You are on page 1of 10

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN :
Nama
: Ny. S
RM
: 277498
Tgl Lahir/Umur
: 1-1-1968
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Jl. Kancil Lr.3 no.7
Pekerjaan

: IRT

Agama

: Islam

Status perkawinan

: Kawin

Tgl Masuk RS
Ruangan

: 29-06-2013
: Ruang Obgin RS.LB

B. ANAMNESIS
Anamnesis Terpimpin :
Pasien masuk dengan G9P7A1 gravid aterm belum inpartu. Pasien mengeluhkan sakit
kepala yang dialami secara tiba-tiba, dan disertai pandangan kabur. Pasien juga
merasa mual namun tidak sampai muntah, nyeri ulu hati tidak ada, kejang tidak ada,
riwayat kejang sebelumnya tidak ada. Terakhir makan dan minum tgl 17 juni 2013
jam 22.30.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat sakit seperti ini sebelumnya disangkal, riwayat hipertensi dalam kehamilan
sebelumnya disangkal, riwayat pelepasan air ketuban, darah, dan lendir tidak ada,
riwayat ANC lebih dari 3 x di Puskesmas, riwayat perdarahan spontan tidak ada,
riwayat DM dan penyakit jantung tidak ada, riwayat asma tidak ada, riwayat alergi
tidak ada.

C. PEMERIKSAAN FISIS:
Status Generalis : Sakit sedang/gizi cukup/composmentis
Vital sign:
TD
: 200/110 mmHg
N
: 88 kali/menit

P
S

: 18 kali/menit
: 36,5 C

1. Kepala
Bentuk kepala : mesosefal, simetris, deformitas (-), tanda trauma (-)
Rambut
: hitam, distribusi rata, tidak mudah dicabut
Nyeri tekan : (-)
Mata
: konjungtiva anemi (-/-), sklera ikterik (-/-), radang (-/-)
Hidung
: simetris, deformitas (-), sekret (-), darah (-)
Mulut
: tidak ada gangguan dalam membuka rahang, tampak arkus
faring,uvula dan palatum molle,darah (-),susunan gigi baik
Telinga
: nyeri tekan tragus (-), darah (-)
2. Leher
Leher pendek (-), kaku (-)
Trakea
: deviasi (-)
Kelenjar tiroid : tidak membesar
Kelenjar limfe : tidak membesar
3. Dada
a. Jantung
Inspeksi
: iktus kordis tidak tampak kuat angkat
Palpasi
: Iktus kordis teraba di SIC IV linea midclavicula sinistra,
tidak kuat angkat
Perkusi
: batas jantung dalam batas normal
Auskultasi
: S1-S2 reguler, bising (-)
b. Pulmo
Inspeksi
: dinding dada intak, tanda trauma (-), deformitas (-),
gerakan pernapasan simetris tipe torakoabdominal
Palpasi
: vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi
: sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi
: vesikuler (+) normal, suara tambahan (-)
c. Abdomen
Inspeksi
: kulit abdomen intak, jejas (-), sikatrik (-)
Auskultasi
: peristaltik (+) normal
Palpasi
: nyeri tekan (-)Mc Burney, nyeri tekan lepas (-), tidak
teraba massa (-), Ballotement (+)
Perkusi
: timpani, pekak beralih (-)
5. Anogenital
Tidak dilakukan pemeriksaan anogenital
6. Ekstremitas
a. Superior :
tanda trauma (-/-), deformitas (-/-), keterbatasan gerak (-/-), hangat (+/+) pucat
(-/-)
b. Inferior :

Dextra : tanda trauma (-), deformitas (-), keterbatasan gerak (-), hangat
(+), pucat (-), Edema (+)
Sinistra: tanda trauma (-), deformitas (-), keterbatasan gerak (-),
hangat (+), pucat (-), Edema (+)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hematologi
WBC : 11,2 103/ul
RBC

: 4,54 106/ul

HGB : 12,0 g/dl


HCT

: 38,3 %

PLT

: 359 103/ul

MCV : 84 um3
MCH : 25,9 Pg
MCHC : 30,9 g/dl
2. Fungsi ginjal
Ureum
Kreatinin
3. Kimia hati
SGOT
SGPT
4. Perdarahan
CT
BT
PT
APTT
5. Urin rutin
Protein

: 13 mg/dl
: 0,8 mg/dl
: 12 u/L
: 9 u/L
: 800 menit
: 200 menit
: 9,5 kontrol 11,9
: 28,6 kontrol 22,8
: 500/++++

E. DIAGNOSIS KERJA
- G9P7A1 gravid aterm belum inpartu + PEB
- Status ASA PS 3 E
F. INSTRUKSI PRE OP ANESTESI
- Stop intake oral

Premedikasi di OK
Siap darah WB 500 cc di Bank Darah
Informed Consent
Posisi miring kiri, O2 2 lpm via Nasal Kanul

G. ANESTESI DI OK
Seksio Sesarea Transperitoneal Profunda (SSTP)
1. Preoperatif
Antibiotik profilaksis 2 gr preoperatif, O2 2-3 liter/menit, IVFD RL 28 tpm, takar
urine per jam.
2. Premedikasi
Ondansetron 4 mg IV
3. Spinal
Pasien berbaring posisi supine. Terpasang IV line 18 G di tangan kiri pasien. Loading
cairan 500cc. pasang monitor TD, SPO2, EKG. Pasien posisi LLD. Identifikasi
vertebra L3-4. Asepsis, skin wheal dengan lidokain. Ijeksi spinocain paramedian
approach. LCS (+) jernih mengalir. Darah (-). Injeksi Bupivacain 0,5 15 m. Barbotage
(+). Cold test setinggi thoracal X.
4. Operasi selesai, pasien di pindahkan ke ruang recovery room.
-

Program post operasi :


Awasi KU, tanda vital, perdarahan, dan balance cairan
O2 via nasal kanul 2 liter/menit
Line I : IVFD RL + oksitosin 20 iv 28 tpm sampai kolf kedua dilanjutkan IVFD

RL 28 tpm
Line II : IVFD RL + MgSO4 40% 6 gr (15 cc) 28 tpm sampai tgl 19/6/2013 jam 09.15
Cefotaxime 1 gr/12 jam/iv
Asam traneksamat 500 mg/8 jam/iv
Tramadol 1 amp/8 jam/iv
Ranitidin 1 amp/8 jam/iv
Nifedipin 3x10 mg tab.

PEMBAHASAN
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15 % penyulit kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu
bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga
masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga oleh
perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medis dan system
rujukan yang belum sempurna.1
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National
High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in

Pregnancy, tahun 2001 ialah: Hipertensi kronik, Preeklamsia-eklamsia, Hipertensi


kronik dengan superimposed preeklamsia, Hipertensi gestasional.1
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas.
Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi
tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Salah satu teori tersebut
adalah Teori kelainan vaskularisasi plasenta.1
Teori kelainan vaskularisasi plasenta 1
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabangcabang arteri uterine dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus
miometrium berupa arteri arkuarta dan arteri kuarta memberi cabang arteria radialis.
Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis
memberi cabang arteria spiralis.
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke
dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut
sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Infasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar
arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen
arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri
spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskuler,
dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke
janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodeling arteri spiralis.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis
menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan
mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis relative mengalami
vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis, sehingga aliran
darah uteroplasenta menurn, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak
iskemia plasenta akan menimbulkan prubahan-perubahan yang dapat menjelaskan
pathogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya. Diameter rata-rata arteri

spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada preeklamsia rata-rata
200 mikron.
PREEKLAMSIA BERAT
Preeklamsia berat ialah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg
dan tekanan darah diastolic 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria preeklamsia berat sebagaimana tercantum
dibawah ini.1
Preeklamsia digolongkan preeklamsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala
berikut :
-

Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110
mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah
dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.

Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif

Oligouria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam

Kenaikan kadar kreatinin plasma.

Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma


dan pandangan kabur.

Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisoni)

Edema paru-paru dan sianosis.

Hemolisis mikroangiopatik.

Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3

Gangguan fungsi hepar

Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat.

Sindrom HELLP.

Preeklamsia berat dibagi menjadi (a) preeklamsia berat tanpa impending eklamsia,
dan (b) preeklamsia berat dengan impending eklamsia. Dikatakan impending
eklamsia bila preeklamsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala
hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif
tekanan darah.1
Sikap terhadap kehamilan 1
Penelitian Duley, berdasar Cochrane Review, terhadap dua uji klinik, terdiri atas 133
ibu dengan preeklamsia berat hamil preterm, menyimpulkan bahwa belum ada cukup
data untuk member rekomendasi tentang sikap terhadap kehamilannya pada
kehamilan preterm. Berdasar Williams Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan
perkembangan gejala-gejala preeklamsia berat selama perawatan, maka sikap
terhadap kehamilannya dibagi menjadi:
1. Aktif (aggressive management); berarti kehamilan segera diakhiri/ diterminasi
bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa. Indikasi perawatan
aktif ialah bila didapatkan satu/ lebih keadaan di bawah ini:

Ibu:
-

Umur kehamilan 37 minggu.

Adanya tanda-tanda/ gejala Impending eklamsia.

Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yakni keadaan klinik dan


laboratorium memburuk.

Diduga terjadi solusio plasenta.

Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan.

Janin:
-

Adanya tanda-tanda fetal distress.

Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR)

NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal.

Terjadinya oligohidramnion.

2. Konservatif (ekspektatif); berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan


dengan pemberian pengobatan medikamentosa. Indikasi perawatan konservatif
ialah bila kehamilan preterm 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending
eklamsia dengan keadaan janin baik.

Pada kasus diatas, pasien didiagnosis preklampsia berat karena memenuhi satu
atau lebih dari gejala preklampsia, yaitu tekanan darah pasien 200/110 mmHg dan
tidak menurun dengan tirah baring pasien selama di rumah sakit, dan terdapat
gangguan visus berupa pandangan kabur dan gangguan serebral berupa nyeri kepala .
utnuk jenis preklampsianya sendiri, pasien ini dikategorikan preklampsia berat dengn
impending eklampsia karena disertai gejala subjektif, yaitu nyeri kepala hebat,
gangguan visus, mual, dan kenaikan progressif dari tekanan darah.
Untuk tindakan penatalaksanaannya, pada pasien ini akan dilakukan tindakan
Seksio Sesaria Transperitoneal Profunda (SSTP) dengan spinal anastesi. Dipilihnya
tindakan ini mengacu pada pembahasan mengenai sikap terhadap kehamilan. Pada
pasien ini sesuai dengan aktif (aggressive management) karena terdapat lebih dari
satu indikasi yaitu adanya tanda-tanda/ gejala Impending eklamsia, berupa nyeri
kepala, gangguan visus, mual, dan kenaikan tekanan darah yang progresif.

Adapun jenis anastesi yang dipilih adalah teknik anastesi spinal.


ANASTESI SPINAL
Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan
penyuntikan

obat

anestetik

lokal

ke

dalam ruang

subaraknoid. Anestesi

spinal/subaraknoid disebut juga sebagai blok spinal intradural atau blok


intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke
dalam ruang subarachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.

You might also like