You are on page 1of 24

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan saraf optik merupakan penyebab yang relatif umum pada hilangnya
visual. Saraf optik adalah saluran yang menyampaikan informasi dari retina ke daerah
otak area visual. Setiap kali ada kerusakan pada saraf optik apapun penyebabnya
disebut sebagai neuropati optik. Tidak seperti inflamasi neuritis optik yang merupakan
neuropati optik paling umum pada pasien usia muda, ischemic optic neuropathy (ION)
merupakan hasil dari insufisien vaskuler, bukan dari peradangan. ION mengacu pada
semua penyebab iskemik optik neuropati
1.2 Tujuan Umum
Tinjauan pustaka ini dibuat untuk memenuhi syarat ujian di bagian ilmu
kesehatan mata Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Selain itu tinjauan pustaka
ini juga di harapkan bisa bermanfaat bagi semua pembacanya. Dengan membaca
makalah ini di harapkan bisa menambah pengetahuan bagi para pembaca tentang
Non-arteritic Anterior Ischemic optic Neuropathy.

1.3 Rumusan Masalah


Non-arteritic Anterior Ischemic optic Neuropathy sangat penting untuk kita ketahui
sebagai dokter. Berdasarkan latar belakang di atas, saya akan merumuskan beberapa
masalah yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Anatomi nervus optik?


Apa Definisi Non-arteritic Anterior Ischemic optic Neuropathy?
Apa Karakteristik klinis Non-arteritic Anterior Ischemic optic Neuropathy?
Apa Epidemiologi Non-arteritic Anterior Ischemic optic Neuropathy?
Bagaimana Patofisiologi Non-arteritic Anterior Ischemic optic Neuropathy?
Bagaimana cara diagnosis Non-arteritic Anterior Ischemic optic Neuropathy?
Bagaimana tatalaksana Non-arteritic Anterior Ischemic optic Neuropathy?

8.

Apa prognosis Non-arteritic Anterior Ischemic optic Neuropathy?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertumbuhan Janin Normal


Pertumbuhan janin manusia ditandai dengan pola dari jaringan dan pertumbuhan
organ, diferensiasi dan pematangan yang ditentukan oleh tersedianya substrat
pertumbuhan dari ibu, transfer substrat tersebut oleh plasenta dan potensi pertumbuhan
janin yang diatur oleh genom. Meskipun banyak faktor telah terlibat dalam proses
pertumbuhan janin, mekanisme seluler dan molekuler yang tepat dimana pertumbuhan
janin yang normal terjadi tidak dipahami dengan baik. Dalam kehidupan janin awal
penentu utama pertumbuhan adalah genom janin, tetapi kemudian pada kehamilan
pengaruh lingkungan, dan hormonal menjadi semakin penting. (Cunningham, 2006)
Misalnya ada bukti bahwa insulin dan insulin like growth faktor-1 (IGF-1) and
IGF-II memiliki peran dalam regulasi pertumbuhan janin dan berat badan. Insulin
disekresikan oleh sel sel pankreas janin terutama pada paruh kedua kehamilan dan
diyakini untuk merangsang pertumbuhan somatik dan adipositas. The IGFs diproduksi
oleh hampir semua organ janin dimulai pada awal perkembangan. Mereka adalah
stimulator poten dari pembelahan sel dan diferensiasi. Kadar serum janin dari IGF-I,
IGF-II dan insulin semuanya berhubungan dengan pertumbuhan janin dan berat badan.
Dalam serum tali IGF-I berkorelasi dengan berat lahir. Selain itu polimorfisme pada
gen IGF-I dapat berhubungan dengan berat badan lahir rendah (Cunningham, 2006)
Sejak penemuan gen obesitas dan produk proteinnya, leptin, yang di sintesis di
jaringan adiposa, telah ada minat untuk meneliti lebih dalam serum leptin ibu dan
janin. Konsentrasi janin meningkat selama dua trimester pertama dan mereka
berkolerasi dengan berat lahir. (Cunningham, 2006)
Pertumbuhan janin juga tergantung pada pasokan nutrisi. Ketersediaan glukosa
ibu baik yang berlebihan dan yang kekurangan pada janin mempengaruhi pertumbuhan
janin. Glikemia berlebihan menghasilkan makrosomia, sedangkan kekurangan kadar
glukosa telah dikaitkan dengan pembatasan pertumbuhan janin. Memang bayi
makrosomia ibu yang diabetes adalah contoh protipikal efek pasokan glukosa yang

berlebihan. Karakteristik bayi ini termasuk juga hiperinsulinisme janin dan tingkat
peningkatan IGF-I dan IGF-II. (Cunningham, 2006)
2.2.

Definisi IUGR
Intrauterin Growth Retardation(IUGR) adalah janin dengan berat kurang atau

sama dengan 10 percentil, atau lingkaran perut kurang atau sama dengan 5 percentil
atau FL(Femur Length) / AC (abdominal Length) > 24. Dimana FL dan AC dapat
diukur dengan menggunakan USG. Hal tersebut dapat disebabkan berkurangnya
perfusi plasenta, kelainan kromoson dan faktor lingkungan atau infeksi (Cunningham,
2006)
Definisi menurut WHO, janin yang mengalami pertumbuhan terhambat adalah
janinyang mengalami kegagalan dalam mencapai berat standar atau ukuran standar
yang sesuaidengan usia kehamilannya. Menurut Gordon, JO (2010) pertumbuhan janin
terhambat-PJT(Intrauterine growth restriction) diartikan sebagai suatu kondisi dimana
janin berukuran lebihkecil dari standar ukuran biometri normal pada usia kehamilan.
Istilah PJT sering diartikansebagai kecil untuk masa kehamilan-KMK (small for
gestational age). Umumnya janindengan PJT memiliki taksiran berat dibawah persentil
ke-10. Artinya janin memiliki beratkurang dari 90 % dari keseluruhan janin dalam usia
kehamilan

yang

sama.

Janin

dengan

PJT pada

umumnya akan

lahir prematur (<37 minggu) atau dapat pula lahir cukup bulan (aterm,>37 minggu).
(Atkin, 2010)
Intrauterin Growth Retardation(IUGR) adalah kelainan pertumbuhan dan
perkembangan janin yang mempengaruhi 3-7% dari semua kelahiran, tergantung pada
kriteria diagnostik. IUGR berisiko lebih besar untuk mortalitas dan morbiditas.
Diperkirakan bahwa kematian perinatal adalah 5-10 kali lebih tinggi pada IUGR
neonatus daripada yang berukuran normal pada usia kehamilan. Beberapa kondisi
morbid terkait perhatian serius terjadi setelah periode yang berbeda dari kegagalan
pertumbuhan dalam rahim mencakup asfiksia lahir, hipoglikemia, neonatal,
hipoglikemia neonatal, hipokalsemia, polisitemia, aspirasi mekonium, dan sirkulasi
janin persisten. (Reece, 2007)

Penelitian telah melaporkan perkembangan saraf yang buruk pada bayi yang
small gestational age (SGA) terutama ketika ada juga terkait prematur. Kejadian dari
cacat neurologis utama pada bayi prematur SGA sebesar 35%.(Reece, 2007)
Ada beberapa penyebab IUGR. Secara konseptual dibagi menjadi tiga kategori
utama: ibu, janin, dan uteroplasenta. Perlu ditekankan bagaimanapun bahwa dalam
hampir setengah kasus IUGR, etiologi tidak diketahui. Selain itu, telah ditemukan
bahwa yang paling penting faktor risiko klinis ibu adalah riwayat IUGR. Oleh karena
itu, kecurigaan IUGR tidah harus hanya didasarkan pada adanya faktor risiko klinis
selama kehamilan. Satu point membingunkan dan perbedaan pendapat adalah kriteria
yang digunakan untuk mendifinisikan IUGR. IUGR telah didefinisikan sebagai bayi
yang lahir dibawah 3rd, 5rd , 10rd, persentil usia kehamilan atau yang berat lahir lebih
dari dua standar deviasi di bawah rata rata untuk usia kehamilan. Indeks ponderal
ditentukan dalam neonatus dengan rumus berikut: (Reece, 2007)

Indeks ponderal dapat mengidentifikasi neonatus yang memiliki jumlah jaringan lunak
sidikit terbukti dengan hilangnya jaringan subkutan dan massa otot, meskipun berat
lahir adalah normal untuk usia kehamilan. Neonatus dengan indeks ponderal dibawah
10 persentil untuk usia kehamilan mungkin mendertia malnutrisi dalam rahim.
Misalnya janin 2900 gram lahir di kehamilan 38 minggu akan lebih besar (misalnya,
3500 gram) dalam kondisi gizi normal. Bayi mungkin dapat diidentifikasi memiliki
IUGR dengan menggunakan indeks ponderal pada kondisi ini. Dalam sebuah
penelitian oleh weiner dan Robinson, hasil diagnosa sonografi dibandingkan dengan
indeks Ponderal postnatal. (Reece, 2007)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 40% bayi dengan SGA diidentifikasikan
oleh persentil berat lahir tidak pertumbuhan dibatasi menurut indeks ponderal.
Sebaliknya, 53% dari neonatus didiagnosa sebagai IUGR oleh postnatal indeks
ponderal yang rata rata usia kehamilan menurut persentil berat lahir mereka. Karena
pentingnya diagnosis antenatal IUGR adalah untuk mengidentifikasi orang orang yang
berisiko tinggi untuk intrapartum dan komplikasi neonatal. Ponderal indeks lebih
terkait pada morbiditas dan mortalitas perinatal daripada persentil berat lahir. Oleh

karena itu akan berguna untuk menggunakan indeks ponderal dalam upaya untuk
mendiagnosa IUGR ddalam rahim. Sayangnya, saat ini belum ada metode praktis
untuk mengevauasi indeks ponderal dalam rahim. Oleh karena itu, definisi IUGR yang
paling umum digunakan adalah janin yang berat dibawah persentil ke-10 untuk usia
kehamilan. Indeks lain, panjang crown heel, telah digunakan untuk mengevaluasi
ukuran neonatal. (Reece, 2007)

2.3.

Klasifikasi IUGR
Secara klinis, terdapat tiga kategori IUGR, masing masing mencerminkan

waktu onset dari proses patologis. (Reece, 2007)

Tabel 1: Kemungkinan perkembangan IUGR. (Reece, 2007)


2.3.1

Tipe 1 atau IUGR simetrik.


Tipe 1 IUGR mengacu pada bayi dengan potensi pertumbuhan menurun. Jenis

IUGR dimulai awal kehamilan, dan seluruhnya sesuai SGA. Kepala dan lingkar perut,
panjang badan dan berat badan semua dibawah persentil ke10 untuk usia kehamilan.
Namun, mereka memiliki indeks Ponderal normal. (Reece, 2007)

Tipe 1 IUGR merupakan akibat dari hambatan pertumbuhan pada awal


kehamilan. Tahap awal perkembangan embrio-janin ditandai dengan mitosis aktif dari
kehamilan 4-20 minggu dan disebut hiperplasia stage. Setiap proses patologis pada
stadium ini dapat menyebabkan berkurangnya jumlah sel pada janin. Symmetric IUGR
menyumbang 20-30% dari IUGR. Kondisi ini akibat dari penghambatan mitosis,
seperti yang terjadi pada ijfeksi intrauterine (misalnya, herpes simplex, rubella,
cytomegalovirus, dan toksoplasmosis), gangguan kromosom dan cacat bawaan. Harus
diingat bahwa, bagaimanapun janin kecil simetris dapat secara konstitusional dan tidak
menderita kelainan apapun. (Reece, 2007)
Secara umum, IUGR tipe 1 dikaitkan dengan prognosis buruk, ini dikarenakan
hubungan langsung dengan kondisi patologis yang menyebabkannya. Dengan tidak
adanya faktor maternal yang dapat diidentifikasi dan USG treteksi kelainan, sekitar
25% dari janin dievaluasi buruk, early onset pada IUGR memiliki aneuploidi. Karena
itu, kinerja perkutan pengambilan sampel darah tali pusat sangat disarankan untuk
mencari kelainan karotipe.
2.3.2

Tipe 2 atau IUGR asistemik.


Tipe 2 atau asimetris, IUGR mengacu pada neonatus dengan IUGR dan paling

sering disebabkan oleh uteroplasenta insufficiency. Tipe 2 IUGR adalah hasil dari
pertumbuhan lebih buruk dari tipe 1 dan biasanya setelah usia kehamilan 28 minggu.
Seperti yang ditunjukkan oleh verheer pada akhir trimester kedua, pertumbuhan janin
normal , pertumbuhan ditandai dengan proses hipertrofi. Didalam tahap hipertrofik,
ada peningkatan pesat dalam ukuran sel dan pembentukan lemak, otot, tulang, dan
jaringan lain. Pada fase ini, proses hiperplasia menurun(gambar 2). Simetri IUGR
memiliki jumlah sel yang mendekati normal, tetapi sel sel ini menurun dalam bentuk
ukuran. Pada IUGR asimetris memiliki indeks ponderal rendah dengan dibawah berat
badan bayi rata rata tetapi lingkar kepala normal (HC) dan panjang janin normal.
Dalam kasus ini IUGR asietris, pertumbuhan janin normal sampai akhir trimester
kedua atau awal trimester ketiga, sehingga pertumbuhan kepala tetap normal,
sedangkan perut pertumbuhan melambat (efek brain sparing). Asimetri ini hasil dari
mekanisme kompensasi janin yang merespon keadaan perfusi plasenta yang buruk.
Redistribusi cardiac output janin terjadi dengan peningkatan aliran ke otak, jantung,

dan adrenal dan penurunan penyimpanan glikogen dan massa hati. Namun, jika
insufisiensi plasenta diperburuk selama akhir kehamilan, pertumbuhan kepala dapat
stagnan, dan ukurannya dapat turun dibawah kurva pertumbuhan normal. Diperkirakan
70-80% janin IUGR adalah IUGR tipe 2. Bentuk IUGR sering dikaitkan dengan
penyakit ibu seperti hipertensi kronik, penyakit ginjal, diabetes mellitus dengan
vaskulopati, dan lain lain (Reece, 2007)

Gambar.2 : Jumlah sel dan tingkat mitosis dalam kaitannya dengan pertumbuhan
embrio-janin. Berat badan embrio lambat meskipun tingkat mitosis sangat tinggi. Di
sekitar minggu 16-20 kehamilan, massa sel janin tercapai. Setelah itu, bagaimanapun
mitosis diperlambat (diferensiasi dan fungsi organ). Meskipun melambat, divisi dari
sejumlah besar sel sel janin menghasilkan kenaikan berat janin yang cepat

2.3.3

Intermediet IUGR.
Intermediet IUGR mengacu pada pembatasan pertumbuhan itu adalah

kombinasi antara IUGR tipe 1 dan 2. Yang terjadi pada pertumbuhan janin pada
intermediet IUGR paling mungkin terjadi selama fase tengah pertumbuhan janin- yang
hiperplasia dan hipertrofi yang sesuai dengan kehamilan 20-28 minggu. Pada tahap ini,
terjadi penurunan di tingkat mitosis dan peningkatan keseluruhan progresif ukuran sel.
Bentuk IUGR kurang umum daripada tipe 1 dan 2. Diperkirakan merupakan 5-10%
dari semua kejadian IUGR. Hipertensi kronis, lupus nefritis, atau penyakit pembuluh
darah ibu, dan mulai di awal trimester kedua dapat mengakibatkan Intermediet IUGR
dengan pertumbuhan simetris dan tidak ada brain-sparing effect. (Reece, 2007)
2.4.

Epidemiologi IUGR
Di negara berkembang angka PJT kejadian berkisar antara 2%-8% pada bayi

dismature, pada bayi mature 5% dan pada postmature 15%. Sedangkan angka kejadian
untuk SGA adalah 7% dan 10%-15% adalah janin dengan PJT. (Chatelain, 2010)
Sekitar 40% janin tersebut konstitusinya kecil dengan risiko morbiditas dan
mortalitas perinatalnya yang tidak meningkat. 40% pertumbuhan janin terhambat
karena perfusi plasenta yang menurun atau insufisiensi uteroplasenta, dan 20 %
hambatan pertumbuhan karena potensi tumbuh yang kurang. Potensi tumbuh yang
kurang disebabkan oleh kelainan genetik atau kerusakan lingkungan. Tidak semua PJT
adalah kecil masa kehamilan dan tidak semua KMK menderita PJT. Terminologi kecil
untuk masa kehamilan adalah berat badan bayi yang tidak sesuai dengan masa
kehamilan dan dapat muncul pada bayi cukup bulan atau prematur. Hanya 15% KMK
terjadi karena pertumbuhan janin terhambat. PJT bervariasi antara 3-10%. Kematian
perinatal adalah 7 8 kali lebih besar dari bayi normal. Kematian intrauterin terjadi
pada 26 % PJT. (Chatelain, 2010)

2.5. Etiologi IUGR


Faktor ibu, golongan faktor ibu merupakan penyebab yang terpenting
a. Penyakit vaskular ibu

10

Pada trimester kedua terdapat kelanjutan migrasi interstitial dan endotelium


trophoblas masuk jauh ke dalam arterioli miometrium sehingga aliran menjadi lancar
menuju retroplasenter sirkulasi dengan tetap. Aliran darah yang terjamin sangat
penting artinya untuk tumbuh kembang janin dengan baik dalam uterus.
Dikemukakan bahwa jumlah arteri-arterioli yang didestruksi oleh sel trophoblas
sekitar 100-150 pada daerah seluas plasenta sehingga cukup untuk menjamin aliran
darah tanpa gangguan pada lumen dan arteri spiralis terbuka. Gangguan terhadap
jalannya destruksi sel trophoblas ke dalam arteri spiralis dan arteriolinya dapat
menimbulkan keadaan iskemia retroplasenter.Dengan demikian dapat terjadi bentuk
hipertensi dalam kehamilan apabila gangguan iskemianya besar dan gangguan tumbuh
kembang janin
Pada pertumbuhan intrauterin normal, pertumbuhan berat plasenta sejalan
dengan pertambahan berat janin, tetapi walaupun untuk terjadinya bayi besar
dibutuhkan plasenta yang besar, tidak demikian sebaliknya. Namun demikian berat
lahir memiliki hubungan yang berarti dengan berat plasenta. Berat lahir juga
berhubungan secara berarti dengan luas permukaan villus plasenta. Aliran darah uterus
juga transfer oksigen dan nutrisi plasenta dapat berubah pada berbagai penyakit
vaskular yang diderita ibu. (4)
Disfungsi plasenta yang terjadi sering berakibat gangguan pertumbuhan janin.
25-30 % kasus gangguan pertumbuhan janin dianggap sebagai hasil penurunan aliran
darah uteroplasentapada kehamilan dengan komplikasi penyakit vaskular ibu. Keadaan
klinis yang melibatkan aliran darah plasenta yang buruk meliputi kehamilan ganda,
penyalahgunaan obat, penyakit vaskular, penyakit ginjal, penyakit infeksi (TORCH),
insersi plasenta umbilikus yang abnormal dan tumor vaskular. (4)
b. Kelainan uterus
c. Kehamilan kembar
Janin yang tumbuh diluar uterus biasanya mengalami hambatan pertumbuhan.
Kehamilan dengan dua atau lebih janin lebih memungkinkan terjadi
pertumbuhan kurang pada salah satu janin atau kedua janin dibandingkan
dengan janin tunggal normal. Hambatan pertumbuhan dilaporkan terjadi pada
10 50 % bayi kembar(4)
d. Ketinggian tempat tinggal

11

Jika terpajan pada lingkungan yang hipoksik secara kronis, beberapa janin
mengalami penurunan berat badan yang signifikan. Janin dari wanita yang
tinggal di dataran tinggi biasanya mempunyai berat badan lebih rendah
daripada mereka yang dilahirkan oleh ibu yang tinggal di dataran rendah. (1,4)
e. Keadaan gizi dan perokok
Wanita kurus cenderung melahirkan bayi kecil, sebaliknya wanita gemuk
cenderung melahirkan bayi besar. Faktor terpenting pemasukan makanan
adalah jumlah kalori yang dikonsumsi setiap hari daripada komposisi dari
kalori. Dalam masa hamil wanita perlu mengkonsumsi 300 kalori lebih banyak
daripada sebelum hamil setiap hari. (1)
Penambahan berat badan yang kurang didalam masa hamil menyebabkan
kelahiran bayi dengan berat badan yang rendah. Kebiasaan merokok dalam
masa kehamilan akan melahirkan bayi yang lebih kecil sebesar 200 sampai 300
gram pada waktu lahir. Wanita perokok cenderung makan lebih sedikit karena
itu ibu akan kekurangan substrat didalam darahnya, selain itu merokok
menyebabkan pelepasan epinefrin dan norepinefrin yang menyebabkan
vasokonstriksi yang berkepanjangan sehingga terjadi pengurangan jumlah
pengaliran darah ke dalam ruang intervillus. (1,4)
Faktor Anak
a. Kelainan kongenital
b. Kelainan Genetik
Kelainan kromosom seperti trisomi atau triploidi dan kelainan jantung bawaan
yang berat sering berkaitan dengan PJT. Trisomi 18 berkaitan dengan PJT
simetris serta polihidramnion (cairan ketuban berlebih). Trisomi 13 dan
sindroma Turner juga berkaitan dengan PJT
c. Infeksi janin, misalnya penyakit TORCH
Infeksi intrauterin adalah penyebab lain dari hambatan pertumbuhan
intrauterin. Banyak tipe seperti pada indfeksi oleh TORCH yang bisa
menyebabkan hambatan pertumbuhan intrauterin sampai 30 % dari kejadian.
Infeksi AIDS pada ibu hamil menurut laporan bisa mengurangi berat bdan lahir
bayi sampai 500 gram dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir sebelum
terkena infeksi tersebut.

Infeksi intrauterin meninggikan kecepatan

12

metabolisme pada janin tanpa kompensasi peningkatan transportasi substrat


oleh plasenta sehingga janin menjadi dismatur. (1,2,4)
d. Pajanan teratogen (zat yang berbahaya bagi pertumbuhan janin).Berbagai
macam zat yang bersifat teratogen seperti obat anti kejang, rokok, narkotik, dan
alkohol dapat menyebabkan PJT.
Faktor Plasenta
Penyebab faktor plasenta dikenal sebagai insufisiensi plasenta. Faktor plasenta dapat
disebabkan oleh faktor ibu, walaupun begitu terdapat beberapa kelainan plasenta yang
khas seperti tumor plasenta. Sindrom insufisiensi fungsi plasenta umumnya berkaitan
erat dengan aspek morfologi dari plasenta. Sindrom insufisiensi plasenta menunjukan
adanya suatu kondisi kegawatan janin yang bisa nyata selama masih dalam masa
kehamilan atau dalam masa persalinan sebagai akibat gangguan pada fungsi plasenta.
Dipandang dari sudut kepentingan janin, sebuah plasenta mempunyai fungsi-fungsi
respirasi nutrisi, ekskresi, sebagai liver sementara (transient fetal liver), endokrin dan
sebagai gudang penyimpanan serta pengatur fungsi metabolisme. (4)

Penurunan aliran darah di uterus dan plasenta

Plasenta abruption, plasenta previa, infark plasenta (kematian sel pada


plasenta), korioangioma.

Infeksi di jaringan ikat sekitar uterus

Twin-to-twin transfusion syndrome

Penyebab dari PJT menurut kategori retardasi pertumbuhan simetris dan


asimetris dibedakan menjadi:
1. Simetris: Memiliki kejadian lebih awal dari gangguan pertumbuhan janin
yang tidak simetris, semua organ mengecil secara proporsional. Faktor yang
berkaitan dengan hal ini adalah kelainan kromosom, kelainan organ (terutama
jantung), infeksi TORCH (Toxoplasmosis, Other Agents <Coxsackie virus,
Listeria), Rubella, Cytomegalovirus, Herpes simplex/Hepatitis B/HIV,
Syphilis), kekurangan nutrisi berat pada ibu hamil, dan wanita hamil yang
merokok. Faktor-faktor lainnya:

13

a. Nutrisi buruk pada ibu


Pertambahan berat maternal yang jelek, IMT rendah, penurunan
berat badan lahir anak, mengakibatkan 9x lipat kemungkinan terjadi
hambatan pertumbuhan telah diteliti oleh bansil dan rekan pada 2008.

b. Infeksi janin
Virus, bakteri, protozoa dan spirochete terlibat pada pertumbuhan janin
terhambat, infeksi yang terkenal rubella insuffisiensi vaskuler dan
cytomegalovirus sitolisis langsung + penghilangan sel fungsional.
-

Hepatitis A lahir kurang bulan, gangguan pertumbuhan janin


Listeriosis, tuberculosis, dan sifilis hambatan pertumbuhan janin,
Sifilis plasenta bertambah besar (edema) dan peradangan

perivaskuler.
Toxoplasmosis infeksi protozoa gangguan pertumbuhan janin, dan
malaria kongenital juga mengakibatkan hal yang sama.
c. Malformasi kongenital
Sebuah penelitian >13000 bayi dengan anomaly structural berat, 22%
diantaranya mengalami hambatan pertumbuhan berat, semakin parah
malformasi semakin rentan janin mengalami KMK.
d. Kelainan kromosom
Aneuploidy kromosomal, seperti trisomy autosomal plasenta dengan
penurunan jumlah arteri yang berotot kecil di batang vili tersier.

Trisomy 21 hambatan pertumbuhan ringan, pemendekan ukuran

femur, hypoplasia phalanx media


Trisomy 18 dan 13 lebih pendek dari Aneuploidy kromosomal, seperti
trisomy autosomal plasenta dengan penurunan jumlah arteri yang berotot

kecil di batang vili tersier.


Trisomy 18 dan 13 lebih pendek.

14

e. Sindrom Dwarf
Perempuan bertubuh kecil akan memiliki bayi yang juga kecil. Jika
perempuan memulai kehamilan dengan berat badan kurang dari 100
pon, resiko untuk melahirkan bayi KMK meningkat 2x lipat. Dan hal
tersebut diturunkan lewat garis keturunan maternal.
2. Asimetris: Gangguan pertumbuhan janin asimetris memiliki waktu kejadian
lebih lama dibandingkan gangguan pertumbuhan janin simetris. Beberapa
organ lebih terpengaruh dibandingkan yang lain, lingkar perut adalah bagian
tubuh yang terganggu untuk pertama kali, kelainan panjang tulang paha
umumnya terpengaruhi belakangan, lingkar kepala dan diameter biparietal
juga berkurang. Faktor yang mempengaruhi adalah insufisiensi (tidak
efisiennya) plasenta yang terjadi karena gangguan kondisi ibu termasuk
diantaranya tekanan darah tinggi dan diabetes dalam kehamilan dalam
kehamilan(8). Faktor-faktor lainnya:
a. Penyakit vaskuler
b. Penyakit ginjal kronis
c. Hipoksia kronis
d. Anemia maternal
e. Abnormalitas plasenta dan tali pusat
f. Janin multipel
g. Kehamilan postterm
h. Kehamilan ekstrauteri
3. Kombinasi Simetris dan Asimetris (Intermediate):
a. Obat-obat teratogenik: Narkotika, tembakau, alkohol, beberapa
preparat antikonvulsan, antineoplastik, imunosupresan antirejeksi,

15

pertumbuhan terhambat mungkin berhubungan dengan ekspresi


enzim fenotipik yang memperlambat metabolisme kafein.
b. Malnutrisi berat

2.6. Patofisiologi IUGR


Pada kelainan sirkulasi uteroplasenta akibat dari perkembangan plasenta
yang abnormal, pasokan oksigen, masukan nutrisi dan pengeluaran hasil metabolic
menjadi abnormal. Janin menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi pada trimester
akhir sehingga timbul PJT yang asimetrik yaitu lingkar perut jauh lebih kecil dari
pada lingkar kepala. Pada keadaan yang parah mungkin akan terjadi kerusakan
tingkat seluler berupa kelainan nucleus dan mitokondria.2
Pada keadaan hipoksia, produksi radikal bebas di plasenta menjadi sangat
banyak dan antioksidan relative kurang ( misalnya : preeklamsia ) akan menjadi
lebih parah. Soothil dan kawan-kawan (1987) telah melakukan pemeriksaan gas
darah pada PJT yang parah dan menemukan asidosis dan hiperkapnia, hipoglikemi
dan eritroblastosis. Kematian pada jenis asimetris lebih parah jika dibandingkan
dengan simetris.2

2.7. Diagnosis IUGR


Identifikasi janin yang tumbuh tidak sesuai masa kehamilan masih menjadi
permasalahan. Masalah ini digarisbawahi oleh kenyatan bahwa identifikasi seperti itu
tidak selalu mungkin dilakukan bahkan di ruang perawatan sekalipun. Bagaimanapun
juga terdapat teknik klinis sederhana dan teknologi yang lebih kompleks yang terbukti
bermanfaat untuk membantu mendiagnosis pertumbuhan janin terhambat. Beberapa
teknik yang banyak digunakan serta yang potensial digunakan sebagai berikut :
2.7.1

Pengukuran tinggi fundus uteri


Pengukuran tinggi fundus uteri yang dilakukan secara serial dan cermat selama

kehamilan adalah metode penapisan yang sederhana, aman, tidak mahal dan cukup

16

akurat untuk mendeteksi janin yang kecil untuk masa kehamilan. Kekurangannya
adalah ketidaktepatan. Jansen dan Larsen menemukan bahwa pengukuran simfisisfundus membantu mengidentifikasikan hanya 40 % bayi. Sehingga bayi yang kecil
untuk masa kehamilan dapat terlewatkan atau terdiagnosis berlebihan. Meskipun
demikian, hasil-hasil ini tidak mengurangi pentingnya pengukuran fundus yang
dilakukan secara cermat sebagai cara penapisan sederhana. (1,3)
Cara pengukuran menggunakan sebuah tali pengukur yang di kalibrasi dalam
sentimeter dan dipasang pada lengkung abdomen dari tepi atas simfisis sampai ke tepi
atas fundus uteri yang diidentifikasi dengan palpasi atau perkusi. Antara usia gestasi 18
sampai 30 minggu, tinggi fundus uteri dalam sentimeter bertepatan dengan minggu
gestasi. Bila ukurannya lebih dari 2 sampai 3 sm dari tinggi fundus seharusnya,
pertumbuhan janin yang tidak sesuai dapat dicurigai. (1)
2.7.2

Pemeriksaan Ultrasonografi
Bila terduga telah ada hambatan pertumbuhan janin misalnya karena pada

kehamilan itu terdapat faktor-faktor risiko seperti hipertensi, pertambahan berat badan
ibu hamil tidak mencukupi atau tinggi fundus uteri tidak sesuai dengan usia kehamilan,
ibu hamil dengan penyakit diabetes melitus dengan komplikasi vaskular, maka
pemeriksaan lanjutan dengan uji yang lebih sensitif perlu dilakukan untuk konfirmasi.
Kriteria USG untuk pertumbuhan janin terhambat terutama peningkatan rasio panjang
femur dari lingkaran perut, peningkatan lingkar kepala dari lingkar perut dan
oligohidramnion. Telah diketahui terdapat korelasi yang baik antara pengukuran tinggi
fundus uteri dengan beberapa antropometri janin seperti diameter biparietal (DBP) atau
lingkaran perut (LP) janin (r : 0,8). (2,4)
Pemerikasaan dengan ultrasound real time akan bisa membedakan hambatan
pertumbuhan intrauterin asimetri dengan hambatan pertumbuhan intrauterin simetris,
selain itu dapat pula mengukur berat janin, gangguan pertumbuhan kepala, kelainan
kongenital dan oligohidramnion. Jika usia kehamilan dapat diketahui dengan pasti,
maka beberapa antropometri janin seperti DBP, lingkatan kepala, panjang femur dan
LP akan dapat memberikan kontribusi menguatkan diagnosis hambatan pertumbuhan
intrauterin dan menetapkan beratnya atau tingkat gangguan pertumbuhan. DBP kepala
janin baik sekali sebagai alat bantu menetapkan usia kehamilan dalam trimester kedua

17

karena kesalahannya relatif sangat kecil pada waktu ini, dan terdapat korelasi yang
dekat sekali antara DBP dengan usia kehamilan, tetapi korelasi DBP dengan usia
kehamilan makin berkurang pada usia kehamilan yang lebih lanjut, semakin tua usia
kehamilan semakin kurang tepat usia kehamilan bila di ukur pada DBP. Pada pasien
yang diduga mengalami hambatan pertumbuhan intrauterin, pengukuran kepala janin
harus telah dimulai pada usia kehamilan 16 sampai 20 minggu, karena standar error
pengukuran DBP sekitar 2 mm dan pertumbuhan DBP sekitar 1,5 mm perminggu
dalam trimester terakhir, maka pengukuran DBP serial dalam trimester ketiga tidak
dapat memberi kontribusi yang baik untuk memantau hambatan pertumbuhan
intrauterin. (2)
Untuk maksud mendiagnosis hambatan pertumbuhan intrauterin lebih baik
dipergunakan perbandingan ukuran (ratio) antara Lingkar Kepala (LK) dan Lingkaran
Perut (LP) yang sekaligus dapat membedakan hambatan pertumbuhan intrauterin
simetris dan asimetris. Ratio LK/LP bertambah kecil semakin tua usia kehamilan. Pada
usia kehamilan sampai dengan 32 minggu LK >LP, pada usia kehamilan antara 32
minggu sampai 36 minggu ukuran keduanya sebanding LK = LP, dan setelah
kehamilan berusia 36 minggu keatas LK < LP. Jadi pada hambatan pertumbuhan
intrauterin asimetris terdapat ratio LK/LP lebih besar daripada yang seharusnya
menurut usia kehamilan.Bila diagnosis hambatan pertumbuhan intrauterin telah
ditegakkan, maka pengukuran DBP akan membantu memonitor pertumbuhan otak
janin dan mencegah disfungsi susunan saraf pusat yang terjadi bilamana pertumbuhan
DBF tidak bertambah lagi. (2,3)
2.7.3

Penilaian volume cairan ketuban


Pada hambatan intrauterin terutama pada kehamilan dengan hipertensi sering

disertai dengan oligohidramnion. Oligohidramnion dapat mengakibatkan tali pusat


terjepit dan kematian janin dapat terjadi dengan tiba-tiba. Oleh sebab itu penilaian
volume cairan ketuban perlu dipantau dari minggu ke minggu dengan menggunakan
USG. Penilaian volume cairan ketuban dengan USG bisa dengan cara mengukur
kedalaman cairan ketuban yang paling panjang pada satu bidang vertikal atau dengan
cara menghitung indeks cairan ketuban.Pada cara I, jika kedalaman cairan ketuban
yang terpanjang kurang dari 2 cm, merupakan tanda telah terdapat oligohidramnion

18

dan janin yang sedang mengalami kegawatan, kehamilan perlu segera di terminasi.
Sebaliknya jika panjang kolom dari cairan ketuban berukuran > 8 cm merupakan tanda
polihidramnion.Pada cara II , uterus dibagi dalam 4 kuadran melalui bidang sagital dan
vertikal yang dibuat keduanya melalui pusat. Kolom cairan ketuban yang terpanjang
dari tiap kuadran di jumlahkan. Bila penjumlahan panjang kolom cairan ketuban < 5
cm merupakan tanda oligohidramnion, bila panjangnya berjumlah antara 18 20 cm
merupakan tanda polihidramnion. (2,4)
2.7.4

Pemeriksaan Doppler Velosimetri


Pemeriksaan doppler velosimetri arteria umbilkalis bisa mengenal adanya

pengurangan aliran darah dalam tali pusat akibat resistensi vaskular dari plasenta.
Ditandai dengan tidak ada atau berbaliknya aliran akhir diastolik yang menunjukan
tahanan yang tinggi. Pada kelompok dengan rasio sistolik dan diastolik yang tinggi > 3
terdapat angka kesakitan dan kematian perinatal yang tinggi dan karenanya di anggap
sebagai indikasi untuk terminasi kehamilan. (1,3)
2.7.5

Pemantauan kerja jantung janin


Bila hambatan pertumbuhan intrauterin berlatar belakang kekurangan gizi,

untuk maksud ini dapat dilakukan pemeriksaan contraction stress test atau uji beban
kontraksi setiap minggu dengan menginfus oksitosin atau merangsang puting susu ibu
untuk menghasilkan kontraksi pada uterus. Pemeriksaan non stress test atau uji tanpa
beban dua kali seminggu dikatakan lebih baik untuk memantau kesehatan janin. (2,4)
2.7.6

Uji biokimiawi
Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan fungsi plasenta yang terutama bermanfaat

untuk mengetahui kesehatan janin pada keadaan maternal yang patologik yang telah
disertai oleh insufisiensi fungsi plasenta.Pemeriksaan kadar AFP ( alfa feto protein )
serum ibu dalam kehamilan berusia sekitar 16 minggu memperlihatkan bahwa nilai
tinggi sampai lebih dari pada dua kali lipat nilai rata-rata sering kali akan disertai oleh
kelainan preterm atau kemudian berkembang menjadi hambatan intrauterin. Misalnya
terjadi pada kasus solusio plasenta dini ( pada kehamilan 16 minggu) yang
menyebabkan perembesan AFP janin kedalam darah maternal sehingga kadarnya
dalam darah ibu menjadi tinggi. Kerusakan plasenta kemudian dapat menyebabkan
hambatan pada pertumbuhan janin.(2)

19

2.7.7

Penambahan berat badan ibu


Penambahan berat badan ibu juga dapat menentukan ukuran dari bayi. Wanita

yang bertubuh kecil biasanya mempunya bayi yang lebih kecil. (1)

2.8. Komplikasi IUGR


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Aspirasi mekonium
Hipotermia
Hipoglikemia
Hipokalsemia dam hiponatremia
Trombositopenia
Polisitemia dan hiperbilirubinemia
Kematian perinatal

Karena perkembangan plasenta juga ikut terpengaruh yang secara anatomi menjadi
lebih kecil dan secara fisiologi fungsinya menjadi terganggu maka cadangan respirasi
atau oksigenasi menjadi berkurang. Sampel darah dari tali pusat yang diperoleh
sebelum kelahiran melalui kordosintesis seringkali menunjukan telah terjadi hipoksia
bahkan kadang-kadang telah terjadi asidosis pada janin. Kadar eritropoetin darah tali
pusat meningkat menandakanterjadinya hipoksia kronik pada janin. Bila dilakukan tes
oksitosin atau contraction test akan terlihat gambaran deselerasi lambat pada 30% janin
dan 50 % menderita hipoksia intrauterin pada waktu dalam persalinan karena kontraksi
uterus yang lebih kuat. Hipoksia janin yang cukup berat dapat menyebabkan tonus
sfingter ani janin melemah yang menyebabkan mekonium keluar kedalam ruang
amnion dan bercampur dengan cairan ketuban. Makin berat hipoksia makin lemah
tonus sfingter ani maka makin banyak mekonium yang terlepas sehingga risiko
terjadinya aspirasi mekonium semakin besar yang dapat menyebabkan kesulitan
pernapasan setelah lahir ( sindroma aspirasi mekonium ). (4.5)
Pada mulanya janin melakukan kompensasi terhadap kekurangan penyaluran
oksigen oleh plasenta dengan cara terjadinya polisitemia yang nyata sebagai respon
terhadap eritropoetin yang tinggi (sindrom hiperviskositas) dengan hematokrit yang >
65 %. Kemudian setelah kelahirannya bayi dapat mengalami problem trombosis
multiorgan, gagal jantung dan hiperbilirubinemia. (2,3)

20

Dalam 10 tahun pertama kehidupannya anak-anak yang terlahir dengan


hambatan pertumbuhan intrauterin tubuhnya tetap kecil dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Tubuhnya lebih kurus dan lebih pendek, dan lingkaran organorgannya seperti lingkaran dada dan kepala semuanya lebih kecil. Pada evaluasi
neurologi juga ternyata mereka memiliki intelegensia yang lebih rendah. Di sekolah
mereka tertinggal karena ketidak-mampuannya dalam berkonsentrasi terutama yang
menuntut perhatian yang serius. Demikian juga bayibayi kembar yang mengalami
hambatan

pertumbuhan

intaruterin

mengalami

intelegensia

yang

berkurang

dibandingkan dengan saudara kembarnya yang normal. (5)

2.9. Tatalaksana IUGR


Berbagai komplikasi bisa terjadi pada fetus atau neonatus yang menderita hambatan
pertumbuhan

intrauterin

maka

kehamilan/persalinan

berisiko

menghendaki

dilakukannya beberapa prinsip dasar berikut:


1. Deteksi dini (skrining)
Deteksi dini kasus-kasus berisiko tinggi akan hambatan pertumbuhan
intrauterin perlu dikerjakan karena akan memberi cukup waktu untuk
merencanakan dan melakukan sesuatu intervensi yang diperlukan atau
membuat rencana kerja sebelum terjadi kerusakan pada janin. Perlu perhatian
yang serius pada pasien hamil risiko tinggi seperti hipertensi, ibu perokok atau
peminat alkohol atau narkoba, keadaan gizi jelek karena malnutrisi, ibu dengan
penambahan berat badan yang minimal dalam kehamilan, pernah melahirkan
bayi dengan hambatan pertumbuhan intrauterine atau kelainan kongenital,
diabetes, anemia, dsb. (1,5)
2. Menghilangkan faktor penyebab
Gizi wanita hamil lebih bergantung kepada jumlah kalori yang masuk dari pada
komponen kalori itu sendiri. Wanita hamil perlu mengkonsumsi 300 kalori
lebih banyak dari pada yang dikonsumsinya sebelum hamil dengan kandungan
protein 1,5 gram/kg per hari. Dengan demikian penambahan berat badan dalam
kehamilan pada keadaan normal bila dicapai 12 sampai 16 kg. Kurang gizi,

21

merokok, alkohol, dan penyalahgunaan obat-obatan dan sebagainya perlu


diatasi terutama dalam masa hamil. (2,3)
3. Meningkatkan aliran darah ke uterus
Pada keadaan sistem vaskuler berdilatasi maksimal jumlah darah yang
mengalir kedalam uterus berbanding langsung dengan tekanan darah
maternal.Semua pekerjaan fisik yang berat akan mengurangi jumlah darah yang
mengalir ke dalam uterus sehingga memberatkan keadaan janin yang telah
menderita hambatan pertumbuhan intrauterin. Oleh karena itu semua pekerjaan
fisik dilarang pada kehamilan dengan hambatan pertumbuhan intrauterin. (5)
4. Melakukan fetal surveillance antepartum
Sebelum melaksanakan program fetal surveilllance yang intensif perlu
diperhatikan bahwa janin tidak dalam keadaan cacat kongenital misalnya
trisomi yang sering bersama dengan hambatan pertumbuhan intaruterin simetris
yang berat. Jika diduga ada keadaan yang demikian lebih dahulu perlu
dilakukan pemeriksaan kariotip janin untuk konfirmasi. Cairan ketuban
(diperoleh melalui amniosintesis) atau darah tali pusat (diperoleh melalui
kordosintesis) dapat dipakai untuk pemeriksaan kariotip janin. Program
surveillance antepartum sudah boleh dimulai pada usia kehamilan 24 minggu
bila diagnosis hambatan pertumbuhan intrauterin telah ditegakkan. Beberapa
uji penilaian yang perlu dikerjakan sampai kehamilan diterminasi adalah uji
tanpa beban untuk memonitor reaktivitas jantung janin (2x seminggu),
pengurangan volume cairan ketuban dan hambatan pertumbuhan kepala dengan
memantau pertumbuhan DBF dengan ultrasonografi setiap minggu. Disamping
itu bila perlu dilakukan penilaian kesehatan janin melalui pemeriksaanpemeriksaan profil biofisik, Doppler velosimetri aliran darah arteri umbilikalis,
dan pemeriksaan gas darah janin. (4,5)
5. Uji tanpa beban
Telah disepakati bahwa hasil uji tanpa beban yang menghasilkan akselerasi 15
beat per menit atau lebih yang berlangsung paling tidak selama 15 detik
sebanyak 2 kali atau lebih dalam tempo 20 menit pengamatan dianggap normal
atau disebut rekaman yang reaktif. Jika pada uji tanpa beban yang dilakukan
setiap minggu tidak terdapat rekaman yang reaktif, maka langkah berikut
adalah melakukan uji beban kontraksi. (3,5)

22

6. Uji beban kontraksi


Uji beban kontraksi dibuat untuk mendeteksi kekurangan suplai oksigen
uteroplasenta yang sampai ke fetus selama uterus berkontraksi. Menurut
Poseiro dkk bila kontraksi uterus menyebabkan kenaikan tekanan intrauterin
melebihi 30 mmHg, tekanan di dalam miometrium akan melebihi tekanan di
dalam arteri dan darah yang mengandung oksigen tidak lagi bisa masuk ke
dalam ruang intervillus.Untuk menimbulkan kontraksi uterus yang cukup kuat
sehingga terjadi efek tersebut diatas dan memenuhi syarat untuk uji beban
kontraksi (Contraction Stress Test atau CST) dapat diperoleh dengan beberapa
cara seperti :
a. Merangsang puting susu ibu (disebut Nipple Stimulation Test atau NST)
b. Memberi infus larutan encer oksitosin (disebut Oxytocin Challenge Test
atau OCT)
c. Dalam masa partus dimana telah ada his spontan. Pada OCT pasien diberi
infus larutan encer oksitosin (10 unit oksitosin dalam 1000 ml cairan
penghantar seperti larutan Ringer Laktat).
Dengan demikian setiap 2 tetes larutan mengandung 1 ml oksitosin. Dimulai
dengan kecepatan 1 sampai 2 mU (2 sampai 4 tetes) per menit yang secara
bertahap tiap 15 menit dinaikkan sampai terdapat tiga his dalam 10 menit.Bila
pada rekaman terdapat deselerasi lambat yang persisten berarti janin dalam
keadaan hipoksia akibat dari insufisiensi fungsi plasenta. Uji beban kontraksi
memakan waktu yang lama dan mempunyai pengaruh yang memberatkan
hipoksia pada janin. Kedua hal ini tidak terdapat pada uji tanpa beban. (5)
7. Terminasi kehamilan lebih awal
Bila semua hasil pemeriksaan fetal surveillance normal terminasi kehamilan
yang optimal dilakukan pada usia kehamilan 38 minggu. Jika serviks matang
dilakukan induksi partus. Sebaliknya bila hasil fetal surveillance menjadi
abnormal dalam masa pemantauan sebelum mencapai usia kehamilan 38
minggu, kematangan paru janin perlu dipastikan dengan pemeriksaan rasio
lesitin/sfingomielin air ketuban. Bila ternyata paru-paru janin telah matang
(rasio L/S= 2 atau lebih) terminasi kehamilan dilakukan bila terdapat : (4,5)
a. uji beban kontraksi positif
b. oligohidramnion

23

c. DBF tidak bertambah lagi yang berarti otak janin berisiko tinggi mengalami
disfungsi.
8. Monitoring intrapartum
Dalam persalinan perlu dilakukan pemantauan terus menerus sebab fetus
dengan hambatan pertumbuhan intrauterin mudah menjadi hipoksia dalam
masa ini. Oligohidramnion bisa menyebabkan tali pusat terjepit sehingga
rekaman jantung janin menunjukkan deselerasi variabel. Keadaan ini diatasi
dengan memberi infus kedalam rongga amnion (amnioinfusion). Pemantauan
dilakukan dengan kardiotokografi kalau bisa dengan rekaman internal pada
mana

elektroda

dipasang

pada

kulit

kepala

janin

setelah

ketuban

pecah/dipecahkan dan kalau perlu diperiksa pH janin dengan pengambilan


sampel darah pada kulit kepala.Bila pH darah janin < 7,2 segera lakukan
resusitasi intrauterin kemudian disusul terminasi kehamilan dengan bedah.
Resusitasi intrauterin dilakukan dengan cara ibu diberi infus (hidrasi maternal)
merebahkan dirinya kesamping kiri, bokong ditinggikan sehingga bagian
terdepan lebih tinggi, berikan oksigen kecepatan 6 I/menit, dan his dihilangkan
dengan memberi tokolitik misalnya terbutalin 0,25 mg subkutan. (1,4)

2.10. Prognosis IUGR


Prognosis PJT (terutama tipe II) lebih baik daripada bayi lahir kurang bulan, tetapi
sering pada anak ini memperlihatkan juga gangguan pertumbuhan setelah lahir.
Prognosis PJT tipe I (terutama dengan kelainan multipel) buruk. (1,5)

BAB III
KESIMPULAN
NAION adalah bentuk yang paling sering dijumpai dari semua kasus AION
sekitar 90-95%. Terjadi pada usia rata rata 60 tahun. Penurunan pengelihatan dapat
statis atau ataupun progresif. Bentuk yang progresif ditemukan terjadi 22-37% dari
semua kasus NAION.

24

Gejala klasik pada NAION adalah kehilangan pengelihatan pada mata yang
terjadi secara tiba tiba, tanpa rasa sakit, paling sering pada pasien diatas usia 50 tahun.
Penurunan visus dapat mempengaruhi penglihatan sentral, perifer, ataupun keduanya.
Defisit bidang visual bervariasi, tetapi umumnya pasien datang dengan defek lapang
pandang superior atau inferior. Kehilangan pengelihatan yang paling sering dicatat
ketika bangun tidur.
Sampai saat ini, belum ada terapi yang efektif secara konsisten dalam
penanganan NAION. Ada beberapa terapi yang telah diteliti, mulai dari
medikamentosa dengan menggunakan diphenilhudantion, aspirin, kortikosteroid baik
sistemik maupun intravitreal, anti-VEGF dan eritropoetin. Terapi bedah antara lain
optic nerve sheath fenestration dan optic neurotomy. Dan juga terapi lainnya seperti
hiperbaric oksigen.

DAFTAR PUSTAKA
1. Cunninghan FG, Gant NF et al 2005 Obstetri Williams Vol 1/edisi 21. EGC, Jakarta,
2005
2. Chatelain F, 2010. Children Born With IUGR
3. Atkins, E. J., Bruce, B. B., Newman, N. J., & Biousse, V. (2010). Treatment of
nonarteritic anterior ischemic optic neuropathy. Survey of ophthalmology, 55(1), 47-63.
4.

You might also like