yang, mereka miliki, Di samping itu model dan bentuk bangunan juga mempunyai citra sendiri-sendiri, yang mewatakkan mental dan jiwa seperti apa yang dimiliki oleh manusia atau bangsa pembuatnya, Kelahiran astekturtradisional dari bangunan-bangunan tersebut biasanya dilatar-belakangi oleh norma-norma agama, tradisi, peradaban serta keadaan geografis daerah setempat; yang akhimya menjurus sebagai bagian dari Kebudayaan dari bangsa yang dimaksud. Kebudayaan tradisional tersebut lahir dan terbentuk Karena adanya kepercayaan Aasmogoni dati mitologi purba, sehingga konsep Kepercayaan selalu melandasi setiap gerak Kehidupan yang mereka jalankan di manapun mereka tinggal Mengamati bangunan tradisional yang ada di Sulawesi Selatan (Khususnya yang didiami oleh suku bbangsa Bugis) yang sering disebut sebagai bangsa “bahari” (Oceanik), model bangunannya pada umumnya ‘berpanggung; artinya bangunan mereka direncanakan berbentuk panggung yang disokong atau didukung oleh sejumlah tiang-tiang “aliri” vertikalis dan pasak-pasak “patiolo™ horisontalis secara struktural namun tetap rmemiliki unsur fleksibilitas. Syarif [1] dalam J.Crawfurd | menjelaskan bahwa rumah-rumah rakyat di Hindia Belanda (Indonesia) dikelompokkan menjadi 2 (éua) kategori Pertama, rumah-rumah suku maritim (Sumatera/ Andalas, Kalimantan/Bomeo, Sulavesi/Celebes) yang berdiri di atas tiang-tiang dan berlokasi di tepi sungai atau laut. Kedua, rumah-rumah agrikultur (Jawa/lava, Bali dan lain-lain) yang berdiri di atas tanah. Menurut J. CCrawfurd, suku maritim (bahari) umumnya hidup dalam situasi yang lebih anarkis dan keras dibanding suku agrikultr. Rumah berpanggung sebagai Karya arsitektural produk arsitektur tradisional yang terbangun tanpa arsitek (produk akademisi), merupakan salah satu bentukan inovatif yang mempunyai adaptasi alamiah di lingkungan natural. Bahkan material untuk struktural rumah panggung, yang pada umumnya diperoleh dari lingkungan setempat, Mengamati konsepsi dan prosesi perancangan bangunan dalam arsitektur tradisional dikalangan suku bangsa Bugis, sangat kental dengan berbagai falsafah dan ritual yang mengacu pada budaya dasar setempat, tehadap tata nilai ruang serta tata bentuk bangunan; dan bahkan banyak yang dikaitkan dengan onsep waktu. Langkah ini dijalankan oleh seorang “Sanro Bola’ yang berprofesi selaku arsitek; dengan tujuat, utama mencari bentuk keselarasan kehidupan antara manusia dengan alam, dan hubungan keharmonisan antara ‘manusia sesamanya serta manusia dengan penciptaNya, Menurut kebudayaan suku bangsa Bugis seorang Sanro Bola meyakini bahwa wujud rumah yang, tampak hanyalah dimensi rupa dari bentuk materi; selain itu ada wujud rupa yang hanya bisa diungkapkan atau ditangkap oleh “rasa”, Bentuk bahasa rasa ini merupakan penampakan batin yang terkandung di dalam karakter sifat dan untuk kemudian dipancarkan ke luar dalam bentuk nilai “shiny” (pamor). Menurut Mas Dian (2) Bi Syarif Beddu Jurnal Penelitian Enjiniring Arsitek Arsiteknur Tradisional Bugis Vol. 12, No. 2, Tahun 2009 bbahwa rumah yang hanya mengandalkan dimensi rupa, dapat diibaratkan “tubuh yang tak berjiwa”, kesannya hhambar dan kosong. Upaya untuk mengisi jiwa kehidupan dalam wujud rumah; biasanya dilakukan dengan pendekatan secara ekosistem lingkungan serta bahasan ruang dan waktu, Melalui ilmu Feng Shui (China), Petungan (Jawa) sebagai cara untuk mencapai bentuk keselarasan dan kescimbangan. Apabila mengamati ‘bangunan-bangunan tradisional yang masih berdiri kokoh dan stuktural, tentu akan menimbulkan pertanyaan ‘bahwa apa gerangan yang membuat bangunan tersebut dapat berdiri tegar dan kuat Tentu dibalik semua itu ada fenomena-fenomena yang bersifat “Imangible” serta berfungsi sebagai figura untuk melingkupinya, Pemegang imu “niangible” tersebut di atas diperankan oleh seorang “Sanro Bola” (arsitek rumah tradisional) dan memiliki pengetahuan tak teraga yang sering disebut “Tacit knowledge” (ilmu yang tersembunyi). Peranan “Sanro Bola” selaku arsitek alam yang menguasai filosofi-filosofi prinsip perencanaan ddan Ketata-aksanaan_ pembangunan rumah tradisional. Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan satas dapat disimpulkan bahwa arsitek arsitektur tradisional Bugis, adalah diperankan oleh seorang “Panvita Bola" “Sanro Bola” yang memiliki Kemampuan “Intangible” serta ilmu pengetahuan yang bersifat “Tacit Knowledge”. Asumsi yang timbul adalah sejauh mana peran dan fungsi seorang “Panrita Bola’/ “Sanro Bola” untuk melaksanakan tugasnya berdasarkan nalar cerdasnya selaku “arsitek alam” yang berpedoman pada unsur- tunsur kehidupan, kebahagian dan kesejahteraan, berdasarkan filosofi serta simbol-simbol yang bermakna simbolis dan diterap-aplikasikan mulai dati prosesi perencanaan, pembangunan serta sampai kepurna huni, Bagaimana batasan_arsitektur tradisional? Arsitektur tradisional tumbuh dan berkembang. dari asitektur rakyat, yang Iahir dari masyarakat etnik dan berjangkar pada tradisi etik , Wiranto [3]. Kemudian Djauhari (4), menjelaskan kata “tradisi” mengandung arti suatu kebiasaan yang dilakukan dengan cara yang, saina oleh beberapa generasi tanpa atau sedikit sekali perubahan. Dengan kata Inin Kebiasaan yang sudah ‘menjadi adapt dan membudaya. Izarwisma dkk [5] menyatakan bahwa arsitekturtradisional adalah suatu unsure Kebudayaan yang bertumbuh dan berkembang bersamaan dengan pertumbuhan suatu suku bangsa ataupun bbangsa. Budihardjo [6] bahwa identitas atau jati dri, yang melekat dan menjadi sukma arsitekturtradisional yang khas di setiap daerah,sepantasnyalah dijadikan bekal utama landasan berpijak dalam pereneanaan dan Perancangan arsitektur. Penelitian ini difokuskan pada daerah pusat-pusat Konsentrasi suku etnik Bugis di Sulawesi Selatan, Khususnya dibidang rvang kehidupan mereks dalam bentuk hunian rumah tinggalnya. Rumah tinggal etnik Bugis yang didominasi rumah berpanggung, cukup menarik perhatian untuk ditelti, Menghuni cara demikian mengingatkan pada fase-fase manusia memulai kehidupan secara wajar dan telah berbudaya, menghindari ondisi alam yang berpotensi mengganggu jasmani dan rohani mereka. Hidup di atas rumah panggung dinilai lebih sehat, bersih, aman dan privasi akan lebih terjaga. Jenis sampel rumah panggung yang akan menjadi fokus penelitian adalah meliputi sebagai berikut; (1) rumah panggung yang sedang dibangun (2) rumah panggung yang baru dibangun dan (3) rumah panggung yang sudsh purna huni. Rumah-rumah tersebut di atas diupayakan ‘masih dapat ditemui/dihubungi para “panrita bola‘sanro Bola” yang pernah terlibat langsung dalam prosesi rancang bangun rumah-rumah panggung tersebut. 2. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian kualittif (naturalictic inquiry) dan berorientasi dengan pendekatan “fenomenologis”. Pandangan fenomenologis berusaha memahami,arti peristiva dan kaitan kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam hal ini (panrita bola’panre bola) terhadap situasi atau peristiwa tertentu. Panrita bola/sanro bola sebagai arsitek rumah tradisional yang memiliki pengetahuan tersembunyi (tacit knowledge) dan akan didekati dengan melibat gejala atau fenomena yang bersifat dan bermakna simbolis, terhadap bangunan tradisfonal (rumah berpanggung) suku etnik Bugis, Data yang telah dikumpulkan sebelumnya distrukturisasi atau lebih disederhanakan menjadi bentuk tabulasi (angka-angka,narasi/komentar sketsa-sketsa gambar dan foto-foto),selanjutny/ hasil dari tabulasi dapat digunakan untuk kategorisasi data berdasarkan tujuan penelitian. Hal ini akan memudahkan peneiti untuk memaknai/interpretasi terhadap hasil peneitian Sketsa dan gambar foto diperlukan pemaknaan secara konferehensif berdasarkan hasil temuan di Japangan, termasuk hast informasi yang diperoleh dari panrita bola/sanro bola. Itilah-istilah atau argumentasi yang terkadang bermakna ganda, harus diklartikasi dengan sistem pendekatan fenomenogis. 192 Jurnal Penelitian Enjiniring ISSN: 1411-6243 Vol. 12, No. 2, Tahun 2009 hal. 190-198 3. HASIL DAN BAHASAN 3.1. Lokasi Penelitian LLokasi penelitian ini difokuskan pada pusat-pusat konsentrasi suku masyarakat Bugis di propinsi Sulawesi Selatan dan diharapkan dapat dapat mewakili masing-masing etnik Bugis secara keseluruhan. Menurut Mattulada (7],bahwa suku etnik Bugis paling besar jumlahnya bila dibandingkan dengan suku Makassar, Mandar dan Toraja, Masyarakat etnik Bugis tersebar mendiami jazirah Propinsi Sulawesi Selatan pada kabupaten-kabupaten Bulukumba, Sinjai, Bone, Soppeng, Wajo, Sidenfeng Rappang, Pinrang, Enrekang, Luwu, Pare-Pare, Barru, Pangkajenne Kepulauan, Maros dan Polewali serta Mamasa,” Khusus Kabupaten Polewali dan Mamasa telah bergabung pada Propinsi Sulawesi Barat, Spesifikasi masing-masing lokasi yang terpilih dapat diuraikan sebagai berikut : @.Lokasi | Desa Ujung Lero,Kecamatan Suppai,Kabupaten Pinrang Desa Ujung Leo. merupakan esa yang mengandalkan penghidupan utamanya _disektor Perikanan,letaknya di pesist pantai schingga mayoritas penduduknya bermata-pencaharian sebagai nelayan, Rumah-rumah mereka berbentuk panggung yang disertai iri dan karakter arsitektur tradisional,suku yang mendiami desa ini terbagi dua yaitu (1) Suku Bugis dan (2) Suku Mandar. Sampel yang dipilih adalah bangunan etnis Suku Bugis. b. Lokasi It Desa Lawampang,Kelurahan Takkalasi Kecamatan Balusu, Kabupaten Barru Desa Lawampang merupakan desa pertanian,sehingga masyarakatnya pada umumnya hidup bersawah ddan berladang, letaknya sekitar 7 (tujuh) km dari pinggir pantai Takkalasi. Rumah-rumah mereka pada ‘umumnya berbentuk panggung disertaiciri dan karakter arsitekturtradisional serta berorientasi ke jalan esa secara linear. ©. Lokasi IIT Desa Bila,Kelurahan Bila,Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng. Desa Bila merupakan desa (suburban) dari kota Watansoppeng, sehingga kehidupan masyarakatnya agak bervariatif (PNS,ABRI,Petani,Tukang Batu, Tukang Kayu,Pedagang dsb). Rumah-rumah mereka masih didominasi rumah yang berbentuk pangaung dengan cirri dan karakter arsitektur tradisional, pola lingkungannya berbentuk linear dan menyebar sesuai bentuk kontur yang terjadi prowinst SULAWES! TENGGARA sheets [L— SeSnee be Gamba 1. Lokasi pentitan yang tpl mewakili En Bugs (Sumber: Hasilsnalsis pene) 3.2. Arsitek (Panrita Bola/Sanro Bola) Dalam pemilihan lokasi penelitian tersebut di atas sangat rerkait dengan keberadaan seorang ‘panrita bola/sanro” bola pada lokasi yang bersangkutan. Panrita bola/sanro bola sebagai seorang yang berprofesi sebagai arsitek pada rumah berpangeung.tidek begitu gampang ditemukan/dijumpai ditengah-tengah ‘masyarakat, Profesi ini agak langka dan biasanya “idmu kesanro-bolaan” dipelajari dan diwariskan secara turun femuran pada anak cucu mereka. Profil dan biodata masing Panrita bola/sanro bola dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Desa Ujung Lero Di Desa Ujung Lero sebenamya terdapat beberapa sanro bolanamun yang bethasil ditemui dan

You might also like