You are on page 1of 12

BAB 1

PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Eritromisin merupakan antibiotik yang aktif secara oral, yang
ditemukan oleh McGuire pada tahun 1952 dalam produk metabolisme
Streptomyces erythraeus. Spesies mikroba penghasil eritromisin lainnya
adalah Streptomyces griseoplanus dan Arthobacter sp., dari ketiganya yang
merupakan penghasil utama eritromisin adalah Streptomyces erythraeus.
Nama dari mikroba telah mengalami retaksonomi menjadi
Saccharopolyspora erythraea. Seno & Hutchinson (1986) menyatakan
bahwa mikroba ini bukan tergolong dalam genus Streptomyces, karena
dinding sel dari genus Streptomyces terdiri dari asam L-Dimetilamino pimelat
(L-DMP), sedangkan pada Saccharopolyspora erythraea terdapat pula
meso-DMP yang umum terdapat pada genus Saccharopolyspora (Omura
& Tanaka, 1984).
Eritromisin termasuk dalam golongan antibiotik makrolida. Antibiotik
makrolida merupakan suatu golongan obat anti mikroba yang menghambat
sintesis protein mikroba. Makrolid adalah suatu golongan senyawa yang
berkaitan erat dan ditandai oleh sebuah cincin lakton makrosiklik (biasanya
mengandung 14 atau 16 atom), tempat gula-gula deoksi melekat. Obat
prototype, eritromisin, yang terdiri dari dua gugus gula yang melekat
kesebuah cincin lakton 14 atom. Klaritromisin dan azitromisin adalah turunan
semisintetik eritromisin. Struktur umum eritromisin diperlihatkan dengan
cincin makroid dan gula desosamin dan kladinosa. Obat ini kurang larut
dalam air (0,1%), tetapi mudah larut dalam pelarut organic. Larutan relatif
stabil pada 200C dan pada pH asam. Eritromisin biasanya dibuat dalam
bentuk ester dan garam. Eritromisin adalah obat pilihan pada infeksi
klorinebakterium (Katzung et al., 2014).
Obat ini digunakan untuk pengobatan penyakit akibat bakteri Gram
positif khususnya Staphylococcus dan Diphtheroids, serta beberapa bakteri
yang sudah resisten terhada penisilin (Galeet et al., 1981). Saat ini, produksi
skala industri menggunakan bakteri jenis Saccharopolyspora erythraea.

Proses produksi antibiotik biasanya menggunakan sistem kultur pertumbuhan


biakan/sel bakteri (Martin & Bushell, 1996).
I.2 TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk :
1. Memenuhi tugas asisten mahasiswa baru Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Program Studi Farmasi tahun 2014.
2. Mengetahui dan memahami tentang obat antibiotik eritromisin.
3. Mengetahui tentang indikasi, mekanisme kerja, efek samping, dosis dan
kontra indikasi obat antibiotik eritromisin.

BAB II
PEMBAHASAN
II. 1 PROFIL OBAT

Gambar 2.1

Struktur

Senyawa Obat

Eritromisin

(C37H67NO13)
Pemerian
menurut
2014 antara
1.

Khusus
Ashutosh Kar,
lain :
Antibiotik ini

berwujud kristal atau serbuk putih atau sedikit kuning, tidak berbau atau
praktis tidak berbau, bersifat sedikit higroskopik, memiliki titik lebur
135-1400C.
2. Bahan ini tampak memadat kembali dan memiliki titik lebur kedua 1901930C.
3. Sering menunjukan reaksi dasar dan mudah membentuk garam dengan
asam, misalnya asetat, estolat, glukoheptanoat, dan asam-asam sejenis.
4. Kelarutan dalam air mendekati 2 mg per ml-1.
5. Mudah larut dalam alcohol, aseton, kloroform,asetonitril, dan cukup larut
dalam pelarut eter, etilen diklorida, dan amil asetat.
(Ashutosh, 2014)
Eritromisin merupakan salah satu antibiotika pilihan utama yang
penting, terutama bagi pasien yang sensitif serta resisten terhadap turunan
penisilin (Siswandono, 1995). Eritromisin dapat diproduksi melalui
fermentasi dengan menggunakan bakteri Streptomyces sp. (Karp, 2005).
Saat ini, produksi skala industri memanfaatkan bakteri jenis
Saccharopolyspora erythraea. Proses produksi antibiotik biasanya
menggunakan sistem kultur pertumbuhan biakan/sel bakteri (Martin &
Bushell, 1996).
Eritromisin merupakan antibiotik yang aktif secara oral, yang
ditemukan oleh McGuire pada tahun 1952 dalam produk metabolisme

Streptomyces erythraeus (Filipina, 1952). Spesies mikroba penghasil


eritromisin lainnya adalah Streptomyces griseoplanus dan Arthobacter sp
(Omura & Tanaka, 1984). Dari ketiganya yang merupakan penghasil utama
eritromisin adalah Streptomyces erythraeus. Nama dari mikroba telah
mengalami retaksonomi menjadi Saccharopolyspora erythraea (Seno &
Hutchinson, 1986).
Antibiotik eritromisin memiliki aktivitas sebagai bakteriostatik
maupun bakterisida tergantung dari jenis mikroba patogen dan konsentrasi
obat. Mekanisme aksi eritromisin adalah dengan cara menghambat sintesis
protein bakteri dengan jalan berikatan secara reversible dengan ribosom
subunit 50 S. Antibiotik ini memiliki spektrum cukup luas terhadap bakteri
gram positif (Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes dan
Streptococcus pneumoniae) dan gram negatif (Haemophilus influenzae,
Pasteurella multocida, Brucella dan Rickettsia) maupun mikoplasma
(Chlamydia) namun tidak memiliki aktivitas terhadap virus, ragi ataupun
jamur. Penggunaan eritromisin terbukti aman dalam pemakaiannya
(Katzung et al., 2014).
Eritromisin diuraikan oleh asam lambung, maka harus diberikan
dalam sediaan enteric coated (dengan selaput tahan-asam) atau sebagai
garam atau esternya (stearat dan etilsuksinat). Merk dagang eritromisin yang
umum dijumpai antara lain: Erythromycin/Eritromisin (obat generik),
Corsatrocin, Dothrocyn, Duramycin, Erycoat Forte, Eryderm, Erysanbe,
Erythrin, Erythrocin, Jeracin, Narlecin, Opithrocin, Pharothrocin (Sutedjo,
2008).
II. 2 INDIKASI
Kegunaan antibiotik eritromisin menurut Purwanto, 2002 antara lain:
1. Eritromisin merupakan pilihan pertama pada khususnya infeksi paruparu dengan Lagionella pneumophila.
2. Infeksi saluran pernapasan bagian atas ringan sampai sedang yang
disebabkan Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae.

3. Infeksi saluran pernapasan bagian bawah ringan sampai agak berat yang
disebabkan oleh Streptococcus pyogenes dan Streptococcus
pneumoniae.
4. Infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh Mycoplasma
pneumoniae.
5. Pertusis yang disebabkan oleh Bordetella pertussis.
6. Infeksi kulit dan jaringan lunak ringan sampai agak berat yang
disebabkan oleh Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus.
7. Mengatasi radang panggul akut yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae pada penderita yang alergi terhadap penisilin dan
derivatnya.
8. Pencegahan terhadap endocarditis bacterial pada penderita yang alergi
terhadap penisilin dengan riwayat rematik dan kelainan jantung
bawaan.
9. Karena sifatnya yang aktif terhadap kuman anaerob dalam usus,
eritomisin bersama neomisin digunakan untuk profilaksis bedah usus.
(Purwanto, 2002)
II. 3 MEKANISME KERJA
Eritromisin basa dihancurkan oleh asam lambung dan harus
diberikan bersama salut enterik. Makanan dapat mengganggu
penyerapan.bentuk stearat dan ester cukup resisten terhadap asam dan
sedikit lebih baik diserapnya. Garam lauril dari ester propionil eritromisin
merupakan sediaan oral yang paling baik penyerapannya. Namun, hanya
bentuk basa yang secara mikrobiologis aktif, dan konsentrasinya cenderung
serupa apa pun formulasinya. Eritromisin tidak memerlukan penyesuaian
dosis untuk gagal ginjal. Eritromisin tidak dikeluarkan dengan dialisis.
Sejumlah besar obat yang diberikan diekskresikan dalam empedu dan keluar
melalui tinja, dan hanya 5% yang diekskresikan di urin. Obat yang terserap
didistribusikan secara luas, kecuali ke otak dan cairan serebrospinal.
Eritromisin diserap oleh leukosit polimorfonukleus dan makrofag. Obat ini
menembus plasenta dan mencapai janin (Katzung et al., 2014).
Efek antibakteri eritromisin dan makrolid lain mungkin inhibitorik
atau bakterisidal, terutama pada konsentrasi tinggi, bagi organisme yang
rentan. Aktivitas meningkat pada pH basa. Inhibisi sintesis protein terjadi

melalui pengikatan ke RNA ribosom 50S. Tempat pengikatan terletak dekat


dengan pusat peptidiltransferase, dan pemanjanagan rantai peptide (yi.
Transpeptidasi) dicegah dengan menghambat saluran keluar polipeptida.
Akibatnya, peptidil tRNA terlepas dari ribosom. Eritromisin juga
menghambat pembetukan subunit ribosom 50S. Eritromisin aktif terhadap
galur-galur rentan organism positif-gram, khususnya pneumokokus,
streptokokus, stafilokokus, dan korinebakteri. Resistensi terhadap
eritromisin biasanya disandi oleh plasmid. Telah diketahui terdapat tiga
mekanisme, yakni :
(1) berkurangnya permeabilitas membran sel atau efluks aktif;
(2) pembentukan (oleh Enterobacteriaceae) enterase yang menghidrolisis
makrolid; dan
(3) modifikasi tempat pengikatan di ribosom (yang disebut sebagai proteksi
ribosom) oleh mutasi kromosom atau oleh metilase yang terbentuk
secara konstituitif atau akibat induksi makroli.
Efluks dan produksi metilase adalah mekanisme resistensi terpenting
pada organism gram-positif. Resistensi-silang antara eritromisin dan
makrolid lain bersifat sempurna. Produksi metilase konstituitif juga
menimbulkan resistensi terhadap senyawa yang secara struktural tidak
berhubungan, tetapi secara mekanistis serupa, misalnya klindamisin dan
sterptogramin B (yang dinamakan resistensi makrolid linkosamidstreptogramin atau tipe-MLS), yang memiliki tempat pengikatan yang sama
di ribosom, karena non-makrolid merupakan penginduksi metilase yang
buruk, galur-galur yang mengekspresikan suatu metilasi inducible akan
tampak rentan in vitro. Namun, mutan-mutan konstituitif yang resisten dapat
terseleksi dan muncul selama pengobatan dengan klindamisin (Katzung et
al., 2014).
II. 4 EFEK SAMPING
Efek samping dari obat ini adalah mual, muntah, dan sering terjadi
diare. Intoleransi saluran cerna, yang disebabkan oleh rangsangan langsung
pada motilitas lambung, adalah penyebab tersering dihentikannya
eritromisin dan diberikannya antibiotik lain. Eritromisin, terutama bentuk
estolat, dapat menyebabkan hepatitis kolestatik akut (demam, ikterus,
gangguan fungsi hati), yang merupakan suatu reaksi hipersensitivitas.

Sebagian besar pasien pulih dari reaksi ini, tetapi hepatitis kambuh jika obat
diberi kembali. Reaksi alergik lain mencakup demam, eosinofilia, dan ruam.
Metabolit eritromisin menghambat enzim-enzim sitokrom P450 dan
karenanya, meningkatkan kosentrasi banyak obat dalam serum, termasuk
teofilin, warfarin, dan metilprednisolon. Eritromisin meningkatkan
konsentrasi serum digoksin oral dengan meningkatkan ketersediaanhayatinya (Katzung et al., 2014).
II. 5 DOSIS
Dosis oral dewasa eritromisin basa, stereat, atau estolat adalah 0,250,5 g setiap 6 jam (250-500 mg/6 jam) dan dosis untuk anak adalah 40
mg/kg/hari. Dosis eritromisin etilsuksinat adalah 0,4-0,6 g setiap 6 jam
(400-600 mg/6 jam). Eritromisin basa oral (1 g) kadang dikombinasikan
dengan neuromisin atau kanamisin oral untuk persiapan praoperasi kolon.
Dosis intravena eritromisin gluseptat atau laktobionat adalah 0,5-1,0 g setiap
6 jam (500-1000 mg/6 jam)untuk dewasa dan 20-40 mg/kg/hari untuk anak.
Dosis yang lebih tinggi dianjurkan untuk mengobati pneumonia akibat
Lagionella pneumophila (Katzung et al., 2014).
II. 6 KONTRA INDIKASI
Kontraindikasi dari senyawa obat ini adalah:
1. Kehamilan trimester pertama.
2. Hipersensitif terhadap eritromisin.
(Katzung et al., 2014)

BAB III
PENUTUP
III. 1 KESIMPULAN
1. Eritromisin merupakan obat antibiotik golongan makrolida.
2. Eritromisin dihasilkan melalui fermentasi dengan menggunakan bakteri
Streptomyces sp.
3. Antibiotik eritromisin memiliki aktivitas sebagai bakteriostatik maupun
bakterisida.

4. Eritromisin digunakan untuk mengatasi infeksi saluran pernapasan,


pertusis, infeksi kulit dan jaringan lunak dalam skala ringan sampai agak
berat.
5. Eritromisin bekerja dengan menghambat sekresi protein melalui
pengikatan ke ribosom 50S serta menghambat pembentukan ribosom
subunit 50S.
6. Bekerja aktif terhadap bakteri gram positif dan gram negatif.
7. Efek samping dari penggunaan obat ini adalah dapat menyebabkan
mual, muntah, dan diare.
III.2 SARAN
1. Bagi masyarakat, obat eritromisin seharusnya hanya dikonsumsi sesuai
resep dokter dan dengan dosis yang tepat.
2. Bagi para pembaca, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun tentang penulisan serta isi makalah ini.
3. Kami masih memerlukan bimbingan kakak agar lebih memahami cara
pembuatan makalah yang baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA
Katzung, Bertram G et al. 2014. Farmakologi Dasar dan Klinik. Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Kar, Ashutosh. 2014. Farmakognosi dan Farmakobioteknologi. Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Rahman, IR. et al. 2011. Uji Stabilitas Fisik dan Daya Antibakteri Suspensi
Eritromisin dengan Suspending Agent Gummi Arabici. Pharmacon. Vol. 12.
No. 2. Hal. 44-49.
URL : http://publikasiilmiah.ums.ac.id/
Diakses pada tanggal

Sutedjo, AY. 2008. Mengenal Obat-Obatan Secara Mudah dan Aplikasinya dalam
Perawatan. Amara Books. Yogyakarta.
Tjay, T. H. & Kirana R.
Penting. Elex
Jakarta.

2007. Obat-Obat
Media Komputindo.

MAKALAH
ERITROMISIN

Disusun oleh :
1. Dyah Retno Widyastuti
NIM J1E114058
2. Eka Mai Sari
NIM JIE114060

Asisten :
1. Herlinda Lestari Kamelia Pasya
NIM J1E113021
2. Khoirunnisa Muslimawati
NIM J1E113029

PROGRAM STUDI FARMASI S-1


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2014
LEMBAR PENGESAHAN
Makalah ini dibuat dan telah disetujui sebagai tugas asistensi mahasiswa baru
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Farmasi Tahun
2014.
Judul : ERITROMISIN
1. Dyah Retno Widyastuti
NIM J1E114058

2. Eka Mai Sari


NIM J1E114060

Banjarbaru, 20 September 2014


Asisten
(Herlinda Lestari Kamelia Pasya)
NIM J1E113021

(Khoirunnisa Muslimawati)
NIM J1E13029

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul ERITROMISIN
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas asistensi mahasiswa baru.
Terimakasih penulis haturkan kepada para pembimbing yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan kritik, saran, serta
bimbingan sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah
ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
kami harapkan agar dapat lebih baik. Semoga bermanfaat dalam
memberikan pengetahuan, khususnya tentang eritromisin.

Banjarbaru, 20 September 2014

Penulis

DAFTAR ISI

COVER....................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................... ii
KATA PENGANTAR...................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN............................................................. 1
I.1 LATAR BELAKANG.................................................................
I.2 TUJUAN.................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..............................................................
II.1 PROFIL OBAT........................................................................
II.2 INDIKASI...............................................................................
II.3 MEKANISME KERJA...............................................................
II.4 EFEK SAMPING.....................................................................
II.5 DOSIS...................................................................................
II.6 KONTRA INDIKASI.................................................................
BAB III PENUTUP.....................................................................
III.1 KESIMPULAN.......................................................................
III.2 SARAN.................................................................................

2
3
3
6
7
8
10
10
10
11
11
11

DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 12
LAMPIRAN

You might also like